TUGAS PIH Kelas H
Perbedaan Antara Hukum dan Norma Sosial Lainnya IndNanda Dwi H E0014288
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu masyarakat tentunya terdapat aturan-aturan yang dapat mengatur masyarakat dan membuat keadaan dalam masyarakat tersebut menjadi aman, tenteram, dan damai. Aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat inilah yang dinamakan norma sosial. Norma sosial terdiri atas norma agama, moral, etika tingkah laku, dan hukum.
Masyarakat dan ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat. Ketertiban dalam masyarakat diciptakan secara bersama-sama oleh lembaga. Di masyarakat ada macam-macam norma yang memberikan kontribusi untuk terciptanya ketertiban. Jadi, hukum bukan satu-satunya lembaga yang menciptakan ketertiban masyarakat. Norma hukum termasuk dalam golongan yang lahir dari kehendak manusia sebagai unsur pengambil keputusan. Sebagai kehendak manusia bisa menerima dan mengangkat kebiasaan sehari-hari sebagai norma hukum, tetapi juga bisa menolaknya.(Satjipto Rahardjo: 1996)
Dilihat dari hubungan antara manusia dan manusia lainnya, manusia dapat dibedakan sebagai pribadi dan sebagai komponen dalam kehidupan sosial. Dalam kaitannya dengan manusia itu sendiri, manusia juga mempunyai dua aspek, yaitu aspek batiniah dan aspek lahiriah. Meskipun norma-norma itu merupakan norma sosial, sasaran pengaturan norma masing-masing hanya menitikberatkan kepada salah satu aspek manusia, aspek pribadi manusia atau aspek sosial saja, aspek batiniah atau aspek lahiriah saja. Namun demikian, pengaturan terhadap salah satu aspek tersebut juga membawa implikasi terhadap aspek lainnya. (Peter Mahmud Marzuki: 2011)
Seperti yang dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk menjabarkan bagaimana perbedaan antara hukum dan norma sosial lainnya dalam manusia baik sebagai individu maupun masyarakat ditinjau dari beberapa aspek.
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
Perbedaan Antara Hukum dan Norma Sosial Lainnya 1. Norma Hukum
Hukum menitikberatkan pada pengaturan aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia. Dilihat dari segi tujuannya, hukum diadakan dalam rangka mempertahankan bentuk kehidupan bermasyarakat sebagai modus survival. Meskipun hukum adakalanya mengatur kehidupan manusia sebagai pribadi, pengaturan tersebut dimaksudkan dalam rangka individu itu dalam berinteraksi dengan individu lainnya atau individu dan kelompok. (Peter Mahmud Marzuki: 2011)
Dilihat dari segi wilayah yang diaturnya, hukum mengatur tingkah laku manusia. Ulpianus menyatakan “cogitationis poenamnemo patitur,” yang terjemahan bebasnya “tidak seorangpun yang dipidana karena berpikir”. Oleh karena sasaran pengaturan hukum adalah tingkah laku lahiriah manusia, hukum tidak akan bertindak manakala tindakan seseorang tersebut tidak melanggar aturan hukum meskipun batin orang tersebut sebenarnya ingin melakukan tindakan yang melanggar hukum. Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa hukum juga ada kalanya memasuki wilayah batin seseorang. Ketentuan-ketentuan mengenai kesengajaan dalam hukum pidana dan itikad baik dalam hukum perdata merupakan ketentuan-ketentuan yang memasuki wilayah batin seseorang.
Dilihat dari segi asal kekuatan mengikatnya, hukum mempunyai kekuatan mengikat karena ditetapkan oleh penguasa atau berkembang dari praktik-praktik yang telah diterima oleh masyarakat. Kekuatan mengikat hukum bukan tercipta secara internal dalam diri manusia, melainkan dipaksakan dari luar diri manusia. (Peter Mahmud Marzuki: 2011)
2. Norma Agama
Apabila hukum menitikberatkan pengaturan kepada aspek manusia sebagai makhluk sosial dan aspek lahiriah manusia, norma agama bersangkut paut dengan aspek manusia sebagai individu dan aspek batiniah manusia. Norma ini mengatur hubungan antara individu manusia sebagai suatu ciptaan dengan sang Khalik sebagai Pencipta.
yaitu agar manusia hidup berkenan dengan Sang Pencipta bukan ketertiban masyarakat, tidak sebagaimana hukum yang memberikan hak kepada individu, agama hanya meletakkan kewajiban.
3. Moral
Sebagaimana norma agama, moral hadir sebagai petunjuk bagi individu, moral hadir sebagai petunjuk bagi individu. Moral menghendaki manusia berbudi luhur dan berbuat kebajikan. Secara jelas moral dapat dibedakan dari hukum. Hukum tidak pernah menuntut orang berbuat kebajikan atau dermawan.
Van Apeldoorn menyatakan bahwa perbedaan antara hukum dan moral tidak sepenuhnya benar, kalau hukum hanya berkaitan dengan tingkah laku dan moral hanya berkaitan dengan batiniah seseorang. Moral merupakan dasar berpijak pada hukun, sedangkan hukum harus mencerminkan moral.
4. Etika Tingkah Laku
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Peter Mahmud. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Prenadamediagrup.