LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulasi ransum
Lampiran 2. Rataan kecernaan bahan kering ayam broiler
Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6
P0 77.56 75.81 76.22 75.77 75.63 78.43 76.57 B ± 1.15 P1 76.98 78.69 79.43 78.43 77.33 76.88 77.96 A ± 1.04 P2 75.63 75.21 77.33 76.65 76.44 76.29 76.26 B ± 0.75
Lampiran 3. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan kering
SK dB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 9.80 4.898 4.92 3.68 6.36
Galat 15 14.93 0.996
Total 17
Lampiran 4. Uji Duncan Kecernaan bahan kering
Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN A 77.9567 6 P1
B 76.5700 6 P0 B
B 76.2583 6 P2
Lampiran 5. Rataan kecernaan bahan organik ayam broiler
Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6
P0 77.84 76.21 76.70 76.28 76.21 78.89 77.02 B ± 1.11 P1 77.38 79.19 80.04 78.73 77.70 77.44 78.41 A ± 1.08 P2 76.21 75.70 77.71 77.21 77.00 76.69 76.75 B ± 0.72
Lampiran 6. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan organik
SK dB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 9.52 4.76 4.89 3.68 6.36
Galat 15 14.61 0.97
Total 17
Lampiran 7. Uji Duncan Kecernaan bahan organik Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN
A 78.4133 6 P1 B 77.0217 6 P0
B
Lampiran 8. Rataan kecernaan protein kasar ayam broiler
Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6
P0 83.94 82.69 84.35 86.13 85.04 84.99 84.52 AB ± 1.17 P1 85.53 85.78 86.35 85.66 86.67 84.88 85.81 A ± 0.63 P2 83.05 85.44 83.02 86.63 82.10 82.48 83.79 B ± 1.82
Lampiran 9. Analisis Sidik ragam kecernaan protein kasar
SK dB JK KT F Hit F Tabel
0.05 0.01
Perlakuan 2 12.61 6.30 3.73 3.68 6.36
Galat 15 25.33 1.69
Total 17
Lampiran 10. Uji Duncan Kecernaan Protein Kasar Duncan Grouping Mean N PERLAKUAN
A 85.8117 6 P1 A
B A 84.5233 6 P0 B
B 83.7867 6 P2
DAFTAR PUSTAKA
Abun, Denny.R., dan Nyimas Popy Indriani. 2003. Penentuan kecernaan Ransum Mengandung Ampas Umbi Garut (Maranta arundinaceae LINN) pada Ayam Broiler dengan Metode Pemotongan. Jurnal Bionatura Vol. 593): 227-238.
Allen, G. R., 1991. Field Guide To The Freshwater Fishes Of New Guinea Christensen Research Institute, Madang. Papua New Guinea.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta
Anggorodi. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Bautrif, E. 1990. Recent Development in Quality Evaluation. Food Policy and Nutrition Division, FAO, Rome.
Biolorai, R. Z. harduf, B. Losif and E. Alumot. 1973. Apparent Animo Acid Absorption From Feather Meal By Broiler Chicks. J. Nutrition.
Blair, G. J, Ensiminger, M. E, dan W. W. Heineniman. 1990. Poultry Meat Feed and Nutrition. 2nd Ed The Ensminger Publishing Company, California. Blakeny, J dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakaan. Edisi Ke-4. Gadjah Mada.
University Press, Yogyakarta.
Cullison. A. E. 1978. Feed and Feeding. Prantice Hall of India Private Limited, New Delhi.
Curch, D. C. and W. E. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed. John Willy and Sons, Inc. United States of America.
Doeschate R. A. H. M., C. W. Scheele., V. V. A. M Schreurs dan J.D Vander Klis.1993. Digestibility. Studies in Broiler Chickens. Influence of Genotype, Age, Sexand Methode of Determination, British Poultry Science.
Ginting, S, P. 1992. Antara Konsumsi dan Kecernaan. Bul. PPSKI. Tahun VIII (37) : 23-27.
Hanafiah, K. A., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang
Hapsari, W. 2000. Pengaruh Berbagai Level Seng (Zn) Dalam Ransum Yang Mengandung 30% Ampas Teh Terhadap Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Dan Absorpsi Zn Pada Kelinci New Zealand White Periode Laktasi. Skripsi Fakultas Peternakan. IPB Bogor.
Kartadisastra, H, R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius. Yogyakarta.
Kartasudjana, R dan Edjeng S. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kearl. 1982. Nutien Requirement of Ruminant in Developing Countries International Feedstuffs Institute, Utah Arg, Exp. Sta, Logan.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, 2014. Program Studi Peternakan FP USU, Medan.
Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, 2014. Sumatera Utara.
Maynard, L. A and J. K.Lossly. 1969. Animal Nutrition 6 Ed:McGraw-Hill
Book-Co,New York.
Murtidjo, B, A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas . Kanisius. Yogyakarta.
Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan Pertama. Penerbit Angkasa, Bandung.
Parrakasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.
Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition In The Tropics. Vikas Publishing Hause P and TLtd., New Delhi.
Rasyaf, M. 1997. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Kanisius. Yogyakarta.
