• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB NEGARA AKIBAT PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN (STUDI PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TANGGUNG JAWAB NEGARA AKIBAT PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN (STUDI PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA)"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB NEGARA AKIBAT

PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS DISEBABKAN

OLEH KEBAKARAN HUTAN

(STUDI PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA)

(Skripsi)

Oleh

HAJI MUNAWWARAH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB NEGARA AKIBAT

PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN

(STUDI PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA)

Oleh

HAJI MUNAWWARAH

Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki kawasan hutan terluas di dunia setelah Brazil. Hutan Indonesia berkurang 2,7 juta hektar setiap tahun. Hutan yang awalnya berjumlah 126,8 juta hektar, saat ini sudah berkurang sebanyak 72 %. Jumlah luas kerusakan hutan tersebut cenderung diakibatkan dari penebangan liar (illegal logging) dan kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat terjadi akibat aktivitas alam dan aktivitas manusia. Asap akibat kebakaran hutan telah mengganggu kesehatan, transportasi dan ekonomi masyarakat regional di Asia Tenggara. Tanggung jawab atas pencemaran udara lintas batas akibat kebakaran hutan akan terkait pada Articles the Responsibility of States for Internationally Wrongful Act 2001 dan The Geneva Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution 1979 serta ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2002. Indonesia juga telah berusaha melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dengan cara membuat Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Adapun permasalahan yang diangkat skripsi ini yaitu dapatkah negara Indonesia dimintai pertanggungjawaban negara terhadap peristiwa pencemaran udara lintas batas disebabkan oleh kebakaran hutan. Untuk mendapatkan jawaban tersebut, maka penulis melakukan suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan normatif yuridis dan eksplanatoris serta penyusunan dengan cara deskriptif kualitatif.

(3)

organ negara melakukan kebakaran hutan. Sebab itu Indonesia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara internasional. Pertanggungjawaban negara dapat diminta jika selama pemerintah Indonesia tetap bersikap membiarkan eksploitasi kekayaan sehingga menimbulkan kebakaran hutan yang merugikan negara lain. Hingga kini Indonesia tetap melakukan tindakan aktif sebagai pemuasan (satisfaction) seperti melakukan permohonan maaf kepada negara korban dan bekerjasama dalam pemadaman api serta pembuatan aturan yuridis. Konvensi Genewa 1979 memuat ketentuan tanggung jawab negara sesuai dengan Deklarasi Stockholm 1972. Disisi lain ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution sebagai aksi politis pertanggungjawaban negara regional dan hingga saat ini masih proses rafitikasi hukum formil Indonesia. Diperlukan kebijakan pembenahan peraturan-peraturan mengenai pemeliharaan hutan agar terhindar dari kebakaran hutan dan juga pengaturan mengenai lingkungan hidup, serta mengoptimalkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat Indonesia.

(4)

TANGGUNG JAWAB NEGARA AKIBAT

PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS DISEBABKAN

OLEH KEBAKARAN HUTAN

(STUDI PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA)

Oleh

HAJI MUNAWWARAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : TANGGUNG JAWAB NEGARA AKIBAT PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS DISEBABKAN OLEH KEBAKARAN HUTAN (STUDI PERISTIWA KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA)

Nama Mahasiswa : Haji Munawwarah

No. Pokok Mahasiswa : 0212011144

Bagian : Hukum Internasional

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Abdul Muthalib Thahar, S.H., M.H. Naek Siregar, S.H., M.H.

NIP. 131461850 NIP. 131884589

2. Ketua Bagian Hukum Internasional

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Abdul Muthalib Thahar, S.H., M.H. ________

Sekretaris/Anggota : Naek Siregar, S.H., M.H. ________

Penguji

Bukan Pembimbing : A. Baharuddin Naim, S.H., M.H. ________

2. Dekan Fakultas Hukum

Adius Semenguk, S.H.,M.S. NIP. 130934469

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap HAJI MUNAWWARAH. Lahir di Madinah Al Munawwarah, Saudi Arabia pada hari Senin,

20 Agustus 1984 bertepatan dengan 23 Dzulqa’dah 1404 H

dengan Akta Kelahiran Desa Pantai Hambawang,

Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai

Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Penulis sebagai Anak pertama dari tiga

bersaudara atas pasangan H. Drs. Madyannoor Mar’ie. LC. dan Hj. Khalidah serta

sebagai kakak dari Fauzan dan Fauziah (Alm).

Pendidikan Formal yang ditempuh oleh penulis, yaitu Taman Kanak-Kanak Islam

Darul Ma’arif, Jakarta 1988-1990; Sekolah Dasar Islam Darul Ma’arif, Jakarta

1990-1996; Sekolah Menengah Pertama Islam Darul Ma’arif, Jakarta 1996-1999;

Sekolah Menengah Umum Islam Darul Ma’arif, Jakarta 1999-2002, ditahun 2002

penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung

melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis melaksanakan

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Direktorat Hukum dan Perjanjian Internasional

Departemen Luar Negeri, Jakarta.

Selama masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung, penulis mengikuti

serangkaian aktifitas. Penulis pernah menimba ilmu di organisasi Unit Kegiatan

(8)

2003), Reporter (Mei s.d Desember 2003), Staf Sumber Daya Manusia Divisi

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Januari s.d Desember 2004), Staf Keuangan

(Januari 2005 s.d Maret 2006). Penulis menimba ilmu pula di Unit Pelaksana

Teknis Mahasiswa (UPTM) Forum Silaturrahmi dan Studi Islam Fakultas Hukum

(FOSSI-FH). Organisasi ini penulis pernah menjadi Staf Eksplorasi Dana

(Oktober 2002 s.d Mei 2003), Staf Mading, Peribadatan dan Perpustakaan (Mei

2003 s.d Juni 2004), Staf Badan Usaha Mandiri (Juni 2004 s.d Maret 2005).

Penulis juga menimba ilmu pada Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional

(HIMA HI) menjadi staf Divisi Pembelajaran Hukum (Periode 2004/2005) dan

Bendahara (Periode 2005/2006).

Selain aktif dalam berbagai kegiatan keorganisasian, penulis juga aktif dalam

mengikuti berbagai pelatihan baik materi kepenulisan maupun materi hukum, dan

seminar daerah maupun nasional. Penulis juga pernah menjadi salah satu bagian

dari tim kompetisi dimana penulis sebagai Hakim Anggota dalam Peradilan Semu

dengan Tema “Kompetisi kajian kasus dan Peradilan Semu Hukum Humaniter

dan HAM” yang diadakan oleh ICRC dan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

di Palembang, Sumatra Selatan dan meraih juara III. Segala pencapaian ini hanya

(9)

MOTTO

“,,, (Mereka berdoa),

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami,

janganlah Engkau Bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang

sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami

memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolongkah kami menghadapi orang-orang kafir”

(Al-Baqarah. 2:286).

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap

(Al-Insyirah. 94:6-8).

(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda CINTA untuk:

Mama tercinta Khalidah, yang mengajariku atas kesabaran,

Abah tercinta Madyannoor Mar’ie, yang mengajariku atas keteguhan,

dan Adik lelakiku tersayang Fauzan, yang mengajariku atas ketekunan,

serta Adik perempuanku tersayang Fauziah (Alm), yang mengajariku atas keikhlasan.

Seluruh kasih sayang, dukungan dan semangat dari:

Keluarga Besar K.H. Prof. DR. Idham Chalid,

Keluarga Besar H. Utuh Saleh (Alm),

Keluarga Besar H. Mari’e (Alm),

(11)

SANWACANA

Alhamdulillahi rabbil a’lamiin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-NYA dalam penulisan skripsi berjudul “Tanggung Jawab Negara Akibat Pencemaran Udara Lintas Batas Disebabkan oleh Kebakaran Hutan (Studi Peristiwa Kebakaran Hutan di Indonesia)” dapat terselesaikan. Segala kekurangan dalam karya ini, penulis dengan senang hati menerima kritik dan

saran bersifat membangun, semoga bermanfaat. Atas dukungan dari berbagai

pihak, akhirnya skripsi ini terselesaikan. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih

dengan tulus kepada:

1. Keluarga Tercinta, Mama dan Abah yang begitu mencintaiku dan

menyayangiku serta mendoakanku sepenuh hati atas keberhasilanku. Untuk

adikku semata wayang Fauzan, terima kasih atas semangat yang diberikan.

