MANAJEMEN KURIKULUM PONDOK PENSANTREN
MADINATUNNAJAH JOMBANG TANGERAGN SELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Mr. Nawawee Maeroh NIM. 1111018200044
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAKSI
Nama : Mr. Nawawee Maeroh (1111018200044) Judul: Manajemen
Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang
Tangerang Selatan. Skripsi ini di bawah bimbingan Dr. Jejen Musfah, MA Jurusan Manajen Pendidikan. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syafir Hidayatullah Jakarta 2016.
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dan mempunyai kekhasan tersendiri, dimana kiai sebagai figure pemimpin dan santri sebagai objek yang diberikan ilmu agama dan asrama sebagi tempat tinggal para santri. Pendidikan ini bertujuan untuk membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua aspek kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah. Ada 3 hal yang dideskripsikan sehubungan dengan manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah, yaitu: perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum. Untuk mengetahui bagaimana manajemen kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan seperti observasi, studi dokumen dan wawancara. Analisis yang digunakan adalah analisi kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan menggunakan kurikulum perpaduan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum pemerintah (Kementerian Agama). Manajemen kurikulum pondok pesantren berjalan cukup baik dan sistematis, dimana kurikulum dirumuskan oleh tim penyusun kurikulum untuk menentukan arah kebijakan pendidikan atau tujuan kurikulum, mulai dari; perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dengan didukung oleh sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan masyarakat yang tinggi. Namun demikian penulis memberikan saran bagi pesantren agar lebih meningkatkan efektivitas manajemen kurikulum, agar pesantren lebih meningkat dan unggul dalam bidang pendidikan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan limpahan nikmat dan
karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat teriringai salam semoga tercurah kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya yang
senantiasa menjadi suri tauladan bagi ummat manusai menuju jalan
yang benar hingga akhir zaman.
Dengan penuh keinsafan dan kelemah yang dimiliki oleh penulis
dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Alhamdulillaah dengan barokah do‟a, bantuan, bimbingan, motivasi serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan selesai skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
2. Dr. Jejen Musfah, MA. dan Dr. Mua‟rif SAM, M.Pd, selaku
Dosen Pembimbing yang tak henti-henti memberi bimbingan,
masukan, pengarahan serta meluangkan waktu banyak untuk
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Hasyim Asy‟ari, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Manajemen
Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Manajemen Pendidikan atas ilmu
dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis belajar di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. KH. M. Agus Abdul Ghofur Rochim, M.Pd, selaku Pimpinan
Pondok Pesantren , EkoTristiono, S.Pd.I, MM, selaku Sekretasi,
Muhammad Sukron, S.TAh.I, MM, selaku Kepala Biro
Pendidikan Pondok Pesantren Madinatunnajah dan para
ustadz yang telah mengizinkan serta membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tuaku tercinta ibunda Robiyah dan ayahanda Hj.
Abdullah yang telah berjuang tak kenal lelah untuk do‟a,
mengasuh, mendidik, membimbing, kasih sayang dengan segala
pengorbanan beliau sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
7. Adik-adikku tercinta, Suhaimi, Toyibah dan Fakhruddin serta
seluruh saudara-saudaraku sekalian, yang selalu memberi
motivasi dan selalu mendo‟akan sehingga penulis dapat
menyelesiakan skripsi ini.
8. Semua temam-teman Jurusan Manajemen Pendidikan Angkatan
2011, Zulfahmi, Saefullah, Saeful Bahri, Uswatun Hasanah dan
yang lain, yang penulis tidak bisa disebutkan, terimakasih atas
motivasinya untuk penulis.
9. Rekan-rekan seperjuangan senasib sebangsa Melayu Patani serta
rekan-rekan Organisasi Himpunan Pelajar Patani di Indonesia
(HIPPI-JAKARTA) yang selalu memberi semangat dan motivasi
tak terhingga kepada penulis.
Terimakasih atas segalanya. Hanya Allah yang bisa membalas
segala kebaikan yang telah diberikan semua pihak.
Akhir ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum
senpurna oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan waktu
pembuatan yang penulis miliki, oleh sebab itu penulis mengharap kritik
dan saran yang dapat dijadikan bahan untuk melengkapi dan
memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
semua. Aamiiin.
Jakarta, 23 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATAPENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
BAB II : KAJIAN TEORI A. Pondok Pesantren ... 9
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 9
2. Tipologi Pondok Pesantren ... 10
3. Elemen Pondok Pesantren ... 11
4. Tujuan Pondok Pesantren ... 12
5. Fungsi Pondok Pesantren ... 14
6. Kurikulum Pondok Pesantren ... 15
7. Pelaksanaan Kurikulum Pondok Pesantren ... 19
B. Manajemen Kurikulum ... 21
1) Pengertian Manajemen Kurikulum ... 21
2) Ruanglingkup Manajemen Kurikulum ... 25
3) Pedoman Pelaksanaan Kurikulum ... 26
4) Komponen-Komponen Kurikulum ... 28
5) Fungsi-Fungsi Manajemen Kurikulum ... 30
6) Pengembangan Kurikulum Pesantren ... 34
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Waktu dan Penelitian ... 36
B. Sumber Data ... 36
C. Metode Penelitian ... 36
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrutmen ... 37
E. Teknik Analisa Data ... 39
BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Madinatunnajah ... 41
1) Letak Geografi ... 41
2) Sejarah Singkat ... 41
3) Visi dan Misi serta Motto dan Prinsip ... 42
4) Keadaan Guru dan Siswa ... 43
5) Keadaan Sarana dan Prasarana ... 44
6) Profil Kurikulum ... 45
B. Analisa Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren ... 46
1) Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren ... 46
a. Perencanaan Kurikulum ... 46
b. Pelaksanaan Kurikulum ... 48
c. Evaluasi Kurikulum ... 61
C. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 62
1) Faktor Pendukung ... 62
2) Faktor Penghambat ... 62
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 64
B. Saran-saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Lembar Pengesahan Revisi Proposal Skripsi
LAMPIRAN 2 : Surat Bimbingan Skripsi
LAMPIRAN 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian
LAMPIRAN 4 : Keadaan Sarana dan Prasarana
LAMPIRAN 5 : Pedoman Wawancara dan Instrutmen Penelitian
LAMPIRAN 6 : Susunan Pengurus Harian Pondok Pesantren
LAMPIRAN 7 : Job Deskripsi Pondok Pesantren
LAMPIRAN 8 : Poto Kegiatan Penunjang Pembelajaran
LAMPIRAN 9 : Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN 10 : Daftar Referensi
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 : Instrutmen Penelitian
TABEL 3.2 : Instrutmen Observasi
TABEL 3.3 : Jenis Dokumen
TABEL 4.4 : Jumlah Santri Tahun Pelajaran 2015-2016
TABEL 4.5 : Jumlah Guru Tahun Pelajaran 2015-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki karakter
tersendiri yang merupakan fenomena unik khas Indonesia dan telah
teruji eksistensi dan peranannya dalam sejarah perjalanan bangsa
Indonesai. Keberadaan pesantren pun telah lebih dulu ada sebelum
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia karena pesantren
didirikan oleh masyarakat (Ulama/Kiai) dengan asas kemandirian dan
keikhlasan. Pada awalnya pesantren adalah lembaga pendidikan dan
penyiaran Islam yang berbasis masyarakat, namun sejalan dengan
perubahan dan dinamika yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat, pesantren pun dituntut harus mampu menjadi jembatan
tranformasi sosial budaya bagi masyarakat dimana pesantren berada
dalam segala bidang pendidikan dan kehidupan.
