• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE CONNECTED COMPONENT LABELLING (CCL) UNTUK PENGUKURAN DIMENSI LUBANG JALAN ASPAL BERBASIS CITRA DIGITAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN METODE CONNECTED COMPONENT LABELLING (CCL) UNTUK PENGUKURAN DIMENSI LUBANG JALAN ASPAL BERBASIS CITRA DIGITAL"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS - SM 142501

PENERAPAN METODE CONNECTED

COMPONENT LABELLING (CCL) UNTUK

PENGUKURAN DIMENSI LUBANG JALAN

ASPAL BERBASIS CITRA DIGITAL

ZAIMATUL FIRDAUS NRP 0611 1650 010 001 DOSEN PEMBIMBING: Dr. Dwi Ratna S., S.Si, M. T. Dr. Budi Setiyono, S.Si, MT.

PROGRAM MAGISTER

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA, KOMPUTASI DAN SAINS DATA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2018

(2)
(3)

THESIS - SM 142501

IMPLEMENTATION OF CONNECTED

COMPONENT LABELLING (CCL) METHOD

FOR MEASURING THE DIMENSION OF

ASPHALT PAVEMENT BASED ON DIGITAL

IMEGE

ZAIMATUL FIRDAUS NRP 0611 1650 010 001 SUPERVISORS:

Dr. Dwi Ratna S., S.Si, M. T. Dr. Budi Setiyono, S.Si, MT.

MASTER PROGRAM

DEPARTMENT OF MATHEMATICS

FACULTY OF MATHEMATICS, COMPUTING AND DATA SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY

SURABAYA 2018

(4)
(5)
(6)
(7)

PENERAPAN METODE CONNECTED COMPONENT LABELLING (CCL) UNTUK PENGUKURAN DIMENSI

LUBANG JALAN ASPAL BERBASIS CITRA DIGITAL Nama Mahasiswa : Zaimatul Firdaus

NRP : 0611 1650 010 001

Pembimbing : 1. Dr. Dwi Ratna S., S.Si, M. T. 2. Dr. Budi Setiyono, S.Si, MT. Abstrak

Pada saat ini pendeteksian lubang di jalan dilakukan dengan menggunakan alat ukur sederhana (roll meter) dengan bantuan tenaga manusia sepenuhnya, hal ini yang menyebabkan salah satu kendala lambatnya proses perbaikan. Proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan tingkat keakuratan-nya rendah. Dengan menggunakan tekhnologi pengolahan citra digital, pengukuran dimensi kerusakan jalan apal diharapkan lebih cepat dan akurat. Pada penelitian ini diimplementasikan metode segmentasi citra yaitu Otsu thresholding, deteksi tepi Sobel dan beberapa operasi morfologi serta pelabelan lubang yang terdeteksi menggunakan metode Connected Component Labelling (CCL). Otsu thresholding merupakan metode segmentasi yang cukup akurat dalam mendapatkan daerah yang merupakan obyek tersegmentasi dengan menggunakan histogram grayscale. Tahapan dari proses pengukuran dimensi lubang jalan aspal yaitu preprocessing, segmentasi, pelabelan dan yang terakhir yaitu proses perhitungan. Pada proses segmentasi metode yang digunakan yaitu Otsu thresholding dan deteksi tepi sobel, sehingga dari hasil pengujian yang telah dilakukan dengan metode Otsu thresholding rata-rata error dalam pengukuran dimensi jalan adalah sebesar 15.7% sedangkan untuk metode deteksi tepi sobel rata-rata error sebesar 21.6%.

Kata-kunci: Pengolahan Citra, Segmentasi Citra, Deteksi Tepi dan Connecting Componen Labelling(CCL)

(8)
(9)

IMPLEMENTATION OF CONNECTED COMPONENT LABELLING (CCL) METHOD FOR MEASURING THE DIMENSION OF ASPHALT PAVEMENT BASED ON DIGITAL

IMEGE Name : Zaimatul Firdaus NRP : 0611 1650 010 001

Supervisors : 1. Dr. Dwi Ratna S., S.Si, M. T. 2. Dr. Budi Setiyono, S.Si, MT. Abstract

Currently, the detection of holes in the road have been done by using a simple meter (roll meter) with the help of human power completely, it was causing one of the obstacles making slow in repairing process. In addition, it takes a relatively long time and its accuracy was low. By using digital image processing technology, detection and estimated damage to the expected path was expected more quickly and accurately. In this research was implemented image segmentation method that was Otsu thresholding, Sobel edge detection and some morphology operation and labeling of hole that detected by Connected Component Labeling (CCL) method. Otsu thresholding was a fairly accurate segmentation method in obtaining an area that was a segmented object using a grayscale histogram. The process of detection and estimation of road damage are pre-processing, segmentation, labeling, and the calculation process. In the process of segmentation method that used was Otsu thresholding and Sobel edge detection, so that from the results of tests that have been done with Otsu thresholding method average error level in detecting and estimating road damage was 15.7% while for detection method of edge error was 21.6%.

Key-words: Image processing, Image Segmentation, Edge Detection and Connected Component Labelling (CCL).

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan lancar Tesis yang berjudul

”Penerapan Metode Connected Component Laeblling (CCL) Untuk Pengukuran Dimensi Lubang Jalan Aspal ”.

Berbasis Citra Digital ”.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Program Strata-2 Departemen Matematika, Fakultas Matematika, Komputasi dan Sains Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Penyusunan Tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut diantaranya:

1. Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2. Dekan Fakultas Matematika, Komputasi dan Sains Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

3. Kepala Departemen Matematika, Fakultas Matematika, Komputasi dan Sains Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

4. Kepala Program Studi Strata-2 Departemen Matematika, Fakultas Matematika, Komputasi dan Sains Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

5. Ibu Dr. Dwi Ratna Sulistyaningrum, S.Si, MT. Selaku Dosen Pembimbing I dalam penyelesaian Tesis

6. Bapak Dr. Budi Setiyono S.Si, MT. Selaku Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian Tesis.

7. Bapak Dr. Mahmud Yunus, M.Si. selaku Dosen Penguji dan Bapak Dr. Darmaji S.Si, MT. selaku Dosen Penguji dalam penyelesaian Tesis ini serta Dosen wali selama menempuh studi.

8. Ayah, Ibu, suami, serta keluarga yang selalu memberikan do’a serta dukungan selama menempuh program studi Strata-2

(12)

9. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Magister Matematika. Terimakasih banyak atas semangat yang menginspirasi, dan bantuan sharing ilmu dalam diskusi, sehingga selama perkuliahan sampai Tesis ini selesai dapat berjalan dengan lancar

10. Seluruh Staff Pasca Sarjana Matematika. Terimakasih banyak atas bantuan dalam menginformasikan keperluan administrasi dan bersedia menampung keluh kesah penulis selama proses penyelesaian Tesis hingga kelulusan

11. Kakak dan Adik angkatan di Program Studi Magister Matematika, serta semua pihak yang telah memberikan do’a dan dukungannya kepada penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam Tesis ini masih terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis sangat terbuka menerima saran dan ide demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan semua yang telah dikerjakan ini mendapat ridho dari Allah SWT.

Surabaya, 2 Agustus 2018

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL TESIS v

ABSTRAK vii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR xi

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR TABEL xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang . . . 1 1.2 Rumusan Masalah . . . 3 1.3 Batasan Masalah . . . 3 1.4 Tujuan Penelitian . . . 4 1.5 Manfaat Penelitian . . . 4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 5 2.1 Penelitian-Penelitian Terkait . . . 5

2.2 Kerusakan jalan . . . 6

2.2.1 Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Pada Perkerasan Jalan . . . 8

2.2.2 Lubang (potholes) . . . 9

2.3 Perbaikan Kualitas Citra . . . 10

2.4 Citra Digital . . . 11 2.5 Konvolusi . . . 12 2.6 Segmentasi . . . 12 2.6.1 Thresholding . . . 13 2.6.2 Otsu Thresholding . . . 13 2.6.3 Deteksi Tepi . . . 15 2.6.4 Metode Morfologi . . . 19

2.7 Connected Component Labelling (CCL) . . . 23

BAB 3 METODE PENELITIAN 27 3.1 Tahap Penelitian . . . 27

3.2 Blok Diagram Pengukuran Dimensi lubang pada jalan aspal dengan metode CCL . . . 28

(14)

BAB 4 PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA 31

4.1 Perancangan . . . 31

4.1.1 Perancangan Data . . . 31

4.1.2 Perancangan Algoritma . . . 32

4.1.3 Perancangan Proses Pengujian . . . 34

4.1.4 Perancangan desain Akuisisi Citra . . . 35

4.2 Implementasi Proses . . . 36

4.2.1 Implementasi Akuisisi Citra . . . 36

4.2.2 Implementasi Proses Pre-processing . . . 36

4.2.3 Implementasi Proses Segmentasi . . . 37

4.2.4 Implementasi Proses Morfologi . . . 40

4.2.5 Implementasi Pelabelan Connected Component Labelling . . . 42

4.2.6 Implementasi Proses Perhitungan Luas . . . 46

BAB 5 UJI COBA DAN PEMBAHASAN 51 5.1 Data Uji Coba . . . 51

5.2 Pengujian . . . 52

5.2.1 Pengujian Tahap Preprocessing . . . 52

5.2.2 Pengujian Tahap Segmentasi . . . 53

5.2.3 Pengujian Tahap Deteksi atau Pelabelan . . . 55

5.2.4 Uji Coba . . . 56

5.3 Kinerja Metode . . . 58

5.4 Validasi . . . 62

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 65 6.1 Kesimpulan . . . 65

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Jenis Kerusakan Retak . . . 6

