• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM SURAT KABAR (Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik

Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Handian Sang Maima Hutabarat

090904049

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Handian Sang Maima Hutabarat

NIM : 090904049

Judul : Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi

Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya

dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D

NIP. 195812051989031002 NIP.196208281987012001 Dra.Fatma Wardi Lubis, MA

Dekan FISIP USU

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan

hukum yang berlaku

Nama : Handian Sang Maima Hutabarat

NIM : 090904049

Tanda Tangan :

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Handian Sang Maima Hutabarat

NIM : 090904049

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi :

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Penerapan

Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar

Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di :

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas Allah SWT dan juga junjungan besar Nabi

Muhammad SAW atas berkat dan rahmatnya yang sangat besar peneliti dapat menyelesaikan

penelitian dan skripsi ini.

Adapun judul daripada skripsi ini adalah “Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan

Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi

Januari 2013” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di

departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Pada kesempatan ini izinkan peneliti ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

yang telah membantu dan mendukung peneliti hingga menyelesaikan penelitian ini.

1. Kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala berkah, rizki dan kesehatan

kepada peneliti selama mengerjakan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta salam

kepada junjungan nabi Muhammad SAW.

2. Untuk keluarga tercinta, ibu saya, Etty Dianawaty, yang telah banyak memberikan

support penting dalam setiap kesempatan. Ayah saya, Haradan Hutabarat, yang

selama ini telah bekerja keras dalam menghidupi keluarga dan membiayai saya

kuliah. Kedua adik saya, Revin Mangaloksa Hutabarat dan Omar Wakan

Hutabarat, yang telah menjadi pemantik semangat bagi saya untuk menyelesaikan

skripsi ini.

3. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yakni

Bapak Prof. Drs. Badruddin, M.si beserta jajarannya.

4. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A Selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi,

serta Ibu Dra Dayana Manurung M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D , selaku dosen pembimbing skripsi

yang selalu membimbing saya dengan sabar dan penuh perhatian dari awal

dimulainya bimbingan.

6. Bapak dan Ibu dosen FISIP USU khususnya dosen Departemen Ilmu Komunikasi

(6)

7. Seluruh staff Departemen dan Laboratorium Ilmu Komunikasi FISIP USU yakni

Kak Maya, Kak Icut, Kak Yovita, Kak Hanim, dan Kak Puan yang telah

membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya pendidikan peneliti.

8. Seluruh anggota redaksi harian Siantar 24 Jam yang membantu serta memfasilitasi

saya dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Seluruh keluarga besar penulis yang sudah memberi dukungan moral dalam

penyelesaian skripsi ini.

10. Teman-Teman sejawat dan seperjuangan di angkatan 2009 Ilmu Komunikasi

FISIP USU yang telah menjadi inspirasi bagi peneliti dalam menjalankan

perkuliahan.

11. Teman-teman anggota Pers Mahasiswa PIJAR, Ikatan Mahasiswa Departemen

Ilmu Komunikasi (IMAJINASI) dan P2KM yang mampu menularkan gairah serta

semangat kepada peneliti untuk menjadi insan yang lebih bernilai dan berkarya

secara nyata.

Saya menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang sifatnya membangun,

mudah-mudahan skripsi ini bisa memberi manfaat bagi siapapun yang

membacanya

Medan, 2013

Peneliti

(7)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah

ini :

Nama : Handian Sang Maima Hutabarat

NIM : 090904049

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas

Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right) atas

karya ilmiah saya yang berjudul :

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan

Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi

Januari 2013) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media-formatkan,

mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas

akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama masih tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal :

Yang Menyatakan

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 4 dan 5, dalam rubrik Siantar Raya harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013 dan bagaimana bentuk pelanggaran tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah positivisme, berita, jurnalistik, pers, etika jurnalistik, Kode Etik Jurnalistik serta kebebasan dan tanggung jawab. Data penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi dokumenter yaitu data unit analisis dikumpulkan dengan cara mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis yakni berita pada rubrik Siantar Raya di harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013. Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan untuk mengambil sampel adalah teknik sampel total, yaitu dengan memakai seluruh populasi dalam pelaksanaan penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013 yang berjumlah 27 eksemplar. Sampel yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 157 berita.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tema-tema berita yang paling sering ditampilkan adalah tema kriminalitas. Hal ini ditunjukkan dengan persentase tema berita perampokan (20,4%), kecelakaan (17,2%) serta penganiayaan (11,5%) yang cukup tinggi dibandingkan tema berita lainnya. Dalam meneliti penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan 5 di rubrik Siantar Raya harian Siantar 24 Jam, peneliti masih menemukan adanya pelanggaran. Misalnya dalam kategori tulisan sadis (7,6%), tulisan cabul (1,9%), foto sadis (5,1%), penyebutan identitas korban kejahatan asusila (2,5%), penyebutan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan (1,9%), menampilkan identitas (foto) korban kejahatan asusila (1,3%) dan menampilkan identitas (foto) anak yang menjadi pelaku kejahatan (1,3%). Sedangkan untuk kategori tulisan bohong dan fitnah serta foto cabul tidak diketemukan pelanggaran sama sekali.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….……… i

LEMBAR PERSETUJUAN ………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………. iii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iv

KATA PENGANTAR ………..……… v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….……… vii

ABSTRAK ……….……… viii

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR GAMBAR DAN FOTO .………. xi

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM .………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 4

1.3 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4 Manfaat Penelitian ………. 5

BAB II URAIAN TEORITIS ………. 6

2.1 Kerangka Teori ……… 6

2.1.1 Positivisme ……… 6

2.1.2 Berita, Pers dan Jurnalistik ……… 8

2.1.3 Etika dan Etika Jurnalistik ……… 18

2.1.4 Kode Etik Jurnalistik ………. 20

2.1.5 Kebebasan dan Tanggung Jawab ……….. 22

2.1.6 Analisis Isi ………. 24

2.2 Kerangka Konsep ……… 30

2.3 Unit Analisis ……… 31

2.4 Definisi Operasional ……… 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 39

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 39

3.1.1 Profil Siantar 24 Jam ………. 39

3.1.2 Susunan Redaksi Siantar 24 Jam ……… 40

3.1.3 Visi dan Misi Siantar 24 Jam ………. 41

3.1.4 Rubrik dalam Siantar 24 Jam ……….... 42

3.2 Metode Penelitian ………..………. 44

3.3 Populasi dan Sampel ……… 45

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……….. 46

(10)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ……….. 51

4.1 Tema berita ………. 52

4.2 Pelanggaran Tulisan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 ……… 54

4.2.1 Tulisan Bohong dan Fitnah ……….. 54

4.2.2 Tulisan Sadis ………... 56

4.2.3 Tulisan Cabul ……….. 59

4.3 Pelanggaran Foto Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 ………... 61

4.3.1 Foto Sadis ……… 61

4.3.2 Foto Cabul ……… 65

4.4 Pelanggaran Tulisan Kode Etik Jurnalistik Pasal 5 ……… 66

4.4.1 Penyebutan dan Penyiaran Identitas Korban Kejahatan Asusila ………. 67

4.4.2 Penyebutan Identitas Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan ……….. 70

4.5 Pelanggaran Foto Kode Etik Jurnalistik Pasal 5 ………. 72

4.5.1 Menampilkan Identitas (Foto) Korban Kejahatan Asusila ……… 73

4.5.2 Menampilkan Identitas (Foto) Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan ……… 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 80

5.1 Kesimpulan ………. 80

5.2 Saran ……… 81

5.2.1 Saran dalam Kaitan Akademis ……….. 81

5.2.2 Saran dalam Kaitan Praktis ……… 81

DAFTAR REFERENSI ……….. 83

LAMPIRAN

- Biodata Peneliti

- Lembar Catatan Bimbingan Skripsi

- Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Setiap Kategori

- Tingkat Reliabilitas Terhadap Setiap Kategori

- Kode Etik Jurnalistik

- Surat Izin Pra Penelitian

- Sampel Berita yang Melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan 5 di Rubrik Siantar

(11)

DAFTAR GAMBAR DAN FOTO

 Gambar Kerangka Konsep ... ... 31

 Foto Berita dalam Kategori Menampilkan Foto Sadis (Anak Riau Gantung Diri di Rumah Nenek) ... 63

