• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Ekonomi Lingkungan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konsep Ekonomi Lingkungan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam..."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR . ... ... ... ... i

DAFTAR ISI ……….ii

I. PENDAHULUAN ... ……….1

II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN……….3

A. Konsep Ekternalitas ... 3

B. Pembangunan yang Berkelanjutan ………..4

III. PEMBAHASAN………6

A. Memperkirakan Biaya Pencemaran………...6

B. Pembatasan secara Sah terhadap Hak Penguasaan ... 6

G. Harga sebagai Refleksi dari Struktur Insentif ... 7

D. Gontoh Kasus HTI : Sebuah Ilusi Kebijakan yang Mendukung Keberlanjutan ...……….8

IV. KESIMPULAN . ... ………. 10

(3)

I. PENDAHULUAN

Pembangunan dalam kacamata ekonomi berarti peningkatan kesejahteraan material manusia melalui peningkatan konsumsi berbagai barang dan jasa. Peningkatan kesejahteraan non-material yang juga merupakan bagian dari konsep pembangunan Indonesia berada di luar jangkauan teori ekonomi konvensional. Untuk dapat meningkatkan konsumsi material manusia harus meningkatkan pendapatannya melalui peningkatan produksi, yaitu memanfaatkan segala sumberdaya seperti tenaga kerja, keahlian, tanah, modal, dan kewirausahaan (entrepreneurship) untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa. Sedangkan pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (WCED. 1988) Oleh karena itu, kemampuan sumberdaya-sumberdaya alam dan lingkungan dalam meneropong proses masa depan perlu dilestarikan.

Dalam kegiatan ekonomi suatu masyarakat yaitu kegiatan mengkonsumsi dan memproduksi barang dan jasa, teori ekonomi menempatkan manusia pada dua peran. Pertama, sebagai aktor atau pelaku kegiatan ekonomi, yaitu pihak yang melakukan kegiatan konsumsi atau kegiatan produksi. Kedua sebagai incident atau pihak yang terkena pengaruh kegiatan ekonomi. Pengaruh ini dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Dari sisi lain, kedua pengaruh tadi, baik yang langsung maupun tidak langsung dapat bersifat positif atau negatif. Positif, jika meningkatkan kesejahteraan manusia yang terkena dampak negatif, jika menurunkan kesejahteraan pihak yang terkena ( Ahmad. 1992)

(4)
(5)

II. KONSEP EKONOMI LINGKUNGAN

A. Konsep Eksternalitas (Biaya Sosial)

Eksternalitas terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan manfaat atau biaya bagi kegiatan atau pihak di luar pelaksana kegiatan tersebut. Eksternalitas dalam biaya inilah yang disebut pula sebagai biaya sosial. Perbincangan mengenai biaya sosial ini sesungguhnya berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan yang sebagai akibatnya adalah kerusakan lingkungan hidup yang dapat dianggap sebagai biaya pembangunan ekonomi (Soeparmoko, 1989).

Biaya ekternalitas juga timbul dengan adanya penebangan hutan, karena banyak pengusaha telah menebang tanpa memperhatikan aturan main yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga membahayakan kelangsungan pembangunan berhubungan dengan jumlah kayu yang dipasok ke industri kayu dikhawatirkan semakin menurun jumlahnya. Dengan penebangan hutan akan hancur pula sumber plasma nutfah dan meningkatkan laju erosi dan resiko banjir. Pada gilirannya erosi dan banjir akan menghancurkan kesuburan tanah, memperpendek umur waduk, mendangkalkan saluran irigasi, dan merusak tanaman. Setiap kegiatan itu memiliki biaya yang harus dibayar sendiri (internal cost.), ternyata juga menciptakan biaya yang harus dipikul orang lain (external cost). Oleh sebab itu biaya lingkungan itu nyata dan harus dipertimbangkan dalam kegiatan pembangunan.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Saemarwoto (1989) bahwa dalam dunia yang fana ini tidak ada yang gratis. Apabila seseorang ingin memperoleh sesuatu tanpa membayar, pasti ada prang lain yang harus membayar biaya yang diperlukan untuk memperoleh sesuatu yang dianggap menguntungkan. Contohnya bila ada orang yang membuang limbah ke sungai; pada hakekatnya ia menggunakan sungai untuk mengangkut limbah secara gratis. Namun orang lain yang harus memikul biaya pengangkutan limbah yaitu dalam bentuk penurunan hasil ikan atau biaya penjernihan air minum yang lebih tinggi yang harus dikeluarkan oleh PAM.