Sklan, D dan S. Hurtwitz, 1980. Protein Digestion and Absorption In Young Chick and Turkey, J. Nutrition
SNI., 1996. Persyaratan Mutu Tepung Ikan. Dewan Standar Nasional Indonesia.
SNI- 01- 3931- 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging Masa Akhir (Broiler Finisher). Badan Standarisasi Nasioal (BSN).
Supadmo dan T. Sutardi. 1997. Penggunaan Pakan Serat Tidak Terlarut Dan Terlarut Untuk Menurunkan Lemak Dan Kolestrol Pakan Ayam Broiler. Prosiding Seminar Nasional II. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Stevie, P. K., Wardhani, R., Budi, P.J., 2009. Rancangan Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan Kapasitas 118,8 Kg/Jam. http//www. Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan.com
Tilman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S. Lepdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Vidiana, T. S., Hesti, T. W., Hakim, A. D., Hasnudi., Hutasoit, L. 2014. Utilizing The Waste of Gabus Pasir (Butis amboinensis) in Effort to Producing Economically Valuable Feed For Ducks. Faculty of Agriculture in North Sumatra University, Medan.
Wiradisastra, M. D. H. 1986. Efektifitas Keseimbangan Energi Dan Asam Amino Dan Efisiensi Absorpsi Dalam Menentukan Persyaratan Kecepatan Tumbuh Ayam Broiler. Disertasi, Institute Pertanian Bogor, Bogor.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
berlangsung selama 1 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai dengan November
2015.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan yaitu ayam broiler umur 35 hari sebanyak 36 ekor,
bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil
kedelai, tepung ikan, minyak nabati, tepung limbah ikan gabus pasir
(Butis amboinensis); top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara ad libitum, air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan
transportasi, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan
minum, formalin 40% dan KMnO4 (Kalium Permanganate) untuk fumigasi
kandang, vitamin dan suplemen tambahan seperti Vitachick, vaksin ND strain
Lasota.
Alat
Alat yang digunakan adalah kandang model panggung sebanyak 18 plot,
masing-masing dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 72 cm dan tinggi 100 cm
peralatan kandang terdiri dari 18 unit tempat pakan dan 18 unit tempat minum dan
timbangan salter digital kapasitas 3000 g untuk menimbang bobot badan ayam
sebanyak 18 buah, termometer sebagai pengukur suhu kandang. Alat pencatat data
seperti buku data, alat tulis dan kalkulator, alat pembersih kandang berupa sapu,
ember, sekop dan hand sprayer, alat lain berupa plastik, ember dan pisau.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 2
ekor ayam broiler. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:
P0 = Kontrol (Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0%)
P1 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 50% dan
tepung ikan komersil 50%
P2 = Ransum dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 100%
Dengan susunan sebagai berikut:
Tabel 3. Pengacakan Perlakuan dan Ulangan
P0U2 P2U3 P1U3 P0U3 P2U6 P1U6
P2U1 P1U2 P0U4 P2U5 P1U5 P0U5
P1U4 P0U1 P2U2 P1U1 P0U6 P2U4
Pengacakan Perlakuan dan Ulangan
Model matematik percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap non Faktorial
Yij = µ + σi + ∑ij Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum σi = Efek dari perlakuan ke-i
Parameter Penelitian
Parameter yang diamati meliputi kecernaan bahan kering, bahan organik
dan protein kasar. Perhitungan kecenaan dilakukan dengan menaggunakana
persamaan dari Schneider dan Flatt (1975) dan Rahjan (1979) dengan rumus
sebagai berikut:
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan yaitu sistem panggung, terdiri dari 18 plot,
setiap plot terdapat 2 ekor ayam broiler. Sebelum ayam broiler dimasukkan,
kandang dibersihkan dengan air dan detergen kemudian didesinfektan
menggunakan rodalon dan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4.
Kandang harus dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan.
Random Ayam Broiler
Sebelum ayam broiler dimasukkan kedalam kandang yang sudah
disediakan, terlebih dahulu dilakukan penimbangan agar bisa diketahui kisaran
bobot badan awal yang akan digunakan, kemudian dilakukan pemilihan secara
acak (random) untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada
masing-masing plot yang tersedia sebanyak 2 ekor.
Pemeliharaan Ayam Broiler
Ayam broiler yang dipelihara di dalam kandang perlakuan diberi pamanas
dan penerangan (lampu pijar 40 watt), diberi pakan sesuai dengan perlakuan dan
Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Pendahuluan penelitian dengan menggunakan tiga metode, dimana di
antara tiga metode yang dianalisis, bahan pakan yang terbaik adalah metode
pengukusan. Pembuatan tepung diawali dengan membersihkan limbah ikan gabus
pasir dengan air, kemudian ditiriskan, lalu ikan dikukus selama 15 menit ± 60ºC,
lalu dipress limbah tersebut dan diovenkan dengan suhu 60ºC selama 8 jam..
