GALERI WAYANG KULIT KI ANOM SUROTO
DI SURAKARTA
Andreas Ariandra Herlambang
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta
email : reandesign93@gmail.com
ABSTRAK
Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto merupakan sebuah galeri seni yang berusaha mengenalkan seni pewayangan secara umum dan sosok ki Anom Suroto beserta karya-karyanya kepada para para pengunjung. Ki Anom Suroto adalah seorang dalang yang berasal dari Kota Surakarta yang cukup dikenal dikalangan para pedalang dan masyarakat Kota Surakarta. Banyak karya-karya yang dihasilkan olehnya yang sudah dipentaskan diluar negeri dan mendapat pengakuan dari berbagai pihak.
Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto diadakan dengan tujuan agar dapat menjadi media pembelajaran bagi para pelajar dan menarik minat para wisatawan baik domestik maupun asing untuk mengenal kesenian tradisional masyarakat Jawa, yaitu Wayang Kulit. Selain itu, diharapkan warga Kota Solo sendiri dapat semakin mengenal dan menghargai seniman lokalnya yang sudah mendunia.
Galeri ini memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh galeri lain. Yang pertama adalah desainnya merepresentasikan nilai keutamaan yang terkandung dalam singgat lakon Semar Maneges karya Ki Anom Suroto. Ada 5 nilai utama yang dapat ditemukan pada lakon ini, yaitu ketegasan, keuletan, keberanian, fokus dan konsisten serta peercaya diri. Semua nilai-nilai ini ditransformasikan pada desain dalam bentuk pos-pos yang dapat dinikmati secara linear dari pos 1 ke pos berikutnya. Yang kedua adalah sitenya terletak dekat dengan stasiun Purwosari dan dekat dengan Batik Solo trans, sehingga aksesnya sangat mudah.
Galeri ini menggunakan pendekatan arsitektur neo vernakular. Arsitektur neo vernakular merupakan salah satu gaya dari aliran Post-modern yang dikemukakan
oleh Charles Jencks dalam bukunya Language of Post-modern Architecture. Gaya
lain yang termasuk dalam aliran post-modern selain Arsitektur neo vernakular adalah
straight revivalism, adhocism + urbanist = contextual, methaphor and methaphisics dan postmodern. Asitektur neo vernakular merupakan bentuk baru dari arsitektur vernakular yang menjunjung tinggi nilai lokalitas yang disesuaikan dengan perkembangan dalam dunia arsitektur. Dengan kata lain merupakan arsitektur yang tidak menekankan kepada lokalitas yang ada secara murni, namun mengangkat nilai ekspresi visual lokal yang ditampilkan dalam bentuk yang baru.
Pendahuluan
Latar Belakang Pengadaan Proyek Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah dimulai pada tahun 2016 membuka pintu bagi
arus globalisasi untuk menerpa
berbagai lini kehidupan di masyarakat, salah satunya adalah budaya. Wayang Kulit yang termasuk satu dari sekian
banyak budaya nusantara yang
adiluhungpun ikut terancam
kehilangan eksistensinya di belantika
kesenian tradisional Indonesia.
Wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat
dimanfaatkan untuk memerankan
tokoh dalam pertunjukan drama
tradisional, biasanya dimainkan oleh
seseorang yang disebut dalang1.
Sedangkan wayang kulit purwa adalah wayang yang terbuat dari kulit dengan cerita yang bersumber dari kitab Mahabharata dan Ramayana. Seni wayang kulit mengandung banyak
nilai–nilai filosofis kebudayaan lokal,
norma kesopanan dan tata krama yang merupakan jati diri masyarakat Jawa. Wayang Kulit yang banyak digemari oleh kalangan asing ini layaknya peribahasa hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Seolah wayang kulit lebih dihargai di negeri orang, namun kurang tersambut di negeri sendiri.
Hal inilah yang menjadi
keprihatinan Ki Anom Suroto, seorang dalang dari Kota Surakarta yang sudah memulai kiprahnya sejak tahun 1968
hingga sekarang. Dalang yang
mendapat gelar KRT. Lebdonagoro
1Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta : Balai Pustaka,1991)
dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ini sudah banyak malang melintang di berbagai negara berkat
kepiawaiannya dalam seni
menggerakkan wayang kulit. Banyak sanggit lakon pewayangan maupun
tembang–tembang pengiring seni
pewayangan telah lahir dari karyanya, namun tidak banyak orang yang mengenal beliau sekarang ini kecuali
orang–orang yang memang tertarik
pada seni pewayangan ini. Beberapa karyanya yang paling terkenal baik
dalam skala nasional maupun
internasional diantaranya adalah
Kresna Datu, Semar Maneges, Gandamana Lahir, Basudewa Kembar dan Wahyu Sri Cemani.
