Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebijakan Ekonomi Politik
(Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap
Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)
Disusun Oleh :
MANTILY S A HUTAURUK
110906051
Dosen Pembimbing : ADIL ARIFIN, S.Sos, MA
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MANTILY S A HUTAURUK (110906051)
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK
(Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menguraikan pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik secara khusus di kota Medan dan menemukan fakta dan intervening variable (studi interlinkages)dari kasus maraknya pembangunan ritel di kota Medan yang tentunya kedua poin berhubungan satu sama lain. Ritel atau disebut juga pasar terbagi atas dua jenis yaitu ritel tradisional dan ritel modern, dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Ritel modern sendiri adalah salah satu wujud globalisasi, maka penelitian ini berusaha mencari tahu fakta dan hubungan yang terjadi antara pemerintah, pasar dan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah mix methods (kualitatif dan kuantitatif)dengan tipe eksploratif, yaitu pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang didasarkan kepada hasil tahap pertama. Bobot utama strategi ini adalah pada data kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa globalisasi merupakan alasan berkembangnya ritel modern yang mengusung sistem pelayan mandiri dan teknologi canggih, dan negara juga cenderung memihak kepada pembangunan ritel modern ditandai dengan kebijakan ekonomi politik yang kurang tegas. Perubahan dalam perwal ritel di kota Medan sebanyak dua kali menggambarkan hal tersebut. Hal lainnya adalah ritel modern memberi pajak dan retribusi yang menambah devisa, sehingga pemerintah cenderung tidak dapat menolak. Masyarakat juga dipengaruhi sehingga membentuk sifat yang lebih konsumtif. Namun, pengawasan juga kurang terhadap ritel yang tidak memiliki izin, sehingga diperlukan pemerintah yang kompeten dalam mengatasi pengaruh globalisasi.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
MANTILY S A HUTAURUK (110906051)
INFLUENCE OF GLOBALIZATION AGAINST POLITICAL
ECONOMIC POLICY
(Interlinkages Study of Political Economy Policy Against Rampant of Retail Construction in Medan)
ABSTRACT
This study tries to outline the influence of globalization on the political economic policy specifically in Medan city and discover facts and intervening variables (study interlinkages) of rampant cases of retail construction in the city of Medan which is certainly both points relate to one another. Retail or also called market divided into two types: traditional retail and modern retail, which both influence each other. Modern retailing itself is one manifestation of globalization, this study trying to figure out the facts and relationships that occur between the government, market and society.
The research method used was mix methods (qualitative and quantitative) with the explorative type, which in the first phase, researchers collect and analyze qualitative data and then collect and analyze quantitative data which based on results of first phase. Major weight of this strategy is on qualitative data.
The research concludes that globalization is a reason for the growth modern retail which carries self-service system and advanced technology, and the state also tends to favor the construction of modern retail characterized by political economic policy which less assertive. Changes in regulation of retail in the city of Medan as many two times describe that. The other thing is modern retail gave taxes and charges which add income, so the government tends to not be able to resist. The community is also affected thus forming a more consumptive nature. However, monitoring also lacking toward unlicensed retail, so we need competent government in overcoming the influence of globalization.
KATA PENGANTAR
Skripsi ini berjudul “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK : Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan” Skripsi ini menjelaskan tentang pengaruh yang dibawa oleh globalisasi terhadap perekonomian secara khusus dampaknya terhadap pembuatan kebijakan ekonomi politik dan pembangunan ritel modern di kota Medan. Ritel modern dirasa menjadi usaha yang perkembangannya sangat cepat. Perkembangan ini didukung oleh peraturan daerah yang melonggarkan pembangunan ritel dengan adanya penghapusan di dalam poin-poin yang krusial.
Di dalam skripsi ini digambarkan serta diuraikan beberapa hal mulai dari peraturan walikota tentang ritel yaitu Perwal No 20 Tahun 2011 beserta dua kali perubahannya, kondisi ritel modern yang diteliti (Indomaret, Alfamart, dan Carrefour), kompetensi pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi politik, pengaruh lembaga independen KPPU, pengaruh globalisasi yang dianalisis melalui teori beserta dengan temuan-temuan secara interlinkages yang menghasilkan fakta dan intervening variable. Pada akhirnya penelitian ini menemukan, bahwa globalisasi sangat berpengaruh dalam pembuatan kebijakan ekonomi politik dalam sebuah negara sehingga mempengaruhi juga terhadap kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Maraknya pembangunan ritel juga tidak diiringi dengan kemajuan UMKM dan ritel tradisional, sehingga jika dibiarkan keduanya akan mengalami kondisi stagnan. Pengawasan Disperindag juga ditemukan sangat kurang terlebih dalam kasus ritel modern yang tidak memiliki izin. Penulis sangat berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
Puji dan syukur kepada Yesus, yang adalah Allah yang setia menemani penulis dalam penyelesaian studi ini berupa penulisan skripsi mulai dari proses awal sampai akhir. Terimakasih kepada Roh-Nya yang telah menghibur di dalam masa sulit, dan yang telah memberi kasih karunia yaitu anugrah kekekalan yang tak tergantikan dengan apapun. Biarlah penulis tetap memuliakan nama-Nya di mana pun dan kapan pun.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang besar kepada Bapak Adil Arifin, S.Sos, MA selaku pembimbing yang telah memberi bantuan dan masukan serta kritik yang membangun. Semoga kasih Allah tetap bersamanya dan memberinya kasih karunia yang berlimpah-limpah. Penulis juga secara meminta maaf jika terdapat kesalahan-kesalahan dalam hal perilaku atau perkataan.
mahasiswa politik angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan terimakasih atas kebersamaan dalam perkuliahan selama kurang lebih 4 tahun.
Kepada Bapak/Ibu narasumber dari Pemerintah Kota Medan, Badan Perizinan dan Pelayanan Terpadu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kota Medan yang telah meluangkan waktunya dan memberi informasi yang diperlukan, penulis mengucapkan terimakasih. Kemudian terimakasih juga kepada seratus responden yang telah bersedia mengisi angket penelitian yang penulis sediakan. Semoga Tuhan Yesus juga melimpahi dengan kasih karunia.