2. Keluarga besar K.H. Prof. DR. Idham Chalid, kai dan nini atas izin-Nya kalian

memberikan kesempatan dan kepercayaan untukku menuntut ilmu.

3. Keluarga Besar H. Utuh Saleh Damanhuri dan Keluarga Besar H. Mari’e di Barabai (HST) dan Amuntai (HSU), Kalimatan Selatan yang selalu memberikan do’a, bantuan baik moril maupun materil dan selalu menanti keberhasilanku, terima kasih.

4. Bapak Abdul Muthalib Thahar, S.H. M.H., selaku Pembimbing Utama dan

Kepala Jurusan Hukum internasional untuk memberikan bimbingan, saran,

dan motivasi serta pinjaman literatur-literatur untuk penulis dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Naek Siregar, S.H. M.H., selaku Pembimbing Kedua, yang meluangkan

waktunya atas semua bimbingan, pengarahan dan saran dalam proses

(12)

meluangkan waktunya serta memberikan saran dan kritik dalam penulisan

skripsi ini.

7. Ibu Darnetty Dae, S.H. M.H, selaku Pembahas metodologi, yang telah

memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Sudirman Mechsan, S.H, M.H., selaku Pembimbing Akademik yang

telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani kegiatan

perkuliahan.

9. Bapak Adius Semenguk, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

10.Dosen-dosenku di bagian Hukum Internasional yaitu Rudi Natamihardja, S.H.,

Desy churul Aini, S.H., Widya Krulinasari, S.H., Siti Azizah, S.H., Heryandi,

S.H., M.S., Melly aida, S.H, M.H., Dharma Setiawan S.H., M.H., terima kasih

atas ilmu yang diberikan dan diskusi-diskusi hangat penambah ilmu.

11.Dosen-dosen pada minat bagian lainnya, yaitu Muhammad Akib, S.H., M.H.,

Rudy, S.H., LLM., Tisnanta, S.H., M.H., Martha Riananda, S.H., serta Bapak

dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung lainnya yang telah

mendidik, membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

12.Pak Marji (terima kasih u semangat dan omelannya), Pak Pendi, dan segenap

pimpinan dan karyawan civitas akademika Universitas Lampung.

13.Mba Irhamna Fitriani .S.Sos. L.LM dari Departemen Luar Negeri atas banyak

info datanya.

14.Segenap pengurus Indonesian Center For Environmental Law (ICEL), Mba

Sri Lestari, Pak Rino, Pak Cecep dan Mba Prayekti (terima kasih atas

diskusinya).

15.Segenap karyawan pada Perpustakaan Nasional Indonesia, Perpustakan Emil

Salim pada Kementerian Lingkungan Hidup, Perpustakaan ASEAN,

Perpustakaan ICEL dan Perpustakaan CIFOR serta Perpustakaan LIPI.

16.Teman-teman via Dunia Maya pada Forum Indonesia Hijau (Mbah Adi, Mas Ndaru, Mas Kija, Mas Yanu, Mas Ezra, Mba Sinta, Mba Uly, & Mas Budi

terima kasih atas koespondennya), Pak Asep & Pak Dedi (WWF), Ka Faiz

(13)

teman di Fakultas Hukum, Saudara-saudariku di UKPM TEKNOKRA, dan

Saudara-saudariku UPTM Forum Silaturrahmi dan Studi Islam FOSSI-FH,

serta Rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional (HIMA HI),

Semoga selalu barakah atas ilmu dari Allah.SWT pada kalian dan tali

silaturahim kita terjaga, amin.

18.Saudari-saudariku, kepada Asnia Pane (terima kasih atas kebersamaan,

semoga tak luntur atas waktu), Lia Juliana (terima kasih telpon support-nya),

dan Tri Rahayu (terima kasih atas bantuannya), serta Resty Handrayani

(terima kasih sms-nya), dan semuanya thanks for a nice relationship. 19.Kepada Mba Dini & Mas Iri serta si calon buah hati, Yoche Merianty &

keluarga, M.Farid & keluarga, Mba Septiana Wulandari & keluarga, Devi

Ratih Kusumaningtyas, Aprina Sari, Retno Fajarwati, Wawa Roh Widayati,

Mba Irma Novita, Mba Inna Mardiyanna, Mba Heidi Nur Adiani, Fathoni,

Anugerah Esa, Fajar Arifin, Redha Herdianto, SMT Fery Aryadi Sitorus,

Ardiansyah, Eka Mandayanti, Nurlaela, Nur Afni Anggraini, Ibu Afni &

keluarga serta Ibu Maria Viva Rini & keluarga, kuucapkan banyak terima

kasih atas segala bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

20.Seluruh karyawan Geoflash.com, @lif.com, Hibridnet dan Juznet, terima

kasih atas kerjasamanya.

21.Kepada dua orang lelaki yang tak ingin disebutkan namanya, terima kasih

mengingatkan aku atas “istimewanya aku dan hidupku”.

22.Serta seseorang yang akan memberikan diriku tempat “istimewa” dan “sepenuhnya” dalam wadah kebersamaan dan ikatan suci atas cinta-NYA, semoga diberikan waktu yang tepat dan penuh kebarakahan dari-NYA, amin.

Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dan tidak mengurangi rasa hormatku

pada kalian yang tidak disebutkan, semoga Allah SWT membalas segala bantuan

dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, semoga bermanfaat.

Bandarlampung, 19 Februari 2008

Penulis,

(14)

SANWACANA

Alhamdulillahi rabbil a’lamiin, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-NYA dalam penulisan skripsi berjudul “Tanggung Jawab Negara Akibat Pencemaran Udara Lintas Batas Disebabkan oleh Kebakaran Hutan (Studi Peristiwa Kebakaran Hutan di Indonesia)” dapat terselesaikan. Segala kekurangan dalam karya ini, penulis dengan senang hati menerima kritik dan

saran bersifat membangun, semoga bermanfaat. Atas dukungan dari berbagai

pihak, akhirnya skripsi ini terselesaikan. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih

dengan tulus kepada:

1. Keluarga Tercinta, Mama dan Abah yang begitu mencintaiku dan

menyayangiku serta mendoakanku sepenuh hati atas keberhasilanku. Untuk

adikku semata wayang Fauzan, terima kasih atas semangat yang diberikan.

2. Keluarga besar K.H. Prof. DR. Idham Chalid, kai dan nini atas izin-Nya kalian

memberikan kesempatan dan kepercayaan untukku menuntut ilmu.

3. Keluarga Besar H. Utuh Saleh Damanhuri dan Keluarga Besar H. Mari’e di Barabai (HST) dan Amuntai (HSU), Kalimatan Selatan yang selalu memberikan do’a, bantuan baik moril maupun materil dan selalu menanti keberhasilanku, terima kasih.

4. Bapak Abdul Muthalib Thahar, S.H. M.H., selaku Pembimbing Utama dan

Kepala Jurusan Hukum internasional untuk memberikan bimbingan, saran,

dan motivasi serta pinjaman literatur-literatur untuk penulis dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Naek Siregar, S.H. M.H., selaku Pembimbing Kedua, yang meluangkan

waktunya atas semua bimbingan, pengarahan dan saran dalam proses

(15)

meluangkan waktunya serta memberikan saran dan kritik dalam penulisan

skripsi ini.

7. Ibu Darnetty Dae, S.H. M.H, selaku Pembahas metodologi, yang telah

memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Sudirman Mechsan, S.H, M.H., selaku Pembimbing Akademik yang

telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani kegiatan

perkuliahan.

9. Bapak Adius Semenguk, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

10.Dosen-dosenku di bagian Hukum Internasional yaitu Rudi Natamihardja, S.H.,

Desy churul Aini, S.H., Widya Krulinasari, S.H., Siti Azizah, S.H., Heryandi,

S.H., M.S., Melly aida, S.H, M.H., Dharma Setiawan S.H., M.H., terima kasih

atas ilmu yang diberikan dan diskusi-diskusi hangat penambah ilmu.