 Foto Berita dalam Kategori Menampilkan Foto Sadis (Tabrak L-300, Dua

Pelajar SMP Tewas Berdarah-Darah) ... 64

 Foto Berita dalam Kategori Menampilkan Identitas (Foto) Korban Kejahatan Asusila (Cabuli Gadis Semarga, Simatupang Masuk Sel) ... 74

 Foto Berita dalam Kategori Menampilkan Identitas (Foto) Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan (4 ABG Bongkar SMKN 2 : 2 Ditangkap, 2 Buron) ... 77

(12)

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

 Tabel Frekuensi Tema Berita ... ... 52

 Diagram Persentase Tema Berita ... ... 53

 Diagram Frekuensi Tulisan Bohong dan Fitnah ... ... 55

 Diagram Persentasi Tulisan Bohong dan Fitnah ... ... 55

 Diagram Frekuensi Tulisan Sadis ... ... 57

 Diagram Persentasi Tulisan Sadis ... ... 57

 Diagram Frekuensi Tulisan Cabul ... ... 59

 Diagram Persentasi Tulisan Cabul ... ... 60

 Diagram Frekuensi Foto Sadis ... ... 62

 Diagram Persentasi Foto Sadis ... ... 62

 Diagram Frekuensi Foto Cabul ... ... 65

 Diagram Persentasi Foto Cabul ... ... 66

 Diagram Frekuensi Menyebutkan dan Menyiarkan Identitas Korban Kejahatan Asusila ... ... 68

 Diagram Persentasi Menyebutkan dan Menyiarkan Identitas Korban Kejahatan Asusila ... ... 69

 Diagram Frekuensi Menyebutkan Identitas Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan ... 70

 Diagram Persentasi Menyebutkan Identitas Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan ... 71

 Diagram Frekuensi Menampilkan Identitas (Foto) Korban Kejahatan Asusila ... 73

 Diagram Persentasi Menampilkan Identitas (Foto) Korban Kejahatan Asusila ... 74

 Diagram Frekuensi Menampilkan Identitas (Foto) Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan ... 76

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1 Biodata Peneliti

2 Lembar Catatan Bimbingan Skripsi

3 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Tema Berita di Rubrik

Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

4 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Tema Berita di Rubrik Siantar Raya

Harian Siantar 24 Jam

5 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Berita Bohong dan

Fitnah di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

6 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Berita Bohong dan Fitnah di Rubrik

Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

7 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Tulisan Sadis di Rubrik

Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

8 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Tulisan Sadis di Rubrik Siantar Raya

Harian Siantar 24 Jam

9 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Tulisan Cabul di

Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

10 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Tulisan Cabul di Rubrik Siantar Raya

Harian Siantar 24 Jam

11 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Foto Sadis di Rubrik

Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

12 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Foto Sadis di Rubrik Siantar Raya

Harian Siantar 24 Jam

13 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Foto Cabul di Rubrik

Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

14 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Foto Cabul di Rubrik Siantar Raya

Harian Siantar 24 Jam

15 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas

Korban Kejahatan Asusila di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

16 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas Korban

(14)

17 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas

Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar

24 Jam

18 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas Anak yang

Menjadi Pelaku Kejahatan di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

19 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas

(Foto) Korban Kejahatan Asusila di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24

Jam

20 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas (Foto) Korban

Kejahatan Asusila di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

21 Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas

(Foto) Anak yang Menjadi Pelaku Kejahatan di Rubrik Siantar Raya Harian

Siantar 24 Jam

22 Tingkat Reliabilitas Terhadap Kategori Menyebutkan Identitas (Foto) Anak

yang Menjadi Pelaku Kejahatan di Rubrik Siantar Raya Harian Siantar 24 Jam

23 Kode Etik Jurnalistik versi Dewan Pers

24 Surat Izin Pra Penelitian

25 Sampel Berita dengan Tema Kriminalitas

26 Sampel Berita yang Mengandung Tulisan Sadis

27 Sampel Berita yang Mengandung Tulisan Cabul

28 Sampel Berita yang Menampilkan Foto Sadis

29 Sampel Berita yang Menampilkan Identitas dan Foto Korban Kejahatan

Asusila

30 Sampel Berita yang Menampilkan Identitas dan Foto Anak yang Menjadi

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 4 dan 5, dalam rubrik Siantar Raya harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013 dan bagaimana bentuk pelanggaran tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah positivisme, berita, jurnalistik, pers, etika jurnalistik, Kode Etik Jurnalistik serta kebebasan dan tanggung jawab. Data penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi dokumenter yaitu data unit analisis dikumpulkan dengan cara mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis yakni berita pada rubrik Siantar Raya di harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013. Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan untuk mengambil sampel adalah teknik sampel total, yaitu dengan memakai seluruh populasi dalam pelaksanaan penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013 yang berjumlah 27 eksemplar. Sampel yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 157 berita.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tema-tema berita yang paling sering ditampilkan adalah tema kriminalitas. Hal ini ditunjukkan dengan persentase tema berita perampokan (20,4%), kecelakaan (17,2%) serta penganiayaan (11,5%) yang cukup tinggi dibandingkan tema berita lainnya. Dalam meneliti penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan 5 di rubrik Siantar Raya harian Siantar 24 Jam, peneliti masih menemukan adanya pelanggaran. Misalnya dalam kategori tulisan sadis (7,6%), tulisan cabul (1,9%), foto sadis (5,1%), penyebutan identitas korban kejahatan asusila (2,5%), penyebutan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan (1,9%), menampilkan identitas (foto) korban kejahatan asusila (1,3%) dan menampilkan identitas (foto) anak yang menjadi pelaku kejahatan (1,3%). Sedangkan untuk kategori tulisan bohong dan fitnah serta foto cabul tidak diketemukan pelanggaran sama sekali.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berita cukup penting peranannya bagi kehidupan kita sehari-hari. Berita dapat

digunakan sebagai sumber informasi atau sebagai hiburan bagi pembacanya. Saat ini berita

telah tampil sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia.

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan atau

penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio,

televisi atau media online internet (Sumadiria, 2005).

Berita dapat disampaikan melalui berbagai media, mulai dari media cetak, media

elektronik auditif (radio), media elektronik audiovisual (televisi) dan media daring (online).

Media cetak merupakan media yang tertua diantara media yang telah disebutkan. Media

cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di kerajaan

Romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak.

Hingga kini media cetak sudah beragam bentuknya, seperti surat kabar (koran), tabloid dan

majalah.

Peranan media cetak sangatlah penting, sehingga sulit dibayangkan negara-bangsa

(nation state) modern bisa hadir tanpa keberadaannya. Selama berabad-abad media cetak

menjadi satu-satunya alat pertukaran dan penyebaran informasi, gagasan dan hiburan, yang

sekarang ini dilayani oleh aneka media komunikasi. Selain menjadi alat utama menjangkau

publik, media cetak juga menjadi sarana utama untuk mempertemukan pembeli dan penjual

(Rivers, Peterson dan Jensen, 2008).

Organisasi atau perusahaan yang menjalankan kegiatan jurnalistiknya di media cetak

biasa disebut dengan pers. Kemerdekaan pers dijamin oleh pemerintah. Hal ini tercantum

dalam Undang-Undang no. 40 tahun 1999 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “Kemerdekaan pers

dijamin sebagai hak asasi warga negara”. Jadi, pers memiliki kemerdekaan atau kebebasan

dalam mencari, memperoleh, serta menyebarluaskan gagasan dan informasi. Namun,

kebebasan tersebut bukan berarti bebas tanpa batas sehingga dapat menginjak hak-hak orang

lain. Ada juga pasal-pasal yang mengatur kebebasan tersebut. Salah satunya adalah Kode Etik

Jurnalistik.

Secara singkat dan umum Kode Etik Jurnalistik berarti, himpunan atau kumpulan

(17)

(wartawan) sendiri. Dengan kata lain, Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh kaum jurnalis

(wartawan) sendiri dan berlaku juga hanya terbatas untuk kalangan jurnalis (wartawan) saja.