Limbah ikan gabus pasir basah (kepala, isi perut)
Dikukus pada suhu 60oC selama 15 menit
Ditiriskan
Dioven pada suhu 60oC selama 8 jam
Digrinder (penggilingan)
Disaring
Tepung limbah ikan gabus pasir
Tepung siap dijadikan bahan pakan
Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri atas jagung, dedak padi,
bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati, tepung limbah ikan gabus pasir
Bahan penyusun ransum sebaiknya ditimbang terlebih dahulu sesuai
komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap
perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara
manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya
ketengikan pada ransum.
Pengambilan Data
Ayam broiler umur 35 hari dipuasakan selama 24 jam dengan maksud
untuk menghilangkan sisa ransum sebelumnya dari pencernaan, koleksi feses
didasarkan metode Sklan dan Hurwitz (1980) yang disitir oleh Wiradisastra
(1986) dan dimodifikasi oleh Abun (2003). Dalam percobaan ini menggunakan
ayam broiler umur 35 hari sebanyak 36 ekor. Setelah ayam dipuasakan, diberi
ransum perlakuan masing-masing ayam sebanyak 100 gram dengan pemberian air
minum secara ad libitum. Setelah 14 jam, ayam disembelih dan usus besar
dikeluarkan untuk mendapatkan sampel feses, feses yang diperoleh kurang lebih
10 cm dari ileum dengan tujuan untuk menghindari adanya kontaminasi dengan
urine kemudian diikat kedua ujungnya dengan benang, sampel feses dikeringkan,
digiling dan kemudian dianalisis untuk mengetahui kandungan bahan kering ,
bahan organik, dan protein kasar, sedangkan indikator internal (lignin) dianalisis
dengan metode Van Soest (1979).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Kecernaan Bahan Kering
Kecernaan bahan kering diukur untuk mengetahui jumlah zat makanan
yang diserap tubuh yang dilakukan melalui analisis dari jumlah bahan kering, baik
dalam ransum maupun dalam feses. Selisih jumlah bahan kering yang dikonsumsi
dan jumlah yang diekskresikan adalah kecernaan bahan kering (Ranjhan, 1980).
Hasil penelitian kecernaan bahan kering ransum yang mengandung tepung limbah
ikan gabus pasir pada ayam broiler dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Rataan nilai kecernaan bahan kering ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir.
Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6
P0 77.56 75.81 76.22 75.77 75.63 78.43 76.57 B ± 1.15 P1 76.98 78.69 79.43 78.43 77.33 76.88 77.96 A ± 1.04 P2 75.63 75.21 77.33 76.65 76.44 76.29 76.26 B ± 0.75 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0.01)
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan bahan kering ransum
hasil penelitian untuk perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 76.57%;
77.96%; dan 76.26%. Rataan kecernaan bahan kering ransum tertinggi pada
perlakuan P1 sebesar 77.96% dan terendah pada perlakuan P2 sebesar 76.26%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah ikan
gabus pasir dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0.01) terhadap
kecernaan bahan kering ransum.
Uji lanjut Duncan menujukkan bahwa perlakuan P1 memberikan pengaruh
nyata (P<0.01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P2. Rendahnya
metabolisme perlakuan P2 yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan P1 sehingga
menyebabkan ayam mengkonsumsi ransum lebih sedikit karena energinya telah
tercukupi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995) yang menjelaskan
faktor yang mempengaruhi kecernaan ransum antara lain konsumsi ransum,
konsumsi ransum yang tinggi akan menyebabkan kecernaan yang tinggi pula dan
begitu juga sebaliknya konsumsi ransum yang rendah akan menyebabkan
kecernaan menjadi rendah
Pada perlakuan P1 memiliki nilai kecernaan bahan kering tertinggi bila
dibandingkan dengan P0 dan P2. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya
kandungan bahan kering yang dicerna berhubungan dengan banyaknya pula
kandungan nutrien yang terserap. Semakin tinggi nilai kecernaan bahan kering
ransum menggambarkan bahwa kualitasnya baik sehingga mudah dicerna dan
diserap oleh ayam broiler. Kearl (1982) mengembangkan bahwa konsumsi nilai
kecernaan bahan kering bergantung pada konsumsi, kandungan energi metabolis,
dan kandungan serat kasar dalam ransum. Anggorodi (1994) juga menjelaskan
faktor yang berpengaruh terhadap daya cerna diantaranya bentuk fisik pakan,
komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan nutrient lainnya. Pada
penelitian ini semua perlakuan memiliki bentuk fisik yang sama yaitu halus, akan
tetapi komposisi dan perbandingan nutriennya berbeda karena persentase tiap
bahan pakan yang digunakan berbeda.
Pengukuran Kecernaan Bahan Organik
Kecernaan bahan organik suatu pakan menunjukkan kualitas dari pakan
organik ransum yang menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir pada ayam
broiler dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Rataan nilai kecernaan bahan organik ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir.
Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6
P0 77.84 76.21 76.70 76.28 76.21 78.89 77.02 B ± 1.11 P1 77.38 79.19 80.04 78.73 77.70 77.44 78.41 A ± 1.08 P2 76.21 75.70 77.71 77.21 77.00 76.69 76.75 B ± 0.72 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0.01)
Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat rataan kecernaan bahan
organik tertinggi yang diperoleh dari penelitian dicapai oleh P1 (ransum dengan
tepung limbah ikan gabus pasir sebesar 50% dan tepung komersil 50%) yaitu
78.41% dan yang terendah P2 (tepung limbah ikan gabus pasir sebesar 100%)
dengan 76.75%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan
tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata
(P<0.01) terhadap kecernaan bahan organik ransum.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P1 memberikan
pengaruh nyata (P<0.01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P2 dan
P0. Rendahnya kecernaan bahan organik pada perlakuan P2 disebabkan oleh
rendahnya kecernaan bahan kering pada perlakuan tersebut. Hal ini sejalan
dengan prinsip perhitungan bahan organik dari analisis proksimat, dimana
semakin rendah persentase bahan kering maka akan diikuti pula oleh penurunan
persentase bahan organik (Bautrif, 1990).
Peningkatan kecernaan bahan kering selalu diiringi dengan meningkatnya
kecernaan bahan organik pakan. Dari hasil penelitian terbukti bahwa kecernaan
Sutardi (1980) melaporkan bahwa peningkatan kecernaan bahan organik sejalan
dengan meningkatnya kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen
bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan berpengaruh juga
terhadap tinggi rendahnya bahan organik.
Pengukuran Kecernaan Protein Kasar
Protein merupakan salah satu diantara zat-zat makanan yang mutlak
dibutuhkan ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi
(Parakkasi, 1999). Data hasil penelitian kecernaan protein kasar ransum yang
mengandung tepung ikan gabus pasir pada ayam broiler dapat dilihat pada tabel 6
dibawah ini.
Tabel 6. Rataan nilai kecernaan protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir.
Perlakuan Ulangan Rata-rata ± SD
1 2 3 4 5 6
P0 83.94 82.69 84.35 86.13 85.04 84.99 84.52 AB ± 1.17 P1 85.53 85.78 86.35 85.66 86.67 84.88 85.81 A ± 0.63 P2 83.05 85.44 83.02 86.63 82.10 82.48 83.79 B ± 1.82 Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0.01)
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan kecernaan protein kasar ransum
hasil penelitian untuk perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 84.52%;
85.81%; dan 83.79%. Rataan kecernaan protein kasar ransum tertinggi pada
perlakuan P1 sebesar 85.81% dan terendah pada perlakuan P2 sebesar 83.79%.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung limbah ikan gabus pasir
terhadap kecernaan protein kasar ransum, maka dilakukan analisis sidik ragam.
gabus pasir dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0.01) terhadap
kecernaan protein kasar ransum.
Kecernaan protein dalam penelitian ini berkisar antara 85.81%–83.79%.
Angka kecernaan protein ini masih berada pada kisaran kecernaan protein broiler
di daerah tropis yang berkisar 60 – 85% (Blair et al., 1990). Perbedaan kecernaan
protein kasar pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kandungan protein bahan pakan, kandungan protein yang masuk dalam saluran
pencernaan serta jumlah konsumsi ransum. Menurut Maynard et al., (1979)
bahwa daya cerna dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam ransum
dan jumlah ransum yang dikonsumsinya. Ranjhan (1980) menambahkan bahwa
kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum.
Kecernaan protein ransum juga mengikuti pola kecernaan bahan kering
ransum dalam penelitian ini, dimana perlakuan P1 menunjukkan angka kecernaan
yang nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Nilai kecernaan
protein berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering ransum, dimana nilai
kecernaan protein berbanding lurus dengan kecernaan bahan kering ransum atau
sebaliknya.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rekapitulasi hasil penelitian dari kecernaan bahan kering, kecernaan
bahan organik, dan kecernaan protein kasar ransum dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Peubah Perlakuan
P0 P1 P2
Berdasarkan tampilan data pada tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan
kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar pada perlakuan P1 nyata
(P<0.01) lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan P0 dan P2. Hal ini berarti
penggunaan tepung limbah ikan gabus pasir dapat mensubtitusi tepung ikan
komersil dalam ransum untuk ayam broiler sampai level penggunaan 50% dan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecernaan bahan kering ransum,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) dapat menggantikan
tepung ikan komersil sebagai campuran didalam pembuatan ransum hingga 50%
dalam meningkatkan nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein
kasar pada ayam broiler.
Saran
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir dalam ransum untuk peternak
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau
betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai
penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Broiler memiliki kelebihan
dan kelemahan, kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar,
bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap ransum cukup tinggi,
sehingga sebagian besar dalam ransum diubah menjadi daging dan pertambahan
bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah memerlukan
pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi
penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).
Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya
pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan
dan bobot badan yang sangat cepat dan dapat mencapai bobot hidup 1,4-1,6 Kg.
Secara umum broiler dapat memenuhi selera konsumen atau masyarakat, selain
daripada itu broiler lebih dapat terjangkau masyarakat karena harganya relatif
murah (Rasyaf, 2003).
