• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen perubahan pondok pesantren: studi peran kepemimpinan dalam manajemen perubahan di pondok pesantren al-qur'an cijantung ciamis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen perubahan pondok pesantren: studi peran kepemimpinan dalam manajemen perubahan di pondok pesantren al-qur'an cijantung ciamis"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Saefulloh NIM 1111018200003

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Sebagaimana diketahui bahwa masih lambannya pondok pesantren menerima terhadap perubahan dan kurangnya kesadaran kepemimpinan pondok pesantren terhadap perubahan mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana upaya pondok pesantren melakukan perubahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen perubahan pondok pesantren khususnya peran kepemimpinan dalam manajemen perubahan pondok. Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif yang berarti suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada dengan menggunakan teknik pengambilan secara triangulasi yaitu instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri didukung dengan Observasi, wawancara, dan studi dokumen.

Berdasarkan analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini penulis mengamati manajemen perubahan yang terjadi di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis, yaitu 1) Berkaitan dengan manajemen perubahan pondok pesantren telah berjalan dengan baik dengan menggunakan pendekatatan eksplorasi, perencanaan, tindakan, dan integrasi. Dibuktikan dengan terjadi perubahan visi, logo, struktur organisasi, sistem kerja (manajemen pondok), sarana prasarana, kurikulum, dan SDM di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis. 2) Dari tiga kepemimpinan yang sudah terjadi, peran kepemimpinan dalam manajemen perubahan Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung yaitu sangat berperan. Dilihat dari peubahan yang terjadi pada masa kepemimpinan masing-masing. 3) Pendorong perubahan Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. 4) Terdapat dua faktor penghambat perubahan Pondok Pesantren

Al-Qur’an Cijantung yaitu faktor penolakan individual dan faktor penolakan dari

kelompok.

(8)

As we know that still slow islamic boarding schools accept the changes and lack of awareness of the boarding school leadership to changes prompted the authors to conduct research on how the effort islamic boarding schools to make changes. This study aims to determine how the change management boarding leadership role in change management cottage. This study was conducted in Islamic Boading School Al-Quran Cijantung Ciamis. The research method used is descriptive qualitative research method, which means a research method that is intended to describe the phenomena that exist using triangulation techniques are making it the main instrument of the researcher's own research is supported by observations, interviews and document study.

Based on the analysis of research data, it can be concluded that in this study the authors observed changes in the management of the Islamic Boarding school Al-Qur'an Cijantung Ciamis, namely 1) In connection with the change management boarding school has been running well by using approach exploration, planning, action, and integration. Evidenced by a change in vision, logo, organizational structure, work systems (management boarding shools), infrastructures, curriculum, and human resources in Islamic Boarding School Al-Qur’an Cijantung Ciamis. 2) Of the three leadership that has happened, the role of leadership in change management Islamic Boarding School Al-Quran Cijantung Ciamis is very instrumental. Judging from the amendment that occurred during the reign of each. 3) Drivers of change in Islamic Boading School Al-Quran Cijantung Ciamis influenced by two factors: external factors and internal factors. 4) There are two factors inhibiting change Pondok Pesantren Al-Quran Cijantung ie individual rejection factor and factor rejection of the group.

(9)

i

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr, Wb.

Setetes karya tersaji dengan judul “Manajemen Perubahan Pondok

Pesantren: Studi Peran Kepemimpinan Dalam Perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis” merupakan niat sahih untuk dapat menulis sekripsi penelitian ini. Skripsi penelitian ini dibuat dengan penuh kesadaran akan analisis sosial yang berkembang kian pesat menyerupai peradaban

cyber. Tak pelak bahwa situasi sosial dan ilmu pengetahuan yang multi dimensi banyak terpengaruh oleh jiwa yang lalai dan hati yang lusuh.

Pada penyusunan skripsi penelitian ini hanya satu rasa yang ada pada saat ini, yaitu syukur. Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat, taufik dan hidayahnya. Dia yang Menciptakan manusia dari segumpal darah, yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya, sampai kepada manusia mengetahui banyak hal atas kehendak-Nya. Kurang lebih itulah sebab utama saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini saya tidak akan bisa menyelesaikannya tanpa bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, saya ucapakan banyak terimakasih pada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Dr. Hasyim Asy’ari Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah

memberikan motivasi dan arahannya.

3. Takiddin, M.Pd Sekretaris Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah memberikan motivasi dan arahannya.

4. Drs. H. Masyhuri dan Dr. Jejen Musfah, MA yang telah membimbing penulisan skripsi ini.

5. Dr. Fauzan, MA selaku Penasehat Akademik yang selalu memberikan nasihat dalam bidang akademik.

(10)

ii

7. Seluruh dosen prodi Manajemen Pendidikan yang telah rela berbagi ilmu dan pengalamannya selama studi.

8. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis yang telah menerima dan mengizinkan peneliti melakukan penelitian.

9. Wanita shalihah yang selalu menemani dikala duka dan bahagia.

10.Kawan-kawan seperjuangan MP 2011 yang rela menjadi teman berdiskusi, curhat, dan memberikan bantuan moril/materil.

11.Kanda dan yunda yang selalu menanamkan kualitas insan cita.

Akhir kata, manusia tak luput dari kesalahan-kesalahan baik disengaja maupun tidak. Menyadari hal itu besar harapan saya kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat untuk kedepannya. Amiin

Wassalammualaikum Wr, Wb.

Jakarta, 8 Agustus 2015

(11)

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... .v

Daftar Gambar ... .vi

BAB I: PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... .4

C. Pembatasan Masalah ... .5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... .5

BAB II: KAJIAN TEORI ... 7

A. Manajemen Perubahan ... .7

1. Pengertian Manajemen ... .7

2. Pengertian Perubahan ... 10

3. Faktor-faktor Pendorong Perubahan ... .15

4. Faktor-faktor Penghambat Perubahan ... .17

B. Pondok Pesantren ... .18

1. Pengertian Pondok Pesantren ... .18

2. Tujuan Pondok Pesantren ... .18

3. Fungsi Pondok Pesantren ... .19

4. Manajemen Pondok Pesantren ... .20

5. Kepemimpinan Pondok Pesantren ... .22

6. Tradisi Pondok Pesantren ... .24

C. Hasil Penelitian Relevan ... .27

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... .31

A. Metode Penelitian... .31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... .31

C. Teknik Pengambilan Data ... .32

D. Teknik Analisis Data ... .34

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... .36

(12)

iv

B. Visi misi Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung ... .37

C. Peran Kepemimpinan Dalam Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis ... .38

1. Periode Kepemimpinan KH. Moch. Siradj (1935-1997) ... .38

2. Periode Kepemimpinan Drs. KH. Asep Saefulmillah (1997-2000) ... .39

3. Periode Kepemimpinan Kolektif Kolegial (2000-Sekarang) ... .42

D. Faktor-Faktor Pendorong Perubahan Pondok Pesantren... .65

E. Faktor-Faktor Penghambat Perubahan Pondok Pesantren ... .71

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... .75

A. Kesimpulan ... .75

B. Saran ... .75 Daftar Pustaka

(13)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Tabel Perbandingan Hasil Penelitian yang Relevan...28

Tabel 3.1: Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 32

Tabel 3.2: Kisi-kisi Wawancara...33

Tabel 4.1: Perubahan Visi Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis...45

(14)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1: Masjid Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung tahun 1935...38 Gambar 4.2: Perubahan Masjid Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung 1935 -2006 & -2006-sekarang...54

Gambar 4.3: Kelas MTs. Harapan Baru & MAN Cijantung Ciaamis tahun 1935-2000 & 1935-2000-sekarang...55

Gambar 4.4: Asrama Putera dan Asrama Puteri 1982-sekarang & 2005-sekarang...57

Gambar 4.5: Gedung Aula Serbaguna, Perpustakaan pesantren, dan Laboratorium Komputer 2007-sekarang ...60

Gambar 4.6: Poskestren dan Kopontren Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung 2002-sekarang...61

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Dalam pengelolaan tersebut manusia perlu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan di era sekarang begitu cepat dalam perkembangannya. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, masyarakat sekarang percaya bahwa pendidikan adalah modal utama untuk bertahan dan menjalani hidup sejahtera. Begitu juga masyarakat muslim Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan umat muslim perlu adanya pendidikan Islam.

