ABSTRAK
PENGARUH UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP POLA -
DIDIK GURU DI SMP NEGERI 1 PADANGRATU KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2013
Oleh Eko Budi Santoso
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru di SMPN 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang aktif mengajar di SMPN 1 Padangratu. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat. Teknik pokok pengumpulan data menggunakan angket.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dominan pada kategori dipatuhi dengan presentase 60,97% (2) pola didik guru cenderung pada kategori demokratis dengan persentase 56,09% (3) terdapat pengaruh yang positif, signifikan, dan kategori keeratan tinggi antara pengaruh UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru, artinya semakin dipatuhi UU No.23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak semakin demokratis pola didik guru.
DAFTAR ISI
1.2Identifikasi Masalah ... 10
1.3Pembatasan Masalah ... 10
1.4Rumusan Masalah ... 11
1.5Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11
1.5.1 Tujuan Penelitian ... 11
1.5.2 Kegunaan Penelitian ... 11
1.6Ruang Lingkup Penelitian ... 11
1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu ... 11
1.6.2 Ruang Lingkup Subjek ... 12
1.6.3 Ruang Lingkup Objek ... 12
1.6.4 Tempat Penelitian ... 12
1.6.5 Waktu Penelitian ... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Deskripsi Teoritis ... 13
2.1.1 Tinjuauan Mengeneai Undang-Undang Nomor 23 Tahun - 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 13
b. Pasal – Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun - 2002 Yang Berkaitan Dengan Proses Pendidikan di -
Sekolah. ... 14
2.1.2 Tinjauan Mengenai Pelindungan Anak dalam Dunia - Pendidikan ... 22
a. Pengertian Anak ... 22
b. Pengertian Peserta Didik / Siswa ... 25
c. Pengertian Perlindungan Anak ... 27
d. Ruang lingkup Hukum perlindungan Anak. ... 28
e. Peserta Didik/Siswa yang mendapatkan perlidungan - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang - Perlidungan Anak. ... 28
2.1.3 Tinjauan Mengenai Profesi Guru ... 29
a. Pengertian Guru ... 29
b. Kompetensi yang dimiliki seorang guru ... 32
c. Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Kerja Guru ... 35
2.1.4 Tinjauan Mengenai Pola Didik Guru ... 36
a. Pengertian Pola ... 36
b. Pengertian Didik... 36
c. Pengertian Pola Didik ... 37
d. Pengertian Pola Didik guru ... 37
2.1.5 Tinjauan Mengenai Pengelolaan Kelas ... 40
a. Pengertian Pengelolaan Kelas ... 40
b. Tujuan Pengelolaan Kelas ... 41
c. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam - Pengelolaan Kelas. ... 41
e. Beberapa Bentuk Sifat Dalam Pengelolaan Kelas ... 42
2.1.6 Tinjauan Tentang Tatacara Pemberian Hukuman Dalam- Pendidikan. ... 44
2.2Kerangka Pikir ... 49
2.3Hipotesis ... 50
III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode Penelitian ... 51
3.2Populasi ... 51
3.3Variabel Penelitian ... 51
3.3.1 Variabel Bebas ... 51
3.3.2 Variabel Terikat ... 52
3.4Definisi Konseptual dan Operasional Variabel... 52
3.4.1 Definisi Konseptual ... 52
b. Pola Didik Guru ... 52
3.4.2 Definisi Operasional Variabel ... 53
a. Definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 – tentang perlidungan anak ... 53
b. Pola Didik Guru ... 53
3.5Rencana Pengukuran Variabel ... 53
3.5.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 – tentang perlidungan anak ... 54
3.5.2 Pola Didik Guru ... 54
3.6Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.6.1 Teknik Pokok ... 55
3.6.2 Teknik Pendukung ... 55
a. Dokumentasi ... 55
b. Observasi ... 55
3.7Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55
3.7.1 Uji Validitas ... 55
3.7.2 Uji Reliabilitas ... 56
3.8Teknik Analisis Data ... 57
IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Langkah-Langkah Penelitia ... 61
4.1.1 Persiapan Pengajuan Judul ... 61
4.1.2 Penelitian Pendahuluan ... 62
4.1.3 Pengajuan Rencana Penelitian ... 62
4.1.4 Pelaksanaan Penelitian ... 63
a. Persiapan Administrasi ... 63
b. Penyusunan Alat Pengumpul Data ... 63
c. Penelitian di Lapangan ... 64
4.1.5 Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 64
a. Analisis Validitas Angket ... 64
b. Analisis Reliabilitas Angket ... 64
4.2Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 69
4.2.1 Sejarah SMP Negeri 1 Padangratu ... 69
4.2.2 Visi dan Misi SMP Negeri 1 Padangratu ... 70
a. Visi SMP Negeri 1 Padangratu ... 70
b. Misi SMP Negeri 1 Padangratu ... 71
4.2.3 Data Guru dan Jumlah Ruang SMP Negeri 1 Padangratu .... 71
a. Data guru SMP Negeri 1 Padangratu ... 71
b. Jumlah Ruang dan Luas SMP Negeri 1 Padangratu ... 72
c. Kegiatan Ekstrakurikuler siswa SMP Negeri 1 Padangratu ... 72
4.3.1 Pengumpulan Data ... 72
4.3.2 Penyajian Data ... 73
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002- tentang perlidungan anak ... 73
b. Pola Didik Guru di SMP Negeri 1 Padangratu... 84
4.4Pengujian Hipotesis ... 93
4.5Pembahasan ... 98
4.5.1 Variabel UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan- anak ... 98
4.5.2 Variabel Pola didik guru di SMP Negeri 1 Padangratu ... 106
V.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 113
5.2Saran ... 114
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah
sebuah peraturan yang membahas tentang hak, dan kewajiban anak, serta
hak kewajiban dan wewenang orang tua terhadap anak dan segala macam
hal yang berkenaan dengan itu, yang harapannya dapat melindungi hak-hak
anak supaya anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan layak.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera (pasal 3,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).