(6)

keuntungan atau biaya dari kegiatan ekonomi yang dilakukannya. Di dalam konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) dikenal istilah “eksternalitas ekonomi” (economic externalities), eksternalitas ekologi (ecological externalities) dan eksternalitas sosial (Social externalities) (Ahmad, 1992). Selain itu, teori ekonomi juga menawarkan alternatif bagi pengelolaan imbas-pengaruh kegiatan ekonomi (impact ad

incident), juga mencakup bahkan menekankan peran manusia sebagai aktor atau pelaku

kegiatan ekonomi (Ahmad. 1992).

B. Pembangunan yang Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan sebagai proses peningkatan kesejahteraan masyarakat luas suatu bangsa secara terus-menerus dan dalam kurun waktu yang mencakup antar generasi. Dalam ekonomi, keberlanjutan pembangunan menunjuk pada kemampuan untuk tumbuh dan berubah secara terus-menerus agar masyarakat dapat menikmati tingkat kesejahteraan yang sekurang-kurangnya sama dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam upaya mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, sedikitnya ada tiga komponen keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi keberlanjutan yang harus dicapai secara simultan untuk mewujudkan kondisi pembangunan yang berkelanjutan. Ketiga komponen itu ialah keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), berkelanjutan ekonomi (ecological sustainability) dan keberlanjutan sosial (social

sustainability) (Ahmad, 1992).

Secara ringkas, pendekatan kebijaksanaan yang sistemik bagi pembangunan berkelanjutan bertumpu pada empat unsur kebijaksanaan berikut:

1. Menetapkan harga yang benar (get tire priceright) untuk memberikan insentif yang sesuai bagi pelaksanaan ekonomi untuk mengarahkan kegiatannya ke tujuan economic

sustainability yang diinginkan.

2. Menetapkan regulasi yang benar (get tire regulation tight) untuk menghentikan perusakan lingkungan dan sumberdaya tanpa menimbulkan distorsi dalam bidang lain. 3. Menetapkan instalasi yang benar (get tire instalation right) untuk meneraskan fungsi,

(7)

4. Menetapkan dasar hukum dan pelaksanaannya yang benar (get the law and its

enforcement right) untuk memastikan bahwa ketiga unsur lain dijalankan dengan cara

(8)

III. PEMBAHASAN

A. Memperkirakan Biaya Pencemaran

Biaya pencemaran yang tidak dapat diukur dengan mudah disebut intangible cost atau

non pecuniary cost, seperti asap yang memedaskan mata, limbah I sungai yang mematikan

banyak ikan. Salah satu cara untuk menentukan biaya pencemaran adalah dengan melihat tingkat harga, tetapi bila tidak dapat secara langsung mengetahui harga pasar untuk kerugian karena polusi, maka harus ditemukan cara lain, yakni menggunakan harga barang lain seperti berapa nilai udara bersih dan nilai air yang bersih dengan cara melihat kesediaan membayar bagi pengurangan pencemaran itu. Apabila kita telah mengetahui berapa nilai hilangnya pencemaran untuk setiap orang, maka kita dapat menjumlahkannya untuk memperoleh perkiraan biaya marginal dari pencemaran itu.

Cara lain adalah dengan pemberian subsidi terhadap penekanan jumlah pencemaran apakah dengan mensubsidi pembelian alat-alat penanggulangan pencemaran atau subsidi untuk mengganti kerugian bila diadakan penekanan volume pencemaran di bawah standar yang diijinkan.