Menurut Djumhur pendidikan Islam awalnya terdapat dua lembaga pendidikan yang memegang peranan penting pada penyebaran agama Islam di pulau Jawa, yakni langgar dan pesantren. Karena Islam berprinsip demokrasi, maka pelajarannya merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan tentang agama, bukan untuk memberikan pengetahuan umum.1

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan hasil masyarakat muslim Indonesia. Pondok pesantren merupakan lembaga yang diidolakan

oleh seluruh masyarakat muslim Indonesia, karena masyarakat muslim meyakini bahwa pondok pesantren akan membentuk generasi muslim yang

shalih dan meyakini dengan mempelajari ilmu agama di pesantren akan menghasilkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pendidikan pondok pesantren yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur utama yaitu: 1) Kiai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan 3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kiai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan tempat kerja keterampilan.

1

Djumhur & Danasaputra, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu Bandung, 1976), Cet-11, h. 111.

(16)

Merujuk dari UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pondok pesantren berada pada posisi yang istimewa. Namun, masyarakat muslim Indonesia belum menyadari posisi tersebut. Karena kelahiran undang-undang ini masih baru dibandingkan dengan munculnya pondok pesantren.

Keistimewaan tersebut seperti dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.

Keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang didirikan atas peran serta masyarakat, telah mendapatkan legitimasi dalam Undang-undang Sisdiknas. Ketentuan mengenai Hak dan Kewajiban Masyarakat pada Pasal 8 menegaskan bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan dalam Pasal 9 dijelaskan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Ketentuan ini berarti menjamin eksistensi dan keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan diakomodir dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dipertegas lagi oleh

(17)

Sesaui dengan tuntutan zaman, kemudian pondok pesantren mengalami perubahan-perubahan. Kita kenal dulu hanya ada pondok salafi yang hanya mengajarkan kitab-kitab kuning, kemudian muncul pesantren modern, dan pesantren yang mengkolaborasikan pesantren salafi dan modern (khalafi). Pondok pesantren sekarang bukan hanya mengajarkan ilmu keislaman tapi juga sudah mengkombinasikan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum dan teknologi. Dengan tujuan, para santrinya bisa bersaing di dunia kerja dan beradaptasi di era globalisasi.

Namun, selama ini terdapat berberapa pondok pesantren yang belum mengimplementasikan funsinya sesuai dengan yang tercantum dalam Sisdiknas. Hal tersebut mungkin terjadi karena masih adanya masalah yang sering dihadapi pondok pesantren, seperti dalam aspek manajemen yang kurang jelas, kepemimpinan yang terpusat pada kiai sehingga pengembangan pesantren terhambat, paradigma kiai yang tradisional sehingga ketakutan untuk melakukan perubahan, kepemilikan pesantren bersifat individual, pengembangan sarana prasarana terbatas, kenyamanan dan juga kurang memperhatikan psikologis santri, dan terfokus hanya membentuk keshalehan santri.

Kemudian pada saat ini ketertarikan masyarakat muslim Indonesia untuk menyekolahkan anak mereka di pesantren berkurang, dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang menyekolahkan anak mereka ke sekolah umum. Paradigma masyarakat sekarang sudah berubah menjadi realistis sesuai dengan tuntutan zaman. Masyarakat berfikir bahwa anaknya kalau di sekolahkan di sekolah umum akan dengan mudah mendapatkan pekerjaan sedangkan kalau di pesantren belum tentu mendapatkan pekerjaan yang layak.

(18)

lambatnya menerima perubahan, pembagian kerja belum sesuai dengan kompetensinya, dalam pengambilan keputusan sering terjadi konflik internal, kurikulum pondok masih kalsik, dan pelibatan pihak luar masih kurang dalam pengelolaan pondok. Sehingga ketertarikan masyarakat terhadap pondok pesantren berkurang.

Dari hasil observasi pendahuluan penulis, penulis melihat adanya upaya dari Pondok Pesantren Al-Qura’an Cijantung Ciamis yang dilakukan untuk bisa survive ditengah kompetisi lembaga-lembaga pendidikan umum yang diminati masyarakat. Sehingga Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung menyiapkan strategi-strategi untuk bisa bersaing dengan lembaga pendidikan lain yaitu dengan melakukan perubahan. Dalam perkembangannya Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung mengalami perubahan baik dari segi fisik atau non fisik. Namun dari perubahan tersebut, masih banyak permasalahan-peramasalahan yang terjadi sehingga pencapaian tujuan pondok belum maksimal.

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Manajemen Perubahan Pondok Pesantren: Studi Peran Kepemimpinan Dalam Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Lambatnya penerimaan perubahan di pondok pesantren.

2. Kurangnya kesadaran kepemimpinan pondok pesantren terhadap perubahan.

3. Belum terwujudnya sitem pergantian pimpinan pondok pesantren secara demokratis.

(19)

5. Sistem pembelajaran belum bersifat kurikuler (kurikulum pondok pesantren masih klasik).

6. Kurang efektifnya pencapaian tujuan pondok pesantren sebagai pencetak para ulama.

7. Belum terstrukturnya proses kegiatan pembelajaran di pondok pesantren.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, diketahui

banyak masalah terkait. Namun mengingat keterbatassan peneliti pada waktu, biaya, tenaga dan sebagainya, maka penulis membatasi masalah pada kajian tentang peran kepemimpinan pondok dalam manajemen perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan di atas maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana manajemen perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis?

2. Bagaimana peran kepemimpinan pondok dalam manajemen perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis?

3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat manajemen perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui bagaimana peran pimpinan pondok dalam manajemen perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis.

(20)

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk memperkaya teori perubahan dalam konsep manajemen dan menambah studi mengenai manajemen di pondok pesantren.

b. Sebagai pedoman pondok pesantren dalam melakukan manajemen perubahan untuk meningkatkan kualitas pondok pesantren.

c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar studi perbandingan bagi penelitian lain yang sejenis.

d. Menambah masukan dan pengalaman penulis dalam

(21)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Manajemen Perubahan 1. Pengertian Manajemen

Secara etimologis, manjemen berasala dari bahasa inggris “to

manage” yang berarti mengatur, mengurus, atau mengelola. Ada juga yang mengatakan kata manajemen berasala dari bahasa Italia “manegg

(iare)” yang bersumber dari perkataan latin “manus” yang berarti

“tangan”. Secara harfiah maneg (iare) berarti menangani atau melatih kuda, sementara secara maknawiah berarti memimpin, membimbing atau mengatur.2

Kata manajemen juga bersal dari kata dabbara (mengatur) sesuai dengan firman Allah SWT surat As-Sajadah: 5 berbunyi: “Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang lamanya adalah ribuan tahun

menurut perhitunganmu”.

Menurut Glosarium Prenitce Hall untuk manajemen dan pemasaran, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian pekerjaan anggota organisasi untuk

mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.3

Adapun pengertian manajemen menurut ahli dari dunia barat

seperti menurut George R. Terry yaitu manajemen merupakan sebuah

proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan,

pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan, yang dilakukan untuk

menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan

melalui pemanfaaatan sumber daya manusia dan sumber daya lain.4

2

Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogja: Ar-Ruzz Media, 2009), h. 16.

3

Benyamin Molan, Glosarium Prenitce Hall untuk manajemen dan pemasaran, (Jakarta: PT Prehallindo, 2002), h. 92.

4

Mulyono. loc. cit.

