• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) sebagai Substituti Tepung Ikan pada Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) sebagai Substituti Tepung Ikan pada Broiler"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi ransum

(2)

Lampiran 2. Rataan kecernaan bahan kering ayam broiler

Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD

1 2 3 4 5 6

P0 77.56 75.81 76.22 75.77 75.63 78.43 76.57 B ± 1.15 P1 76.98 78.69 79.43 78.43 77.33 76.88 77.96 A ± 1.04 P2 75.63 75.21 77.33 76.65 76.44 76.29 76.26 B ± 0.75

Lampiran 3. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan kering

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 2 9.80 4.898 4.92 3.68 6.36

Galat 15 14.93 0.996

Total 17

Lampiran 4. Uji Duncan Kecernaan bahan kering

Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN A 77.9567 6 P1

B 76.5700 6 P0 B

B 76.2583 6 P2

Lampiran 5. Rataan kecernaan bahan organik ayam broiler

Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD

1 2 3 4 5 6

P0 77.84 76.21 76.70 76.28 76.21 78.89 77.02 B ± 1.11 P1 77.38 79.19 80.04 78.73 77.70 77.44 78.41 A ± 1.08 P2 76.21 75.70 77.71 77.21 77.00 76.69 76.75 B ± 0.72

Lampiran 6. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan organik

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 2 9.52 4.76 4.89 3.68 6.36

Galat 15 14.61 0.97

Total 17

Lampiran 7. Uji Duncan Kecernaan bahan organik Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN

A 78.4133 6 P1 B 77.0217 6 P0

B

(3)

Lampiran 8. Rataan kecernaan protein kasar ayam broiler

Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD

1 2 3 4 5 6

P0 83.94 82.69 84.35 86.13 85.04 84.99 84.52 AB ± 1.17 P1 85.53 85.78 86.35 85.66 86.67 84.88 85.81 A ± 0.63 P2 83.05 85.44 83.02 86.63 82.10 82.48 83.79 B ± 1.82

Lampiran 9. Analisis Sidik ragam kecernaan protein kasar

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 2 12.61 6.30 3.73 3.68 6.36

Galat 15 25.33 1.69

Total 17

Lampiran 10. Uji Duncan Kecernaan Protein Kasar Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN

A 85.8117 6 P1 A

B A 84.5233 6 P0 B

B 83.7867 6 P2

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abun, Denny.R., dan Nyimas Popy Indriani. 2003. Penentuan kecernaan Ransum Mengandung Ampas Umbi Garut (Maranta arundinaceae LINN) pada Ayam Broiler dengan Metode Pemotongan. Jurnal Bionatura Vol. 593): 227-238.

Allen, G. R., 1991. Field Guide To The Freshwater Fishes Of New Guinea Christensen Research Institute, Madang. Papua New Guinea.

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta

Anggorodi. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Bautrif, E. 1990. Recent Development in Quality Evaluation. Food Policy and Nutrition Division, FAO, Rome.

Biolorai, R. Z. harduf, B. Losif and E. Alumot. 1973. Apparent Animo Acid Absorption From Feather Meal By Broiler Chicks. J. Nutrition.

Blair, G. J, Ensiminger, M. E, dan W. W. Heineniman. 1990. Poultry Meat Feed and Nutrition. 2nd Ed The Ensminger Publishing Company, California. Blakeny, J dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakaan. Edisi Ke-4. Gadjah Mada.

University Press, Yogyakarta.

Cullison. A. E. 1978. Feed and Feeding. Prantice Hall of India Private Limited, New Delhi.

Curch, D. C. and W. E. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed. John Willy and Sons, Inc. United States of America.

Doeschate R. A. H. M., C. W. Scheele., V. V. A. M Schreurs dan J.D Vander Klis.1993. Digestibility. Studies in Broiler Chickens. Influence of Genotype, Age, Sexand Methode of Determination, British Poultry Science.

Ginting, S, P. 1992. Antara Konsumsi dan Kecernaan. Bul. PPSKI. Tahun VIII (37) : 23-27.

(5)

Hanafiah, K. A., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang

Hapsari, W. 2000. Pengaruh Berbagai Level Seng (Zn) Dalam Ransum Yang Mengandung 30% Ampas Teh Terhadap Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Dan Absorpsi Zn Pada Kelinci New Zealand White Periode Laktasi. Skripsi Fakultas Peternakan. IPB Bogor.

Kartadisastra, H, R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius. Yogyakarta.

Kartasudjana, R dan Edjeng S. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kearl. 1982. Nutien Requirement of Ruminant in Developing Countries International Feedstuffs Institute, Utah Arg, Exp. Sta, Logan.

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, 2014. Program Studi Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, 2014. Sumatera Utara.

Maynard, L. A and J. K.Lossly. 1969. Animal Nutrition 6 Ed:McGraw-Hill

Book-Co,New York.

Murtidjo, B, A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas . Kanisius. Yogyakarta.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Pertama. Penerbit Angkasa, Bandung.

Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.

Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition In The Tropics. Vikas Publishing Hause P and TLtd., New Delhi.

Rasyaf, M. 1997. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.