Gambar 2.2 Contoh Jenis Kerusakan Distorsi . . . 7

Gambar 2.3 Contoh Jenis Cacat Permukaan . . . 7

Gambar 2.4 Contoh Jenis Kerusakan Pengausan . . . 7

Gambar 2.5 Contoh Jenis Kerusakan Kegemukan . . . 8

Gambar 2.6 Contoh Jenis Kerusakan Utility Cut Cepression . . . 8

Gambar 2.7 Lubang (Pothole) Jalan . . . 10

Gambar 2.8 Sistem Koordinat Citra Berukuran M xN . . . 11

Gambar 2.9 Contoh Konvolusi . . . 12

Gambar 2.10 Kernel Sobel . . . 16

Gambar 2.11 Deteksi Tepi Sobel . . . 16

Gambar 2.12 Kernel Prewitt . . . 17

Gambar 2.13 Kernel Roberts . . . 17

Gambar 2.14 Contoh Citra Hasil Deteksi Tepi . . . 19

Gambar 2.15 Citra Hasil Dilasi . . . 20

Gambar 2.16 Citra Hasil Erosi . . . 21

Gambar 2.17 Citra Hasil Opening . . . 22

Gambar 2.18 Citra Hasil Closing . . . 22

Gambar 2.19 Contoh Citra Filling Holes . . . 23

Gambar 2.20 Connected Component Labelling dengan 4-connecivity . . 25

Gambar 2.21 Connected Component Labelling dengan 8-connecivity . . 25

Gambar 2.22 Connected Component Labelling (a)hasil 4-connectivity (b) hasil 8-connectivity . . . 25

Gambar 3.1 Blok Diagram Pengukuran Dimensi Lubang . . . 29

Gambar 4.1 Perancangan Algoritma Pengukuran Dimensi Lubang . . 33

Gambar 4.2 Data Simulasi . . . 34

Gambar 4.3 Hasil Pengujian Data Simulasi . . . 35

Gambar 4.4 Perancangan Desain Akuisisi Citra . . . 35

Gambar 4.5 Akuisisi Citra . . . 36

Gambar 4.6 Formula Operator Sobel . . . 38

Gambar 4.7 (A) Citra Asli, (B) Matrik Sy, (C) Matriks Sy, (D) Hasil Konvolusi . . . 39

Gambar 4.8 (A) Citra Asli, (B) Otsu Thresholding, (C) Deteksi Tepi Sobel . . . 40

Gambar 4.9 (a)Citra Hasil Deteksi Tepi (b) Implementasi Citra Closing . . . 41 Gambar 4.10 (a)Citra Hasil Closing (b) Implementasi Citra Opening . 41

(16)

Gambar 4.11 (a)Citra Hasil Opening (b) Implementasi Citra Filing

Holes . . . 42

Gambar 4.12 (a)Citra Hasil Filling Holes (b) Implementasi Citra Erosi 42 Gambar 4.13 Contoh Ilustrasi Citra . . . 43

Gambar 4.14 Arah Pengecekan Piksel Pada Array Biner Citra . . . 43

Gambar 4.15 Indeks Array Biner . . . 44

Gambar 4.16 Array Biner Citra Setelah Scanning Selesai . . . 44

Gambar 4.17 Obyek Piksel Yang Telah Ditemukan . . . 45

Gambar 4.18 Dua Obyek Piksel Yang Telah Ditemukan . . . 45

Gambar 4.19 Contoh Daerah Tidak Beraturan . . . 46

Gambar 4.20 Pias dengan Panjang Sisi Kiri . . . 47

Gambar 4.21 Pias Dengan Panjang Sisi Kanan . . . 48

Gambar 5.1 Contoh Kondisi Lubang . . . 51

Gambar 5.2 Contoh Beberapa Data Uji Coba . . . 52

Gambar 5.3 Hasil Grayscale . . . 53

Gambar 5.4 Hasil Median Filter . . . 53

Gambar 5.5 Proses Metode Otsu Threshold . . . 54

Gambar 5.6 Proses Metode Deteksi Tepi Sobel . . . 55

Gambar 5.7 Hasil Connected Component Labelling . . . 56

Gambar 5.8 Data Dengan Gangguan . . . 58

Gambar 5.9 Hasil Perbandingan Eror . . . 60

Gambar 5.10 Hasil Perbandingan Waktu Komputasi . . . 60

Gambar 5.11 Hasil Perbandingan Eror . . . 61

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel data proses . . . 32

Tabel 4.2 Persamaan Menentukan Indeks 8-connected Pixels . . . 42

Tabel 4.3 Persamaan Menentukan Indeks 4-connected Pixels . . . 43

(18)
(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian ini dan berdasarkan latar belakang masalah maka dapat disusun rumusan masalah yang mendasari tujuan penelitian serta manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang

Kondisi infrastruktur jalan di Indonesia bukanlah masalah baru, hampir setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran besar untuk perbaikan infrastruktur jalan. Namun, jumlah jalan yang rusak dan masih harus diperbaiki cukup panjang. Menurut data dari Kementrian Pekerjaan Umum menyebutkan, secara keseluruhan kondisi jalan rusak di Indonesia mencapai 3.800 kilometer atau 11 persen jika dibandingkan dengan total panjang jalan nasional yang mencapai 34.628 kilometer (Marga, 2010). Hal tersebut tentu saja dapat mengakibatkan kerugian yang diderita sungguh besar terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Kerugian secara individu tersebut akan menjadi akumulasi kerugian ekonomi global bagi daerah tersebut. Banyak kritik yang telah dikirimkan kepada institusi pemerintahan dalam upaya penanganan dan pengelolaan jalan, agar berbagai kerusakan yang terjadi segera diatasi.

Jalan raya sendiri merupakan sarana dan prasarana yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menunjang segala aktifitas manusia sehari-hari. Dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang melintasi di jalan raya khususnya kendaraan-kendaraan berat maka akan menyebabkan tingkat kerusakan menjadi tinggi. Kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi terutama pada sarana transportasi darat. Dampak pada konstruksi jalan yaitu perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes), bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan menjadi menurun.

Pekerja Dinas Pekerjaan Umum belum memanfaatkan teknologi komputer. Selama ini proses tersebut masih dilakukan secara manual untuk menemukan

(20)

berbagai jenis kerusakan jalan dan mengukur luas serta kedalaman dari tiap-tiap kerusakan yang ada. Proses pengukuran dilakukan secara manual mengunakan alat ukur sederhana (roll meter ) dengan bantuan tenaga manusia sepenuhnya sehingga waktu yang dibutuhkan relative lama dan tingkat keakuratannya rendah (Idestio dan Wirayuda, 2014). Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan mengenai teknologi kamera digital dan kemajuan ilmu komputer, pemeriksaan kerusakan jalan secara visual yang awalnya dilakukan secara manual saat ini dapat dilakukan menggunakan pengolahan citra digital. Pemrosesan citra digital dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan jalan.

Segmentasi citra (image segmentation) merupakan bagian dari proses pengolahan citra. Segmentasi citra adalah suatu proses pembagian daerah citra menjadi beberapa bagian yang lebih kecil berdasarkan tata letak piksel dan intensitasnya yang saling berdekatan (Sucharita, Jyothi dan Mamatha, 2013). Segmentasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam analisi citra secara otomatis, karena pada prosedur ini obyek hasil segmentasi akan digunakan untuk proses selanjutnya, misalnya pada pengenalan objek. Pengenalan objek (Object recognition) merupakan salah satu image processing untuk mengenali objek-objek yang akan dikenali untuk diolah lebih lanjut agar mendapatkan suatu data informasi. Dengan adanya proses pengenalan objek tersebut, manusia akan dipermudah dalam mengenali bentuk dari objek seperti pemetaan geografis, pembacaan citra hasil scan medis dan juga mengenali objek berupa citra lubang jalan.

Deteksi objek merupakan proses untuk mengidentifikasi objek-objek yang terdapat pada citra hasil segmentasi. Pada penelitian ini proses deteksi dilakukan dengan menggunakan metode Connected Component Labelling (CCL). Connected Component Labeling merupakan algoritme dasar dalam pengolahan citra digital yang secara umum digunakan dalam proses yang berhubungan dengan deteksi objek (Schwenk dan Huber, 2015). Metode CCL melakukan proses pemindaian dan pelabelan piksel pada citra biner dalam melakukan segmentasi. Setiap piksel pada citra biner yang bernilai 1 (foreground) dan saling terhubung akan diberikan nomor label yang sama, sedangkan piksel yang bernilai 0 (background) tidak diberi label atau diberi label 0. Proses pemindaian dan pemberian label tersebut, metode ini menggunakan konsep ketetanggaan dan keterhubungan piksel.

Riset-riset yang terkait kerusakan jalan dengan menggunakan pengolahan citra digital seperti riset yang dilakukan oleh Cristian Koch dkk, yang berjudul

(21)

Pothole Detection in Asphalt pavement images, menurut Koch terdapat tiga proses untuk mendeteksi lubang yaitu segmentasi citra, ekstraksi bentuk dan ekstraksi tekstur (Koch dan Brilakis, 2011). Azhar dkk melakukan penelitian yang berjudul Computer Vision Based Detection and Localization of Pothole in Asphalt Pevement Images, dalam penelitiannya yaitu melakukan deteksi dan lokalisasi lubang menggunakan HOG untuk ekstraksi fitur dan Naive Bayes sebagai klasifikasi fitur dan untuk lokalisasinya menggunakan Graph Cut Segmentation (Azhar, Murtaza, Yousaf dan Habib, 2016). Dan Appiah dkk melakukan penelitian yang berjudul Accelerated Hardware Vidio Object Segmentation from Foreground Detection to Connected Component Labelling yang menyajikan penggunaan single-chip FPGA untuk segmentasi benda bergerak dalam urutan vidio (Appiah, Hunter, Dickinson dan Meng, 2010).