(22)

Jadi manajemen adalah kegiatan perencanaan, pembagian tugas,

pengorganisasian, dan pengawasan yang dilakukan oleh seorang

pemimpin untuk mencapai tujuan sebuah organisasi.

Manajemen memiliki unsur-unsur di dalamnya yaitu manusia, sebagai orang yang mengelola pekerjaan organisasi. Mesin, sebagai alat untuk memudahkan pekerjaan organisasi. Uang, sebagai modal untuk melakukan pekerjaan organisasi. Metode, sebagai pedoman dalam melakukan pekerjaan organisasi. Barang, sebagai bahan baku

untuk melakukan pekerjaan organisasi.

Dari unsur-unsur tersebut dalam mencapai tujuan organisasi maka di perlukan manajemen (perencanaan, pengorganisasian, tindakan, dan pengawasan) sehingga tujuan tercapai secara efektif dan efisien.

Pada dasarnya manajemen terdapat peroses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakkan (actuating), dan pengawasan (controlling) dalam mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut sesuai dengan proses yanga ada dalam pelaksanaan kegiatan manajemen organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Perencanaan (planning) menyebabkan dipilihnya arah tindakan (rencana-rencana) yang mengarahkan sumber-sumber daya manusia serta alam sesuatu organisasi untuk masa yang akan datang. Rencana-rencana tersebut, memberikan petunjuk batas-batas seseorang dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan aktivitas yang dirancangkan.5

Perencanaan merupakan hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan oraganisasi. Hal tersebut, menentukan tercapai atau

tidaknya tujuan sebuah organisasi. Dalam perencanaan terdapat alternatif-alternatif tindakan yang dilakukan setelah mempelajari kondisi yang pernah dihadapi sebelumnya agar arah yang diputuskan tepat pada sasaran.

5

(23)

Pengorganisasian (organizing) mengkombinasikan berbagai sumber daya manusia dan alam menjadi suatu keseluruhan yang berarti. Dalam pengorganisasi adanya pembagian tugas di masing-masing komponen sehingga membuat semua komponen organisasi bekerja secara sitematis.6 Semua kegiatan yang berbeda dari tiap-tiap komponen akan menentukan gerakan secara kolektif dengan langkah yang sama dalam mencapai satu tujuan organisasi.

Penggerakkan (actuating) mencakup motivasi, kepemimpinan, komunikasi, pelatihan, dan bentuk-bentuk pengaruh pribadi lainnya. Fungsi tersebut juga dianggap sebagai tindakan menginisiasi dan mengarahkan pekerjaan yang perlu dilakukan di dalam sebuah organisasi.7

Sehingga dalam penggerakan terdapat kaitan antara fungsi-fungsi manajemen lainnya mulai dari perencanaan-pengorganisasi dan pengawasan yang menentukan tujuan organisatoris tercapai sesuai yang diinginkan. Adanya penggerakan tersebut pun tidak terlepas dari kepekaan seorang manajer diorganisasi.

Pengawasan (controlling) meliputi tindakan mengecek dan membandingkan hasil yang dicapai dengan standar-standar yang telah dibuat.8 Dalam pengawasan apabila adanya sebuah kejanggalan dalam pelaksanaan proses. Maka adanya tindakan korektif untuk bahan perbaikan proses selanjutnya.

Jadi, fungsi-fungsi manajemen apabila di implementasikan dengan baik dalam kegiatan-kegiatan organisasi dari mulai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Akan berfungsi sebagai landasan dalam pengelolaan kegiatan organisasi dengan

efektif.

6

Ibid,.

7

Ibid, h. 8.

8

(24)

2. Pengertian Perubahan

Menurut Winardi perubahan adalah beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition).9 Perubahan dari segi waktu ada yang bersifat evolusi dan revolusi. Kemudian perubahan bisa dilihat dari bentuk, sikap, pemikiran, dan bahkan keterampilan.

Dengan demikian, dapat didefinisikan manajemen perubahan adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan,

sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk memengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dari dampak proses tersebut.10 Adapun manajemen perubahan menurut peneliti adalah suatu proses secara sistematis yang dilakukan oleh agen perubahan organisasi dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumberdaya untuk merubah ketermapilan, sikap orang yang akan terkena dampak proses tersebut.

Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan kesehatan adalah peningkatan kesadaran pasen akan pelayanan yang berkualitas.

Perubahan adalah sebuah kepastian yang akan terjadi pada semua elemen kehidupan. Perubahan juga telah dijelaskan sesuai dengan penjelasan dalam potongan QS. Ar-Ra’d ayat 11:

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan”. Dalam artian lebih jelas dijelaskan dalam tafsir Jalalain “Tuhan tidak akan merobah keadaan

9

Winardi, Manajemen Perubahan (Management of Change), (Jakarta: Kencana, 2008), Cet-3, h, 1.

10

(25)

mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka”.

Dalam proses perubahan kita mengenal, sebuah istilah penting yakni seorang agen perubahan (a change agent). Seorang agen perubahan yaitu seorang atau kelompok yang bertanggung jawab untuk mengubah pola prilaku yang ada pada orang tertentu atau sistem sosial tertentu. Dalam hal berbicara tentang perubahan, perlu kita bedakan konsep perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak

direncanakan.11

Perubahan yang tidak direncakan yaitu terjadi secara spontan sehingga perubahannya pun tidak dapat diprediksi dan bersifat merusak (disrutif). Kemudian perubahan yang direncakan merupakan reaksi langsung terhadap persepsi seseorang tentang adanya suatu celah kinerja yang harus disesuaikan.

Dalam melakukan perubahan terencana perlu dilakukan empat fase tindakan, yaitu sebagai berikut:

1) Fase eksplorasi

Dalam tahap ini organisasi menggali dan memutuskan apakah ingin membuat perubahan secara spesifik dalam operasi, dan jika demikian, harus mempunyai komitmen terhadap sumber daya untuk merencanakan perubahan.

2) Fase perencanaan

Proses perubahan menyangkut pengumpulan informasi dengan maksud menciptakan diagnosis yang tepat tentang masalahnya, menciptakan tujuan perubahan dan mendesain tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.

3) Fase tindakan

Pada tahap ini organisasi mengimplementasi perubahan yang ditarik dari perencanaan. Proses perubahan menyangkut desain

11

(26)

untuk menggerakan organisasi dari current state (keadaan sekarang) ke future state (keadaan yang akan datang) yang diharapkan, dan termasuk menciptkan pengaturan yang tepat untuk mengelola proses perubahan, mendapat dukungan untuk dilakukan dan evaluasi kegiatan sehingga penyesuaian dan perbaikan dapat dilakukan.

4) Fase integrasi

Tahap ini dimulai begitu perubahan telah dengan sukses

diimplementasikan. Hal ini berkaitan dengan mengonsolidasi dan menstabilisasi perubahan sehingga keadaan normal kembali dengan menerapkan budaya baru.12

Dilihat dari subtansi perubahan dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

1. Perubahan Struktural

Struktur adalah bagian penting dalam sebuah organisasi. Organisasi akan berjalan bagaimana struktur yang dibuatnya. Karena organisasi di dalamnya terdapat banyak orang yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga dalam mencapai tujuan tersebut dapat tercapai dengan efektif dan efesien diperlukan struktur organisasi.

Struktur organisasi didefinisikan sebagai tugas-tugas yang secara formal dibagi-bagi, dikelompokan, dan dikordinasi. Agen perubahan dapat mengubah satu atau lebih desain suatu organisasi. Misalnya, tanggung Jawab departemen dapat digabung, lapisan vertikal dihilangkan, dan rentan kendali dilebarkan untuk membuat organisasi lebih datar dan kurang birokratis. Lebih banyak aturan dan prosedur dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pambakuan (standarisasi). Suatu peningkatan desentralisasi dapat dilkukan untuk mempercepat pengambilan keputusan.13

Dalam hal ini, bisa disebut juga bentuk perubahan restrukturisasi. Perubahan dengan cara mengurangi atau

12

Maisah, Manajemen Pendidikan, (Ciputat: Referensi, 2013), h. 118.