Dari beberapa singgat lakon
tersebut, yang paling banyak digemari
oleh penonton adalah lakon Semar
Maneges. Lakon ini mendapat tempat tersendiri di hati para penikmat seni pewayangan sebab memiliki banyak nilai filosofi budaya Jawa yang cukup kental, diantaranya adalah perjuangan Semar, abdi dari para Pandawa yang memperjuangkan hak dari Arjuna yang
nyaris kehilangan pusakanya, Aji
Gineng Sukawedha akibat ulah
konspirasi tingkat tinggi yang
dilakukan oleh Bathara Guru dan
Bathari Durga. Lakon ini
menunjukkan nilai-nilai yang harus
dimiliki seseorang agar dapat
mencapai keberhasilan dalam
berani menggugat para dewa untuk mengembalikan apa yang memang
seharusnya menjadi hak Arjuna,
tuannya. Hal ini yang
melatarbelakangi penulis untuk
mendesain suatu tempat yang mampu secara lebih dalam melestarikan dan mengenalkan sosok Ki Anom Suroto
dan karya–karyanya beserta seni
wayang kulit dalam bentuk galeri
sambil nguri–uri kebudayaan Jawa.
Latar Belakang Pemasalahan
Dalam mendesain galeri yang memberi ruang bagi kegiatan pameran dan workshop ini permasalahan yang
muncul adalah bagaimana dapat
mewujudkan bangunan yang dapat mengenalkan nilai keutamaan dalam
lakon Semar Maneges kepada para
pengunjung. Contohnya, bagaimana Semar dapat berhasil merebut kembali Aji Gineng Sukawedha dari tangan Bathara Guru sang pemimpin dewa-dewa, apa saja tantangan yang dihadapi Semar dan bagaimana ia menghadapi semua tantangan tersebut apa saja hal-hal penting yang harus dimiliki agar dapat berhasil menggapai sesuatu seperti Semar.
Selain itu, rancangan tak hanya harus merepresentasikan nilai-nilai keutamaan dalam lakon Semar Maneges, namun juga harus memiliki karakter lokalitas setempat. Rancangan harus menjadi jembatan antara budaya
dan perkembangan dalam dunia
arsitektural. Oleh sebab itu, tuntutan
desain berusaha dijawab dengan
menggunakan pendekatan arsitektur neo vernakular. Arsitektur neo vernakular dipilih sebab langgam ini tidak hanya memperhatikan nilai-nilai lokalitas yang berkembang disuatu tempat, namun juga memadukannya
secara fleksibel dengan perkembangan dalam dunia arsitektur. Arsitektur ini
merupakan pembaharuan dari
arsitektur vernakular yang artinya berusaha mengangkat nilai lokalitas
yang berkembang di masyarakat
dengan bentuk dan fungsi yang baru yang lebih modern dan menarik sehingga tidak terikat pada nilai itu sendiri.
Rumusan masalah
Bagaimana landasan konseptual rancangan Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto di Surakarta yang
merepresentasikan nilai–nilai
keutamaan dalam singgat lakon Semar
Maneges karya Ki Anom Suroto melalui pengolahan tata ruang dan tata rupa dengan pendekatan arsitektur neo vernakular ?
Tujuan dan Sasaran Tujuan
Mewujudkan landasan
konseptual rancangan Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto di Surakarta
yang merepresentasikan nilai–nilai
keutamaan dalam singgat lakon Semar
Maneges karya Ki Anom Suroto melalui pengolahan tata ruang dan tata rupa dengan pendekatan arsitektur neo vernakular yang kental dengan nilai
budaya lokal namun mengikuti
perkembangan zaman.
Sasaran
1. Menggali nilai-nilai keutamaan
yang terkandung dalam lakon Semar Maneges untuk diterapkan pada perancangan dan perencanaan galeri.
2. Mengolah tata ruang, tata masa dan
3. Mengkaji pendekatan arsitektur neo vernakular yang sesuai dengan
kebutuhan perancangan dan
perencanaan galeri.
4. Mengaplikasikan prinsip–prinsip
arsitektur neo vernakular pada desain Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto. Hal ini terkait pada pemilihan material yang akan disintesiskan dengan unsur-unsur lokal yang ada sehingga tercapai
rancangan yang baru namun
memiliki jati diri lokal.
5. Mengkaji unsur-unsur yang
menopang pagelaran wayang kulit modern dalam beberapa unsur
seperti tata panggung, lighting,
multimedia dan teknologi yang digunakan.
Pengertan Galeri
Galeri merupakan sebuah
tempat yang digunakan untuk
memamerkan karya seni baik berupa
lukisan, fashion, barang antik dan
lain–lain yang bisa dimiliki oleh
pemerintah, organisasi maupun
pribadi.