Tiada satu orang atau badan lain pun yang diluar yang ditentukan oleh Kode Etik Jurnalistik

tersebut terhadap para jurnalis (wartawan), termasuk menyatakan ada tidak pelanggaran etika

berdasarkan Kode Etik Jurnalistik itu (Sukardi, 2012).

Wartawan bersama seluruh masyarakat, wajib mewujudkan prinsip-prinsip kemerdekaan

pers yang profesional dan bermartabat. Tugas dan tanggung jawab yang luhur itu hanya dapat

dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada Kode Etik Jurnalistik, dan

masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas profesi tersebut. Namun

dalam kenyataannya terkadang ada saja wartawan yang tidak menjalankan tugasnya sebagai

mana telah diatur oleh Kode Etik Jurnalistik.

Dalam suatu kesempatan, peneliti membaca salah satu surat kabar yang ada di kota

Siantar, yaitu Siantar 24 Jam. Siantar 24 Jam merupakan surat kabar yang berdiri sejak 1

Desember 2008. Usianya memang masih terbilang cukup muda. Namun, ternyata Siantar 24

Jam terbukti mampu bersaing dalam merebut hati pembaca. Terbukti dari jumlah oplahnya

yang mencapai 8.000 eksemplar setiap hari (berdasarkan data tahun 2012). Oplah tersebut

terbilang cukup banyak untuk ukuran surat kabar yang baru berdiri selama lima tahun

(Sumber: Siantar 24 Jam).

Sebagai salah satu surat kabar yang cukup dikenal oleh masyarakat

Siantar-Simalungun, tentu wartawan di harian Siantar 24 Jam haruslah mematuhi berbagai peraturan

mengenai pers seperti Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik untuk menjaga

kredibilitas mereka. Profesionalisme para wartawan dan kualitas isi dari berita haruslah

diawasi dan dijaga. Namun, peneliti menemukan beberapa hal menarik ketika membaca

harian Siantar 24 Jam ini. Misalnya ketika peneliti membaca harian Siantar 24 Jam edisi

Jum’at, 4 Januari 2013. Dalam headline di edisi tersebut, peneliti melihat sebuah foto dari

seorang bocah enam tahun yang tewas terpanggang.

Parahnya, foto tersebut ditampilkan tanpa sensor sedikitpun. Menurut peneliti, hal

tersebut sudah melanggar Kode Etik Jurnalistik, khususnya pasal 4 yang menyebutkan bahwa

wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Foto mayat bocah

yang terpanggang tanpa sensor tersebut termasuk dalam berita yang sadis. Pelanggaran yang

(18)

Kemudian, peneliti juga melihat sebuah berita di Harian Siantar 24 Jam edisi 12 Januari

2013 dalam rubrik Siantar Raya. Ada salah satu berita yang berjudul “Dituduh Cabuli Bocah

4 Tahun, Siswa SD Dipolisikan”. Dalam berita tersebut diceritakan HN (11), seorang pelajar

kelas 2 Sekolah Dasar yang tinggal di Jalan SM Raja, Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar

Timur dilaporkan ke polisi karena dituduh telah mencabuli L boru S, bocah yang usianya

belum genap 4 tahun. Dalam berita tersebut juga disertakan foto HN (11), dengan sensor,

namun hanya di bagian matanya saja.

Menurut peneliti, berita ini telah melanggar pasal Kode Etik Jurnalistik, yakni pasal 5

yang berbunyi : “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban

kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”.

Dalam penafsiran pasal 5 ini disebutkan bahwa identitas adalah semua data dan informasi

yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Sedangkan

anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Dalam berita itu memang wartawan menyingkat nama siswa tersebut dengan inisial HN.

Namun, wartawan Siantar 24 Jam kemudian mencantumkan juga alamat dari HN. Hal ini

sebenarnya tidak boleh dilakukan, mengingat usia HN yang masih 11 tahun. Apalagi, HN

statusnya hanya tertuduh, belum dikategorikan sebagai terdakwa oleh yang berwajib.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti secara sekilas, ditemukan juga bahwa tema-tema

yang paling sering ditonjolkan, khususnya dalam headline dan rubrik Siantar Raya,

kebanyakan merupakan tema-tema kriminalitas, seperti pembunuhan, pemerkosaan dan

pencurian. Padahal, sebagai surat kabar yang cukup luas cakupan distribusinya, Siantar 24

Jam haruslah menyediakan berbagai jenis berita, bukan hanya satu tema saja yang

ditonjolkan. Menurut peneliti, redaksi Siantar 24 Jam patut memberikan porsi berita secara

merata dalam setiap temanya. Walaupun tema kriminalitas kerap menjadi daya tarik

tersendiri bagi para pembaca, namun bukan berarti tema-tema seperti itu saja yang harus

ditonjolkan. Berita-berita yang memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada masyarakat

jauh lebih penting.

Setelah melihat beberapa hal tersebut, kemudian peneliti tertarik untuk meneliti lebih

jauh mengenai penerapan Kode Etik Jurnalistik, khususnya pasal 4 dan pasal 5 serta

tema-tema yang sering ditayangkan dalam harian Siantar 24 Jam. Tujuannya adalah untuk

(19)

yang melanggar pasal 4 dan 5 Kode Etik Jurnalistik, khususnya dalam rubrik Siantar Raya.

Rubrik Siantar Raya dipilih karena berita yang ditampilkan memiliki unsur proximity

(kedekatan) dengan pembacanya. Kedekatan yang dimaksud adalah kedekatan geografis

dimana berita yang ada menggambarkan kejadian di lingkungan masyarakat sekitar Siantar,

Simalungun, Balige dan Asahan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut : “Bagaimanakah penerapan Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan Pasal 5 dalam

pemberitaan di rubrik Siantar Raya pada surat kabar Siantar 24 Jam edisi Januari 2013 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui tema-tema berita yang paling sering ditonjolkan atau ditampilkan di

rubrik Siantar Raya pada harian Siantar 24 Jam edisi Januari 2013.

2. Mengetahui jumlah berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 dan Pasal 5

dalam pemberitaan di rubrik Siantar Raya pada harian Siantar 24 Jam edisi Januari

2013.

3. Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, khususnya Pasal 4 dan

Pasal 5, dalam pemberitaan di rubrik Siantar Raya pada harian Siantar 24 Jam edisi

Januari 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif

(20)

2. Secara teoritis, penelitian berguna untuk menerapkan ilmu yang diperoleh peneliti

selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan serta memperluas

cakupan penelitian tentang pemberitaan di media cetak.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak

yang membutuhkan pengetahuan atau referensi yang berkenaan dengan masalah

(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Positivisme

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan faktual,

yaitu apa yang didasarkan fakta-fakta. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang

menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak

aktifitas yang berkenaan dengan metafisik, tidak mengenal adanya spekulasi, semua

didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis

sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum

idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik). Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan

melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi

metafisis dihindari.

Positivisme lahir sebagai evolusi lanjut dari empirisme. Paham ini meyakini, semesta

hadir melalui data empirik sensual tertangkap indra. Ajaran positivist menyatakan, puncak

pengetahuan manusia adalah ilmu yang dibangun berdasarkan fakta empirik sensual :

teramati, terukur, teruji, terulang dan teramalkan. Dan, karenanya, ia sangat kuantitatif

(Vardiansyah, 2008).

Awalnya adalah Auguste Comte (1798-1857), dikenal sebagai bapak sosiologi modern,

yang mencetuskan pemikirannya pada abad ke-19. Comte mengurai secara garis besar

prinsip-prinsip positivisme yang hingga kini masih digunakan. Menurut Comte, alam pikir

manusia berkembang dalam tiga tahap : teologik, metafisik dan positif. Pada jenjang teologik,

manusia memandang segala sesuatu didasarkan adanya dewa, roh, atau Tuhan. Pada tahap

metafisik, penjelasan fenomena alam didasarkan pada pengertian-pengertian metafisik seperti

substansi, bentuk, dan sejenisnya. Pada jenjang positif, manusia mengadakan pencarian pada

ilmu absolut yang positif. Inilah akar kata positivisme (Vardiansyah, 2008).