Medan, Agustus 2015
DAFTAR ISI
Abstrak i
Abstract ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v Daftar Tabel dan Gambar viii
BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah 1
B.Rumusan Masalah 13
C.Pembatasan Masalah 14
D.Tujuan Penelitian 14
E.Manfaat Penelitian 15
F. Kerangka Teori 1 6 F.1. Teori Ekonomi Politik 16
F.2. Teori Kebijakan Publik 28
G. Defenisi Konsep 37
G.1. Ritel 37
G.2. Studi Interlinkages 40
H. Metodologi Penelitian 41
H.1. Metode Penelitian 41
H.2. Jenis Penelitian 43
H.3. Lokasi Penelitian 43
H.4. Populasi Penelitian 44
H.6. Teknik Pengumpulan Data 45
H.7.Teknik Analisa Data 47
I. Sistematika Penulisan 50
BAB II : PROFIL KOTA MEDAN DAN KEBIJAKAN / REGULASI INDUSTRI RITEL KOTA MEDAN A. Profil Kota Medan 52
A.1. Aspek Geografis dan Demografis 52
A.2.. Struktur Ekonomi Kota Medan 55
A.3. Pertumbuhan Ekonomi 57
A.4. Investasi 60
A.5. Pendapatan Asli Daerah Kota Medan 61
B. Profil Kecamatan Medan Baru 67
C. Profil Lembaga 74
C.1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan 74
C.2. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu 83
C.3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perwakilan Daerah Kota Medan 89
D. Profil Ritel 94
D.1.. Indomaret 94
D.2.. Alfamart 96
D.3. Carrefour 101
E. Kebijakan /Regulasi Industri Ritel Nasional dan Kota Medan 104
E.1. Pokok-Pokok Pengaturan Perpres No 112 Tahun 2007 104
2008 113
E.3. Pokok-Pokok Peraturan Walikota Medan No 20 Tahun
2011 125
BAB III : ANALISIS PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK KOTA MEDAN
A. Gambaran Kondisi Ritel Di Kota Medan 132
B. Kompetensi Pemerintah Daerah dalam Memutuskan Output/
Kebijakan Ekonomi Politik di Kota Medan 138
C. Pengaruh Lembaga Independen dalam Output/Kebijakan Ekonomi
Politik Kota Medan (KPPU) 142
D. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebijakan Ekonomi Politik Kota
Medan 143
E. Temuan Hipotesis Kualitatif 146
F. Menguji Hipotesis Kualitatif dengan Metode Kuantitatif dan
Menemukan Intervening Variable 147
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan 156
B. Saran 161
Daftar Pustaka 163
Daftar Lampiran :
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Hasil/Transkrip Wawancara
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Perbedaan Karakteristik Ritel Modern dan Tradisional 38 Tabel 2.1. Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk
Kota Medan 54
T abel 2.2. Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun
Tahun 2007-2011 55
Tabel 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun
2007-2011 58
Tabel 2.4. Proyeksi Pendapatan Daerah Kota Medan menurut
Pendapatan Asli Daerah 66
Tabel 2.5. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan
Medan Baru Tahun 2012 69
Tabel 2.6 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Baru
Berdasarkan Mata Pencaharian 70
Tabel 2.7. Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Baru
Berdasarkan Agama 71
Tabel 2.8. Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kecamatan
Medan Baru Tahun 2012 71
Tabel 2.9 Jumlah Pasar dan Pertokoan di Kecamatan Medan
Baru 73
Tabel 2.10. Jumlah Fasilitas Pariwisata dan Kuliner di Kecamatan
Medan Baru 73
Tabel 3.1. Jenis Pekerjaan Sampel 148
Tabel 3.2. Ritel yang Dominan Digunakan 148
Tabel 3.3. Frekuensi Berbelanja di Pasar Tradisional 149 Tabel 3.4. Frekuensi Berbelanja di Pasar/Ritel Modern 150 Tabel 3.5. Motif Berbelanja di Pasar Tradisional 150
Tabel 3.6. Motif Berbelanja di Pasar Modern 151
Tabel 3.7. Persepsi Masyarakat 153
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Trens Globalisasi Abad 21 26
Gambar 1.2. Tahapan Kebijakan Publik Ripley 32
Gambar 1.3. Desain Tipe Exploratory 49
Gambar 1.4. Langkah-langkah Metode Kombinasi Sequential
Exploratory Design 49
Gambar 2.1. Peta Kota Medan 53
Gambar 2.2. Peta Kecamatan Medan Baru 67
Gambar 2.3. Bagan Organisasi Disperindag Kota Medan 76
Gambar 2.4. Struktur Organisasi BPPT Kota Medan 88
Gambar 2.5. Struktur Organisasi KPPU KPD Medan 93
Gambar 2.6. Trading Terms dalam Perpres No 112 Tahun 2007 110
Gambar 3.1. Peta Lokasi Ritel di Jalan Jamin Ginting
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MANTILY S A HUTAURUK (110906051)
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK
(Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menguraikan pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik secara khusus di kota Medan dan menemukan fakta dan intervening variable (studi interlinkages)dari kasus maraknya pembangunan ritel di kota Medan yang tentunya kedua poin berhubungan satu sama lain. Ritel atau disebut juga pasar terbagi atas dua jenis yaitu ritel tradisional dan ritel modern, dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Ritel modern sendiri adalah salah satu wujud globalisasi, maka penelitian ini berusaha mencari tahu fakta dan hubungan yang terjadi antara pemerintah, pasar dan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah mix methods (kualitatif dan kuantitatif)dengan tipe eksploratif, yaitu pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang didasarkan kepada hasil tahap pertama. Bobot utama strategi ini adalah pada data kualitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa globalisasi merupakan alasan berkembangnya ritel modern yang mengusung sistem pelayan mandiri dan teknologi canggih, dan negara juga cenderung memihak kepada pembangunan ritel modern ditandai dengan kebijakan ekonomi politik yang kurang tegas. Perubahan dalam perwal ritel di kota Medan sebanyak dua kali menggambarkan hal tersebut. Hal lainnya adalah ritel modern memberi pajak dan retribusi yang menambah devisa, sehingga pemerintah cenderung tidak dapat menolak. Masyarakat juga dipengaruhi sehingga membentuk sifat yang lebih konsumtif. Namun, pengawasan juga kurang terhadap ritel yang tidak memiliki izin, sehingga diperlukan pemerintah yang kompeten dalam mengatasi pengaruh globalisasi.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE
MANTILY S A HUTAURUK (110906051)
INFLUENCE OF GLOBALIZATION AGAINST POLITICAL
ECONOMIC POLICY
(Interlinkages Study of Political Economy Policy Against Rampant of Retail Construction in Medan)
ABSTRACT
This study tries to outline the influence of globalization on the political economic policy specifically in Medan city and discover facts and intervening variables (study interlinkages) of rampant cases of retail construction in the city of Medan which is certainly both points relate to one another. Retail or also called market divided into two types: traditional retail and modern retail, which both influence each other. Modern retailing itself is one manifestation of globalization, this study trying to figure out the facts and relationships that occur between the government, market and society.
The research method used was mix methods (qualitative and quantitative) with the explorative type, which in the first phase, researchers collect and analyze qualitative data and then collect and analyze quantitative data which based on results of first phase. Major weight of this strategy is on qualitative data.
The research concludes that globalization is a reason for the growth modern retail which carries self-service system and advanced technology, and the state also tends to favor the construction of modern retail characterized by political economic policy which less assertive. Changes in regulation of retail in the city of Medan as many two times describe that. The other thing is modern retail gave taxes and charges which add income, so the government tends to not be able to resist. The community is also affected thus forming a more consumptive nature. However, monitoring also lacking toward unlicensed retail, so we need competent government in overcoming the influence of globalization.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Liberalisasi yang dimulai sejak tahun 199850 menelurkan kondisi yang mengharuskan masyarakat Indonesia “ngos-ngosan” dalam
menghadapi arus ekonomi yang demikian cepat. Proses liberalisasi yang
sedang dialami oleh Indonesia ini, turut menggambarkan bahwa efek
globalisasi juga sedang berlangsung dalam dinamika masyarakat Indonesia.
Globalisasi, dalam konteks ini globalisasi ekonomi, sebenarnya bukanlah
fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Seiring dengan berbagai
perkembangan dalam berbagai aspek, fenomena globalisasi dipandang
sebagai gelombang masa depan terutama sejak masa sejarah modern,
khususnya sebelum memasuki abad ke-20. Dua dekade sebelum Perang
Dunia I, arus uang internasional telah menghubungkan Eropa lebih erat
dengan AS, Asia, Afrika, dan Timur Tengah.51 Namun bagaimanapun juga, tatanan ekonomi global yang didasarkan pada liberalisasi ekonomi telah
membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara negara kaya dan
negara miskin semakin besar.