Kebutuhan Nutrisi Broiler
Untuk keperluan hidup dan produksi, ayam membutuhkan sejumlah
nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf,1997). Kartadisastra (1994)
menyatakan bahwa jumlah ransum yang diberikan sangat bergantung dari jenis
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan genetik dan
lingkungan tempat ternak itu dipelihara.
Kebutuhan zat nutrient broiler pada fase yang berbeda tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan nutrisi broiler
No Jenis Nutrisi Fase
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis)
Ikan gabus pasir (Butis amboinensis) merupakan ikan predator
(pemangsa), ikan ini mencari makanan sebagian besar pada malam hari dengan
pola samar untuk membantu ikan tersebut berbaur dengan lingkungan untuk
mendapatkan mangsa. Ikan ini juga dapat meringankan dan menggelapkan
pewarnaan tubuh, memiliki kebiasaan menyelaraskan diri dengan permukaan
padat baik horizontal, vertikal atau terbalik dan sering berenang di posisi terbalik.
Spesies ikan ini mendiami pesisir sungai, muara dan hutan bakau di New Guinea
telah tercatat 300 kilometer ke arah hulu dari muara sungai ikan gabus pasir
ditemukan di atas lumpur berpasir (Allen, 1991).
Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut;
Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis amoinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar, badan 5-5, 5 kali lebih pendek dari panjang standart, 6-7 kali lebih pendek dari
bersisik, tidak ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan
tidak membesar, tipe ekor membulat (Gultom, 2010).
Limbah ikan gabus pasir terdiri atas kepala, isi perut. Limbah ikan gabus
pasir diolah menjadi tepung dengan cara dipanaskan (cooking), dipressing, dioven
dan digrinder menjadi tepung ikan. Tepung ikan mengadung protein yang tinggi
dan dapat meingkatkan produksi dan nilai gizi telur dan daging
(Stevie et al., 2009).
Tabel 2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir
Jenis Nutrisi Kandungan
Gross Energi (K.cal/g) 3,6341a
Kadar air (%) 7,17b
Protein kasar (%) 53,59b
Lemak kasar (%) 4,32b
Bahan kering (%) 92,82b
Abu (%) 21,85b
Kalsium (%) 5,86b
Posfor (%) 0,026b
Sumber: aLaboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dan bLaboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2014).
Kandungan nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir yang terbaik adalah
dengan metode pengukusan. Nilai nutrisi dengan metode pengukusan dapat dilihat
pada tabel 2. Hasil ini sudah sesuai dengan standar SNI (1996) nilai nutrisi tepung
ikan gabus pasir dengan metode pengukusan termasuk kriteria kualitas sedang
(Vidiana et al., 2014). Menurut SNI (1996) sedang standar persyaratan mutu tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung komponen-komponen yaitu Air
10 %, lemak 8 %, protein 65%, abu 20 %, serat kasar 1,5 % sedangkan standar
persyaratan mutu tepung ikan yang berkualitas rendah yaitu air 12 %, lemak 12%,
Sistem Pencernaan Ayam
Sistem pencernaan merupakan sistem yang terdiri dari saluran pencernaan
dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam proses perombakan bahan
makanan, baik secara fisik, maupun kimia menjadi zat-zat makanan yang siap
diserap oleh dinding saluran pencernaan (Parakkasi, 1990). Menurut Anggorodi
(1994) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan
dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh
jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai
tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran
pencernaan adalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan
sisa makanan sebagai tinja (Tillman et al., 1991).
Unggas khususnya ayam broiler mempunyai saluran pencernaan yang
sederhana karena unggas merupakan hewan monogastrik (berlambung tunggal).
Saluran-saluran pencernaan pada ayam broiler terdiri dari mulut, esophagus,
proventriculus, usus halus, ceca, usus besar, dan kloaka
(Blakely dan Bade, 1998).
Dinyatakan oleh Tillman et al., (1991) bahwa:
a) Pada ayam tidak terjadi proses pengunyahan dalam mulut karena ayam tidak
mempunyai gigi, tetapi di dalam ventrikulus terjadi fungsi yang mirip dengan
gigi yaitu penghancuran makanan.
b) Lambung yang menghasilkan asam lambung (HCl) dan dua enzim pepsin dan
rennin merupakan ruang yang sederhana yang berfungsi sebagai tempat
c) Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus halus, disini terjadi
pemecahan zat-zat pakan menjadi bentuk yang sederhana, dan hasil
pemecahannya disalurkan ke dalam aliran darah melalui gerakan peristaltik di
dalam usus halus terjadi penyerapan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
tubuh.
d) Absorpsi hasil pencernaan makanan terjadi sebagian besar di dalam usus
halus, sebagian bahan-bahan yang tidak diserap dan tidak tercerna dalam usus
halus masuk ke dalam usus besar.
Kecernaan
Menurut Tillman et al., (1998) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau
jumlah proporsional zat-zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh. Zat
makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak dapat
dicerna dan tidak diperlukan (Cullison, 1978). Kecernaan dapat dipengaruhi oleh
tingkat pemberian ransum, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan,
defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan
pakan dan gangguan saluran pencernaan (Chruch and Pond, 1988). Dinyatakan
oleh Anggorodi (1994) yang mempengaruhi daya cerna adalah suhu, laju
perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi
ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya. Jenis
kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan
asam-asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate et al., 1993).