11.Dosen-dosen pada minat bagian lainnya, yaitu Muhammad Akib, S.H., M.H.,

Rudy, S.H., LLM., Tisnanta, S.H., M.H., Martha Riananda, S.H., serta Bapak

dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung lainnya yang telah

mendidik, membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

12.Pak Marji (terima kasih u semangat dan omelannya), Pak Pendi, dan segenap

pimpinan dan karyawan civitas akademika Universitas Lampung.

13.Mba Irhamna Fitriani .S.Sos. L.LM dari Departemen Luar Negeri atas banyak

info datanya.

14.Segenap pengurus Indonesian Center For Environmental Law (ICEL), Mba

Sri Lestari, Pak Rino, Pak Cecep dan Mba Prayekti (terima kasih atas

diskusinya).

15.Segenap karyawan pada Perpustakaan Nasional Indonesia, Perpustakan Emil

Salim pada Kementerian Lingkungan Hidup, Perpustakaan ASEAN,

Perpustakaan ICEL dan Perpustakaan CIFOR serta Perpustakaan LIPI.

16.Teman-teman via Dunia Maya pada Forum Indonesia Hijau (Mbah Adi, Mas Ndaru, Mas Kija, Mas Yanu, Mas Ezra, Mba Sinta, Mba Uly, & Mas Budi

terima kasih atas koespondennya), Pak Asep & Pak Dedi (WWF), Ka Faiz

(16)

teman di Fakultas Hukum, Saudara-saudariku di UKPM TEKNOKRA, dan

Saudara-saudariku UPTM Forum Silaturrahmi dan Studi Islam FOSSI-FH,

serta Rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional (HIMA HI),

Semoga selalu barakah atas ilmu dari Allah.SWT pada kalian dan tali

silaturahim kita terjaga, amin.

18.Saudari-saudariku, kepada Asnia Pane (terima kasih atas kebersamaan,

semoga tak luntur atas waktu), Lia Juliana (terima kasih telpon support-nya),

dan Tri Rahayu (terima kasih atas bantuannya), serta Resty Handrayani

(terima kasih sms-nya), dan semuanya thanks for a nice relationship. 19.Kepada Mba Dini & Mas Iri serta si calon buah hati, Yoche Merianty &

keluarga, M.Farid & keluarga, Mba Septiana Wulandari & keluarga, Devi

Ratih Kusumaningtyas, Aprina Sari, Retno Fajarwati, Wawa Roh Widayati,

Mba Irma Novita, Mba Inna Mardiyanna, Mba Heidi Nur Adiani, Fathoni,

Anugerah Esa, Fajar Arifin, Redha Herdianto, SMT Fery Aryadi Sitorus,

Ardiansyah, Eka Mandayanti, Nurlaela, Nur Afni Anggraini, Ibu Afni &

keluarga serta Ibu Maria Viva Rini & keluarga, kuucapkan banyak terima

kasih atas segala bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

20.Seluruh karyawan Geoflash.com, @lif.com, Hibridnet dan Juznet, terima

kasih atas kerjasamanya.

21.Kepada dua orang lelaki yang tak ingin disebutkan namanya, terima kasih

mengingatkan aku atas “istimewanya aku dan hidupku”.

22.Serta seseorang yang akan memberikan diriku tempat “istimewa” dan “sepenuhnya” dalam wadah kebersamaan dan ikatan suci atas cinta-NYA, semoga diberikan waktu yang tepat dan penuh kebarakahan dari-NYA, amin.

Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dan tidak mengurangi rasa hormatku

pada kalian yang tidak disebutkan, semoga Allah SWT membalas segala bantuan

dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, semoga bermanfaat.

Bandarlampung, 19 Februari 2008

Penulis,

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

DAFTAR ISI ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang lingkup ... 7

1. Permasalahan ... 7

2. Ruang lingkup ... 7

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Kegunaan Penelitian ... 9

D. Sistematika Penulisan ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanggung Jawab Negara ... 12

1. Definisi Tanggung Jawab Negara ... 12

2. Teori-Teori Tanggung Jawab Negara ... 13

3. Macam-Macam Tanggung Jawab Negara ... 16

B. Pencemaran Udara Lintas Batas ... 17

1. Definisi Pencemaran Udara Lintas Batas ... 17

2. Jenis-Jenis Pencemaran Udara Lintas Batas ... 21

(18)

1. Definisi Kebakaran Hutan ... 24

2. Sejarah Kebakaran Hutan di Indonesia ... 26

3. Jenis-Jenis Kebakaran Hutan ... 28

4. Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia ... 29

5. Dampak Negatif Kebakaran Hutan di Indonesia ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 35

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 35

1. Jenis Penelitian ... 35

2. Tipe Penelitian ... 36

C. Sumber Data ... 36

D. Metode Pengumpulan Data ... 37

E. Metode Pengolahan Data ... 38

F. Analisis Data ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Negara dalam Hukum Internasional atas Pencemaran Udara Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan ... 39

1. Tanggung Jawab Negara dalam Hukum Internasional ... 40

2. Ganti kerugian atas Kebakaran Hutan di Indonesia ... 54

B. Tanggung Jawab Negara atas Pencemaran Udara Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan dalam Kebijakan Peraturan Indonesia.... 55

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 56

(19)

Pengendalian Pencemaran Udara ... 60

4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan

Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau

Lahan ... 61

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Articles on The Responsibility of States for Internationally Wrongful Act (Pasal-pasal mengenai Tanggung Jawab Negara untuk Tindakan Melawan

Hukum Secara Internasional), Adopsi dari Komisi Hukum Internasional,

Desember 2001.

The Geneva Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution (Konvensi Genewa mengenai Pencemaran Udara Lintas Batas Jarak Jauh),

13 November 1979.

 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN mengenai Pencemaran Asap Lintas Batas), 10 Juni 2002.

 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kawasan hutan merupakan kawasan penting sebagai keberlangsungan makhluk

hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap „rumah’ bagi

berbagai ekosistem untuk menjaga kestabilan lingkungan. Adanya pembangunan

di berbagai bidang mempengaruhi terjadinya kerusakan hutan yang

mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam dan dianggap sebagai

malapetaka bencana lingkungan secara global.

Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki kawasan hutan terluas di dunia

setelah Brazil. Beberapa dasawarsa ini kawasan hutan di Indonesia telah

mengalami kerusakan hutan setiap tahunnya. Berdasarkan data Wahana

Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), setiap tahun hutan di Indonesia

berkurang 2,7 juta hektar. Hutan yang awalnya berjumlah 126,8 juta hektar, saat

ini sudah berkurang sebanyak 72%. Hutan yang dimiliki hanya tersisa 35,5 juta

hektar (www.tempointeraktif.com diakses 31 oktober 2007). Jumlah luas

(21)

Secara alamiah kebakaran hutan dapat terjadi akibat fenomena El Nino-Southern Oscillation atau ENSO pada saat musim kemarau. Namun seringkali kebakaran hutan disebabkan oleh ulah dan kelalaian manusia seperti penebangan hutan

secara liar, membuka lahan dengan cara membakar yang dilakukan oleh

perusahaan pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dalam Hutan Tanaman

Industri (HTI), dan masyarakat pendatang yang tidak tahu cara penanganan lahan

(Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. 2003:2).

Kebakaran hutan yang dilakukan secara sengaja dan rambatan api di

kawasan/lahan gambut dengan total luas hutan dan lahan yang terbakar dalam

kurun waktu 6 tahun terakhir mencapai 27,612 juta hektar (www.walhi.or.id

diakses 14 Juni 2007). Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya secara fisik, sosial,

ekonomi, politik dan keamanan, tetapi juga kerugian terhadap lingkungan,

khususnya terhadap keanekaragaman hayati. Bencana kebakaran hutan yang

terbesar terjadi pada tahun 1997-1998. Saat itu meliputi hampir sebagian wilayah

Asia Tenggara terkena dampak dari asap yang dihasilkan. Bencana ini hampir

melumpuhkan regional sebagai bencana tahunan dan terus berlanjut hingga akhir

tahun 2006 lalu (www.cifor.cgiar.org diakses 27 Desember 2007).