Sklan, D dan S. Hurtwitz, 1980. Protein Digestion and Absorption In Young Chick and Turkey, J. Nutrition

SNI., 1996. Persyaratan Mutu Tepung Ikan. Dewan Standar Nasional Indonesia.

(6)

SNI- 01- 3931- 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging Masa Akhir (Broiler Finisher). Badan Standarisasi Nasioal (BSN).

Supadmo dan T. Sutardi. 1997. Penggunaan Pakan Serat Tidak Terlarut Dan Terlarut Untuk Menurunkan Lemak Dan Kolestrol Pakan Ayam Broiler. Prosiding Seminar Nasional II. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Stevie, P. K., Wardhani, R., Budi, P.J., 2009. Rancangan Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan Kapasitas 118,8 Kg/Jam. http//www. Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan.com

Tilman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lepdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Vidiana, T. S., Hesti, T. W., Hakim, A. D., Hasnudi., Hutasoit, L. 2014. Utilizing The Waste of Gabus Pasir (Butis amboinensis) in Effort to Producing Economically Valuable Feed For Ducks. Faculty of Agriculture in North Sumatra University, Medan.

Wiradisastra, M. D. H. 1986. Efektifitas Keseimbangan Energi Dan Asam Amino Dan Efisiensi Absorpsi Dalam Menentukan Persyaratan Kecepatan Tumbuh Ayam Broiler. Disertasi, Institute Pertanian Bogor, Bogor.

(7)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini

berlangsung selama 1 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai dengan November

2015.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan yaitu ayam broiler umur 35 hari sebanyak 36 ekor,

bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil

kedelai, tepung ikan, minyak nabati, tepung limbah ikan gabus pasir

(Butis amboinensis); top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara ad libitum, air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan

transportasi, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan

minum, formalin 40% dan KMnO4 (Kalium Permanganate) untuk fumigasi

kandang, vitamin dan suplemen tambahan seperti Vitachick, vaksin ND strain

Lasota.

Alat

Alat yang digunakan adalah kandang model panggung sebanyak 18 plot,

masing-masing dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 72 cm dan tinggi 100 cm

peralatan kandang terdiri dari 18 unit tempat pakan dan 18 unit tempat minum dan

timbangan salter digital kapasitas 3000 g untuk menimbang bobot badan ayam

(8)

sebanyak 18 buah, termometer sebagai pengukur suhu kandang. Alat pencatat data

seperti buku data, alat tulis dan kalkulator, alat pembersih kandang berupa sapu,

ember, sekop dan hand sprayer, alat lain berupa plastik, ember dan pisau.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 2

ekor ayam broiler. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:

P0 = Kontrol (Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0%)

P1 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 50% dan

tepung ikan komersil 50%

P2 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 100%

Dengan susunan sebagai berikut:

Tabel 3. Pengacakan Perlakuan dan Ulangan

P0U2 P2U3 P1U3 P0U3 P2U6 P1U6

P2U1 P1U2 P0U4 P2U5 P1U5 P0U5

P1U4 P0U1 P2U2 P1U1 P0U6 P2U4

Pengacakan Perlakuan dan Ulangan

Model matematik percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak

Lengkap non Faktorial

Yij = µ + σi + ∑ij Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum σi = Efek dari perlakuan ke-i

(9)

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati meliputi kecernaan bahan kering, bahan organik

dan protein kasar. Perhitungan kecenaan dilakukan dengan menaggunakana

persamaan dari Schneider dan Flatt (1975) dan Rahjan (1979) dengan rumus

sebagai berikut:

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan yaitu sistem panggung, terdiri dari 18 plot,

setiap plot terdapat 2 ekor ayam broiler. Sebelum ayam broiler dimasukkan,

kandang dibersihkan dengan air dan detergen kemudian didesinfektan

menggunakan rodalon dan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4.

Kandang harus dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan.

Random Ayam Broiler

Sebelum ayam broiler dimasukkan kedalam kandang yang sudah

disediakan, terlebih dahulu dilakukan penimbangan agar bisa diketahui kisaran

bobot badan awal yang akan digunakan, kemudian dilakukan pemilihan secara

acak (random) untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada

masing-masing plot yang tersedia sebanyak 2 ekor.

Pemeliharaan Ayam Broiler

Ayam broiler yang dipelihara di dalam kandang perlakuan diberi pamanas

dan penerangan (lampu pijar 40 watt), diberi pakan sesuai dengan perlakuan dan

(10)

Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)

Pendahuluan penelitian dengan menggunakan tiga metode, dimana di

antara tiga metode yang dianalisis, bahan pakan yang terbaik adalah metode

pengukusan. Pembuatan tepung diawali dengan membersihkan limbah ikan gabus

pasir dengan air, kemudian ditiriskan, lalu ikan dikukus selama 15 menit ± 60ºC,

lalu dipress limbah tersebut dan diovenkan dengan suhu 60ºC selama 8 jam..

