• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Profil Pondok Pesantren Al- Qur’an Cijantung Ciamis

D. Faktor-faktor Penghambat Perubahan Pondok Pesantren

Selain faktor-faktor pendukung perubahan yang terjadi di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung di atas, penulis juga menemukan beberapa faktor-faktor yang menghambat yang terjadi pada perubahan pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung.

Faktor-faktor penghambat perubahan di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung berasal dari dalam pondok pesantren baik yang berasal dari individual ataupun kelompok. Faktor-faktor penghambat perubahan pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung sebagai berikut:

1. Faktor penolakan individual a. Kebiasaan

Kenyamanan manusia itu berada pada titik kebiasaan ketika terjadi ada hal yang berbeda dari kebiasaan manusia tersebut akan menolaknya. Pada penolakan yang terjadi pada perubahan kebijakan pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung yang berkaitan dengan pembinaan santri itu sangat sering baik dikalangan dewan kiainya sendiri bahkan sampai pada antara dewan kiai dengan pengurus santri. Hal tersebut sebagiamana dijelaskan oleh Siti Saroh Septiana sebagai berikut:

“Karena dewan kiai banyak, ketika ada satu kebijakan yang akan diberlakukan terkadang banyak kebijakan dari masing-masing kiai berbeda sehingga para pengurus bingung harus menjalankan kebijakan yang mana. Untuk menyatukan perbedaan pendapat dari ihak kiai maka diadakan rapat koordinasi keluarga, kemudian hasil dari rapat tersebut dirapatkan kembali bersama pengurus santri.”86

b. Persaan takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui

Kehawatiran terhadap hal yang tidak diketahui merupakan kejadian wajar dalam diri. Ketidak tahuan membuat kita selalu ragu dalam melakukan sesuatu. Sama halnya yang terjadi di

86

Wawancara dengan Siti Saroh Sptiana sebagai pengurus sanntri puteri pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung di Komplek Ponpes Al-Qur’an Cijantung, Ciamis, 26 Juni 2015 pukul 08.30 WIB.

Pondok Pesantren Al-Qur’an Cijantung dalam pemberlakuan kebijakan baru, pengurus santri selalu merasa khawatir. Hal tersebut sebagiamana dijelaskan oleh Siti Saroh Septiana sebagai berikut:

“Pernah terjadi pemberlakuan kebijakan peraturan santri yang sebelumnya sudah berjalan yang terlihat tegas. Namun, suatu ketika tanpa sepengetahuan pengurus diumumkan oleh dewan kiai bahwa salah satu peraturan itu diringankan. Sehingga yang dikhawatirkan pengurus bahwa terlihat oleh santri ketidak harmonisan antara dewan kiai dengan pengurus teru terjadi miskomunikasi dengan kiai. Sehingga pengurus diremehkan oleh santri.”87

2. Faktor penolakan kelompok/organisasi a. Inertia structural

Inertia structural artinya penolakan yang terstruktur. Dimana sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya memerlukan system dan kerjasama antara bagian divisinya. Ketika ada perubahan struktural, maka sistem kerja pun berubah akan terjadi sebuah kelambanan dalam melaksanakan kerja masing-masing.

Begitu halnya yang terjadi di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung, semenjak kepemimpinan berbentuk individual, system pengambilan keputusan pondok pesantren begitu cepat. Namun, ketika berubah bentuk kepemimpinan menjadi kolektif yang berpengaruh pada sistem kerja yang berubah pula. Maka dalam pengambilan keputusan pondok pesantren dalam suatu masalah cukup lamban karena terjadinya system dan birokrasi yang berubah.

b. Inertia kelompok

Apabila secara pribadi para pegawai bisa menerima perubahan itu, namun karena tekanan dari anggota kelompok lainnya,

87

Wawancara dengan Siti Saroh Sptiana sebagai pengurus sanntri puteri pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung di Komplek Ponpes Al-Qur’an Cijantung, Ciamis, 26 Juni 2015 pukul 08.30 WIB.