Pesantren dengan berbagai macam karakter sebagai miniatur Islam
lagir untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang Islam
secara menyeluruh. Baik melalui peran pendidikan, dakwah, sosial,
budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Meskipun sebagian orang
berangapan bahwa pesantren merupakan benteng tradisionalisme yang
sangat tidak kreatif dan inovatif, namun lembaga pendidikan pesantren
memiliki peran yang ideal dalam melakukan transformasi kultural
meskipun berjalan dalam jangka waktu sangat panjang.1
Pada masa sebelum Indonesia merdeka pesantren telah berperan
besar dalam melahirkan pejuang-pejuang yang tangguh dalam
memperjuangkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan pesantren juga
terus berperan dalam mencerdaskan anak bangsa, hal ini sangat senada
dengan tujuan pendidikan nasional sendiri, yaitu mencerdaskan
1
Rohinah M. Noor, MA, KH.Hasyim Asy‟ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012), Cet. I, h. 88
kehidupan bangsa, sedangkan pesantren di era globalisasi walaupun
sudah mendapat legitimasi dari pemerintah, namun ada juga pandangan
dari kalangan masyarakat bahwa lulusan pesantren hanya bisa shalat
dan mengaji.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki karakter
khusus dalam perspektif wacana pendidikan nasional sekarang ini,
sistem pesantren mendukung spekulasi yang bermacam-macam.
Minimal ada tujuh teori yang mengungkap spekulasi tersebut. Teori
pertama menyebutkan bahwa pesantren merupakan bentuk tiruan
terhadap pendidikan Hindu dan Budha sebelum Islam datang di
Indonesia. Teori kedua mengklaim berasal dari India. Teori ketiga
menyatakan bahwa pesantren ditemukan di Baghdad. Teori keempat
sumber dari perpaduan Hindu dengan Budha (pra Muslim di Indonesia).
Teori kelima mengungkapkan dari kebudayaan Hindu-Budha dan Arab.
Teori keenam menegaskan dari India dan orang Islam Indonesia. Teori
ketujuh menilai dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang lebih
tua.2
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua di
Indonesia, pesantren memiliki akar sejarah yang jelas. Menurut para
ahli sejarah orang yang pertama kali mendirikan pesantren terdapat
perselisihan pendapat, sehingga mareka menyebutkan Syaikh Maulana
Malik Ibrahim, yang dikenal dengan Syaikh Maghribi, dari Gurajat,
India, sebagai pendiri pesantren yang pertama di jawa. Pesantren bukan
hanya menekan misi pendidikan saja, melaikan juga dakwah, justeru
misi kedua ini lebih menonjol. Lembaga pendidikan tertua ini selalu
mencari lokasi untuk menyalur dakwah tersebut tepat sasaran sehingga
terjadi benturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilai-nilai
yang telah mengakar di masyarakat setempat.3
2
Mujamil Qomar, M.Ag, Pesantren dari Transformasi Metodelogi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: PT Glora Aksara Pertama, 2005), h. 10
3
Pengembangan yang mendesak untuk dilakukan di pesantren
adalah pembaharuan yang bersifat horizontal, pembaharuan ini meliputi
sistem pendidikan dan manajemen pesantren. Pembaharuan sistem
pendidikan ini meliputi; jenis, jenjang dan sumberdaya pendidikan.
Pembaharuan jenis pendidikan adalah dengan memasukan jenis
pendidikan lain disamping pendidikan agama seperti pendidikan
akademik atau pendidikan kejuruan (keterampilan). Jenis pendidikan
akademik dimaksud untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan di luar dunia pesantren, sehingga diperlukan sebuah
pendekatan yang bersifat religius-dokteriner dalam menyampaikan misi
pesantren, sedangkan pembaharuan pendidikan kejuruan adalah untuk
menciptakan relevansi antara dunia pendidikan pesantren dengan
kebutuhan masyarakat. Adapun pembaharuan jenjang pendidikan
tingkat tinggi, pengembangan ini juga erat kaitnya dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan di luar pesantren, sebagian pesantren
sejak lama sudah mengadakan pembaharuan ini. Namun masih terbatas
dengan pendidikan tinggi “keagamaan”, sedangkan pembaharuan
sumber daya manusia adalah pengembangan pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan, baik manusia, dana, sarana prasarana.
Pembaharuan ini erat kaitnya degnan kelangsungan hidup pesantren
dimasa depan.4
Dalam manajemen pendidikan nasional, ada tiga faktor dalam
sistem manajemen yaitu manajemen sebagai faktor upaya, organisasi
sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor karsa. Tiga
kategori ini dapat diberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan,
mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan
kebijakan-kebijakan dalam upaya mencapai suatu tujuan, kebutuhan
pesantren akan kebutuhan manajemen yang mendukung dapat
dikatakan cukup mendesak terutama bagi pesantren yang besar dan
4
memiliki jenis pendidikan yang beragam dengan jumlah santri yang
besar pula. Untuk kategori ini dipandang perlunya menejer yang handal
dan sangat mungkin seorang kiai dalam satu saat bertindak sebagai
menejer. Karena ditangannyalah terletak tanggung jawab, wewenang,
dan kiai harus bertanggu jawab terhadap setiap tindakan dan hasil yang
dibuat oleh satuan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.5
Perkembangan dalam dunia pendidikan yang sangat memberi
pengaruh besar tidak terlepas dengan kurikulum di dalam satuan
pendidikan itu sendiri, karena kurikulum merupakan alat yang penting
dalam keberhasilan suatu pendidikan, tanpa kurikulum yang baik dan
tepat maka akan sulit dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan
yang telah dicita-cita oleh suatu lembaga pendidikan, karena segala hal
harus ada manajemennya bila ingin menghasilkan sesuatu yang baik,
sesuai dengan apa yang diharapkan, maka hal yang menjadi tolak ukur
paling berpengaruh di antaranya adalah kurikulum yang dikelola
dengan baik, dimana kurikulum senantiasa mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan zaman.