Positivisme lahir dan berkembang sebagai jawaban tegas atas kegagalan filsafat

spekulatif. Para penganut positivisme sejak awal memang menolak metode spekulasi teoritis

yang digunakan untuk merumuskan pengetahuan karena menurut pandangan mereka, cara

(22)

mereka juga, kebenaran pengetahuan harus dapat teruji melalui verifikasi data / realitas yang

ada.

Pada tahap awal, para ilmuwan yang bersikukuh memperkenalkan paradigma ini

kebanyakan muncul dari kalangan ilmu-ilmu alam yang berkembang pesat pada masa itu.

Dengan kata lain, positivisme sendiri sejak perkembangan awalnya merupakan suatu aliran

pemikiran filsafat yang secara tegas menyatakan bahwa ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai

satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis

atau metafisik (Narwaya, 2006).

Comte menegaskan, dengan memberi penekanan pada aspek metodologi, positivisme

berpendapat bahwa pengetahuan ilmu menganut tiga prinsip utama: empiris-objektif,

deduktif-nomologis (jika…,maka…), serta instrumental-bebas nilai. Prinsip ini tidak hanya

berlaku pada ilmu-ilmu alam, tapi juga harus berlaku pada ilmu-ilmu sosial. Implikasinya

terurai sebagai berikut.

1. Prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan pada ilmu-ilmu

sosial. Sebagaimana pada ilmu-ilmu yang objeknya benda alam, subjektivitas manusia

tidak boleh mengganggu observasi atas tindakan sosial. Artinya, objek ilmu-ilmu

sosial disejajarkan dengan objek ilmu-ilmu alam.

2. Seperti dalam ilmu-ilmu alam, hasil riset ilmu-ilmu sosial dirumuskan dalam bentuk

hukum-hukum yang universal, berlaku kapan pun dan dimana pun, yang dalam

bahasa filsafat ilmu disebut nomothetik.

3. Ilmu-ilmu sosial harus bersifat teknis, menyediakan pengetahuan yang instrumental

murni, tidak memihak. Pengetahuan harus dapat dipakai untuk keperluan apa saja,

sehingga tidak bersifat etis. Dengan kata lain, sebagaimana ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu

sosial harus bebas nilai dan tidak berpihak. Ilmu adalah untuk ilmu (Vardiansyah,

2008).

2.1.2 Berita, Jurnalistik dan Pers

Menurut Sumadiria (2005), berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide

terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media

(23)

definisi jurnalistik, seperti dikutip Assegaf (1984) dikatakan, berita adalah laporan tentang

fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang

dapat menarik perhatian pembaca, entah karena dia luar biasa, entah karena penting atau

akibatnya, entah pula karena dia mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi

dan ketegangan.

Sangat boleh jadi istilah “news”, istilah Inggris untuk maksud “berita”, berasal dari

“new” (baru) dengan konotasi kepada hal-hal yang baru. Dalam hal ini segala yang baru

merupakan bahan informasi bagi semua orang yang memerlukannya. Dengan kata lain,

semua hal yang baru merupakan bahan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain

dalam bentuk berita (news). Secara etimologis, istilah “berita” dalam bahasa Indonesia

mendekati istilah “bericht (en)” dalam bahasa Belanda. Dalam bahasa Belanda istilah

“bericht (en)” dijelaskan sebagai “mededeling” (pengumuman) yang berakar kata dari

“made (delen)” dengan sinonim kata pada “bekend maken” (memberitahukan,

mengumumkan, membuat terkenal) dan “vertelen” (menceritakan atau memberitahukan)

(Suhandang, 2010).

Nilai berita (news values), menurut Downie JR dan Kaiser, merupakan istilah yang

tidak mudah didefinisikan. Ketinggian nilainya tidak mudah untuk dikonkretkan. Nilai berita

juga menjadi tambah rumit bila dikaitkan dengan sulitnya membuat konsep apa yang disebut

berita. Beberapa elemen nilai berita yang mendasari pelaporan kisah berita, ialah :

immediacy, proximity, consequence, conflict, oddity, sex, emotion, prominence, suspence

dan progress. Di dalam sebuah kisah berita, bisa jadi terdapat beberapa elemen yang saling

mengisi dan terkait dengan peristiwa yang dilaporkan wartawan (Santana K., 2005).

• Immediacy

Immediacy kerap diistilahkan dengan timeliness. Artinya terkait dengan kesegeraan

peristiwa yang dilaporkan. Sebuah berita dinyatakan sebagai laporan dari apa yang

baru saja terjadi. Unsur waktu amat penting di sini.

• Proximity

Proximity ialah keterdekatan peristiwa dengan pembaca atau pemirsa dalam

keseharian hidup mereka. Khalayak berita akan tertarik dengan berbagai peristiwa

yang terjadi di dekatnya, di sekitar kehidupan sehari-harinya.

(24)

Berita yang mengubah kehidupan pembaca adalah berita yang mengandung nilai

konsekuensi. Misalnya, lewat berita kenaikan gaji pegawai negeri atau kenaikan harga

BBM (bahan bakar minyak), masyarakat dengan segera akan mengikutinya karena

terkait dengan konsekuensi kalkulasi ekonomi sehari-hari yang harus mereka hadapi.

• Conflict

Peristiwa-peristiwa perang, demonstrasi atau kriminal, merupakan contoh elemen

konflik di dalam pemberitaan. Perseteruan antar individu, antar tim atau antar

kelompok, sampai berita antar negara merupakan elemen-elemen natural dari

berita-berita yang mengandung konflik.

• Oddity

Peristiwa yang tidak biasa terjadi adalah sesuatu yang diperhatikan segera oleh

masyarakat. Kelahiran bayi kembar lima, goyang gempa berskala Richter tinggi,

pencalonan tukang sapu sebagai kandidat calon gubernur merupakan hal-hal yang

akan menjadi perhatian masyarakat.

• Sex

Kerap seks menjadi suatu elemen utama dari sebuah pemberitaan. Tapi, seks sering

pula menjadi elemen tambahan dari pemberitaan tertentu, seperti pada berita sports,

selebritis atau kriminal.

• Emotion

Elemen emotion ini kadang dinamakan elemn human interest. Elemen ini menyangkut

kisah-kisah yang mengandung kesedihan, kemarahan, simpati, cinta, kebencian atau

humor. Elemen emotion sama dengan komedi atau tragedi.

• Prominance

Elemen ini adalah unsur yang menjadi dasar istilah “names make news”, nama

membuat berita. Ketika seseorang menjadi terkenal, maka ia akan selalu diburu oleh

pembuat berita. Unsur keterkenalan ini tidak hanya dibatasi atau hanya ditujukan

kepada status VIP semata. Beberapa tempat, pendapat dan peristiwa termasuk ke

(25)

• Suspense

Elemen ini menunjukkan sesuatu yang ditunggu-tunggu, terhadap sebuah peristiwa,

oleh masyakarat. Adanya ketegangan menunggu pecahnya perang (invasi) AS ke Irak,

adalah salah satu contohnya. Namun, elemen ketegangan ini tidak terkait dengan

paparan kisah berita yang berujung pada klimaks kemisterian. Kisah berita yang

menyampaikan fakta-fakta tetap merupakan hal yang penting. Kejelasan fakta dituntut

masyarakat.

• Progress

Elemen ini merupakan elemen “perkembangan” peristiwa yang ditunggu masyarakat.

Kesudahan invasi militer AS ke Irak, misalnya, tetap ditunggu masyarakat (Santana

K., 2005).

Penulisan berita tidaklah sama dengan menulis makalah, laporan pertanggungjawaban

atau hasil rapat. Dalam jurnalistik, ihwal penulisan berita ini punya tempat yang khusus,

dalam arti, dibahas secara khusus: melalui karakteristik dan batasan-batasan yang mesti

dipenuhinya. Jurnalistik kemudian membakukan beberapa kategori pemberitaan, seperti :

hard news, feature, sports, social, interpretive, science, consumer dan financial (Santana K.,

2005).

• Hard News

Kisah berita ini merupakan desain utama dari sebuah pemberitaan. Isinya menyangkut

hal-hal penting yang langsung terkait dengan kehidupan pembaca, pendengar atau

pemirsa. Kisah-kisahnya biasanya adalah hal-hal yang dianggap penting, dan karena

itu segera dilaporkan oleh koran, radio atau televisi dari semenjak peristiwanya

terjadi.

