commit to user
PENGENDALIAN KUALITAS CAIRAN DALAM BOTOL
BERBASIS PENGOLAHAN CITRA
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
HERU CRISNANTO
I 1306045
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
Heru Crisnanto. NIM : I1306045. PENGENDALIAN KUALITAS VOLUME CAIRAN DALAM BOTOL BERBASIS PENGOLAHAN CITRA. Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, April 2011.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan perangkat lunak yang dapat
digunakan untuk mengendalikan kualitas volume cairan dalam botol berbasis
pengolahan citra. Dalam proses pengisian cairan dalam botol digunakan mesin
pengisi otomatis. Dalam proses tersebut, volume cairan merupakan karakteristik
kualitas yang penting sehingga harus dikendalikan. Pengendalian kualitas
diperlukan untuk memastikan volume cairan berada dalam batas-batas spesifikasi
yang telah ditentukan perusahaan. Perangkat lunak dikembangkan dengan
menggunakan fungsi pengolahan citra dalam Matlab 7.8. pengolahan citra
digunakan karena teknologi ini mempunyai kelebihan dalam kecepatan dan
akurasi. Volume hasil estimasi perangkat lunak kemudian dibandingkan dengan
volume aktual. Dengan menggunakan uji t-berpasangan disimpulkan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara volume actual dengan hasil estimasi
perangkat lunak.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini ada dua. Pertama,
pengolahan citra dapat digunakan untuk mengestimasi volume cairan dalam botol,
dan kedua perangkat lunak yang dihasilkan memberikan kecepatan dan akurasi
dalam penentuan cairan dalam botol. penelitian lanjutan dapat dilakukan pada
botol berbentuk sembarang dan menambahkan kamera untuk pengambilan
gambar.
Kata kunci: pengendalian kualitas, pengolahan citra, botol.
commit to user
ABSTRACT
Heru Crisnanto. NIM : I1306045. CONTROLLING THE QUALITY OF BOTTLE VOLUME USING IMAGE PROCESSING. Thesis. Surakarta : Industrial Engineering Department, Engineering Faculty, Sebelas Maret University, April 2011.
This research aims is to develop a software which can be used to control
the volume of bottling process based on image processing. In the bottling process,
a filling machine is used to fill the bottle with liquid. In filling process the volume
of the fluid is an important quality characteristics and needs to be controlled. The
Quality control is needed to ensure the volume of fluid remain in the specification
range wihich set by the company. The software is developed using image
processing functions of Matlab 7.8. The image processing is used since
technology has benefits such as speed and accuracy. The result volume which
measured using the software is compared to the actual volume. Using paired t-test
concluded that there is no significant difference between the actual volume with
the results of estimation volume.
The conclusion of this research are twofold. First, image processing can be
used to estimate the volume of liquid in the bottle, and second the result software
gives speed and accuracy in estimating the volume. The next research will deal
with estimating the volume of liquid in free form bottle and adding a camera to
capture images.
Keywords: quality control, image processing, bottles.
commit to user
I-1
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan
mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam permasalahan, dan
sistematika penulisan dalam menyelesaikan penelitian.
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi industri telah dimanfaatkan
dalam bidang industri. Peralatan modern diciptakan guna mempermudah dan
mempercepat suatu proses dan kerja di pabrik. Keperluan perangkat yang
diperlukan analisis dalam berbagai bidang semakin meningkat. Dalam analisis
citra, diperlukan perangkat yang digunakan untuk menganalisis objek, terutama
pada produk. Berbagai penelitian yang telah dilakukan, salah satunya dengan
metode pengolahan citra pada pengendalian kualitas. Kelebihan pengolahan
metode ini, citra dapat dikerjakan secara waktu nyata (Mozef, 2002).
Citra atau image adalah suatu gambar benda yang ditafsirkan oleh indera
penglihatan (Putra, 2010). Salah satu bentuk dari citra adalah citra digital, citra
yang dapat diolah melalui seperangkat program komputer. Salah satu jenis teknik
pengolahan citra adalah meningkatkan kualitas citra untuk mendapatkan informasi
dari citra tersebut. Citra yang diperoleh dari sarana digitizer, mempunyai banyak
kekurangan yang disebabkan adanya noise, ukuran, dan bentuk objek. Sehingga
mendorong untuk menciptakan suatu perbaikan citra sesuai dengan yang
diharapkan (Sutoyo, 2010).
Pada saat ini belum banyak industri yang mengendalikan kualitas volume
(isi) produknya. Industri tersebut melakukan pengendalian kualitas sebatas rasa
pada produk makanan (Ferdy, 2010) dan penampilan kemasan (Harmawan, 2006).
Kemasan botol dalam berbagai industri semakin banyak bentuk dan ragamnya.
Pada produk minuman kemasan dalam botol, produk diisi melalui mesin otomatis.
Akan tetapi, masih sering dijumpai bahwa mesin pengisi tersebut tidak dapat
mengisi botol dalam volume yang sama. Hal ini dapat terjadi karena adanya
commit to user
I-2
error (Budilaksono, 2010). Oleh karena itu, perusahaan perlu menggunakan sistem pengendalian kualitas isi botol agar volume antara botol satu dengan botol
yang lainnya masih dalam batas ketentuan perusahaan. Timbulnya masalah
pengendalian kualitas berupa kemasan produk yang tidak sesuai dengan volume
standar, yang sebagaimana dicantumkan pada label kemasan. Konsumen menjadi
rugi ketika tidak sengaja membeli produk yang tidak sesuai dengan keterangan
kemasan, sehingga menjadikan produk yang buruk di sisi pandang konsumen.
Alasan ini menjadi perlu suatu sistem yang dapat mengestimasi volume isi cairan
dalam kemasan botol dengan efektif.
Pengolahan citra diterapkan juga dalam bidang industri yang salah satunya
pada proses pengendalian kualitas. Di bidang industri stainless steel, pengolahan
citra digunakan untuk mengetahui kualitas permukaan hasil pengecoran logam
(Spinola, 2010). Dalam penelitian tersebut, dikembangkan algoritma yang
berfungsi mendeteksi dan mengukur jumlah sisa oksida yang tersisa pada
permukaan kumparan stainless steel. Pada industri minuman dalam kemasan
pengolahan citra digunakan dalam mengendalikan kualitas mulut botol (Yepeng,
2007). Dalam penelitian tersebut, dikembangkan algoritma yang berfungsi
mendeteksi kecacatan pada mulut botol bir. Penelitian tersebut tidak hanya
memberikan kecepatan, ketelitian dalam inspeksi, tetapi juga memberikan
penghematan biaya produksi. Algoritma pengolahan citra juga dikembangkan
pada proses pengendalian kualitas batu bata (Schmitt, 2000). Pada penelitian
tersebut, dikembangkan algoritma pengolahan citra dalam memeriksa kualitas
tonjolan, retakan, dan warna batu bata. Pengolahan citra juga diterapkan untuk
mengendalikan ketinggian cairan dalam botol infus (Zhu, 2008).
Pada penelitian ini dikembangkan suatu perangkat lunak untuk digunakan
mengestimasi volume cairan dalam botol berbasis pengolahan citra guna
keperluan proses pengendalian kualitas. Output dari perangkat lunak berupa peta
kendali dari volume cairan. Peta kendali merupakan salah satu alat dari statistical
commit to user
I-3
ini dapat dirumuskan, yaitu: bagaimana menghasilkan perangkat lunak berbasis
pengolahan citra yang digunakan dalam proses pengendalian kualitas pada volume
cairan dalam botol.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah yang ditentukan, maka tujuan yang
dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengembangkan algoritma pengukuran volume cairan dalam botol berbasis
pengolahan citra.
2. Menghasilkan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pengendalian
kualitas volume cairan dalam botol.
3. Melakukan validasi volume cairan terhadap perangkat lunak pengolahan citra.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu:
1. Memberikan kemudahan dalam mengestimasi volume produk cairan dalam
kemasan botol.
2. Mengurangi kesalahan (human error) dalam pengendalian kualitas volume
cairan dalam kemasan botol.
3. Memberikan kecepatan dalam inspeksi pengendalian kualitas volume produk
cairan dalam kemasan botol.
1.5 BATASAN PENELITIAN
Batasan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Perangkat lunak dirancang menggunakan software Matlab 7.8.