Berkaitkan dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan, konsep
kurikulum yang digunakan dalam pesantren tidak hanya mengacu
kepada pengertian kurikulum sebagai materi semata-mata, malaikan
jauh lebih luas dari itu, yakni menyangkut keseluruhan pengalaman
belajar santri yang masih berada dalam tanggung jawab pesantren,
sehingga misi dan cita-cita pesantren dapat berperan dalam
pembangunan masyarakat.
Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren Madinatunnajah
Jombang Tangerang Selatan adalah kurikulum perpaduan antara
kurikulum pemerintah (Kementerian Agama) dengan kurikulum
pendidikan pesatren, yang tentunya hal ini akan banyak mata pelajaran
yang diambil oleh santri sehingga manajemen kurikulum harus
dipersiapkan secara tepat dan memberikan kenyamanan dalam belajar
5
para santri, sehingga lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, baik di dalam maupun di luas negeri.
Manajemen kurikulum dengan sistem Tarbiyatul Mu‟alimin wal
Mu‟alimat Al-Islamiyah (TMI) harus bisa merubah cara pandang masyarakat yang keliru, hal ini juga harus didukung dengan prestasi
yang dikuasai para santri, sehingga pandangan masyarakat terhadap
pendidikan yang diterapkan di pondok pesatren pada akhirnya bisa
memberi kontribusi besar kepada masyarakat.
Dari gambaran di atas tentunya tidak terlepas dengan peran seorang
pimpinan atau tim penyusun kurikulum pesantren dalam manajemen
kurikulum yang sangat berpengaruh bagi kemajuan lembaganya serta
mempunyai kebijakan strategis untuk mendukung program pemerintah
dalam hal mencerdaskan anak bangsa agar mempunyai sumber daya
manusia yang berkualitas dan berakhlak mulia. Hal yang perlu
dipertimbangkan atau yang menjadi tolak ukur dalam menyusun
kurikulum diantaranya adalah; guru, siswa (santri), sarana prasarana,
dan tenaga kependidikan.
Perpaduan kurikulum pemerintah (Kementerian Agama) dengan
kurikulum pendidikan pesantren pasti akan mempengaruhi proses
pembelajaran yang berlangsung selama 24 (dua puluh empat) jam baik
kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler, diantara progam ekstra
kurikuler adalah sperti program Praktik Pengabdian Masyarakat (PPM),
Keterampilan Wirausaha (Koperasi), Tahfiz al-qur‟an dan Pidato Tiga
Bahasa (Arab, Inggeris dan Indonesai) dll, agar terbentuk karakter
kepemimpinan, mental, dan kecekapan hidup kepada setiap santri.
Proses pembelajaran yang efektif, mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan dan evaulasi pembelajaran, karena pembelajaran yang
dikelola dengan manajemen yang efektif diharapkan dapat
mengembangkan potensi santri sehingga memiliki pengetahuan,
membantu santri untuk berkembang dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Dari uraian di atas, manajemen dan kurikulum yang baik sangat
penting dilakukan oleh pondok pesantren, maka peneliti merasa tertarik
dan terpanggil untuk melakukan penelitian dengan judul “Manajemen
Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang
Tangerang Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Manajemen kurikulum dan sistem pembelajaran pondok
pesantren kurang efektif.
2. Banyaknya mata pelajaran yang harus diambil oleh peserta
didik.
3. Sarana dan prasarana kurang menunjang kegiatan pembelajaran.
4. Masih adanya masyarakat yang belum mengakui pendidikan
pesantren.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, banyak
variabel yang memengaruhi menejemen kurikulum pesantren. Namun
keterbatasan pada waktu, biaya, tenaga dan sebagainya maka penelitian
ini penulis membatasi pada masalah Manajemen Kurikulum Pondok
Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana manajemen kurikulum pondok pesantren
2. Faktor apa saja sebagai pendukung dan penghambat dalam
manajemen kurikulum pondok pesantren madinatunnajah
jombang tangerang selatan.?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui bagaimana manajemen kurikulum pondok
pesantren madinatunnajah jombang tangerang selatan.
b. Mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan faktor
pengambat dalam manajemen kurikulum pondok pesantren
madinatunnajah jombang tangerang selatan.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis
1. Penelitian ini diharapakan dapat menjadi salah satu
bahan kajian dalam upaya untuk mendalami manajemen
kurikulum di suatu lembaga pendidikan, khususnya di
Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang
Selatan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui manajemen
kurikulum pondok pesantren mu‟adalah, khusunya
Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang
Selatan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
studi perbandingan bagi penelitian lain yang sejenis.
b. Praktis
1. Sebagai bahan masukan kepada pengelola madrasah di
Pondok pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang
Selatan, khususnya manajemen kurikulum, sehingga
dengan jelas berhasil tidaknya dalam melaksanakan
manajemen kurikulum pondok pesantren.
2. Untuk memperbanyak tetang teori dan konsep
manajemen kurikulum di pondok pesantren. Disamping
itu agar dapat dijadikan suatu perbaikan bila dalam
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pesantren yang berasal dan kata santri dengan mendapat
awalan “pe” dan akhiran “an”, yang artinya tempat tinggal para santri
atau tempat murid-murid belajar mengaji dan sebagainya, istilah santri
berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengajar. Sumber lain
menyebut bahwa kata itu berasal dari kata India Chasti dari akar kata
Shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama atau buku-buku
tentang lmu pengetahuan.6
Istilah pesantren sering disebut dalam bahasa sehari-hari dengan
tambahan kata “pondok” menjadi “pondok pesantren”. Dari segi bahasa, kata pondok dengan kata pesantren tidak ada perbedaan yang
mendasar karena kata pondok berasal dari bahasa Arab Funduq yang
artinya hotel atau pesantren. Dalam pemahaman masyarakat Indonesia
dapat diartikan sebagai tempat berlangsungnya suatu pendidikan agama
Islam yang telah melembaga sejak zaman dahulu, jadi pada hakikatnya
pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam.7
Dalam buku berjudul Pedoman Pembina Pondok Pesantren yang di
keluar oleh Departemen Agama mendefinisikan pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada
umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara
non-klasikal di mana seorang kiai mengajar santri-santri berdasarkan
kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar
sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal dalam
pondok pesantren tersebut.8
6
Iskandar Engku, M.A & Siti Zubaidah, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT Rosdakarya, 2012), Cet. I, h. 172
7
Ibid., h. 172
8
Ibid., h. 172
Secara umum pesantren dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu
pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf atau modern.
Pesantren salaf adalah pendidikannya semata-mata berdasarkan pada
pola pengajaran klasikal atau lama, yakni berupa pengajian kitab
kuning dengan metode klasikal serta belum dikombinasikan dengan
pola pendidikan modern, jenis pesantren ini pun bisa meningkat dengan
membuat kurikulum tersendiri. Pesantren khalaf adalah pesantren yang
disamping tetap dilestarikan unsur-unsur utama pesantren, juga
memasukan kedalamnya unsur-unsur modern yang ditadai dengan
sistem klasikal atau sekolah yang adanya ilmu-ilmu umum yang
digabung dengan pola pedidikan pesantren klasikal.
Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan yang
diperbarui pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem
sekolah. Pesantren ini menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan dan
kegiatan pendidikan formal, baik itu jalur umum (SD, SMP dan SMA)
maupun jalur berciri khas agama Islam (MI, MTs, MA, MAK).
Biasanya kegiatan pembelajaran kepesantrenan pada pondok pesantren
yang ini memiliki kurikulum pondok pesantren yang klasikal dan
berjenjang.9
Dengan demikian dapat dikatakan, pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri,
dimana seorang kiai sebagai figure pemimpin dan santri sebagai objek
yang diberikan ilmu agama dan asrama sebagi tempat tinggal para
santri.
2. Tipologi Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalamai
perkembangan bentuk sesuia dengan perubahan zaman, terutama
adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan
bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok pesantren yang telah
9
hilang keikhlasannya. Dalam hal ini pondok pesantren tetap menjadi
lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat
untuk masyarakat.
Secara umum masyarakat mengelompokan pondok pesantren
dalam dua kategori yaitu: (1) pondok pesantren salaf dan (2) pondok
pesantren modern. Sebenarnya ada tiga betuk pondok pesantren yaitu:
(1) bentuk salaf murni, dengan karakteristik yaitu: hanya
menyelenggarakan kajian kitab-kitab kuning yang dikategorikan
sebagai mu‟tabarah dengan sistem bejalar seorang dan badongan, (2)
bentuk salaf yang dikombinasikan dengan sistem lain yaitu
menyelenggarakan pengajian kitab kuning dan membuka sistem
madrasi (klasika) dan (3) Bentuk non-salaf yaitu pesantren yang
menyelenggarakan sistem klasikal dan tidak membuka pengajian kitab
kuning sebagai materi utamanya.10
3. Elemen Pondok Pesantren
Setidaknya pesantren memiliki lima elemen dasar, yaitu: kiai,
santri, masjid, pondok, dan kitab kuning sebagai elemen unik yang
membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan
liannya. Secara rinci kelima elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kiai
Kiai memiliki peran yang sangat esensial dalam pendirian,
pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan pondok pesantren.
Sebagai pemimpin pesantren, keberhasilan pesantren banyak
bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karisma dan
wibawa, serta keterampilan seorang Kiai.
2. Masjid
Hubungan antara pendidikan Islam dan masjid sangat erat dalam
tradisi Islam di seluruh dunia. Masjid sebagai pusat pendidikan
10
rohani, sosial, politik, dan pendidikan Islam, masjid memiliki peran
yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat. Dalam konteks pesantren, masjid diangap sebagai
“tempat praktek solat lima waktu, khutbah, pengajaran kitab-kitab
Islam klasik dan solat jum‟at”
3. Santri
Santri merupakan unsur yang penting dalam perkembangan sebuah
pesantren, karena langkah pertama dalam membangun pesantren
adalah harus ada murid yang datang belajar dari seorang alim.
Sanrti biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu: santri kalong dan
santri mukim. Santri kalong adalah santri yang tidak menetap
dalam pondok pesantren. Sedangkan santri mukim adalah santri
yang menetap dalam pondok pesantren.
4. Pondok
Pondok adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal
kiai bersama para santri. Selain sebagai asrama para santri, pondok
juga digunakan untuk tempat mengembangkan keterampilan
kemandiriannya agar mareka siap hidup mendiri dalam masyarakat
sesudah tamat dari pesantren.
5. Kitab Kuning
Kitab Islam klasik yang dikarang oleh para ulama dahulu.
Dikalangan pesantren kitab Islam klasik sering disebut kitab
kuning. Pada zaman dahulu pengajaran kitab kuning merupakan
satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan
pesantren.11
4. Tujuan Pondok Pesantren
Tujuan umum pondok pesantren adalah membina warga negara
agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam
dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua aspek
11
kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi
agama, masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun tujuan khusus pondok pesantren adalah sebagai berikut:
a. Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi orang muslim
yang bertakwa kepada Allah SWT, berkhlak mulia, memiliki
kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga
negara yang berpancasila.
b. Mendidik santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader
ulama yang mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah tangguh,
wiraswasta dalam mengamalkan ajaran Islam secara utuh dan
dinamis.
c. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam
berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental
spiritual.
d. Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan
masyarakat bangsa.12
Menurut M. Arifin bahwa tujuan didirikannya pendidikan
pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:
a. Tujuan Khusus
Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh Kiai yang bersangkutan serta
mengamalkannya dalam masyarakat.
b. Tujuan Umum
Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya
menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui
ilmu dan amalnya.
Dari beberapa tujuan di atas dapat disimplkan bahwa tujuan
pondok pesantren berfungsi sebagai alat Islamisasi sekaligus
12
memadukan tiga unsur pendidikan yakni: 1) ibadah untuk menanamkan
iman, 2) tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan 3) amal untuk
mewujudkan kegiatan masyarakat sehari-hari.
5. Fungsi Pondok Pesantren
Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis,
berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global.
Pada awalnya lembaga tradisional ini mengembangkan fungsi sebagai
lembaga sosial dan penyiaran agama. Azyumardi Azra menyebut ada
tiga fungsi utama pesantren, yaitu 1) transmisi dan transfer ilmu-ilmu
Islam, 2) pemeliharaan tradisi Islam, dan 3) reproduksi ulama.
Dalam perjalannya hingga sekarang pesantren sudah
menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah umum,
madrasah dan perguruan tinggi. Disamping itu pesantren sudah
menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyah
yang mengajarkan bidang ilmu-ilmu agama saja. Pesantern juga
mengembangkan pendidikan fungsinya sebagai lembaga solidaritas
sosial dengan melayani semua lapisan masyarakat muslim tanpa
membedakan sosial ekonomi mareka.13
Fungsi dan peran pesantren dalam kaitan dengan arus perubahan
adalah memproyeksikan nilai-nilai transendental dalam dataran praksis
sebagai nilai yang hidup dan dipraktikan melalui proses pembinaan
yang dilakukan secara sistematis dan simultan.14 Pondok pesantren
memiliki fungsi yang sesuai dengan fungsi pendidikan nasional sebagai
pencetak generasi bangsa yang intelek yang dilandasi nilai-nilai
keislaman dan integritas. Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan yang berperan terhadap perubahan dan pembangunan
nasional.
13
Sulthon & Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), h. 91.