13

(27)

meniadakan divisi bagian atau herarkhi atau mengurangi anggota untuk menekan biaya operasi.

Mengubah struktur yaitu perubahan yang mencakup hubungan wewenang, mekanisme koordinasi, rentang kendali, rancang ulang pekerjaan dan hierarki.

2. Perubahan Teknologi

Kita ketahuai dalam manajemen terdapat empat gabungan unsur yang saling berkaitan diantaranya orang, metode,

mesin/teknologi, dan modal. Dalam memanajemn organisasi sudah tentu seorang manajer/agen perubahan akan berinteraksi langsung dengan unsur-unsur tersebut.

Kebanyakan dari studi yang dini dalam menajemen dan prilaku organisasi menangani upaya-upaya yang diarahkan pada perubahan teknologi. Pada abad ke-19 sampai dengan ke-20, misalnya, manajemen ilmiah mengupayakan pelaksanaan perubahan yang didasarkan pada studi waktu dan gerakan yang akan meningkatkan efesiensi produksi.14

Maka, perubahan teknologi yaitu perubahan yang menyangkut antara lain studi waktu dan gerak untuk meningkatkan efesiensi penggunaan peralatan atau metode baru, otomatisasi, dan komputerisasi.

3. Perubahan Penataan Fisik

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dari unsur manajemen adanya peruban pada teknologi. Teknologi disini harus difahami secara luas mungkin bisa disebut dengan sarana prasarana. Penataan fisik ini akan menunjang akan kinerja dari para karyawan

dan berjalannya sebuah organisasi.

Dalam penataan fisik ini yang berkaitan dengan sarana dan prasrana harus mempertimbangkan tuntutan kerja, persyaratan interaksi formal, dan kebutuhan sosial ketika mengambil keputusan

14

(28)

mengenai konfigurasi ruang, desain interior, penempatan peralatan, dan yang serupa.15

Penataan fisik ini tidak akan sendirinya memberikan dampak besar pada kinerja individu dan organisasi apabila tidak dilakukan perubahan pula pada perilaku sumber daya manusianya.

Jadi, prubahan penataan fisik yaitu perubahan yang menyangkut tata letak ruang kerja, kuantitas dan tipe lampu penerangan, tingkat kebisingan, kebersihan area kerja, desain

interior seperti dekorasi dan tata warna ruangan. 4. Perubahan Orang-orang

Sejalan dengan perubahan struktural, teknologi, dan penataan fisik, perubahan yang paling inti adalah membantu individu dan kelompok dalam organisasi untuk bekerja sama secara lebih efektif. Orang-orang yang ada dalam organisasi itulah yang akan menggerakan, menjadikan dan mengarahkan pada tujuan organisasi.

Namun harus kita sadari juga, setiap orang memiliki pola fikir yang berbeda. Perbedaan tersebut bisa diakibtakan oleh nilai dan keyakinan yang sudah tertanam pada diri, pengalaman, pendidikan yang salah, dan kepribadian. Sehingga dalam penerapan peruabahan seringkali banyak penolakan.

Ada enam cara penanggulangan penolakan terhadap perubahan, yaitu 1) Pendidikan dan komunikasi, 2) Partisipasi dan keterlibatan, 3) Kemudahan dan dukungan, 4) Negosiasi dan persetujuan, 5) Manipulasi dan bekerja sama, 6) Paksaan eksplisit dan implisit.16

Maka, perubahan orang-orang/ sumber daya manusia yaitu perubahan yang diarahkan untuk modifikasi terhadap sikap,

15

Ibid, h. 404.

16

(29)

prilaku, keahlian, yang diusahakan melalui training dan prosedur seleksi.17

Menurut Kurt Lewin seoarang ahli psikologi sosial berkaitan dengan perubahan organisasi terdapat tiga tahapan proses yaitu pencairan (unfreezing), perubahan (changing), dan pembekuan (refreezing). Tiga tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

Pencairan fokus dari tahapan ini, yaitu menciptakan motivasi untuk berubah. Dalam melakukannya, para individu dimotivasi untuk

mengubah perilaku dan sikap lama sesuai yang diharapkan oleh pengurus organisasi. Para pengurus mempengaruhi anggota organisasi dengan membuktikan data-data pasti berdasarkan level efektivitas, efesiensi, dan kepuasan konsumen sehingga perlunya perubahan.18

Perubahan merupakan tahapan dimana peruabahan organisasi terjadi. Perubahan ini dilakukan untuk meningkatkan beberapa proses, prosedur, hasil, dan layanan sesuai keinginan pengurus organisasi. perubahan ini disesuaikan dengan hal-hal yang mendorong akan perubahan tersebut.19 Sehingga perubahan akan tercapai secara efektif.

Pembekuan tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendukung dan memperkuat perubahan. Perubahan didukung dengan membantu anggota organisasi untuk mengintegrasikan perilaku yang diubah ke dalam kebiasaan dalam melaksanakan sesuatu atau tugas.20 Sehingga kebiasaan tersebut menjadi sebuah budaya organisasi baru dalam mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan kajian teori yang duraikan fokus teori yang digunakan yaitu pada kajian manajemen kepememimpinan dalam perubahan, sehingga penelitian dapat didukung dengan teori ini.

17

Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Modul Manajemen Perubahan dan Manajemen Konflik, (Jakarta: Depag, 2007), h. 28.

18

Robert Kreitner & Angelo Kinicki, Perilaku Organisasi Terj. dari Organizational Behavior oleh Biro Bahasa Alkemis, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), Cet. 9, h. 274.

19

Ibid, h. 275.

20

(30)

B. Faktor-faktor Pendorong Perubahan

Terdapat dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan organisasi yaitu sebagai berikut:

1. Fator Eksternal

Semua organisasi menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah. Lingkungan eksternal organisasi cenderung merupakan kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan. Di sisi lain, bagi organisasi secara internal merasakan adanya kebutuhan akan

perubahan.21

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan dari eksternal organisasi antara lain politik, sosial, ekonomi, agama, pendidiakan, teknologi, ilmu pengetahuan, ideology, pertahanan dan keamanan, serta kompetisi global.22

Terdapat empat faktor yang menjadi pendorong bagi kebutuhan akan perubahan menurut Kreitner dan Kinicki, yaitu sebagai berikut: a. Kemajuan Teknologi Terus Meningkat

Sebagai akibat perubahan teknologi yang terus meningkat, penyusutan teknologi menjadi semakin meningkat pula. Organisasi tidak dapat mengabaikan perkembanagan yang menguntungkan pesaingnya. Perkembangan baru akan meningkatkan perubahan keterampilan, pekerjaan, struktur, dan seringkali juga buadaya. Dengan demikian sumber daya manusia harus selalu mengikuti perkembangan teknologi supaya tidak ketinggalan.

b. Perubahan Pasar

Organisasi harus belajar bagaiamana menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan organisasi lain supaya tetap

survive dalam dunia luas. c. Tekanan Sosial dan Politik

21

Wibowo, Op. Cit., h. 81.

22

(31)

Tekanan sosial dan politik terjadi karena adanya perang, adanya nilai-nilai yang harus dipertahankan, maupun tipologi kepemimpinan. Setidaknya organisasi harus mampu beradaptasi dalam kondisi tertentu.

d. Demografis Negara Berubah

Dengan keberagaman unsure demografis yang berubah maka organisasi perlu mengelola keberagaman secara efektif untuk mendapatkan kontribusi dan komitmen maksimum dari

anggotanya.23 2. Faktor internal

Perubahan juga datang karena didorong faktor internal. Seperti kegiatan pegawai, perubahan visi dan misi, tujuan, perubahan prosedur dan tata kerja, maupun perubahan strategi dan kebijakan pimpinan.24 Faktor internal akan berubah ketika ada perubahan dari faktor eksternal.