2. Objek pada posisi statis.
3. Edge detection menggunakan metode Sobel.
4. Objek pada citra dalam bentuk 2 dimensi.
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
commit to user
I-4
2. Warna botol tidak mempengaruhi deteksi.
3. Botol pada citra memiliki diameter yang sama.
5. Pandangan terhadap objek simetris.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti uraian yang
diberikan pada setiap bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasannya.
Dari pokok permasalahan dapat dibagi menjadi enam bab, secara garis besar
uraian pada bab-bab dalam sistematika penulisan diuraikan dibawah ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang
penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan penelitian, asumsi-asumsi dan sistematika
penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan menjelaskan latar belakang
penelitian yang dilakukan sehingga memberi manfaat sesuai dengan
tujuan penelitian, batasan-batasan dan asumsi yang digunakan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang digunakan dalam mendukung
penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara
teoritis. Teori yang dikemukakan dalam hal ini mengenai metode
pengolahan citra, menggunakan algoritma deteksi tepi dengan
metode sobel dengan pedeteksian both dan horizontal.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses
pelaksanaan penelitian dalam bentuk flow chart, membahas tentang
tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah sesuai dengan
permasalahan yang ada mulai dari identifikasi masalah, perumusan
commit to user
I-5
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi mengenai data penelitian yang terdiri dari
pengembangan algoritma dan hasil pengujian program.
Penggambaran berupa flowchart alur proses dari aplikasi dan
menjelaskan contoh perhitungan pada tiap-tiap langkah pada
algoritma sampai pada hasil akhir.
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini berisi interpretasi dari hasil algoritma, dengan menganalisis
tingkat akurasi dari aplikasi dengan membandingkan antara volume
dari hasil perhitungan perangkat lunak dengan volume sebenarnya.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian
pada perancangan prototype perangkat lunak pengendalian kualitas berbasis pengoalahan citra.
2.1 KEMASAN CAIRAN DALAM BOTOL
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi menyiapkan barang
menjadi siap ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai.
Adanya wadah atau pembungkus membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya
pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu
pengemasan berfungsi menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri
agar mempunyai bentuk yang memudahkan proses distribusi.
Budaya kemasan sebenarnya dimulai manusia mengenal sistem
penyimpanan bahan makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara
tradisional diawali dengan memasukkan bahan makanan ke dalam suatu wadah
yang ditemuinya. Dalam perkembangannya di bidang pascapanen, temuan
kemasan baru dan berbagai inovasi selalu dikedepankan oleh para produsen
produk-produk pertanian, dan hal ini secara pasti menggeser metode pengemasan
tradisional yang sudah ada sejak lama di Indonesia.
Botol adalah tempat penyimpanan atau pengemas produk yang berbentuk
cair. Botol umumnya terbuat dari gelas, plastik, atau aluminium. Botol banyak
digunakan menyimpan atau mengemas produk cair, seperti air minum dalam
kemasan, obat-obatan, sabun cair, dan tinta.
2.2 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang
banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai ciri data masukan dan
informasi keluaran yang berbentuk citra. Istilah pengolahan citra digital secara
umum didefinisikan sebagai pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer.
Dalam definisi yang lebih luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua
commit to user
II-2
amplitudo setiap pasangan koordinat yang disebut tingkat intensitas atau
kedalaman citra pada poin itu. Jika x, y, dan nilai-nilai amplitudo dari semua,
kuantitas terbatas diskrit. Pengolahan citra digital mengacu pada pengolahan
digital citra dengan menggunakan komputer.
Gambar 2.1 Citra digital
Sumber: Putra, 2010
Umumnya citra digital berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar (pada
beberapa sistem pencitraan ada pula yang berbentuk segi enam) yang memiliki
lebar dan tinggi tertentu. Ukuran ini dinyatakan dalam banyaknya titik atau pixel
sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Setiap titik memiliki koordinat sesuai
posisinya dalam citra. Koordinat ini dinyatakan dalam bilangan bulat positif, yang
dimulai dari 0 atau 1 tergantung pada sistem yang digunakan. Setiap titik juga
memiliki nilai berupa angka digital yang merepresentasikan informasi yang
diwakili oleh titik tersebut (Sutoyo, 2009).
Format data citra digital berhubungan erat dengan warna. Pada kebanyakan
kasus, terutama guna keperluan penampilan secara visual, nilai data digital
merepresentasikan warna dari citra yang diolah. Format citra digital yang banyak
dipakai adalah citra biner (monochrome), citra keabuan (grayscale), citra warna
(truecolor), dan citra warna berindeks (Bovik, 2009).
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya menggunakan
komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Operasi pengolahan citra
commit to user
II-3
1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan meningkatkan kualitas
penampakan atau menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di
dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur.
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
Salah satu aspek dari pengolahan citra yang membuatnya seperti topik yang
menarik untuk diteliti adalah keragaman menakjubkan aplikasi yang
memanfaatkan pengolahan citra atau teknik analisis. Penerapan setiap cabang
ilmu telah subdisiplin yang menggunakan alat perekam atau sensor untuk
mengumpulkan data citra dari alam semesta.
2.2.1 Citra
Istilah citra (image) yang digunakan dalam bidang pengolahan citra
diartikan sebagai fungsi kontinu dari intensitas cahaya dalam bidang dua dimensi
(Fahmi, 2007). Citra yang terlihat merupakan cahaya yang direfleksikan dari
sebuah objek. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali
sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya ditangkap oleh alat-alat
optik, misal mata manusia, kamera, scanner, atau sensor satelit, yang kemudian
direkam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data bersifat, yaitu:
1. Optik berupa foto.
2. Analog berupa sinyal video seperti citra pada monitor televisi.
3. Digital yang langsung disimpan pada media penyimpan magnetik.
2.2.2 Format Citra
Citra digital umumnya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi
dimensi ukurannya dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan
dalam titik atau pixel (pixel = picture element). Ukurannya dinyatakan dalam
satuan panjang (mm atau inci = inch). Resolusi merupakan banyaknya titik di
setiap satuan panjang (dot per inch). Makin besar resolusi makin banyak titik
yang terkandung dalam citra, sehingga menjadi lebih halus dalam visualisasinya.
Format file citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis.
Setiap format memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Format file citra (Putra,
commit to user
II-4
Format bitmap adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang
umum digunakan menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri
dari beberapa jenis yang setiap jenisnya dengan jumlah bit yang digunakan
menyimpan sebuah nilai pixel (Putra, 2010). Banyak pengguna grafis yang
menggunakan Bitmap pada built-in subsistem grafis; misalnya, Microsoft
Windows dan OS / 2 platform 'subsistem GDI, dimana format tersebut
digunakan dalam Windows dan OS lainnya. Format file bitmap, dengan
ekstensi file *.bmp atau *.dib. Sementara sebagian besar file bmp memiliki
ukuran file yang relatif besar karena tidak adanya kompresi. Sebagian file bmp
cukup dikompresi dengan algoritma kompresi data seperti ZIP (dalam kasus
ekstrim nondata fotografi, sampai dengan 0,1% dari ukuran asli) karena
mereka berisi data berlebihan. Beberapa format, seperti RAR, bahkan
termasuk rutinitas khusus ditujukan pada kompresi data yang efisien tersebut.
2. Tagged image format (*.tif, *.tiff).
Format *.tif/*.tiff merupakan format penyimpanan citra yang digunakan
menyimpan citra bitmap hingga citra warna dengan palet terkompresi (Putra,
2010). Format TIFF menangani kedalaman warna mulai dari 1-bit ke 24-bit.
Karena standar TIFF asli diperkenalkan, orang telah membuat perbaikan kecil
banyak format, jadi ada sekarang sekitar 50 variasi format TIFF.
3. Portable network graphics (*.png).
Format *.png adalah format penyimpanan citra terkompresi. PNG
mendukung citra palet berbasis (dengan palet RGB 24-bit atau 32-bit RGB
warna), citra grayscale dan RGB (dengan atau tanpa alpha channel). PNG
dirancang mentransfer citra pada internet, karena itu tidak mendukung ruang
warna RGB seperti CMYK.