Limbah ikan gabus pasir basah (kepala, isi perut)

Dikukus pada suhu 60oC selama 15 menit

Ditiriskan

Dioven pada suhu 60oC selama 8 jam

Digrinder (penggilingan)

Disaring

Tepung limbah ikan gabus pasir

Tepung siap dijadikan bahan pakan

Penyusunan Ransum

Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri atas jagung, dedak padi,

bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati, tepung limbah ikan gabus pasir

(11)

Bahan penyusun ransum sebaiknya ditimbang terlebih dahulu sesuai

komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap

perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara

manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya

ketengikan pada ransum.

Pengambilan Data

Ayam broiler umur 35 hari dipuasakan selama 24 jam dengan maksud

untuk menghilangkan sisa ransum sebelumnya dari pencernaan, koleksi feses

didasarkan metode Sklan dan Hurwitz (1980) yang disitir oleh Wiradisastra

(1986) dan dimodifikasi oleh Abun (2003). Dalam percobaan ini menggunakan

ayam broiler umur 35 hari sebanyak 36 ekor. Setelah ayam dipuasakan, diberi

ransum perlakuan masing-masing ayam sebanyak 100 gram dengan pemberian air

minum secara ad libitum. Setelah 14 jam, ayam disembelih dan usus besar

dikeluarkan untuk mendapatkan sampel feses, feses yang diperoleh kurang lebih

10 cm dari ileum dengan tujuan untuk menghindari adanya kontaminasi dengan

urine kemudian diikat kedua ujungnya dengan benang, sampel feses dikeringkan,

digiling dan kemudian dianalisis untuk mengetahui kandungan bahan kering ,

bahan organik, dan protein kasar, sedangkan indikator internal (lignin) dianalisis

dengan metode Van Soest (1979).

 

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering diukur untuk mengetahui jumlah zat makanan

yang diserap tubuh yang dilakukan melalui analisis dari jumlah bahan kering, baik

dalam ransum maupun dalam feses. Selisih jumlah bahan kering yang dikonsumsi

dan jumlah yang diekskresikan adalah kecernaan bahan kering (Ranjhan, 1980).

Hasil penelitian kecernaan bahan kering ransum yang mengandung tepung limbah

ikan gabus pasir pada ayam broiler dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Rataan nilai kecernaan bahan kering ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir.

Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD

1 2 3 4 5 6

P0 77.56 75.81 76.22 75.77 75.63 78.43 76.57 B ± 1.15 P1 76.98 78.69 79.43 78.43 77.33 76.88 77.96 A ± 1.04 P2 75.63 75.21 77.33 76.65 76.44 76.29 76.26 B ± 0.75 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0.01)

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan kering ransum

hasil penelitian untuk perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 76.57%;

77.96%; dan 76.26%. Rataan kecernaan bahan kering ransum tertinggi pada

perlakuan P1 sebesar 77.96% dan terendah pada perlakuan P2 sebesar 76.26%.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah ikan

gabus pasir dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0.01) terhadap

kecernaan bahan kering ransum.

Uji lanjut Duncan menujukkan bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh

nyata (P<0.01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P2. Rendahnya

(13)

metabolisme perlakuan P2 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan P1 sehingga

menyebabkan ayam mengkonsumsi ransum lebih sedikit karena energinya telah

tercukupi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995) yang menjelaskan

faktor yang mempengaruhi kecernaan ransum antara lain konsumsi ransum,

konsumsi ransum yang tinggi akan menyebabkan kecernaan yang tinggi pula dan

begitu juga sebaliknya konsumsi ransum yang rendah akan menyebabkan

kecernaan menjadi rendah

Pada perlakuan P1 memiliki nilai kecernaan bahan kering tertinggi bila

dibandingkan dengan P0 dan P2. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya

kandungan bahan kering yang dicerna berhubungan dengan banyaknya pula

kandungan nutrien yang terserap. Semakin tinggi nilai kecernaan bahan kering

ransum menggambarkan bahwa kualitasnya baik sehingga mudah dicerna dan

diserap oleh ayam broiler. Kearl (1982) mengembangkan bahwa konsumsi nilai

kecernaan bahan kering bergantung pada konsumsi, kandungan energi metabolis,

dan kandungan serat kasar dalam ransum. Anggorodi (1994) juga menjelaskan

faktor yang berpengaruh terhadap daya cerna diantaranya bentuk fisik pakan,

komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan nutrient lainnya. Pada

penelitian ini semua perlakuan memiliki bentuk fisik yang sama yaitu halus, akan

tetapi komposisi dan perbandingan nutriennya berbeda karena persentase tiap

bahan pakan yang digunakan berbeda.

Pengukuran Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik suatu pakan menunjukkan kualitas dari pakan

(14)

organik ransum yang menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir pada ayam

broiler dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Rataan nilai kecernaan bahan organik ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir.

Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD

1 2 3 4 5 6

P0 77.84 76.21 76.70 76.28 76.21 78.89 77.02 B ± 1.11 P1 77.38 79.19 80.04 78.73 77.70 77.44 78.41 A ± 1.08 P2 76.21 75.70 77.71 77.21 77.00 76.69 76.75 B ± 0.72 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0.01)

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat rataan kecernaan bahan

organik tertinggi yang diperoleh dari penelitian dicapai oleh P1 (ransum dengan

tepung limbah ikan gabus pasir sebesar 50% dan tepung komersil 50%) yaitu

78.41% dan yang terendah P2 (tepung limbah ikan gabus pasir sebesar 100%)

dengan 76.75%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan

tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata

(P<0.01) terhadap kecernaan bahan organik ransum.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P1 memberikan

pengaruh nyata (P<0.01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P2 dan

P0. Rendahnya kecernaan bahan organik pada perlakuan P2 disebabkan oleh

rendahnya kecernaan bahan kering pada perlakuan tersebut. Hal ini sejalan

dengan prinsip perhitungan bahan organik dari analisis proksimat, dimana

semakin rendah persentase bahan kering maka akan diikuti pula oleh penurunan

persentase bahan organik (Bautrif, 1990).

Peningkatan kecernaan bahan kering selalu diiringi dengan meningkatnya

kecernaan bahan organik pakan. Dari hasil penelitian terbukti bahwa kecernaan

(15)

Sutardi (1980) melaporkan bahwa peningkatan kecernaan bahan organik sejalan

dengan meningkatnya kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen

bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan berpengaruh juga

terhadap tinggi rendahnya bahan organik.

Pengukuran Kecernaan Protein Kasar

Protein merupakan salah satu diantara zat-zat makanan yang mutlak

dibutuhkan ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi

(Parakkasi, 1999). Data hasil penelitian kecernaan protein kasar ransum yang

mengandung tepung ikan gabus pasir pada ayam broiler dapat dilihat pada tabel 6

dibawah ini.

Tabel 6. Rataan nilai kecernaan protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir.

Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD

1 2 3 4 5 6

P0 83.94 82.69 84.35 86.13 85.04 84.99 84.52 AB ± 1.17 P1 85.53 85.78 86.35 85.66 86.67 84.88 85.81 A ± 0.63 P2 83.05 85.44 83.02 86.63 82.10 82.48 83.79 B ± 1.82 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang nyata (P<0.01)

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan protein kasar ransum

hasil penelitian untuk perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 84.52%;

85.81%; dan 83.79%. Rataan kecernaan protein kasar ransum tertinggi pada

perlakuan P1 sebesar 85.81% dan terendah pada perlakuan P2 sebesar 83.79%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir

terhadap kecernaan protein kasar ransum, maka dilakukan analisis sidik ragam.

(16)

gabus pasir dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0.01) terhadap

kecernaan protein kasar ransum.

Kecernaan protein dalam penelitian ini berkisar antara 85.81%–83.79%.

Angka kecernaan protein ini masih berada pada kisaran kecernaan protein broiler

di daerah tropis yang berkisar 60 – 85% (Blair et al., 1990). Perbedaan kecernaan

protein kasar pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

kandungan protein bahan pakan, kandungan protein yang masuk dalam saluran

pencernaan serta jumlah konsumsi ransum. Menurut Maynard et al., (1979)

bahwa daya cerna dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam ransum

dan jumlah ransum yang dikonsumsinya. Ranjhan (1980) menambahkan bahwa

kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum.

Kecernaan protein ransum juga mengikuti pola kecernaan bahan kering

ransum dalam penelitian ini, dimana perlakuan P1 menunjukkan angka kecernaan

yang nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Nilai kecernaan

protein berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering ransum, dimana nilai

kecernaan protein berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering ransum atau

sebaliknya.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian dari kecernaan bahan kering, kecernaan

bahan organik, dan kecernaan protein kasar ransum dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2

(17)

Berdasarkan tampilan data pada tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan

kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar pada perlakuan P1 nyata

(P<0.01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P0 dan P2. Hal ini berarti

penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir dapat mensubtitusi tepung ikan

komersil dalam ransum untuk ayam broiler sampai level penggunaan 50% dan

memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering ransum,

(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dapat menggantikan

tepung ikan komersil sebagai campuran didalam pembuatan ransum hingga 50%

dalam meningkatkan nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein

kasar pada ayam broiler.

Saran

Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum untuk peternak

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau

betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Broiler memiliki kelebihan

dan kelemahan, kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar,

bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap ransum cukup tinggi,

sehingga sebagian besar dalam ransum diubah menjadi daging dan pertambahan

bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah memerlukan

pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi

penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).

Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya

pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan

dan bobot badan yang sangat cepat dan dapat mencapai bobot hidup 1,4-1,6 Kg.

Secara umum broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat, selain

daripada itu broiler lebih dapat terjangkau masyarakat karena harganya relatif

murah (Rasyaf, 2003).

Kebutuhan Nutrisi Broiler

Untuk keperluan hidup dan produksi, ayam membutuhkan sejumlah

nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf,1997). Kartadisastra (1994)

menyatakan bahwa jumlah ransum yang diberikan sangat bergantung dari jenis

(20)

juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan

lingkungan tempat ternak itu dipelihara.

Kebutuhan zat nutrient broiler pada fase yang berbeda tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi broiler

No Jenis Nutrisi Fase

Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)

Ikan gabus pasir (Butis amboinensis) merupakan ikan predator

(pemangsa), ikan ini mencari makanan sebagian besar pada malam hari dengan

pola samar untuk membantu ikan tersebut berbaur dengan lingkungan untuk

mendapatkan mangsa. Ikan ini juga dapat meringankan dan menggelapkan

pewarnaan tubuh, memiliki kebiasaan menyelaraskan diri dengan permukaan

padat baik horizontal, vertikal atau terbalik dan sering berenang di posisi terbalik.

Spesies ikan ini mendiami pesisir sungai, muara dan hutan bakau di New Guinea

telah tercatat 300 kilometer ke arah hulu dari muara sungai ikan gabus pasir

ditemukan di atas lumpur berpasir (Allen, 1991).

Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut;

Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis amoinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar, badan 5-5, 5 kali lebih pendek dari panjang standart, 6-7 kali lebih pendek dari

(21)

bersisik, tidak ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan

tidak membesar, tipe ekor membulat (Gultom, 2010).

Limbah ikan gabus pasir terdiri atas kepala, isi perut. Limbah ikan gabus

pasir diolah menjadi tepung dengan cara dipanaskan (cooking), dipressing, dioven

dan digrinder menjadi tepung ikan. Tepung ikan mengadung protein yang tinggi

dan dapat meingkatkan produksi dan nilai gizi telur dan daging

(Stevie et al., 2009).

Tabel 2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir

Jenis Nutrisi Kandungan

Gross Energi (K.cal/g) 3,6341a

Kadar air (%) 7,17b

Protein kasar (%) 53,59b

Lemak kasar (%) 4,32b

Bahan kering (%) 92,82b

Abu (%) 21,85b

Kalsium (%) 5,86b

Posfor (%) 0,026b

Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dan bLaboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2014).

Kandungan nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir yang terbaik adalah

dengan metode pengukusan. Nilai nutrisi dengan metode pengukusan dapat dilihat

pada tabel 2. Hasil ini sudah sesuai dengan standar SNI (1996) nilai nutrisi tepung

ikan gabus pasir dengan metode pengukusan termasuk kriteria kualitas sedang

(Vidiana et al., 2014). Menurut SNI (1996) sedang standar persyaratan mutu tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung komponen-komponen yaitu Air

10 %, lemak 8 %, protein 65%, abu 20 %, serat kasar 1,5 % sedangkan standar

persyaratan mutu tepung ikan yang berkualitas rendah yaitu air 12 %, lemak 12%,

(22)

Sistem Pencernaan Ayam

Sistem pencernaan merupakan sistem yang terdiri dari saluran pencernaan

dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam proses perombakan bahan

makanan, baik secara fisik, maupun kimia menjadi zat-zat makanan yang siap

diserap oleh dinding saluran pencernaan (Parakkasi, 1990). Menurut Anggorodi

(1994) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan

dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh

jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai

tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran

pencernaan adalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan

sisa makanan sebagai tinja (Tillman et al., 1991).

Unggas khususnya ayam broiler mempunyai saluran pencernaan yang

sederhana karena unggas merupakan hewan monogastrik (berlambung tunggal).

Saluran-saluran pencernaan pada ayam broiler terdiri dari mulut, esophagus,

proventriculus, usus halus, ceca, usus besar, dan kloaka

(Blakely dan Bade, 1998).

Dinyatakan oleh Tillman et al., (1991) bahwa:

a) Pada ayam tidak terjadi proses pengunyahan dalam mulut karena ayam tidak

mempunyai gigi, tetapi di dalam ventrikulus terjadi fungsi yang mirip dengan

gigi yaitu penghancuran makanan.

b) Lambung yang menghasilkan asam lambung (HCl) dan dua enzim pepsin dan

rennin merupakan ruang yang sederhana yang berfungsi sebagai tempat

(23)

c) Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus halus, disini terjadi

pemecahan zat-zat pakan menjadi bentuk yang sederhana, dan hasil

pemecahannya disalurkan ke dalam aliran darah melalui gerakan peristaltik di

dalam usus halus terjadi penyerapan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh

tubuh.

d) Absorpsi hasil pencernaan makanan terjadi sebagian besar di dalam usus

halus, sebagian bahan-bahan yang tidak diserap dan tidak tercerna dalam usus

halus masuk ke dalam usus besar.

Kecernaan

Menurut Tillman et al., (1998) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau

jumlah proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat

makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak dapat

dicerna dan tidak diperlukan (Cullison, 1978). Kecernaan dapat dipengaruhi oleh

tingkat pemberian ransum, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan,

defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan

pakan dan gangguan saluran pencernaan (Chruch and Pond, 1988). Dinyatakan

oleh Anggorodi (1994) yang mempengaruhi daya cerna adalah suhu, laju

perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi

ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya. Jenis

kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan

asam-asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate et al., 1993).

Kecernaan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menilai suatu

bahan pakan ternak (Edey, 1983). Selanjutnya dinyatakan bahwa: 1) Semakin

(24)

diserap. 2) Tingginya kandungan zat-zat makanan, jika nilai kecernaannya rendah

maka tidak akan ada gunanya. 3) Untuk mengetahui seberapa besar zat-zat yang

dikandung makanan ternak yang dapat diserap untuk kebutuhan pokok,

pertumbuhan dan produksi.

Prinsip penentuan kecernaan zat-zat makanan adalah menghitung

banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat

makanan yang dikeluarkan melalui feses (Ranjhan, 1980).

Tingkat kecernaan/daya cerna suatu ransum menggambarkan besarnya

zat-zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses

hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi

(Ginting, 1992).

Untuk mengukur kecernaan pada unggas dibutuhakan teknik khusus

karena feses dan urin dikeluarkan secara bersamaan sehingga menyebabkan

bercampurnya N-Urindan feses (Maynard dan Loosli, 1979).

Metode yang digunakan untuk menilai kecernaan yaitu metode

konvensional atau total collecting methods, yang terdiri dari periode pendahuluan

selama 4-10 hari dengan tujuan membiasakan ternak pada ransum dan keadaan

lingkungan sekitarnya dan menghilangkan sisa-sisa makanan sebelum perlakuan

(Church dan Pond, 1988). Sedangkan periode koleksi feses dilakukan selama 5-15

hari, dengan waktu koleksi 24 jam (Tillman et al., 1998). Metode lainnya yaitu

metode kuantitatif (metode indikator) yaitu menambahkan indikator dalam

ransum yang tidak dicerna (Cheeke, 1982).

Metode pembunuhan terhadap ayam broiler untuk koleksi sampel dari

(25)

sampel dari usus besar dilakukan dengan asumsi bahwa pencernaan dan

penyerapan telah terjadi pada usus halus dan tidak terjadi lagi pada usus besar.

Sejalan dengan pendapat Bielorai et al., (1973), penyerapan zat-zat makanan

terjadi di dalam usus halus. Metode pengambilan sampel dari usus besar lebih

akurat (Doeschate et al., 1993). Metode kuantitatif ini terdiri dari dua periode

yaitu periode adaptasi dan periode pengambilan sampel.

Kecernaan Bahan Kering

Bahan kering adalah suatu bahan pakan yang dipanaskan dalam oven pada

temperatur 105°C dengan pemanasan yang terus menerus sampai berat bahan

pakan tersebut konstan (Tillman et al., 1998). Kualitas dan kuantitas bahan kering

tersebu harus diketahui untuk meningkatkan kecernaan bahan pakan tersebut.

Pada kondisi normal, konsumsi bahan kering dijadikan ukuran konsumsi ternak,

konsumsi bahan kering bergantung pada banyaknya faktor, diantaranya adalah

kecernaan bahan kering pakan, kandungan energi metabolisme pakan dan

kandungan serat kasar pakan. Kecernaan bahan kering diukur untuk mengetahui

jumlah zat makanan yang diserap tubuh yang dilakukan melalui analisis dari

jumlah bahan kering, baik dalam ransum maupun dalam feses. Selisih jumlah

bahan kering yang dikonsumsi dan jumlah yang diekskresikan adalah kecernaan

bahan kering (Ranjhan, 1980).

Menurut Tillman et al., (1998) bahan kering terdiri dari bahan organik

yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta bahan anorganik yaitu mineral.

Kandungan bahan kering dalam suatu bahan pakan mempengaruhi nilai gizi.

Semakin tinggi kandungan bahan keringnya, maka nilai gizi bahan pakan tersebut

(26)

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum

adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat

protein ransum, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994).

Kecernaan Bahan Organik

Menurut Parrakasi (1999) bahwa bahan organik merupakan bahan kering

yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam

rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi

bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi

kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat,

protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan

tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses

pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang

mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan

mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan

kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan

organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan

bahan organik menurun atau sebaliknya.

Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas

pakan tersebut (Supadmo dan Sutardi, 1997). Kecernaan ransum mempengaruhi

konsumsi ransum, dimana kecernaan ransum yang rendah dapat meningkatkan

konsumsi ransum. Hal ini dikarenakan laju digesta saluran pencernaan akan

semakin cepat dan ransum akan cepat keluar dari saluran pencernaan

(27)

Kecernaan Protein Kasar

Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein didalam

ransum. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai

kecernaan yang rendah pula sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein

tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang

masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1991).

Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai

kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein

tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang

masuk dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1990).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

 Pembangunan peternakan mempunyai peranan penting dalam upaya

mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat. Sejalan dengan perkembangan

penduduk dan tingginya kebutuhan serta kesadaran akan gizi makanan, serta

dengan permintaan akan daging ayam pedaging untuk memenuhi kebutuhan

protein bagi masyarakat cenderung meningkat. Oleh sebab itu, usaha peternakan

ayam pedaging merupakan salah satu usaha yang cukup potensial untuk

dikembangkan.

Pakan merupakan hal yang sangat penting dalam dunia ternak ayam

pedaging baik secara intensif maupun semi intensif. Ketersediaan pakan yang

cukup, berkualitas, berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan budidaya

ternak. Biaya pakan pada pemeliharaan ayam mencapai hampir 70% dari biaya

produksi, menurut Anggorodi apabila dilihat lebih mendalam, penyebab tingginya

biaya produksi adalah biaya ransum yang sangat mendominasi yaitu 60-70%.

Cara yang dapat dilakukan untuk menekan biaya pakan ini, salah satunya adalah

dengan menggunakan bahan pakan lokal. Salah satu bahan pakan lokal yang dapat

dijadikan sebagai bahan pakan adalah tepung limbah ikan gabus pasir

(butis amboinensis).

Ikan gabus pasir banyak terdapat didaerah Sumatera Utara khususnya

Medan Belawan yang berada di Jalan Gabion, Kec. Medan Belawan bertempat

TPI (Tempat Pelelangan Ikan) KUD (Koperasi Unit Desa). Tepung ikan

merupakan bahan makanan yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna, dan

(29)

Limbah ikan gabus pasir dapat dijadikan bahan pakan karena

mengandung protein yang sangat tinggi dan dapat diolah menjadi tepung untuk

menjadi pakan ternak yang bernilai ekonomis dan murah. Sehingga dapat

digunakan untuk menggantikan tepung komersil yang biasanya digunakan sebagai

bahan pakan sumber protein dalam ransum ternak yang biayanya relatif mahal.

Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan dari tinggi

rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Apabila kecernaannya rendah

maka nilai manfaatnya rendah pula sebaliknya apabila kecernaannya tinggi maka

nilai manfaatnya tinggi pula. Upaya pemanfaatan limbah ikan gabus pasir akan

bernilai guna apabila diketahui nilai kecernaannya.

Pengukuran nilai kecernaan suatu pada dasarnya adalah suatu usaha untuk

menentukan jumlah zat yang dapat diserap oleh saluran pencernaan, dengan

mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah makanan yang

dikeluarkan melalui feses. Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan

melakukan penelitian mengenai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan

protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir

(butis amboinensis) sebagai substituti tepung ikan pada ayam broiler.

Tujuan Penelitian

Mengetahui nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar

ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir (butis amboinensis)

(30)

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) sebagai

substitusi tepung ikan pada ransum broiler dapat meningkatkan kecernaan bahan

kering, bahan organik, dan protein kasar dalam ransum broiler.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,

peternak ayam broiler dan masyarakat tentang nilai kecernaan bahan kering,

bahan organik, dan protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan

gabus pasir (butis amboinensis) sebagai substitusi tepung ikan pada broiler.

Kegunaan dari penelitian ini juga sebagai bahan penulisan skripsi yang

merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Program Studi

(31)

ABSTRAK

RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan Pada Broiler”, dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan SAYED UMAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar ransum yang mengandung limbah tepung ikan gabus pasir. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan Oktober sampai dengan November 2015. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2 ekor broiler. Perlakuan terdiri atas P0= kontrol, P1= tepung limbah ikan gabus pasir 50% dan komersil 50%, P2= tepung limbah ikan gabus pasir 100%.

Hasil Penelitan ini menunjukkan rataan kecernaan bahan kering (%) secara berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, dan P2 sebesar ; (77.96, 76.57, dan 76.26). Kecernaan bahan organik ; (78.41, 77.02, dan 76.75). Kecernaan protein kasar; (85.81, 84.52, dan 83.79). uji statistik penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar. Kesimpulannya bahwa tepung limbah ikan gabus pasir pada ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar.

(32)

ABSTRACT

RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Digestibility Of Dry Matter, Organic Matter, And Crude Protein The Rations Which Contain Of Gabus Pasir Waste Meal As A Substitute For Fish Meal In Broiler”. Supervised by TRI HESTI WAHYUNI and SAYED UMAR.

This study aims to determine value of the effect of gabus pasir (Butis amboinensis) waste fish meal on digestibility of dry matter, organic matter, and crude protein the rations which contain of gabus pasir waste meal. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara from October to November 2015. The design used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications, each replication consisted of 2 Broiler. Threatments were consisted of P0 = control, P1 = gabus pasir waste meal 50% and 50% commercial fish meal, P2 = gabus pasir waste meal 100%.

The result showed the average dry matter digestibility (%) for the threatments of P0, P1, and P2 were (77.96, 76.57, and 76.26 respectively). Organic matter digestibility (%) (78.41, 77.02, and 76.75 respectively). Digestibility of crude protein (%) ; (85.81, 84.52, and 83.79 respectively). Test statistic the result show that the treatment with used gabus pasir waste fish meal had high significant (P<0.01) effect on the dry matter, organic matter and crude protein digestibility. The conclusion of this research that waste of gabus pasir meal in rations can improve dry matter, organic matter and crude protein digestibility.

Keywords : the waste of gabus pasir meal, digestibility, broiler

(33)

KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN

PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG

LIMBAH IKAN GABUS PASIR (

Butis amboinensis

)

SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN

PADA BROILER

SKRIPSI

Oleh :

RAHMAYANTI BOANGMANALU 110306055

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(34)

KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN

PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG

LIMBAH IKAN GABUS PASIR (

Butis amboinensis

)

SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN

PADA BROILER

SKRIPSI

Oleh :

RAHMAYANTI BOANGMANALU 110306055

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(35)

Judul Skripsi : Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) sebagai Substituti Tepung Ikan pada Broiler

Nama : Rahmayanti Boangmanalu NIM : 110306055

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(36)

ABSTRAK

RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan Pada Broiler”, dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan SAYED UMAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar ransum yang mengandung limbah tepung ikan gabus pasir. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan Oktober sampai dengan November 2015. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2 ekor broiler. Perlakuan terdiri atas P0= kontrol, P1= tepung limbah ikan gabus pasir 50% dan komersil 50%, P2= tepung limbah ikan gabus pasir 100%.

Hasil Penelitan ini menunjukkan rataan kecernaan bahan kering (%) secara berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, dan P2 sebesar ; (77.96, 76.57, dan 76.26). Kecernaan bahan organik ; (78.41, 77.02, dan 76.75). Kecernaan protein kasar; (85.81, 84.52, dan 83.79). uji statistik penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar. Kesimpulannya bahwa tepung limbah ikan gabus pasir pada ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar.

(37)

ABSTRACT

RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Digestibility Of Dry Matter, Organic Matter, And Crude Protein The Rations Which Contain Of Gabus Pasir Waste Meal As A Substitute For Fish Meal In Broiler”. Supervised by TRI HESTI WAHYUNI and SAYED UMAR.

This study aims to determine value of the effect of gabus pasir (Butis amboinensis) waste fish meal on digestibility of dry matter, organic matter, and crude protein the rations which contain of gabus pasir waste meal. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara from October to November 2015. The design used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications, each replication consisted of 2 Broiler. Threatments were consisted of P0 = control, P1 = gabus pasir waste meal 50% and 50% commercial fish meal, P2 = gabus pasir waste meal 100%.

The result showed the average dry matter digestibility (%) for the threatments of P0, P1, and P2 were (77.96, 76.57, and 76.26 respectively). Organic matter digestibility (%) (78.41, 77.02, and 76.75 respectively). Digestibility of crude protein (%) ; (85.81, 84.52, and 83.79 respectively). Test statistic the result show that the treatment with used gabus pasir waste fish meal had high significant (P<0.01) effect on the dry matter, organic matter and crude protein digestibility. The conclusion of this research that waste of gabus pasir meal in rations can improve dry matter, organic matter and crude protein digestibility.

Keywords : the waste of gabus pasir meal, digestibility, broiler

(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo,

Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 04 Maret 1993 dari Bapak Paingot

Boangmanalu dan Ibu Rabinah Manik dan penulis merupakan anak ketiga dari

tujuh bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Salak dan pada tahun yang

sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian

Masuk Bersama (UMB) dan memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Peternakan (IMAPET) dan Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan

(HIMMIP).

Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan

Juli-Agustus 2014 di Loka Penelitian Kambing Potong (Lolit Kambing) Desa Sei

(39)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan

Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir

(Butis amboinensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan pada Broiler”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua penulis atas doa, semangat dan pengorbanan materil

maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima

kasih kepada Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan

Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat

terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua

civitas akademika di Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian serta rekan

mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

(40)

DAFTAR ISI

Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) ... 16

Penyusunan ransum ... 16

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Kecernaan Bahan Kering ... 18

Pengukuran Kecernaan Bahan Organik ... 19

Pengukuran Kecernaan Protein Kasar ... 20

(42)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Kebutuhan Nutrisi Broiler ... 5

2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir ... 6

3. Pengacakan dan perlakuan ulangan ... 14

4. Rataan Kecernaan Bahan Kering ... 18

5. Rataan Kecernaan Bahan Organik ... 19

6. Rataan Kecernaan Protein Kasar... 21

7. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 22

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(43)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Formulasi ransum ... 28

2. Rataan kecernaan bahan kering ayam broiler ... 29

3. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan kering ... 29

4. Uji Duncan Kecernaan bahan kering ... 29

5. Rataan kecernaan bahan organik ayam broiler ... 29

6. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan organik ... 29

7. Uji Duncan Kecernaan bahan organik ... 29

8. Rataan kecernaan protein kasar ayam broiler ... 30

9. Analisis Sidik ragam kecernaan protein kasar ... 30

Gambar

Tabel 3. Pengacakan Perlakuan dan Ulangan
Tabel 4. Rataan nilai kecernaan bahan kering ransum yang mengandung tepung     limbah ikan gabus pasir
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi broiler
Tabel 2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan penjabaran APBD yang ditetapkan dalam Peraturan Walikota ini dituangkan lebih lanjut dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Dengan mengetahui penyusunan laporan arus kas dapat dilihat apakah sudah mengikuti Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, selain itu dengan melihat kondisi ketiga aktifitas

(2) Biaya penginapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan biaya riil, dan dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas

Dimana dalam menentukan harga jual suatu produk maupun jasa, metode Cost-Plus Pricing mempertimbangkan 3 faktor penting sebagai penentu harga jual,yaitu biaya yang telah

[r]

Intisel Prodaktifakom.Untuk memperoleh gambaran yang jelas sebagai bahan penulisan ilmiah selain penulis membaca dan mempelajari bukubuku yang relevan dengan tema penulisan,penulis

Surat keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka agama/pendeta atau surat perkawinan penghayat kepercayaan yang ditandatangani oleh pemuka

Aplikasi ini berisi tentang penggambaran secara umum tes toefl, tata cara mengerjakan tes, keterangan dari ketiga jenis tes, soal-soal tes yaitu tes listening, tes structure, dan