B. Pembatasan Secara Sah Terhadap Hak Penguasaan

(9)

masyarakat akan menghadapi harga semen terlalu rendah dan menggunakannya secara berlebihan karena tidak memasukkan biaya sosial dalam perhitungan biaya perusahaan.

C. Harga Sebagai Refleksi dari Struktur Intensif

Aplikasi mekanisme pasar dalam konsep pembangunan berkelanjutan menuntut perubahan dalam sistem penetapan harga. Perubahan ini mensyaratkan perhitungan eksternalitas dalam negatif dari suatu kegiatan ekonomi dimasukkan sebagai biaya dalam perhitungan bisnis. Penggunaan konsep ini juga menuntut konsumen untuk dapat menerima biaya ekternalitas itu sebagai bagian dari harga barang yang harus dibayar, serta meminta konsumen untuk menghargai rente ekonomi yang mencerminkan nilai kelangkaan sumberdaya yang dihasilkan melalui proses akumulasi alami. Rente ekonomi itu sendiri harus direinvestasikan untuk pemeliharaan keberlanjutan sumberdaya alam, atau untuk menghasilkan suatu kapasitas produktif baru yang euivalen dengan jenis nilai yang hilang dari suatu sumberdaya tak terbarukan (unrenwable) yang terpakai.

Karena itu stategi penetapan harga yang ideal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan harus memasukkan nilai kelangkaan alami dan nilai ekternalitas dari suatu harga sebagai tambahan biaya faktor produksi. Kekeliruan dalam penetapan harga sumberdaya alam dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang menurunkan kualitas lingkungan akan menjadi insentif yang menyesatkan dan mengarahkan manusia pada pemborosan sumberdaya dan perusakan lingkungan. Dalam perspektif untung rugi ini, pajak dan subsidi merupakan dua instrumen yang paling tidak distortif sifatnya untuk memperbaiki harga (to get the price

right).

(10)

D. Contuh Kasus HTI : Sebuah ilusi tentang Kebijakan yang Mendukung

Keberlanjutan

Semua pihak tentu sepakat dan mendukung kebijakan pemerintah dalam pembangunan HTI (Hutan Tanaman Industri) yang bertujuan mendukung industri kayu dan kertas, serta menunjang kelestarian hutan alam Indonesia. Agaknya karena itulah pemerintah mensponsori pembangunan HTI dengan memberikan berbagai insentif. Jika dicermati, benarkah kebijakan itu dapat mendukung kelestarian hutan alam atau bersifat

pro-sustainable ?

Teori ekonomi mengungkapkan bahwa produsen akan mencari substitusi jika bahan baku yang biasa dipergunakan menjadi lebih mahal. Tidak masuk akal bagi perusahaan untuk mencari bahan baku alternatif selama bahan baku yang biasa dipergunakan masih sangat murah harganya. Prinsip ini berlaku juga pada kayu alam menjadi bahan baku utama industri kayu. Selama harga kayu alam masih sangat murah, tidak terdapat insentif ekonomi yang murni untuk memproduksi bahan baku alternatif dengan membangun HTI. Bagi pengusaha, kayu dari HTI pasti lebih mahal dibanding dari kayu hutan alam, karena harus dihasilkan dari proses investasi jangka panjang. Karena itu sukar mengharapkan HTI terwujud seperti yang dicita-citakan pemerintah, betapapun banyak insentif yang ditawarkan untuk pengembangannya.

Teori ekonomi menyebutkan, jika ada pengusaha yang membangun HTI mungkin saja untuk tujuan lobi, public relation, dan menikmati insentif yang ditawarkan terutama dana murah yang tentu saja selalu dapat dialihkan dan dimanfaatkan untuk keperluan lain.

(11)

Kasus perubahan status sebagian kawasan Taman Nasional Plehairi menjadi kawasan HTI merupakan salah satu contoh implementasi peraturan pemerintah ini.