14
Dengan demikian pesantren telah terlibat dalam menegakan negara
dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah. Hanya
saja dalam kiatan dengan peran tradisional, sering diidentifikasi
memiliki tiga peran penting dalam masyarakat Indonesia; 1) Sebagai
pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional, 2) Sebagai
penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional, dan 3)
Sebagai pusat reproduksi ulama. Lebih dari itu pesantren tidak hanya
memainkan tiga peran tersebut, tetapi juga menjadi pusat penyuluh
kesehatan, pusat pengembangan teknologi tepat guna bagi masyarakat
pedesaan, pusat usaha-usaha penyelamatan dan pelestarian lingkungan
hidup dan lebih penting lagi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi
masyarakat di sekitarnya.15
6. Kurikulum Pondok Pesantren
Kurikulum pesantren senantiasa mengacu pada pengertian yang
luas, sehingga bisa meliputi kegiatan-kegiatan intra-kurikuler maupun
ekstra-kurikuler, dan bisa melibatkan di samping aktivitas yang
diperankan oleh santri juga diperankan oleh kiai. Demikian juga
kegiatan-kegiatan yang memiliki bobot wajib diikuti maupun sekadar
anjuran termasuk liputan kurikulum.16
Pemaknaan kurikulum dalam pandangan para ahli pendidikan telah
mengalami pergeseran secara horizontal. Kurikulum dipahami sebagai
sejumlah mata pelajaran di sekolah yang harus ditempuh untuk
mendapat ijazah atau tingkat, maka sekarang pengertian tersebut
berusaha diperluaskan. Kurikulum yang dimaksudkan adalah segala
sesuatu usaha yang ditempuh sekolah untuk memengaruhi belajar, baik
berlangsung di dalam kelas dan di halaman sekolah, maupun di luar
kelas. Kurikulum pesantren dalam wacana selanjutnya senantiasa
mengacu kepada pengertian yang luas, sehinga bisa meliputi
15
Mujamil Qomar, M.Ag, Op. Cit., h. 25
16
kegiatan intra-kurikuler maunpun ekstra-kurikuler, dan bisa melibakan
disamping aktivitas yang diperankan santri juga diperankan kiai.17
Dengan variasinya kurikulum, maka ada lembaga pendidikan
pesantren yang lebih mengkhususkan diri pada bidang fikih, ada pula
yang mengkhususkan nahwu shoraf dan lain sebagainya. Bahkan pada
perkembangan selajutnya terdapat beberapa pesantren yang khusus
muncul keahlian tidak hanya dibidang keagamaan, misalnya pertanian,
koperasi dan sebagainya.
Kurikulum yang dikembangakan di pesantren pada saat ini dapat
dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan jenis pola pesantren itu
sendiri, yaitu:
1. Pesantren Salaf (tradisional)
Kurikulum pesantren salaf yang statusnya sebagai lembaga
pendidikan non-formal hanya mempelajari kitab-kitab klasik yang
meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadis, Usul Fiqh, Tasawuf, Bahasa Arab
(Nahwu, Shoraf, Balaghoh Dan Tajuwid), Mantik, Akhlak.
Pelaksanaan kurikulum pesantren ini berdasarkan kemudahan dan
kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada
tingkat awal, menengah, dan lanjutan.
Itulah gambaran sekilas isi kurikulum pesantren salafi yang
umumnya keilmuan Islam digali dari kitab-kitab klasik dan
pemberian keterampilan yang bersifat pragmatis dan sederhana.
2. Pesantren Modern
Pesantren jenis ini yang mengkombinasikan antara pesantren
salafi dengan medel pendidikan formal dengan mendirikan satuan
pendidikan semacam SD/MI,SMP/MTs, SMA/SMK/MA bahkan
sampai pada perguruan tinggi. Kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum pesantren salaf yang diadaptasikan dengan kurikulum
pendidikan Islam yang disponsori oleh pemerintah (Kementrian
Agama) dalam sekolah (Madrasah), sedangkan kurikulum khusus
17
pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau diterapkan malalui
kebijaksanaan sendiri.
Gambaran kurikulum lainnya adalah pada pembagian waktu
belajar, yaitu mareka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum
yang ada di perguruan tinggi (madrasah) pada waktu kuliah,
sedangkan waktu selebihnya dengan jam pelajaran yang dapat dari
pagi sampai malam untuk mengkaji keilmuan Islam khas pesantren
(pengajian kitab klasik).18
Kurikulum pondok pesantren yang setara (mu‟adalah) dengan
pemerintah penulis akan uraikan sebagai mana berikut:
a. Landasan Filosofi
Kurikulum Satuan Pendidikan Mu‟adalah dikembangkan dengan
landasan filosofi yang berdasarkan nilai-nilai kepesantrenan untuk
mengembangkan memberikan dasar bagi upaya mengembangkan
kapasitas peserta didik menjadi manusia muslim Indonesia yang
berkualitas yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam dan mampu
berkontribusi dalam kehidupan sosial. Landasan filosofi yang dijadikan
pijakan dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah
seperti berikut:
1) Pendidikan Mu‟adalah berakar pada tradisi pesantren dalam rangka
membentuk manusia seutuhnya yang mampu menjalankan peran
kekhalifahan di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba Allah
yang harus mengabdikan dirinya semata-mata kepada Allah dalam
menjalankan peran tersebut.
2) Kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dikembangkan dalam
rangka dasar yang menempatkan peserta didik sebagai subjek
pengetahuan. Kurikulum diarahkan untuk dapat mengembangkan
kapasitas peserta didik sebagai pribadi yang bukan hanya sekadar
mendapatkan pengetahuan keagamaan dari kyai atau ustad, tetapi
18
juga dapat memperoleh dan mengembang pengetahuan melalui
interaksi dengan sesama santri, masyarakat atau sumber belajar
lain.
b. Landasan Sosiologi
Kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dikembangkan atas dasar
pengakuan adanya praktik pendidikan yang sangat baik yang
berlangsung di pesantren dalam rangka mengembang potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggujawab sebagaimana
termaktub dalam tujuan pendidikan nasional. Praktik pendidikan yang
sangat baik ini mengkristal pada tradiri kultural yang ada di pesantren.
Pendidikan di pesantren tidak bertujuan untuk mengajar materi,
kekuasaan dan keagungan duniawi, tetapi dilakukan semata-mata
merupakan pengamalan atas kewajiban dan pengabdian kepada Allah
SWT.