Galeri memiliki beberapa definisi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Galeri adalah ruangan atau gedung
tempat untuk memamerkan benda
atau karya seni2.
2. Sebuah ruang yang digunakan
untuk menyajikan hasil karya seni, sebuah area memajang aktivitas
publik yang kadang kala
2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasio al. Ka us Besar Bahasa I do esia,
http://kbbi.web.id/galeri (akses tanggal 12 Januari 2016).
digunakan untuk keperluan
khusus3.
3. Galeri adalah sebuah ruang
kosong yang digunakan untuk
pameran kesenian4.
Tujuan Galeri
Galeri merupakan tempat yang digunakan untuk memarkan suatu karya seni. Galeri tidaklah sama
dengan museum. Jika museum
memamerkan benda yang harus
memiliki nilai estetika dan sejarah yang tinggi dan tidak boleh melakukan transaksi jual beli di dalam museum, lain halnya dengan galeri. Galeri dipandang lebih fleksibel. Dalam memamerkan karya, tak semua obyek harus memiliki nilai historis yang tinggi dan peserta boleh melakukan
transaksi di dalamnya. Artinya,
museum adalah bagian dari galeri, namun galeri bukan selalu museum.
Menurut Kepala Kantor
Wilayah Perdagangan (Kakanwil),
tujuan adanya galeri adalah untuk memberikan informasi tentang benda dan hasil karya seni, baik yang berasal dari karya seniman maupun produk industri kepada pengunjung atau konsumen dengan cara memajang atau memamerkan barang-barang tersebut ke dalam suatu pameran sehingga diharapkan mampu menjangkau pasar yang lebih luas dan dapat juga
membantu seniman yang belum
mampu menggelar pameran tunggal.
Persyaratan Ruang Pameran Galeri
Menurut Neufert5, ruang
pameran pada galeri sebagai tempat untuk memamerkan atau menampilkan karya seni harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
1. Terlindung dari kerusakan,
pencurian, kelembaban,
kekeringan, cahaya matahari
langsung dan debu.
2. Pencahayaan yang cukup.
3. Penghawaan yang baik dan
kondisi ruang yang stabil.
4. Tampilan display dibuat
semenarik mungkin dan dapat dilihat dengan mudah.
Pengertian Wayang Kulit
Wayang adalah salah satu seni tradisional bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya ini
sangat menarik sebab meliputi
berbagai cabang seni lainnya seperti seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat dan juga seni perlambang. Budaya wayang yang terus berkembang dari zaman ke zaman juga merupakan
media penerangan, dakwah,
pendidikan, pemahaman filsafat serta hiburan bagi masyarakat di semua kalangan.
Keberadaan wayang sudah
berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk
5Ernst Neufert, Data Arsitek Jilid II (Jakarta :
Erlangga, 2002), hal.250.
menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap
kedudukan para dewa dalam
pewayangan. Hadirnya tokoh
Punakawan dalam pewayangan
sengaja diciptakan oleh para
budayawan Indonesia (tepatnya
budayawan Jawa) untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Biografi Singkat Ki Anom Suroto
Ki Anom Suroto merupakan seorang dalang wayang kulit purwa yang lahir di Juwiring, Klaten Jawa Tengah pada pada tahun 1975. Dalang yang memulai pembelajarannya sejak usia 12 tahun ini mendapatkan ilmu pedalangannya langsung dari ayahnya,
Ki Sadiyun Harjadarsana, Ki
Nartasabda dan beberapa dalang senior lainnya. Selain itu, Ki Anom Suroto
juga pernah mengikuti kursus
pedalangan yang diadakan oleh
Himpunan Budaya Surakarta,
Pasinaon Dhalang Mangkunegaran, Pawiyatan Kraton Surakarta dan
pernah juga bersekolah ke Sekolah Pedalangan Habhiranda yang berada di Yogyakarta.
Ki Anom Suroto dikenal orang melalui kelihaiannya membawakan suluk. Suluk adalah kalimat pengantar sebelum masuk ke inti cerita. Beliau,
mampu menyampaikan misi–misi dari
sponsor dengan baik, menyajikan
percakapan antar tokoh dalam
pewayangan dengan kontras dan
menyampaikan nilai-nilai yang
melatarbelakangi suatu lakon dengan baik pula.