• Feature News

Berita feature ialah kisah peristiwa atau situasi yang menimbulkan kegemparan atau

imaji-imaji (pencitraan). Peristiwanya bisa jadi bukan termasuk yang teramat penting

harus diketahui masyarakat, bahkan kemungkinan hal-hal yang telah terjadi beberapa

waktu lalu. Kisahnya memang didesain untuk menghibur.

(26)

Berita-berita olahraga bisa masuk ke kategori hard news atau feature. Selain dari,

hasil-hasil pertandingan atau perlombaan atau rangkaian kompetisi musiman,

pemberitaan juga meliputi berbagai bidang lain yang terkait sports, seperti

tokoh-tokoh olahragawan, kehidupan para pemain olahraga sampai penggemar olahraga

tertentu yang fanatik.

• Social News

Kisah-kisah kehidupan sosial, seperti sports, bisa masuk ke dalam pemberitaan hard

atau feature news. Umumnya, meliputi pemberitaan yang terkait dengan kehidupan

masyarakat sehari-hari, dari soal-soal keluarga sampai ke soal perkawinan anak-anak.

• Interpretive

Di kisah berita interpretive ini wartawan berupaya untuk memberi kedalaman analisis,

dan melakukan survei terhadap berbagai hal yang terkait dengan peristiwa yang

hendak dilaporkan.

• Science

Dalam kisah berita ini, para wartawan berupaya untuk menjelaskan, dalam bahasa

berita, ikhwal kemajuan perkembangan keilmuan dan teknologi.

• Consumer

Para penulis a consumer story ialah para pembantu khalayak yang hendak membeli

barang-barang kebutuhan sehari-hari, baik yang bersifat kebutuhan primer dan

sekunder, seperti peralatan rumah tangga sampai aksesoris pakaian.

• Financial

Para penulis financial news memokus perhatiannya pada bidang-bidang bisnis,

komersial atau investasi. Para penulisnya umumnya mempunyai referensi akademis

atau kepakaran terhadap subyek-subyek yang dibahasnya (Santana K., 2005).

Macam dan jenis berita dapat dibagi berdasarkan tiga hal, yaitu :

1. Berdasarkan sifat kejadian

• Berita yang dapat diduga

• Berita yang tidak dapat diduga 2. Berdasarkan jarak geografis

• Berita lokal

• Berita regional

• Berita nasional

• Berita internasional 3. Berdasarkan persoalan

(27)

• Berita ekonomi

• Berita hukum dan peradilan

• Berita kriminal

• Berita kecelakaan

• Berita seni dan budaya

• Berita olahraga

• Berita ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

• Berita perang

• Berita lainnya

Kata jurnalistik berasal dari kata Latin: diurnalis (Latin), journal (Inggris), atau du jour

(Prancis), yang berarti informasi atau peristiwa yang terjadi sehari-hari. Bersamaan dengan

munculnya istilah press (Inggris) atau pers (Belanda), yang sebenarnya berarti menekan

(pressing), karena mesin cetak menekan kertas untuk memunculkan tulisan. Akibatnya,

secara umum, terdapat dua istilah yang kini muncul di masyarakat dan sering diartikan sama,

yaitu jurnalis (wartawan) dan pers. Sepintas lalu, arti kedua itu memang sama, jurnalis

(journalist) merupakan orang pers yang tugasnya mencari informasi guna menjadi bahan

berita (Mondry, 2008).

Praktik jurnalistik awalnya dikembangkan oleh para budak belian orang-orang Romawi

kaya, yang diberi tugas mengumpulkan berita setiap hari. Pada masa itu (60 SM), Julius

Caesar mengumumkan hasil-hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari,

peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya,

dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis yang dikenal

dengan acta diurna. Dari acta diurna itulah para budak belian tadi memperoleh berita-berita

tentang segala sesuatu yang terjadi di negerinya. Dari sebutan acta diurna itu pula para budak

belian pencari berita dijuluki Diurnarius (tunggal) atau Diurnarii (jamak). Sangat boleh jadi

istilah itu pula yang menjadi sumber istilah jurnalis kini (Suhandang, 2010).

Adinegoro menegaskan, jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang

pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar

seluas-luasnya (Amar, 1984). Onong Uchjana Effendy mengemukakan secara sederhana jurnalistik

dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai

pada menyebar luaskan kepada masyarakat (Effendy, 2003). Secara teknis jurnalistik adalah

kegiatan menyiapkan, mencari mengumpulkan, mengelola, menyajikan dan menyebarkan

berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya

(28)

Bill Kovach & Tom Rosenstiel, dalam The Element of Journalism : What Newspeople

Should Know and the Public Should Expect (2001) merumuskan sembilan elemen

jurnalisme. Berbagai elemen ini merupakan dasar jurnalisme agar bisa dipercaya masyarakat.

Kebajikan utama jurnalisme adalah menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat

hingga mereka dan mampu mengatur dirinya. Media jurnalisme menjadi wacthdog, anjing

penjaga, berbagai peristiwa yang baik dan buruk, dan mengangkat aspirasi yang luput dari

telinga orang banyak. Semua itu terjadi berdasar informasi yang sama. Informasi itu

disampaikan jurnalisme kepada masyarakat (Santana K., 2005). Untuk itu jurnalisme

memiliki tugas :

1. Menyampaikan kebenaran

2. Memiliki loyalitas kepada masyarakat

3. Memiliki disiplin untuk melakukan verifikasi 4. Memiliki kemandirian terhadap apa yang diliputnya 5. Memiliki kemandirian untuk memantau kekuasaan 6. Menjadi forum bagi kritik dan kesepakatan publik

7. Menyampaikan sesuatu secara menarik dan relevan kepada publik 8. Membuat berita secara komprehensif dan proporsional

9. Memberi keleluasaaan wartawan untuk mengikuti nurani mereka

Menurut Undang-Undang no. 40 tahun 1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana

komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam

bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk

lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang

tersedia.

Ibarat sebuah bangunan, pers hanya akan bisa berdiri kokoh apabila bertumpu pada tiga

pilar penyangga utama yang satu sama lain berfungsi saling menopang, tritunggal. Ketiga

pilar itu ialah : idealisme, komersialisme dan profesionalisme. Berikut merupakan penjelasan

lebih lanjut mengenai ketiga pilar penyangga pers tersebut :

• Idealisme

Pers haruslah memiliki dan mengemban idealisme. Idealisme adalah cita-cita, obsesi,

sesuatu yang terus dikejar untuk bisa dijangkau dengan segala daya dan cara yang

dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh

masyarakat dan negara. Menegakkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia,

memperjuangkan keadilan dan kebenaran, adalah contoh idealisme yang harus

(29)

memperjuangkan idealisme yang bersentuhan erat dengan kepentingan bangsa yang

akan berumur panjang dan didukung oleh segenap kalangan dan lapisan masyarakat.

Dari idealisme yang kokoh, pers akan emmiliki kepribadian terpercaya yang dihargai

serta disegani siapapun.

• Komersialisme

Selain cita-cita yang ideal, pers juga harus memiliki kekuatan serta keseimbangan.

Kekuatan untuk menggapai cita-cita dan keseimbangan dalam mempertahankan

nilai-nilai profesi yang diyakininya. Agar mendapat kekuatan, maka pers harus berorientasi

kepada kepentingan komersial. Sebagai lembaga ekonomi, penerbitan pers harus

dijalankan dengan merujuk pada pendekatan dan kaidah ekonomi, efisiensi dan

efektivitas. Hanya dengan berpijak pada nilai-nilai komersial, penerbitan pers bisa

mencapai cita-citanya yang ideal.

• Profesionalisme

Pada umumnya, ada lima hal yang menurut para sosiolog tercakup dalam

profesionalisme, yang disarankan sebagai struktur sikap yang diperlukan bagi setiap

jenis profesi. Kelima hal tersebut, menurut Alex Sobur dalam Etika Pers,

Profesionalisme dengan Nurani (2001) adalah :

a. Profesional menggunakan organisasi atau kelompok profesional sebagai

kelompok referensi utama. Tujuan-tujuan dan aspirasi profesional bukanlah

diperuntukkan bagi seorang majikan atau status lokal dari masyarakat

setempat; kesetiaannya adalah pada bidang tugas

b. Profesional melayani masyarakat. Tujuannya, melayani masyarakat dengan

baik. Ia altruistik, mengutamakan kepentingan umum.

c. Profesional memiliki kepedulian atau rasa terpanggil dalam bidangnya.