Pengembangan kurikulum pada satuan pendidikan mu‟adalah juga
didasarkan atas tradisi yang berorientasi pada pengauasaan kitab kuning
yang merupakan salah satu karakteristik pesantren di tanah air dalam
upaya mencetak kader ulama yang mutafaqqih fid din yang bertumpu
pada nilai-nilai kultural yang mederat (tasamuh). Kegiatan penguasaan
kitab kuning ini dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga di luar
kelas, dengan masjid sebagai sentral berbagai kegiatan pesantren.
c. Landasan Psikopedagogis
Kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dikembangkan atas dasar
tradisi epistemologi Islam yang meyakini bahwa ilmu tidak hanya
diperoleh melalui kajian eksperimen yang dikalukan secara rasional,
tetapi juga merupakan nur Allah yang terpacar kedalam hati manusia
yang meniscayakan adanya kesucian. Seiring dengan itu maka
pembelajaran dalam kurikulum satuan pendidikan mu‟adalah dipahami
merupakan suatu proses intuitif suci secara ladunni dari Allah SWT
kepada peserta didik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran satuan
pendidikan mu‟adalah perlu dibarengi dengan proses penyucian hati
yang dilakukan melalui berbagai kegiatan ubudiyah, mujahadah dan
riyadhah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bukan untuk
mencari kemegahan dan kedudukan.19
d. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pengembangan kurikulum pada satuan
pendidikan mu‟adalah adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Ungang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah dua kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015 tentang
perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan keagamaan;
5. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 13 tahun
2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam;
6. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2014 tentang Satuan Pendidikan Mu‟adalah dapa Pondok
Pesantren.20
7. Pelaksanaan Kurikulum Pondok Pesantren
Terkait dengan pelaksanaan kurikulum pesantren, seorang guru
dalam melaksanakan pembelajaran untuk dapat mengadopsi atau
19
Kementerian Agama RI, Kerangka Dasar Dan Strutur Kurikulum Satuan Pendidikan Mu‟adalah Salafiyah Setingkat Madrasah Aliyah, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren Tahun 2015. h. 7-9
20
mengadaptasi teori-teori pembelajaran dari teori yang digunakan
dengan teori yang baru, yang salah satunya sebagaimana tertuang dalam
peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi (SI) sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kurikulun didasarkan pada kompetensi,
perkembangan dan kondisi santri untuk menguasai kompetensi
yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini santri harus
mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta
memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas, dinamis dan menyenangkan.
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar
belajar, yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa; (2) belajar untuk memahami dan
menghayati; (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat
secara efektif; (4) belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain; dan (5) belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif,
aktif, kreatif, dan menyenangkan.
3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan santri mendapat
pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau
percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan
kondisi santri dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi santri yang berdimensi ketuhanan,
keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan santri dan
pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka,
dan hangat dengan prinsip tut wuri handayani, ing madyo
mangun karso, ing ngarso sung tulodo (di belakang memberikan
daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan
5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang
memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar.
6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,
sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan
pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Kurikulum dilaksanakan mencakup seluruh komponen
kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan
diri, diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antara kelas dan jenis
serta jenjang pendidikan.21
Dengan demikian dapat katakan bahwa ketujuh prinsip tersebut
harus diperhatikan, karena pembelajaran merupakan proses
menciptakan santri belajar. Untuk itu, pembelajaran harus dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan (proses) dan penilaian hasil belajar. Evaluasi
proses pembelajaran dengan kata lain, pelaksanaan kurikulum
merupakan proses pembelajaran atau interaksi edukatif antara guru
yang menciptakan suasana belajar dan santri yang merespon terhadap
usaha guru tersebut.
B. Manajemen Kurikulum
1. Pengertian Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah suatu sistem pengelolaan kurikulum
yang kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematis dalam rangka
mewujudkan tercapainya kurikulum. Dalam pelaksanaannya
manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Oleh karena itu, otonomi yang diberikan kepada
lembaga pendidikan dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan
memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi misi
lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengambil kebijakan nasional
yang telah ditetapkan.22
Manajemen kurikulum mencakup kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Dalam manajemen kurikulum
kegiatan dititikberatkan pada usaha-usaha pembinaan situasi belajar di
sekolah agar selalu terjamin kelancarannya. Kegiatan manajemen
kurukulum di antaranya sebagai berikut:
a. Perencanaan kurikulum
Perencanaan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina siswa
kearah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai
sampai mana perubahan-perubahan telah terjadi pada diri siswa.
Di dalam perencanaan kurikulum minimal ada lima hal yang
memengaruhi perencanaan dan pembuat keputusan, yaitu
filosopis, materi, manajemen pembelajaran, pelatihan guru, dan
sistem pembelajaran.
b. Pelaksanaan kurikulum
Pembelajaran di kelas merupakan tempat melaksanakan
kurikulum dan menguji kurikulum. Dalam kaitan pembelajaran
semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan
kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan
mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata. Oleh karena itu guru
adalah kunci pemegang pelaksanaan dan keberhasilan
kurikulum. Guru bertindak sebagai perencana, pelaksana dan
penilai serta pengembang kurikulum yang sebenarnya.
c. Evaluasi kurikulum
Evaluasi kurikulum yang efektif lebih bersifat komprehensif
yang di dalamnya meliputi pengukuran. Di samping itu evaluasi
pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan
22
tentang nilai suatu objek. Keputusan evaluasi tidak hanya
didasarkan pada hasil pengukuran saja, dapat pula didasarkan
pada hasil pengamatan. Baik yang didasarkan pada hasil
pengukuran maupun bukan pengukuran, pada akhirnya
menghasilkan keputusan nilai tentang suatu program atau
kurikulum.23
Terdapat lima prinspi yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
manajemen kurikulum, yaitu:
1. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum
merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen
kurikulum. Pertimbangan bagaimana peserta didik dapat mencapai
hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum yang harus menjadi
sasaran dalam manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus
berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksanaan
dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan
tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai kurikulum.
3. Koopratif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam
kegiatan manajemen kurikulum perlu adanya kerja sama yang
positif dari berbagai pehak yang terlibat.
4. Efektifitas dan efisiansi, rangkaian manajemen kurikulum harus
mempertimbangkan efektifitas dan efisiansi untuk mencapai tujuan
kurikulum sehingga kegiatan kurikulum tersebut memberi hasil
yang berguna dengan biaya, tenaga, dan waktu yang relatif singkat.
5. Mengarahkan visi mivi dan tujuan, yang ditetapkan dalam
kurikulum, proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat
dan mengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.24
Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen
kurikulum agar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum
23
Ibid., h. 21
24
berjalan lebih efektif, efisian dan optimal dalam memberdayakan
berbagi sumber belajr, pengalaman belajr, maupun komponen
kurikulum. Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum di
antaranya sebagai berikut:
1. Meningkatkan efisiansi pemanfaatan sumberdaya kurikulum,
pemberdayaan sumber maupun komponen kurikulum dapat
ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif.
2. Meningkatkan keadilan dan kesempatan pada siswa untuk
mencapai hasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat
dicapai oleh peserta didik tidak hanya melaui kegiatan
instrakurikuler, tapi juga ekstrakurikuler dan kokurikuler yang
dikelola secara integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
3. Meningkatkan relevansi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum
yang dikelola secara efektif dapat memberikan kesempatan dan
hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun
lingkuangan sekitar.
4. Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa
dalam mencapai tujuan pembelajran, pengelolaan kurikulum yang
profesional, efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada
kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
5. Meningkatkan efisiansi dan efektifitas proses belajar mengajar,
proses pembelajaran selalu dipantau dalam rangka melihat
konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan
pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian ketidaksesuaian
antara desain dengan implementasi dapat dihindarkan.