Selain aktif mendalang, Ki Anom Suroto juga giat melakukan pembinaan terhadap generasi-generasi muda yang tertarik mempelajari seni
pewayangan. Berawal dari
penyelenggaraan forum kritik yang
berupa sarasehan dan pentas
pedalangan yang diadakan di
rumahnya yaitu Jalan Notodiningratan 100 Surakarta yang diadakan pada Hari Rabu Legi, acara itu kini terus
berlanjut di kediamannya yang
berlokasi di Kebon Seni Timasan, Pajang, Sukoharjo. Ki Anom Suroto merupakan dalang yang memiliki rasa peduli yang sangat besar terhadap perkembangan seni budaya tradisional
Indonesia ini. Beliau merupakan
pemrakarsa lahirnya Koperasi Dalang Amarta yang bergerak di bidang simpan pinjam dan penjualan alat pagelaran wayang dan Yayasan Sesaji
Dalang, yayasan yang tujuannya
membantu para seniman yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai seni pedalangan.
Pengertian Arsitektur Neo
Vernakular
Arsitektur Neo Vernakular
adalah salah satu paham atau aliran
yang berkembang pada era Post Modern yaitu aliran arsitektur yang muncul pada pertengahan tahun 1960, Post Modern lahir disebabkan pada era modern timbul protes dari para arsitek terhadap pola-pola yang berkesan monoton (bangunan berbentuk kotak-kotak). Oleh sebab itu, lahirlah
aliran-aliran baru yaitu Post Modern6.
Arsitektur Neo Vernakular adalah arsitektur yang berusaha mengangkat
nilai–nilai lokalitas yang ada di suatu
tempat tertentu dengan cara
memadukan unsur sosial budaya, sejarah dan kearifan lokal yang ada dengan perkembangan arsitektur yang baru sehingga karakter atau jiwa suatu tempat akan tetap lestari.
Arsitektur Neo Vernakular
berasal dari kata Neo dan Vernakular. Neo merupakan adaptasi dari bahasa Yunani yang berfungsi sebagai fonim
yang memiliki arti yang baru.
Sedangkan Vernakular adalah
arsitektur yang berasal dari budaya setempat yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Oleh sebab itu, Arti dari Arsitektur Neo Vernakular adalah arsitektur yang menerapkan elemen arsitektur yang sudah ada baik berupa bentuk fisik yang berkaitan dengan tata rupa, tata masa, tata ruang, konstruksi dan bentuk non fisik yang berkaitan dengan kepercayaan, tradisi, budaya, konsep dan filosofi yang diperbaharui menjadi suatu karya yang baru, lebih modern tanpa menghilangkan lokalitas setempat.
6
Indri Yermia Wehelmina Maloring, E-Jurnal Re-Design Taman Budaya Sulawesi Utara di
Karena Arsitektur Neo Vernakular merupakan aliran yang
masuk dalam Arsitektur Post-modern
maka karakteristik arsitektur ini
menurut Heinrich Klotz7 dibagi
menjadi 10 butir karakteristik, yaitu:
1. Regionalism
Mengacu kepada gaya regional atau setempat untuk menggantikan gaya internasional yang telah masuk dan berkembang.
2. Fictional Figurative
Bermain-main dengan figur
bangunan untuk memberikan
kesan yang beragam. 3. Fictional
Mengapresiasikan arsitektur
sebagai sebuah karya seni dan
menuangkannya dalam suatu
bangunan. 4. Comunicative
Memiliki banyak arti dalam suatu wadah bangunan dan berkesan komunikatif kepada pengguna. 5. Imaginative
Menggambarkan imajinasi dunia dalam suatu bangunan yang akan dibangun.
6. No – Sterile
Menentang paham steril dalam suatu bangun.
7. Historism
Dikuasai oleh kenangan dalam
sebuah bangunan yang
tergambarkan melalui kesan dan pesan yang dituangkan.
8. Contextual
Konstektual dan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar (fisik dan non fisik), serta menghargai ungkapan individu atau personal. 9. No – Single Style
7 Ir. Wahyu Prastowo,”Aliran Post-Modern”,
Diktat Perkembangan Arsitektur 3, (hal 11)
Menghindari langgam tunggal dan
mengembangkan vokabulari
langgam dan bentuk dalam
penerapannya. 10. Fiction = Function
Fiksi dapat juga berarti fungsi dari suatu bangunan.
Arsitektur Post Modern
merupakan arsitektur yang
berkembang setelah masa Arsitektur Modern dan Late Modern. Arsitektur ini berkembang pada pertengahan abad ke 19 atau sekitar tahun 1960an.
Menurut Charles Jencks dalam
bukunya Late-Modern and Other Essay, terdapat 29 perbedaan yang dapat dilihat antara langgam pada Arsitektur Modern, Late Modern dan
Post Modern, yaitu sebagai berikut8:
8 Charles Jencks, Late-Modern Architecture and Other
Essays (New Yorks : Rizolli, 1980), hal.32.