Dari uraian di atas pada penelitian ini akan menerapkan metode Connecting Component Labelling (CCL) untuk pengukuran dimensi lubang jalan aspal. Keluaran dari penelitian adalah jumlah lubang yang terdeteksi serta dimensi yang meliputi luas, panjang dan lebar. Dengan proses perhitungan yang terkomputerisasi diharapkan mampu memberikan solusi yang cepat dan akurat untuk proses perbaikan jalan khususnya di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah

Adapaun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penerapan metode Connected Component labelling (CCL) untuk pengukuran dimensi lubang jalan aspal?

2. Bagaimana tingkat keberhasilan pengukuran dimensi lubang jalan aspal menggunakan metode Connected Component labelling (CCL)?

1.3 Batasan Masalah

Penulisan tesis ini difokuskan pada pembahasan dengan beberapa batasan masalah sebagai berikut.

1. Objek yang dideteksi adalah jalan yang beraspal dan kerusakannya tampak secara visual.

2. Dimensi lubang jalan aspal yang dimaksud yakni ukuran yang meliputi luas lubang, panjang dan lebar kotak yang memuat lubang.

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengaplikasikan metode Connected Component labelling (CCL) untuk pengukuran dimensi lubang jalan aspal.

2. Mengetahui tingkat keberhasilan metode Connected Component labelling (CCL) dalam pengukuran dimensi lubang jalan aspal.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai sistem untuk pendukung sistem monitoring kerusakan jalan secara otomatis.

2. Dapat digunakan oleh bina marga untuk mengetahui tingkat kerusakan jalan berdasarkan dimensinya sebelum dilakukan proses perbaikan. 3. Memberikan kontribusi bagi dunia penelitian dalam pengaplikasian

matematika pada pengolahan citra digital, khususnya pada permasalahan sarana prasarana umum.

(23)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bab ini dijelaskan materi-materi penunjang yang yang digunakan dalam pengerjaan tesis ini, yang meliputi penelitian sebelumnya, dasar-dasar pengolahan citra digital, Metode segmentasi yaitu Deteksi tepi, operasi morfologi dan Connected Component Labelling (CCL)

2.1 Penelitian-Penelitian Terkait

Beberapa literatur yang berkembang mengenai pendeteksian lubang jalan menggunakan metode yang bermacam-macam seperti penelitiannya Koch dkk yang berjudul Pothole Detection in asphalt Pavement images. Dalam penelitian tersebut Koch dkk membagi pendeteksian lubang dijalan menjadi tiga tahap, yaitu segmentasi citra, ekstraksi bentuk dan perbandingan tekstur. Tahap segmentasi citra dilakukan dengan thresholding segmentation yang penentuan thresholdnya menggunakan Histogram. Ekstraksi bentuk dilakukan dengan morphologi thinning dan ekstraksi tekstur menggunakan pendeteksian statistic yaitu standar deviasi dan intensitas keabuan(Koch, Georgieva, Kasireddy, Akinci dan Fieguth, 2015).

Azhar melakukan penelitian yang berjudul Computer Vision Based Detection and Localization of Potholes in Asphalt Pavement Images. Dalam penelitihan tersebut Azhar,K. dkk melakukan pendeteksian dan lokalisasi lubang menggunakan komputer vision, untuk metodenya pada ekstraksi bentuk menggunakan Histogram of Oriented Gradient dan klasifikasi menggunakan Naive Bayes sedangkan untuk menemukan gambar lubang yang terdeteksi mengimplementasikan Normalized graph Cut Segmentation.(Azhar et al., 2016).

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ouma dkk yang berjudul Pothole detection on asphalt pavement from 2D-colour pothole images using fuzzy c-means clustering and morfological reconstruction. Dalam penelitihannya yaitu mendeteksi citra jalan berlubang dan jalan normal dengan menggunakan metode Wafelet transformation untuk proses defect recognition dan Fuzzy c-means untuk proses klustering serta beberapa metode morfologi.(Ouma dan Hahn, 2017). Dan Rajaraman dan Chokkalingan melakukan penelitian

(24)

yang berjudul Conneced component labelling and extraction based interphase removal from chromosome images. Pada penelitian itu menggunakan metode Conneced component labelling untuk mengelompokkan dan menghilangkan kotoran pada sel kromosom.(Rajaraman dan Chokkalingam, 2013).

2.2 Kerusakan jalan

Menerut peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Menurut Manual Pemeliharaan jalan Nomor : 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas:

1. Retak (cracking)

Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas Retak halus (hair cracking), Retak kulit buaya (alligator crack ), Retak pinggir (edge crack ), Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack ), Retak sambungan jalan (lane joint crack ),Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), Retak refleksi (reflection cracks), Retak susut (shrinkage cracks),Retak slip (slippage cracks).

Gambar 2.1: Contoh Jenis Kerusakan Retak

Sumber:http://strong-indonesia.com/artikel/kerusakan-jalan-aspal-penyebab-solusi/

2. Distorsi (Distortion)

Distorsi/perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas.

(25)

Gambar 2.2: Contoh Jenis Kerusakan Distorsi

Sumber:http://cyber-empires.blogspot.com/2016/07/ciri-ciri-jalan-yang-baik-dan-tidak-baik.html

3. Cacat permukaan (Disintegration)

Cacat permukaan yang mengarah kepada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari lapisan perkerasan.

Gambar 2.3: Contoh Jenis Cacat Permukaan

Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 25672/Chapter%20II.pdf

4. Pengausan (Polished aggregate)

Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical.

Gambar 2.4: Contoh Jenis Kerusakan Pengausan

Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/ 25672/Chapter%20II.pdf

(26)

5. Kegemukan (bleeding / flushing)

Permukaan menjadi licin. Pada temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack coat.

Gambar 2.5: Contoh Jenis Kerusakan Kegemukan Sumber:(Marga, 2010)

6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (Utility Cut Depression) Terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

Gambar 2.6: Contoh Jenis Kerusakan Utility Cut Cepression Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/

25672/Chapter%20II.pdf

2.2.1 Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Pada Perkerasan Jalan Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 yang dikeluarkan oleh direktorat Jendral Bina Marga, kerusakan pada perkerasan jalan dapat disebabkan oleh:

1. Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban. 2. Air yang berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik,

(27)

3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan yang tidak baik.

4. Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan cuaca hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyeban kerusakan jalan.

5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasar yang memang jelek.

6. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik. 2.2.2 Lubang (potholes)

Jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari lapisan permukaan, yaitu lubang (pothole). Kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air sampai ke dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan. Proses pembentukan lubang dapat terjadi akibat :

1. Campuran lapis permukaan yang buruk seperti :

a. Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas. b. Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat tidak baik.

c. Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.

2. Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah lepas akibat pengaruh cuaca.

3. System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis perkerasan.

4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.

(28)

Gambar 2.7: Lubang (Pothole) Jalan

Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara dibongkar dan dilapis kembali. Perbaikan yang bersifat permanen disebut juga deep path (tambalan dalam), yang dilakukan sebagai berikut:

a. Bersihkan lubang dari air dan material-material yang lepas.

b. Bongkar bagian lapis permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya sehingga mencapai lapisan yang kokoh (potong dalam bentuk yang persegi panjang).

c. Beri lapis tack coat sebagai lapis pengikat.

d. Isikan campuran aspal dengan hati-hati sehingga tidak terjadi segregasi. e. Padatkan lapisan campuran dan bentuk permukaan sesuai dengan

lingkungannya.

2.3 Perbaikan Kualitas Citra

Pengolahan citra digital merupakan proses memanipulasi citra dengan bantuan komputer tujuannya yakni memperbaiki kualitas citra dan mengolah informasi pada gambar untuk keperluan pengenalan dan proses selanjutnya.

Sesuai dengan perkembangan computer vision itu sendiri, pengolahan citra mempunyai dua tujuan utama, yakni sebagai berikut:

1. Memperbaiki kualitas citra, di mana citra yang dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas atau dengan kata lain manusia dapat melihat informasi yang diharapkan dengan menginterprestasikan citra yang ada.

2. Mengekstraksi informasi ciri yang menonjol pada suatu citra, di mana hasilnya adalah informasi citra di mana manusia mendapatkan informasi ciri dari citra secara numerik atau dengan kata lain komputer (mesin)

(29)

melakukan interpretasi terhadap informasi yang ada pada citra melalui besaran-besaran data yang dapat dibedakan secara jelas (besaran-besaran ini berupa (besaran-besaran numerik)(Basuki dan Palandi, 2005)

2.4 Citra Digital

Citra digital dibentuk dari sekumpulan piksel (pixel atau picture element )(Kadir dan Susanto, 2013). Setiap piksel digambarkan sebagai kotak kecil. Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x, y) ukuran N kolom dan M baris, xy merupakan koordinat spasial dan f adalah titik koordinat yang menunjukkan nilai keabuan dititik tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8: Sistem Koordinat Citra Berukuran M xN Sumber: (Ambarwati, Sutarno et al., 2017)

Nilai suatu piksel memiliki nilai dalam rentang tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namum secara umum jangkauannya adalah 0-255. Berikut adalah jenis-jenis citra berdasarkan nilai pikselnya.