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu
mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dikelola secara
bahan ajar atau sumber belajar perlu disesuaikan dengan ciri khas
kebutuhan pembangunan daerah setempat.25
Keberhasilan manajemen kurikulum sangat dipengaruhi oleh faktor
manusianya, mulai dari tingkat tpo leader (ditingkat pusat) sampai
dengan tingkat pelaksana dilapangan (guru). Tentu dalam
pelaksanaannya, orang tersebut harus didukung oleh sumber-sumber
lian, seperti sarana dan prasarana, biaya, waktu, teknologi, termasuk
kemampuan manajerialnya.26
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
manajemen kurikulum adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk
memudahkan mengelola pendidikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar yang di awali dari tahap perencanaan dan di akhiri dengan
evaluasi program, agar kegiatan belajar mengajar dapat terarah dengan
baik.
2. Runglingkup Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan manajemen berbasis sekolah
(MBS). Runglingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Pada tingkat
satuan pendidikan kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk
merealisasikan dan merelevansikan kebutuhan daerah dan kondisi di
sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan
kurikulum yang intergritas dengan peserta didik maupun dengan
lingkungan sekolah.27
Pokok kegiatan utama studi manajemen kurikulum adalah meliputi
bidang perencanaan dan pengembangan, pelaksanaan dan perbaikan
kurikulum. Manajemen perencanaan dan pengembangan kurikulum
berdasarkan asumsi bahwa: telah tersedia informasi dan data tentang
25
Ibid., h. 5
26
Zainal Arifin, M.Pd, Konsep dan Model Perkembangan Kurikulum, (Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 23-26.
27
masalah-masalah dan kebutuhan yang mendasari disusunnya
perencanaan yang tepat. Manajemen pelaksanaan kurikulum
berdasarkan asumsi bahwa kurikulum telah direncanakan sebelumnya
dan siap dioprasionalkan. Manajemen perbaikan kurikulum berdasarkan
asumsi bahwa, perbaikan kurikulum di sekolah perlu diperbaiki dan
dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Evaluasi kurikulum berdasarkan asumsi bahwa perbaikan, perencanan
dan pengembangan, pelaksanaan, pengadministrasian, evaluasi dan
perbaikan kurikulum bergerak dalam satuan sistem dalam siklus yang
berkesinambungan dalam lingkaran proses sistem pendidikan
menyeluruh.28
3. Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
Di samping perencanaan yang merupakan tujuan pendidikan dan
susunan bahan pelajaran, pemerintah pusat mengeluarkan
pedoman-pedoman umum yang harus diikuti oleh sekolah untuk menyusun
perencanaan yang sifatnya operasional di sekolah, pedoman-pedoman
tersebut antara lain berupa: struktur program, program penyusunan
akademik, pedoman penyusunan program pelajaran, pedoman program
rencana mengajar, pedoman penyusunan program satuan pelajaran,
pembagian tugas guru, pengaturan siswa ke dalam kelas.
a. Struktur Program
Struktur program adalah susunan bidang pelajaran yang harus
dijadikan pedoman pelaksanaan kurikulum disuatu jenis dan
jenjang pendidikan. Berdasarkan struktur sekolah dapat menyusun
jadual pelaksanaan pelajaran disesuaikan dengan kondisi sekolah
asal tidak menyimpang dari ketentuan yang ada
b. Penyusunan Jadual Pelajaran
Penyusunan Jadual Pelajaran adalah urutan mata pelajaran sebagai
pedoman yang harus diikuti dalam pelaksanaan pembagian
28
pelajaran. Jadual bermanfaat sebagai pedoman bagi guru, siswa
maupun kepala sekolah
c. Penyusunan kalender pendidikan
Menyusun rencana kerja sekolah untuk kegiatan selama satu tahun
merupakan bagian manajemen kurikulum terpenting yang harus
sudah tersusun sebelum ajaran baru
d. Pembagian tugas guru
Prinsip manajemen yang sering di kehendaki dilaksanakan di
Indonesia adalah “bottom up policy” bukan “top down policy” yaitu menampung pendapat bawahan sebelum pimpinan memutuskan
suatu kebijakan, atau keputusan didasarkan atas musyawarah
bersama. Oleh karena itu maka mengadakan pembagian tugas guru,
kepala sekolah tidak main perintah atau main tunjuk tetapi
dibicarakan dalam rapat meja guru sebelum tahun ajaran dimulai.
e. Pengaturan atau penempatan siswa dalam kelas
Pengaturan siswa dalam kelas sebaiknya sudah dilakukan bersama
waktu dengan pendaftaran ulang siswa tersebut. Hal ini akan
mempermudah siswa baru pada peristiwa hari baru masuk ke
sekolah. Oleh karena kemampuan siswa belum kenal, maka yang di
pakai untuk pertimbangan penempatan ke kelas antara lain: jenis
kelamin, asal sekolah, dll.
f. Penyusunan rencana mengajar
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh guru setelah
menerima tugas untuk tahun ajaran yang akan datang adalah
mempersiapkan segala sesuatu agar apabila sudah sampai saat
melaksanakan mengajar tinggal memusatkan perhatian pada
lingkup yang khusus yaitu interaksi belajar mengajar.29
29
4. Komponen-Komponen Kurikulum
Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pendidikan
adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini
berarti bahwa sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki
bahgian-bahgian penting dan penunjang yang dapat mendukung oprasinya
dengan baik. Bahgian-bagian ini disebut komponen yang saling
berkaitan, berintraksi dalam berupaya mencapai tujuan.
a. Menurut Hasan Langgulung ada 4 komponen utama kurikulum
yaitu:
1) Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan
lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk
dengan kurikulum tersebut.
2) Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data,
aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana
terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut mata
pelajaran.
3) Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru
untuk mengajar dan memotivasi murid untuk membawa mareka
ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4) Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur
dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang
direncanakan kurikulum tersebut.
b. Menurut Penulis komponen kurikulum itu meliputi:
1) Tujuan yang ingin dicapai meliputi: (a) tujuan akhir, (b) tujuan
umum, (c) tujuan khusus, (d) tujuan sementara. Di dalam
kurikulum berbasis kompetensi seorang pendidik harus pula
dapat merumuskan kompetensi yang ingin dicapai yaitu: (1)
kompetensi lulusan, (2) kompetensi lintas kurikulum, (3)
2) Isi kurikulum
Berupa materi pembelajaran yang diprogram untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi tersebut disusun
kedalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan
pula dalam satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran.
3) Media (sarana dan prasarana)
Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk
menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh
peserta didik. Media tersebut berupa benda (materi) dan bukan
benda (non materi).
4) Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik
mengajar yang digunakan. Dalam strategi termasuk juga
komponen penunjang lain seperti : (a) sistem administrasi, (b)
pelayanan BK, (c) remedial, (d) pengayaan, dsb.