Kecernaan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menilai suatu
bahan pakan ternak (Edey, 1983). Selanjutnya dinyatakan bahwa: 1) Semakin
diserap. 2) Tingginya kandungan zat-zat makanan, jika nilai kecernaannya rendah
maka tidak akan ada gunanya. 3) Untuk mengetahui seberapa besar zat-zat yang
dikandung makanan ternak yang dapat diserap untuk kebutuhan pokok,
pertumbuhan dan produksi.
Prinsip penentuan kecernaan zat-zat makanan adalah menghitung
banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat
makanan yang dikeluarkan melalui feses (Ranjhan, 1980).
Tingkat kecernaan/daya cerna suatu ransum menggambarkan besarnya
zat-zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses
hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi
(Ginting, 1992).
Untuk mengukur kecernaan pada unggas dibutuhakan teknik khusus
karena feses dan urin dikeluarkan secara bersamaan sehingga menyebabkan
bercampurnya N-Urindan feses (Maynard dan Loosli, 1979).
Metode yang digunakan untuk menilai kecernaan yaitu metode
konvensional atau total collecting methods, yang terdiri dari periode pendahuluan
selama 4-10 hari dengan tujuan membiasakan ternak pada ransum dan keadaan
lingkungan sekitarnya dan menghilangkan sisa-sisa makanan sebelum perlakuan
(Church dan Pond, 1988). Sedangkan periode koleksi feses dilakukan selama 5-15
hari, dengan waktu koleksi 24 jam (Tillman et al., 1998). Metode lainnya yaitu
metode kuantitatif (metode indikator) yaitu menambahkan indikator dalam
ransum yang tidak dicerna (Cheeke, 1982).
Metode pembunuhan terhadap ayam broiler untuk koleksi sampel dari
sampel dari usus besar dilakukan dengan asumsi bahwa pencernaan dan
penyerapan telah terjadi pada usus halus dan tidak terjadi lagi pada usus besar.
Sejalan dengan pendapat Bielorai et al., (1973), penyerapan zat-zat makanan
terjadi di dalam usus halus. Metode pengambilan sampel dari usus besar lebih
akurat (Doeschate et al., 1993). Metode kuantitatif ini terdiri dari dua periode
yaitu periode adaptasi dan periode pengambilan sampel.
Kecernaan Bahan Kering
Bahan kering adalah suatu bahan pakan yang dipanaskan dalam oven pada
temperatur 105°C dengan pemanasan yang terus menerus sampai berat bahan
pakan tersebut konstan (Tillman et al., 1998). Kualitas dan kuantitas bahan kering
tersebu harus diketahui untuk meningkatkan kecernaan bahan pakan tersebut.
Pada kondisi normal, konsumsi bahan kering dijadikan ukuran konsumsi ternak,
konsumsi bahan kering bergantung pada banyaknya faktor, diantaranya adalah
kecernaan bahan kering pakan, kandungan energi metabolisme pakan dan
kandungan serat kasar pakan. Kecernaan bahan kering diukur untuk mengetahui
jumlah zat makanan yang diserap tubuh yang dilakukan melalui analisis dari
jumlah bahan kering, baik dalam ransum maupun dalam feses. Selisih jumlah
bahan kering yang dikonsumsi dan jumlah yang diekskresikan adalah kecernaan
bahan kering (Ranjhan, 1980).
Menurut Tillman et al., (1998) bahan kering terdiri dari bahan organik
yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta bahan anorganik yaitu mineral.
Kandungan bahan kering dalam suatu bahan pakan mempengaruhi nilai gizi.
Semakin tinggi kandungan bahan keringnya, maka nilai gizi bahan pakan tersebut
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum
adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat
protein ransum, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994).
Kecernaan Bahan Organik
Menurut Parrakasi (1999) bahwa bahan organik merupakan bahan kering
yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam
rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi
bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi
kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat,
protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan
tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses
pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang
mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan
mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan
kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan
organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan
bahan organik menurun atau sebaliknya.
Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas
pakan tersebut (Supadmo dan Sutardi, 1997). Kecernaan ransum mempengaruhi
konsumsi ransum, dimana kecernaan ransum yang rendah dapat meningkatkan
konsumsi ransum. Hal ini dikarenakan laju digesta saluran pencernaan akan
semakin cepat dan ransum akan cepat keluar dari saluran pencernaan
Kecernaan Protein Kasar
Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein didalam
ransum. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai
kecernaan yang rendah pula sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein
tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang
masuk dalam saluran pencernaan (Tillman et al., 1991).
Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya mempunyai
kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein
tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang
masuk dalam saluran pencernaan (Parakkasi, 1990).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan peternakan mempunyai peranan penting dalam upaya
mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat. Sejalan dengan perkembangan
penduduk dan tingginya kebutuhan serta kesadaran akan gizi makanan, serta
dengan permintaan akan daging ayam pedaging untuk memenuhi kebutuhan
protein bagi masyarakat cenderung meningkat. Oleh sebab itu, usaha peternakan
ayam pedaging merupakan salah satu usaha yang cukup potensial untuk
dikembangkan.