Komitmen ini memperteguh dan melengkapi tanggung jawabnya dalam

melayani masyarakat.

d. Profesional memiliki rasa otonomi. Profesional membuat keputusan-keputusan

dan ia bebas untuk mengorganisasikan pekerjaannya di dalam kendala-kendala

fungsional tertentu.

e. Profesional mengatur dirinya sendiri (self regulation). Ia mengontrol

(30)

hanya rekan-rekan sepekerjaannya yang mempunyai hak dan wewenang untuk

melakukan penilaian.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka jelas pers termasuk bidang pekerjaan yang

mensyaratkan kemampuan profesionalisme. Sebagai lembaga kemasyarakatan, pers memang

sangat luwes, fleksibel, dalam menyikapi apa pun persoalan atau fenomena yang timbul dan

berkembang dalam masyarakat. Namun, sebagai lembaga ekonomi, tak ada pilihan lain bagi

pers kecuali berorientasi secara komersial. Dari orientasi komersial itu, pers diharapkan

meraih keunggulan finansial, industrial, institusional, moral dan sosial (Sumadiria, 2005).

Menurut Assegaff (1983), fungsi pers meliputi memberi informasi, menghibur,

mendidik serta kontrol sosial dan sebenarnya fungsi kontrol sosial merupakan yang

terpenting. Sedangkan menurut Kusumaningrat & Kusumaningrat (2006), mengemukakan

fungsi pers antara lain :

1. Fungsi informatif. Merupakan fungsi memberi informasi melalui berita secara teratur

kepada khalayak. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi

orang banyak dan kemudian menulisnya. Pers tentu akan memberitakan berbagai

kejadian pada hari itu, memberitakan berbagai pertemuan atau berbagai pengangkatan

pejabaat di kantor pemerintahan. Pers juga memperingatkan khalayak tentang

berbagai peristiwa yang diduga akan terjadi, seperti perubahan cuaca dan bencana

alam.

2. Fungsi kontrol. Pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan berjalan tidak

baik. Fungsi “anjing penjaga” (watchdog) atau fungsi kontrol ini harus dilakukan pers

dengan lebih aktif daripada kelompok masyarakat lainnya. Pers dengan kelebihannya

yang mampu menyampaikan informasi kepada khalayak (masyarakat) tentang yang

baik dan tidak itu, supaya segera mendapat perhatian dan penanganan sebagaimana

perlunya.

3. Fungsi interpretatif. Pers memberikan interpretasi dan bimbingan bagi khalayak. Pers

harus menjelaskan kepada masyarakat tentang arti dari sebuah kejadian. Ini dapat

dilakukan pers melalui tulisan pada tajuk rencana (editorial) atau tulisan-tulisan latar

belakang. Secara tidak langsung, pers ikut mendidik masyarakat tentang mengapa

perlu melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

4. Fungsi menghibur. Para wartawan atau reporter menulis atau menuturkan kisah-kisah

dunia dengan hidup dan menarik. Mereka menyajikan humor, drama dan musik atau

(31)

makanan. Mereka menceritakan kisah lucu untuk diketahui, meskipun kisah itu tidak

terlalu penting, misalnya.

5. Fungsi regeneratif. Pers berfungsi menceritakan bagaimana sesuatu dilakukan di masa

lampau dan bagaimana dunia ini dijalankan sekarang, bagaimana sesuatu itu

diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah. Jadi, pers membantu

menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru supaya terjadi proses regenerasi

dari angkatan yang lebih tua kepada angkatan yang lebih muda.

6. Fungsi pengawalan hak-hak warga negara. Pers juga berfungsi mengawal dan

mengamankan hak-hak pribadi sesesorang. Demikian pula bila terdapat massa yang

berunjuk rasa misalnya, pers harus menjaga baik-baik, jangan sampai timbul tirani

golongan mayoritas, golongan yang menguasai dan menekan golongan minoritas.

7. Fungsi ekonomi. Pers melayani sistem ekonomi melalui iklan yang tersedia di media

massa itu. Tanpa media elektronik dan media cetak, tentu sangat berat

mengembangkan perekonomian sepesat sekarang ini. Dengan menggunakan iklan,

penawaran akan berlangsung dari tangan ke tangan sehingga produk dan jasa dapat

dijual.

8. Fungsi swadaya. Pers mempunyai kewajiban memupuk kemampuannya sendiri,

supaya dapat membebaskan dirinya dari berbagai pengaruh, seperti tekanan-tekanan

dalam bidang keuangan. Karena itu, guna memelihara kebebasannya yang murni, pers

juga berkewajiban memupuk kekuatan permodalannya sendiri.

2.1.3 Etika, Etika Pers dan Etika Jurnalistik

Kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos (bentuk tunggal) atau etha

(bentuk jamak). Kata itu pada awalnya sekali berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan,

sikap dan cara berpikir. Dalam sejarah perkembangannya kemudian, akhirnya, kata itu berarti

moral. Istilah moral sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata mos (tunggal) atau

mores (jamak), yang awalnya juga berarti adat kebiasaan. Dengan kata lain, akar kata ‘etika’

sama dengan akar kata ‘moral’, tetapi yang pertama berasal dari bahasa Yunani dan yang

kedua berasal dari bahasa Latin (Sukardi, 2012).

Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan

kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan nilai mengenai

(32)

dengan penelitian kali ini, maka etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau norma yang

menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Menurut Darmodiharjo dan Shidarta (2004), sifat dasar etika adalah sifat kritis,

karenanya etika bertugas :

1. Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar

suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma

itu terhadap norma yang dapat berlaku.

2. Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat

mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan

haknya.

3. Etika memersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, negara dan

agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati.

4. Etika memberi bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional terhadap

semua norma.

5. Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli

dan siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh norma-norma yang ada.

Etika pers adalah filsafat di bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai

kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa yang merupakan pers yang baik dan pers yang buruk, pers

yang benar dan pers yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat. Etika pers

mempermasalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi

fungsinya dengan baik. Pers yang etis adalah pers yang memberikan informasi dan fakta yang

benar dari berbagai sumber sehingga khalayak pembaca dapat menilai sendiri informasi

tersebut (Sumadiria, 2005).

Berdasarkan aspek ini, kita dapat melihat betapa luasnya bidang etika pers, mulai dari

pencarian berita, pengorganisasian data sampai penulisan berita. Persoalan siapa yang

diwawancarai, pertanyaan-pertanyaan apa yang akan dajukan, tema apa yang akan diambil,

sudut mana yang akan dibidik, semata-mata tidaklah sekedar persoalan teknis atau keahlian,

tetapi juga persoalan etis (Sobur, 2001).

Etika jurnalistik sebagai sistem norma aktivitas jurnalistik seharusnya memang

ditegakkan, di samping perlu mendapat perhatian dari semua pihak untuk memperkecil

terjadinya pertikaian antara insan pers dengan jurnalistik di lapangan. Etika jurnalistik dapat

diartikan sebagai sistem nilai atau norma yang menjadi acuan insan pers dalam menjalankan

(33)

dijunjung tinggi insan pers, baik sebagai individu maupun lembaga. Substansi dari

keberadaan etika jurnalistik adalah “menegakkan kebenaran” dalam praktik dan pelaksanaan

tugas jurnalistik (Yunus, 2010).

Penegakan etika jurnalistik yang optimal pada akhirnya akan membentuk

profesionalisme wartawan dalam menjalankan tugas, di samping mampu menciptakan

industri media massa yang objektif dan dapat dipercaya. Profesionalisme wartawan dan

objektivitas media massa merupakan landasan moral yang harus dipegang dalam

menjalankan aktivitas jurnalistik. Etika jurnalistik merupakan persoalan moral dalam industri

media massa. Etika jurnalistik bertumpu pada penyajian informasi dan berita yang benar dan

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, tanpa mengabaikan etika dalam proses

pemberitaan. Beberapa aturan main jurnalistik yang terkait dengan penegakan etika antara

lain dituangkan dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik

Wartawan Indonesia-PWI, Keberadaan dan Fungsi Dewan Pers (Yunus, 2010).