5) Proses pembelajaran
Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan melalui proses
pembelajaran ini akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri
peserta didik sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan
kurikulum. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran dituntut
sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan
dan mendorong kreativitas peserta didik dengan panduan
pendidik.
6) Evaluasi
Dengan evaluasi (penilaian) dapat di ketahui cara pencapaian
tujuan.30 Evaluasi ditunjukan untuk menilai pencapaian tujuan
yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar
secara keseluruhan.
30
5. Fungsi-Fungsi Manajemen Kurikulum
Paradigma baru pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap
tatanan manajemen kurikulum, khususnya pada perecanaan kurikulum,
pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Secara garis besar
terdapat beberapa kegiatan berkenaan dengan fungsi manajemen
kurikulum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Perencanaan kurikulum
Perencanaan kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar
yang dimaksudkan untuk membina siswa ke arah perubahan
tingkah laku yang diinginkan dan penilaian hingga mana
perubahan-perubahan telah terjadi dapa diri siswa.
a. Fungsi perencanaan kurikulum
Pimpinan perlu menyusun rencana kurikulum secara cermat, teliti,
menyeluruh dan rinci, karena memiliki multi fungsi sebagai
berikut:
1. Perencanaan kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau alat
manajemen, yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber
peserta yang diperlukan, media penyampaiannya, tindakan
yang perlu dilakukan, sumber biaya, tenaga, sarana yang
diperlukan, sistem kontrol dan evaluasi, peran dan
unsur-unsur ketenagaan untuk mencapai tujuan manajemen
operasional.
2. Perencanaan kurikulum sebagai penggerak roda organisasi
untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat sesuai
dengan tujuan organisasi. Perencanaan kurikulum yang
matang besar sumbangannya terhadap pembuatan keputusan
oleh pimpinan, dan oleh karenanya perlu memuat informasi
kebijakan yang relevan, disamping seni kepemimpinan dan
3. Perencanaan kuruikulum berfungsi sebagai motivasi untuk
melaksanakan sistem pendidikan sehingga mencapai hasil
optimal.31
2. Pelaksanaan kurikulum
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkat yaitu
pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam
tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah, dan pada
tingkat kelas yang berperan adalah guru. Walaupun dibedakan
tugas kepala sekolah dengan guru dalam pelaksanaan kurikulum
serta diadakan perbedaan tingkat dalam pelaksanaan administrasi,
yaitu tingkat kelas dan tingkat sekolah, namun dalam pelaksanaan
administrasi kurikulum tersebut senantiasa bergandengan dan
bersama-sama bertanggungjawab melaksanakan proses
administrasi kurikulum.
a. Pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah
Pada tingkat ini kepala sekolah bertanggung jawab untuk
malaksanakan kurikulum di lingkungan sekolah yang
dipimpinnya. Kepala sekolah wajib melakukan
kegiatan-kegiatan yakni menyusun rencana tahunan, menyusun jadual
pelaksanaan kegiatan, memimpin rapat dan membuat notula
rapat, membuat statistik dan menyusun laporan.
Pada umumnya pimpinan harus memiliki sikap/tingkah laku
tertentu yang justru merupakan kelebihan dibandingkan dengan
bawahannya yang dipimpin sikap/tingkah laku tersebut antara lain:
1) Mampu mengelola sekolah, 2) Kemampuan profesional atau
keahlian dalam jabatannya, 3) Bersikap rendah hati dan sederhana,
4) Bsersikap menolong, 5) Sabar dan memiliki kestabialan emosi.
(6) Percaya diri, 7) Berfikir kritis.
31
b. Pelaksanaan kurikulum tingkat kelas
Pembagian tugas guru harus diatur secara administrasi untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan kurikulum di lingkungan
kelas. Pembagian tugas tersebut meliputi tiga jenis kegiatan
administrasi yaitu: 1) Pembagian tugas mengajar, 2)
Pembagian tugas pembinaan ekstra kurikulum, 3) Pembagian
tugas bimbingan belajar.
3. Penilain kurikulum
Sistem penialaian kurikulum adalah proses pembuatan
pertimbangan berdasarkan seperangakt kriteria yang disepakati dan
dapat dipertanggungjawabkan untuk membuat keputusan mengenai
kurikulum. Ada tiga faktor utama yang perlu diperhatikan
antaranya adalah:
1. Pertimbangan adalah pangkal pembuatan keputusan yang
menentukan hasil penilaian untuk ini dibutuhkan informasi
yang akurat, releven dan dapat dipercayai, sehingga
pertimbangan yang dilakukan dan keputusan yang
dihasilkan efektif.
2. Deskripsi objek penilaian adalah perubahan yang terjadi
sebagai produk suatu kurikulum pendidikan. Produk itu
perlu dirinci agar lebih jelas, dapat diamati dan terukur.
3. Kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai suatu objek, dalam
hal ini adalah kurikulum diklat tenaga program.
a. Fungsi penilaian kurikulum
1) Edukatif, untuk mengetahui kedayagunaan dan keberhasilan
kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan
latihan.
2) Intruksional, untuk mengetahui pendayagunaan dan
keterlaksanaan kurikulum dalam rangka pelaksanaan proses
3) Diagnosis, untuk memperoleh informasi masukan dalam
rangka perbikan kurikulum diklat.
4) Administratif, untuk memperoleh informasi masukan dalam
rangka pengelolaan program diklat.
Penilaian kurikulum diklat berdasarkan asas-asas sebagai
berikut: 1) Rasional, artinya berdasarkan pertimbangan yang
mendasarkan objektif, 2) Spesifikasi, artinya mengandung tujuan
yang jelas dan khusus, 3) Manfaat, artinya bermanfaat sesuai
dengan hakikat peserta yang mempelajari kurikulum tersebut, 4)
Efektivitas, artinya mengacu kepada ciri-ciri dan kondisi yang
perlu untuk menentukan dampak kurikulum, 5) Kondisi, artinya
persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan kurikulum, 6)
Praktis, artinya mengacu kepada faktor-faktor dasar yang
menunjang kurikulum, 7) Desiminasi, artinya berhubungan
dengan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
b. Tujuan penilaian kurikulum
Untuk memperoleh informasi yang akurat sebagai bahan
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang kurikulum
yang meliputi:
1) Keputusan tentang perencanaan kurikulum yang mengarah ke
pencapaian tujuan umum dan tujuan khusus.
2) Keputusan tentang komponen masukan kurikulum, seperti
ketenagaan, sarana prasarana, waktu dan biaya.
3) Keputusan tentang implementasi kurikulum yang
mengarahkan kegiatan-kegiatan pengajaran dan latihan.
4) Keputusan tentang produk kurikulum yang menyangkut efek
dan dampak program pendidikan.32
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, lebih banyak memfokuskan
diri kepada kegiatan akademik. Visi sekolah merupakan sebuah janji
sekolah kepada manyarakat yang harus dicapai melalui berbagai
32