Sumber : Charles Jencks, Late-Modern Architecture and Other Essays, 1980
Perbedaan Arsitektur Tradisional, Vernakular dan Neo Vernakular
Arsitektur Neo Vernakular
memiliki perbedaan dengan Arsitektur
Vernakular maupun tradisional.
Arsitektur yang sama-sama
mengangkat nilai tradisi ini memiliki beberapa perbedaan yang menyangkut pada banyak hal, terkait pada prinsip, ide bentuk dan tujuannya.
Ciri-ciri Arsitektur Neo Vernakular Menurut Charles Jencks dalam
bukunya Language of Post-Modern
Archicture (1986), Arsitektur Neo
Vernakular memiliki karakteristik
desain sebagai berikut :
a. Menggunakan atap bubungan.
b. Penggunaan elemen konstruksi
lokal seperti batu bata.
c. Penggunaan bentuk-bentuk
tradisional yang ramah lingkungan
dengan proporsi yang lebih bahwa Arsitektur Neo Vernakular
tidak ditujukan pada Arsitektur
Modern maupun Arsitektur
Tradisional. Arsitektur ini merupakan hasil sintesa dari kedua gaya arsitektur tersebut. Hubungan antara kedua bentuk arsitektur di atas ditunjukkan dengan jelas dan tepat oleh Arsitektur Neo Vernakular melalui trend akan rehabilitasi dan pemakaian kembali bentuk-bentuk maupun nilai filosofis dan kosmologis suatu daerah namun dalam suatu desain yang baru.
Analisis Perencanaan Analisis Pelaku Kegiatan
Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto di Surakarta ini memiliki
beberapa kelompok pelaku dan
kegiatan. Pelaku dan kegiatan ini dibagi menjadi berikut ini:
Analisa Sifat Ruang
Sifat ruang meliputi ruang publik, semi privat dan privat. Ruang publik berfungsi mewadahi kegiatan yang lebih luas, mencakup kegiatan umum atau kegiatan yang dapat dilakukan bersama-sama. Ruang semi
privat merupakan kegiatan yang
mewadahi kegiatan bersama dalam lingkup yang lebih sempit yaitu antara pengelola dan pengunjung. Sedangkan ruang privat mewadahi kegiatan baik individu maupun kelompok yang membutuhkan privasi tinggi.
Tabel 2.Analisa Pelaku dan Kegiatan
Analisis Perancangan
Analisis Singgat Lakon Semar Maneges
Analisis Singgat Lakon Semar
Maneges berpusat pada tokoh Semar. Dengan pendekatan yang dilakukan pada beberapa aspek diantaranya adalah tata rupa atau fasad yang merupakan representasi dari watak
Semar pada cerita Semar Maneges.
Semar dalam kepercayaan
masyarakat Jawa dilambangkan
sebagai seorang dewa yang mengatasi segala dewa, namun ia menjelma menjadi manusia, ia menjadi pengasuh Pandawa, yang merupakan simbol dari
kebenaran. Nama aslinya adalah
Batara Ismaya. Tokoh Semar ini digambarkan sebagai tokoh yang setara dengan Batara Guru atau Dewa Siwa dalam agama Hindu, namun memiliki sifat yang jauh berbeda dari Batara Guru.
Semar merupakan respresentasi dari masyarakat Jawa, ia merupakan sosok yang kuat dan tegas namun tenang, ia mampu mengendalikan
nafsunya, ia rendah hati dan
menghormati siapapun walaupun
orang tersebut sebenarnya memiliki kasta yang lebih rendah. Semar merupakan simbol superioritas budaya Jawa atas invasi agama Hindu dalam
budaya Jawa sendiri. Semar
diceritakan memiliki kesaktian yang besar, sehingga ia mampu menelan gunung, hal itu yang membuat Semar memiliki bentuk tubuh kecil di atas namun besar di bawah seperti gunung. Gunung bagi orang Jawa merupakan simbol dari Tuhan, sehingga Semar
juga merepresentasikan sifat-sifat
Tuhan bagi orang Jawa. Semar merupakan representasi dari gunung
yang identik dengan Tuhan.
Transformasi desain yang diambil dari nilai-nilai yang menjiwai lakon Semar Maneges ini adalah sebagai berikut.
1. Bagian Luar
a. Dipilih vegetasi menggunakan
pohon sawo kecik, yang
merupakan simbol dari kebaikan.
Kata kecik ini dianalogikan
dengan becik atau baik dalam bahasa Jawa. Selain itu pohon sawo kecik juga memberi kesan teduh karena tajuknya yang lebar. Secara arsitektur neo vernakular, pohon ini juga termasuk pohon lokal yang dapat ditemukan pada Keraton Kasunanan Surakarta.
b. Adanya kolam ikan dan air mancur
yang menimbulkan suara gemercik air
yang memberi suasana tenang.