1. Citra Berwarna

Citra Warna (RGB) memiliki 3 komponen warna yakni Red, Green dan Blue disetiap pixel (Kadir dan Susanto, 2013). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit (nilai berkisar 0 sampai 255). Dengan demikian, kemungkinan warna yang bisa disajikan mencapai 255x255x255 atau 16.581.375 warna(Putra, 2010).

2. Citra Grayscale

Citra aras keabuan memiliki satu nilai kanal disetiap pixel, dengan kata lain nilai kanal red = green = blue (Putra, 2010). Nilai tersebut

(30)

menunjukkan tingkat intensitas. Tingkat intensitas dimulai dari warna dimulai dari hitam, keabuan sampai putih. Citra aras keabuan memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan). Nilai intensitas citra grayscale (keabuan) dihitung dari nilai intensitas citra RGB dengan menggunakan persamaan berikut:

nilai keabuan = (R + G + B)/3

3. Citra Biner

Citra biner memiliki dua kemungkinan nilai pixel yakni hitam dan putih atau 0 dan 1(Kadir dan Susanto, 2013). Citra biner sering muncul sebagai hasil proses pengambangan (thresholding), segmentasi ataupun morfologi(Putra, 2010).

2.5 Konvolusi

Konvolusi merupakan proses memperoleh suatu piksel baru berdasarkan nilai piksel itu sendiri dan tetangganya, dengan melibatkan kernel(Kadir dan Susanto, 2013). Kernel yang digunakan ukuran 3x3 atau 5x5. Konvolusi dilakukan dengan menggeser kernel sepanjang baris dan kolom sehingga diperoleh nilai yang baru. Ilustrasi konvolusi dijelaskan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9: Contoh Konvolusi Sumber : (Ambarwati et al., 2017)

2.6 Segmentasi

Segmentasi citra bertujuan mendapatkan objek-objek citra dengan cara membagi citra ke dalam beberapa daerah yang memiliki kemiripan atribut(Kadir dan Susanto, 2013). Secara umum segmentasi dapat dibagin menjadi tiga kelompok (Gonzalez, Woods et al., 2002) yaitu:

(31)

1. Segmentasi berdasarkan klasifikasi (classification based segmentasion), segmentasi ini merupakan segmentasi yang dilakukan dengan mencari kesamaan dari ukuran tertentu pada nilai piksel yang terdapat pada suatu gambar. Salah satu proses yang paling mudah menggunakan segmentasi ini adalah dengan cara thresholding.

2. Segmentasi berdasarkan tepi (edge base segmentataion), sedangkan untuk segmentasi berdasarkan tepi bertujuan untuk mendapatkan batas tepi antar objek yang berguna sebagai pembatas antar segmen

3. Segmentasi berdasar daerah (region based segmentation), untuk segmentasi berdasarkan daerah dilakukan untuk mencari daerah yang di duga sebagai objek berdasarkan kumpulan piksel yang memiliki kesamaan yang dimulai dari satu titik ke titik yang lain yang ada di sekitarnya.

2.6.1 Thresholding

Thresholding mengubah citra keabuan menjadi citra biner bergantung pada nilai threshold (T) sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk objek dan latar belakang(Sucharita et al., 2013). Jika nilai pixel lebih besar dari threshold diatur menjadi 1 sebaliknya jika kurang dari threshold diatur menjadi 0. Secara umum proses thresholding ditunjukkan pada persamaan

g(x, y) =    1 jika f(x,y)≥T 0 jika f(x,y)<T (2.1)

Persamaan 2.1 menjelaskan bahwa g(x, y) adalah citra biner dari citra aras keabuan f (x, y) dan T menyatakan nilai ambang

2.6.2 Otsu Thresholding

Konsep thresholding Otsu pertama kali diperkenalkan oleh Nobuyuki Otsu (1979) untuk pengelompokkan citra biner berdasarkan bentuk histogram secara otomatis, mengasumsikan bahwa citra berisi dua kelas dasar dengan bentuk histogram bimodal (foreground dan background )(Sucharita et al., 2013). Tujuan dari metode Otsu membagi histogram citra keabuan kedalam dua daerah yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan bantuan user. Pendekatan dengan melakukan analisis diskriminan yakni menentukan suatu variabel lalu memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar belakang(Putra, 2004)(Otsu, 1979).

(32)

Berikut algoritma Otsu menentukan threshold (k)(Otsu, 1979). nilai k berkisar antara 0 sampai 255.

1. Probabilitas setiap piksel pada gray level i pi = ni

N ni = Jumlah piksel pada level ke i

N menyatakan banyaknya piksel pada citra 2. Jumlah komulatif (zerothCM)

ω(k) = k X

i=0 pi

3. Rerata komulatif (firstCM)

µ(k) = k X

i=0 i.pi

4. Rerata intensitas global (tMean)

µT = L X

i=0 i.pi

5. Nilai ambang k ditentukan dengan memaksimumkan persamaan: σB2(k∗) = max1≤k<L(σB2(k))

Dengan

σB2(k) = [µT ω(k) − µ(k)] 2

ω(k)[1 − ω(k)]

Nilai k yang dipilih adalah nilai k yang memaksimumkan persamaan. Metode Otsu merupakan metode popular diantara semua metode thresholding dan metode terbaik dalam mendapatkan nilai threshold secara otomatis(Fang, Yue dan Yu, 2009).

(33)

2.6.3 Deteksi Tepi

Deteksi tepi digunakan untuk memperoleh tepi-tepi dari objek (Kadir dan Susanto, 2013). Deteksi tepi menggunakan perubahan nilai intensitas yang drastis pada batas dua area. Tepi didefinisikan sebagai perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak (besar) dalam jarak yang singkat (Agushinta dan Diyanti, 2007). Tepi mengandung informasi penting berupa bentuk maupun ukuran objek. Terdapat beberapa teknik dalam mendeteksi tepi yaitu orde pertama menggunakan turunan pertama seperti operator Roberts, Prewitt, Sobel lalu orde kedua menggunakan turunan kedua seperti Laplacian of Gaussian (LoG) dan operator kompas yakni mendeteksi tepi kesegala arah mata angin seperti Kirsh, Robinson (Kadir dan Susanto, 2013). Deteksi tepi turunan orde pertama menggunakan operator gradient. Operator gradient didefinisikan sebagai vektor berikut pada persamaan (2.2).

G[f (x, y)] = G Gx Gy  = "df dx df dy # (2.2)

Besar gradient magnitude dihitung dengan persamaan (2.3).

G[f (x, y)] =pGx2 + Gy2 (2.3)

Arah gradient dihitung dengan persamaan (2.4).

θ(x, y) = tan−1 Gy Gx



(2.4)

1. Deteksi Tepi Sobel

Sobel menggunakan dua buah kernel horizontal dan vertikal berukuran 3x3 sehingga perkiraan gradien berada tepat ditengah jendela(Kutty, Saaidin, Yunus dan Hassan, 2014)(Othman, Haron, Kadir dan Rafiq, 2009). Operator ini sensitif terhadap noise(Kutty et al., 2014). Keuntungan operator ini memberikan hasil deteksi tepi yang baik dan mudah dalam implementasi(Kutty et al., 2014). Operator Sobel sensitif terhadap arah tepi diagonal daripada tepi vertikal dan horizontal(Kadir dan Susanto, 2013). Operator Sobel diterapkan dalam kernel berikut:

   a0 a1 a2 a7 (x, y) a3 a6 a5 a4   

(34)

Didefinisikan Gx dan Gy pada persamaan berikut : Gx = (a2− a0) + (a4− a6) + c(a3− a7)

Gx = (a2 + ca3+ a4) − (a0− ca7+ a6) Gy = (a0− a6) + (a2− a4) + c(a1− a5) Gy = (a0+ ca1 + a22) − (a6+ ca5+ a4)

c adalah konstanta yang bernilai 2.

Gambar 2.10: Kernel Sobel

Gambar 2.11: Deteksi Tepi Sobel

2. Deteksi Tepi Prewitt

Prewitt menggunakan perhitungan gradient yang sama dengan Sobel yakni diperolej dari hasil gabungan konvolusi tepi arah vertikal dan horizontal, tetapi menggunakan nilai konstanta c = 1(Kadir dan Susanto, 2013). Operator ini tidak menekankan pembobotan pada pixel yang lebih dekat dengan titik pusat kernel(Yunus, 2012). Operator Prewitt sensitif terhadap arah tepi vertikal dan horizontal (Kadir dan Susanto, 2013).

(35)

Gambar 2.12: Kernel Prewitt 3. Deteksi Tepi Roberts

Roberts disebut operator Roberts Cross (silang) karena menggunakan kernel ukuran 2x2 pixel, sehingga tepi yang dihasilkan berada pada tepi atas atau tepi bawah(Kadir dan Susanto, 2013). Ukuran filter kecil membuat komputasi sangat cepat, namun menimbulkan kelemahan yakni sensitif terhadap derau jika tepi itu lemah. Operator Roberts mengambil arah diagonal untuk penentuan arah dalam perhitungan nilai gradient menggunakan persamaan berikut:

Gx = f (x, y) − f (x + 1, y + 1) Gy = f (x + 1, y) − f (x, y + 1)

Dalam bentuk konvolusi diimplementasikan sebagai berikut :

(36)

4. Deteksi Tepi Laplacian of Gausian

Deteksi tepi orde kedua yang makin kurang sensitif terhadap derau adalah Laplacian of Gaussian (LoG). Hal ini disebabkan penggunaan fungsi Gaussian yang memuluskan citra dan berdampak pada pengurangan derau pada citra. Operator LoG merupakan operator turunan kedua yang dihitung dengan:

O2G(x, y) =  x 2+ y2− 2s2 s4  e−x 2+ y2 2s2 (2.5)

Fungsi 2G(x, y)merupakan turunan kedua dari fungsi Gauss, kadang-kadang disebut juga fungsi Laplacian of Gaussian (LoG). Jadi, untuk mendeteksi tepi dari citra yang mengalami gangguan, kita dapat melakukan salah satu dari dua operasi ekivalen di bawah ini:

a. Konvolusi citra dengan fungsi Gauss G(x, y), kemudian lakukan operasi Laplacian terhadap hasilnya, atau

b. Konvolusi citra dengan penapis LoG.