50
Letter of intent adalah persetujuan antara Indonesia dengan IMF dalam hal reformasi ekonomi yang ditandangani pada tanggal 15 Januari 1998 yang mengandung 50 butir kesepakatan. Letter of intent juga merupakan persetujuan program reformasi ekonomi kedua antara Indonesia dengan IMF, sebelumnya juga telah ada persetujuan yang disepakati pada tanggal 31 Oktober 1997, tetapi persyaratan pertama yang diajukan oleh IMF dirasakan berat untuk dilaksanakan, sehingga Indonesia meminta negosiasi. Walaupun pada akhirnya persetujuan yang kedua yang disebut Letter of intent ini pun tidak bertahan lama dan segera diganti dengan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998, berisi 20 butir, 7 appendix dan satu matriks (hal yang khusus dalam memorandum ini adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia). Dirangkum dari tulisan Lepi. T. Tarmidi dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Edisi Maret 1999 dengan judul Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Hlm. 10.
51 Budi Winarno. 2008. Globalisasi : Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Pengaruh globalisasi selalu memiliki dua kecenderungan, yakni
sebagai peluang dan juga sebagai tantangan terkhusus bagi negara-negara
yang sedang berkembang. Ini tergantung cara (ways) negara-negara yang
mengalaminya dalam pengambilan keputusan atau kebijakan untuk
meminimalisir ketidakseimbangan. Pembuatan kebijakan ekonomi politik
(regulasi) adalah metode akurat dan tepat yang dipakai oleh semua negara
untuk mengatasi, menyaring serta mencegah masalah-masalah yang dapat
ditimbulkan oleh globalisasi.
Di era globalisasi pergaulan antar bangsa semakin kental, dan batas
antar negara hampir tidak ada artinya. Pengaruh globalisasi memungkinkan
hilangnya berbagai halangan dalam menjadikan dunia semakin terbuka dan
saling bergantung satu sama lain serta menghasilkan dunia tunggal.
Globalisasi menunjukkan terus meningkatnya integrasi atas
ekonomi-ekonomi nasional menuju pasar-pasar internasional yang semakin luas dan
integratif. Maka bukan tidak mungkin setiap regulasi yang ada di
negara-negara mengarah kepada terciptanya pasar bebas. Seperti yang telah
diutarakan sebelumnya, bahwa globalisasi membawa dua sisi yakni sebagai
peluang dan sebagai tantangan. Seberapa ketat kebijakan, dalam konteks ini
kebijakan ekonomi politik yang dibuat, akan membantu untuk menentukan
sisi globalisasi yang akan dialami oleh negara tersebut.
Perlu ditekankan bahwa dalam tulisan ini, penulis mengambil kasus
globalisasi dalam konteks globalisasi ekonomi saja. Maka, kondisi yang
berkenaan dengan globalisasi ekonomi seperti ekonomi politik, liberalisasi
ritel yang semakin meningkat serta poin-poin penting lainnya akan menjadi
topik utama dalam tulisan ini.
Telah menjadi suatu fenomena umum, jika liberalisasi perdagangan
menjadi salah satu wujud dari globalisasi. Beredarnya barang dan jasa yang
disokong oleh pemodal asing atau negara lain, adalah efek selanjutnya yang
terjadi. Perkembangan zaman ini, dari bidang manapun adalah ide yang
berusaha menjawab dan menjelaskan kebutuhan manusia yang tak terbatas,
dan juga memberi gambaran tentang lifestyle masyarakat yang semakin
instan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari bertambahnya juga jumlah
penduduk dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Bertumbuhnya
aspek-aspek yang demikian menjadikan permintaan akan barang dan jasa yang
semakin meningkat, sehingga membutuhkan wadah yang dapat
menanggulanginya.
Industri ritel adalah salah satu wadah tersebut. Maraknya
pembangunan ritel modern yang disokong oleh investor asing menjadi salah
satu citra menghilangnya batas-batas antar negara yang disebabkan oleh
globalisasi. Teguh Boediyana, ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi
Indonesia (Dekopin) mengatakan, konsekuensi dari kesepakatan liberalisasi
yang ditandatangani pemerintah menghasilkan dampak terhadap
pertumbuhan pasar di Indonesia yakni pertumbuhan pasar swalayan yang
secara masif melakukan penetrasi terhadap pasar tradisional sampai ke
desa-desa.52 Semua ritel modern Indonesia yang berada di bawah pengaruh investor asing merupakan kekuatan-kekuatan besar dunia yang terbangun
52
dalam jaringan multinational corporation yang kerap melakukan penetrasi
sampai ke bawah.
Ritel dalam sejarahnya bukanlah jenis industri baru. Ritel berasal
dari bahasa Perancis retailer yang berarti “memotong kecil-kecil”. Dalam bahasa Inggris, ritel berarti “eceran”. Ritel secara sederhana dapat juga
disebut sebagai pasar. Pada Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern telah memberikan definisi mengenai pasar, dimana pasar terbagi
lagi menjadi dua bagian yaitu pasar tradisional dan pasar/toko modern. Pada
pasal 1 ayat 2, bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut :
“ Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,
modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar.”
Sedangkan pada pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa toko modern :
“ Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri,
menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket
Dari definisi tersebut ada dua hal yang dapat digarisbawahi.
Pertama, di pasar tradisional terdapat mekanisme tawar menawar. Artinya
harga yang ditampilkan mungkin berbeda dari harga yang disepakati oleh
pembeli dengan penjual. Mekanisme ini tidak terdapat pada toko modern.
Pada toko modern harga bersifat given dan konsumen tidak dapat menawar.
Kedua, di pasar modern terdapat sistem pelayanan mandiri dimana
konsumen memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk berinteraksi langsung
dengan produk yang dijual, berbeda dengan pasar tradisional yang
diletakkan di dalam etalase sehingga konsumen tidak memiliki keleluasaan
penuh.53
Terkhusus untuk format ritel modern, banyak jenis yang dapat
ditemui. Secara umum, berbagai banner atau brand pelaku usaha dapat
dikelompokkan sebagai berikut54:
a. Hypermarket : Carrefour, Giant, Hypermart, Lotte, Yogya,
Lion Superindo
b. Supermarket : Griya, Alfa, Sri Ratu, Hero, Ramayana, Naga
c. Minimarket : Alfamart, Indomart, Yomart, Alfa-Midi
d. Perkulakan : Makro, Indogrosir
e. Convenience Store : Circle K, Starmart, AMPM
f. Warehouse : Ace Hardware, Index
g. Department Store : Metro, Matahari, Sogo
h. Drugstore & Personal Care : Watson, Guardian, Boston,
Century
53
Dikutip dari Paper yang ditulis oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2009. Position Paper KPPU terhadap Perkembangan Industri Ritel di Indonesia. Hlm. 61.
54
i. Electronic Specialist : E-City, E-Solution
j. Bookstore : Gramedia, Gunung Agung
Di Indonesia sendiri industri ini telah berkembang sejak tahun
1960-an.55 Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konteks global, potensi pasar ritel
Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki peranan yang
sangat penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Industri ritel
menempatkan diri sebagai industri kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga
kerja Indonesia setelah industri pertanian.56 Hal ini mengindikasikan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya pada industri ritel. Dalam
beberapa tahun terakhir kondisi pertumbuhan ritel di Indonesia adalah
sebagai berikut :
a. Dalam enam tahun, dari tahun 2007-2012 jumlah gerai ritel
modern secara keseluruhan mengalami pertumbuhan rata-rata
17,57 % per tahun. Pada tahun 2007, jumlah ritel modern masih
sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2012 mencapai
18.152 gerai57.
b. Untuk bentuk hypermart, terdapat 3 brand yang memiliki
kemajuan yang sangat pesat diantaranya : Carrefour, Hypermart
dan Giant. Dua diantaranya merupakan ritel modern yang berada
di bawah pengaruh pemodal asing. Carrefour berasal dari
Perancis, Giant sendiri merupakan ritel asal Malaysia.