Mempunyai makna impresi pertama
terhadap masyarakat Jawa yang
terkesan tenang. Namun sebenarnya
mereka tenang karena memiliki
kepribadian yang kuat, kepribadian ini akan diterjemahkan dalam desain bagian dalam
2. Bagian dalam
a. Tegas
Nilai ketegasan diwujudkan dalam pos pertama, yang merupakan lobi utama sekaligus tempat membeli tiket, di sini pengunjung akan mendapatkan pengenalan singkat mengenai Galeri Wayang Kulit Ki Anom Suroto dan ruang-ruang yang ada. Secara arsitektural, konsep
desain diterjemahkan dengan
sirkulasi yang menggunakan
material batu alam sebagai
penegasan menuju pos ini dan pemilihan warna yang tegas pada dinding interior.
Pada bagian ini, akan ditemukan wayang kulit Semar yang sangat besar dengan ukuran 3x3m sebagai
ikon dan penjelasan-penjelasan
konsep per pos galeri ini. Di ruang berikutnya, masih di pos pertama, akan ditemukan pameran tentang wayang kulit pada umumnya, berkisar cerita tentang Mahabaratha dan Ramayana yang di rangkai dalam etalase dan pajangan.
b. Tekun
Pos kedua merupakan pos yang berisi pengenalan tentang Ki Anom Suroto dan beberapa lakon yang ia rangkai. Untuk mencapai pos ini, pengunjung
harus memiliki ketekunan sebab
pengunjung diharuskan melewati anak tangga yang cukup banyak, yaitu 33 buah anak tangga.
Pos ini dibagi menjadi 3 bagian, pada bagian pertama merupakan pengenalan terhadap Ki Anom Suroto. Pengunjung dapat melihat penghargaan yang ia peroleh ketika mendalang di 5 benua, penghargaan dari Pemerintah maupun dari Keraton Surakarta dan foto-foto tentang suasana ketika ia sedang melakukan pementasan. Selain itu, diletakkan patung lilin beliau yang mementaskan pewayangan dibagian
tengah lengkap beserta wayang,
blencong dan kelir, sehingga efek bayangan yang ditimbulkan oleh
lampu blencong akan terlihat
dibelakang kelir. Pada bagian kedua, Gambar 6.Tangga menuju pos kedua
Sumber : Analisis Penulis,2016 Gambar 3.Kolam
Sumber : Analisis Penulis,2016 Gambar 5Sumber : Analisis Penulis,2016 .Material penutup lantai
merupakan dua buah lakon karangan Ki Anom Suroto pada masa ia mengawali kariernya sebagai pedalang di RRI tahun 1978 sampai dengan
pada tahun 1991 ketika ia
mementaskan wayang di Jepang. Kisah yang ia buat masih beerupa pertentangan antara manusia dengan manusia. Lalu pada bagian kedua
menampilkan lakon seusai ia
memperdalam ilmunya tentang dewa-dewa di India, lakon yang ditampilkan
semakin luas, dulu beliau
menampilkan lebih kepada Pandawa dan keluarga Bharata namun seusai
pembelajarannya, ia mulai
memasukkan tokoh-tokoh dewa
sebagai tokoh yang dapat
dikonfrontasi. Sehingga cerita yang ditampilkan mulai lebih berani dengan adanya permasalahan antara manusia dengan dewa seperti layaknya kisah Wahyu Aji Gineng Sukawedha dan
Wahyu Makutho Romo. Secara
arsitektural, tekun diterjemahkan
dalam bentuk permainan pencahayaan dan penghawaan. Pada bagian awal
pos, menggunakan pencahayaan
buatan dan minim bukaan, untuk menciptakan suasana yang lebih gelap, lalu makin menuju akhir pos, suasana akan semakin terang dan bukaan semakin besar sehingga sirkulasi udara
semakin lancar. Hal ini
menggambarkan seseorang yang tekun dalam menghadapi sesuatu lama-lama akan menemukan titik terang atau solusi dari apa yang ia hadapi.
c. Berani.