5. Deteksi Tepi Canny

Canny dikembangkan oleh John Canny pada tahun 1986, menggunakan algoritma multi-tahap dalam mendeteksi tepi citra. Algoritma ini memiliki 3 kriteria yakni memberikan tingkat kesalahan yang seminimum mungkin, melokalisasi titik-titik tepi (jarak piksel-piksel tepi yang ditemukan deteksi dan tepi yang sesungguhnya sangat pendek), dan hanya memberikan satu respon untuk satu tepi(Kadir dan Susanto, 2013). Operator Canny merupakan detektor tepi yang paling baik yang prosesnya dapat ditunjukkan berdasar algoritma berikut ini :

1. Penghalusan Gaussian pada citra masukan I(i, j).

2. Tiap piksel pada citra terhaluskan J (i, j), dihitung gradien Jx dan Jy. Kemudian dilakukan estimasi kuat tepi dengan rumus berikut:

es(i, j) = q

J2

(37)

Berikutnya estimasi arah atas vektor normal tepi dengan: eo(i, j) = arctan

Jx Jy

Keluaran berupa citra penguatan Es yang dibentuk dari Es(i, j) dan citra arah Eo(i, j).

3. Penghapusan nilai tak maksimum

4. Pengambangan histerisis yang akan menghasilkan keluaran berupa himpunan senarai yang masing-masing menggambarkan posisi dari kontur terhubung citra maupun citra-citra hasil penguatan dan citracitra arahnya.

Pada Gambar 2.14 adalah contoh hasil deteksi tepi dengan beberapa metode.

Gambar 2.14: Contoh Citra Hasil Deteksi Tepi

2.6.4 Metode Morfologi

Kata morfologi secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk dan struktur suatu objek. Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan yaitu suatu citra (pada umumnya citra biner) dan suatu kernel. Khusus dalam morfologi, istilah kernel biasa disebut elemen pembentuk struktur (structuring elemen / SE). SE merupakan suatu matriks dan pada umumnya berukuran kecil.

(38)

Berikut adalah beberapa operasi morfologi yang digunakan pada penelitian ini:

1. Dilasi

Bila suatu objek (citra input) dinyatakan dengan A, SE dinyatakan dengan B serta Bx menyatakan translasi B sedemikian sehingga pusat B terletak pada x, maka operasi dilasi A dengan B dapat dinyatakan sebagai berikut:

D(A, B) = A ⊕ B{x : Bx∩ A∅}

Dengan ∅ menyatakan himpunan kosong. Proses dilasi dilakukan dengan membandingkan setiap piksel citra input dengan nilai pusat SE dengan cara melapiskan (superimpose) SE dengan citra sehingga pusat SE tepat dengan posisi piksel citra yang diperoses. Jika paling sedikit ada 1 piksel pada SE sama dengan piksel objek (foreground ) citra, maka piksel input diset nilainya dengan nilai piksel foreground dan bila semua piksel yang berhubungan adalah background maka piksel input diberi nilai piksel background. Proses serupa dilanjutkan dengan menggerakkan (translasi) SE piksel demi piksel pada citra input. Semakin besar ukuran SE maka semakin besar perubahan yang terjadi. Efek dilasi terhadap citra biner adalah memperbesar batas dari objek yang ada sehingga objek terlihat semakin besar dan lubang-lubang yang terdapat di tengah objek akan tampak mengecil.

(39)

2. Erosi

Operasi erosi dapat dinyatakan sebagai berikut, E(A, B) = A B{x : Bx ⊂ X}

Sama seperti dilasi, proses erosi dilakukan dengan membandingkan stiap piksel citra input dengan nilai pusat SE dengan cara melapiskan SE dengan citra sehingga pusat SE tepat dengan posisi piksel citra yang diperoses. Jika semua piksel pada SE tepat sama dengan semua nilai piksel objek (foreground ) citra maka piksel input diset nilainya dengan piksel foreground. Jika tidak, maka piksel input diberi nilai piksel backgroun. Proses serupa dilanjutkan dengan menggerakan SE piksel demi piksel pada citra input. Proses erosi akan menghasilkan objek yang menyempit (mengecil). Lubang pada objek juga akan membesar seiring menyempitnya batas objek tersebut.

Gambar 2.16: Citra Hasil Erosi

3. Opening

Misalkan terdapat citra A dan structuring element B, maka opening A oleh B dinyatakan dengan notasi A ◦ B dan didefinisikan sebagai berikut:

A ◦ B = (A B) ⊕ B

Sehingga operasi opening merupakan sebuah operasi yang terdiri atas operasi erosi diikuti oleh operasi dilasi. Definisi ekivalennya dapat dinyatakan sebagai berikut:

A ◦ B = ∪ {Bw : Bw ⊆ A}

(40)

pergeseran B yang benar-benar tercakup (fit) dalam A. hal ini berbeda dengan operasi erosi dimana erosi hanya terdiri atas titik (0, 0) dari B sedangkan pada operasi opening maka terdiri atas semua titik atas B. Operasi opening cnederung akan memperhalus objek pada citra, memutus sambungan yang sempit (break narrow joing), dan menghilangkan efek pelebaran pada objek (remove protrusions).

Gambar 2.17: Citra Hasil Opening

4. Closing

Closing didefinisikan sebagai operasi dilasi yang dilanjutkan dengan operasi erosi, dinotasikan sebagai A • B, sehingga dapat dinyatakan:

A • B = (A ⊕ B) B

Operasi closing juga cenderung akan memperhalus objek pada citra, namun dengan cara menyambung pecahan-pecahan (fuses narrow breaks and thin gulf ) dan menghilangkan lubang-lubang kecil pada objek.

Gambar 2.18: Citra Hasil Closing

5. Filling Holes

(41)

dengan nilai 1. Operasi ini menggunakan acuan berdasarkan nilai piksel tetangganya seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.19: Contoh Citra Filling Holes

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa seluruh citra awal yang memiliki sebuah lubang (hole) dapat dihilangkan dengan operasi region filling. Citra masukan adalah citra biner yang memiliki lubang, kemudian dilakukan pengisian sehingga diperoleh segmen objek yang pejal atau solid.

2.7 Connected Component Labelling (CCL)

Salah satu metode dari segmentasi adalah Connected Component Labelling (CCL). CCL adalah sebuah algoritma pengelompokan sederhana yang bertujuan untuk mengisolasi, mengukur, dan mengidentifikasi potensi daerah objek dalam citra (Rajaraman dan Chokkalingam,2013). Metode ini akan menghasilkan sebuah citra dengan label baru yang sudah terkait satu sama lain antar sesama komponen. Dengan metode ini, akan dilakukan segmentasi untuk memisahkan setiap karakter yang terdapat pada citra.

Operasi pelabelan dari daerah objek akan memberikan nama atau nomor yang unik ke semua piksel bernilai 1 yang termasuk dalam daerah tersebut. Hasil pelabelan adalah komponen individu yang dapat diekstraksi. Algoritma Connected Component Labelling dapat bekerja pada citra biner dengan menggunakan metode 4-connectivity atau 8-connectivity (Asano dan Tanaka, 2010). Proses pelabelan dilakukan dengan menggunakan sebuah penanda yang berfungsi untuk mencari titik p yang menunjukkan piksel tempat label akan diberi pada daerah foreground. Ketika kondisi bernilai benar maka akan dilakukan pengecekan keseluruh titik tetangga dari p (tergantung dari jumlah n-connectivity). Jika semua tetangga adalah background maka akan diberikan label baru pada p. Tetapi apabila hanya satu tetangga yang bernilai foreground maka label p sama dengan label tetangga. Dengan begitu, setiap karakter akan

(42)

diberi label yang berbeda sehingga karakter yang satu dengan karakter yang lain dapat di pisahkan berdasarkan label yang dimilikinya. Misalkan diberikan matriks dari citra biner yang berukuran berukuran 8x8 seperti berikut:

1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0

Jika menggunakan 4-connectivity dengan algoritma

1. Dilakukan pencarian dari setiap piksel sebuah gambar, dimulai dari baris matriks hingga kolom sampai menemukan titik piksel yang berbeda (p). 2. Pada aturan ini setelah ditemukan piksel yang berbeda maka akan diperiksa setiap ketetanggan dari piksel p, ketetanggan sebelah kiri dan atas.

3. Kedua piksel dari ketetanggan p bernilai 0 maka diberi tanda (label)baru. 4. Apabila kedua piksel dari ketetanggaan p bernilai 1 maka berilah tanda dari salah satu piksel tetangga tersebut pada p dan buat catatan bahwa kedua tanda yang berbeda tersebut adalah ekuivalen.