Namun, ada kemungkinan masih ada hak-hak anak yang dilanggar dalam
dunia pendidikan, misalnya dalam pemberian hukuman fisik.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
menerangkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
dapat disimpulkan suatu pekerjaan yang mendidik peserta didik. Dapat
dikatakan juga guru merupakan komponen sosial yang erat kaitannya
dengan anak dan oleh karena kedekatannya itu guru sangat rentan terhadap
pelanggaran undang-undang perlindungan anak, sering kali ditayangkan
diberbagai media ada beberapa guru yang memberikan hukuman fisik pada
anak didiknya terlalu keras bahkan perlakuan tindak asusila terhadap anak
didik sering kali dilakukan oleh guru mereka sendiri.
Pendidikan di Indonesia pada pelaksanaannya haruslah sesuai dengan
undang-undang yang ada di Indonesia. Tapi pada kenyataannya masih ada
oknum guru yang kurang paham dan mengerti pola didik yang baik untuk
anak yang sesuai dengan undang-undang perlindungan anak yakni
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan pada
akhirnya banyak dari media baik media elektronik maupun media cetak
mem blow-up berita tentang guru yang dipenjara karena melakukan
tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan guru terhadap anak didiknya,
walau begitu ada juga guru yang mengindahkan undang-undang
perlindungan anak namun dalam melakukan tugasnya guru tersebut kadang
kurang edukatif misalnya dalam pelaksananan pembelajaran ada beberapa
guru yang cari aman yakni tetap melakukan pendidikan namun dalam
pelaksanaannya kurang maksimal sehingga punnishment atau hukuman
jarang diberikan lagi atau bahkan tidak pernah diberikan sama sekali karena
takut dilaporkan oleh wali murid padahal hukuman yang bersifat edukatif
juga merupakan suatu pembinaan yang wajib diberikan oleh guru guna
ada masalah lain yakni dari orang tua atau wali murid sendiri, alih-alih telah
diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yang kemudian hak anaknya dilindungi sepenuhnya
oleh undang-undang tersebut, kemudian dimanfaatkan oleh orang tua atau
wali murid, salah satu contoh adalah anak yang pelanggaran kemudia diberi
hukuman fisik berupa dicubit oleh guru, kemudian pihak orang tua atau wali
murid langsung melakukan visum terhadap yang melakukan pelanggaran
tersebut dan mengancam guru untuk dilaporkan ke polisi atas tuduhan
penganiayaan terhadap anak.
Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlidungan Anak dikatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan
hukuman yang tidak manusiawi, dalam pasal di atas pada bagian terakhir
tertulis penjatuhan hukum yang tidak manusiawi hal ini berarti bahwa ada
penjatuhan hukuman yang manusiawi, menurut Abu Hamdi dan Nur
Uhbiyanti (2003:151) menerangkan bahwa dalam dunia pedagogis,
hukuman itu merupakan hal yang wajar, bilamana derita yang ditimbulkan
oleh hukuman itu memberi sumbangan bagi perkembangan moral anak
didik. Anak juga memiliki kewajiban yang tercantum pada Pasal 19
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yakni setiap anak berkewajiban
untuk :
1) Menghormati orang tua, wali, dan guru;
2) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Kenyataannya banyak anak yang kini meninggalkan aturan berdasarkan
pasal tersebut. Oleh karena itu guru dituntut harus lebih tekun dalam
mendidik peserta didik, pemberian hukuman harus sewajarnya. Dan untuk
mencegah hal-hal tersebut guru harus bisa memahami Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, contohnya pada Pasal 54
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang
menjelaskan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib
dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau
lembaga pendidikan lainnya. Dengan memahami Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak seperti pada contoh Pasal 54 di
atas harapannya pelaksanaan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan
tidak merugikan kedua belah pihak baik peserta didik maupun guru.
Menurut hasil wawancara dengan ibu Nunung Nurjanah yakni guru
Bimbingan dan Konseling (BK) di SMP Negeri 1 Padangratu pada waktu
dulu memang pernah peserta didik mendapat hukuman fisik namun
sekarang peserta didik lebih sulit diatur, karena banyak guru kini jarang
melakukan hukuman kepada anak yang melanggar tata tertib sekolah
bahkan terkesan membiarkan. Takut bersinggungan dengan undang-undang
perlindungan anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dari data
Padangratu terlihat adanya keseragaman pemberian hukuman yang
diberikan pada peserta didik yang melakukan pelanggaran yakni diberikan
bimbingan dan itupun tidak intensif, hal tersebut mengindikasikan adanya
pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak terhadap
pola didik guru berupa perlakuan pemberian hukaman yang terkesan kurang
tegas. beberapa contoh pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik
adalah sebagai berikut:
1) Contoh pelanggaran 1 : Senin 14 Januari 2013, seorang siswi bernama
Weni kelas 7C melakukan pelanggaran berupa perkelahian dengan siswi
bernama Asri, dikarenakan saling ejek. Pemecahan masalah pada kedua
siswi tersebut adalah dengan diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas.
Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.
2) Contoh Pelanggaran 2 : Kamis 10 Januari 2013, beberapa anak/peserta
didik kelas 7 ketahuan mencuri buku paket LKS (lembar kerja siswa).
Pemecahan masalah pada beberapa anak/peserta didik kelas 7 tersebut
adalah diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas dan mengembalikan
atau mebayar uang ganti buku LKS tersebut. Namun bimbingan itu
diberikan hanya satu kali saja.
3) Contoh pelanggaran 3 : Selasa 29 Januari 2013, beberapa anak/peserta
didik ketahuan merokok di lingkungan sekolah yakni di kantin sekolah.
Pemecahan masalah pada beberapa orang anak/peserta didik kelas 7
tersebut adalah diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas. Namun
4) Contoh pelanggaran 4 : Selasa 19 September 2012, dua orang siswi
bernama Weni Dearta dan Winda Sari, melakukan penganiayaan
terhadap Rahmadi, Pemecahan masalah pada kedua siswi tersebut adalah
diberi bimbingan kelompok oleh guru atau wali kelas. Namun bimbingan
itu diberikan hanya satu kali saja.
5) Contoh pelanggaran 5 : Seorang peserta didik bernama Dewasyah
Saputra melakukan pelecehan terhadap seorang siswi bernama Ayu
Lestari dan peserta didik terebut juga melakukan pelangagaran lain
yakni merokok di dalam kelas. Pemecahan masalah dalam kasus tersebut
adalah diberikan bimbingan secara pribadi oleh guru atau wali kelas.
Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.
Menurut penuturan seorang peserta didik di SMP Negeri 1 Padangratu
menerangkan bahwa ada beberapa guru yang dulu sering memberikan
hukuman kepada anak yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah
namun hukumannya terkadang tidak tepat atau tidak sepantasnya dilakukan,
contohnya berupa hukuman fisik yakni peserta didik ditampar ataupun
dicubit perutnya, namun sekarang beberapa guru tersebut sudah tidak lagi
melakukann pemberian hukuman seperti itu. Dan ada pula beberapa guru
yang kini lebih intensif memberikan pendidikan maupun pengajaran
terhadap peserta didiknya namun jarang sekali memberikan hukuman
kepada peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah. Dari wawancara
kecil di atas mengindikasikan ada efek yang nyata dari undang-undang
Pada contoh kasus pelanggaran di atas guru sebagai praktisi pendidikan
terlihat memliki kecenderungan membiarkan anak didiknya dan terlihat
enggan menanggulangi masalah ataupun kasus yang dialami oleh anak
didiknya, kecenderungan ini dikarenakan Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak terlihat seperti sedikit sekali memberikan
ruang bagi guru dalam pelaksanaannya untuk melakukan pendidikan. Masih
ada kekhawatiran guru dalam melakukan hukuman yang tegas terhadap
anak yang melakukan pelanggaran. Walau begitu bila dicermati ada
beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yang sebenarnya memberi ruang kepada guru untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam tugasnya jika dirasa perlu
dilakukan semisal pemberian hukuman kepada anak didik namun begitu
harus berdasarkan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak dan itu
merupakan solusi yang dirasa tepat hal ini sesuai dengan Pasal 2 huruf b
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Pasal 50 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
merupakan pasal yang erat kaitan dengan pelaksanan pendidikan, pada
huruf b, c, dan d guru sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam dunia
pendidikan berkewajban mengembangkan penghormatan atas hak asasi
manusia dan kebebasan asasi sekaligus mengembangkan rasa hormat
terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilainya sendiri,
nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan
peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri terhadap
sekaligus pemberi ruang gerak bagi guru dalam melakukan berbagai
kegiatan pendidikan di sekolah guna membentuk pribadi anak yang
diharapkan sesuai dengan pasal 50 tersebut. Tindakan pemberian hukuman
kepada anak didik bukan serta merta di anggap pelanggaran tindak pidana
ataupun merupakan suatu kekerasan seperti yang di terangkan pasal pasal 54
karena ranah pemeberian hukuman di sekolah merupakan suatu cara
membentuk kepribadian anak sesuai dengan Pasal 50 huruf a,b,c,d dan e
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, namun
begitu tentu pemberian hukuman haruslah tepat, manusiawi, dan menjadi
kepentingan terbaik anak didik, bukan atas dasar emosional guru semata.
Hukuman fisik yang masih dalam tataran wajar dan manusiawi jika dikira
perlu diberikan serta merupakan jalan terbaik serta dalam pertimbangan
derita yang ditimbulkan hukuman itu memberi sumbangan bagi
perkembangan moral anak didik hukuman itu adalah hal yang dibolehkan
demi tercapainya pribadi anak yang sesuai dengan harapan Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak itu sendiri yakni pada pasal
50.
Dengan memahami pasal 50 di atas dan pasal-pasal lainnya yang tertuang
dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
guru tentu memahami posisinya dalam dunia kependidikan dan tidak
khawatir dalam melaksankan tugasnya dengan semestinya dan sesuai
dengan kaidah pendidikan yang baik. Namun begitu pemahaman yang
berbeda antara guru satu dengan yang lainnya terhadap Undang-Undang No.
kaidah pendidikan yang baik, tentu akan berimbas pada berbeda pula pola
didik guru di lapangan. Sejauh yang peneliti pahami ada beberapa bentuk
pola didik guru antaralain yaitu pola didik otoriter yakni pola guru mendidik
secara kaku dan tidak memahami keinginan anak, kemudian didik
demokratis yakni pola mendidik guru dengan guru sebagai penengah dan
pemberi stimulasi pada anak, kemudian pola didik berimbang yakni pola
guru mendidik dengan memberi kebebasan namun juga batasan.
Berdasarkan uraian di atas akhirnya peneliti merasa tertarik dan merasa
sangat perlu diadakannya penelitian tentang pengaruh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik
guru. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 1 Padangratu, guna
menjelaskan bagaimanakah bentuk pengaruh undang-undang perlindungan
anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak terhadap pola didik guru.
SMP Negeri 1 Padangratu terletak di Desa Sriagung Kecamatan Padangratu,
Kabupaten Lampung Tengah. Letaknya yang jauh dari perkotaan dan berada
di daerah yang cukup rawan berbagai macam kejahatan, lokasi SMP Negeri
1 Padangratu juga dulunya sering terjadi konflik antar suku, sehingga rentan
sekali di sekolah tersebut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Guru di
sekolah tersebut harus hati-hati dan sabar dalam mendidik murid-muridnya
agar menjadi manusia yang baik dan berbudi pekerti. Dalam pelakasanaan
pendidikan di sekolah tersebut tentu harus disesuaikan pola mengajar atau
akan terfokus pada pola didik guru dengan memahami Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang kemudian akan di
angkat dalam satu judul penelitian yakni pengaruh Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru di SMP
Negeri 1 Padangratu tahun 2013.
1.2 Identifikasi Masalah.
Adapun masalah yang didapati menurut latar belakang masalah adalah :
1) Berubahnya pola pemberian hukuman pada anak didik dalam proses
pendidikan di sekolah.
2) Berubahnya pola guru mendidik dalam upaya pembinaan anak didik.
3) Perlunya pemahaman yang tepat antara guru dan orang tua terhadap
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
dalam pelaksanaan pendidikan.
4) Perlunya penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak di lingkungan sekolah dengan baik.
5) Pola didik guru haruslah bersesuaian dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penelitian difokuskan pada masalah mengenai
pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapat sesuai dengan latar belakang hingga
pembatasan masalah adalah bagaimanakah pengaruh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik
guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013?
1.5 Tujuan dan kegunaan penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan
bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru.
1.5.2 Kegunaan Penelitian
Menerapkan konsep, teori, prinsip dan prosedur di pendidikan
khususnya di PKn pada kajian hukum dan pendidikan karena
berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak dalam rangka optimalisasi pelaksanaan
pendidikan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu
Adapun wilayah kajian penelitian adalah wilayah kajian hukum dan
1.6.2 Ruang Lingkup Subjek
Subjek penelitian adalah guru di SMP Negeri 1 Padangratu Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 2013.
1.6.3 Ruang Lingkup Objek
Obyek Penilitian ini adalah penerapan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan pengaruhnya terhadap
pola didik guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah
Tahun 2013.
1.6.4 Tempat Penelitian
Adapun tempat penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Padangratu
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.
1.6.5 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat izin
penelitian yakni pada tanggal 30 Mei 2013, penelitian dilapangan
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teoritis
2.1.1 Tinjauan Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak
a. Tinjauan Umum
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
adalah suatu peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Republik
Indonesia yang disahkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini
badan eksekutif (Presiden) bersama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlidungan Anak disahkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober
2002 ditandatangani oleh presiden pada masa itu yakni Ibu
Megawati Soekarnoputri, kemudian diundangkan di Jakarta pada
tanggal 22 Oktober 2002 oleh Sekretaris Negara Republik
Indonesia pada waktu itu yakni Bambang Kesowo tertulis pada
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109
yang pembuatannya didasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang fungsinya untuk mengatur secara
tertulis, konkret, dan terperinci tentang hak dan kewajiban anak.
b. Pasal – Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Yang Berkaitan Dengan Proses Pendidikan di Sekolah.
1) Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Ayat 1 : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
Ayat 2 : Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Ayat 10 : Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang
atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan,
perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya
atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh
kembang anak secara wajar.
Ayat 11 : Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk
mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang
Ayat 12 : Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang
wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Ayat 13 : Masyarakat adalah perseorangan, keluarga,
kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi
kemasyarakatan.
Ayat 14 : Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai
kompetensi profesional dalam bidangnya.
2) Pasal 2
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi
Hak-Hak Anak meliputi:
a) non diskriminasi;
b) kepentingan yang terbaik bagi anak;
c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan.
d) penghargaan terhadap pendapat anak.
3) Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
4) Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
5) Pasal 9
Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Ayat 2 : Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak
memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang
memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
6) Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya
7) Pasal 13
Ayat 1 : Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,
atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a) Diskriminasi;
b) Eksploitasi, Baik Ekonomi Maupun Seksual;
c) Penelantaran;
d) Kekejaman, Kekerasan, Dan Penganiayaan;
e) Ketidakadilan; Dan
f) Perlakuan Salah Lainnya.
Ayat 2 : Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
8) Pasal 16
Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman
yang tidak manusiawi.
9) Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana
berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
10) Pasal 19
a) Menghormati orang tua, wali, dan guru;
b) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c) Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
11) Pasal 20
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.
12) Pasal 21
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab
menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak,
dan kondisi fisik dan/atau mental.
13) Pasal 23
Ayat 2 : Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak.
14) Pasal 25
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap
perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran
15) Pasal 50
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan
pada:
a) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak,
bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai
potensi mereka yang optimal;
b) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan
kebebasan asasi;
c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas
budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai
nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak
berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari
peradaban sendiri;
d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab.
e) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan
hidup.
16) Pasal 54
Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang
17) Pasal 72
Ayat 1 : Masyarakat berhak memperoleh kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.
Ayat 2 : Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan
anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan
usaha, dan media massa.
18) Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:
a) diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak
mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga
menghambat fungsi sosialnya; atau
b) penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak
mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental,
maupun sosial, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
19) Pasal 80
Ayat 1 : Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan
atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak,
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).
Ayat 2 : Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Ayat 3 : Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
20) Pasal 81
Ayat 1 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Ayat 2 : Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
21) Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
2.1.2 Tinjauan Mengenai Pelindungan Anak dalam Dunia Pendidikan
a. Pengertian Anak
Anak merupakan generasi penerus berlangsungnya kehidupan
manusia dalam hal ini Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlidungan anak menerangkan bahwa anak adalah
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Definisi anak pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
Konvensi Hak Anak (KHA) definisi anak adalah manusia yang
umurnya belum mencapai 18 tahun.
Beberapa undang-undang yang menguatkan pengertian anak yang
tercantum pada 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak antara lain :
1) Menurut Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1
Angka 5 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2) Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi Pasal 1 Angka 4 anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun.
3) Menurut Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak Pasal 1 Angka 1 anak adalah orang yang
dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan)
tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin.
4) Menurut Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak Pasal 1 Angka 2 anak adalah seseorang
yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan
belum pernah kawin.
5) Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia (HAM) Pasal 1 angka 5 anak adalah setiap manusia
menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila
hal tersebut adalah demi kepentingannya.
Berdasarkan beberapa undang-undang yang menguatkan
pengertian anak yang tercantum pada pasal 1 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terdapat
banyak keseragaman yakni anak adalah seseorang yang belum
berumur 18 tahun.
Selain pengertian anak menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan beberapa
undang-undang lainnya, beberapa ahli banyak juga menerangkan tentang
pengertian anak yakni.
Menurut John Locke dikutip oleh Gunarsa (1995: 21) anak adalah
pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus dikutip oleh
Suryabrata (1994: 35), mengatakan bahwa.
Anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari
hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
Pengertian lain menurut Sobur (1991: 56), mengartikan anak
sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat
berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan.
makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai
perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu
merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang
berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.
Berdasrkan beberapa pengertian anak di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang
umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap
kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa.
b. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah komponen penting yang definisinya adalah “A
person registered in an education and pursuing a course of study”
(seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan
mengikuti suatu jalur studi). Asa S. Knowles, Editor-in-Chief, The
International Encyclopedia of Higher Education, Volume 1, 1977.
dikutip oleh Jupri Malino (2012)
Pendapat lain diungkapkan dalam Id.wikipedia.org (2013) yang
menerangkan bahwa.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu, sedang siswa istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pengertian lain dari Aminuddin Rasyad yang dikutip oleh Jupri
is a man or woman, who knows how to read books.” (seorang
peserta sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan. Sedang
menurut Shafique Ali Khan (2005:62), pengertian peserta didik
adalah:
Orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka
mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan
mengikuti jalan kebaikan.
Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Menurut Abu Ahmadi (2001:251) menerangkan pula arti dari
peserta didik, antara lain sebagai berikut.
Peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa peserta didik adalah mereka yang terdaftar pada lembaga
pendidikan dan merupakan pelaku dalam kegiatan belajar
c. Pengertian Perlindungan Anak
Perlindungan anak sangat penting bagi keberlangsungan hidup
anak hal ini sesuai dengan pengertiannya, menurut Maidin Gultom
(2008:33) perlindungan anak adalah Perlindungan adalah segala
usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak
dapat melaksanakan hak dan kewajibanya demi perkembangan
pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.
Pengertian di atas juga senada dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bahwa perlindungan anak
adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak nya
agar dapat tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pendapat lain
diungkapkan oleh Arif Gosita yang dikutip oleh Maidin Gultom
(2010 : 34) yang berpendapat bahwa perlindungan anak adalah
suatu usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan
kewajibanya pendapat lain menurut Irma Setyowati yang dikutip
Oleh Maidin Gultom (2010 :34) :
Perlindungan anak adalah segala upaya yang dilakukan secara sadar oleh setap orang maupun lembaga
pemerintahan dan swasta yang bertujuan
mengusahakan pegamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosialanak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.
Pengertian lain menurut Doek dan Drewes dikutip oleh Maulana
perlindungan anak/remaja dengan pengertian jengdrecht. yang
kemudian dibagi dalam dua kelompok yakni sebagai berikut :
1) Pengertian dalam arti luas : Hukum perlindungan anak adalah
segala aturan hidup yang memberikan perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberikan kemungkinan bagi mereka untuk berkembang.
2) Dalam pengertian sempit : hukum perlindungan anak meliputi
perlindungan hukum yang terdapat dalam ketentuan hukum pidana, perdata, dan acara.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
perlindungan anak adalah segala daya usaha melindungi hak dan
kewajiban anak yang wajib dilakukan dan ditaati oleh semua
elemen masyarakat.
d. Ruang lingkup Hukum perlindungan Anak.
Menurut Arif Gosita dikutip Maulana Hasan Wadong (2000:40)
ruang lingkup hukum perlindungan anak meliputi kegitan
perlindungan anak yang merupakan suatu tindakan hukum yang
membawa akibat hukum. Pendapat lain diutarakan oleh Irma
Styowati Soemitro yang dikutip juga oleh Maulana Hasan Wadong
(2000:40) yang menyebutkan bahwa ruang lingkup Hukum
perlindungan anak dikelompokan dalam pengertian perlindungan
anak.
e. Peserta Didik yang mendapatkan perlidungan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan
18 tahun, sedangkan peserta didik adalah mereka yang terdaftar
pada lembaga pendidikan dan merupakan pelaku dalam kegiatan
belajar mengajar, mereka dalam hal ini peserta didik bisa jadi
anak-anak maupun orang dewasa.
Untuk membatasi siapa saja peserta didik yang mendapatkan
perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlidungan anak, maka peserta didik dibagi menurut
tahap perkembangan dan umurnya, menurut Abu Hamadi dan Nur
Uhbiyati (2003:42) peserta didik menurut perkembangan dan
umurnya dibagi dalam tiga kelompok yakni:
1) 0 – 7 Tahun = masa kanak-kanak
2) 7 – 14 Tahun = Masa Sekolah
3) 14 – 21 Tahun = Masa Pubertas
Dalam pembagian perkembangan dan kelompok umur peserta
didik di atas maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang
mendapat perlindungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang perlidungan anak adalah mereka yang berada pada masa
kanak-kanak, masa sekolah dan masa pubertas bagi mereka yang
masi berumur di bawah 18 tahun.
2.1.3 Tinjauan Mengenai Profesi Guru
a. Pengertian Guru.
Guru merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan,
karena guru merupakan pelaku utama dalam dunia pendidikan itu
Purwanto ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau
kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang (1994:126).
Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1982:123) bahwa pengertian
guru dapat dilihat dari dua sisi yakni:
Pertama secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.
Karena itulah guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu
yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Ahmad Tafsir (1992:74) mengemukakan pendapat bahwa guru
ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi
anak didik, baik potensi afektif, maupun kognitif.
Kemudian menurut Hamdani Ihsan dikutip oleh Abdul Rahman
Soleh (2013) menjelaskan bahwa :
Guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Pengertian lain menurut Zakiyah Darajat yang dikutip oleh M.
secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawabnya pendidikan yang terpikul dipundak
para orang tua.
Menurut Mc.Leod dikutip oleh Abdul Rahman Soleh (2013)
menerangkan bahwa guru adalah
A person whose occupation is theacing others, artinya
ialah, seseorang yang tugas utamanya adalah
mengajar". Status guru adalah kedudukan yang dicapai melalui upaya yang disengaja (pendidikan dan
pelatihan) yang dikenal dengan achieved status dan
status yang diberikan (assigned status) yaitu legalitas
yang diperoleh melalui surat keputusan pengangkatan sebagai guru oleh lembaga yang berwenang (negara atau lembaga pendidikan).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2008 tentang guru menjelaskan bahwa guru adalah:
Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau
keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005,
tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Secara sederhana guru dapat disimpulkan suatu pekerjaan yang
b. Kompetensi yang dimiliki seorang guru
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Undang-undang Nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 10 ayat (1) yang
menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.
1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008
tentang guru pasal 3 ayat (4) dijelaskan Kompetensi pedagogik
merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran
peserta didik yang sekurang kurangnya meliputi :
a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b) Pemahaman terhadap peserta didik
c) Pengembangan kurikulum/ silabus
e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f) Evaluasi hasil belajar
g) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
2) Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan
bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Lebih lanjut dijelaskan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 bab 2 pasal
3 bagian (5) bahwa kompetensi kepribadian guru
sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertakwa,
berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap,
berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi
kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan
berkelanjutan.
3) Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat luas.
Hal tersebut diuraiakn lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74 tahun 2008 tentang guru tentang guru, bahwa
kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian
dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi
untuk :
b) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara
fungsional.
c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik.
d) Bergaul secara santun dengan masyarakat.
4) Kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru
menjabarkan bahwa kompetensi profesional guru merupakan
kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya
yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan :
1) Menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai
dengan isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau
kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
2) Menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi,
atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau
koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran,
c. Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Kerja Guru
Menurut Jahja (2004:6) dalam menjalankan profesinya dilapangan
tugas guru adalah. Guru bertugas sebagai pendidik dan sebagai
pengajar. Sehingga dapat disebut juga pendidik dalam
pelaksananaan pendidikan merupakan seorang yang memberi
bimbingan yang berwujud pengaruh atau informasi atau arahan
kepada anak didik agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki
kepribadian yang utuh dan matang. Pendidikan terkait dengan
penanaman sikap, perilaku, budi pekerti dan moral terhadap peserta
didik yang bertujuan membentuk pribadi anak agar matang, dewasa
dan mandiri. Pengajaran terkait pemberian/transfer ilmu
pengetahuan, teknologi dan ketrampilan agar anak menjadi cerdas
intelektualnya dan cerdas emosionalnya, supaya hidupnya kelak
dapat sejahtera.
Menurut Mohamad Surya (2003:80) peranan guru adalah. Guru
memegang peranan yang amat sentral dalam keseluruhan proses
belajar mengajar. Sehingga guru dituntut harus mampu
mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar menjadi perilaku
belajar yang efektif dalam diri peserta didik, kemudian mampu
meningkatkan kualitas belajar para peserta didik dalam bentuk
kegiatan belajar yang dapat menghasilkan probadi mandiri, pelajar
efektif, pekerja yang produktif dalam arti penyampai pengetahuan
akan tatapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer
2.1.4 Tinjauan Mengenai Pola Didik Guru
a. Pengertian Pola
Pola dalam Artikata.com (2013) dijelaskan bahwa pola memiliki
banyak arti yakni gambar yg dipakai untuk contoh batik; atau corak
batik atau tenun atau potongan kertas yg dipakai sebagai contoh
dalam membuat baju; atau sistem yakni cara kerja sumber. Sedang
pengertian lain dijelaskan dalam Id.wikipedia.org (2013) pola
adalah adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set
peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk
menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika
sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis
untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana
sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Deteksi pola dasar disebut
pengenalan pola. Sehingga dapat disimpulkan pola yang sesuai
dengan penelitian ini adalah bentuk atau model atau sistem ataupun
tata cara.
b. Pengertian Didik
Didik adalah kata dasar dari pendidikan, dan memiliki banyak
sinonim atau persamaan kata. Kata didik bisa berarti asuh, ajar,
bina, bimbing, pelihara, dan tuntun. Arti dari pendidikan itu
sendiri, dalam Artikata.com (2013) dijelaskan bahwa pendidikan
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan.
Didik juga merupakan kata dasar dari mendidik yang artinya yakni
memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, dalam Artikata.com
(2013).
c. Pengertian Pola didik
Melihat dari pengertian pola dan pengertian didik, pengertian pola
didik sama dengan pola asuh atau pola ajar/pengajaran atapun sikap
guru mengajar karena kesemuanya merupakan suatu persamaan
kata atau sinonim, namun untuk pola asuh biasanya lebih
diperuntukan untuk orang tua dan pola didik dan pola ajar untuk
guru, namun pada hakikatnya sama maknanya yakni pola
perilaku/sikap yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif
konsistensi dari waktu ke waktu, Sanjaya Yasin (2012).
Melihat pengertian dari pola didik di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pola didik adalah pola perilaku ataupun sikap dalam
mendidik.
d. Pengertian Pola Didik Guru
Berdasarkan pengertian pola didik dan pengertian guru dapat
disimpulkan bahwa Pola didik guru adalah pola perilaku atau sikap
yang diterapkan pada anak didiknya di dalam maupun di luar kelas
dan bersifat relatif konsistensi dari setiap tahapan jenjang
pendidikan. Pola didik guru memiliki beberapa macam bentuknya,
yakni antara lain :
1) Menurut S. Nasution (2006 : 119 ) sikap atau pola didik guru
ada tiga yakni :
a) Sikap Otoriter
Yakni sikap guru yang menggunakan kuasanya dalam
memberikan pelajaran dengan menggunakan berbagai macam
cara. Anak diharuskan dapat belajar dengan berbagai macam
hukuman dan ancaman anak di paksa menguasai bahan
pelajaran. Tanpa mempertimbangkan akibat lainnya pada
anak.
b) Sikap Permissive
Adalah sikap guru yang membiarkan anak berkembang dalam
kebebasan tanpa banyak tekanan frustasi, larangan, perintah,
atau paksaan. Yang di pentingkan adalah perkembangan
kepribadian anak agar terbebas dari goncangan jiwa.
c) Sikap Riil
Adalah sikap yang mengedepankan pendidikan memerlukan
kebebasan akan tetapi juga pengendalian. Sehingga larangan
dan konflik maupun kebebasan dan kepuasan merupakan
2) Menurut Golemen dikutip Abu Huraerah (2007:42),
mengungkapkan tiga gaya mendidik/pola didik yang tidak
efisien yakni :
a) Sama sekali mengabaikan perasaan. Sehingga dapat diartikan
orang tua dan guru semacam ini memperlakukan masalah
sosial anaknya sebagai ha kecil atau gangguan.
b) Terlalu membebaskan. Dapat diartikan orang tua dan guru
semacam ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat
bahwa yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya
sendiri itu baik adanya.
c) Menghina. Dapat diartikan orang tua dan guru semacam ini
tidak menunjukan perasaan kepada anak. Orang tua dan guru
seperti ini biasanya suka mencela, mengecam dan
menghukum anak didik mereka.
3) Menurut M. Ngalim Purwanto (1995:48) beliau menerangkan
ada tiga gaya kepemimpinan (dapat disebut juga pola didik)
yang pokok dalam pendidikan yakni :
a) Kepemimpinan yang otokratis. Guru bertindak sebagai
diktaktor pada anak didiknya. Sehingga dapat diartikan guru
tidak menghiraukan keinginan peserta didik tapi lebih
mementingkan kepuasan pribadi dalam mendidik.
b) Kepemimpinan laissez faire. Guru membiarkan anak-anak
c) Kepemimpinan demokratis. Guru merupakan penengah yang
berusaha menstimulasi anak didiknya agar belajar secara
kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga dapat
diartikan guru lebih terbuka kepada anak didiknya untuk
mengungkapkan pendapat dan tidak mematikan unsur
kreatifitas pada diri anak didik.
Kemudian dari bentuk pola didik di atas peneliti rangkum kedalam
tiga jenis tingkatan pola didik guru yakni :
a) Pola didik otoriter. Yakni pola guru mendidik secara kaku dan
tidak memahami keinginan anak.
b) Pola didik berimbang. Yakni pola guru mendidik dengan
memberi kebebasan namun juga batasan.
c) Pola didik demokratis. Yakni pola mendidik guru dengan guru
sebagai penengah dan pemberi stimulasi pada anak.
2.1.5 Tinjauan Mengenai Pengelolaan Kelas.
a. Pengertian Pengelolaan Kelas
Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1994: 113) pengelolaan
kelas adalah usaha yang dilakukan guru untuk menata kehidupan
kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur
dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk
memaksimalkan efisiensi, memantau kemajuan peserta didik, dan
mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul. Sedang
Pengelolaan kelas merupakan upaya mengelola siswa di
kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan
mempertahankan suasana (kondisi) kelas yang
menunjang program pengajaran dengan jalan
menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kelas adalah usaha yang dilakukan guru dalam
mengelola peserta didik di kelas dengan berbagai cara guna
mencapai kondisi kelas yang diinginkan.
b. Tujuan Pengelolaan Kelas
Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas
bagi bermacam –macam kegiatan belajar peserta didik dalam
lingkungan sosial . Suharsimi Arikunto (1988:68) berpendapat
bahwa tujuan pengelolaan adalah agar setiap anak dikelas padat
bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran
secara efektif dan efisien tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya
telah terkandung dalam tujuan pendidikan sebagai guru kita harus
sadar tanpa mengelola kelas dengan baik maka akan menghambat
kegiatan belajar mengajar.
c. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengelolaan
Kelas.
Menurut Arief Rachman (2002:138) Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kelas antara lain :
1) Partisipasi aktif dalam kelas.
3) Adanya suasana kompetisi yang sehat.
4) Menghargai kerja keras.
5) Kemandirian akademis.
6) Merasa sama kedudukan antar siswa.
7) Menghormati sesama teman.
8) Suasana demokratis harus muncul dalam kelas.
9) Hubungan guru-murid adalah hubungan akademis, tetapi
memperhatikan kaidah - kaidah sopan santun.
10) Semua kegiatan belajar mengajar bermuara untuk memperbaiki
martabat diri, keluarga dan masyarakat.
d. Beberapa Bentuk Sifat Dalam Pengelolaan Kelas.
Menurut Infodiknas.com (2010) di dalam pengelolaan kelas dibagi
menjadi beberapa bentuk sifat, diantaranya :
1) Pengelolaan kelas yang bersifat otoritatif, yakni seperangkat
kegiatan guru untuk menciptakan dan memertahankan
ketertiban suasana kelas, disiplin sangat diutamakan.
2) Pengelolan kelas yang bersifat permisif, yakni pandangan ini
menekankan bahwa tugas guru ialah memaksimalkan
perwujudan kebebasan peserta didik. Dalam hal ini guru
membantu peserta didik untuk merasa bebas melakukan hal
yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru
menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara
alamiah.
3) Pengelolaan kelas yang berdasarkan prinsip-prinsip
pengubahan tingkah laku (behavioral modification), yaitu
seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku
peserta didik yang diinginkan dan mengurangi atau
meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara
tingkah laku yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang
diambil dari teori penguatan (reinforcement).
4) Pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim
sosio-emosional yang positif di dalam kelas. Pandangan ini
mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan
berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim
positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara
guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta
didik. Untuk terciptanya suasana seperti ini guru memegang
peranan kunci. Peranan guru ialah mengembangkan iklim
sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan
hubungan interpersonal yang sehat. Dengan demikian,
pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim
sosio-emosional kelas yang positif.
5) Pengelolaan kelas yang bertolak dari anggapan bahwa kelas
merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group
process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan
dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan
suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai
kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti
terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai
proses individual. Peranan guru ialah mendorong
Dengan demikian, pengelolaan kelas ialah seperangkat
kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memertahankan
organisasi kelas yang efektif.
2.1.6 Tinjauan Tentang Tatacara Pemberian Hukuman Dalam
Pendidikan.
Pendidikan di sekolah dalam pelaksanaannya pasti ada
kejadian-kejadian yang mengharuskan guru atau pendidik melakukan
pemberian hukuman kepada peserta didik. Hal tersebut bisa saja
dilakukan jika dengan cara-cara lain sudah tidak mungkin untuk
merubah perilaku anak atau demi ketertiban lingkungan di sekolah.
Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar
dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dan dengan adanya
nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di
dalam hatinya untuk tidak mengulanginya. (Amin Danien
Indrakusuma, 1973:14 ). Menghukum adalah memberikan atau
mengadakan nestapa/penderitaan dengan sengaja kepada anak yang
menjadi asuhan kita dengan maksud supaya penderitaan itu betul -
betul dirasainya untuk menuju kearah perbaikan. (Suwarno,
1981:115). Dalam memberikan hukuman guru hendaknya mengacu
pada peraturan yang ada seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 agar tidak melanggar hak anak dan membatasi ruang gerak anak
masuk akal dan dapat diterima sebagai hal yang wajar oleh peserta
didik.
Pemberian hukuman sebaiknya mempertimbangkan adanya dampak
negatif dari hukuman yang diberikan. Menurut Utami Munandar
(2002:103) dampak negatif yang harus diperhatikan adalah antara lain:
1) Pemberian hukuman tidak menunjang perkembangan dan kendali
diri pada anak, karena bisa jadi anak tidak belajar dari
kesalahannya dan tidak belajar memikul tanggung jawab sendiri
untuk mengendalikan diri.
2) Pemberian hukuman dapat memberikan model yang negatif,
penerimaan suatu perilaku dapat diterima anak tergantung dari
siapa yang melakukannya.
3) Pemberian hukuman dapat menimbulkan agresivitas jika seseorang
disakiti, baik secara fisik atau mental maka ia akan memberontak.
4) Pemberian hukuman dapat menimbulkan aversi (menentang)
terhadap orangtua atau terhadap sekolah dan belajar.
Pada prinsipnya dalam memberikan suatu hukuman, para pendidik
hendaknya berpedoman kepada prinsip Punitur, Quia Peccatum est
artinya dihukum karena telah bersalah, dan Punitur, ne Peccatum
"artinya dihukum agar tidak lagi berbuat kesalahan, (M.J. Langeveld,
1987:117).