C. Faktor-faktor Penghambat Perubahan

Adapun faktor yang menghambat dalam melakukan peruabahan. Menurut P. Robbins penghambat perubahan berasal dari dua faktor, yaitu faktor penolakan individual dan faktor penolakan dari kelompok/organisasi.

Faktor penolakan individual terhadap perubahan disebabkan adanya kebiasaan, kepastian, faktor-faktor ekonomi, persaan takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui, dan pemerosesan informasi secara selektif.25 Faktor-faktor ini cenderung susah untuk diprediksi oleh agen perubahan.

Faktor penolakan kelompok/organisasi terhadap perubahan ini bersifat konservatif karena mereka secara aktif menentang perubahan. Ada enam faktor penyebab timbulnya penolakan dari kelompok, yaitu inertia

structural, fokus perubahan yang terbatas, inertia kelompok, ancaman bagi

23

Wibowo, Op. Cit., h. 86.

24

Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Op. Cit., h. 24.

25

(32)

ekspertis, ancaman hubungan-hubungan kekuasaan yang sudah mapan, ancaman terhadap alokasi sumber-sumber daya yang berlaku.26

Dalam melakukan perubahan perlunya sebuah analisis terhadap faktor-faktor yang mendorong dan menghambat akan perubahan tersebut. Jadi untuk melakukan perubahan yang baik harus adanya modal dari analisis tersebut.

D. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Istilah Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau.27

Secara terminologi, K.H. Imam Zarkasih mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kiai sebagai figure sentral, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran Islam di bawah bimbingan kiai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.28

Dengan demikian pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai kekhasan tersendiri, di mana kiai sebagai figure pemimpin, santri sebagai obyek yang dikasih ilmu agama, dan asrama sebagai tempat tinggal para santri.

2. Tujuan Pondok Pesantren

Menurut M. Arifin bahwa tujuan didirikannnya pendidikan

pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:

26

Ibid.

27

Kementerian Agama RI, Analisis Pendidikan Islam; Analisis Dan Interpretasi Data Pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah, Dan TPQ Tahun Ajaran 2011-2012, h. 68.

28

(33)

a. Tujuan Khusus

Yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang „alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.

b. Tujuan Umum

Yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui

ilmu dan amalnya.

Tujuan pondok pesantren pada walnya hanya berfungsi sebagai alat Islamisasi sekaligus memadukan tiga unsure pendidikan yakni: ibadah untuk menanamkan iman, tablig untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan masyarakat sehari-hari.29

Adapun tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, menyebarkan agama atau menegakan agama Islam dan kejayaan umat Islam di tengah masyarakat (izzul Islam wal muslim), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.30

Kebutuhan-kebutuhan akan perubahan pesantren adalah bukti bahwa pondok pesantren mempunyai gagasan besar untuk mengembangkan dirinya sebagai sebuah subsistem pendidikan dan sistem pendidikan nasional.31 Jadi pondok pesantren harus memiliki indikator yang jelas untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

3. Fungsi Pondok Pesantren

Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis,

berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat

29

Ibid., h. 76.

30

Sulthon & Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), h. 92.

31

(34)

global. Pada awalnya lembaga trdisional ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Azyumardi Azra menyebut ada tiga fungsi utama pesantren, yaitu 1) transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam, 2) pemeliharaan tradisi Islam, dan 3) reproduksi ulama.32

Dalam perjalanannya hingga skarang pesantren sudah menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah umum, madrasah, dan perguruan tinggi. Disamping itu, pesantrenn juga

menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah diniyahn yang mengajarkan bidang ilmu-ilmu agama saja. Pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial dengan melayani semua lapisan masyarakat muslim tanpa membedakan sosial ekonomi mereka.33

Fungsi dan peran pesantren dalam kaitan dengan arus perubahan adalah memproyeksikan nilai-nilai transendental dalam dataran praksis sebagai nilai yang hidup dan dipraktikkan melalui proses pembinaan yang dilakukan secara sistematis dan simultan.34

Pondok pesantren memiliki fungsi yang sesuai dengan fungsi pendidikan nasional sebagai pencetak generasi bangsa yang intelek yang dilandasi nilai-nilai keIslaman dan integritas. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berperan terhadap perubahan dan pembangunan nasional.

4. Manajemen Pondok Pesantren

Manajemen pondok pesantren adalah kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengontrol komponen-komponen yang tersedia di pesantren untuk mencapai tujuan pondok

pesantren secara efektif dan efisien.

Secara umum pondok pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pesantren salafiyah dan pesantren khalafiyah. Pesantren salafiyah

32

Ibid., h. 90.

33

Ibid.

34

(35)

sering disebut sebagai pesantren tradisional atau konvensional, sedangkan pesantren khalafiyah disebut pesantren modern atau kontemporer.35

Implementasi manajemen pada pondok pesantren salafiyah (tradisional) cenderung terfokus pada gaya kepemimpinan kiai yang sentaristik, manjemen pembinaan lingkungan, manajemen keuangan, dan manajemen sarana prasarana. Kegiatan manajemen tersebut pun masih tergantung pada dinamika sosial budaya pesantren.36

Manajemen tersebut, kegiatannya masih terpusat pada keputusan kiai sehingga dalam pelaksanaannya terlihat kaku serta masih kuat keyakinannya terhadap sosok kiai bukan melihat pada sistem yang dibangun dan terlihat pondok pesatren sangat tertutup.

Kemudian untuk implementasi manajemen pada pondok khalafiyah (modern), sejalan dengan berkembangnya penyelenggaraan pendidikan formal di pondok pesantren terdapat beberapa pondok pesantren yang mengalami perkembangan dalam implementasi manajemen, organisasi, dan administrasi pengelolaan keuangan.37 Pondok pesantren yang sudah menerapkan manajemen dalam pencapai tujuan pondok pesantren lebih efektif dan efisien. Begitu juga dalam sistem kerja, adanya pendelegasian kewenangan, serta pembuatan kebijakan dilakukan secara demokratis sehingga sistem yang diterapkan lebih terlihat lebih teratur dan sistematis.

Manajemen yang di terapkan oleh pesantren Gontor Jawa Timur contohnya. Pesantren tersebut dalam pengelolaan komponen-komponen pesantren begitu terbuka, bukan hanya pimpinan pesantren yang menjadi landasan pelaksanaan kegiatan pesantren tetapi juga

menghargai sistem yang dibangun secara demokratis. Pesantren

35

Mundzier, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Prilaku Keagamaan Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), h. 86.

36

Misdah, Manajemen Pondok Pesantren: Studi Perbandingan Tiga Pondok Pesantren Di Kalimantan Barat, 2014, h. 453 (http://educ.utm.my/wp-content/uploads).

37

(36)

Gontor ini bahkan menerapkan sistem sendiri sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan di Indonesia sehingga dapat memproduksi santri yang berkualitas.38

5. Kepemimpinan Pondok Pesantren

Kepemimpinan merupakan instrumen penggerak organisasi yang akan mengarahkan organisasi kepada tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan ruh yang menjadi pusat sumber gerak organisasi. Dalam memahami Kepemimpinan dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang baik dari dari sudut pandang tugas, peran dan tanggung jawabnya, hal tersebut akan difahami tergantung kepada bentuk latar organisasi tersebut.

Kepemimpinan adalah Usaha yang positif untuk mempengaruhi/mengerahkan orang lain untuk tetap atau lebih bersemangat melakukan tugas atau mengubah tingkahlaku mereka untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.39

Berkaitan dengan kepemimpinan pondok pesantren sudah tentu terfokus kepada seorang kiai. Secara umum, format kepemimpinannya sangat fleksibel; tergantung kepada kapasitas dan kapabilitas kiai atau pengasuhnya. Sebagai lembaga pendidikan produksi masyarakat maka kepemimpinan pondok harus mampu membaur dengan seluruh komponen pondok pesantren sehingga tujuan pesantren dapat dicapai melalui pelibatan masyarakat.