2.1.4 Kode Etik Jurnalistik

Kata ‘kode’ berasal dari bahasa Inggris ‘code’ yang antara lain berarti himpunan atau

kumpulan ketentuan atau peraturan tertulis. Jadi kode etik berarti, kemampuan tertulis

tentang suatu etika. Dengan kata lain, istilah etika masih bersifat umum, tetapi jika sudah

diawali dengan kata ‘kode’ sudah menunjuk kepada etika profesi tertentu (Sukardi, 2012).

Secara singkat dan umum Kode Etik Jurnalistik berarti, himpunan atau kumpulan

mengenai etika di bidang jurnalistik yang dibuat oleh, dari dan untuk kaum jurnalis

(wartawan) sendiri. Dengan kata lain, Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh kaum jurnalis

(wartawan) sendiri dan berlaku juga hanya terbatas untuk kalangan jurnalis (wartawan) saja.

Tiada satu orang atau badan lain pun yang diluar yang ditentukan oleh Kode Etik Jurnalistik

tersebut terhadap para jurnalis (wartawan), termasuk menyatakan ada tidak pelanggaran etika

berdasarkan Kode Etik Jurnalistik itu (Sukardi, 2012).

Ketika Indonesia merdeka tahun 1945, para wartawan Indonesia belum mempunyai

Kode Etik Jurnalistik. Begitu pula ketika Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi

wartawan Indonesia tertua yang lahir setelah Februari 1946 belum ada Kode Etik Jurnalistik.

Pada tahun 1947, lahirlah Kode Etik Jurnalistik pertama melalui pembuatan Kode Etik

Jurnalistik yang diketuai oleh Tasrif, seorang wartawan yang kemudian menjadi pengacara.

Isi kode etik ini tidak lebih merupakan terjemahan dari Canon of Jurnalism, kode etik

(34)

pertama ini sama dengan Canon of Jurnalism, hanya penyebutannya disesuaikan dengan

istilah Indonesia.

Setelah lahir Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang pokok-pokok pers, Dewan

Pers membentuk panitia ad hoc yang terdiri dari tujuh orang untuk merumuskan berbagai

kode etik di bidang pers, termasuk Kode Etik Jurnalistik. Ketujuh orang itu masing-masing

Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H.G Rorimpandey, Soendoro, Wanohito, L.E.

Manuhua dan A. Azis. Hasil panitia ad hoc diserahkan kepada Dewan Pers pada tanggal 30

September 1968. Kemudian Dewan Pers mengeluarkan keputusan No. 09/1968 yang

ditandatangani oleh Boediharjo dan T. Sjahril yang menetapkan Kode Etik Jurnalistik hasil

rumusan “Panitia Tujuh” sebagai Kode Etik Jurnalistik.

Dengan adanya Kode Etik Jurnalistik yang dibuat oleh Dewan Pers, berarti saat itu

berlaku dua kode etik buat jurnalis; yang pertama dari PWI dan kedua dari Dewan Pers.

Wartawan anggota PWI menggunakan Kode Etik Jurnalistik PWI, sedangkan yang bukan

anggota PWI menggunakan Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers. Pada tanggal 20 Mei 1975

pemerintah menetapkan PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan Indonesia yang

dituangkan dalam Keputusan Menteri Penerangan Nomor 27 Tahun 1975. Dengan demikian

secara otomatis pula kode etik yang berlaku buat semua wartawan ialah Kode Etik Jurnalistik

PWI, yang ditegaskan kemudian melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun

1975.

Pada tahun 1999 Dewan Perwakilan Rakyat membuat Undang-Undang Nomor 40

tentang Pers. Dalam undang-undang tersebut, wartawan diberi kebebasan memilih organisasi

wartawan. Dasar hukum itu menyebabkan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi

wartawan dan Kode Etik Jurnalistik PWI tidak dapat diterapkan lagi untuk wartawan di luar

anggota PWI. Perkembangan selanjutnya tanggal 6 Agustus 1999 sebanyak 25 organisasi

wartawan sepakat membentuk Kode Etik Wartawan Indonesia, yang disahkan oleh Dewan

Pers tanggal 29 Juni 2000.

Enam tahun kemudian, tepatnya tanggal 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers (27

organisasi wartawan dan dua organisasi perusahaan pers) kembali membentuk Kode Etik

Jurnalistik. Kode etik tersebut akhirnya berlaku secara umum bagi semua jurnalis Indonesia,

termasuk PWI yang ikut menyetujui, dan diputuskan melalui Surat Keputusan Dewan Pers

No.03/SK-DP/III/2006 yang diperkuat dengan Peraturan Dewan Pers

No.6/Peraturan-DP/V/2008.

Penerapan Kode Etik Jurnalistik yang konsisten dan penuh komitmen pada akhirnya

(35)

dan profesional. Indikatornya akan terlihat melalui penyajian berita memiliki kualitas tinggi

dan berbobot, adanya independensi yang terpelihara dan menciptakan tatanan masyarakat

yang sadar informasi yang bebas dan bertanggung jawab sebagaimana disajikan insan pers

dan media massa (Yunus, 2010).

2.1.5 Kebebasan dan Tanggung Jawab

Dalam filsafat, pengertian kebebasan adalah kemampuan manusia untuk menentukan

dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif, dan ia ada sebagai konsekuensi dari

adanya potensi manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak. Sudah menjadi kodrat

manusia untuk menjadi mahluk yang memiliki kebebasan, bebas untuk berpikir, berkehendak

dan berbuat.

Aristotoles sendiri mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi

(homo rationale) yang memiliki tiga jiwa [anima], yakni: [1] anima avegatitiva atau disebut

roh vegetatif. Anima ini juga dimiliki tumbuh-tumbuhan, dengan fungsi untuk makan,

tumbuh dan berkembang biak. [2] Anima sensitiva, yakni jiwa untuk merasa, sehingga

manusia punya naluri, nafsu, mampu mengamati, bergerak dan bertindak. [3] Anima

intelektiva, yakni jiwa intelek. Jiwa ini tidak ada pada binatang dan tumbuh-tumbuhaan.

Anima intelektiva memungkinkan manusia untuk berpikir, berkehendak, dan punya

kesadaran (Mufid, 2009).

Sedangkan pengertian tanggung jawab menurut filsafat adalah kemampuan manusia

yang menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Perbuatan tidak

bertanggung jawab, adalah perbuatan yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang

seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan juga. Menurut Prof. Burhan Bungin (2006),

tanggung jawab merupakan restriksi (pembatasan) dari kebebasan yang dimilik oleh manusia,

tanpa mengurangi kebebasan itu sendiri. Tidak ada yang membatasi kebebasan seseorang,

kecuali kebebasan orang lain. Jika kita bebas berbuat, maka orang lain juga memiliki hak

untuk bebas dari konsekuensi pelaksanaan kebebasan kita.

Dengan demikian kebebasan manusia harus dikelola agar tidak terjadi kekacauan. Dan

norma untuk mengelola kebebasan itu adalah tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sendiri

merupakan implementasi kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Maka demi kebaikan

bersama, maka pelaksanaan kebebasan manusia harus memperhatikan kelompok sosial di

(36)

Pers memiliki tanggung jawab utama untuk menentukan dan menerapkan standar

tanggung jawab sosial, tapi prosesnya juga harus “sejalan dan sistematis dengan usaha-usaha

masyarakat, konsumen dan pemerintah”. Pemerintah bisa membantu agar distribusi lebih

universal dan seimbang, dengan cara menghilangkan batasan-batasan terhadap aliran

gagasan, mengurangi kebingungan masyarakat dan mendukung debat publik serta

memberikan aturan hukum atas pelanggaran yang dilakukan pers.