4. JPEG (*.Jpg).
JPEG adalah format citra yang digunakan oleh kamera digital dan perangkat
fotografi menangkap citra lainnya, bersama dengan JPEG/JFIF, itu adalah
format yang paling umum dalam menyimpan dan mengirimkan citra foto di
world wide website. Format citra yang mendukung mendukung ’imread’ pada
commit to user
II-5
Tabel 2.1 Format yang mendukung pada program Matlab
Nama format Deskripsi Ekstensi
TIFF
JPEG
GIF*
BMP
PNG
XWD
Tagged Image File Format
Joint Photographic Experts Group
Graphic Interchange Format
Windows Bitmap
Portable Network Graphic
X Windows Dump
*.tif, *.tiff
*.jpg, *.jpeg
*.gif
*.bmp
*.png
*.xwd
*GIF mendukung Imread, tapi tidak mendukung Imwrite
Sumber: Gonzalez, 2004
2.2.3 Jenis Citra
Nilai suatu pixel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum
sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung
jenis warnanya, namun secara umum jangkauannya 0 – 255. Citra dengan
pencitraan seperti ini digolongkan kedalam citra integer. Berdasarkan nilai pixel,
citra digolongkan antara lain (Putra, 2010), yaitu:
1. Citra biner(Binaryimages).
Citra biner adalah citra digital yang memiliki dua kemungkinan nilai pixel,
yaitu hitam (bit = 0) dan putih (bit = 1) (Putra, 2010). Citra biner hanya
memiliki 2 kemungkinan nilai pada setiap piksel-pikselnya, yaitu 0 atau 1.
Nilai 0 adalah background points, biasanya bukan merupakan bagian dari citra sesungguhnya. Sedangkan nilai 1 adalah region points, yaitu bagian dari citra sebenarnya (bukan latar belakang). Citra biner juga disebut sebagai citra
B&W (black and white) atau citra monokrom, karena dibutuhkan 1 bit dalam
mewakili nilai setiap pixel dari citra biner. Proses pembineran dilakukan
dengan membulatkan keatas atau kebawah untuk setiap nilai keabuan dari
pixel yg berada diatas atau bawah harga ambang. Metode untuk menentukan besarnya harga ambang disebut thresholding.
commit to user
II-6
Gambar 2.2 Citra biner
Sumber: Gonzalez, 2004
2. Citra keabuan (grayscale image).
Citra digital grayscale atau abu-abu adalah sebuah citra dimana nilai setiap
pixel sampel tunggal, citra yang membawa informasi intensitas. Citra
keabuan, juga dikenal sebagai hitam-putih, terdiri eksklusif nuansa abu-abu,
bervariasi dari hitam pada intensitas putih dari terlemah ke terkuat.
Citra grayscale memiliki satu nilai kanal pada setiap pixel, dengan kata lain
nilai bagian RED = GREEN = BLUE (Putra, 2010). Citra grayscale berbeda
dari citra hitam-putih satu-bit, yang dalam konteks pencitraan komputer adalah
citra dengan dua warna, hitam dan putih (juga disebut citra bilevel atau biner).
Citra grayscale memiliki banyak nuansa abu-abu di antara pixelnya. Citra
grayscale juga disebut monokromatik, yang menunjukkan tidak adanya variasi
berwarna. Citra grayscale sering hasil pengukuran intensitas cahaya pada
setiap pixel dalam pita tunggal dari spektrum elektromagnetik (misalnya
inframerah, cahaya tampak, ultraviolet), dan dalam permasalahan seperti
monokromatik yang tepat ketika frekuensi yang diberikan dan diterima dalam
pixel. Tapi, disintesis dari citra penuh warna, lihat bagian tentang konversi ke
commit to user
II-7
Gambar 2.3 Citra grayscale
Sumber: Gonzalez, 2004
3. Citra warna (red green blue).
Model warna RGB (red, green, blue) adalah model warna aditif di mana
merah, hijau, dan biru ditambahkan bersama dalam berbagai cara
menghasilkan array yang luas dari warna. Nama model yang berasal dari
inisial dari tiga warna primer aditif merah, hijau, dan biru. Tujuan utama dari
model warna RGB adalah representasi, merasakan, dan menampilkan citra
dalam sistem elektronik, seperti televisi dan komputer, digunakan dalam
fotografi konvensional. Sebelum usia elektronik, model warna RGB sudah
punya teori yang solid di balik itu, yang berbasis di persepsi manusia terhadap
warna. RGB adalah model warna tergantung perangkat mendeteksi perangkat
yang berbeda atau memperbanyak nilai RGB yang diberikan berbeda. Citra
RGB memiliki elemen warna dan tingkatan R, G, dan B individu bervariasi
dari produsen ke produsen, atau bahkan pada perangkat yang sama dari waktu
ke waktu. Jadi nilai RGB tidak mendefinisikan warna yang sama di seluruh
perangkat tanpa semacam manajemen warna. Gambar 2.4 menunjukkan citra
commit to user
II-8
Gambar 2.4 Citra RGB
Sumber: Gonzalez, 2004
2.2.4 Analisis Citra
Fungsi operasi analisis citra (image analysis), bertujuan menghitung
besaran kuantitif dari citra yang menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra
mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses
segmentasi kadangkala diperlukan melokalisasi objek dari sekelilingnya. Contoh
operasi analisis citra (Huiyu, 2010), yaitu:
1. Pendeteksian tepi objek (edge detection).
2. Ekstraksi batas (boundary).
3. Representasi daerah (region).
2.3 PENGOLAHAN CITRA DENGAN MATLAB
Matlab adalah sebuah bahasa dengan kinerja tinggi (high performance) untuk komputasi masalah teknik. Matlab mengintegrasikan komputasi, visualisasi,
dan pemrograman dalam suatu model yang sangat mudah untuk pakai dimana
masalah dan penyelesaiannya diekspresikan dalam notasi matematika yang
familiar. Penggunaan Matlab meliputi bidang-bidang, yaitu:
1. Matematika dan komputasi.
2. Pembentukan algorithm. 3. Akuisisi data.
4. Pemodelan, simulasi, dan pembuatan prototype. 5. Analisa data, eksplorasi, dan visualisasi.
6. Grafik keilmuan dan bidang rekayasa.
Matlab merupakan suatu sistem interaktif yang memiliki elemen data dalam
commit to user
II-9
komputasi. Program Matlab dikhususkan yang berhubungan dengan matriks dan
formulasi vektor, masalah ini menjadi masalah apabila penyelesaiannya dengan
menggunakan bahasa tingkat rendah seperti Pascall, C dan Basic.
2.3.1 Input Citra
Membaca citra grayscale atau warna (RGB) dari file yang ditetapkan oleh string nama file. Format citra yang mendukung fungsi ‘imread’ Matlab dijelaskan pada Table 2.1. Hasil sampling dan kuantisasi adalah matriks bilangan real.
Koordinat citra f (x,y) yang merupakan contoh dari hasil pengolahan dimana R (row) adalah baris, dan C (coloumn) adalah kolom, maka disebut citra memiliki ukuran R X C. Hasil dari koordinat (x,y) adalah jumlah diskrit. Umumnya, metode yang mengungkapkan lokasi di citra menggunakan koordinat pixel. Dalam sistem koordinat, citra diperlakukan sebagai kotak elemen diskret, memerintahkan dari
atas ke bawah dan kiri ke kanan, seperti yang tunjukan dengan Citra 2.5.
Citra 2.5 Sistem koordinat pixel
Sumber: Matlab Toolbox, 2008
Untuk pixel koordinat r, komponen pertama (baris) meningkat ke bawah, sedangkan c, komponen kedua (kolom) meningkat ke kanan. Koordinat Pixel dan kisaran nilai integer antara 1 dan panjang baris atau kolom. Ada korespondensi satu-satu antara pixel koordinat dan koordinat Matlab menggunakan untuk subscripting matriks. Hal ini membuat hubungan antara data matriks citra dan cara citra ditampilkan menjadi mudah dipahami. Sebagai contoh, data untuk pixel pada baris kelima, kolom kedua disimpan dalam elemen matriks (5, 2).
Citra standar dalam program Matlab adalah citra RGB. Contoh pembacaan
commit to user
II-10
Gambar 2.6 Tranformasi citra menjadi matriks
Sumber: Matlab Toolbox, 2008
Pada Citra 2.6 menunjukan pengolahan transformasi citra RGB kedalam
bentuk matriks dengan class kedalaman pixel uint8. Matriks yang dihasilkan memberikan tiga informasi pixel, yaitu red, green, dan blue. Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 Byte yang berarti setiap warna mempunyai gradasi sebanyak 255 warna.