Selain itu sepanjang tahun 2003-2005 kebakaran hutan telah menimbulkan

kerugian negara sebanyak 91 juta dolar USA atau sekitar 819 miliar rupiah

(www.indomedia.com diakses 1 September 2007). Gejala ini amat merugikan,

akibat kebakaran hutan terjadi degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya

ekonomi sebesar US$.1,62-2,7 juta. Tak hanya itu, kebakaran hutan juga

(22)

valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon mencapai $US 2,8 miliar

(www.sylvie.edublogs.org diakses 22 November 2007).

Asap akibat kebakaran hutan telah mengganggu kesehatan masyarakat, terutama

masyarakat rentan seperti orang lanjut usia, ibu hamil, dan anak-anak dibawah

lima tahun (balita). Gangguan kesehatan antara lain, infeksi saluran pernapasan

atas (ISPA), asma bronkial, bronkhitis, pnemonia (radang paru), iritasi mata, dan

kulit. Selain itu beberapa bandar udara ditutup sementara Bandara Sultan Thaha

(Jambi), Supadio (Kalimantan Barat), dan Tjilikriwut (Kalimantan Tengah). Jarak

pandang di tiga bandar udara ini kurang dari 500 meter, padahal jarak pandang

aman untuk penerbangan 800 meter (www.tempointeraktif.com diakses 27

Desember 2007).

Ancaman kebakaran hutan ini telah melibatkan punahnya beberapa spesies hewan

yang dilindungi. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Oktober 2006

memperlihatkan kandungan partikulat (PM 10) sangat tinggi hingga mencapai 640

u/m3, tetapi batas standar sehat hanya 150 u/m3. Artinya kondisi udara sudah

tidak sehat di beberapa daerah dan negara (www.indomedia.com diakses 24 Juni

2007). Pada tahun 2006 sedikitnya tercatat 104.563 titik api yang tersebar di

berbagai wilayah Indonesia dimana Kalimantan Tengah, Riau, Sumatra Selatan,

Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur merupakan lima propinsi yang memiliki

titik api terbanyak (www.wwf.or.id diakses 1 September 2007).

Kebakaran hutan yang terjadi menimbulkan pencemaran udara lintas batas

(23)

negara (state sovereignity) yang menjadi unsur terpenting dan utama sebagai dasar adanya yurisdiksi wilayah suatu negara. Dalam hal ini Indonesia sebagai subjek

internasional adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional

(Mochtar Kusumaatmadja.1976:91). Secara tidak langsung akan berkaitan dengan

tanggung jawab negara (state responsibility).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membuat kodifikasi aturan-aturan

hukum yang berkaitan dengan tanggung jawab negara secara internasional yang

diadopsi dari Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission) pada tahun 2001 yaitu Articles on the Responsibility of States for Internationally Wrongful Act. Pada Pasal 3 menyatakan bahwa suatu perbuatan yang melawan hukum secara internasional akan timbul jika perbuatan tersebut terdiri dari suatu

tindakan dan kelalaian suatu negara menurut hukum internasional, dan perbuatan

tersebut merupakan suatu pelanggaran kewajiban internasional. Tanggung jawab

ini akan berkenaan atas adanya peristiwa kebakaran hutan di Indonesia yang

menghasilkan kabut asap dan menimbulkan kerugian negara lain.

Suatu tanggung jawab negara ditegaskan pula dalam Deklarasi PBB tentang

lingkungan hidup di Stockholm tahun 1972 dalam Prinsip 21, yang menyatakan:

States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their environmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States or of area beyond the limits of national jurisdiction”

Bahwa negara-negara memiliki hak berdaulat untuk mengeksploitasi kekayaan

(24)

menimbulkan kerugian/kerusakan terhadap negara lain (Huala

Adolf.1991.209-210).

Tanggung jawab negara atas kebakaran hutan akan berkenaan dengan pula pada

komitmen internasional yang lain, yaitu pada The Geneva Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution atau dikenal dengan Konvensi Jenewa 1979. Konvensi ini sebagai jembatan politik atas terjadi pencemaran udara lintas batas

regional Eropa yang berlaku secara internasional. Timbul permasalahan

kebakaran hutan di wilayah regional Asia Tenggara, maka diprakarsai oleh

negara-negara yang berhimpun pada Association of South East Asian Nations (ASEAN) dalam pembentukan penandatanganan kesepakatan Agreement on Transbounday Haze Pollution pada 10 Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini menyatakan bahwa adanya kerjasama untuk menanggulangi

kebakaran hutan. Meskipun demikian, Indonesia belum meratifikasi ke dalam

aturan hukum nasional.

Tanggung jawab negara mengenai kebakaran hutan sebagai pencemaran udara

lintas batas diatur dalam hukum nasional Indonesia. Pasal 3 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan:

“Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”

Penjelasan Pasal ini mengungkapkan bahwa prinsip tanggung jawab negara dapat

(25)

yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar

wilayah negara.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak menyentuh

secara khusus tentang pencemaran udara akibat kebakaran hutan. Adapun pada

Pasal 50 ayat (3) huruf d menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang membakar

hutan” dan di dalam penjelasannya mengemukakan bahwa:

“Pembakaran hutan secara terbatas diperkenankan hanya untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara terbatas tersebut harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang”

Sedangkan pada Pasal 64 Undang-Undang ini menyatakan bahwa pemerintah dan

masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan yang

berdampak nasional dan internasional. Pasal ini pula yang menegaskan adanya

partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab

dalam pengelolaan hutan.

Aturan yuridis yang lebih mendekati terhadap permasalahan pencegahan dan

pengendalian kebakaran hutan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001

tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang

berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Ditegaskan pada Pasal 11

yang menyatakan bahwa “setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan dan atau lahan”. Dengan demikian adanya keharusan bagi setiap warga

negara dan pemerintah Indonesia untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran

(26)

hukum internasional dan nasional Indonesia. Akan tetapi dalam hal ini masih

dipertanyakan apakah peristiwa kebakaran hutan di Indonesia layak dimintai

pertanggungjawaban negara secara hukum internasional.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang

berjudul: “Tanggung Jawab Negara Akibat Pencemaran Udara Lintas Batas

Disebabkan oleh Kebakaran Hutan (Studi Peristiwa Kebakaran Hutan di

Indonesia)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan diangkat

dalam skripsi ini, yaitu: Apakah negara Indonesia dapat dimintai

pertanggungjawaban menurut hukum internasional atas peristiwa pencemaran

udara lintas batas yang disebabkan oleh kebakaran hutan di wilayahnya?

2. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :

a. Menjelaskan atas kriteria adanya tanggung jawab negara pada peristiwa

kebakaran hutan. Hal ini akan dikaitkan pula pada sumber-sumber hukum

(27)

Transboundary Air Pollution 1979, ASEAN Agreementon Transboundary Haze Pollution 2002, serta sumber hukum internasional yang terkait. b. Selanjutnya, penelitian ini menganalisis peraturan hukum nasional

Indonesia, seperti di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan Jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan Pemerintah

Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau

Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan

dan atau lahan, serta aturan hukum nasional lainnya yang berkenaan

dengan tanggung jawab negara atas pencemaran udara lintas batas akibat

kebakaran hutan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menegaskan dan menjelaskan dapat/tidak negara

Indonesia dimintai pertanggungjawaban negara atas peristiwa kebakaran hutan

(28)

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengembangan

khususnya hukum lingkungan internasional mengenai penanganan

pencemaran udara lintas batas akibat kebakaran hutan. Selain itu, dapat

memberikan kontribusi bagi pengembangan hukum khususnya terhadap

hukum internasional dan aplikasi terhadap hukum nasional di Indonesia.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dalam penelitian ini yaitu menambah pengetahuan ilmu

hukum bagi penulis, khususnya hukum internasional mengenai

permasalahan hukum lingkungan internasional dan memberikan informasi

serta bahan bacaan untuk masyarakat maupun pemerintah mengenai

tanggung jawabnya dalam dampak pencemaran udara sebagai akibat

kebakaran hutan.

D. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disusun menurut sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang, permasalahan, ruang lingkup penelitian,

tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. Hal ini untuk

(29)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan tentang pengertian dan penjelasan sebagai pisau analisis

dengan menguraikan definisi, teori-teori dan macam-macam tanggung jawab

negara, definisi, jenis-jenis dan mekanisme pencemaran udara lintas batas, serta

definisi, sejarah, jenis-jenis dan penyebab serta dampak negatif dari kebakaran

hutan.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan menguraikan pendekatan masalah yang digunakan, jenis dan

tipe penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan pengolahan data serta

analisa data. Bab ini lebih lanjut diutarakan untuk menerangkan cara-cara

penelitian yang harus dilakukan agar tulisan memenuhi syarat ilmiah agar

hasilnya diperoleh dengan akurat.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian dan membahas yang meliputi tanggung

jawab negara pada ketentuan hukum internasional dan hukum nasional Indonesia

dalam penanganan pencemaran udara lintas batas yang disebabkan oleh kebakaran

hutan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran terhadap permasalahan yang

diuraikan sebagai rekomendasi dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanggung Jawab Negara

1. Definisi Tanggung Jawab Negara

Menurut Andi Hamzah (1986:393) dikemukakan bahwa tanggung jawab adalah

suatu keharusan bagi seseorang atau negara untuk melaksanakan dengan

selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Tanggung jawab negara atau

pertanggungjawaban negara terdapat di dalamnya dua istilah yang harus mendapat

perhatian, yaitu responsibility dan liability. Kedua istilah ini sering digunakan secara rancu atau diperlakukan untuk menunjuk pada maksud yang sama.

Menurut Goldie perbedaan kedua istilah tersebut adalah menyatakan bahwa istilah

responsibility digunakan untuk kewajiban (duty), atau menunjukkan pada standar pemenuhan suatu peran sosial yang ditetapkan oleh sistem hukum tertentu,

sedangkan liability digunakan untuk menunjuk pada konsekuensi dari suatu kesalahan atau kegagalan untuk melaksanakan suatu kewajiban atau untuk

memenuhi suatu standar tertentu yang telah ditetapkan (Triatmodjo dalam

Heribertus U Setyardi.2001:45-46).

(31)

kewajiban untuk mengganti kerugian atau perbaikan kerusakan yang terjadi.

Pengertian pertanggungjawaban ini tidak selalu harus jatuh bersamaan dengan

pengertian kewajiban memberi ganti rugi dan memperbaiki kerusakan

(Kantaatmadja dalam Heribertus U Setyardi.2001:46).

Di dalam Pasal 1 pada Articles on The Responsibility of States for Internationally Wrongful Act 2001, menyatakan

Every internationally wrongful act of a State entails the international responsibility of that State

Hal ini ditegaskan bahwa tanggung jawab negara (state responsibility) adalah prinsip dalam hukum internasional yang mengatur mengenai timbulnya

pertanggungjawaban suatu negara kepada negara lainnya (Mohamad Mova Al

„Afghani.2003:5).

Jadi dapat dikatakan bahwa tanggung jawab negara adalah suatu kewajiban negara

dalam melaksanakan selayaknya apa yang harus dipenuhi oleh negara.

2. Teori-Teori Tanggung Jawab Negara

Umumnya para ahli hukum internasional dalam menganalisa tanggung jawab

negara ini hanya pada tahap mengemukakan syarat-syarat (karakteristiknya).

Seperti dikemukakan Shaw, karakteristik penting adanya tanggung jawab negara

ini tergantung kepada faktor-faktor (Huala Adolf.1991:174-175), yaitu:

a. Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antar dua negara; b. Adanya suatu perbuatan/kelalaian yang melanggar kewajiban hukum

internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara; dan

(32)

Mohd. Burhan Tsani (1990:48) menyatakan bahwa tindakan berbuat atau tidak

berbuat yang mereka lakukan dapat menimbulkan pertanggungjawaban apabila:

a. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional; b. Menurut hukum internasional pelanggaran tersebut dapat dilimpahkan

kepada negara.

Pada Articles on The Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts 2001 berkaitan dengan tanggung jawab negara. Kodifikasi ini memuat beberapa

hal yang dapat menimbulkan pertanggungjawaban negara (Pasal 2), yaitu:

1. Apabila tindakan dan kelalaian tersebut tidak sah menurut hukum internasional;

2. Perbuatan negara tersebut merupakan pelanggaran kewajiban internasional.

Hal ini dapat disimpulkan pada kriteria suatu tindakan negara yang dapat

menimbulkan pertanggungjawaban negara, yaitu apabila:

a.Tindakan negara tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional;

Dalam hal ini Mengenai pelanggaran terhadap hukum internasional ini dapat dibedakan, yaitu :

1. Hukum internasional yang dilanggar dapat berupa hukum internasional publik, yaitu hukum internasional yang bersumber pada perjanjian-perjanjian yang bersifat umum, hukum kebiasaan internasional, atau azas-asas hukum internasional.

2. Hukum internasional yang dilanggar berupa hukum internasional khusus yang bersumber pada perjanjian khusus (bilateral) atau multilateral.

b.Menurut hukum internasional pelanggaran tersebut dapat dilimpahkan kepada negara.

(33)

Menurut Pasal 4 Articles on The Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts 2001 bahwa tindakan yang dapat dilimpahkan pada negara adalah :

1. Tindakan organ negara dalam kapasitas resmi.

Organ negara ini yaitu lembaga atau pejabat-pejabat negara yang berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan untuk bertindak atas nama negara, seperti presiden, para menteri, pemimpin lembaga negara, badan peradilan, badan legislatif, angkatan bersenjata atau kepolisian negara. Tindakan organ-organ ini terhadap negara lain dan melanggar hukum internasional dapat dilimpahkan kepada negara.

2. Tindakan kesatuan (entity) atau daerah yang ada dalam negara, atau tindakan kesatuan di luar struktur formal pemerintah pusat atau pemerintah daerah, tetapi dikuasakan secara sah untuk melaksanakan unsur-unsur kekuasaan pemerintah atau yang memiliki status menurut hukum nasional negara tersebut, seperti badan eksekutif daerah, legislatif daerah, yudikatif daerah, dan lain-lain.

Kedua kriteria ini harus dipenuhi jika suatu negara untuk dimintai

pertanggungjawabannya. Dengan demikian lingkup penelitian hanya pada kedua

kriteria tersebut sebagai pembahasan pada skripsi ini.

Sebagai contoh, dalam kasus the Spanish Zone of Marocco Claims (Huala Adolf.1991:175), hakim Huber menegaskan bahwa tanggung jawab ini

merupakan konsekuensi logis dari adanya suatu hak. Hak-hak yang mempunyai

sifat internasional, tersangkut di dalamnya tanggung jawab internasional.

Tanggung jawab ini melahirkan kewajiban untuk mengganti kerugian manakala

suatu negara tidak memenuhi kewajibannya.

Seperti pada pernyataan historis hakim Huber dalam teks aslinya yang berbunyi:

(34)

3. Macam-Macam Tanggung Jawab Negara

Suatu negara dapat dimintai pertanggungjawabannya jika aktivitas-aktivitasnya

merugikan negara lain. Jika karakteristik untuk adanya tanggung jawab negara

telah dipenuhi, maka negara penerima dalam hal ini dapat diminta

pertanggungjawabannya. Macam-macam tanggung jawab negara (Huala

Adolf.1991:180-201), yaitu:

a. Tanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum (delictual liability). Tanggung jawab ini timbul dari setiap kesalahan atau kelalaian yang

dilakukan oleh suatu negara terhadap orang asing didalam wilayahnya atau

wilayah negara lain.

b. Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian (contractual liability). Tanggung jawab ini terjadi jika suatu negara melanggar perjanjian atau

kontrak yang telah dibuatnya dengan negara lain dan pelanggaran itu

mengakibatkan kerugian terhadap negara lainnya.

c. Tanggung jawab atas konsesi. Perjanjian konsesi antara negara dengan

warga negara (korporasi asing) dikenal adanya Clausula Alvo yang menetapkan bahwa penerima konsesi melepaskan perlindungan

pemerintahannya dalam sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut dan

sengketa yang timbul itu harus diajukan ke peradilan nasional negara

pemberi konsesi dan tunduk pada hukum nasional negara tersebut.

d. Tanggung jawab atas ekspropriasi, yaitu pencabutan hak milik perorangan

(35)

e. Tanggung jawab atas utang negara. Suatu negara yang tidak membayar

utang-utang luar negeri berarti bahwa negara tersebut tidak memenuhi

kewajiban kontrak atau perjanjian utang.

f. Tanggung jawab atas kejahatan internasional. Kejahatan internasional adalah

semua perbuatan melawan hukum secara internasional yang berasal dari

pelanggaran suatu kewajiban internasional yang penting guna perlindungan

terhadap kepentingan fundamental internasional dan pelanggaran tersebut

diakui sebagai suatu kejahatan oleh masyarakat.