55
Ritel modern pertama di Indonesia bernama Toserba Sarinah yang didirikan tahun 1962, dalam bentuk Departemen Store.
56
Dikutip dari Majalah Kompetisi KPPU, Negeri Surga RITEL, edisi 34 tahun 2012, Hlm. 4-5.
57
Sedangkan Hypermart merupakan brand dalam negeri yang
sampai tahun 2010 berada dibawah Matahari Putra Prima (Lippo
Group), tetapi sekarang telah dijual dan menjadi milik pihak
asing yaitu Meadow Asia Co.Ltd (anak usaha Asia Color
Company yang pusatnya di Karibia). Ketiga brand ini juga
merupakan ritel-ritel modern yang beromset sangat besar. Dari
10 ritel beromset terbesar di Indonesia pada tahun 2006, Ritel
Asia merilis, Carrefour berada pada posisi pertama dengan omset
Rp 7,2 triliun. Hypermart berada pada posisi ke empat Rp 3,5
triliun dan Giant berada pada urutan ke lima dengan omset Rp
3,2 triliun.58 Carrefour menjadi pemimpin bidang hypermart yang menguasai pasar Indonesia dengan 47% pangsa pasar. Di
Indonesia ada 3 tipe Carrefour yaitu : Carrefour ada, 87 gerai,
Carrefour Express, ada 14 gerai, Carrefour Market, ada 7 gerai.
Hypermart berada di posisi kedua dengan jumlah 100 gerai. Dan
Giant sendiri, memiliki 46 gerai yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Di kota Medan sendiri, ketiga brand besar ini juga turut
menguasai pasar dan pusat perbelanjaan. Jumlah gerai terbanyak
dipegang oleh Giant dengan 5 gerai, sedangkan Hypermart dan
Carrefour masing-masing ada 2 gerai.
c. Untuk bidang minimarket, tahun 2009, Alfamart telah memiliki
lebih kurang 3.098 gerai di seluruh Indonesia yang meningkat
58
dari tahun 2008 yang berjumlah 2.736 gerai (meningkat
13,26%). Indomaret juga mencatat peningkatan yang cukup pesat
dengan gerai sejumlah 3531 buah pada tahun 2009 meningkat
dari 3093 buah (peningkatan sebesar 14,16%). Tahun 2013 total
gerai Alfamart dan Indomaret mencapai 13.000.59 Kota Medan juga tak ketingggalan dalam pertumbuhan ritel modern dengan
format minimarket. Meski ada juga ritel modern asal lokal
(kebanyakan tidak punya brand), tetapi Alfamart dan Indomaret
masih menguasai pasar. Gerai Indomaret di kota Medan saat ini
mencapai ± 200 gerai, sedangkan Alfamart mencapai ± 80 gerai.
60
Maraknya pembangunan ritel modern mengindikasikan bahwa
industri ini memang menjanjikan keuntungan yang besar. Dan Indonesia
dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan ladang yang
potensial untuk membangun bisnis waralaba. Selain itu, dengan terbitnya
Keputusan Presiden No 99 Tahun 199861 yang membuka pintu masuk bagi para peritel asing, membuat bisnis ini pun semakin diminati oleh pemodal
asing yang ingin menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Kebijakan yang
59
http://www.indonesianconsume.blogspot.com/2013/02/perkembangan-baru-bisnis-ritel-moden.html#Um.KvXanTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 20 :59.
60
Dikutip dari Jurnal yang ditulis oleh Ok. Laksemana Lutfi. 2012. Dampak Keberadaan Indomaret Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Pasar Tradisional Di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Medan. Hlm. 8.
61
ada untuk mengatur penataan dan pertumbuhan ritel modern juga tidak serta
merta membuat nyali para peritel menjadi ciut, malah mereka semakin
gencar untuk membangun ritel dengan brand masing-masing (terkhusus
brand-brand besar) sampai ke daerah pelosok. Ekspansi ritel modern sangat
agresif ini masuk hingga ke wilayah pemukiman rakyat. Ritel tradisional
yang berada di wilayah pedesaan maupun pemukiman rakyat pun terkena
imbasnya dengan berhadapan langsung dengan ritel modern tersebut.
Persaingan diantara keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena
minimnya aturan zonasi untuk pembangunan ritel modern tersebut, maka
ritel-ritel tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena imbasnya.
Pemerintah sejauh ini sudah membentuk aturan atau kebijakan ritel,
baik secara nasional ataupun tingkat daerah. Praktek monopoli serta
persaingan usaha yang tidak sehat tertuang dalam UU No 5 tahun 1999,
kemudian pemerintah juga mengeluarkan regulasi untuk membatasi
pembangunan dan mengatasi penataan pasar tradisional dengan ritel modern
melalui PP No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Permendagri
No 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sesuai dengan pasal
1 ayat 11 (sebelas) dan ayat 12 (dua belas) dalam PP No 112 Tahun 2007
mengatakan bahwa yang berhak memberi izin usaha baik dalam bentuk
pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern ditanggungjawabi
oleh pemerintah daerah, serta pembuatan aturan zonasi adalah wewenang
peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang terkait pembangunan dan
penataan ritel.
Kota Medan adalah salah satu kota besar yang mengalami
pembangunan ritel yang boleh dikatakan sangat pesat. Ritel-ritel modern ini
sudah bertebaran di setiap sudut kota Medan. Peritel juga tidak hanya
berasal dari dalam negeri tetapi juga peritel-peritel asing turut meramaikan
suasana perbelanjaan di kota Medan. Dari 33 kota dan kabupaten di
Sumatera Utara, kota Medan menjadi motor penggerak pertumbuhan
ekonomi (engine of growth) Sumatera Utara di luar sektor primer (pertanian
dan pertambangan). Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan kota Medan di tahun 2013 pun mendapati bahwa sektor
perdagangan (besar dan eceran) menjadi sektor industri unggulan dengan
persentase perkembangan kontribusi sebesar 22, 99 %.62 Namun, sama seperti kota-kota lainnya di Indonesia, kota Medan masih lemah dalam
pengaturan zonasi untuk pembangunan ritel terkhusus untuk ritel modern.
Peraturan Walikota No 20 Tahun 2011 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
yang kemudian mengalami perubahan sebanyak dua kali sehingga
dikeluarkan peraturan baru yakni Peraturan Walikota No 47 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20
Tahun 2011 yang menghapus tentang beberapa pengaturan sehingga
semakin memberi peluang bagi pengusaha ritel untuk memperluas jaringan
pertumbuhan ritel. Sebagai akibat dari perubahan peraturan ini gerai
62 Balitbang Kota Medan. 2013. Laporan Akhir Identifikasi Sektor Industri Unggulan di Kota Medan
Indomaret dan Alfamart yang berdiri hampir di sepanjang jalan dan pusat
kota Medan tidak lagi berjarak minimal 500 meter, bahkan sudah ada yang
bersebelahan ataupun bersebrangan, sebab peraturan baru sudah tidak
membatasi jarak. Tidak sedikit juga gerai Indomaret dan Alfamart yang
belum resmi memiliki izin.63 Meski ada hukum yang mengatur hal tersebut yakni Perda Pemkot Medan No 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan. Ditambah lagi, sebagian dari ritel-ritel modern ini
berdampingan juga dengan pasar tradisional, walaupun secara jelas kedua
kebijakan di atas mengatur hal-hal yang demikian. Contohnya saja
Carrefour Citra Garden yang berada di samping Pajak Pagi (pasar
tradisional yang terletak di Pasar V,Padang Bulan Medan). Ramayana
Pringgan yang berada di samping Pajak Pringgan, begitu juga Ramayana
Aksara, juga berdampingan dengan Pajak Aksara. Ada pula Plaza Medan
Fair, dan Medan Plaza yang berdekatan dengan Pajak Petisah.