2.3.2 Transformasi Citra
Citra warna (RGB) diubah menjadi citra grayscale dengan cara menghitung rata-rata elemen warna Red, Green, Blue (Sutoyo, 2009). Secara matematis perhitungannya, sebagai berikut:
f0 (x,y) = f r(x,y) + f g(x,y) + f b(x,y) ……….. (2.1)
3
dengan;
f0= Pixelgrayscale
(x,y) = koordinat pixel fR = nilai Pixel red fG= nilai Pixel green fB = nilai Pixel blue
Misal pada matriks citra RGB berukuran 5 X 5 akan ditransformasikan ke
bentuk grayscale.
Tabel 2.2 Matriks citra RGB
R = 50 G = 65 B = 50
R = 40 G = 40 B = 45
R = 90 G = 90 B = 90
R = 80 G = 50 B = 50
commit to user
II-11 G = 80
B = 30
G = 80 B = 50
G = 90 B = 80
G = 20 B = 50
G = 60 B = 70 R = 80
G = 60 B = 40
R = 70 G = 70 B = 70
R = 80 G = 90 B = 70
R = 10 G = 70 B = 10
R = 80 G = 50 B = 80 R = 50
G = 90 B = 70
R = 40 G = 60 B = 50
R = 70 G = 70 B = 70
R = 60 G = 20 B = 40
R = 50 G = 80 B = 50 R = 60
G = 60 B = 60
R = 40 G = 60 B = 80
R = 80 G = 80 B = 80
R = 70 G = 60 B = 50
R = 90 G = 80 B = 70
Perhitungannya:
o f0(1,1) = f r50 + f g60 + f b50 = 55
3
o f0(1,2) = f r40 + f g40 + f b45 = 41.6 (45) 3
o f0(2,1) = f r40 + f g80 + f b30 = 50 3
Bila perhitungan menghasilkan bilangan pecahan, maka program Matlab
dibulatkan ke atas pada nilai pixel terdekat dengan kelipatan 5. Hasil perhitungan total menjadi citra grayscale.
Tabel 2.3 Matriks hasil citra grayscale
55 45 90 60 40
50 60 70 30 60
60 70 80 30 70
70 50 70 40 60
60 60 80 60 80
2.3.3 Deteksi Tepi
Deteksi tepi (edge detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang
menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya (Louban, 2009), yaitu:
commit to user
II-12
Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik
tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Tepian suatu
citra mengandung informasi penting dari citra bersangkutan. Beberapa metode
proses deteksi tepi, yaitu:
1. Metode Sobel
2. Metode Prewitt
3. Metode Robert
Metode yang banyak digunakan proses deteksi tepi adalah metode Robert,
Prewitt dan Sobel (Gonzalez, 2002).
2.3.4 MetodeSobel
Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert dengan
menggunakan filter High Pass Filter (HPF) yang diberi satu angka nol penyangga
(Sutoyo,2009). Metode ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian
yang dikenal sebagai fungsi membangkitkan HPF. Kelebihan dari metode Sobel
adalah kemampuan mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi
tepi.
Secara sederhana, operator menghitung gradien intensitas citra pada setiap
titik, memberikan arah peningkatan kemungkinan terbesar dari terang ke gelap
dan laju perubahan ke arah itu. Hasil itu menunjukkan bagaimana tingkat
perubahan citra pada titik itu, dan oleh karena itu bagaimana besar kemungkinan
bahwa bagian citra mewakili sebuah sisi, serta bagaimana tepi yang cenderung
berorientasi. Prakteknya, besarnya (kemungkinan tepi) perhitungan lebih
diandalkan dan lebih mudah diinterpretasikan daripada perhitungan arah.
Secara matematis, gradien dari fungsi dua variabel (di sini fungsi intensitas
citra) adalah pada setiap titik citra vektor 2D dengan komponen yang diberikan
oleh turunan dalam arah horisontal dan vertikal. Pada setiap titik citra, titik-titik
vektor gradien dalam arah meningkatkan intensitas terbesar mungkin, dan panjang
dari vektor gradien sesuai dengan tingkat perubahan ke arah itu. Berarti hasil
operator Sobel pada titik citra yang berada dalam wilayah intensitas konstan citra
commit to user
II-13
gelap ke nilai cerah. Kernel filter yang digunakan dalam metode Sobel (Sutoyo,
2009). ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡− − − = 1 2 1 0 0 0 1 2 1 x G ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − − = 1 0 1 2 0 2 1 0 1 y G
Sedangkan mencari resultan gradien, dihitung dengan persamaan 2.2.
2
2 y
x
G
G
G
=
+
……….. (2.2)Citra yang dirubah dalam bentuk matriks, difilter dengan kernel filter Sobel
dihitung dengan cara konvolusi. Gambar 2.7 menunjukkan hasil pengolahan citra
asli dengan metode Sobel.
Secara teknis, metode Sobel adalah operator diferensiasi diskrit, komputasi pendekatan gradien dari fungsi intensitas citra. Setiap titik pada citra, hasil dari
operator Sobel adalah baik vektor gradien yang sesuai atau norma vektor ini. Perhitungan pada matriks 5 X 5.
(a) (b)
Citra 2.7 Citra asli (a), hasil deteksi tepi dengan metode Sobel (b)
Sumber: Matlab Toolbox, 2008
Tabel 2.4 Matriks citra 5 X 5
3 4 2 5 1
2 6 6 4 2
3 5 7 1 3
4 2 5 7 1
2 5 1 3 2
Maka nilai hasil matriks 5 X 5 adalah -1, yang artinya untuk menghitung
tingkat ketajaman perubahan warna tersebut. Proses filter metode Sobel menggunakan prinsip konvolusi matriks. Maka dalam hasil matriks pada citra
dengan metode Sobel sebagai berikut:
commit to user
II-14
2.3.5 Operasi Ambang Batas
Operasi ambang batas atau thresholding adalah metode yang paling
sederhana segmentasi citra. Pada citra grayscale, thresholding digunakan
membuat citra biner. Selama proses thresholding, pixel individu dalam citra
ditandai sebagai "objek" pixel jika nilai mereka lebih besar dari beberapa nilai
threshold (asumsi benda menjadi lebih terang daripada latar belakang) dan
sebagai pixel "latar belakang" sebaliknya. Konvensi ini dikenal sebagai ambang
atas. Varian termasuk ambang bawah yang merupakan kebalikan dari ambang
batas atas. Ambang batas, merupakan sebuah pixel diberi label "obyek" jika nilai
adalah antara dua ambang, dan di luar ambang batas, yang merupakan kebalikan
dari ambang batas dalam. Sebuah pixel objek diberi nilai "1" sementara pixel latar
belakang diberikan sebuah nilai dari Akhirnya, suatu citra biner yang dibuat oleh
masing-masing pixel warna putih atau hitam, tergantung pada label pixel "0".
Citra 2.8 Hasil threshold
Sumber: Bovik, 2010
Salah satu metode yang relatif sederhana, tidak memerlukan pengetahuan
khusus banyak citra, dan tahan terhadap noise. Sebuah ambang batas awal (T)
dipilih, hal ini dilakukan secara acak atau sesuai dengan metode lainnya yang
digunakan. Citra tersegmentasi ke dalam pixel objek dan latar belakang seperti
diuraikan di atas, menciptakan dua set:
commit to user
II-15
G2 = {f(m,n):f(m,n)<= T} (pixelbackground)………… (2.4)
dengan;
m = kolom posisi pixel
n = baris posisi pixel
Rata-rata setiap set dihitung,
T’ = (m1 + m2)/2
T’ = Threshold
M1 = rata-rata nilai G1
M2 = rata-rata nilai G2
Operasi Thresholding mempunyai ketentuan berikut (Sutoyo, 2009), nilai
intensitas output f0(x,y) = 0, bila nilai intensitas inputnya fi(x,y) = ≤ 0, nilai f0(x,y)
= T1 bila T2 < fi(x,y) ≤ T3, . . . , nilai f0(x,y) = Tn-1 bila Tn-1 < fi(x,y) < Tn.
2.3.6 Thinning
Thinning merupakan tahapan yang penting dalam proses imageprocessing.