B. Pencemaran Udara Lintas Batas

1. Definisi Pencemaran Udara Lintas Batas

Kata “pencemaran” mulai digunakan di Indonesia untuk pertama kalinya sebagai

terjemahan istilah asing “pollution” pada Seminar Biologi II di Ciawi, Bogor

tahun 1970. Sejak saat itu, mulailah istilah ini menyebar dan merata dalam Bahasa

Indonesia, baik dalam penggunaan di media massa atau dipergunakan di

Lembaga-lembaga resmi serta di dalam Rencana Pembangunan Nasional II

(REPELITA II) dan seterusnya (Soerdjono Dirdjosiworo.1991:7-8).

Secara mendasar dalam kata “pencemaran” terkandung pengertian pengotoran

(contamination), pemburukan (deterioration). Pengotoran dan pemburukan terhadap sesuatu semakin lama akan kian menghancurkan apa yang dikotori atau

diburukkan, sehingga akhirnya dapat memusnahkan setiap sasaran yang

(36)

Chris Park (2001:241) menyatakan bahwa:

Air pollution in the contamination of the atmosphere with substances that, because of their nature or quality, cannot be absorbed by natural environmental flows and cycles

Lebih lanjut, menurut “The Engineers’joint Council in Air Pollution and its

Control” definisi pencemaran udara disampaikan (Ryadi dalam Heribertus U Setyardi.2001:29), sebagai berikut:

Air pollution means presence in the outdoor atmosphere of one or more contaminants, such as dust, fumes, gas, mist, odor, smoke, or vapor in quantities, of characteristics, and of duration, such as to be injurious to human, plant, or animal life or to property, or which unreasonable interferes with the comfortable enjoyment of life and poverty (Pencemaran udara diartikan hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfir di luar, seperti antara lain oleh debu, busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak, dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan atau binatang maupun benda atau tanpa alasan jelas sudah dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme maupun benda)”

Definisi ini menekankan berbagai kontaminan dalam kemungkinan-kemungkinan

kuantitas, sifat maupun lamanya, yang selanjutnya digambarkan dapat berakibat

terhadap kehidupan organisme maupun benda. Definisi tersebut tidak

menekankan pada faktor aktivitas manusia sebagai penyebabnya. Sehingga bila

pembebasan kontaminan-kontaminan tersebut berasal dari peristiwa-peristiwa

alamiah dapat dikualifikasikan sebagai pencemaran udara atau dianggap belum

terjawab secara sempurna. Terhadap manusia hanya disebut-sebut dapat berakibat

kehidupan, tetapi masih belum secara jelas-jelas ditekankan berupa gangguan

(37)

Ryadi merumuskan definisi tersebut (Heribertus U Setyardi.2001:31-32), yaitu:

“Pencemaran udara adalah keadaan dimana ke dalam udara atmosfir oleh suatu sumber, baik melalui aktivitas manusia maupun alamiah dibebaskan satu atau beberapa bahan atau zat-zat dalam kuantitas maupun batas waktu tertentu yang secara karakteristik dapat atau memiliki kecenderungan dapat menimbulkan ketimpangan susunan udara secara ekonomis sehingga mampu menimbulkan gangguan-gangguan bagi kehidupan satu atau kelompok organisme maupun benda-benda”

Sedangkan definisi secara umum terhadap pencemaran udara dalam Ensiklopedia

Internasional yaitu “Air pollution is extraneous gases and small suspended

particles in the earth’s atmosphere” (La Ode M.Syarif. 2001:27). Ensiklopedia ini menekankan pada gas-gas yang berasal dari luar komposisi udara atmosfir

maupun partikel-partikel yang ringan yang dibebaskan ke dalam udara atmosfir

sebagai bahan buangan akibat pembebasan oleh sumber-sumber alamiah.

Sehingga yang menjadi penyebab pencemaran udara ada dua, yaitu

perbuatan/aktivitas manusia dan alam.

Di samping definisi-definisi yang tersebut di atas, peraturan-peraturan

perundang-undangan nasional Indonesia dan internasional memberikan pengertian hukum

terhadap pencemaran udara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak dinyatakan secara rinci mengenai definisi

pencemaran udara.

Definisi pencemaran udara dimasukkan dalam kategori pencemaran lingkungan

hidup secara garis besar yang Pasal 1 ayat (12), bahwa:

(38)

lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara, mendefinisikan pencemaran udara yaitu:

“Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya”

Definisi tersebut adalah sebagai kegiatan manusia yang berakibat mutu udara

ambien turun sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya lagi. Sedangkan

pencemaran udara diakibatkan oleh proses alam tidak disebutkan. Padahal

masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat juga terjadi alamiah, sebagai contoh

kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, debu meteorit, dan sebagainya.

Konvensi Jenewa 1979 mendefinisikan pencemaran udara dalam Pasal 1 butir 1,

yaitu:

“Air pollution means the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy into the air resulting in deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment, and ‘air

pollutants’ shall be construed accordingly

Definisi ini menyebabkan munculnya pencemaran udara adalah aktivitas orang

baik secara langsung maupun tidak yang efeknya merusak sumber daya alam.

Sehingga faktor alamiah sebagai penyebab/sumber terjadinya percemaran udara

(39)

Lebih lanjut dijelaskan terhadap pengertian pencemaran udara lintas batas pada

Pasal 1 butir 2, yaitu:

Long-range transboundary air pollution means air pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the area under the national jurisdiction of one State and which has adverse effects in the area under the jurisdiction of another State as such a distance it is not generally possible to distinguish the contribution of individual emission sources or groups of sources”

Jika mengacu pada definisi ini maka pencemaran udara lintas batas tersebut

merupakan pencemaran udara yang bersumber pada aktivitas perseorangan

maupun kelompok dalam yurisdiksi suatu negara, namun akibat dari aktivitas

tersebut mempunyai dampak negatif terhadap negara lainnya. Hal ini hampir sama

dengan peristiwa kebakaran hutan dalam yurisdiksi Indonesia.

Dengan demikian, pencemaran udara lintas batas negara adalah pencemaran udara

akibat adanya kontaminasi udara yang karakteristiknya berbahaya terjadi dari

bagian yurisdiksi negara mengenai yurisdiksi dan berdampak kerugian bagi

negara lain baik atas aktivitas manusia maupun alam.

2. Jenis-jenis Pencemaran Udara Lintas Batas

Sebagai titik awal dari klasifikasi klasik tentang tingkat-tingkat berbeda dari

perjalanan pencemaran udara di atmosfer. Hal ini meliputi (Joseph H Alcamo dan

Eliodoro Runca.1986:1-2):

a. Microscale (skala lokal), yang memiliki dimensi dengan jarak kira-kira sebesar lapisan perbatasan planet. Struktur yang berjalan dalam jarak ini

(40)

b. Mesoscale, berjarak beberapa ratus kilometer. Perjalanan atmosfer dalam jangkauan ini berlangsung hingga satu hari;

c. Synotic scale, mencapai hingga seribu kilometer dan berlangsung antara satu hingga lima hari.