Esensi dari pers bebas adalah tidak diperkenankannya langkah ataupun tindakan

preventif dalam kehidupan hukum kita : larangan sensor, pembredelan pers, dihapuskannya

SIT, yang eksistensinya adalah sementara sifatnya. Sedangkan rasa tanggung jawab

hendaknya dicapai dan diperkembangkan oleh pers melalui kode etik sebagai suatu refleksi

dari tanggung jawab itu sendiri. Ia merupakan suatu pola yang komunikatornya hendak

mewujudkan rasa tanggung jawabnya dengan mengadakan suatu peraturan yang diletakkan

pada dirinya sendiri. Pers sendiri akan menggunakan dan menempuh segala jalan untuk

meningkatkan dan memperbaiki kualitas staf serta efektivitas dalam membentuk staf yang

kompeten. Kesemuanya itu dilakukan dengan maksud supaya pers dapat menghadapi

tugasnya dengan terampil dan rasa tanggung jawab (Adji, 1987).

Memang benar, pers adalah pemegang kekuasaan keempat (the fourth estate) setelah

kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Namun, seperti ditegaskan Oemar Seno Adji

dalam Mass Media dan Hukum, kemerdekaan pers harus diartikan sebagai kemerdekaan

untuk mempunyai dan menyatakan pendapat dan bukan sebagai kemerdekaan untuk

memperoleh alat-alat dari expression seperti dikemukakan oleh negara-negara sosialis.

Kebebasan itu bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak dan bukanlah tidak bersyarat sifatnya. Ia

merupakan suatu kebebasan dalam lingkungan batas-batas tertentu, dengan syarat-syarat

limitatif dan demokrasi, seperti oleh hukum nasional, hukum internasional dan ilmu hukum.

Kemerdekaan pers dibimbing oleh rasa tanggung jawab dan membawa kewajiban-kewajiban

(Sumadiria, 2005).

2.1.6 Analisis Isi

Menurut Krippendorf (1980), analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat

inferensi yang dapat direplikasi (ditiru) dan sahih datanya dengan memperhatikan

konteksnya. Sedangkan, menurut Riffe, Lacy dan Fico (1998), analisis isi adalah pengujian

yang sistematis dan dapat direplikasi dari simbol-simbol komunikasi, di mana simbol ini

(37)

metode statistik untuk menggambarkan isi komunikasi, menarik kesimpulan dan memberikan

konteks, baik produksi maupun konsumsi.

Secara umum, ada dua bentuk aliran (paradigma) dalam studi analisis isi. Pertama, aliran

transmisi. Aliran ini melihat komunikasi sebagai bentuk penerimaan pesan. Komunikasi di

sini dilihat sebagai proses yang statis. Proses dilihat secara linear dari pengirim ke penerima.

Asumsi aliran ini adalah adanya hubungan satu arah dari media kepada khalayak. Peranan

dalam menyampaikan pesan digambarkan sebagai yang satu aktif, dan yang lain pasif (Fiske,

1990).

Kedua, aliran produksi dan pertukaran makna. Aliran ini melihat komunikasi sebagai

proses penyebaran (pengiriman dan penerimaan pesan), maka aliran ini melihat komunikasi

sebagai produksi dan pertukaran makna. Yang menjadi titik perhatian bukan bagaimana

seseorang mengirimkan pesan, tetapi bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas

komunikasi saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Di sini tidak ada pesan dalam

arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri dibentuk secara

bersama-sama antara pengirim dengan penerima atau pihak yang berkomunikasi (Fiske,

1990).

Perbedaan utama antara aliran transmisi dan aliran produksi dan pertukran makna ialah

pada definisi tentang pesan dan makna. Pada aliran transmisi, kata kuncinya adalah pesan

(message). Pesan adalah apa yang pengirim sampaikan kepada khalayak, dapat berupa berita,

kartun, pidato dan iklan. Pesan merupakan isi yang statis (bentuk seperti yang disampaikan

oleh pengirim) (Eriyanto, 2011).

Sementara pada aliran produksi dan pertukaran makna, kata kuncinya adalah makna

(meaning). Makna bukan isi yang statis. Makna di sini bukan apa yang dikirimkan, tetapi apa

yang dikonstruksi atau apa yang dibaca. Makna bukan sesuatu yang fisik dan statis seperti

pandangan transmisi, tetapi justru merupakan produk konstruksi dan interaksi antara

pengirim dan penerima (Eriyanto, 2011).

Dalam praktiknya, aliran transmisi itu melahirkan teknik analisis isi yang dikenal

sebagai analisis isi kuantitatif (quantitative content analysis). Pada analisis isi kuantitatif,

yang menjadi pusat perhatian dari peneliti adalah menghitung dan mengukur secara akurat

aspek atau dimensi dari teks. Sementara aliran produksi dan pertukaran makna, menghasilkan

beragam metode analisis seperti analisis framing, wacana, semiotika dan naratif. Semua

metode ini mempunyai satu kesamaan, yaitu menekankan pada penafsiran atau pemaknaan.

Peneliti tidak memusatkan perhatian kepada apa yang terlihat dalam teks, tetapi makna dari

(38)

Krippendorf (2004) melihat penggunaan analisis isi pertama kali dapat dilacak pada

abad XVIII di Swedia. Krippendorf menguraikan sebuah peristiwa menyangkut sebuah buku

populer yang berisi 90 himne berjudul Nyanyian Zion (Song of Zion). Buku ini lolos dari

sensor negara, tetapi menimbulkan kontroversi di kalangan gereja ortodoks di Swedia.

Kalangan gereja khawatir bahwa nyanyian yang terdapat dalam buku ini menyimpang dari

ajaran gereja.

Kalangan gereja kemudian mengumpulkan sejumlah sarjana untuk membuat penelitian

mengenai nyanyian (himne) ini. Sebagian para sarjana menghitung simbol-simbol agama

yang ada dalam nyanyian. Sementara sarjana yang lain menghitung simbol-simbol yang sama

yang terdapat dalam buku nyanyian resmi, dan membandingkannya dengan yang terdapat

dalam buku Nyanyian Zion. Ternyata dari hasil penelitian ini tidak ada perbedaan simbol

diantara keduanya. Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa awal bagaimana analisis isi

dipakai untuk menyelidiki isi dengan jalan menguraikan isi, melakukan kategorisasi dan

menghitung karakteristik dari isi ini.

Perkembangan penting analisis isi terjadi pada awal abad XIX. Ini ditandai dengan mulai

dibukanya studi mengenai jurnalisme dan surat kabar di Amerika. Sekolah-sekolah

kewartawanan tumbuh seperti cendawan kemudian mencuatkan kebutuhan akan penelitian

empiris terhadap fenomena persuratkabaran. Sejak saat itu, banyak bermunculan studi

mengenai analisis isi terhadap surat kabar. Penelitian misalnya melakukan pengukuran

sederhana untuk mengungkapkan berapa ruang yang disediakan oleh surat kabar untuk

memberitakan masalah ekonomi, politik, skandal dan seks (Eriyanto, 2011).

Adapun karakteristik atau ciri-ciri analisis isi adalah sebagai berikut :

• Objektif

Objektif maksudnya penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi

secara apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Ada dua aspek penting

dari objektifitas, yakni validitas dan reliabilitas. Validitas berkaitan dengan apakah

analisis isi mengukur apa yang benar-benar ingin diukur. Sementara reliabilitas

berkaitan dengan apakah analisis isi akan menghasilkan te

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil observasi dan wawancara yang di lakukan terhadap nelayan di Kecamatan Pesisir Tengah menunjukkan bahwa nelayan banyak yang sudah bekerja keras dengan

Pelaksanaan kebijakan pengembangan kapasitas penambang dan pengaturan pengusahaan penambangan minyak bumi pada sumur tua sebenarnya tidak cukup diperhatikan oleh

masalah dimana motivasi belajar siswa rendah terhadap materi yang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian serta menulis laporan skripsi

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh siklus dan jumlah siklus pembasahan-pengeringan terhadap nilai properti indeks, properti dinamik (modulus geser),

Jika terdapat bukti obyektif bahwa penurunan nilai telah terjadi atas asset dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang atau investasi dimiliki

Untuk hasil uji kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan inspeksi sanitasi dan hasil pemeriksaan bakteriologi pada air kolam renang, menghasilkan

Remaja di area Jawa-Bali yang pernah memperoleh informasi tentang gejala PMS berupa bisul pada alat kelamin akan mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan tiga