Hal ini dikarenakan prosedur thinning memainkan peranan yang penting dalam
suatu ruang lingkup yang luas dari masalah yang timbul dalam imageprocessing.
Thinning merupakan metode yang digunakan dalam skeletonizing yang salah satu
penggunaanya adalah dalam aplikasi pattern recognition. Terdapat cukup banyak
algoritma image thinning dengan tingkat kompleksitas, efisiensi dan akurasi yang
berbeda-beda.
Thinning membahas beberapa algoritma yang tersedia. Citra yang
digunakan adalah citra biner, jika citra itu merupakan suatu citra grayscale,
biasanya dilakukan thresholding terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga citra
tersebut menjadi citra biner. Citra biner adalah citra yang memiliki 2
kemungkinan nilai pada setiap pixel, yaitu 0 atau 1. Nilai 0 adalah background
points, biasanya bukan merupakan bagian dari citra sesungguhnya. Sedangkan
nilai 1 adalah region points, yaitu bagian dari citra sebenarnya (bukan latar
belakang). Citra hasil dari algoritma thinning biasanya disebut dengan skeleton.
Suatu algoritma thinning yang dilakukan terhadap citra biner seharusnya
commit to user
II-16
2. Citra hasil dari algoritma thinning harus tetap menjaga struktur keterhubungan
yang sama dengan citra awal.
3. Skeleton memiliki bentuk yang hampir mirip dengan citra awal.
4. Skeleton smengandung jumlah pixel yang seminimal mungkin namun tetap
memenuhi kriteria-kriteria sebelumnya.
2.3.7 Konvolusi
Konvolusi (covolution) didefinisikan sebagai cara mengkombinasikan dua buah deret angka yang menghasilkan deret angka yang ketiga. Secara matematis,
konvolusi adalah integral yang mencerminkan jumlah lingkupan dari sebuah
fungsi a yang digeser atas fungsi b sehingga menghasilkan fungsi c. Konvolusi dilambangkan dengan asterisk (*). Sehingga, a*b = c berarti fungsi a dikonvolusikan dengan fungsi b menghasilkan fungsi c.
Kernel filter sobel mengikuti konsep konvolusi, merupakan suatu metode yang operasinya secara bergeser pada citra input f(x), yang dalam hal ini jumlah perkalian kedua fungsi pada setiap titik merupakan hasil konvolusi yang
dinyatakan sebagai output h(x). Operasi konvolusi dilakukan dengan menggeser kernel konvolusi pixel per pixel. Hasil dari konvolusi disimpan didalam matriks yang baru atau hasil. Sebagai contoh, sebuah citra f(x,y) yang berukuran 5x5 dan sebuah kernel filter berukuran 3x3.
Tabel 2.6 Matriks asli
4 4 3 5 4
6 6 5 5 2
5 6 6 6 2
6 7 5 5 3
commit to user
II-17
Tabel 2.7 Matriks kernel filter
Operasi konvolusi dapat dicitrakan Tabel 2.6.
Tabel 2.8 Matriks proses konvolusi pertama
Nilai intensitas baru dari pixel pada posisi (0,0) dari kernel dihitung dengan cara, yaitu:
(0 * 4) + (-1 * 4) + (0 * 3) + (-1 * 6) + (4 * 6) + (-1 * 5) + (0 * 5) + (-1 * 6)
+ (0 * 6) = 3
Tabel 2.9 Matriks hasil konvolusi pertama
Setelah nilai hasil konvolusi pertama diperoleh, maka perhitungan
konvolusi kedua, dengan mengeser kernel satu pixel kekanan, kemudian pitung pixel pada posisi (0,0) dari kernel. Kemudian letakkan nilai dari konvolusi pada posisi (0,0) dari kernel.
0 -1 0
1 4 1
0 1 0
4 4 3 5 4
6 6 5 5 2
5 6 6 6 2
6 5 5 3
3 5 2 4 4
commit to user
II-18
4 4 3 5 4
6 6 5 5 2
5 6 6 6 2
6 7 5 5 3
3 5 2 4 4
Dengan perhitungan yang sama, hasil perhitungan kedua menghasilkan 0.
Tabel 2.11 Matriks hasil proses konvolusi kedua
Dengan 9 kali perhitungan konvolusi maka didapat matriks pada Table 2.10
Tabel 2.12 Matriks hasil konvolusi
Pada perhitungan konvolusi menghasilkan nilai pixel negatif, maka nilai tersebut dijadikan 0. Nilai hasil konvolusi menghasilkan nilai pixel lebih besar dari nilai keabuan maksimum, maka nilai tersebut dijadikan nilai keabuan
maksimum. Masalah timbul bila pixel yang dikonvolusi adalah pixel tepi (border), 3 0
3 0 8
0 2 6
commit to user
II-19
karena beberapa koefisien konvolusi tidak dapat diposisikan pada pixel citra. Masalah ini selalu terjadi pada pixel pinggir kiri, kanan, atas, dan bawah.
Tabel 2.13 Matriks proses konvolusi tepi
4 4 3 5 4
6 6 5 5 2
5 6 6 6 2
6 7 5 5 3
3 5 2 4 4
Penyelesaian untuk masalah ini, yaitu:
1. Pixel pinggir diabaikan. (tidak dikonvolusi). 2. Duplikat elemen citra.
3. Pixelkernel yang tidak ada diberi nilai nol (0).
2.3PENGENDALIAN KUALITAS
Menurut Crosby (Mitra, 1998) kualitas adalah kesesuaian dengan
persyaratan atau spesifikasi. Dalam industri manufaktur, ada beberapa dimensi
kualitas. Dimensi ini digunakan melihat dari sisi mana kualitas dinilai. Suatu
perusahaan terkadang memakai salah satu dari sekian banyak dimensi yang ada.
Delapan dimensi kualitas (Garvin, 1996), adalah:
1. Performance (performa), menyangkut karakteristik operasi dasar.
2. Durability (ketahanan), jangka waktu hidup sebelum tiba saatnya diganti. 3. Serviceability, kemudahan servis atau perbaikan ketika dibutuhkan. 4. Aesthetics (estetik), menyangkut tampilan, rasa, bunyi, bau, atau rasa. 5. Perceived quality, mutu atau kualitas yang diterima dan dirasa konsumen. 6. Conformance, kesesuaian kinerja dan mutu produk dengan standar.
7.Reliability (keandalan), kemungkinan produk untuk tidak berfungsi pada periode waktu tertentu.
8. Featutes (fitur), item ekstra yang ditambahkan pada fitur dasar.
Paparan di atas tergolong kompleks dan cukup rumit untuk dapat memenuhi
commit to user
II-20
menghadapi masalah dan tantangan kompleks agar dapat membuat produk yang
”berkualitas”. Namun banyak perusahaan besar dan sukses menyakini bahwa
menawarkan produk dengan memenuhi delapan dimensi kualitas Garvin
memberikan dampak besar bagi peningkatan profitabilitasnya.
Pengawasan kualitas secara statistik merupakan salah satu alat ilmiah yang
semakin banyak digunakan oleh manajemen modern untuk mempertahankan
standar kualitas. Pengawasan statistik ini didasarkan pada kemungkinan dan dapat
gambarkan sebagai sistem untuk pengawasan terhadap kualitas produksi dalam
batas-batas tertentu. Dalam setiap proses produksi pada suatu perusahaan, tidak
ada proses produksi yang konsisten seluruhnya dan hasil produksi setiap produk
terkena variabilitas. Pengawasan proses biasanya dilakukan melalui bagan-bagan
pengendalian yang merupakan alat statistik yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan variasi dalam kualitas hasil produksi.
Peta Kendali adalah alat fundamental dari pengendalian proses statistik,
yang menunjukkan kisaran variabilitas yang dibangun dalam sistem. Peta kendali
ini membantu menentukan apakah proses bekerja secara konsisten atau apakah
sebab tertentu telah terjadi yang mengubah rata-rata proses atau variasi,
membedakan penyebab khusus variasi dari penyebab umum variasi (Mitra,1998).
Jika analisis peta kendali menunjukkan bahwa proses saat ini sedang dalam
kendali (stabil dengan variasi berasal dari sumber-sumber umum proses)
kemudian data dari proses digunakan memprediksi kinerja masa depan proses.