Melihat betapa negara ini sudah menjadi “surganya ritel”, dapat
dikatakan bahwa liberalisasi yang dimulai sejak tahun 1998 itu
mengharuskan masyarakat Indonesia “mau tidak mau” harus menghadapi
proses keluar-masuk arus ekonomi, dan agar tidak menjadi mangsa pasar
bebas, maka regulasi yang ketat wajib segera diciptakan. Hal ini yang
menjadikan globalisasi dan kebijakan ekonomi politik suatu negara
berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Lemah kuatnya kebijakan dalam
suatu negara juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh
provinsi, kabupaten/kota, bahkan sampai tingkat pemerintahan terendah di
negara tersebut.
Tulisan ini memakai studi perkaitan (interlinkages) sebagai acuan
untuk meneliti masalah. Dalam interlinkages, ada beberapa variabel yang
akan diamati kemudian dianalisis sehingga menghasilkan intervening
variable atau fakta lain di luar kondisi yang telah ada misalnya fakta
psikologis. Studi ini membahas tentang siapa aktor-aktor atau unit-unit
politik dan ekonomi yang saling terkait, dan sebuah dependensi dapat terjadi
dalam bentuk dominasi salah satu pihak dalam interaksinya.64
Merujuk kepada latar belakang dan studi perkaitan (interlinkages)
yang telah dipaparkan di atas, maka penulis memberi judul penelitian ini, “
Pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik (Studi
Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan”.
B. Rumusan Masalah
Terdapat 3 (tiga) poin yang menjadi garis besar dalam tulisan ini,
yakni Globalisasi, Kebijakan Ekonomi Politik dan Maraknya Pembangunan
Ritel (terkhusus ritel modern) di Kota Medan. Ketiga hal tersebut adalah
arah yang akan dituju oleh penelitian ini dan perlu dijawab dan dicarikan
jalan pemecahannya. Karena itu, berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik dalam kasus
maraknya pembangunan ritel di kota Medan?
64 Yanuar Ikbar. 2002. Ekonomi Politik Internasional : Studi Pengenalan Umum. Jakarta :Direktorat
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan
tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis, diperlukan adanya
pembatasan masalah. Adapun lingkup pembahasan masalahnya adalah:
1. Bagaimana keterkaitan antara globalisasi dan kebijakan ekonomi
politik dengan maraknya pembangunan ritel modern di Medan?
2. Apa fakta dan intervening variable yang dihasilkan oleh keterkaitan
globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa maraknya
pembangunan ritel modern di Medan (lokasi sampel : Jalan Jamin
Ginting, Kecamatan Medan Baru)?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan dan mengeksplor pengaruh globalisasi
terhadap pembuatan kebijakan ekonomi politik nasional dan kota
Medan yang berkaitan dengan pembangunan ritel modern serta
kondisi maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan.
2. Untuk menganalisis fakta dan intervening variable yang dihasilkan
oleh keterkaitan globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa
maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan.
E. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian dan tulisan selalu diharapkan mampu memberi
manfaat bagi masyarakat. Secara khusus dimaksudkan juga guna membantu
perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat yang
1. Secara Teori, penelitian ini diharapkan mampu menganalisis dan
memberikan informasi tentang pengaruh Globalisasi terhadap
Kebijakan Ekonomi Politik. Hal yang dikaji adalah Keterkaitan
antara Globalisasi dan Kebijakan Ekonomi Politik dengan Maraknya
Pembangunan Ritel di Kota Medan
2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi
bahan rujukan tentang Studi Interlinkages antara Globalisasi dan
Kebijakan Ekonomi Politik dengan Pembangunan Ritel Modern
secara khusus di kota Medan, bagi akademisi terlebih dalam
membantu mempelajari kajian Ekonomi Politik dan kajian
Kebijakan Publik. Terkhusus bagi mahasiswa/i Departemen Ilmu
Politik, FISIP USU
3. Bagi masyarakat, penelitian ini semampunya dapat memberikan
informasi dan sebagai bahan bacaan tentang Pengaruh Globalisasi
terhadap Kebijakan Ekonomi Politik, bagi pemerintah dan
masyarakat kota Medan.
F. Kerangka Teori
F.1. Teori Ekonomi Politik
Proses perkembangan ekonomi politik sesungguhnya banyak
ditentukan oleh empat variabel dasar yakni, ekonomi, politik, struktur sosial
dan kebudayaan.65 Tetapi pada perkembangan yang lebih lanjut, variabel-variabel tersebut seakan terpisah dan muncul sendiri-sendiri secara
monodisiplin. Sedangkan untuk ekonomi politik sendiri juga membentuk
65
paradigmanya sendiri, baik kontensi maupun kontektualitas yang berskala
domestik maupun internasional.
Sebagai suatu disiplin ilmu, ekonomi politik lahir dari pemikiran
untuk menemukan sinergi, mengisi kekosongan yang tidak dijumpai dalam
disiplin ekonomi dan disiplin politik. Istilah ekonomi politik diambil dari
bahasa Yunani, polis yang berarti kota dan oikonomike yang maknanya
mengacu pada manajemen rumah tangga. Kombinasi kedua kata ini
menunjukkan eratnya keterkaitan antara fakta-fakta produksi, keuangan dan
perdagangan dengan kebijakan pemerintah di bidang moneter, fiskal dan
komersial. Untuk memahami ekonomi politik secara umum, dapat
diperhatikan pendapat beberapa orang pakar, diantaranya :
a. Lord Robbin66, mengatakan bahwa ekonomi politik dapat mengandung dua versi. Pertama, versi ekonomi politik klasik
yang memberi pengertian ekonomi politik sebagai suatu
kesatuan yang menyeluruh dari pembahasan, sejak ilmu
ekonomi itu sendiri sampai dengan teori-teori kebijakan
ekonomi yang meliputi analisis dari bekerjanya ekonomi pasar,
alternatif sisitem kebijakan dan prinsip-prinsip keuangan
negara. Kedua, ekonomi politik versi modern yaitu ekonomi
politik yang membahas bagaimana sistem ekonomi itu bekerja,
dapat bekerja, harus dibuat bekerja dan memungkinkan diriya
bekerja.
66
b. Paul Samuelson67, menyebut ekonomi politik sebagai sebuah studi mengenai sistem ekonomi itu sendiri, yang diartikan
sebagai cara suatu masyarakat mengatasi masalah ekonomi
fundamental yang serupa dimanapun. Jadi, menurut Paul
bahwa ekonomi politik adalah praktek dari ilmu ekonomi itu
sendiri.
c. Warren F. Ilchman dan Norman T. Uphoff68, berpendapat bahwa ekonomi politik adalah suatu integrated social science
of public purpose. Dikatakan bersifat politik karena membahas
segi otoritas negara dalam masyarakat. Dikatakan bersifat
ekonomi karena membahas masalah alokasi dan pertukaran
sumber yang langka, termasuk di dalamnya
sumber-sumber sosial dan politik.
d. Martin Staniland mengatakan dalam bukunya What is Political
Economy? A Study of Social Theory and Underdevelopment,
bahwa ekonomi politik adalah studi tentang teori sosial dan
keterbelakangan.69
Ekonomi politik tidak dapat dipandang melalui masalah intelektual
saja, melainkan juga terkait dengan ideologi dan budaya yang sangat
beragam. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa kita harus
melihat ekonomi politik dari dua level pengamatan, yaitu dari sisi isi
(content) dan dari sisi konteks (context). Dari sisi isi ada beberapa macam
teori ekonomi politik. Kriteria untuk mengidentifikasi ialah : apakah teori
67
Ibid. Hlm. 20-21.