Pada akhir proses semua piksel yang mempunyai nilai 1 (pada citra biner), telah diberi tanda (label) dan mungkin masih terdapat banyak nilai ekuivalen. Oleh karena itu nilai ekuivalen tersebut diurutkan secara berpasangan ke dalam jelas-kelas ekuivalen kemudian memberi tanda yang berbeda pada setiap kelas ekuivalen.

Pada prinsipnya langkah-langkah pada 8-connectivity sama seperti 4-connectivity hanya saja terdapat sedikit perbedaan yaitu, pada saat pencarian setiap baris apabila 4-connectivity nilai piksel p telah ditemukan maka yang dihubungkan yaitu atas dan kiri. Tetapi pada 8-connectivity apabila nilai p telah ditemukan maka akan menghubungkan setiap piksel dengan memeriksa dari sisi atas, kiri, diagonal atas kiri, dan diagonal atas kanan. Dengan langkah-langkah berikut:

(43)

Gambar 2.20: Connected Component Labelling dengan 4-connecivity 2. Bila hanya salah satu dari piksel tetanggaan bernilai 1 maka berilah

tanda dari piksel tetangga tersebut pada p.

3. Bila dua atau lebih piksel tetangga yang bernilai 1 maka berilah salah satu tanda pada p, kemudian semua tanda dari tetangga yang bernilai 1 tersebut adalah ekuivalen.

Gambar 2.21: Connected Component Labelling dengan 8-connecivity Proses terakhir dari 4-connectivity ataupun 8-connectivity adalah melakukan pemeriksaan atau scanning kembali pada citra dan ganti setiap tanda 1 dengan tanda dari kelas ekuivalen.

Gambar 2.22: Connected Component Labelling (a)hasil 4-connectivity (b) hasil 8-connectivity

(44)
(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan beberapa metode penelitihan yang akan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.

3.1 Tahap Penelitian

Dalam penelitihan ini ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengkaji tentang proses Segmentasi menggunakan metode deteksi tepi dan metode morfologi dan proses pelabelan menggunakan Connected component Labelling serta mengkaji penelitihan-penelitihan yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan topik penelitihan. Pada tahap ini dilakukan dengan cara membaca dan memahami buku-buku refrensi, jurnal dan informasi lain yang dapat menunjang penelitian ini.

2. Pengambilan Data

Proseses pengambilan data dilakukan pada siang hari dan data yang digunakan yaitu citra jalan berupa lubang jalan aspal yang diambil secara manual dengan kamera handphone. Dalam proses pengambilan data terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas citra, seperti ketinggian pengambilan gambar, pencahayaan, dan resolusi. 3. Perancangan dan Implementasi

Aplikasi pengukuran dimensi lubang pada jalan aspal akan dirancang dengan metode Connected component Labelling dan di implementasikan pada software MATLAB R2017a

4. Uji coba dan Evaluasi

Uji coba dan evaluasi dilakukan dengan simulasi sistem perhitungan dimensi citra lubang jalan aspal yaitu dengan cara menguji beberapa citra baru. proses ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebenaran metode dan menganalisa hasil uji coba dan validasi.

(46)

3.2 Blok Diagram Pengukuran Dimensi lubang pada jalan aspal dengan metode CCL

Pada Gambar 3.1 menunjukkan tahapan pengukuran dimensi lubang pada jalan aspal menggunakan metode CCL yang terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

a. Preprocessing Citra: Data yang digunakan pada sistem ini adalah citra lubang jalan aspal yang diambil manual dengan kamera handphone. Tahap pertama yang dilakukan yaitu proses grayscale untuk mengubah citra warna menjadi citra keabuan. Konversi ini bertujuan agar proses komputasi piksel menjadi lebih sederhana. Dan proses selanjutnya yaitu median filter untuk mengurangi pengaruh derau citra dengan tetap mempertahankan isi citra, sebelum dilakukan proses segmentasi.

b. Pada proses segmentasi, citra hasil grayscale selanjutnya diolah menggunakan deteksi tepi. Dimana pada proses ini, citra hasil grayscale dilakukan proses pendeteksian tepi yang bertujuan untuk meningkatkan penampakan garis batas atau daerah pada suatu citra. Selanjutnya citra hasil deteksi tepi diolah dengan menggunakan metode morfologi. Metode morfologi digunakan untuk menghilangkan bagian dari citra yang tidak dibutuhkan.

c. Pelabelan dengan Connected Component Labelling (CCL). pada proses CCL ini bertujuan untuk melabeli tiap region dengan label yang unik (nomor urut region). Sehingga dapat mengetahui jumlah region berarti didapatkan jumlah objek yang terdapat dalam suatu citra masukan. pada proses pelabelan ini di gunakan bentuk kotak untuk menandai lubang yang terdeteksi dalam hal ini bertujuan untuk mempermudah proses perbaikan jalan, karena pada proses perbaikan lubang dilakukan dengan cara membongkar seluruh bagian yang ada dalam tanda kotak. d. Setelah didapatkan hasil objek lubang yang terdeteksi selanjutnya

dilakukan proses perhitungan dimensi seperti luas area tiap objek (jumlah piksel yang terkoneksi pada tiap label), lebar objek, dan tinggi objek. Untuk mengetahui luas objek citra (lubang jalan aspal) dalam satuan centi meter, jumlah piksel yang telah dihitung dikalikan dengan suatu skala yang telah diketahui. Skala tersebut diperoleh dari pembandingan antara ukuran (panjang dan lebar) sebenarnya dari lubang jalan aspal terhadap luasan tertentu di dalam citra sehingga

(47)

dapat diketahui 1 piksel citra sama dengan berapa cm dalam ukuran sebenarnya.

(48)
(49)

BAB 4

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI

ALGORITMA

Pada bab ini akan dibahas bagaimana melakukan rancangan proses pada deteksi dan pengukuran dimensi lubang jalan aspal, diantaranya adalah proses akuisisi citra, proses pre-processing, proses segmentasi menggunakan metode Otsu thresholding dan Deteksi tepi sobel, proses pelabelan menggunakan Connected Component Labelling (CCL) dan yang terakhir yaitu proses perhitungan dimensi lubang jalan. Selain proses tersebut perancangan proses juga meliputi perancangan antar muka untuk memudahkan penelitian dalam melakukan uji coba dan analisis. Dan pada bab ini juga akan dilakukan implementasi terhadap proses yang telah dirancang.

4.1 Perancangan

4.1.1 Perancangan Data

Data yang digunakan pada pengukuran dimensi lubang jalan aspal yang terdiri dari data masukan, data proses, dan data keluaran. Data masukan berupa foto lubang jalan aspal yang diambil sendiri oleh peneliti menggunakan kamera hanphone. Data proses adalah data masukan yang dibutuhkan oleh metode-metode dari serangkaian proses yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan data keluaran adalah informasi mengenai hasil pengukuran dimensi lubang jalan aspal yang diperoleh sistem.

1. Data Masukan

Untuk mendapatkan data masukan berupa citra lubang jalan aspal yang diambil di daerah perumahan Pondok Candra Surabaya. Foto diambil menggunakan alat bantu berupa tongsis dan tongkat standing dengan ketinggian kamera dengan objek 145 cm. Sehingga kamera bisa menangkap objek dengan maksimal lebar 1,5 meter. Hasil pengambilan data tersebut akan dijadikan data masukan dari sistem. Namun perlu dipertimbangkan resolusi piksel dari pengambilan data tersebut, semakin kecil resolusi piksel semakin menghemat waktu komputasi dan semakin besar resolusi piksel semakin jelas tekstur obyek (lubang jalan aspal)

(50)

dapat terlihat. Untuk data yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 28 citra lubang dengan beberapa kondisi lubang.

2. Data Proses

Data proses adalah data yang digunakan untuk proses pengolahan.Setiap data masukan yang ada menghasilkan data proses sesuai dengan tahapan proses yang telah disusun. Sehingga data proses tersebut digunakan sebagai data masukan untuk memproses tahapan selanjutnya. Tabel 4.1 menjelaskan data proses dalam proses penelitian sebagai berikut:

Tabel 4.1: Tabel data proses

No. Tahapan Input output

1 Grayscale Image RGB Image Grayscale 2 Filtering Image grayscale Image grayscale 3 Segmentasi Image grayscale Image biner 4 Morfologi Image biner Image Biner 5 Labelling Image biner image biner

3. Data Keluaran

Data keluaran dari sitem yang dibangun berupa citra biner lubang yang terdeteksi dan tiap objek yang terdeteksi terdapat label dengan keterangan luas area objek, panjang dan lebar kotak yang melabeli objek. 4.1.2 Perancangan Algoritma

Perancangan algoritma pengukuran dimensi lubang jalan aspal ini meliputi beberapa proses yaitu pre-processing, proses segmentasi, proses pelabelan dan proses perhitungan dimensi lubang jalan. Diagram alir sistem untuk deteksi dan perhitungan lubang jalan aspal diberikan pada Gambar 4.1.

Pada tahap pre-processing citra lubang jalan aspal diubah menjadi grayscale untuk mengubah warna menjadi keabuan. Konversi ini bertujuan agar proses komputasi piksel menjadi lebih sederhana. Setelah proses grayscale kemudian dilakukan proses peningkatan kualitas citra dan mengoreksi citra dari segala noise akibat perekaman data. Peningkatan kualitas citra dilakukan dengan menerapkan median filter. Setelah proses preprocessing selesai selanjutnya dilakukan proses segmentasi. Pada proses segmentasi yaitu dengan mengimplementasikan metode Otsu thresholding dan deteksi tepi sobel, dimana pada proses ini bertujuan untuk meningkatkan penampakan garis batas atau daerah pada suatu citra.