Tipe-tipe micro dan meso (pada tingkat rendah) dikategorikan pencemaran udara tingkat lokal, sebagai contoh pada Karbon Monoksida (CO) dalam jumlah besar

dan Photooksidan dikarenakan kendaraan bermotor dan naiknya konsentran Sulfur

Dioksida (SO2) dari pembakaran batu bara secara domestik. Dua contoh terkenal

masalah pencemaran udara tingkat global adalah efek rumah kaca yang berhubungan dengan peningkatan Karbon Dioksida (CO2) di dalam atmosfer, dan

adanya kemungkinan penipisan lapisan ozon yang dikarenakan

Choloro-Fluoro-Carbons (CFC) dan emisi Nitrogen Oksida (NO). Skala meso (pada tingkat tinggi) dan synotic, adalah pencemaran udara lintas batas. Apabila terdapat perbatasan politik di antara jangkaun pencemaran, maka hanyalah sebuah pencemaran udara

skala regional. Sebab itu, skala meso (pada tingkat tinggi) dan synotis memiliki aspek politik di dalamnya.

Pencemaran udara lintas batas negara dapat dibedakan berdasarkan unsur-unsur

yang terkandung di dalamnya maupun berdasarkan akibatnya. Dijelaskan oleh

Joseph H. Alcamo dan Eliodoro Runca (1986:2) bahwa ada beberapa unsur pokok

pencemaran udara lintas batas, yaitu masuknya Sulfur dioksida (SO2), Sulfat

(SO4), Nitrogen dioksida (NO2), Ozon (O3) dan unsur gas berat lainnya, seperti

timah hitam, nikel dan jenis-jenis besi lainnya. Penting ditegaskan bahwa

(41)

secara jarak jauh tergantung bagaimana keadaan lapisan atmosfer, seberapa kuat

angin yang meniup di daerah tersebut dengan kekuatan yang lebih dominan. Jika

gas-gas tersebut lebih kuat maka udara akan kotor dan akan terjadi pencemaran

udara.

Karena mobilitasnya, udara lebih mudah tercampur dan dibawa oleh angin.

Variasi apapun yang terpenting dalam stabilitas atmosfer akan memberikan efek

pada manusia. Ada tiga dimensi (Park, Chris. 2001:226-227), yaitu (1) variasi dari

tempat ke tempat; (2) variasi dengan berat dalam atmosfer; dan (3) variasi waktu

terjadi. Hal inilah yang menyebabkan pencemaran udara memberikan dampak

buruk terhadap lingkungan global.

3. Mekanisme Perjalanan Pencemaran Udara Lintas Batas

Adanya perbedaan komposisi dan akibat terhadap pencemaran udara lintas batas

yang berbeda-beda. Hal ini dapat menyebabkan zat-zat tersebut dapat menempuh

jarak yang jauh dikarenakan adanya persamaan situasi meteorologi.

Contoh situasi yang sering ditemukan pada perjalanan pencemaran lintas batas di

bagian bumi di atas khatulistiwa:

(42)

pada siang hari. Kecepatan angin akan bertambah, hingga mencapai kecepatan 10-15 meter per detiknya dengan ketinggian sekitar 300-500 meter. Fenomena ini dikenal sebagai „nocturnal jet’. Zat pencemar yang memasuki daerah ini akan ditransportasikan oleh angin kuat, dan pada esok paginya akan mencapai daerah yang cukup jauh dari sumbernya (Joseph H Alcamo dan Eliodoro Runca.1986:4).”

Pencemar tersebut dapat berpindah ke tempat yang jauh. Efek pencemaran udara

ini dapat terjadi 1.000 km dari sumbernya (Lothar Gundling.2005:7). Sebab itu,

pencemaran udara lintas batas harus mendapat respon dari masyarakat

internasional.

C. Gambaran Umum Kebakaran Hutan di Indonesia

1. Definisi Kebakaran Hutan

Kata hutan merupakan terjemahan dari kata bos (Belanda) dan forest (Inggris). Pengertian hutan menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah tanah luas yang

ditumbuhi pohon-pohon (Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.1996).

Menurut Arifin Arief (2001:11-12) hutan merupakan kumpulan pepohonan yang

tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka

warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Beliau

menegaskan bahwa sudut pandang dalam mengartikan hutan sangat bervariasi.

Ahli ekonomi mengartikan hutan sebagai tempat menanam modal jangka panjang

yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Bagi

(43)

silvika, hutan merupakan suatu asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian

besar terdiri atas pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas.

Ahli ekologi mengartikan hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang

dikuasai oleh pohon-pohon yang mempunyai lingkungan berbeda dengan keadaan

di luar hutan. Sedangkan ahli kehutanan mengartikan hutan sebagai suatu

komunitas biologi yang didominasi oleh pohon-pohon tanaman keras.

Sedangkan pengertian hutan di dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan

berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Ada empat unsur yang terkandung dari definisi hutan menurut Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (H.S Salim.2003:41), yaitu:

a. Unsur lapangan yang cukup luas (minimal ¼ hektar), yang disebut tanah

hutan;

b. Unsur pohon (kayu, bambu, palem ,dsb), flora dan fauna;

c. Unsur lingkungan; dan

d. Unsur penetapan pemerintah.

Unsur pertama, kedua dan ketiga membentuk persekutuan hidup yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya penetapan pemerintah mengenai hutan

mempunyai arti sangat penting, karena dengan adanya penetapan pemerintah

kedudukan yuridis hutan akan menjadi lebih kuat.

Kebakaran berasal dari kata “bakar” yang berarti menghanguskan dengan api, jadi

(44)

Kebakaran hutan dalam skripsi ini yaitu terjadinya peristiwa terbakarnya hutan

yang terjadi akibat proses alam yang menyebabkan hutan dapat terbakar atau

faktor kesengajaan dari manusia.

2. Sejarah Kebakaran Hutan di Indonesia

Hutan hujan tropis merupakan suatu lingkungan alami di sebagian besar Asia

Tenggara, mencakup hingga 6% dari seluruh hutan di dunia dan tumbuh subur

dengan kondisi curah hujan yang lebat, tingginya temperatur, dan kelembaban

yang membuat hutan tropik kurang terancam kebakaran (Asian Development

Bank.2000:2). Kebakaran hutan sudah mulai terjadi di Asia Tenggara sejak zaman

Pleistocene dimungkinkan karena adanya masa berkurangnya curah hujan, di mana dalam masa itu cukup lama hutan menjadi kering dan rawan.

Penelitian terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah

terbakar secara berkala dimulai. Setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu.

Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang

lebih kering dari iklim saat itu. Namun manusia juga telah membakar hutan lebih

dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan

pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat

yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang

baru bagi hutan Indonesia (http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm diakses

21 Januari 2008).

Akhir-akhir ini perubahan iklim dalam jangka panjang disebabkan oleh Fenomena

(45)

makin rawan terhadap kebakaran bagi hutan tropis. El Nino diambil dari bahasa Spanyol yang artinya anak kristus. Fenomena ini adalah suatu fenomena kelautan dalam waktu-waktu tertentu di mana suatu pemanasan yang kuat dan

berkelanjutan terjadi di laut bagian atas pasifik timur, hal ini dapat mengacaukan

keadaan cuaca secara global. Efek dari El Nino mengakibatkan menguatkan arus laut panas yang mengganggu mekanisme cuaca.

Seperti halnya negara lain, sumber pencemaran udara di Indonesia terkombinasi

antara faktor manusia yang melakukan aktivitas dan kebijakan serta aktivitas

alam. Hasil kajian Center for International Forestry Research (CIFOR) menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun di Indonesia

merupakan dampak kompleksitas jaring kemiskinan dan pembangunan serta tata

pemerintahan (Suparto Wijoyo.2002:626). Kebakaran hutan dari kebijakan dan

regulasi pemerintah terhadap manajemen hutan di tahun 1970an, Indonesia

menderita karena kehilangan hutan sebanyak 2,4 juta hektar setiap tahunnya.