Jika grafik menunjukkan bahwa proses yang dipantau tidak dalam kendali, analisa
grafik membantu menentukan sumber-sumber variasi, yang kemudian dihilangkan
membawa proses tersebut kembali dikendalikan. Peta kendali jenis tertentu bagan
menjalankan yang memungkinkan perubahan signifikan dibedakan dari
variabilitas alami dari proses. Peta kendali dilihat sebagai bagian dari pendekatan
obyektif dan disiplin yang memungkinkan keputusan yang tepat tentang
pengendalian proses, termasuk apakah mengubah parameter proses kendali.
Parameter proses tidak boleh disesuaikan proses yang ada, karena hal ini akan
commit to user
p s H s p i d m t 2 j L y d s k TUji t b pengamatan sebelum da Hipotesis da sering ditem penelitian) individu yan dari perlaku mungkin saj terhadap obj 2.4 PENEL Pene
judul “Image Lines” (Spin yang diaplik
digunakan m
stainless ste kualitas seca
Mak
Technology
berpasangan
. Uji t berp n sesudah
ata yang dig
mui pada k
dikenai 2 b
ng sama, pen
uan pertam
aja berupa k
jek penelitia
LITIAN PEN elitian-peneli
e Processing nola, 2010) m
kasikan pada
mendeteksi s
eels. Penelit ara realtime
alah denga
To The Mo
n (paired t-t pasangan dil
proses, atau
gunakan tida
kasus yang
buah perlaku
neliti tetap m
a dan data
kontrol, yait
n.
NUNJANG itian tentang
g for Surface membahas t
a lini produ
sisa oksidan
tiaannya ter
pada baja le
an judul “
ounth Of Be
II-2
Citra 2.9
test) biasany lakukan pad
u subjek ya
ak bebas (b
g berpasang
uan yang b
memperoleh
a dari perla
tu tidak me
G
g pengolahan
e Quality Co tentang mera
uksi industri
n yang mene
rsebut meng
embaran yan
“Aplication
eer Botlle D
21
9 Peta kend
Sumber: Mit
ya menguji
da subjek y
ang berpasa
erpasangan)
gan adalah
berbeda. Wa
h 2 macam d
akuan kedua
emberikan p
n citra telah
ontrol in Stai ancang algo stainlees st empel pada gaplikasikan ng diproduks Of Digita Defect Inspec dali tra, 1998 perbedaan
yang diuji p
angan ataupu
. Ciri-ciri y
satu indivi alaupun me data sampel, a. Perlakua perlakuan sa dikembangk
inless Steel P ritma pengo
teels. Pengo permukaan
dengan pe
i.
al Image P
ction” (Yep
antara dua ada situasi un serupa. yang paling idu (objek nggunakan
, yaitu data
commit to user
II-22
Metode ini juga memberikan inspeksi kecepatan dan ketepatan, sehingga
menghemat biaya.
Makalah jurnal “New Algorithm of Liquid Level of Infusion Bottle Based on Image Processing” (Zhu, 2008), mengembangkan kunci sistem infus cerdas adalah untuk mendeteksi cair tingkat botol infus cepat dan akurat. Penelitian
tersebut mengusulkan algoritma deteksi otomatis tingkat cair botol infus berbasis
pengolahan citra, dengan merancang deteksi tepi, binarisasi, penyaringan, citra
proyeksi dan deteksi gerakan tingkat cairan secara otomatis. Algoritma tersebut
memiliki keuntungan tidak terpengaruh kebisingan, mampu mendeteksi secara
commit to user
III-1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai metodologi penelitian, dimulai dari
perumusan masalah sampai kesimpulan. Adapun metodologi penelitian dapat
[image:31.612.175.450.213.651.2]dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian ya
commit to user
III-2
studi literatur, studi lapangan, perumusan masalah, penentuan tujuan penelitian
dan menentukan manfaat penelitian. Langkah yang ada pada tahap identifikasi
masalah dimulai dari tahap perumusan masalah. Rumusan masalah disusun
berdasarkan identifikasi masalah. Perumusan masalah dilakukan dengan
menetapkan sasaran yang dibahas untuk kemudian dicari solusi pemecahan
masalahnya. Perumusan masalah dilakukan supaya fokus dalam membahas
permasalahan yang dihadapi. Setelah perumusan masalah selesai kemudian
dilanjutkaan dengan menentukan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ditetapkan
supaya penelitian yang dilakukan dapat menjawab dan menyelesaikan rumusan
masalah yang dihadapi. setelah perumusan masalah dan tujuan penelitian selesai
ditetapkan maka langkah selanjutnya berupa menentukan manfaat dari penelitian.
Suatu permasalahan diteliti apabila di dalamnya mengandung unsur manfaat. Agar
memenuhi suatu unsur manfaat maka perlu ditentukan terlebih dahulu manfaat
yang didapatkan dari suatu penelitian.
1. Latar belakang
Saat ini banyak industri yang mengemas produknya dalam botol. misalnya
produk kemasan minuman, shampoo dan parfum. Proses pengisian cairan produk
kedalam botol menggunakan mesin otomatis, sehingga volume cairan dalam
kemasan menjadi karakteristik yang dikendalikan pada saat proses. Perusahaan
perlu menggunakan sistem pengendalian kualitas isi botol agar volume antara
botol satu dengan yang lainnya masih dalam batas spesifikasi standar ketentuan
dari perusahaan. Hal ini menyebabkan munculnya masalah kualitas berupa
kemasan produk yang tidak sesuai dengan volume standar sebagaimana
dicantumkan pada label kemasan. Maka diperlukan sebuah perangkat lunak yang
mampu menganalisis dan mengestimasi volume cairan dalam kemasan botol.
2. Perumusan masalah
Setelah dilakukan identifikasi permasalahan volume cairan dalam kemasan
commit to user
III-3
menghasilkan perangkat lunak berbasis pengolahan citra yang digunakan dalam
pengendalian kualitas volume cairan botol pada citra.
3. Penentuan Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah penentukan perumusan permasalahan volume cairan dalam
kemasan botol, langkah selanjutnya menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
Penetuan tujuan dan manfaat dimaksudkan pada penelitian ini diketahui output
yang dihasilkan, yaitu:
1. Membuat program yang mampu mengolah citra.
2. Keperluan model identifikasi volume cairan dalam kemasan botol.
3. Pengujian terhadap model perangkat lunak pengolahan citra.
4. Studi Pustaka
Pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan tentang pengolahan citra dan
perangkat lunak Matlab 7.8 yang digunakan merancang perangkat lunak.
Dimaksudkan guna memperoleh gambaran mengenai teori-teori dan
konsep-konsep yang mendasar tentang permasalahan dalam penelitian sehingga hasil yang
diperoleh bersifat ilmiah. Referensi yang digunakan meliputi pustaka tentang
analisis dan perancangan sistem serta pustaka-pustaka yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.2 TAHAP PENGEMBANGAN ALGORITMA
Pada tahap ini, melakukan pengembangan terhadap algoritma yang
diterapkan pada proses pengendalian kualitas volume cairan pada produk
kemasan. Algoritma pengolahan citra yang dirancang dibagi kedalam beberapa
tahap. Tahapan yang dipakai dalam menyusun algoritma meliputi proses
pengolahan citra dari memasukkan citra hingga grafik volume secara realtime.
3.2.1 Deteksi Tepi
Suatu obyek yang berada dalam bidang citra dan tidak bersinggungan
dengan batas bidang citra, berarti obyek tersebut dikelilingi daerah yang bukan
obyek pada latar belakang. Pertemuan antara bagian obyek dan bagian latar
belakang disebut tepi obyek. Bila dua buah atau lebih obyek saling tumpang
commit to user
III-4
yang berada di belakang obyek lainnya, atau memisahkan obyek yang tumpang
tindih sehingga mampu dianalisis secara individu. Dengan demikian tepi suatu
obyek juga berguna untuk memisahkan obyek-obyek yang saling bersinggungan
sehingga tidak dianggap sebagai satu obyek yang besar dan tetap dapat dilacak
atau dianalisis secara individu.
Deteksi tepi digunakan dalam menentukan lokasi titik-titik yang merupakan
tepi obyek berupa botol kemasan. Secara umum, tepi suatu obyek dalam citra
dinyatakan sebagai titik yang nilai keabuannya berbeda cukup besar dengan titik
yang ada di sebelahnya.