68 Ibid. Hlm. 21. 69
tersebut memperlihatkan suatu hubungan yang sistematis antara
peristiwa-peristiwa ekonomi dengan proses-proses politik atau tidak. Hubungan
sistematis antara ekonomi dan proses politik tersebut dapat dilihat dari tiga
kemungkinan sebagai berikut70 ; Pertama, terdapat hubungan kausal antara ekonomi dan proses politik. Ini lazim disebut sebagai model ekonomi
ekonomi politik “deterministik”. Model ini mengasumsikan bahwa ada
hubungan deterministik antara ekonomi dan politik, di mana politik
menentukan aspek-aspek ekonomi dan institusi-institusi ekonomi
menentukan proses-proses politik. Kedua, ada hubungan timbal balik antara
ekonomi dan proses politik. Ini yang disebut dengan model ekonomi politik
“interaktif”, yang menganggap fungsi-fungsi politik dan ekonomi berbeda,
tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga, terdapat hubungan
perilaku yang berlanjut atau kontinu ( a behavioral continuity) antara
ekonomi dan politik.
Dilihat dari sisi konteks, teori-teori ekonomi politik tersebut secara
kasar dapat dibagi atas dua kelompok saja. Kelompok pertama disebut
Liberal, sedangkan kelompok lainnya adalah pengkritik kelompok Liberal.71 Aliran Liberal (mencakup ekonomi politik Liberal Klasik, ekonomi politik
Neoklasik, ekonomi politik Baru dan Neoliberalisme), adalah kelompok
yang sangat menekankan alasan-alasan logika ekonomi rasional dan proses
mekanisme pasar. Sedangkan aliran kedua adalah aliran pengkritik Liberal
(mencakup Marxisme, Aliran Kelembagaan, Strukturalis, dan Dependensia),
yang lahir dari dialektika pemikiran Marxisme yang banyak menggunakan
70 Ibid. Hlm. 13. 71
analisis konflik dan kekuasaan dalam menelaah keputusan ekonomi yang
merupakan hasil dari proses politik.
Sesuai dengan pemahaman yang tertera diatas, bahwa ekonomi
politik mencakup sistem kebijakan, praktek ekonomi, alokasi dan
pertukaran sumber-sumber yang langka (termasuk sumber sosial dan
politik) serta masalah keterbelakangan. Semua hal ini, jika ditelaah,
mengarah kepada hubungan timbal balik antara negara dan masyarakat,
kemudian hubungan timbal balik antara negara dan negara lainnya
(ketergantungan). Negara-negara yang tidak memiliki sumber daya yang
memadai membutuhkan sokongan dari negara lain, atau paling tidak,
mengadakan kerjasama bilateral ataupun multilateral agar kebutuhan
masyarakat dan negara terpenuhi. Seiring dengan berjalannya bantuan
ataupun kerjasama antar negara, muncullah sebuah arus global yang
memungkinkan terjadinya perdagangan bebas, yang kemudian disebut
sebagai globalisasi. Di bawah ini akan dijelaskan konsep globalisasi.
F.1.1. Globalisasi
F.1.1.1. Pengertian Globalisasi
Globalisasi berarti suatu proses yang mencakup
keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak nampak lagi
adanya batas-batas yang mengikat secara nyata. Dalam keadaan global,
tentu apa saja dapat masuk sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol.
Terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, makna globalisasi
memiliki dimensi luas dan kompleks yaitu bagaimana suatu negara yang
menepis penerobosan informasi, komunikasi dan transportasi yang
dilakukan oleh masyarakat di luar perbatasan.
Esensi globalisasi pada dasarnya adalah peningkatan
interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun antar
negara, yang meliputi aspek-aspek perdagangan, investasi, perpindahan
faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman
modal asing, keuangan dan perbankan internasional, serta arus devisa.
Globalisasi bukan sekadar keterbukaan suatu negara terhadap arus modal
atau valuta asing, atau liberalisasi perdagangan internasional melainkan
bahwa mitra dagang suatu negara bersifat multilateral dan didominasi oleh
kekuatan global sehingga transaksi setiap negara secara individual dapat
dikatakan tidak memiliki pengaruh. 72 Kennedy dan Cohen menyimpulkan transformasi ini telah membawa bangsa-bangsa dalam suatu jaringan kinerja
(network) yang mendunia atau global. 73
Ciri globalisasi adalah adanya pembagian kerja di dalam
produksi karena perusahaan multinasional mengorganisir proses
produksinya lintas negara yang didasarkan pada sumber-sumber daya
ekonomi yang terpencar-pencar di seluruh dunia. Ciri globalisasi berikutnya
adalah adanya mobilitas dana internasional dalam jumlah besar yang
dikendalikan oleh arbitrase dana. Dua kata kunci di dalam globalisasi yakni
interaksi dan integrasi.
72
Mahmud Thoha. 2002. Globalisasi, Krisis Ekonomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta : Pustaka Quantum. Hlm. 3.
73 Elly M Setiadi dan Usman Kolip. 2011.
Menurut Group of Lisbon, globalisasi dapat ditengarai dari
dua aspek yaitu ruang lingkup dan intensitasnya.74 Pada satu sisi, globalisasi merupakan satu himpunan atau rangkaian proses yang cakupannya meliputi
sebagian besar belahan dunia atau beroperasi di seluruh dunia, oleh karena
itu mempunyai konotasi spasial atau ruang. Pada sisi lain, globalisasi juga
mempunyai implikasi pada intensifikasi, interaksi, interkoneksi, atau
dependensi antara negara-negara dan masyarakatnya yang merupakan
komunitas dunia. Dengan demikian seiring dengan semakin meluasnya
rentangan atau lingkupnya, maka proses globalisasi juga semakin
mendalam. Menurut Malcolm Waters, globalisasi adalah sebuah proses
sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan
sosial-budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang.75 Emmanuel Ritcher berpendapat, globalisasi adalah jaringan kerja global
yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya
terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.
F.1.1.2. Fenomena Globalisasi
Fenomena globalisasi yang sedang diperhadapkan kepada
umat manusia semenjak abad ke-20 dapat ditandai oleh beberapa hal, di
antaranya adalah76
a. Arus Etnis, ditandai dengan mobilitas manusia yang tinggi dalam bentuk
imigran, turis, pengungsi, tenaga kerja dan pendatang. Arus manusia ini
telah melewati batas-batas teritorial negara.
74 Mahmud Thoha. Loc.cit.
75
Jurnal yang ditulis oleh Rowland B.F. Pasaribu. 2012. Globalisasi dan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Hlm. 469.
76
b. Arus Teknologi, ditandai dengan mobilitas teknologi, munculnya
multinational corporation dan transnational corporation yang kegiatannya
dapat menembus batas-batas negara.
c. Arus Keuangan, yang ditandai dengan makin tingginya mobilitas modal,
investasi, pembelian melalui internet penyimpanan uang di bank asing.
d. Arus Media, yang ditandai dengan makin kuatnya mobilitas informasi,
baik melalui media cetak maupun elektronik. Berbagai peristiwa di belahan
dunia seakan-akan berada di hadapan kita karena cepatnya informasi.
e. Arus Ide, yang ditandai dengan makin derasnya nilai baru yangmasuk ke
suatu negara. Dalam arus ide ini muncul isu-isu yang telah menjadi bagian
dari masyarakat internasional. Isu-isu ini merupakan isu internasional yang
tidak hanya berlaku di suatu wilayah nasional negara.