Tatapan dari luar bahwa pondok pesantren lekat dengan figur kiai. Kiai dalam pesantren merupakan figur sentral, otoritatif, dan pusat seluruh kebijakan dan perubahan. Hal ini erat kaitannya dengan dua faktor berikut. Pertama, kepemimpinan yang sentralisasi pada individu yang bersandar pada kharisma serta hubungan yang bersifat paternalistik. Kebanyakan pesantren menganut pola mono-manajemen dan mono-administrasi sehingga

38

Zarkasyi, Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok Modern Gontor, (Ponorogo: Trimurti Press), 2005, Cet-2, h. 42.

39

(37)

tidak ada delegasi kewenangan ke unit-unit kerja yang ada dalam organisasi. Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual bukan komunal.40

Sesuai dengan berbagai sumber, terdapat dua model kepemimpinan di pesantren yaitu kepemimpinan individual dan kepemimpinan kolektif.

a. Kepemimpinan Individual

Kiai dalam memipin pesantren secara individual yang merupakan pendiri pesantren sudah otomatis memegang peranan penting pada

keberlangsungan hidup pesantren. Semua kegiatan yang berada di pesantren seakan-akan menunggu keputusan dari sang kiai. Tidak adanya pendelegasian wewenang, walaupun ada pergantian pimpinan pesantren pemilihaannya itu sudah mutlak menjadi hak keturunannya.

Peran yang begitu sentral yang dilaksanakan oleh kiai seorang diri menjadikan pesantren sulit berkembang. Perkembangan atau besar-tidaknya pesantren semacam ini sangat ditentukan oleh kekarismaan kiai pengasuh. Dengan kata lain, semakin karismatik kiai (pengasuh), semakin banyak masyarakat yang akan berduyun-duyun untuk belajar bahkan hanya untuk mencari barakah dari kiai tersebut dan pesantren tersebut akan lebih besar dan berkembang pesat.41

Sifat karismatik seorang kiai otomatis akan mempengaruhi semua orang yang ada di pesantren menjadi sangat percaya pada kiai. Bahkan

sampai ada masyarakat yang ingin mendapat barakah dari seorang kiai, mereka percaya begitu sucinya seorang kiai.

Terdapat kelemahan pada model kepemimpinan individual ini diataranya ketika kiai pesantren tidak menunjukan kualitas keilmuan pribadnya otomatis akan adanya penurunan kepercayaan dari masyarakat, terjunnya kiai di dunia politik akan mengakibatkan ketidak fokusan seorang kiai dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin pesantren, dan apabila kiai ini meninggal serta tidak mempunyai keturunan, tidak adanya sodara dari keluarga yang

40

Sulthon & Khusnurdilo. loc. cit.

41

(38)

mempunyai karisma dan memiliki kualitas ilmu keagamaan yang tinggi maka pesantren ini akan mengalami kemunduran bahkan tidak hidup lagi.

b. Kepemimpinan Kolektif

Perspektif kepemimpinan kolektif di pesantren adalah kepemimpinan bersama para masyâyîkh (dewan kiai) dari garis kekerabatan (kinship) dalam suatu organisasi kekiaian di pesantren. Kepemimpinan kolektif ini mendukung terhadap teori kepemimpinan

yang relevan di masa modern ini.42

Kepemipinan ini, adanya sebuah kerjasama antara dewan kiai yang terbuka. Adanya pembagian tugas di masing-masing, hal ini sering disebut juga Yayasan. Pengelolaan pesantren dalam pelaksanaan kegiatannya tidak hanya menunggu satu intruksi tapi adanya musyawarah dalam pembuatan keputusan sehingga mewadahi semua aspirasi semua komponen pesantren.

Dengan kapasitasnya, kiai mampu menawarkan agenda perubahan yang dianggapnya sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat yang dipimpinnya. Perkembangan peran sosial kiai dalam konteks pesantren secara kualitatif saat ini, merupakan bagian tradisi, budaya, dan perilaku para pemimpinnya untuk mempertahankan hak hidup kumunitasnya yang ditempa dengan spirit keagamaan yang dahsyat.43 Hal ini akan mendukung keberlangsungan hidup pesantren sehingga pesantren bisa survive di era modern ini.

6. Tradisi Pondok Pesantren

Tradisi kita kenal yaitu suatu adat kebiasaan yang masih kental yang mempunyai nilai tinggi dan dilakukan secara turun temurun.

Kaitan dengan taradisi pesantren bisa diartikan adat kebiasaan yang masih kental dan dilkaukan secara turun temurun yang terjadi di pesantren.

42

Atiqullah, Varian Kepemimpinan Kolektif Pondok Pesantren Di Jawa Timur, vol. 20, 2012, h. 25, (http://idci.dikti.go.id/pdf).

43

(39)

Berkaitan dengan tradisi pesantren sebenarnya masing-masing pesantren memiliki ciri khas yang berbeda, namu secara umum bisa dilihat dari beberapa aspek tradisi yang sering dilakukan sebagian besar pesantren seperti sistem transfer keilmuan, sumber belajar santri (kitab kuning), pimpinan pesantren (kiai), kebiasaan aktifitas santri, pondok sebagai tempat mukim santri, dan masjid sebagai tempat sentral kegiatan pesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofier karakteristik tradisi pesatren hubungannya sangat kental dengan elemen-elemen

pesantren, karakteristik tradisi pesantren secara konvensional yaitu pondok, masjid, pengajian kitab kuning, santri dan kiai.44

Taradisi pesantren kaitannya lebih kental dengan sistem transfer keilmuan atau “Transfer of knowledge” yaitu transfer ilmu dari kitab-kitab kuning. Kegiatan belajar yang dilaksanakan di pesantren itu hanya dilakukan tiga kali yaitu ba’da subuh, ba’da magrib dan ba’da isya. Kepada santri-santri yang telah dipandang tinggi tingkatan pelajarannya diberikan pelajaran dari berbagai kitab dengan sistim klasikal. Kitab-kitab yang dipelajari yaitu usuluddin, usul fiqh, fiqh dan ilmu bahasa arab.45

Pesantren sebagai pencetak para ulama dimana para ulama yang harus bisa mendakwahkannya kepada masyarakat sebagai bentuk misi penyaiaran agama Islam. Maka dari itu, dalam transfer keilmuan di pesantren yang menjadi tradisi sampai sekarang yaitu sorogan, bandongan, bahtsul masail.

Sorogan yaitu sorogan yakni suatu sistem pengajaran dengan cara santri mengajukan diri kepada guru dengan membacakan kitab yang ia maknai, dengan tujuan mentashehkan bacaannya. Bandongan yakni suatu sistem pengajaran dengan cara para santri mengelilingi guru mendengarkan bacaan kitab dan keterangan guru. Musyawarah/diskusi yakni suatu sistem pengajaran dengan cara mendiskusisan materi pelajaran yang akan atau sudah

44

Zamakshsyari Dhofier,Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 2011),h. 44-45.

45

(40)

diberikan oleh sang guru, dengan cara berkelompok. Kemudian sistem ini oleh pondok pesantren lebih dikenal Bahtsul Masail.46

Kemudian, kiai sebagai tokoh sentral di pesantren hampir semua

pengelolaan pesantren tergantung keputusannya. Penentuan tujuan dan kegiatan yang harus dilakukan sesuai keinginan kiai. Bisanya dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pembagian tugasnya lebih kepada keluarga dan dibantu santri-santri senior. Pola manajemen ini dikenal dengan manajemen kekeluaragaan.47 Dilihat dari tradisi pola pemilihan pimpinan pesantren yaitu dilakukan secara tertutup, sistem yang dianut keturunan (bagi yang keturunnya perempuan adanya penjodohan pernikahan), pengangkatan secara sepihak, dan waktu lamanya menjabat tidak pasti.