Ketiga, dalam pelaksanaan pemberian HPHTI (Hak Pengusahaan Hutan Tanaman

Industri) pemerintah juga memberi kesempatan bagi konversi kawasan HPH yang sudah rusak menjadi HPHTI. Dengan praktek ini, pengusaha HPH yang tidak menjalankan kewajibannya melakukan penanaman kembali (replanting) dan pengayaan kembali (enrichment planting) atas biaya sendiri di samping kewajiban membayar Dana Reboisasi mendapat kesempatan untuk mengkonversi wilayahnya menjadi HTI dan menanaminya kembali atas biaya negara.

Berdasrkan hal tersebut, menurut perhitungan pengusaha HPH yang rasional akan mengarahkannya untuk mempercepat pengundulan HPH-nya, berusaha mengubah statusnya menjadi HTI, memenuhi kewajiban minimum dan mencairkan dana gratis yang ditawarkan. Bahkan hutan lindung yang ada dapat dikonversi menjadi HTI.

Skenario lainnya yang sangat mungkin adalah pengusaha akan meminta HPHTI di kawasan hutan alam yang masih perawan (Irian Jaya misalnya) dengan mengatakan bahwa tujuannya adalah membangun pabrik kertas. Kemudiaan, pengusaha tersebut akan membabat hutan alam yang ada untuk meperoleh keuntungan dari kayu yang sudah tersedia dan hanya akan membangun pabriknya jika pelaksanaan untuk itu tidak lagi dapat dihindarkan. Bahkan jika izin investasinya dicabut pun, pengusaha tersebut telah menikmati keuntungan dari penebangan kayu alam dari kawasan HPHTI-nya plus dana gratis 46 % dari modal HTI yang mungkin sudah dicairkan.

(12)

IV. KESIMPULAN

Masalah biaya eksternal yang selalu ada dalam perekonomian dan pembangunan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah karena umumnya pihak produsen tidak mampu atau tidak mau memikirkannya dan memasukannya dalam biaya proses produksi dan usahanya, sehingga pihak masyarakatlah seringkali yang dirugikan.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. 1992. Ekologi Manusia den Konsep Ekonomi Kebijaksanaan Industrialisasi Dalam Prosiding Seminar Pendekatan Ekologi Manusia dalam Menyongsong Era Industrialisasi Menjelang PJPT II, Jakarta. Desember 1992. Komphalindo. Jakarta. Salim. E. 1993 . Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.

Soemarwoto, O. 1955. Ekonomi Berwawasan Lingkungan. Kompas 12 Juni 1959. Halaman 4-5.

Soerjani, M.,R. Ahmad & R. Munir (editor). 1981. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. UI-Press. Jakarta.

Suparmoko, M. 1959 Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PAU-Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Turner. R.K., D. Pearce & I. Bateman. 1994. Environmental Economics An Elementary

Introduction. Harvester Wheatsheaf. New York.

Referensi

Dokumen terkait

Agrimart Sejahtera dengan indikator periklanan, penjualan perorangan dan pemasaran langsung dengan rata-rata skor 183.9 dengan kategori “setuju” artinya responden

1) Efektif, jika pinjaman yang diberikan untuk modal untuk membuka usaha. 2) Tidak efektif, jika pinjaman yang diberikan tidak untuk membuka usaha. Dampak kegiatan, yaitu

Ps kanit binmas polsek abung semuli aiptu mad salman anjau silau dengan seluruh aparat desa semuli jaya dalam rangka musrembang desa tempat balai desa semuli jaya yang dihadiri

perkembangan yang seharusnya dilakukan oleh remaja sehingga terjadi kenakalan.. remaja yang membuat

Adapun tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Politeknik Negeri Sriwijaya, khususnya pada

Di sisi nonmigas, surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat lebih rendah akibat turunnya ekspor nonmigas (-8,0% yoy) seiring dengan dalamnya penurunan harga komoditas, meskipun

Jika dibandingkan dengan kontrol yang merupakan keju tanpa pemeraman yang memiliki jumlah mikrobanya sebesar 12, 15x 10 -4 cfu -g , keju peram pada penelitian ini memiliki jumlah

Acara ini didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Kota Palembang dan beberapa Mitra/ sponsor, sehingga seminar nasional Entrepreunership 1000 Pengusaha, UKM, dan Koperasi 2010