[image:34.612.131.510.219.457.2]Langkah-langkah dalam mendeteksi tepian dari objek dengan mengubah
gambar menjadi citra grayscale. Pengubahan menjadi citra grayscale disini
bertujuan mengetahui tingkat ketajaman perubahan warna. Citra grayscale difilter
dengan kernel metode Sobel both dalam menentukan batas bawah botol dan
metode Sobel horiszontal menentukan batasan tinggi cairan.
3.2.2 Poin Koordinat
Citra diubah dalam bentuk matriks dengan posisi baris x kolom, sehingga
diketahui posisi poinnya. Poin koordinat yang ditentukan adalah poin batas bawah
dan batas tingkat cairan. Poin koordinat pixel dimanfaatkan dalam menghitung
ketinggian cairan, dengan dikalikan dengan skala. Setelah antara poin batas atas
dan batas bawah pada koordinat ditentukan, maka dibuat garis sebagai pengukur
ketinggian cairan. Hasil ini dihitung volume cairan dalam kemasan dalam botol
pada citra.
3.2.3 Plot Peta Kendali
Pada tahap ini, perangkat lunak Data volume diplotkan kedalam bentuk
control chart (peta kendali). Peta kendali merupakan grafik yang menyajikan keadaan produksi secara kronologi (jam per jam atau hari per hari). Data pada
peta kendali dalam bentuk baris dan kolom matriks disimbolkan berupa x sebagai
commit to user
III-5
3.3 TAHAP PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK
Tahap pengembangan algoritma dilanjutkan dengan perancangan dan
pengembangan aplikasi dari algoritma yang telah terkumpul. Algoritma-algoritma
dituangkan dalam desain perangkat lunak. Algoritma yang digunakan dalam
menyusun perangkat lunak adalah edge detection, get point, dan plot. Algoritma
tersebut dikembangkan dalam menghasilkan algoritma perangkat lunak
pengolahan citra volume cairan dalam kemasan botol. setelah algoritma
pendukung dirancang, maka disusunlah dalam bentuk GUI guna memudahkan
pengguna dalam memberikan perintah perangkat lunak dalam menganalisi
volume. Setelah diperoleh hasil berupa volume cairan pada citra, kemudian
membuat sebuah control chart yang menyatakan catatan volume cairan dalam
botol.
3.4 TAHAP UJI COBA PERANGKAT LUNAK
Perngujian perangkat lunak bertujuan mengetahui apakah aplikasi layak
dipakai atau tidak, maka dilakukan pengujian program perangkat lunak. Jika
program aplikasi belum layak maka program yang telah dibuat perlu diperbaiki.
Pengujian dilakukan menghitung volume cairan dari citra produk, yaitu dengan
membandingkan volume hasil hitung perangkat lunak dengan volume nyata.
3.5 TAHAP ANALISIS PERANGKAT LUNAK
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap perangkat lunak ini layak
diterapkan atau tidak. Analisis dilakukan guna mengetahui keakuratan perangkat
lunak ini dalam menghitung volume dalam kemasan. Pengujian terhadap
perangkat lunak pada analisis deteksi tepi, dengan melakukan analisis pada
beberapa macam citra dengan macam warna cairan yang berbeda. Analisis
volume dilakukan dengan membandingkan volume penghitungan secara manual
(nilai ukuran sebenarnya) dengan penghitungan dengan perangkat lunak. Hasil
penghitungan dan perbandingan beberapa macam citra, yang bisa diambil
kesimpulan. Pengujian dilakukan dengan beberapa ukuran botol dan volume.
masing-commit to user
III-6
3.6 TAHAP KESIMPULAN DAN SARAN
Tahap terakhir dari penelitian ini adalah kesimpulan dan saran. Pada tahap
ini akan dibahas hasil pengolahan data dengan mempertimbangkan tujuan yang
dicapai dalam penelitian dan memberikan saran perbaikan maupun penelitian
commit to user
IV-1
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bagian ini dibahas mengenai perancangan algoritma yang digunakan
dalam melakukan pengolahan citra untuk pengendalian kualitas. Mengolah
beberapa proses, memanfaatkan fungsi dalam perangkat lunak MATLAB 7.8.
Fungsi yang digunakan terdapat dalam image processing toolboxTM 6 yang mempermudah perancangan prototype aplikasi pengolahan citra.
4.1 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data studi pendahuluan dilakukan selama bulan September
2010 sampai dengan bulan November 2010 yang bertujuan memperoleh informasi
tentang permasalahan di lapangan. Sedangkan dalam merancang perangkat lunak
pengolahan citra, mengumpulkan algoritma yang digunakan dalam merancang
perangkat lunak pengolahan citra.
4.1.1 Proses Pengembangan Algoritma
Algoritma adalah urutan langkah logis penyelesaian masalah yang disusun
secara sistematis (Iftadi, 2006). Langkah tersebut dapat berbentuk perintah pada
perangkat lunak. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap dari
awal hingga akhir. Pengembangan algoritma menjadi lebih efisien dan efektif,
maka penggunaan sebagian perintah yang ada di dalam bahasa pemrograman
perlu dilakukan. Jika algoritma tersebut sederhana, maka penyusunan algoritma
akan sama dengan penyusunan sebuah program. Perintah algoritma yang
digunakan dalam merancang perangkat lunak pengolahan citra, sebagai berikut:
1. Input citra.
2. Deteksi tepi (edge detection). 3. Poin koordinat (coordinate pixel). 4. Pengukuran jarak (create distance). 5. Input data.
commit to user
IV-2
[image:38.612.176.443.201.472.2]
input citra, poin koordinat pixel, edge detection, image distance, dan plot. Langkah perangkat lunak digambarkan dalam bentuk flowchart, pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Diagram blok algoritma
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengolahan citra untuk
pengendalian kualitas untuk mendapatkan data volume. Hasil perhitungan volume
dengan perangkat lunak ini bersifat penyesuaian antara data real dan data
subjektif.
4.1.3 Input Citra
Proses diawali dengan memasukkan citra 2 dimensi lalu diproses dengan
mengkonversi citra dalam bentuk matriks. Format yang mendukung program
Matlab 7.8 disebutkan pada Tabel 2.1. Sistem konversi citra dalam bentuk
commit to user
IV-3
matriks dijelaskan pada Gambar 2.5. Potongan script input citra pada program Matlab, sebagai berikut:
function pushbutton6_Callback(hObject, eventdata, handles)
myform = guidata(gcbo);
[filename,pathname] = uigetfile('*.png;','Pick an Image File');
gambar = imread([pathname,filename]);
Proses input citra pada program Matlab menggunakan fungsi imread. Setelah
citra diinput, citra dirubah dalam bentuk matriks yang diolah pada tahap berikutnya. Pengaturan default pada perangkat lunak ini menggunakan format *.png. Bila yang diolah berformat lain, user harus melakukan pemilihan pada tab format.
4.1.4 Deteksi Tepi
Pada perangkat lunak pengolahan citra ini mengunakan algoritma deteksi
tepi Sobel both dan Sobel Horizontal. Kegunaan deteksi tepi pada perangkat lunak ini ditujukan untuk mengetahui tingkat ketinggian cairan dalam kemasan dengan
mendeteksi tepi-tepi dari objek. Metode Sobel both berfungsi menentukan template poin sisi bawah dari objek pada saat setting. Sedangkan sobel dengan filter horizontal berfungsi mendeteksi sisi batas atas pada cairan. Deteksi tepi memiliki algoritma, sebagai berikut:
1. Input citra.
2. Konversi menjadi grayscale. 3. Filter dengan kernel.
Sehingga menghasilkan potongan script deteksi tepi pada program Matlab, sebagai berikut:
I = rgb2gray(gambar);
BW = edge(I,'sobel',0.01,'horizontal') figure;
hImg = imshow(BW);
Deteksi tepi tersebut digunakan mendeteksi ketinggian cairan dalam
kemasan botol. fungsi yang digunakan ’edge’. Pada tahap deteksi tepi ini
commit to user
IV-4
I = rgb2gray(gambar); BW = edge(I,'sobel',[]) figure;
hImg = imshow(BW);
Pada tahap deteksi tepi batas bawah cairan menggunakan threshold [ ], artinya perintah untuk Matlab mendeteksi dengan nilai threshold terbaik. Hasil pengolahan deteksi tepi.