Pos berikutnya adalah pos
keberanian, yang fungsinya adalah
tempat workshop pembuatan
wayang dengan teknik tata
sungging. Setelah mendapat
pengetahuan mengenai tata
sungging, pengunjung mendapat
kesempatan untuk mencoba
membuat wayangnya sendiri yang nantinya akan menjadi cinderamata bagi pengunjung. Aktivitas ini memerlukan keberanian sehingga dapat menghasilkan wayangnya sendiri. Tempat ini menggunakan
material bata ekspos sebagai
dindingnya secara penuh , dimana bata ekspos mempunyai pesan keberanian untuk mengekspos diri. Pada pos ini, akan ditemui beberapa pajangan wayang dari beberapa bahan seperti kulit sapi dan kerbau dan bermacam-macam kedetailan
beserta beberapa material
pewarnaannya.
d. Fokus dan konsisten
Pos keempat adalah tempat wayang
dijemur, konsisten diterjemahkan
dalam pola ritme pada pelingkup menggunakan pergola. Sedang fokus diterjemahkan melalui bagian tengah pos ini yang diberi peninggian sehingga menjadi titik fokus untuk dilihat oleh pengunjung dan titik utama penjemuran kulit. Setelah itu pengunjung akan dihadapkan dengan dua jalan, jalan pertama menuju ke pos kelima dan jalan lainnya menuju Gambar 7.Material dinding bata ekspos
kafetaria dan toko souvenir. Pengunjung harus fokus memilih jalan yang menuju ke pos kelima jika ingin menyelesaikan rangkaian acara, sebab di pos inilah pengunjung dapat menyaksikan seni pertunjukan wayang kulit.
e. Percaya diri.
Pada pos lima, disekelingnya dibuat kolam, dan hanya ada jembatan yang terbuat dari kaca untuk
menyeberanginya. Perlu rasa
percaya diri untuk melewatinya dan sampai kepada tujuan utama yaitu pos lima.
Hal ini memberi kesan bahwa
masyarakat Jawa yang dari luar terkesan baik, tenang dan teduh tersebut di dalamnya sebenarnya harus memiliki ketegasan, kegigihan dan
keuletan, keberanian, fokus dan
konsistensi juga rasa percaya diri di dalam dirinya.
Analisa Perancangan Site
Site yang dipilih merupakan sebuah lahan yang berada di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Site ini sangat potensial sebab terletak tidak jauh dari Stasiun Purwosari dan dekat dengan Halte Batik Solo Trans. Site ini berada disebelah utara jalan dua arah sehingga mudah diakses dari luar kota dan dapat menjadi tujuan wisata pembuka saat
hendak berkeliling kota Surakarta.
Dimensi dan Peraturan Bangunan
KOTA SURAKARTA KECAMATAN
Gambar 11.Ukuran Site Sumber : Data Penulis
Gambar 10.Lokasi Site Sumber : Data Penulis,2015 Gambar 8. Pos kelima dan Jembatan kaca
Sumber : Analisis Penulis,2016
Konsep Perancangan
Konsep Filosofis Singgat Lakon
Semar Maneges
Konsep Filosofis Singgat Lakon
Semar Maneges diterjemahkan dalam dua aspek desain, yang pertama adalah tata rupa atau fasad, yang kedua adalah tata ruang yang terkait dengan tata ruang luar (eksterior) dan tata ruang dalam (interior). Aplikasi desainnya adalah sebagai berikut:
1. Pos Pertama – Ketegasan
- penggunaan material batu alam sebagai penegasan jalur sirkulasi
- penggunaan pergola sebagai
penegasan pintu masuk- pemilihan kolom yang besar dengan umpak yang diekspos bersama batu alam memberi kesan kokoh,kuat dan tegas - pemilihan material dinding yang
tegas berbeda (kontras) antara kaca yang terkesan ringan dan batu bata ekspos yang terkesan berat
- mempertahankan transformasi bentuk joglo yang menegaskan bangunan ini bangunan neo vernakular Jawa
2. Pos Kedua – Ketekunan
- tangga berjumlah 23 yang harus didaki agar sampai pada tujuan, di tutup dengan atap agar terlihat gelap, atap dikombinasikan dengan material
atap fiberglass sehingga semakin mendekati akhir, suasana makin
terang, selain itu, jarak atap dengan elemen lantai semakin lama semakin
jauh sehingga sirkulasi udara
semakin baik dan suasana semakin lega.
- di ruang pameran, menggunakan cahaya buatan yang membentuk suasana dengan bukaan yang minim, dibagian akhir pemanfaatan cahaya alami lebih dimaksimalkan dengan penggunaan bukaan yang besar dengan view ke taman yang baik pula.
Gambar 12.Pos Pertama Sumber : Analisa Pelaku, 2016
3. Pos Ketiga – Keberanian
- penggunaan material batu alam
sebagai eksterior dan interior
melambangkan keberanian untuk
mengekspos diri.
- kolom dan balok tidak di finishing, sehingga terlihat berani apa adanya.