F.1.1.3. Trens Era Globalisasi
Era globalisasi yang akan terus berlanjut dalam abad 21,
pada mulanya merupakan wujud perubahan dan perkembangan sistem
informasi, telekomunikasi serta transportasi dengan fenomena yaitu dapat
mempersingkat jarak dalam hubungan antar negara atau antar wilayah
dalam batas ruang dan waktu. Perkembangan demikian, dimungkinkan oleh
kemajuan-kemajuan yang cepat dan menakjubkan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tentu saja kemajuan-kemajuan Iptek
tersebut dapat dicapai berkat adanya kemampuan ekonomi dunia melalui
aliran modal tanpa batas untuk mendukungnya. Sebagaimana yang sedang
kita saksikan, adanya keterkaitan antara kedua faktor Iptek dan kemampuan
biasa di seantero dunia, serta tingkat kompetisi yang tinggi, dan tidak
terkecuali pada masyarakat Indonesia.
Adapun beberapa trens tentang globalisasi, dapat dijelaskan sebagai
berikut77 :
a. Perubahan Akseleratif, yaitu merupakan perubahan yang sangat
cepat dalam segala bidang terutama yang berhubungan dengan
interdependensi atau ketergantungan dengan ekonomi, teknologi
informasi dan komunikasi di antara negara-negara di dunia.
b. Aliran Modal Tanpa Batas, yaitu tumbuhnya iklim investasi yang
mencakup berbagai produk. Banyak perusahaan-perusahaan
multinasional yang melakukan ekspansi ke negara-negara lain untuk
mendapatkan komponen-komponen produk yang tidak lagi dari anak
perusahaannya, tapi dapatjuga dari perusahaan-perusahaan lain
sehingga terwujud produk barang jadi.
c. Ekonomi Pengetahuan, yaitu bahwa globalisasi telah membawa
hubungan ekonomi antar bangsa yang ditandai saling ketergantungan
antara negara-negara maju dan negara berkembang dengan segala
implikasi yang ditimbulkannya. Hal ini menjadi kajian ilmu
pengetahuan bagi para akademisi, ekonom, perumus kebijakan baik
pemerintah maupun dunia usaha.
d. Hiper Kompetisi, yaitu segala daya upaya yang dilakukan baik dari
dunia usaha, dunia industri maupun pemerintah yang selalu
berkompetisi untuk memperoleh simpati dan segmen pasar yang
77
sebanyak-banyaknya. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi
sangat gencar dalam publikasi untuk menawarkan produk-produk
unggulan yang berkualitas dengan segala kelebihannya sesuai
dengan trens yang ada di dalam masyarakat.
e. Global dan Kompleks, yaitu segala hal yang terkait dengan
transnasional produk telah terjadi saling ketergantungan yang
memerlukan tingkat manajemen tinggi dan kompleks. Oleh sebab
itu, globalisasi telah memberikan implikasi analisis pemikiran yang
integrated dan komprehensif.
Trens atau karakteristik globalisasi abad 21 dapat
digambarkan sebagai berikut :
Perubahan Akseleratif
Global dan
Aliran Modal
Kompleks
Tanpa Batas Hiper
Ekonomi
Kompetisi Pengetahuan
Gambar 1.1. Trens globalisasi abad 21
F.1.1.4. Pelaku Atau Subjek Globalisasi
Para pelaku atau subjek dari globalisasi yang berperan
dalam tumbuh-kembangnya tatanan dunia global, dapat digambarkan
sebagai berikut 78:
a. Negara-negara yang dipetakan secara dikotomis, yaitu negara-negara
besar dan negara kecil, negara maju dan
negara-negara berkembang, negara-negara- negara-negara yang kuat dan yang lemah
secara ekonomi, negara-negara yang berdiri sendiri atau yang
bergabung dengan negara lain, dan lain sebagainya.
b. Organisasi-organisasi antar pemerintah (IGO atau
International-Govermental Organizations) seperti ASEAN, NATO, Europian
Community dan lain sebagainya.
c. Perusahaan internasional yang dikenal dengan Multinational
Corporation (MNC) atau Transnational Corporation atau Global
Firms. Perusahaan-perusahaan ini dengan modalnya yang besar dan
bersifat deteritorialis meluaskan jaringannya ke segala penjuru
dunia. Pemerintah, pada khususnya negara-negara berkembang
merasa perlu mendapatkan modal dan teknologinya.
d. Organisasi internasional atau transnasional yang non pemerintah
(INGO - International Non-Governmental Organizations) seperti
Palang Merah Internasional di dirikan tahun 1867, Workingmen’s
Association (Sosialist International) tahun 1860-an, International
Women’s League for Peace and Freedom. Organisasi konvensional
78
seperti: Vatikan, Dewan Gereja-gereja Sedunia, Rabiyatul
Islamiyah. Yang modern seperti Amnesty International,
Green-Peace International, World Conference on Religion and Peace,
World Federation of United Nations Associations, Trans-Parency
International, Worldwatch, Human Rights Watch dan Refugee
International. Organisasi global ini lebih tepat disebut aktivis
professional. Pendapat umum dan kebijakan dunia ternyata banyak
sekali dipengaruhi oleh organisasi aktivis ini. Gagasan-gagasan
mereka banyak disalurkan melalui media massa elit dunia, seperti
International Herald Tribune, The Guardian, Times, dan The
Economist.
e. Organisasi-organisasi non formal, rahasia dan setengah rahasia.
seperti: mafia, teroris, pembajak, penyelundup, preman global,
tentara bayaran, hacker computer.
F.2. Teori Kebijakan Publik
Istilah kebijakan cenderung disepadankan dengan kata policy yang
dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) maupun kebajikan (virtues).
Bagi para policy maker dan orang-orang yang menggeluti kebijakan,
penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menimbulkan masalah, tetapi bagi
orang luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan
membingungkan. Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau defenisi
mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan. Setiap defenisi bisa
memberi penekanan yang berbeda-beda, yang tergantung kepada orang yang
berbeda, sehingga tidak mengherankan jika poin-poin yang ditekankan
dalam memberi defenisi bagi kebijakan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan definisi
kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat
sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit,
kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif,
publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin
berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai
aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.79
Thomas Dye mengatakan bahwa kebijakan adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.80 James E. Anderson sebagai pakar kebijakan publik mendefinisikan kebijakan sebagai hal yang
telah ditetapkan oleh bada-badan dan aparat pemerintah.81 Richard Rose, sebagai seorang pakar ilmu politik menyarankan bahwa kebijakan
hendaknya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak
berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang
bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan
menurutnya dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar
suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Sementara Laswell dan Kaplan
yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan
79
Solichin Abdul Wahab. 2004. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 2.
80
Drs. AG. Subarsono, M.Si., MA. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 2.
81
menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan, berkenaan
dengan tujuan, nilai dan praktek.82
Studi mengenai kebijakan publik dapat dipahami dari dua
prespektif. 83 Pertama, perspektif politik, bahwa kebijakan publik di dalam perumusan, implementasi, maupun evaluasinya pada hakikatnya merupakan
pertarungan berbagai kepentingan publik di dalam mengalokasikan dan
mengelola sumberdaya (resources) sesuai dengan visi, harapan, dan
prioritas yang ingin diwujudkan. Kedua, perspektif administratif, bahwa
kebijakan publik merupakan ikhwal yang berkaitan dengan sistem,
prosedur, dan mekanisme, serta kemampuan para pejabat publik (official
officers) di dalam menterjemahkan dan menerapkan kebijakan publik,
sehingga visi dan harapan yang ingin dicapai dapat diwujudkan di dalam
realitas. Memahami kebijakan publik dari kedua perspektif tersebut secara
berimbang dan menyeluruh akan membantu kita lebih mengerti dan maklum
mengapa suatu kebijakan publik tersebut meski telah terumuskan dengan
baik namun di dalam implementasinya sulit terwujudkan.