(a) (b)
Gambar 4.2 (a) Hasil deteksi tepi dengan metode Sobel both (b) Sobel horizontal
Hasil deteksi yang muncul pada jendela figure 1, bertujuan mendapatkan informasi koordinat pixel dengan mengklik ganda pada sisi tepi bawah botol. Koordinat ini berfungsi sebagai template pengujian selanjutnya sehingga memberikan kecepatan dalam analisis. Pada saat tahap analisis, deteksi tepi
menggunakan metode sobel horizontal yang bertujuan menandai tepi ketinggian cairan.
4.1.5 Koordinat Poin
[image:40.612.163.446.218.483.2]commit to user
IV-5
mengukur ketinggian botol dengan mengalikan dengan skala yang diinputkan. Interface dilakukan dengan mengklik posisi tepi pada image yang telah diolah dengan filter edge detection. Filter edge detection berfungsi memperjelas tepian pada citra, sehingga memberikan tingkat ketepatan dalam mendapatkan posisi
koordinat pixel. Potongan script koordinat pada program Matlab, sebagai berikut:
hImg = imshow(BW); [xa, ya] = getpts(gcf) xawal = round(xa)
yawal = round(ya)
set(myform.posisix,'string',num2str(xawal)); set(myform.posisiy,'string',num2str(yawal));
Fungsi yang digunakan dalam menetukan koordinat pixel adalah
getpts(gcf). Tahap tersebut dihasilkan koordinat dalam bentuk data x dan y.
maka proses dalam tahap ini.
(a) (b)
Gambar 4.3 (a) Hasil interface menentukan koordinat batas bawah (b) koordinat batas atas
Klik ganda
[image:41.612.134.510.213.474.2]commit to user
IV-6
lunak akan otomatis menghitung jarak antara tepi bawah dan atas. Jarak dihitung
dengan memanfaatkan jumlah pixel, seperti yang dijelaskan pada Bab 2. Pengukuran jarak pada perangkat ini digunakan mengukur jarang diameter botol
dan ketinggian cairan. Hasil potongan script pada algoritma menghitung jarak pixel pada program Matlab untuk diameter botol, sebagai berikut:
x1 = str2double (get(myform.posisix,'string')); y2 = y1
x2 = round(x)
y1 = str2double (get(myform.posisiy,'string')); h = imdistline (gca,[x1 x2],[y1 y2]);
[image:42.612.167.444.226.471.2]api = iptgetapi(h);
Gambar 4.3 Hasil perhitungan jarak diameter
Hasil pengukuran jarak (pixel), dikalikan dengan input faktor koreksi untuk mendapatkan ukuran diameter. Kemudian nilai diameter tersebut dibagi dua
commit to user
IV-7
Sedangkan untuk mengukur ketinggian cairan dalam botol, menggunakan
potongan script pada Matlab, sebagai berikut:
x1 = str2double (get(myform.posisix,'string')); x2 = x1
y2 = round(y)
y1 = str2double (get(myform.posisiy,'string')); h = imdistline (gca,[x1 x2],[y1 y2]);
api = iptgetapi(h);
Fungsi yang digunakan dalam menetukan koordinat pixel adalah
imdistline. Matlab menghitung jarak data x dan y poin pixel yang telah
[image:43.612.134.507.204.475.2]ditentukan. maka proses dalam tahap ini, sebagai berikut:
Gambar 4.4 Hasil perhitungan jarak tinggi cairan
Matlab mengalikan jarak pixel dengan input skala sehingga menghasilkan jarak ketinggian cairan yang sebenarnya. Script menghitung tinggi pada program matlab, sebagai berikut:
tinggi = getDistance(h)
Tinggi cairan dihitung dalam menentukan volume cairan dalam kemasan.
Volume cairan dalam botol, didapatkan dengan menggunakan rumus π * r2 * t
(volume tabung). Pada perangkat lunak ini, mengukur ketinggian cairan pada
commit to user
IV-8
4.1.7 Mencatat pada Text
Data volume cairan yang telah dihitung, dicatat dalam filenotepad secara realtime. Pencatatan dalam bentuk notepad dimaksudkan mempermudah dalam penginputan data oleh Matlab, juga notepad memiliki ukuran file yang kecil. Setelah data volume cairan dicatat dalam file notepad oleh Matlab, maka data diinputkan dan diolah dalam Matlab sehingga membentuk sebuah plot peta kendali. Script mencatat pada program Matlab, sebagai berikut:
jumlah = str2double (get(myform.data,'string')); m = [jumlah volumematriks]
dlmwrite('myfile.txt', m, '-append','newline', 'pc')
Fungsi yang digunakan dalam penulisan pada text adalah dlmwrite. Pada
[image:44.612.131.509.174.475.2]penulisan data x sebagai jumlah botol, dan data y sebagai jumlah volumenya Contoh hasilnya:
Gambar 4.5 Hasil volume pada notepad 4.1.8 Graphical User Interface
commit to user
IV-9
[image:45.612.108.512.193.738.2]
Character User Interface (CUI) yang di kenal dengan command line. Sisi kenyamanan, kedua model ini memiliki fungsinya masing-masing.
Gambar 4.7 Penyusunan graphic user interface pada matlab Langkah penyusunan GUI pada Matlab, membuat form tampilan yang disesuaikan fungsi, ukuran dan perintah dari perangkat lunak. Dalam tampilan ini
didesain botton dan static text dari program Matlab, kemudian callback dengan script tiap perintah. GUI yang berisi script perintah dalam bentuk M-file disave pada satu directory folder dengan file figure. M-file perangkat lunak bila dijalankan, akan muncul jendelan tampilan GUI seperti pada gambar 4.8.
1
2
3
4 5
6
7 8
commit to user
IV-10
[image:46.612.137.509.205.483.2]
Gambar 4.8 Tampilan prototipe perangkat lunak Keterangan dan fungsi perintah gambar 4.8 sebagai berikut:
1. Tombol setting.
Tombol setting berfungsi menentukan koordinat batas bawah sebagai template. Prosesnya meliputi memasukkan citra dan difilter dengan deteksi tepi, dari proses tersebut dapat diketahui batasan tepi dari citra. Dalam proses
deteksi tepi tersebut, menggunakan filter Sobel both. Metode sobel memiliki kelebihan dalam mengurangi derau (noise) pada citra. Citra yang memiliki background berwarna atau pada belakang objek terdapat objek-objek lain yang disebut derau, akan menjadikan hasil pengolahan banyak titik-titik deteksi
objek-objek tersebut. Sehingga pada saat pengambilan citra, mengunakan
background polos atau warna putih bersih mampu mendukung memungkinkan citra untuk diolah. Setelah proses deteksi tepi, maka User melakukan interface dengan menandai batas bawah tepian pada citra menggunakan mouse. Proses klik mouse tersebut diketahui posisi koordinat pixel yang kemudian masuk pada form 4.
2. Form input skala.
User memasukan nilai skala yang digunakan dalam proses pengolahan. Nilai skala yang diinputkan berasal dari perhitungan perbandingan nilai ukuran pixel pada citra dengan jarak yang sebenarnya. Pada tiap-tiap citra memiliki skala yang berbeda. Nilai skala dipengaruhi oleh resolusi kamera dan jarak
kamera pada objek (Bovik, 2009).
3. Form input faktor koreksi radius.
Nilai radius pada kemasan yang sebenarnya berfungsi untuk menghitung
volume cairan dalam kemasan dengan menggunakan rumus tabung. Form ini
diisi dengan jumlah persen ketebalan botol terhadap total diameter luar.
9
commit to user
IV-11
4. Form input koordinat x dan y batas bawah.
Proses setting, user melakukan interaksi double klik mouse pada citra yang mampu mengetahui koordinat pixel yang dipilih sebagai batas bawah pada citra. Koordinat tersebut memiliki posisi baris dan kolom seperti yang
dijelaskan pada Bab 2.
5. Tombol untuk analisis volume.
Dalam melakukan analisis volume cairan pada citra, dengan mengklik tombol
analisis. Pada proses ini meliputi memasukkan citra, kemudian deteksi tepi.
Hasil deteksi tepi pada proses ini dimunculkan dengan windows baru, guna user melakukan interaksi double klik mouse pada batas atas objek pada citra. Proses deteksi tepi tersebut menggunakan metode filter Sobel both, karena dalam proses ini diperlukan tepian ketinggian cairan yang jelas pada citra.
Pemilihan filter Sobel Horizontal dimaksudkan bila mendet