Semenjak pemerintah membuka kebijakan baru mengenai industri kayu di

berbagai pulau, seperti Kalimantan, Sumatra dan kepulauan Maluku dan

kepulauan lainnya, kebakaran hutan menjadi hal yang biasa. Dalam hal ini lebih

dari 278 perusahaan kayu mendapat kelonggaran dari pemerintah dalam

menggunduli hutan. Rata-rata 8.630 kilometer persegi hilang di tiap tahunnya

antara 1982 dan 1992. hasilnya lebih dari setengah hutan di Kalimantan gundul

(46)

3. Jenis-Jenis Kebakaran Hutan

Dilihat dari jenisnya, kebakaran hutan dibedakan menjadi tiga macam (Sumardi

dan S.M Widyaastuti. 2004: 177-178), yaitu:

a. Kebakaran permukaan (Surface Fire), yaitu kebakaran yang membakar bahan-bahan yang tersebar pada permukaan lantai hutan, misalnya

serasah, cabang dan ranting mati yang gugur dan tumbuhan bawah;

b. Kebakaran dalam tanah (Gound Fire), yaitu kebakaran yang terjadi pada jenis tanah yang mempunyai lapisan bahan organik tebal, misalnya

gambut. Proses kebakaran bergerak sangat lambat sehingga membakar

seluruh bahan organik yang ada diatasnya;

c. Kebakaran tajuk (Crown Fire), yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dengan lapisan tumbuhan bawah yang tebal dan kering, seringkali

ditambah banyaknya sisa kayu penebangan atau bahan mati lainnya.

Dari beberapa referensi buku yang di baca, kebakaran yang sering menimbulkan

terjadinya kebakaran hutan yaitu kebakaran tajuk (crown fire). Kebakaran ini jika terjadi bersamaan dengan kondisi cuaca yang memungkinkan dapat menimbulkan

asap (haze) dan terjadinya pencemaran udara lintas batas.

4. Penyebab Kebakaran Hutan di Indonesia

Tiga faktor yang menyebabkan kebakaran hutan yaitu kesengajaan, kelalaian dan pengaruh alam (Aca Sugandhy.1997:2). Faktor ini dijabarkan kembali atas kejadian-kejadian yang ada di lapangan. Muhamad Muhdar (2001:120)

menjabarkan penyebab timbulnya kebakaran hutan di Indonesia dapat dibagi

(47)

a. Pembukaan kawasan hutan dan cara membakar, terbagi dua bagian, yaitu:

1) Pembukaan kawasan hutan oleh para pengusaha perkebunan (terutama

perkebunan kelapa sawit);

Dalam hal ini membuka dan membersihkan areal hutan yang telah

dikonversi menjadi lahan perkebunan pada skala besar, termasuk

diantaranya membakar limbah kayu. Cara ini dianggap lebih mudah

karena tidak memakan biaya operasional perusahaan yang cukup banyak.

2) Perorangan/Masyarakat setempat.

Faktor lainnya karena ada persiapan lahan pertanian berskala kecil. Cara

ini telah menjadi kebiasaan masyarakat setempat setiap musim kemarau.

b. Faktor di luar pembukaan kawasan hutan dengan cara membakar, terbagi atas

dua bagian, yaitu:

1) Faktor kelalaian manusia;

Pada unsur ini biasanya dilakukan manusia pencari kayu bakar, pemburu,

ceroboh membuang puntung rokok dan penggunaan api untuk membuat

api unggun, serta pencari sarang lebah hutan.

2) Faktor alam.

Penyebab kedua yaitu adanya kondisi alam seperti lahan gambut dan batu

(48)

Faktor-faktor tersebut ditambahkan pada kondisi yang menjadi deteminan utama

terjadinya kebakaran hutan (Sahardjo dalam Dian Sulianti.2003:17-18), antara

lain:

a. Suhu udara. Semakin tinggi suhu udara akan menyebabkan semakin

besarnya peluang terjadinya kebakaran. Ketika musim kemarau tiba, udara

akan semakin panas;

b. Kelembaban udara. Semakin rendah kelembaban udara atau semakin

kering udara akan mendorong peluang terjadinya kebakaran kelembaban

udara. Ini berbanding terbalik terhadap suhu udara;

c. Curah hujan. Semakin tinggi curah hujan dapat memperkecil kemungkinan

terjadinya kebakaran hutan, bahkan secara teoritis dapat memadamkan

kebakaran tersebut;

d. Kecepatan angin. Bila kecepatan angin tinggi akan menambah peluang

terjadinya kebakaran karena bertambahnya konsentrasi oksigen;

Antara faktor-faktor ini yang mendominasi adalah pada faktor kesengajaan dan

kelalaian akibat manusia. Selain itu dipengaruhi cuaca yang cenderung

mendukung sehingga mempermudah pula terjadinya kebakaran hutan. Dari faktor

inilah maka menimbulkan pertanggunggjawaban hukum atas timbulnya akibat

hukum bagi subjek hukum yang melakukan dengan kesengajaan.

5. Dampak Negatif Kebakaran Hutan di Indonesia

Kebakaran hutan terbesar dalam sejarah Indonesia yaitu pada September 1997,

dan terus terjadi hingga beberapa bulan. Fenomena ini berkelanjutan dan menjadi

bencana tiap tahunnya. Meskipun Indonesia menerima teknis dan keuangan dari

beberapa negara seperti Jepang, Perancis, Australia dan USA dalam menangani

(49)

Konsekuensi pencemaran udara terjadi dalam kurun waktu kebakaran hutan

terjadi dan mengurangi standar udara sehat. Kebakaran hutan juga sebagai salah

satu pencemaran udara dapat merubah ekosistem alami dan ekosistem binaan

yang ada (Bratasida dalam Dian Sulianti.2003:15). Perubahan yang terjadi,

adalah:

a. Penurunan keanekaragaman hayati;

b. Terjadi proses suksesi hutan tropika yang semula telah stabil;

c. Gangguan, hambatan, ancaman dan tantangan terhadap daur hidrologi;

d. Perubahan materi organik tanah pada proses dekomposisi;

e. Perubahan fungsi ekonomi, fungsi ekologis hutan dan lahan setelah

terbakar.

Kebakaran hutan yang terjadi menimbulkan banyak dampak negatif ke dalam

berbagai aspek kehidupan (Nengah Wirawan.1997:2-4), yaitu:

a. Terhadap kondisi tanah, air dan atmosfer;

- Struktur tanah menyebabkan erosi dan banjir meningkat, unsur hara

banyak yang hanyut sehingga kesuburan tanah menurun drastis;

- Pembakaran biomassa tumbuh menghasilkan: (a) panas dan berbagai „gas kamar kaca’ yang meningkatkan suhu atmosfer (b) gas ozon yang menyebabkan gangguan mata, paru-paru, kerusakan pada tanaman,

mengumpul di atas permukaan tanah dengan konsentrasi lima kali

lebih tinggi dari biasanya (c) asam nitrit yang menimbulkan hujan

asam (acid rain) merusak potensi perikanan dan sumber air minum (d) abu atau partikel halus dan semua jenis gas ini kemudian membentuk

(50)

b. Terhadap keanekaragaman floranya

- Makin tinggi tingkat kerusakan hutan sebelum kebakaran, makin tinggi

pula dampak kebakarannya;

- Api yang membakar suatu wilayah secara berkala dan terus menerus

(misalnya seti

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di Indonesia telah mengakibatkan dampak negatif terhadap negara-negara tetangga (Malaysia-Singapura) yang memberikan reaksi-reaksi terhadap

Peran ASEAN Dalam Mengatasi Pencemaran Lingkungan Laut yang Bersifat Lintas Batas

Ruang lingkup prosedur pengendalian dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan meliputi 3 (tiga) fase, yaitu : fase pra bencana kebakaran hutan, fase

Ngin Bsrk rugdg j$Eh rc& i Frrrtur$ Ljogrwen

Pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan yang terjadi di indonesia untuk saat ini memang belum menimbulkan sengketa antara negara-negara ASEAN , namun

Akibatnya, negara yang merasa dirugikan oleh polusi udara yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dari suatu negara yang mengalami suatu kebakaran hutan dalam skala yang besar

Pencemaran kabut asap lintas batas yang hingga kini masih menjadi masalah masyarakat internasional di ASEAN adalah kebakaran hutan yang terjadi semenjak tahun 1997

Dengan ini Pemerintah Kabupaten Situbondo berkewajiban untuk melakukan pengendalian pencemaran atau kerusakan pada lingkungan dan ekosistem dalam wilayah Kabupaten