Pakan merupakan hal yang sangat penting dalam dunia ternak ayam
pedaging baik secara intensif maupun semi intensif. Ketersediaan pakan yang
cukup, berkualitas, berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan budidaya
ternak. Biaya pakan pada pemeliharaan ayam mencapai hampir 70% dari biaya
produksi, menurut Anggorodi apabila dilihat lebih mendalam, penyebab tingginya
biaya produksi adalah biaya ransum yang sangat mendominasi yaitu 60-70%.
Cara yang dapat dilakukan untuk menekan biaya pakan ini, salah satunya adalah
dengan menggunakan bahan pakan lokal. Salah satu bahan pakan lokal yang dapat
dijadikan sebagai bahan pakan adalah tepung limbah ikan gabus pasir
(butis amboinensis).
Ikan gabus pasir banyak terdapat didaerah Sumatera Utara khususnya
Medan Belawan yang berada di Jalan Gabion, Kec. Medan Belawan bertempat
TPI (Tempat Pelelangan Ikan) KUD (Koperasi Unit Desa). Tepung ikan
merupakan bahan makanan yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna, dan
Limbah ikan gabus pasir dapat dijadikan bahan pakan karena
mengandung protein yang sangat tinggi dan dapat diolah menjadi tepung untuk
menjadi pakan ternak yang bernilai ekonomis dan murah. Sehingga dapat
digunakan untuk menggantikan tepung komersil yang biasanya digunakan sebagai
bahan pakan sumber protein dalam ransum ternak yang biayanya relatif mahal.
Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan dari tinggi
rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Apabila kecernaannya rendah
maka nilai manfaatnya rendah pula sebaliknya apabila kecernaannya tinggi maka
nilai manfaatnya tinggi pula. Upaya pemanfaatan limbah ikan gabus pasir akan
bernilai guna apabila diketahui nilai kecernaannya.
Pengukuran nilai kecernaan suatu pada dasarnya adalah suatu usaha untuk
menentukan jumlah zat yang dapat diserap oleh saluran pencernaan, dengan
mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah makanan yang
dikeluarkan melalui feses. Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan
melakukan penelitian mengenai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan
protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir
(butis amboinensis) sebagai substituti tepung ikan pada ayam broiler.
Tujuan Penelitian
Mengetahui nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar
ransum yang mengandung tepung limbah ikan gabus pasir (butis amboinensis)
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung limbah ikan gabus pasir (Butis amboinensis) sebagai
substitusi tepung ikan pada ransum broiler dapat meningkatkan kecernaan bahan
kering, bahan organik, dan protein kasar dalam ransum broiler.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
peternak ayam broiler dan masyarakat tentang nilai kecernaan bahan kering,
bahan organik, dan protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan
gabus pasir (butis amboinensis) sebagai substitusi tepung ikan pada broiler.
Kegunaan dari penelitian ini juga sebagai bahan penulisan skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Program Studi
ABSTRAK
RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan Pada Broiler”, dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan SAYED UMAR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar ransum yang mengandung limbah tepung ikan gabus pasir. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan Oktober sampai dengan November 2015. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2 ekor broiler. Perlakuan terdiri atas P0= kontrol, P1= tepung limbah ikan gabus pasir 50% dan komersil 50%, P2= tepung limbah ikan gabus pasir 100%.
Hasil Penelitan ini menunjukkan rataan kecernaan bahan kering (%) secara berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, dan P2 sebesar ; (77.96, 76.57, dan 76.26). Kecernaan bahan organik ; (78.41, 77.02, dan 76.75). Kecernaan protein kasar; (85.81, 84.52, dan 83.79). uji statistik penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar. Kesimpulannya bahwa tepung limbah ikan gabus pasir pada ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar.
ABSTRACT
RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Digestibility Of Dry Matter, Organic Matter, And Crude Protein The Rations Which Contain Of Gabus Pasir Waste Meal As A Substitute For Fish Meal In Broiler”. Supervised by TRI HESTI WAHYUNI and SAYED UMAR.
This study aims to determine value of the effect of gabus pasir (Butis amboinensis) waste fish meal on digestibility of dry matter, organic matter, and crude protein the rations which contain of gabus pasir waste meal. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara from October to November 2015. The design used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications, each replication consisted of 2 Broiler. Threatments were consisted of P0 = control, P1 = gabus pasir waste meal 50% and 50% commercial fish meal, P2 = gabus pasir waste meal 100%.
The result showed the average dry matter digestibility (%) for the threatments of P0, P1, and P2 were (77.96, 76.57, and 76.26 respectively). Organic matter digestibility (%) (78.41, 77.02, and 76.75 respectively). Digestibility of crude protein (%) ; (85.81, 84.52, and 83.79 respectively). Test statistic the result show that the treatment with used gabus pasir waste fish meal had high significant (P<0.01) effect on the dry matter, organic matter and crude protein digestibility. The conclusion of this research that waste of gabus pasir meal in rations can improve dry matter, organic matter and crude protein digestibility.