akhirnya kelompok itu menolaknya.88 Terdapatnya personil organisasi pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung perbedaan tahun didikan yaitu personil kelompok didikan 1970-an dan personil kelompok didikan 2000 (sekarang). Ketika adanya perubahan dalam system pembelajaran di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung personil 1970-an cenderung lamban menerima perubahan sehingga mempengaruhi kelompok yang lainnya bahkan personil tahun 2000 (sekarang) yang awalnya mampu menerima perubahan system pembelajaran yang baru namun terpengaruh untuk tetap melakukan system pembelajaran klasikal.

c. Ancaman ekspertis

Perubahan itu dianggap merupakan ancaman terhadap kelompok yang memiliki keahlian. Seperti yang terjadi di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung dalam pendidikan formal yang dinaungi pondok pesantren ketika terjadinya pergantian kepemimpinan kepala sekolah baik itu tingkat MI, MTs, dan MAN itu keputusannya berada pada keputusan pesantren. Sehingga, walaupun kepemimpinan sekolah orangnya sudah memiliki keahlian tapi pondok pesantren memiliki keputusan untuk menggantinya demi perubahan. Hal itu menjadi ancaman bagi dirinya. Sesuai dengan yang dijelaskan Bapak Said Attanzani:

“Secara kelompok ketika adanya sebuah perubahan yaitu karena adanya lembaga formal yang statusnya sudah menjadi negeri yaitu MAN Cijantung sehingga ketika ada perubahan kebijakan dari pesantren terkadang terdapat beda pandangan kebijakan. Karena MAN tersebut secara keorganisasian/legalitas berada di bawah naungan pemerintah yang mempunyai otonomi pengelolaan sendiri namun untuk pemilihan kepala sekolah mendapatkan kebijakan tersendiri.

88

Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Modul Manajemen Perubahan dan Manajemen Konflik, (Jakarta: Depag, 2007), h. 37.

Pesantrenlah yang menentukan kepala sekolah pada pendidikan formal yang dinaungi pondok pesantren.”89

d. Ancaman hubungan-hubungan kekuasaan

Dalam menerapkan kebijakan baru yang diberlakukan pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung untuk santri. Para dewan kiai selalu turun tangan untuk mensosialisasikannya secara langsung. Secara structural pembagian kekuasaan terhadap santri itu berada pada pengurus santri. Sehingga penulis melihat adanya pemutusan hubungan kekuasaan dari pengurus santri yang fungsinya peyampai kebijakan dewan kiai kepada santri sehingga pengurus santri secara otomatis kekuasaannya diambil alih oleh dewan kiai. e. Ancaman terhadap alokasi sumber-sumber daya yang berlaku

Pondok pesantren merupakan suatu kelembagaan yang tersistem sehingga perubahan yang terjadi di pondok pesantren Al-Qur’an Cijantung berjalan secara bersamaan pada setiap elemen, baik itu perubahan pada struktur, system pembelajaran, dan sarana prasana pondok. Sehingga terjadi sebuah ancaman terhadap alokasi dana yang tersedia sehingga perubahan berjalan lambat. Hal ini sesuai dengan penjelasan KH. Asep Basirun:

“Keterlambatan pembangunan diakibatkan beberapa faktor yaitu sumber keuangan mengandalkan keuangan Yayasan dan perekonomian pesantren, masyarakat khususnya penjual matrial menganggap keuangan pesantren banyak, tidak adanya pemberian kepercayaan pada satu orang pimpinan yang menyelesaikan sarana pondok pesantren.”90

89

Wawancara dengan Bapak Said Attanzani, S.Sos sekretaris Yayasan Wakaf KH. Mochammad Siradj Cijantung di komplek ponpes Al-Qur’an Cijantung, Ciamis, 22 Juni 2015 pukul 10.00 WIB.

90

Wawancara dengan KH. Drs. Asep Basirun Jabatan: Pimpinan Pesantren & Ketua III Bid. Sarpras Yayasan Wakaf KH. Mochammad Siradj Cijantung di Komplek Ponpes Al-Qur’an

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait