• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP POLA - DIDIK GURU DI SMP NEGERI 1 PADANGRATU KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP POLA - DIDIK GURU DI SMP NEGERI 1 PADANGRATU KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2013"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PENGARUH UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP POLA -

DIDIK GURU DI SMP NEGERI 1 PADANGRATU KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2013

Oleh Eko Budi Santoso

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru di SMPN 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang aktif mengajar di SMPN 1 Padangratu. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat. Teknik pokok pengumpulan data menggunakan angket.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dominan pada kategori dipatuhi dengan presentase 60,97% (2) pola didik guru cenderung pada kategori demokratis dengan persentase 56,09% (3) terdapat pengaruh yang positif, signifikan, dan kategori keeratan tinggi antara pengaruh UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru, artinya semakin dipatuhi UU No.23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak semakin demokratis pola didik guru.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

1.2Identifikasi Masalah ... 10

1.3Pembatasan Masalah ... 10

1.4Rumusan Masalah ... 11

1.5Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

1.5.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.5.2 Kegunaan Penelitian ... 11

1.6Ruang Lingkup Penelitian ... 11

1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu ... 11

1.6.2 Ruang Lingkup Subjek ... 12

1.6.3 Ruang Lingkup Objek ... 12

1.6.4 Tempat Penelitian ... 12

1.6.5 Waktu Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Deskripsi Teoritis ... 13

2.1.1 Tinjuauan Mengeneai Undang-Undang Nomor 23 Tahun - 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 13

(7)

b. Pasal – Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun - 2002 Yang Berkaitan Dengan Proses Pendidikan di -

Sekolah. ... 14

2.1.2 Tinjauan Mengenai Pelindungan Anak dalam Dunia - Pendidikan ... 22

a. Pengertian Anak ... 22

b. Pengertian Peserta Didik / Siswa ... 25

c. Pengertian Perlindungan Anak ... 27

d. Ruang lingkup Hukum perlindungan Anak. ... 28

e. Peserta Didik/Siswa yang mendapatkan perlidungan - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang - Perlidungan Anak. ... 28

2.1.3 Tinjauan Mengenai Profesi Guru ... 29

a. Pengertian Guru ... 29

b. Kompetensi yang dimiliki seorang guru ... 32

c. Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Kerja Guru ... 35

2.1.4 Tinjauan Mengenai Pola Didik Guru ... 36

a. Pengertian Pola ... 36

b. Pengertian Didik... 36

c. Pengertian Pola Didik ... 37

d. Pengertian Pola Didik guru ... 37

2.1.5 Tinjauan Mengenai Pengelolaan Kelas ... 40

a. Pengertian Pengelolaan Kelas ... 40

b. Tujuan Pengelolaan Kelas ... 41

c. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam - Pengelolaan Kelas. ... 41

e. Beberapa Bentuk Sifat Dalam Pengelolaan Kelas ... 42

2.1.6 Tinjauan Tentang Tatacara Pemberian Hukuman Dalam- Pendidikan. ... 44

2.2Kerangka Pikir ... 49

2.3Hipotesis ... 50

III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1Metode Penelitian ... 51

3.2Populasi ... 51

3.3Variabel Penelitian ... 51

3.3.1 Variabel Bebas ... 51

3.3.2 Variabel Terikat ... 52

3.4Definisi Konseptual dan Operasional Variabel... 52

3.4.1 Definisi Konseptual ... 52

(8)

b. Pola Didik Guru ... 52

3.4.2 Definisi Operasional Variabel ... 53

a. Definisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 – tentang perlidungan anak ... 53

b. Pola Didik Guru ... 53

3.5Rencana Pengukuran Variabel ... 53

3.5.1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 – tentang perlidungan anak ... 54

3.5.2 Pola Didik Guru ... 54

3.6Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.6.1 Teknik Pokok ... 55

3.6.2 Teknik Pendukung ... 55

a. Dokumentasi ... 55

b. Observasi ... 55

3.7Uji Validitas dan Reliabilitas ... 55

3.7.1 Uji Validitas ... 55

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 56

3.8Teknik Analisis Data ... 57

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Langkah-Langkah Penelitia ... 61

4.1.1 Persiapan Pengajuan Judul ... 61

4.1.2 Penelitian Pendahuluan ... 62

4.1.3 Pengajuan Rencana Penelitian ... 62

4.1.4 Pelaksanaan Penelitian ... 63

a. Persiapan Administrasi ... 63

b. Penyusunan Alat Pengumpul Data ... 63

c. Penelitian di Lapangan ... 64

4.1.5 Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 64

a. Analisis Validitas Angket ... 64

b. Analisis Reliabilitas Angket ... 64

4.2Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 69

4.2.1 Sejarah SMP Negeri 1 Padangratu ... 69

4.2.2 Visi dan Misi SMP Negeri 1 Padangratu ... 70

a. Visi SMP Negeri 1 Padangratu ... 70

b. Misi SMP Negeri 1 Padangratu ... 71

4.2.3 Data Guru dan Jumlah Ruang SMP Negeri 1 Padangratu .... 71

a. Data guru SMP Negeri 1 Padangratu ... 71

b. Jumlah Ruang dan Luas SMP Negeri 1 Padangratu ... 72

c. Kegiatan Ekstrakurikuler siswa SMP Negeri 1 Padangratu ... 72

(9)

4.3.1 Pengumpulan Data ... 72

4.3.2 Penyajian Data ... 73

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002- tentang perlidungan anak ... 73

b. Pola Didik Guru di SMP Negeri 1 Padangratu... 84

4.4Pengujian Hipotesis ... 93

4.5Pembahasan ... 98

4.5.1 Variabel UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan- anak ... 98

4.5.2 Variabel Pola didik guru di SMP Negeri 1 Padangratu ... 106

V.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 113

5.2Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah

sebuah peraturan yang membahas tentang hak, dan kewajiban anak, serta

hak kewajiban dan wewenang orang tua terhadap anak dan segala macam

hal yang berkenaan dengan itu, yang harapannya dapat melindungi hak-hak

anak supaya anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik dan layak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak

Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera (pasal 3,

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).

Namun, ada kemungkinan masih ada hak-hak anak yang dilanggar dalam

dunia pendidikan, misalnya dalam pemberian hukuman fisik.

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen

menerangkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

(11)

dapat disimpulkan suatu pekerjaan yang mendidik peserta didik. Dapat

dikatakan juga guru merupakan komponen sosial yang erat kaitannya

dengan anak dan oleh karena kedekatannya itu guru sangat rentan terhadap

pelanggaran undang-undang perlindungan anak, sering kali ditayangkan

diberbagai media ada beberapa guru yang memberikan hukuman fisik pada

anak didiknya terlalu keras bahkan perlakuan tindak asusila terhadap anak

didik sering kali dilakukan oleh guru mereka sendiri.

Pendidikan di Indonesia pada pelaksanaannya haruslah sesuai dengan

undang-undang yang ada di Indonesia. Tapi pada kenyataannya masih ada

oknum guru yang kurang paham dan mengerti pola didik yang baik untuk

anak yang sesuai dengan undang-undang perlindungan anak yakni

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan pada

akhirnya banyak dari media baik media elektronik maupun media cetak

mem blow-up berita tentang guru yang dipenjara karena melakukan

tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan guru terhadap anak didiknya,

walau begitu ada juga guru yang mengindahkan undang-undang

perlindungan anak namun dalam melakukan tugasnya guru tersebut kadang

kurang edukatif misalnya dalam pelaksananan pembelajaran ada beberapa

guru yang cari aman yakni tetap melakukan pendidikan namun dalam

pelaksanaannya kurang maksimal sehingga punnishment atau hukuman

jarang diberikan lagi atau bahkan tidak pernah diberikan sama sekali karena

takut dilaporkan oleh wali murid padahal hukuman yang bersifat edukatif

juga merupakan suatu pembinaan yang wajib diberikan oleh guru guna

(12)

ada masalah lain yakni dari orang tua atau wali murid sendiri, alih-alih telah

diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yang kemudian hak anaknya dilindungi sepenuhnya

oleh undang-undang tersebut, kemudian dimanfaatkan oleh orang tua atau

wali murid, salah satu contoh adalah anak yang pelanggaran kemudia diberi

hukuman fisik berupa dicubit oleh guru, kemudian pihak orang tua atau wali

murid langsung melakukan visum terhadap yang melakukan pelanggaran

tersebut dan mengancam guru untuk dilaporkan ke polisi atas tuduhan

penganiayaan terhadap anak.

Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlidungan Anak dikatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh

perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan

hukuman yang tidak manusiawi, dalam pasal di atas pada bagian terakhir

tertulis penjatuhan hukum yang tidak manusiawi hal ini berarti bahwa ada

penjatuhan hukuman yang manusiawi, menurut Abu Hamdi dan Nur

Uhbiyanti (2003:151) menerangkan bahwa dalam dunia pedagogis,

hukuman itu merupakan hal yang wajar, bilamana derita yang ditimbulkan

oleh hukuman itu memberi sumbangan bagi perkembangan moral anak

didik. Anak juga memiliki kewajiban yang tercantum pada Pasal 19

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yakni setiap anak berkewajiban

untuk :

1) Menghormati orang tua, wali, dan guru;

2) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

(13)

4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Kenyataannya banyak anak yang kini meninggalkan aturan berdasarkan

pasal tersebut. Oleh karena itu guru dituntut harus lebih tekun dalam

mendidik peserta didik, pemberian hukuman harus sewajarnya. Dan untuk

mencegah hal-hal tersebut guru harus bisa memahami Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, contohnya pada Pasal 54

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang

menjelaskan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib

dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola

sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau

lembaga pendidikan lainnya. Dengan memahami Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak seperti pada contoh Pasal 54 di

atas harapannya pelaksanaan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan

tidak merugikan kedua belah pihak baik peserta didik maupun guru.

Menurut hasil wawancara dengan ibu Nunung Nurjanah yakni guru

Bimbingan dan Konseling (BK) di SMP Negeri 1 Padangratu pada waktu

dulu memang pernah peserta didik mendapat hukuman fisik namun

sekarang peserta didik lebih sulit diatur, karena banyak guru kini jarang

melakukan hukuman kepada anak yang melanggar tata tertib sekolah

bahkan terkesan membiarkan. Takut bersinggungan dengan undang-undang

perlindungan anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dari data

(14)

Padangratu terlihat adanya keseragaman pemberian hukuman yang

diberikan pada peserta didik yang melakukan pelanggaran yakni diberikan

bimbingan dan itupun tidak intensif, hal tersebut mengindikasikan adanya

pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak terhadap

pola didik guru berupa perlakuan pemberian hukaman yang terkesan kurang

tegas. beberapa contoh pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik

adalah sebagai berikut:

1) Contoh pelanggaran 1 : Senin 14 Januari 2013, seorang siswi bernama

Weni kelas 7C melakukan pelanggaran berupa perkelahian dengan siswi

bernama Asri, dikarenakan saling ejek. Pemecahan masalah pada kedua

siswi tersebut adalah dengan diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas.

Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.

2) Contoh Pelanggaran 2 : Kamis 10 Januari 2013, beberapa anak/peserta

didik kelas 7 ketahuan mencuri buku paket LKS (lembar kerja siswa).

Pemecahan masalah pada beberapa anak/peserta didik kelas 7 tersebut

adalah diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas dan mengembalikan

atau mebayar uang ganti buku LKS tersebut. Namun bimbingan itu

diberikan hanya satu kali saja.

3) Contoh pelanggaran 3 : Selasa 29 Januari 2013, beberapa anak/peserta

didik ketahuan merokok di lingkungan sekolah yakni di kantin sekolah.

Pemecahan masalah pada beberapa orang anak/peserta didik kelas 7

tersebut adalah diberi bimbingan oleh guru atau wali kelas. Namun

(15)

4) Contoh pelanggaran 4 : Selasa 19 September 2012, dua orang siswi

bernama Weni Dearta dan Winda Sari, melakukan penganiayaan

terhadap Rahmadi, Pemecahan masalah pada kedua siswi tersebut adalah

diberi bimbingan kelompok oleh guru atau wali kelas. Namun bimbingan

itu diberikan hanya satu kali saja.

5) Contoh pelanggaran 5 : Seorang peserta didik bernama Dewasyah

Saputra melakukan pelecehan terhadap seorang siswi bernama Ayu

Lestari dan peserta didik terebut juga melakukan pelangagaran lain

yakni merokok di dalam kelas. Pemecahan masalah dalam kasus tersebut

adalah diberikan bimbingan secara pribadi oleh guru atau wali kelas.

Namun bimbingan itu diberikan hanya satu kali saja.

Menurut penuturan seorang peserta didik di SMP Negeri 1 Padangratu

menerangkan bahwa ada beberapa guru yang dulu sering memberikan

hukuman kepada anak yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah

namun hukumannya terkadang tidak tepat atau tidak sepantasnya dilakukan,

contohnya berupa hukuman fisik yakni peserta didik ditampar ataupun

dicubit perutnya, namun sekarang beberapa guru tersebut sudah tidak lagi

melakukann pemberian hukuman seperti itu. Dan ada pula beberapa guru

yang kini lebih intensif memberikan pendidikan maupun pengajaran

terhadap peserta didiknya namun jarang sekali memberikan hukuman

kepada peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah. Dari wawancara

kecil di atas mengindikasikan ada efek yang nyata dari undang-undang

(16)

Pada contoh kasus pelanggaran di atas guru sebagai praktisi pendidikan

terlihat memliki kecenderungan membiarkan anak didiknya dan terlihat

enggan menanggulangi masalah ataupun kasus yang dialami oleh anak

didiknya, kecenderungan ini dikarenakan Undang-Undang No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak terlihat seperti sedikit sekali memberikan

ruang bagi guru dalam pelaksanaannya untuk melakukan pendidikan. Masih

ada kekhawatiran guru dalam melakukan hukuman yang tegas terhadap

anak yang melakukan pelanggaran. Walau begitu bila dicermati ada

beberapa pasal dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yang sebenarnya memberi ruang kepada guru untuk

melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam tugasnya jika dirasa perlu

dilakukan semisal pemberian hukuman kepada anak didik namun begitu

harus berdasarkan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak dan itu

merupakan solusi yang dirasa tepat hal ini sesuai dengan Pasal 2 huruf b

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Pasal 50 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

merupakan pasal yang erat kaitan dengan pelaksanan pendidikan, pada

huruf b, c, dan d guru sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam dunia

pendidikan berkewajban mengembangkan penghormatan atas hak asasi

manusia dan kebebasan asasi sekaligus mengembangkan rasa hormat

terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilainya sendiri,

nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan

peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri terhadap

(17)

sekaligus pemberi ruang gerak bagi guru dalam melakukan berbagai

kegiatan pendidikan di sekolah guna membentuk pribadi anak yang

diharapkan sesuai dengan pasal 50 tersebut. Tindakan pemberian hukuman

kepada anak didik bukan serta merta di anggap pelanggaran tindak pidana

ataupun merupakan suatu kekerasan seperti yang di terangkan pasal pasal 54

karena ranah pemeberian hukuman di sekolah merupakan suatu cara

membentuk kepribadian anak sesuai dengan Pasal 50 huruf a,b,c,d dan e

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, namun

begitu tentu pemberian hukuman haruslah tepat, manusiawi, dan menjadi

kepentingan terbaik anak didik, bukan atas dasar emosional guru semata.

Hukuman fisik yang masih dalam tataran wajar dan manusiawi jika dikira

perlu diberikan serta merupakan jalan terbaik serta dalam pertimbangan

derita yang ditimbulkan hukuman itu memberi sumbangan bagi

perkembangan moral anak didik hukuman itu adalah hal yang dibolehkan

demi tercapainya pribadi anak yang sesuai dengan harapan Undang-Undang

No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak itu sendiri yakni pada pasal

50.

Dengan memahami pasal 50 di atas dan pasal-pasal lainnya yang tertuang

dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

guru tentu memahami posisinya dalam dunia kependidikan dan tidak

khawatir dalam melaksankan tugasnya dengan semestinya dan sesuai

dengan kaidah pendidikan yang baik. Namun begitu pemahaman yang

berbeda antara guru satu dengan yang lainnya terhadap Undang-Undang No.

(18)

kaidah pendidikan yang baik, tentu akan berimbas pada berbeda pula pola

didik guru di lapangan. Sejauh yang peneliti pahami ada beberapa bentuk

pola didik guru antaralain yaitu pola didik otoriter yakni pola guru mendidik

secara kaku dan tidak memahami keinginan anak, kemudian didik

demokratis yakni pola mendidik guru dengan guru sebagai penengah dan

pemberi stimulasi pada anak, kemudian pola didik berimbang yakni pola

guru mendidik dengan memberi kebebasan namun juga batasan.

Berdasarkan uraian di atas akhirnya peneliti merasa tertarik dan merasa

sangat perlu diadakannya penelitian tentang pengaruh Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik

guru. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 1 Padangratu, guna

menjelaskan bagaimanakah bentuk pengaruh undang-undang perlindungan

anak yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan

anak terhadap pola didik guru.

SMP Negeri 1 Padangratu terletak di Desa Sriagung Kecamatan Padangratu,

Kabupaten Lampung Tengah. Letaknya yang jauh dari perkotaan dan berada

di daerah yang cukup rawan berbagai macam kejahatan, lokasi SMP Negeri

1 Padangratu juga dulunya sering terjadi konflik antar suku, sehingga rentan

sekali di sekolah tersebut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Guru di

sekolah tersebut harus hati-hati dan sabar dalam mendidik murid-muridnya

agar menjadi manusia yang baik dan berbudi pekerti. Dalam pelakasanaan

pendidikan di sekolah tersebut tentu harus disesuaikan pola mengajar atau

(19)

akan terfokus pada pola didik guru dengan memahami Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang kemudian akan di

angkat dalam satu judul penelitian yakni pengaruh Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru di SMP

Negeri 1 Padangratu tahun 2013.

1.2 Identifikasi Masalah.

Adapun masalah yang didapati menurut latar belakang masalah adalah :

1) Berubahnya pola pemberian hukuman pada anak didik dalam proses

pendidikan di sekolah.

2) Berubahnya pola guru mendidik dalam upaya pembinaan anak didik.

3) Perlunya pemahaman yang tepat antara guru dan orang tua terhadap

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

dalam pelaksanaan pendidikan.

4) Perlunya penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak di lingkungan sekolah dengan baik.

5) Pola didik guru haruslah bersesuaian dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penelitian difokuskan pada masalah mengenai

pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

(20)

1.4 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang didapat sesuai dengan latar belakang hingga

pembatasan masalah adalah bagaimanakah pengaruh Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pola didik

guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013?

1.5 Tujuan dan kegunaan penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan

bagaimanakah pengaruh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak terhadap pola didik guru.

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Menerapkan konsep, teori, prinsip dan prosedur di pendidikan

khususnya di PKn pada kajian hukum dan pendidikan karena

berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak dalam rangka optimalisasi pelaksanaan

pendidikan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Ilmu

Adapun wilayah kajian penelitian adalah wilayah kajian hukum dan

(21)

1.6.2 Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian adalah guru di SMP Negeri 1 Padangratu Kabupaten

Lampung Tengah Tahun 2013.

1.6.3 Ruang Lingkup Objek

Obyek Penilitian ini adalah penerapan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan pengaruhnya terhadap

pola didik guru di SMP N 1 Padangratu Kabupaten Lampung Tengah

Tahun 2013.

1.6.4 Tempat Penelitian

Adapun tempat penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Padangratu

Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013.

1.6.5 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat izin

penelitian yakni pada tanggal 30 Mei 2013, penelitian dilapangan

(22)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Teoritis

2.1.1 Tinjauan Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak

a. Tinjauan Umum

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak

adalah suatu peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Republik

Indonesia yang disahkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini

badan eksekutif (Presiden) bersama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlidungan Anak disahkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober

2002 ditandatangani oleh presiden pada masa itu yakni Ibu

Megawati Soekarnoputri, kemudian diundangkan di Jakarta pada

tanggal 22 Oktober 2002 oleh Sekretaris Negara Republik

Indonesia pada waktu itu yakni Bambang Kesowo tertulis pada

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109

yang pembuatannya didasarkan pada Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang fungsinya untuk mengatur secara

tertulis, konkret, dan terperinci tentang hak dan kewajiban anak.

(23)

b. Pasal – Pasal pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Yang Berkaitan Dengan Proses Pendidikan di Sekolah.

1) Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Ayat 1 : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.

Ayat 2 : Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Ayat 10 : Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang

atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan,

perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya

atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh

kembang anak secara wajar.

Ayat 11 : Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk

mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang

(24)

Ayat 12 : Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang

wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Ayat 13 : Masyarakat adalah perseorangan, keluarga,

kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi

kemasyarakatan.

Ayat 14 : Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai

kompetensi profesional dalam bidangnya.

2) Pasal 2

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan

berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi

Hak-Hak Anak meliputi:

a) non diskriminasi;

b) kepentingan yang terbaik bagi anak;

c) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan.

d) penghargaan terhadap pendapat anak.

3) Pasal 3

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya

hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

(25)

kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia

yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

4) Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.

5) Pasal 9

Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan

pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan

tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

Ayat 2 : Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak

memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang

memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan

khusus.

6) Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,

menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan

tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya

(26)

7) Pasal 13

Ayat 1 : Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,

atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas

pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a) Diskriminasi;

b) Eksploitasi, Baik Ekonomi Maupun Seksual;

c) Penelantaran;

d) Kekejaman, Kekerasan, Dan Penganiayaan;

e) Ketidakadilan; Dan

f) Perlakuan Salah Lainnya.

Ayat 2 : Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak

melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

8) Pasal 16

Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari

sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman

yang tidak manusiawi.

9) Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana

berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

10) Pasal 19

(27)

a) Menghormati orang tua, wali, dan guru;

b) Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

c) Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

d) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan

e) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

11) Pasal 20

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak.

12) Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa

membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,

budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak,

dan kondisi fisik dan/atau mental.

13) Pasal 23

Ayat 2 : Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan

perlindungan anak.

14) Pasal 25

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap

perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran

(28)

15) Pasal 50

Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan

pada:

a) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak,

bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai

potensi mereka yang optimal;

b) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan

kebebasan asasi;

c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas

budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai

nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak

berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari

peradaban sendiri;

d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab.

e) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan

hidup.

16) Pasal 54

Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari

tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola

sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang

(29)

17) Pasal 72

Ayat 1 : Masyarakat berhak memperoleh kesempatan

seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

Ayat 2 : Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan

anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya

masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan

usaha, dan media massa.

18) Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:

a) diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak

mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga

menghambat fungsi sosialnya; atau

b) penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak

mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental,

maupun sosial, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

19) Pasal 80

Ayat 1 : Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan

atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak,

(30)

(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00

(tujuh puluh dua juta rupiah).

Ayat 2 : Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ayat 3 : Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

20) Pasal 81

Ayat 1 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan

kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan

persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan

paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Ayat 2 : Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja

(31)

membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau

dengan orang lain.

21) Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau

ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,

serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk

melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling

banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling

sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

2.1.2 Tinjauan Mengenai Pelindungan Anak dalam Dunia Pendidikan

a. Pengertian Anak

Anak merupakan generasi penerus berlangsungnya kehidupan

manusia dalam hal ini Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlidungan anak menerangkan bahwa anak adalah

amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

Definisi anak pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan seorang anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

(32)

Konvensi Hak Anak (KHA) definisi anak adalah manusia yang

umurnya belum mencapai 18 tahun.

Beberapa undang-undang yang menguatkan pengertian anak yang

tercantum pada 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak antara lain :

1) Menurut Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1

Angka 5 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2) Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang

Pornografi Pasal 1 Angka 4 anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun.

3) Menurut Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak Pasal 1 Angka 1 anak adalah orang yang

dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan

belum pernah kawin.

4) Menurut Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak Pasal 1 Angka 2 anak adalah seseorang

yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan

belum pernah kawin.

5) Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia (HAM) Pasal 1 angka 5 anak adalah setiap manusia

(33)

menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila

hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Berdasarkan beberapa undang-undang yang menguatkan

pengertian anak yang tercantum pada pasal 1 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terdapat

banyak keseragaman yakni anak adalah seseorang yang belum

berumur 18 tahun.

Selain pengertian anak menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan beberapa

undang-undang lainnya, beberapa ahli banyak juga menerangkan tentang

pengertian anak yakni.

Menurut John Locke dikutip oleh Gunarsa (1995: 21) anak adalah

pribadi yang masih bersih dan peka terhadap

rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus dikutip oleh

Suryabrata (1994: 35), mengatakan bahwa.

Anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari

hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh

keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.

Pengertian lain menurut Sobur (1991: 56), mengartikan anak

sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat

berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan.

(34)

makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai

perasaan, pikiran, kehendak sendiri, yang kesemuannya itu

merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang

berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.

Berdasrkan beberapa pengertian anak di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang

umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap

kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa.

b. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik adalah komponen penting yang definisinya adalah “A

person registered in an education and pursuing a course of study

(seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan

mengikuti suatu jalur studi). Asa S. Knowles, Editor-in-Chief, The

International Encyclopedia of Higher Education, Volume 1, 1977.

dikutip oleh Jupri Malino (2012)

Pendapat lain diungkapkan dalam Id.wikipedia.org (2013) yang

menerangkan bahwa.

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu, sedang siswa istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pengertian lain dari Aminuddin Rasyad yang dikutip oleh Jupri

(35)

is a man or woman, who knows how to read books.” (seorang

peserta sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi

pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan. Sedang

menurut Shafique Ali Khan (2005:62), pengertian peserta didik

adalah:

Orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka

mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan

mengikuti jalan kebaikan.

Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota

masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses

pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Menurut Abu Ahmadi (2001:251) menerangkan pula arti dari

peserta didik, antara lain sebagai berikut.

Peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa peserta didik adalah mereka yang terdaftar pada lembaga

pendidikan dan merupakan pelaku dalam kegiatan belajar

(36)

c. Pengertian Perlindungan Anak

Perlindungan anak sangat penting bagi keberlangsungan hidup

anak hal ini sesuai dengan pengertiannya, menurut Maidin Gultom

(2008:33) perlindungan anak adalah Perlindungan adalah segala

usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak

dapat melaksanakan hak dan kewajibanya demi perkembangan

pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial.

Pengertian di atas juga senada dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bahwa perlindungan anak

adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak nya

agar dapat tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pendapat lain

diungkapkan oleh Arif Gosita yang dikutip oleh Maidin Gultom

(2010 : 34) yang berpendapat bahwa perlindungan anak adalah

suatu usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan

kewajibanya pendapat lain menurut Irma Setyowati yang dikutip

Oleh Maidin Gultom (2010 :34) :

Perlindungan anak adalah segala upaya yang dilakukan secara sadar oleh setap orang maupun lembaga

pemerintahan dan swasta yang bertujuan

mengusahakan pegamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosialanak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.

Pengertian lain menurut Doek dan Drewes dikutip oleh Maulana

(37)

perlindungan anak/remaja dengan pengertian jengdrecht. yang

kemudian dibagi dalam dua kelompok yakni sebagai berikut :

1) Pengertian dalam arti luas : Hukum perlindungan anak adalah

segala aturan hidup yang memberikan perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberikan kemungkinan bagi mereka untuk berkembang.

2) Dalam pengertian sempit : hukum perlindungan anak meliputi

perlindungan hukum yang terdapat dalam ketentuan hukum pidana, perdata, dan acara.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

perlindungan anak adalah segala daya usaha melindungi hak dan

kewajiban anak yang wajib dilakukan dan ditaati oleh semua

elemen masyarakat.

d. Ruang lingkup Hukum perlindungan Anak.

Menurut Arif Gosita dikutip Maulana Hasan Wadong (2000:40)

ruang lingkup hukum perlindungan anak meliputi kegitan

perlindungan anak yang merupakan suatu tindakan hukum yang

membawa akibat hukum. Pendapat lain diutarakan oleh Irma

Styowati Soemitro yang dikutip juga oleh Maulana Hasan Wadong

(2000:40) yang menyebutkan bahwa ruang lingkup Hukum

perlindungan anak dikelompokan dalam pengertian perlindungan

anak.

e. Peserta Didik yang mendapatkan perlidungan Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan

(38)

18 tahun, sedangkan peserta didik adalah mereka yang terdaftar

pada lembaga pendidikan dan merupakan pelaku dalam kegiatan

belajar mengajar, mereka dalam hal ini peserta didik bisa jadi

anak-anak maupun orang dewasa.

Untuk membatasi siapa saja peserta didik yang mendapatkan

perlindungan hukum dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlidungan anak, maka peserta didik dibagi menurut

tahap perkembangan dan umurnya, menurut Abu Hamadi dan Nur

Uhbiyati (2003:42) peserta didik menurut perkembangan dan

umurnya dibagi dalam tiga kelompok yakni:

1) 0 – 7 Tahun = masa kanak-kanak

2) 7 – 14 Tahun = Masa Sekolah

3) 14 – 21 Tahun = Masa Pubertas

Dalam pembagian perkembangan dan kelompok umur peserta

didik di atas maka dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang

mendapat perlindungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlidungan anak adalah mereka yang berada pada masa

kanak-kanak, masa sekolah dan masa pubertas bagi mereka yang

masi berumur di bawah 18 tahun.

2.1.3 Tinjauan Mengenai Profesi Guru

a. Pengertian Guru.

Guru merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan,

karena guru merupakan pelaku utama dalam dunia pendidikan itu

(39)

Purwanto ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau

kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang (1994:126).

Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1982:123) bahwa pengertian

guru dapat dilihat dari dua sisi yakni:

Pertama secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.

Karena itulah guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu

yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

Ahmad Tafsir (1992:74) mengemukakan pendapat bahwa guru

ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan

anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi

anak didik, baik potensi afektif, maupun kognitif.

Kemudian menurut Hamdani Ihsan dikutip oleh Abdul Rahman

Soleh (2013) menjelaskan bahwa :

Guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Pengertian lain menurut Zakiyah Darajat yang dikutip oleh M.

(40)

secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul

sebagian tanggung jawabnya pendidikan yang terpikul dipundak

para orang tua.

Menurut Mc.Leod dikutip oleh Abdul Rahman Soleh (2013)

menerangkan bahwa guru adalah

A person whose occupation is theacing others, artinya

ialah, seseorang yang tugas utamanya adalah

mengajar". Status guru adalah kedudukan yang dicapai melalui upaya yang disengaja (pendidikan dan

pelatihan) yang dikenal dengan achieved status dan

status yang diberikan (assigned status) yaitu legalitas

yang diperoleh melalui surat keputusan pengangkatan sebagai guru oleh lembaga yang berwenang (negara atau lembaga pendidikan).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74

Tahun 2008 tentang guru menjelaskan bahwa guru adalah:

Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam

pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau

keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005,

tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.

Secara sederhana guru dapat disimpulkan suatu pekerjaan yang

(41)

b. Kompetensi yang dimiliki seorang guru

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat

pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,

dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan. Undang-undang Nomor 14

tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 10 ayat (1) yang

menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal

8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh

melalui pendidikan profesi.

1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap

peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008

tentang guru pasal 3 ayat (4) dijelaskan Kompetensi pedagogik

merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran

peserta didik yang sekurang kurangnya meliputi :

a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan

b) Pemahaman terhadap peserta didik

c) Pengembangan kurikulum/ silabus

(42)

e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis

f) Evaluasi hasil belajar

g) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang

mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan

bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Lebih lanjut dijelaskan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 bab 2 pasal

3 bagian (5) bahwa kompetensi kepribadian guru

sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertakwa,

berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap,

berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi

peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi

kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan

berkelanjutan.

3) Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi

dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,

sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat luas.

Hal tersebut diuraiakn lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 74 tahun 2008 tentang guru tentang guru, bahwa

kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian

dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi

untuk :

(43)

b) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara

fungsional.

c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik.

d) Bergaul secara santun dengan masyarakat.

4) Kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam

penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru

menjabarkan bahwa kompetensi profesional guru merupakan

kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu

pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya

yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan :

1) Menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai

dengan isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau

kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

2) Menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi,

atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau

koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran,

(44)

c. Tugas Pokok Dan Fungsi Satuan Kerja Guru

Menurut Jahja (2004:6) dalam menjalankan profesinya dilapangan

tugas guru adalah. Guru bertugas sebagai pendidik dan sebagai

pengajar. Sehingga dapat disebut juga pendidik dalam

pelaksananaan pendidikan merupakan seorang yang memberi

bimbingan yang berwujud pengaruh atau informasi atau arahan

kepada anak didik agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki

kepribadian yang utuh dan matang. Pendidikan terkait dengan

penanaman sikap, perilaku, budi pekerti dan moral terhadap peserta

didik yang bertujuan membentuk pribadi anak agar matang, dewasa

dan mandiri. Pengajaran terkait pemberian/transfer ilmu

pengetahuan, teknologi dan ketrampilan agar anak menjadi cerdas

intelektualnya dan cerdas emosionalnya, supaya hidupnya kelak

dapat sejahtera.

Menurut Mohamad Surya (2003:80) peranan guru adalah. Guru

memegang peranan yang amat sentral dalam keseluruhan proses

belajar mengajar. Sehingga guru dituntut harus mampu

mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar menjadi perilaku

belajar yang efektif dalam diri peserta didik, kemudian mampu

meningkatkan kualitas belajar para peserta didik dalam bentuk

kegiatan belajar yang dapat menghasilkan probadi mandiri, pelajar

efektif, pekerja yang produktif dalam arti penyampai pengetahuan

akan tatapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer

(45)

2.1.4 Tinjauan Mengenai Pola Didik Guru

a. Pengertian Pola

Pola dalam Artikata.com (2013) dijelaskan bahwa pola memiliki

banyak arti yakni gambar yg dipakai untuk contoh batik; atau corak

batik atau tenun atau potongan kertas yg dipakai sebagai contoh

dalam membuat baju; atau sistem yakni cara kerja sumber. Sedang

pengertian lain dijelaskan dalam Id.wikipedia.org (2013) pola

adalah adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set

peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk

menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika

sesuatu yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis

untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana

sesuatu itu dikatakan memamerkan pola. Deteksi pola dasar disebut

pengenalan pola. Sehingga dapat disimpulkan pola yang sesuai

dengan penelitian ini adalah bentuk atau model atau sistem ataupun

tata cara.

b. Pengertian Didik

Didik adalah kata dasar dari pendidikan, dan memiliki banyak

sinonim atau persamaan kata. Kata didik bisa berarti asuh, ajar,

bina, bimbing, pelihara, dan tuntun. Arti dari pendidikan itu

sendiri, dalam Artikata.com (2013) dijelaskan bahwa pendidikan

(46)

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan.

Didik juga merupakan kata dasar dari mendidik yang artinya yakni

memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, dalam Artikata.com

(2013).

c. Pengertian Pola didik

Melihat dari pengertian pola dan pengertian didik, pengertian pola

didik sama dengan pola asuh atau pola ajar/pengajaran atapun sikap

guru mengajar karena kesemuanya merupakan suatu persamaan

kata atau sinonim, namun untuk pola asuh biasanya lebih

diperuntukan untuk orang tua dan pola didik dan pola ajar untuk

guru, namun pada hakikatnya sama maknanya yakni pola

perilaku/sikap yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif

konsistensi dari waktu ke waktu, Sanjaya Yasin (2012).

Melihat pengertian dari pola didik di atas maka dapat disimpulkan

bahwa pola didik adalah pola perilaku ataupun sikap dalam

mendidik.

d. Pengertian Pola Didik Guru

Berdasarkan pengertian pola didik dan pengertian guru dapat

disimpulkan bahwa Pola didik guru adalah pola perilaku atau sikap

(47)

yang diterapkan pada anak didiknya di dalam maupun di luar kelas

dan bersifat relatif konsistensi dari setiap tahapan jenjang

pendidikan. Pola didik guru memiliki beberapa macam bentuknya,

yakni antara lain :

1) Menurut S. Nasution (2006 : 119 ) sikap atau pola didik guru

ada tiga yakni :

a) Sikap Otoriter

Yakni sikap guru yang menggunakan kuasanya dalam

memberikan pelajaran dengan menggunakan berbagai macam

cara. Anak diharuskan dapat belajar dengan berbagai macam

hukuman dan ancaman anak di paksa menguasai bahan

pelajaran. Tanpa mempertimbangkan akibat lainnya pada

anak.

b) Sikap Permissive

Adalah sikap guru yang membiarkan anak berkembang dalam

kebebasan tanpa banyak tekanan frustasi, larangan, perintah,

atau paksaan. Yang di pentingkan adalah perkembangan

kepribadian anak agar terbebas dari goncangan jiwa.

c) Sikap Riil

Adalah sikap yang mengedepankan pendidikan memerlukan

kebebasan akan tetapi juga pengendalian. Sehingga larangan

dan konflik maupun kebebasan dan kepuasan merupakan

(48)

2) Menurut Golemen dikutip Abu Huraerah (2007:42),

mengungkapkan tiga gaya mendidik/pola didik yang tidak

efisien yakni :

a) Sama sekali mengabaikan perasaan. Sehingga dapat diartikan

orang tua dan guru semacam ini memperlakukan masalah

sosial anaknya sebagai ha kecil atau gangguan.

b) Terlalu membebaskan. Dapat diartikan orang tua dan guru

semacam ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat

bahwa yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya

sendiri itu baik adanya.

c) Menghina. Dapat diartikan orang tua dan guru semacam ini

tidak menunjukan perasaan kepada anak. Orang tua dan guru

seperti ini biasanya suka mencela, mengecam dan

menghukum anak didik mereka.

3) Menurut M. Ngalim Purwanto (1995:48) beliau menerangkan

ada tiga gaya kepemimpinan (dapat disebut juga pola didik)

yang pokok dalam pendidikan yakni :

a) Kepemimpinan yang otokratis. Guru bertindak sebagai

diktaktor pada anak didiknya. Sehingga dapat diartikan guru

tidak menghiraukan keinginan peserta didik tapi lebih

mementingkan kepuasan pribadi dalam mendidik.

b) Kepemimpinan laissez faire. Guru membiarkan anak-anak

(49)

c) Kepemimpinan demokratis. Guru merupakan penengah yang

berusaha menstimulasi anak didiknya agar belajar secara

kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga dapat

diartikan guru lebih terbuka kepada anak didiknya untuk

mengungkapkan pendapat dan tidak mematikan unsur

kreatifitas pada diri anak didik.

Kemudian dari bentuk pola didik di atas peneliti rangkum kedalam

tiga jenis tingkatan pola didik guru yakni :

a) Pola didik otoriter. Yakni pola guru mendidik secara kaku dan

tidak memahami keinginan anak.

b) Pola didik berimbang. Yakni pola guru mendidik dengan

memberi kebebasan namun juga batasan.

c) Pola didik demokratis. Yakni pola mendidik guru dengan guru

sebagai penengah dan pemberi stimulasi pada anak.

2.1.5 Tinjauan Mengenai Pengelolaan Kelas.

a. Pengertian Pengelolaan Kelas

Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1994: 113) pengelolaan

kelas adalah usaha yang dilakukan guru untuk menata kehidupan

kelas dimulai dari perencanaan kurikulumnya, penataan prosedur

dan sumber belajarnya, pengaturan lingkungannya untuk

memaksimalkan efisiensi, memantau kemajuan peserta didik, dan

mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul. Sedang

(50)

Pengelolaan kelas merupakan upaya mengelola siswa di

kelas yang dilakukan untuk menciptakan dan

mempertahankan suasana (kondisi) kelas yang

menunjang program pengajaran dengan jalan

menciptakan dan mempertahankan motivasi siswa untuk selalu terlibat dan berperan serta dalam proses pendidikan di sekolah.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

pengelolaan kelas adalah usaha yang dilakukan guru dalam

mengelola peserta didik di kelas dengan berbagai cara guna

mencapai kondisi kelas yang diinginkan.

b. Tujuan Pengelolaan Kelas

Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas

bagi bermacam –macam kegiatan belajar peserta didik dalam

lingkungan sosial . Suharsimi Arikunto (1988:68) berpendapat

bahwa tujuan pengelolaan adalah agar setiap anak dikelas padat

bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran

secara efektif dan efisien tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya

telah terkandung dalam tujuan pendidikan sebagai guru kita harus

sadar tanpa mengelola kelas dengan baik maka akan menghambat

kegiatan belajar mengajar.

c. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengelolaan

Kelas.

Menurut Arief Rachman (2002:138) Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan kelas antara lain :

1) Partisipasi aktif dalam kelas.

(51)

3) Adanya suasana kompetisi yang sehat.

4) Menghargai kerja keras.

5) Kemandirian akademis.

6) Merasa sama kedudukan antar siswa.

7) Menghormati sesama teman.

8) Suasana demokratis harus muncul dalam kelas.

9) Hubungan guru-murid adalah hubungan akademis, tetapi

memperhatikan kaidah - kaidah sopan santun.

10) Semua kegiatan belajar mengajar bermuara untuk memperbaiki

martabat diri, keluarga dan masyarakat.

d. Beberapa Bentuk Sifat Dalam Pengelolaan Kelas.

Menurut Infodiknas.com (2010) di dalam pengelolaan kelas dibagi

menjadi beberapa bentuk sifat, diantaranya :

1) Pengelolaan kelas yang bersifat otoritatif, yakni seperangkat

kegiatan guru untuk menciptakan dan memertahankan

ketertiban suasana kelas, disiplin sangat diutamakan.

2) Pengelolan kelas yang bersifat permisif, yakni pandangan ini

menekankan bahwa tugas guru ialah memaksimalkan

perwujudan kebebasan peserta didik. Dalam hal ini guru

membantu peserta didik untuk merasa bebas melakukan hal

yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru

menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara

alamiah.

3) Pengelolaan kelas yang berdasarkan prinsip-prinsip

pengubahan tingkah laku (behavioral modification), yaitu

seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku

peserta didik yang diinginkan dan mengurangi atau

meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara

(52)

tingkah laku yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang

diambil dari teori penguatan (reinforcement).

4) Pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim

sosio-emosional yang positif di dalam kelas. Pandangan ini

mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan

berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim

positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara

guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta

didik. Untuk terciptanya suasana seperti ini guru memegang

peranan kunci. Peranan guru ialah mengembangkan iklim

sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan

hubungan interpersonal yang sehat. Dengan demikian,

pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk

mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim

sosio-emosional kelas yang positif.

5) Pengelolaan kelas yang bertolak dari anggapan bahwa kelas

merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group

process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan

dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan

suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai

kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti

terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai

proses individual. Peranan guru ialah mendorong

(53)

Dengan demikian, pengelolaan kelas ialah seperangkat

kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memertahankan

organisasi kelas yang efektif.

2.1.6 Tinjauan Tentang Tatacara Pemberian Hukuman Dalam

Pendidikan.

Pendidikan di sekolah dalam pelaksanaannya pasti ada

kejadian-kejadian yang mengharuskan guru atau pendidik melakukan

pemberian hukuman kepada peserta didik. Hal tersebut bisa saja

dilakukan jika dengan cara-cara lain sudah tidak mungkin untuk

merubah perilaku anak atau demi ketertiban lingkungan di sekolah.

Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar

dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dan dengan adanya

nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di

dalam hatinya untuk tidak mengulanginya. (Amin Danien

Indrakusuma, 1973:14 ). Menghukum adalah memberikan atau

mengadakan nestapa/penderitaan dengan sengaja kepada anak yang

menjadi asuhan kita dengan maksud supaya penderitaan itu betul -

betul dirasainya untuk menuju kearah perbaikan. (Suwarno,

1981:115). Dalam memberikan hukuman guru hendaknya mengacu

pada peraturan yang ada seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 agar tidak melanggar hak anak dan membatasi ruang gerak anak

(54)

masuk akal dan dapat diterima sebagai hal yang wajar oleh peserta

didik.

Pemberian hukuman sebaiknya mempertimbangkan adanya dampak

negatif dari hukuman yang diberikan. Menurut Utami Munandar

(2002:103) dampak negatif yang harus diperhatikan adalah antara lain:

1) Pemberian hukuman tidak menunjang perkembangan dan kendali

diri pada anak, karena bisa jadi anak tidak belajar dari

kesalahannya dan tidak belajar memikul tanggung jawab sendiri

untuk mengendalikan diri.

2) Pemberian hukuman dapat memberikan model yang negatif,

penerimaan suatu perilaku dapat diterima anak tergantung dari

siapa yang melakukannya.

3) Pemberian hukuman dapat menimbulkan agresivitas jika seseorang

disakiti, baik secara fisik atau mental maka ia akan memberontak.

4) Pemberian hukuman dapat menimbulkan aversi (menentang)

terhadap orangtua atau terhadap sekolah dan belajar.

Pada prinsipnya dalam memberikan suatu hukuman, para pendidik

hendaknya berpedoman kepada prinsip Punitur, Quia Peccatum est

artinya dihukum karena telah bersalah, dan Punitur, ne Peccatum

"artinya dihukum agar tidak lagi berbuat kesalahan, (M.J. Langeveld,

1987:117).

Referensi

Dokumen terkait

Laba adalah pendapatan dan keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian. Laba merupakan pengukuran aktivitas operasi dan ditentukan menggunakan dasar akuntansi akrual. Dalam hal

Berdasarkan uraian pembahasan dan permasalahan serta tujuan penelitian “Penerapan SAK EMKM sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan UMKM (studi kasus pada UMKM UD

[r]

Gedung walet yang dibangun tidak semuanya pasti selalu berhasil. Resiko kegagalan dalam usaha ini sangat besar karena jika salah dalam pemilihan tempat dan cara pembudidayaan maka

Berdasarkan uraian yang telah diungkapan dalam pelaksanaan Tata Kelola Terintegrasi Grup Victroria, terdiri dari:  Penilaian sendiri atas pelaksanaan tata kelola terintegrasi

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku

tersimpan(Trust in Stored Data) terhadap kepercayaan pada e- Government signifikan, ini menunjukkan bahwa jika pihak pemerintahan melakukan jaminan bahwa data milik

Analisis SWOT terhadap faktor internal dan eksternal kantor cabang Medan, berhasil diproleh sembilan strategi dan kebijakan oprasional alternatif yang dapat diimplementasikan