Keywords : the waste of gabus pasir meal, digestibility, broiler
KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN
PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG
LIMBAH IKAN GABUS PASIR (
Butis amboinensis
)
SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN
PADA BROILER
SKRIPSI
Oleh :
RAHMAYANTI BOANGMANALU 110306055
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KECERNAAN BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN
PROTEIN KASAR RANSUM YANG MENGANDUNG TEPUNG
LIMBAH IKAN GABUS PASIR (
Butis amboinensis
)
SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG IKAN
PADA BROILER
SKRIPSI
Oleh :
RAHMAYANTI BOANGMANALU 110306055
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) sebagai Substituti Tepung Ikan pada Broiler
Nama : Rahmayanti Boangmanalu NIM : 110306055
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Dan Protein Kasar Ransum Yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Sebagai Substitusi Tepung Ikan Pada Broiler”, dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan SAYED UMAR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, dan protein kasar ransum yang mengandung limbah tepung ikan gabus pasir. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dari bulan Oktober sampai dengan November 2015. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2 ekor broiler. Perlakuan terdiri atas P0= kontrol, P1= tepung limbah ikan gabus pasir 50% dan komersil 50%, P2= tepung limbah ikan gabus pasir 100%.
Hasil Penelitan ini menunjukkan rataan kecernaan bahan kering (%) secara berturut-turut untuk perlakuan P0, P1, dan P2 sebesar ; (77.96, 76.57, dan 76.26). Kecernaan bahan organik ; (78.41, 77.02, dan 76.75). Kecernaan protein kasar; (85.81, 84.52, dan 83.79). uji statistik penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan tepung limbah ikan gabus pasir memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar. Kesimpulannya bahwa tepung limbah ikan gabus pasir pada ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar.
ABSTRACT
RAHMAYANTI BOANGMANALU, 2016: “Digestibility Of Dry Matter, Organic Matter, And Crude Protein The Rations Which Contain Of Gabus Pasir Waste Meal As A Substitute For Fish Meal In Broiler”. Supervised by TRI HESTI WAHYUNI and SAYED UMAR.
This study aims to determine value of the effect of gabus pasir (Butis amboinensis) waste fish meal on digestibility of dry matter, organic matter, and crude protein the rations which contain of gabus pasir waste meal. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara from October to November 2015. The design used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications, each replication consisted of 2 Broiler. Threatments were consisted of P0 = control, P1 = gabus pasir waste meal 50% and 50% commercial fish meal, P2 = gabus pasir waste meal 100%.
The result showed the average dry matter digestibility (%) for the threatments of P0, P1, and P2 were (77.96, 76.57, and 76.26 respectively). Organic matter digestibility (%) (78.41, 77.02, and 76.75 respectively). Digestibility of crude protein (%) ; (85.81, 84.52, and 83.79 respectively). Test statistic the result show that the treatment with used gabus pasir waste fish meal had high significant (P<0.01) effect on the dry matter, organic matter and crude protein digestibility. The conclusion of this research that waste of gabus pasir meal in rations can improve dry matter, organic matter and crude protein digestibility.
Keywords : the waste of gabus pasir meal, digestibility, broiler
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gurusinga, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 04 Maret 1993 dari Bapak Paingot
Boangmanalu dan Ibu Rabinah Manik dan penulis merupakan anak ketiga dari
tujuh bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Salak dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian
Masuk Bersama (UMB) dan memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET) dan Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan
(HIMMIP).
Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada bulan
Juli-Agustus 2014 di Loka Penelitian Kambing Potong (Lolit Kambing) Desa Sei
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, dan
Protein Kasar Ransum yang Mengandung Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir
(Butis amboinensis) sebagai Substitusi Tepung Ikan pada Broiler”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis atas doa, semangat dan pengorbanan materil
maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan
Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat
terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
civitas akademika di Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian serta rekan
mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
DAFTAR ISI
Pembuatan Tepung Limbah Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) ... 16
Penyusunan ransum ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Kecernaan Bahan Kering ... 18
Pengukuran Kecernaan Bahan Organik ... 19
Pengukuran Kecernaan Protein Kasar ... 20
DAFTAR TABEL
No Hal
1. Kebutuhan Nutrisi Broiler ... 5
2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir ... 6
3. Pengacakan dan perlakuan ulangan ... 14
4. Rataan Kecernaan Bahan Kering ... 18
5. Rataan Kecernaan Bahan Organik ... 19
6. Rataan Kecernaan Protein Kasar... 21
7. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Formulasi ransum ... 28
2. Rataan kecernaan bahan kering ayam broiler ... 29
3. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan kering ... 29
4. Uji Duncan Kecernaan bahan kering ... 29
5. Rataan kecernaan bahan organik ayam broiler ... 29
6. Analisis Sidik ragam kecernaan bahan organik ... 29
7. Uji Duncan Kecernaan bahan organik ... 29
8. Rataan kecernaan protein kasar ayam broiler ... 30
9. Analisis Sidik ragam kecernaan protein kasar ... 30