F.2.1. Kerangka Kerja Kebijakan Publik
Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan oleh
variabel berikut84 :
1. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang
akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka
akan semakin sulit mencapai kinerja kebijakan.
82
Said Zainal Abidin. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah. Hlm. 21.
83
Dr. H. Tachjan, M.Si. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung : AIPI & Puslit KP2W Unpad. Hlm. V.
84
Hasil
2. Preferensi nilai. Suatu kebijakan yang mengandung variasi nilai akan
jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang
hanya mengejar satu nilai.
3. Sumberdaya yang mendukung kebijakan.
4. Kemampuan atau kualitas aktor yang terlibat dalam pembuatan
kebijakan.
5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan
sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh
konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut
diimplementasikan.
6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dapat bersifat
top-down approach atau bottom-up approach, otoriter atau demokratis.
F.2.2. Proses Kebijakan Publik
Proses ini adalah serangkaian aktivitas intekektual yang
dilakukan daam proses kegiatan yang bersifat politik. Aktivitas politis
tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,
penilaian kebijakan (evaluasi).
Dalam pandangan Ripley85, tahapan/proses kebijakan publik adalah sebagai berikut:
85
Ibid. Hlm. 11. Penyusunan Agenda
Diikuti
Gambar 1.2. Tahapan Kebijakan Publik Ripley
F.2.3. Ekonomi Politik dalam Sebuah Kebijakan Publik
Keterkaitan suatu sistem ekonomi dan proses politik
merupakan dua sisi dari satu mata uang, sehingga disiplin ilmu ekonomi dan
ilmu politik tidak dapat dipisahkan begitu saja. Dalam negara manapun
suatu pertukaran pasti terjadi, maka tidak ada negara yang tidak memiliki
pasar. Akan tetapi, pasar harus tetap di-governed dalam suatu sistem
kekuatan kelembagaan yang bernama negara, bahkan negara dapat mendikte
tingkat suplai uang, suatu sistem accounting dalam pertukaran yang saat ini
dianggap paling efisien. Untuk dapat mengerti dan memahami mengapa
pemerintah harus mengatur pasar, mengapa dan bagaimana para politisi
sibuk dan getol sekali pada nuansa pemerataan pendapatan, atau bagaimana
kekuatan pasar dapat mempengaruhi hasil akhir atau outcome politik,
falsafah ilmu ekonomi dan ilmu politik tidak hanya harus dipahami secara
lebih menyeluruh, tetapi juga harus diletakkan pada perspektif teori yang
sama. Perspektif teori itulah yang kemudian dikenal dengan ekonomi
politik.
Ekonomi politik dimaksudkan untuk membahas keterkaitan
antara berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi
(produksi, investasi, pembentukan harga, perdagangan, konsumsi, dan
lain-lain). Penelusuran mendalam tentang ekonomi politik biasanya didekati dari
format dan pola hubungan antara pemerintah, swasta, masyarakat, partai
politik, organisasi buruh, lembaga konsumen, dan sebagainya.86 Ekonomi politik jelas tidak dapat dipisahkan dari suatu kebijakan publik, mulai dari
proses perancangan, perumusan, sistem organisasi dan implementasinya.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi politik, kebijakan publik, terutama
tentang ekonomi adalah suatu pilihan (terbaik) yang diperoleh melalui suatu
perjuangan para kelompok kepentingan, yang berlangsung pada suatu
setting institusi politik yang sedang berkuasa saat ini, bukan semata setting
pasar. Artinya, negara juga punya kewajiban membangun suatu struktur
kelembagaan yang mampu mendorong inisiatif para pelaku dan agen
ekonomi sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, sekaligus wajib
menciptakan suatu proses dan kesempatan agar struktur kelembagaan itu
dapat dimodifikasi jika kondisi sosial ekonomi memungkinkan.
86 Bustanul Arifin dan Didik J. Rachbini. 2001. Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta :
Sistem ekonomi akan dapat bekerja dengan baik dan
menjadi viable apabila aransemen kelembagaan yang ada mampu secara
jelas mencegah, melarang, dan mengatasi dampak sosial yang merugikan.
Sistem hak dan kewajiban individu tidak akan pernah terwujud dengan baik
apabila tidak ada struktur penegakan yang baik pula. Inilah esensi nation
state yang tidak lain adalah sistem otoritas yang berfungsi untuk
memberikan legitimasi kepada seluruh transaksi, bukan malah menjadi
pemangsa sistem pasar. Dalam hal ini, ekonomi nasional Indonesia harus
memulai langkah rekonstitusi sistem ekonomi. Dalam artian bahwa suatu
nation state memerlukan lebih dari sekadar adanya pemerintahan baru,
walau dibentuk berdasarkan hasil keputusan sosial yang sangat demokratis
sekalipun.
Upaya-upaya rekonstitusi dan reformasi kebijakan ekonomi
dapat dilihat sebagai suatu langkah sistematis beberapa komponen negara,
terutama tingkah laku pemerintah atau cara pemerintah menentukan pilihan
yang dapat mempengaruhi roda perekonomian. Tingkah laku pemerintah
diletakkan sebagai faktor endogen dari keseluruhan proses perumusan
kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi tidak terbentuk dari suatu proses
optimalisasi saja, yang jelas pasti terdistorsi oleh kepentingan pribadi, tetapi
sebagai suatu produk kompromis dari sekumpulan kepentingan yang
mengatasnamakan kepentingan bersama dan dibawa oleh para politisi
dengan segala ambisi dan tujuannya dalam suatu proses transaksi politik.87 Domain ekonomi politik selalu concerned dengan peranan kelembagaan
87
dalam setiap perumusan, organisasi, dan implementasi kebijakan
pembangunan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah caranya untuk
menerangkan siapa yang mendapat manfaat dan siapa yang menanggung
beban akibat adanya suatu regulasi/kebijakan atau aturan ekonomi. Dalam
setiap regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pasti memiliki tujuan
tertentu, dan selain manfaat yang diharapkan, sering pula datang secara
bersamaan dampak negatif yang disebabkan oleh regulasi tersebut. Karena
itu diperlukan sebuah analisis untuk melihat besaran manfaat dan kerugian
dari suatu regulasi ekonomi. Didik J. Rachbani menjelaskan analisis ini
dengan Teori Regulasi Ekonomi.88 Secara lebih luas teori regulasi ditujukan untuk melihat manfaat dan kerugian individu di dalam suatu kelompok,
yang bisa dikaitkan dengan Teori Optimal Pareto. Arti Teori Optimal ini
adalah suatu proposisi karena proses alokasi sumber-sumber ekonomi, tetapi
tanpa mengakibatkan kerugian pada individu lainnya.89 Teori regulasi ekonomi tidak lepas dari proposisi tersebut karena regulasi harus
diinstitusikan dengan manfaat sebanyak mungkin pada publik atau
konstituen yang dikenai regulasi tersebut dengan dampak negatif kerugian
yang minimal atau bila perlu tanpa harus menyebabkan yang lainnya
merugi.
Keseluruhan aspek di atas, secara jelas juga merujuk kepada
sebuah pembangunan (terkhusus dalam bidang ekonomi politik) dalam
sebuah negara. Adanya perkembangan pasar secara global zaman ini,
88
Didik J. Rachbani. 2004. Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Jakarta : Granit. Hlm. 10-11.
89