4. Pos Keempat – Fokus dan konsisten
- Pada pos ini akan disediakan
pameran terbuka wayang kulit dari berbagai jenis bahan yang merupakan hasil karya para pembuat wayang kulit dan para pengunjung yang pernah melakukan workshop. Pos ini
berupa taman dengan pameran
wayang kulit yang sirkulasinya menuju pos terakhir.
5. Pos Kelima – Percaya diri
- berupa Mini auditorium pertunjukan wayang kulit dengan dikelilingi air
pada sisi luar bangunan,
menggunakan jembatan
penyeberangan yang dibuat dari kaca agar dapat membuat pengunjung
berpikir untuk melanjutkan puncak rangkaian galeri atau berhenti karena tidak memiliki rasa percaya diri dalam melangkah memasuki pos terakhir.
- Percaya diri juga didefinisikan
dengan bentuk struktur yang
diekspos , tidak ditutupi sehingga
memberi perasan aman pada
pengunjung yang ada di dalam mini auditorium
Konsep Perancangan Site
Konsep Arsitektur Neo Vernakular
Konsep Arsitektur Neo
Vernakular pada Galeri Wayang Kulit
Ki Anom Suroto ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Gambar 15.Konsep Tata Ruang dan Bangunan
Sumber : Analisa Penulis, 2016 Gambar 14.Pos Ketiga
1. Tata Ruang
Mengangkat nilai filosofis perjalanan
Semar dalam singgat lakon Semar
Maneges karya Ki Anom Suroto menjadi pos-pos dalam galeri ini.
2. Kaki
Modifikasi penggunaan model umpak
dipertahankan untuk menangkap
ekspresi visual vernakular bangunan tersebut, namun hanya bentuknya saja. Pondasi yang digunakan menggunakan pondasi berupa pondasi batu kali dan footplat untuk bangunan yang lebih
dari satu lantai.
3. Badan
Mengganti kayu sebagai material utama pembebanan kolom dan balok
menggunakan beton sehingga
ekosistem alam terjaga.
Penggunaan kombinasi antara dinding menggunakan bata sebagai elemen lokal dan penggunaan dinding kaca tempered/kaca warna selain memberi kesan modern, penggunaan kaca juga sesuai dengan prinsip arsitektur neo vernakular yang menekankan pada kesatuan antara ruang luar dengan ruang dalam.
Pemilihan warna yang kontras pada
interior juga memberi kesan modern dan disesuaikan dengan kebutuhan ruangnya. Hal ini sesuai dengan konsep arsitektur neo vernakular dengan pemilihan warna-warna yang kontras.
Penggunaan tralis jendela yang ide
bentuknya diambil dari bentuk
kebudayaan lokal setempat, yaitu motif batik mitik karawitan yang Gambar 16.Modifikasi Umpak
Sumber : Analisa Penulis, 2016
Gambar 17.Kolom beton Sumber : Analisa Penulis, 2016
Gambar 19.Interior Sumber : Analisa Penulis, 2016 Gambar 18. Dinding Kaca dan Bata
merupakan batik khas Kota Surakarta yang ditransformasi menjadi bentuk baru.
4. Kepala
Mengambil bentuk dasar atap khas Jawa seperti Joglo dan Limasan beserta ornament lisplang yang tetap
dipertahankan. Dikombinasikan
dengan material atap bitumen selulosa,
sehingga menjadi karya yang secara ekspresi visual baru namun memiliki
bentuk lokal.
Daftar Pustaka
Harris, Cyril. (2006). Dictionary of
Architecture and Construction
Fourth Edition. New York : McGraw-Hill
Neufert, Ernst. (2002). Data Arsitek
Jilid II. Jakarta : Erlangga
Zarkasi, Effendy. (1977). Unsur Islam
dalam Pewayangan. Bandung : PT Al'ma Arief
Haryanto. (1991). Seni Kriya Wayang
Kulit. Jakarta : Pustaka Umum Grafiti
Prastowo, Wahyu. ”Aliran Post
-Modern”, Diktat Perkembangan Arsitektur 3
Jencks, Charles. (1980). Late-Modern
Architecture and Other Essays.
New Yorks : Rizolli
Pusat Pembinaan Pengembangan
Bahasa. (1991). Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta : Balai Pustaka
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. “Kamus Besar Bahasa Indonesia,”
http://kbbi.web.id/galeri (diakses
tanggal 12 Januari 2016).
Wikimedia Foundation “Museum
Seni,”
https://id.wikipedia.org/wiki/Mu
seum_seni (diakses tanggal 12
Januari 2016).
http://www.surakarta.go.id/ (diakses
tanggal 10 Januari 2016).
https://surakartakota.bps.go.id
(diakses tanggal 12 Januari 2016).
Gambar 21.Kaca Tempered Sumber : Analisa Penulis, 2016 Gambar 20.Transformasi Batik Kawung