(51)

Gambar 4.1: Perancangan Algoritma Pengukuran Dimensi Lubang

Pada masing-masing metode segmentasi dilakukan proses yang berbeda sampai mendapatkan hasil yang terbaik. Untuk lebih memaksimalkan hasil citra tersegmen dilakukan proses morfologi dengan menggunakan operasi dilasi, closing, filling holes dan erosi untuk metode Otsu thresholding, sedangkan untuk deteksi tepi sobel menggunakan operasi closing, opening, filling hols dan erosi. Setelah proses segmentasi, selanjutnya yaitu proses deteksi objek yang bertujuan untuk mengidentifikasi objek-objek yang terdapat pada citra hasil segmentasi. Proses deteksi dilakukan dengan menggunakan metode Connected Component Labelling (CCL) yang mana setiap objek yang telah teridentifikasi memiliki nilai label yang berbeda. Setelah didapatkan hasil objek lubang yang terdeteksi selanjutnya dilakukan proses perhitungan dimensi seperti luas area tiap objek (jumlah piksel yang terkoneksi pada tiap label), lebar objek, dan tinggi objek.

(52)

4.1.3 Perancangan Proses Pengujian

Proses deteksi dan perhitungan dimensi lubang jalan aspal akan dilakukan pengujian dengan citra simulasi. Dalam pengujian ini, akan digunakan data simulasi dengan menerapkan berbagai bentuk objek seperti objek berbentuk persegi, persegi delapan dan setengah lingkaran. Hal ini dilakukan untuk memperoleh skala yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui representasi piksel terhadap satuan centi meter kuadrat(cm).

Gambar 4.2: Data Simulasi

Data simulasi tersebut merupakan objek berupa buku dengan panjang 15cm, lebar 21cm sehingga luasan objek (buku) tersebut 315 cm2, dengan pengambilan gambar tinggi kamera dengan objek sama dengan pengambilan data citra lubang yaitu 145cm sehingga didapat dimensi citra sebesar 3264 × 2448 piksel. Untuk menentukan skala yaitu membandingkan panjang lebar objek sebenarnya dengan panjang lebar objek dalam citra, sehingga pada citra data simulasi tersebut diperoleh skala 1 piksel mewakili 0.002 cm2. dan luasan objek atau area piksel putih setelah diproses menghasilkan nilai sebesar 181751 piksel sehingga apabila direpresentasikan ke dalam satuan cm2 adalah 363,5 cm2 dan menghasilkan error sebesar 15,4%. Penghitungan error menggunakan formula: %Error = luassebenarnya − Luasyangdiperolehdalampengolahan Luassebenarnya × 100

Dengan skala yang kita peroleh yaitu 1 piksel mewakili 0.002 cm2 selanjutnya akan dilakukan uji coba untuk bentuk citra lain, sehingga hasil dati percobaan tersebut dapat kita lihat pada Gambar 4.3.

(53)

Gambar 4.3: Hasil Pengujian Data Simulasi

4.1.4 Perancangan desain Akuisisi Citra

Pada desain akuisisi citra ini dilakukan agar memudahkan penyusunan alat untuk proses akuisisi citra. Pada subbab ini akan dijelaskan bagaimana desain antar muka dari program. Perancangan desain akuisisi citra diberikan pada Gambar 4.4.

(54)

4.2 Implementasi Proses

4.2.1 Implementasi Akuisisi Citra

Akuisisi citra dilakukan di jalan perumahan Pondok Candra Surabaya. Kondisi jalan cukup rusak dan banyak jalan berlubang sehingga kondisinya cukup berbahaya. Akuisis citra dilakukan pada pukul 06.00-08.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB. Dilakukannya akuisisi pada pukul tersebut karena menghindari adanya bayangan yang bisa mengganggu kualitas citra. Gambar 4.5. Menjelaskan bagaimana posisi kamera pada saat akuisisi citra.

Gambar 4.5: Akuisisi Citra

4.2.2 Implementasi Proses Pre-processing

Tahap preprocessing dilakukan dengan mengolah citra hasil tangkapan sedemikian rupa sehingga citra siap untuk diproses pada tahap selanjutnya. Proses yang dilakukan pada tahap preprocessing antara lain: konversi citra grayscale, filtering, dan segmentasi. Berikut adalah source code untuk keseluruhan proses preprocessing.

1. Implementasi Proses Grayscale

Langkah awal pada proses Pre-processing adalah yaitu grayscale yakni citra masukan berupa citra warna lubang jalan aspal kemudian akan

(55)

diproses menjadi citra grayscale atau citra keabuan yang setiap pikselnya mengandung satu layer dimana nilai intensitasnya berada pada interval 0 − 255, sehingga nilai-nilai piksel pada citra keabuan tersebut dapat dipresentasikan dalam sebuah matriks yang dapat memudahkan proses perhitungan pada operasi berikutnya. Di dalam Matlab untuk mengubah piksel RGB (Red Green Blue) menjadi skala keabua-abuan dengan menggunakan fungsi rgb2gray. Gray = rgb2gray(I). Variabel Gray berfungsi untuk menampung hasil konversi citra RGB ke citra abu-abu. 2. Implementasi Proses Median Filter

Pada penelitian ini untuk memperbaiki kualitas citra menggunakan metode median filter. Data masukan pada proses median filter ini adalah image grayscale. Median filter ini dilakukan dengan cara mencari nilai tengah dari nilai piksel tetangga yang mempengaruhi pixel tengah. Teknik ini bekerja dengan cara mengisi nilai dari setiap piksel dengan nilai median tetangganya. Proses pemilihan median ini diawali dengan terlebih dahulu mengurutkan nilai-nilai piksel tetangga. Untuk memproses Median filter pada Matlab menggunakna fungsi median = medf ilt2(Gray). Variabel median berfungsi untuk menampung hasil konversi citra grayscale ke citra median filter.

4.2.3 Implementasi Proses Segmentasi

Pada proses segmentasi citra pre-processing selanjutnya diolah dengan menggunakan deteksi tepi. Dimana proses ini, citra hasil filtering dilakukan proses pendeteksian tepi yang bertujuan untuk meningkatkan penampakan garis batas atau daerah pada suatu citra. Metode segmentasi yang digunakan yaitu Otsu thresholding dan deteksi tepi sobel.

1. Implementasi Proses Otsu Thresholding

Citra hasil median filter selanjutnya diubah menjadi citra biner dengan menggunakan fungsi im2bw. Fungsi ini mengubah nilai keabuan tiap piksel citra hasil median filter menjadi nilai 0 atau 1 tergantung dari nilai ambang (threshold) yang dihitung dengan menggunakan metode Otsu. Jika nilai keabuan piksel sama dengan atau lebih besar dari nilai ambang, maka piksel tersebut akan bernilai 1 (berwarna putih). Sebaliknya, jika nilai keabuan piksel lebih kecil dari nilai ambang, maka piksel tersebut akan bernilai 0 (hitam). Untuk proses segmentasi dengan metode Otsu thresholding pada Matlab menggunakan fungsi

(56)

Biner=im2bw(median); thresh=graythresh(Gray); otsu=im2bw(Biner,thresh);

2. Implementasi Proses Deteksi Tepi Sobel

Pada implementasi deteksi tepi yang digunakan pada penelitian adalah operator sobel, karena berdasarkan pengujian citra lubang dengan beberapa operasi deteksi tepi diperoleh hasil yang bagus atau deteksi tepi yang cocok dengan permasalahan ini adalah operator sobel. Berikut hasil implementasi beberapa operator deteksi tepi:

Proses deteksi tepi yang digunakan yaitu metode Sobel edge detection. Digunakannya Sobel Edge Detection, karena metode ini dapat menghilangkan atau mengurangi noise pada citra. Operator Sobel terdiri dari matriks 3x3 masing-masing adalah Sxdan Sy. Matriks mask tersebut dirancang untuk memberikan respon secara maksimal terhadap tepi objek baik horizontal maupun vertikal. Mask dapat diaplikasikan secara terpisah terhadap input citra.

(57)

Pada Gambar 4.6 diperlihatkan deteksi tepi dengan operator Sobel. Operasi konvolusi bekerja dengan menggeser kernel piksel per piksel, yang hasilnya kemudian disimpan dalam matriks baru. Konvolusi pertama dilakukan terhadap piksel yang bernilai 1 (di titik pusat mask) (Munir, 2004).

Gambar 4.7: (A) Citra Asli, (B) Matrik Sy, (C) Matriks Sy, (D) Hasil Konvolusi

Nilai 18 pada citra hasil konvolusi diperoleh dengan perhitungan berikut: Sx = (3)(−1) + (2)(−2) + (3)(−1) + (2)(1) + (6)(2) + (7)(1) = 11 Sy = (3)(1) + (4)(2) + (2)(1) + (3)(−1) + (5)(−2) + (7)(−1) = −7 M =qS2 x+ Sy2 = p (11)2+ (−7)2 ∼= |S x| + |Sy| = |11| + | − 7| = 18 Dengan demikian, nilai 1 diubah menjadi nilai 18 pada citra keluaran. Dalam konvolusi terdapat dua kemungkinan yang jika ditemukan, diselesaikan dengan cara berikut, yaitu (Munir, 2004)

a. Untuk hasil konvolusi menghasilkan nilai negatif, maka nilai tersebut dijadikan 0.

b. Jika hasil konvolusi menghasilkan nilai piksel lebih besar daripada nilai keabuan maksimum, maka nilai tersebut dijadikan nilai keabuan maksimum.