Elemen lain yang berkaitan dengan tradisi pesantren yaitu pondok merupakan tempat tinggal para santri ketika sedang mencari ilmu agama di pesantren. Besar kecilnya pondok tergantung jumlah santrinya, dikatakan pondok kecil apabila santrinya kurang lebih seratus orang sedangkan pondok besar apabila santrinya berjumlah lebih dari seribu orang. Namun, pondok pun adanya pemisah antara pondok santri laki-laki dan pondok santri perempuan.48

Di pondok para santri dibina untuk menjadi manusia mandiri mengelola lingkungan sendiri seperti masak sendiri, cuci pakaian

sendiri, dan mengurus keperluan pribadi yang lainnya. Hal tersebut akan membekali santri ketika terjun kemasyarakat dengan kemandirian.

Tradisi pesantren yang ada kaitnnya dengan tradisi pada zaman Rasulullah yang masih ada yaitu masjid. Masjid merupakan tempat melaksanakan ibadah shalat fardlu para santri. Selain itu, masjid juga

46

Subkhan Amin, “Menengok Tradisi Bahtsul Masail di Pondok Pesantren”, Tabloid Pesantren, Jakarta, 1 November 2013, h. 25.

47

Mundzier, Op. Cit, h. 58.

48

(41)

sebagai tempat sentral kegiatan para santri dalam mengkaji keilmuan yang ada di pesantren.

Para kiai selalu mengajar para santri di masjid. Mereka menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai kedisiplinan kepada santri yang dilakukan sesuai dengan datangnya waktu shalat fardlu sehingga para santri terbiasa melakukan sorogan dan bandongan setelah shalat fardlu.49

Tradisi yang terakhir yaitu pengajian kitab kuning. Kitab kuning dianggap sebagai sumber belajar yang relevan setelah qur’an dan hadits. Metode pengajian kitab kuning yaitu sebagai mana telah dijelaskan sebelumnya ada yang berbentuk sorogan, bandongan dan bahtsul masail. Kitab kuning yang dipelajari tanpa ada terjemahannya santri hanya mendengarkan penjelasan dari kiai/ustadz.

Kitab-kitab kuning yang dipelajari di pesantren secara sederhana bisa dikelompokan ke dalam delapan bidang ilmu, yaitu: nahwu dan sharaf, fikih, ushul fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika. Adapun penjejangan dari kitab ini yang dijadikan indikator kenaikan kelas para santri tapi hal tersebut tidak mutlak harus dijalankan.

E. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan sebagi acuan dan pembanding peneliti tentang manajemen perubahan yaitu Badri dengan judul sekripsi

“Manajemen Perubahan di Majelis Ta‟lim” penelitian yang dilakukan pada tahun 2012. Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada table berikut:

49

(42)

Tabel 2.1

Tabel Perbandingan Hasil Penelitian yang Relevan

Bagian Badri Peneliti

(43)

majelis ta’lim Indonesia terhadap posisi strategis pondok pesantren dalam pendidikan nasional. 3. Kurikulum

pondok

pesantren masih klasik.

4. Kurang

efektifnya pencapaian tujuan pondok

pesantren sebagai

pencetak para ulama.

5. Menurunnya ketertarikan masyarakat menyekolahkan anaknya ke pondok

pesantren. 6. Perlunya

perubahan pada pondok

(44)

meratanya implementasi manajemen pondok modern.

(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan peneliti mengenai “Manajemen Perubahan Pondok Pesantren: Studi Peran Kepemimpinan Dalam Perubahan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis” akan menggunakan metode kualitatif.

Yang dimaksud metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengambilan data secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.50

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang berarti suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.51 Penelitian kualitatif ini memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkapkan dan kedua, menggambarkan dan menjelaskan, karena masalah penelitian memerlukan data-data yang bersifat kualitatif.

Dengan informasi yang didapat, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena-fenomena dari data-data bersifat kualitatif yang terjadi pada pondok pesantren yang dimaksud secara sistematis dan sebenar-benarnya mengenai fonemona yang terjadi di tempat penelitian.

50

Sugiyono, MetodePenelitian Kualitatif Kuantitatif Dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta, 2009), Cet-3, h. 9.

51

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 60.

(46)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung, tepatnya di Jl. Raya Banjar KM. 3 Ciamis 46271 Telp. 0265-777902 Fax. 0265-2750009. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d Juni 2015, berikut rincian pelaksanaannya:

Tabel 3.1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan Tahun 2014-2015

Okt Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli

Pengesahan Proposal Skripsi

Bimbingan dengan dosen pembimbing

Observasi ke Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung

Wawancara dan

pengumpulan data

(47)

C. Teknik Pengambilan Data

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tekni sebagai berikut:

1. Obeservasi/pengamatan

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak menggunakan perkataan atau tidak disertai dengan komunikasi lisan. Pada umumnya teknik observasi melibatkan panca indra penglihatan terhadap data visual, atau pun indra lain seperti pendengaran, sentuhan,

serta penciuman.52 Dalam pengamatan penelitian ini berjenis non-partisipatif yaitu peniliti tidak melibatkan diri dalam kondisi objek yang diamati.

2. Wawancara

Wawancara dilkukan untuk menggali informasi secara langsung dari informan/sumber informasi. Karena wawancara adalah teknik yang sangat primer dalam metode penelitian pendekatan kualitatif.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara

NO DIMENSI INDIKATOR

1 Manajemen Perubahan

 Pandangan

perubahan secara umum

 Latar belakang melakukan

perubahan pondok

pesantren  Tujuan

melakukan

perubahan pondok

52

(48)

pesntren 

Komponen-kompenen yang berubah

 Masalah-masalah

yang menghambat perubahan

 Strategi

melakukan perubahan  Pelaksanan

perubahan

3. Studi Dokumen

Studi dokumen yaitu untuk mencari informasi dari data-data yang sudah berlalu untuk menguatkan hasil dari observasi dan pengamatan.

Bentuk dokumen bisa berupa gambar, catatan tertulis baik yang diarsipkan oleh pondok pesantren atau dari media cetak, dan dari internet. Kemudian data-data tersebut dimaknai dan dinarasikan.

D. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis data, peneliti melakukan tiga tahap yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data dilakukan untuk merangkum, memilih data-data pokok, memfokuskan pada hal yang penting dan membuang hal-hal yang tidak penting, sehingga data lebih jelas.

2. Penyajian data

(49)

penyajian tersebut diharapkan data akan tersaji secara terorganisai, sistematis sehingga mudah difahami.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung

Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al-Quran Cijantung Kabupaten Ciamis – Jawa Barat didirikan pada tahun 1935, sepuluh tahun menjelang NKRI diproklamirkan kemerdekaannya. Pendiri dan perintisnya adalah KH. Mochammad Siradj (Babah) putera pertama dari KH. Hayat dan Hj. Fatmah, yang lahir pada tahun 1910.

Berawal dari sebidang tanah Wakaf dari KH. Idris, kakek dari garis ibu, yang terletak di dusun Cijantung, Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, KH. M. Siradj mulai merintis dan mendirikan pondokan sederhana serta sebuah mushola sederhana pula. Berbekal ilmu yang beliau dapatkan dari beberapa ulama/ajengan pesantren yang disinggahinya antara lain; Pesantren Kiara Bandung-Banjarsari Ciamis, Pesantren Cikalang-Tasikmalaya, Pesantren Cikancung-Bandung, serta selama Tujuh tahun belajar Qira’at al-Quran kepada beberapa Syeikh di Makkah Almukarramah - Arab Saudi,

khususnya kepada Syeikh Ibrahim Al-Ghomrowi seorang ulama ahli qura’ yang sangat terkenal, di tempat yang sederhana ini beliau siang dan malam

melakukan jihad dalam rangka menyebarkan syiar agama Islam. Kepada para santri yang datang dari berbagai daerah, beliau ajarkan pengetahuan tentang dasar-dasar Islam dan terutama pengetahuan dan pemahaman tentang qira’at al-Quran, bagaimana cara membaca (termasuk menulis) al-Quran dengan benar, fasih dan tartil sesuai kaidah ilmu tajwid.

Keberadaan Pesantren Cijantung dalam sejarah pertumbuhan pesantren di Jawa Barat dapat dikategorikan sebagai pesantren al-Quran tertua bersama dengan Pesantren Lontar-Serang Banten pimpinan KH. Sholeh Ma’mun, teman seangkatan KH. M. Siradj waktu belajar di Makkah. Dari „rahim’ Pesantren Cijantung ini telah banyak melahirkan

(51)

alumni ahli qura’ yang sebagian diantaranya sudah mampu mendirikan lembaga dan atau menjadi penerus lembaga yang dibangun orang tuanya dari yang berskala kecil, sedang, maupun besar. Selain mampu mendirikan lembaga-lembaga pesantren, para alumni juga telah turut mensyi’arkan Al-Qur’an lewat MTQ di tingkat regional, nasional maupun internasional. Dan hingga saat ini Pesantren Cijantung selalu memberikan kontribusi dan menjadi tempat pembinaan bagi kafilah Jawa Barat yang dipersiapkan dalam even MTQ Nasional/Internasional.

2. Visi dan Misi Visi

Menjadi pondok pesantren modern yang berbasis kajian Ulumul Quran dengan mengembangkan madrasah unggulan dan program takhasus al-Quran yang dapat memainkan peran dan fungsinya secara independen dalam bingkai aqidah Ahlu „l-Sunnah wa „l-Jama‟ah

Misi

a) Menjadikan Pesantren Cijantung sebagai lembaga pendidikan yang menjadi pusat kajian agama islam berorientasi kajian al-Quran yang terbuka bagi masyarakat muslim;

b) Mengembangkan suatu sistem pendidikan pesantren yang antisipatif terhadap perubahan dengan basisi kajian al-Quran;

c) Mengukuhkan Pesantren Cijantung sebagai lembaga dakwah guna menegakkan syiar Islam;

d) Mengembangkan berbagai usaha halal yang dapat menunjang kemandirian pesantren;

(52)

B. Peran Kepemimpinan Dalam Manajemen Perubahan Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciamis

Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung sejak berdiri sampai dengan sekarang telah mengalami 3 periode kepemimpinan, yaitu:

1. Periode Kepemimpinan KH. Moch. Siradj (1935-1997)

Selama periode kepemimpinan KH. Moch. Siradj, seperti halnya pondok pesantren yang lain. Kepemimpinan pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung cenderung pada bentuk atau pola kepemimpinan individual. Dikatakan kepemimpinan individual, karena dalam pengambilan keputusan mengutamakan keputusan pribadi.

Kepemimpinan individual KH. Mochammad Siradj, memiliki karakteristik yang sangat unik. Dilihat dari kepribadian beliau memiliki sifat karismatik dan terbuka menerima perubahan (moderat). Sehingga memebuat kepercayaan dari masyarakat terhadap pondok pesantren sangat kuat, terbukti dengan masa kepemimpinan beliau mampu bertahan sampai kurang lebih 42 tahun, sebagai pimpinan di Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung.

Untuk memfasilitasi kegiatan pondok maka waktu pendirian pondok melakukan pembangunan sararana prasarana pondok. Adapun pembangunan yang dilakukan beliau yaitu Masjid pada tahun 1935, Arama pada tahun 1982, BMT Asy-Syifa yang bergerak di bidang usaha perdagangan umum dan jasa simpan pinjam tahun 1994, dan Pos

Kesehatan Pesantren tahun 1996 pertama di Jawa Barat.

Gambar 4.1

(53)

Pada kepemimpinan beliau sudah banyak melakukan perubahan baik yang menyangkut sarana fisik maupun non fisik. Yang menyangkut sarana fisik yaitu pada tahun 1970 sampai dengan 1991 didirikannya gedung Sekolah Pendidikan Guru Al-Islam, yang kemudian dibubarkan oleh pemerintah dan gedung tersebut dipakai untuk gedung Madrasah Tsanawiyah Al-Islam pada tahun 1986. Sebagaimana di jelaskan oleh sekertaris Yayasan Wakaf KH. Mochammad Siradj Cijantung Said Attanzani, S.Sos:

“Selama perkembangannya mulai adanya pendidikan formal yaitu sekolah pendidikan guru Al-Islam pada tahun 1970 secara legalitas pondok pesantren mendirikan Yayasan Pendidikan Al-Islam berdasarkan Akta Yayasan No. 24, tanggal 27 Desember 1970.”53

Perubahan yang sifatnya non fisik yaitu cepatnya menerima pemikiran-pemikiran yang sifatnya untuk kemajuan pondok pesantren, salah satunya yaitu dalam partisipasinya mendirikan pendidikan formal untuk membantu pemerintah dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dengan didirikannya sekolah formal seperti dijelaskan di atas, hal ini juga dilakukan dalam rangka mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat, serta mengantisipasi perubahan sosial yang semakain kompetitif.

Peran tersebut tidak terlepas dari dukungan putera-puteri beliau seperti KH. Moch. Ma’sum Siradj, Drs. KH. Ahmad Hidayat, S.H, KH. Muhaemin Siradj, Drs. KH. Holil Rohman, Dra. Hj. Ai Masyithoh, Drs. Agus Abdul Khaliq, MM, Drs. H. Asep Basirun dan mantunya Drs. KH. Asep Saefulmillah.

2. Periode Kepemimpinan Drs. KH. Asep Saefulmillah (1997-2000)

Setelah KH. Moch. Siradj wafat dengan melalui rapat musyawarah keluarga Pondok Pesantren Al-Qu’an Cijantung Ciamis, maka

53

Gambar

Tabel 4.2: Perubahan Logo Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung Ciami........47
Gambar 4.3: Kelas MTs. Harapan Baru & MAN Cijantung Ciaamis tahun 1935-2000 & 2000-sekarang...........................................................................................55
Tabel Perbandingan Hasil Penelitian yang Relevan
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA BANJARMASIN (STUDI MULTI KASUS DI PONDOK PESANTREN TARBIYATUL ISLAMIYAH, PONDOK PESANTREN AL-ISTIQAMAH,DAN PONDOK PESANTREN

Ketiga, Pondok Pesantren Al Falah Putera Banjarbaru merupakan salah satu pesantren yang telah menerapkan kurikulum ganda dalam pembelajarannya, yaitu pada pagi

Berdasarkan analisis data penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kontribusi pengasuh dalam meningkatkan hafalan al-Qur‟an santri di Pondok Pesantren Al-Ihsan

Namun itulah kenyataan yang telah terjadi di 3 (tiga) pesantren besar yaitu Pondok Pesantren Al-Lathifiyah II Tambakberas Jombang, Pondok Pesantren

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pelaksanaan Manajemen Sarana dan Prasarana di Pondok Pesantren Darul Falah Enrekang yang meliputi perencanaan,

Metode baca al-Qur‟an kempekan merupakan metode khusus yang digunakan di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, bersanad pada imam Ashim Bi al-Riwayati Imam Hafsh.4 Yang lebih menekankan

Penelitian yang akan penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui mengapa terjadi penurunan hafalan Al-Qur‟an pada alumni Pondok Pesantren Al- hikmah Karanggede, bagaimana

memang menghubungi pondok pesantren Rauḍatul Qur‟ān ini, dari pimpinan Jakarta langsung komunikasi minta tolong untuk disosialisasikan tentang beasiswa