Pada matriks Sobel dengan kernel 3 x 3, terlihat bahwa tidak semua piksel dikenai konvolusi yaitu baris dan kolom yang terletak di tepi citra (border ). Hal ini disebabkan karena piksel yang berada pada tepi citra tidak memiliki tetangga yang lengkap sehingga rumus konvolusi tidak berlaku pada piksel seperti itu (Kadir dan Susanto, 2013). Untuk

(58)

memperoses deteksi tepi sobel pada Matlab menggunakan fungsi sobel = edge(median,0sobel0);. Variabel sobel berfungsi untuk menampung hasil konversi citra median ke citra deteksi tepi. Sehingga pada Gambar 4.8 menunjukkan hasil dari implementasi metode segmentasi.

Gambar 4.8: (A) Citra Asli, (B) Otsu Thresholding, (C) Deteksi Tepi Sobel

4.2.4 Implementasi Proses Morfologi

Operasi morfologi dalam Matlab adala teknik dari pengolahan citra berdasarkan bentuk suatu objek citra. Nilai dari tiap piksel pada citra keluaran berdasarkan perbandingan dari keterhubungan piksel tetangganya pada citra masukan. Fungsi di dalam Matlab untuk membentuk morfologi adalah strel. Fungsi strel untuk membentuk struktur elemen yang akan digunakan melakukan operasi Dilasi dan Erosi.

1. Implementasi Proses Closing

Setelah proses segmentasi, hasil deteksi tepi belum jelas terlihat penampakkan objeknya, sehingga dalam hal ini dilakukan operasi closing dengan tujuan untuk memperlebar daerah yang berwarna putih atau lebih menegaskan bentuk objek (lubang). Operasi closing berfungsi untuk memperlebar daerah yang berwarna putih atau piksel bernilai 1 atau menutup piksel berwarna hitam atau bernilai 0 apabila piksel tersebut dikelilingi oleh piksel berwarna putih. Untuk proses closing pada Matlab menggunakan fungsi Variabel closing berfungsi untuk

se=strel(’disk’,10); closing=imclose(sobel,se);

menapung hasil konversi citra sobel ke citra closing. Sehingga Gambar 4.9 menunjukkan hasil dari implementasi operasi closing.

(59)

Gambar 4.9: (a)Citra Hasil Deteksi Tepi (b) Implementasi Citra Closing 2. Implementasi Proses Opening

Pada hasil proses closing terlihat banyak lubang-lubang hitam dan objek-objek kecil sehingga perlu dilakukan operasi opening yang bertujuan untuk menghilangkan objek-objek kecil dan kurus serta dapat membuat tepi citra lebih smooth (untuk citra berukuran besar). Operasi opening digunakan dalam penelitian ini, yaitu untuk menutup piksel-piksel yang berwarna putih, apabila piksel tersebut dikelilingi oleh piksel berwarna hitam. Operasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan noise yang terdapat pada citra biner.Untuk proses opening pada Matlab menggunakan fungsi opening=bwareaopen(bw,100);. Variabel opening berfungsi untuk menampung hasil konversi citra closing ke citr opening. Hasil proses opening ditunjukkan pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10: (a)Citra Hasil Closing (b) Implementasi Citra Opening

3. Implementasi Proses Filling Holes

Tujuan diimplementasikan operasi filling holes yaitu untuk menutupi lubang-lubang pada citra. Lubang pada citra ini muncul, dikarenakan adanya perbedaan nilai-nilai intensitas pada daerah tertentu. Dengan menggunakan fungsi imfill nilai-nilai intensitas pada daerah gelap yang dikelilingi oleh area terang ke tingkat intensitas daerah yang sama dengan piksel sekitarnya, sehingga hasil implementasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.11.

(60)

Gambar 4.11: (a)Citra Hasil Opening (b) Implementasi Citra Filing Holes 4. Implementasi Proses Erosi

Pada hasil filling holes akan dilakukan pengecilan atau pengikisan tepi objek agar bentuk objek sama dengan objek aslinya yaitu citra lubang. Proses erosi diterapkan pada citra biner dengan menggunakan fungsi imerode untuk mengurangi atau menghilangkan objek-objek yang tidak diperlukan dalam proses pengolahan citra selanjutnya. Pada Matlab operasi erosi dapat dilakukan dengan fungsi imrode.m dengan sintak imrode(image,kernel). Hasil proses erosi ditunjukan pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12: (a)Citra Hasil Filling Holes (b) Implementasi Citra Erosi

4.2.5 Implementasi Pelabelan Connected Component Labelling Pada tahap ini citra hasil erosi akan diproses untuk mendapatkan nilai matriks dari citra atau dapat juga diartikan labelling yaitu tahapan dimana suatu area akan ditandai sebagai objek yang dikenali untuk mempermudah pendeteksian lubang. Connected component labelling memeriksa satu citra dan mengelompokkan setiap piksel ke dalam suatu kelompok terhubung menurut aturan keterhubungan (4,8, atau m-connectivity). Untuk mendeteksi piksel dari 4 dan 8 tetangga menggunakan indeks piksel persamaan berukut:

Tabel 4.2: Persamaan Menentukan Indeks 8-connected Pixels i-width-1 i-width i-width+1

i-1 i i+1

(61)

Tabel 4.3: Persamaan Menentukan Indeks 4-connected Pixels i-width

i-1 i i+1

i+width

Berikut adalah contoh penerapan algoritma ccl pada citra yang berisi karakter menyerupai lubang. Pada Gambar 4.13 merupakan ilustrasi gambar dengan satu objek menyerupai lubang Citra ini memiliki satu buah objek dengan ukuran 10x10 piksel dan panjang array biner citra 0 hingga 99, sehingga langkah untuk proses pelabelannya sebagai berikut:

Gambar 4.13: Contoh Ilustrasi Citra

a. Pada proses scanning, jika piksel tersebut bernilai 1 maka simpan indeks piksel ke array Temp.

Gambar 4.14: Arah Pengecekan Piksel Pada Array Biner Citra

b. Cek 8 piksel tetangga dari piksel utama, jika bernilai 1 maka simpan indeksnya ke array Temp

(62)

Gambar 4.15: Indeks Array Biner

c. Ubah nilai 8 piksel tetangga menjadi 0 untuk menghindari pembacaan dan penambahan ulang.

d. Cek 8 piksel tetangga dari setiap indeks piksel yang tersimpan dalam array Temp.

e. Ulangi scanning ke semua 8 piksel tetangga dari setiap indeks piksel yang ada dalam array Temp hingga tidak ada piksel tetangga yang bernilai 1.

Gambar 4.16: Array Biner Citra Setelah Scanning Selesai

f. Tambahkan semua indeks piksel pada Temp ke array CC

g. Kembali melakukan scanning piksel poin a sampai akhir dari array biner h. Lakukan konversi indeks piksel menjadi koordinat x, y dengan

persamaan:

y = indeks/width x = indeks(y ∗ width)

(63)

Gambar 4.17: Obyek Piksel Yang Telah Ditemukan

Dengan demikian output dari array CC adalah kumpulan array Temp dimana setiap array Temp berisi indeks piksel-piksel dari satu connected component. Dari contoh di atas diperoleh array CC indeks pertama berisi array Temp yang membentuk obyek berisi indeks: 21, 22, 23, 24, 25, 26, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 41, 42, 43, 44, 47, 51, 52, 53, 54, 57 dengan koordinat x, y (1, 2), (2, 2), (3, 2), (4, 2), (5, 2), (6, 2), (1, 3), (2, 3), (3, 3), (4, 3), (5, 3), (6, 3), (1, 4), (2, 4), (3, 4), (4, 4), (7, 4), (1, 5), (2, 5), (3, 5) , (4, 5), (7, 5). Apabila menggunakan aturan 4-connectivity maka Gambar 4.18 tersebut menunjukkan hasil dari 4-connectivity dengan didapatkannya dua obyek yang terdeteksi. Karena pada 4-connectivity 2 piksel yang bersinggungan secara diagonal dianggap 2 objek sedangkan pada 8-connectivity dianggap satu objek. Sehingga pada penelitian ini aturan 4-connectivity tidak digunakan, dan menggunakan aturan 8-connectivity (Yudhistiro, 2017).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kedua metode deteksi tepi ini menghasilkan citra yang berbeda, dimana citra yang dihasilkan metode Sobel lebih baik dan jumlah piksel warna putih yang diperoleh lebih

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap citra digital yang telah disisipi watermark, menunjukkan bahwa metode yang digunakan pada proses watermarking

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap citra digital yang telah disisipi watermark, menunjukkan bahwa metode yang digunakan pada proses watermarking tahan

Setiap metode deteksi tepi menggunakan operator dan memiliki cara kerja yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan percobaan pada kasus tertentu untuk

Pengujian kali ini bertujuan untuk mengetahui nilai parameter yang paling baik digunakan pada saat proses deteksi tepi dan ekstraksi ciri Hough Transform..

Dalam hal ini dihasilkan kesimpulan bahwa deteksi tepi dengan metode Canny menghasilkan tepian citra yang lebih optimal dibandingkan Robert dan Sobel .Penelitian lain

Untuk melakukan deteksi tepi pada citra digital menggunakan metode Kirsch, dan gambar yang digunakan untuk sebagai contoh adalah citra dengan ukuran 199 x 253

Sebagai upaya perbaikan citra, proses segmentasi dilakukan dengan melakukan deteksi tepi pada citra, kemudian akan diimplementasikan Metode Operasi Morfologi sebagai salah satu metode