• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam Menjalankan Fungsi Legislasi untuk Memperperjuangkan Kepentingan Perempuan Tahun 2009-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam Menjalankan Fungsi Legislasi untuk Memperperjuangkan Kepentingan Perempuan Tahun 2009-2011"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan

Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan

tahun 2009-2011

SKRIPSI

Ridawaty Parhusip

080906073

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RIDAWATY PARHUSIP

Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan

Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan tahun 2009-2011

Rincian isi skripsi ix, 98 halaman, 8 tabel, 5 gambar, 29 buku, 1 artikel dari 1 majalah, 10 situs internet, 4 undang-undang, serta 12 wawancara.(kisaran buku dari tahun 1995-2011)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan tahun 2009-2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kinerja Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan.

Anggota Legislatif baik laki-laki maupun perempuan dipilih untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Begitu juga dengan Anggota Dewan Perempuan yang seyogianya dapat memperjuangkan kepentingan perempuan. Masih sedikit perempuan dapat duduk di kursi legislatif. Keterwakilan politik perempuan di DPRD Medan tahun 2004 hanya lima orang dan pada pemilu legislatif 2009 meningkat menjadi enam orang. Sedikitnya jumlah perempuan yang duduk sebagai anggota dewan dapat mempengaruhi kebijakan yang dapat dibuat untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Namun, kuantitas tidak selamanya menpengaruhi kinerja yang dihasilkan. Kuantitas juga harus diseimbangkan dengan kualitas dari individu itu sendiri.

Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data dengan metode wawancara. Kunci informan adalah Anggota DPRD Perempuan di DPRD Medan. Penelitian ini berfokus pada dua bidang utama. Pertama, Anggota DPRD Perempuan Kota Medan dalam melaksanakan kinerja di fungsi legislasi untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Anggota DPRD Perempuan dipilih masyarakat untuk memperjuangkan kepentingannya, termasuk kepentingan perempuan. Kepentingan perempuan ini dikhususkan untuk kepentingan yang mendapat ketidakadilan gender, misalnya dalam sosial dan politik. Kedua, hambatan-hambatan yang menjadi kendala perempuan dalam melaksanakan kinerja mereka dengan baik..

(3)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

RIDAWATY Parhusip

Performance Council Member Women in Medan in the running

Functions Legislation for Women in 2009-2011 memperperjuangkan interests

Details of thesis contents ix, 98 pages, 8 tables, 5 images, 29 books, 1 of 1 magazine article, 10 sites, 4 of the law, as well as 12 interviews. (Range of books from the year 1995 to 2011)

ABSTRACT

This thesis entitled Women Performance Council Member in the city of Medan in running Functions Legislation for Women interests memperperjuangkan years 2009-2011. The purpose of this study was to analyze the performance of Members of Parliament Legislative Women in Medan.

Legislative members, both men and women selected to voice the aspirations and interests of the community. So also with the Women's Council members who should be fighting for the interests of women. Still few women can sit in the seat legislature. Political representation of women in parliament Medan in 2004 only five people and the legislative elections of 2009 increased to six. The small number of women who sit as members of the board can influence policies that can be made to fight for the interests of women. However, quantity does not always menpengaruhi resulting performance. Quantity must also be balanced with the quality of the individuals themselves.

This study use traditional methods of qualitative data collection by interview. The key informant was Member of Parliament Women in Parliament Medan. This study focuses on two main areas. First, Member of Women's Council of Medan in carrying performance in the legislative function for the interests of women. Local legislators are women chosen by the community to fight for their interests, including the interests of women. Interest is devoted to the interests of women who received gender inequality, such as the social and political. Second, barriers to women's constraints in carrying out their performance well ..

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan hormat kepada Tuhan YME, atas segala kash karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Kinerja Anggota DPRD Perempuan Kota Medan dalam Melaksanakan Fungsi Legislasi untuk Memperjuangkan Kepentingan Perempuan”. Partisipasi peran Anggota DPRD Perempuan dalam melaksanakan fungsi legislasi dengan baik menjadi kunci dalam meningkatkan kinerja. Ukuran meningkatkan kinerja Anggota DPRD Perempuan adalah akuntabilitas, responsivitas, dan efektifitas.

Penulis menyadari akan keterbatasan yang dimiliki selama penulisan dan pelaksanaan sampai dengan selesainya penyusunan skripsi ini, oleh karena itulah penulis memperoleh bantuan dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang begitu besar kepada Bapak Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan banyak bantuan dan bimbingan berupa masukan dan kritik yang sangat membimbing untuk penulis. Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Evi Novida Ginting, M.SP selaku Dosen Pembaca karena memberikan masukan-masukan yang mendukung penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Jurusan yang sangat membantu penulis dalam memberikan saran-saran dan semangat yang membuat penulis selalu optimis dalam menyusun skripsi.

Secara khusus terima kasih kepada Orang tua tercinta R.Parhusip, S.Pd dan dan Dra. R.Br Lumban Tobing yang telah merawat dan memperjuangkan serta selalu optimis memberi semangat disaat penulis sedang lelah dan tidak fokus lagi dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk saudara tersayang Abang Rudolf Christian Parhusip, S.S yang selalu dijadikan penulis tempat berbagi cerita dan bertengkar. Terima kasih juga untuk informan-informan yang bersedia meluangkan waktu begitu berharga sehingga penulis mendapat informasi yang dibutuhkan dalam menyusun skripsi. Salam khusus kepada kak Rani selaku staf kaukus perempuan yang memberikan semangat kepada penulis ketika penulis menjumpai informan-informan di DPRD Kota Medan.

(5)

B’James , B’Hendra , B’Gaby, B’Andreas, B’Ribel , dan B’Waren. “Lanjutkan terus perjuangan marhaenisme kita, jangan segan memberikan loyalitas yang sebesar-besarnya untuk organisasi dan jangan sampai GmnI mati di tangan kalian”. Untuk teman-teman politik yang memberikan semangat kepada penulis, Rayu, Astri, Wina, Kak Tina, Melisa, Nova, Hasudungan, dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran begitu juga waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima saran dan kritikan yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca.

Medan, 19 Desember 2012

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel dan Gambar ... vii

BaB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... ... 1

2. Perumusan Masalah... 7

3. Pertanyaan Penelitian ... 8

4. Fokus Penelitian ... 8

5. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

5.1.Tujuan Penelitian ... 9

5.2. Manfaat Penelitian... 9

6. Kerangka Teori ... 10

6.1. Politik Gender... 10

5.1.1. Pengertian Gender ... 10

5.1.2. Budaya Patriarkhi ... 14

6.2. Lembaga Legislatif ... 16

5.2.1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah... 16

5.2.2. Fungsi Legislatif ... 17

6.3. Kinerja DPRD ... 18

5.3.1. Kinerja ... 18

5.3.2. Pengukuran Kinerja ... 19

7. Metode Penelitian ... 23

7.1. Jenis Penelitian ... 23

7.2. Lokasi Penelitian ... 23

7.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 23

7.4. Teknik Analisa Data ... 25

7.5. Defenisi Konsep dan Operasional ... 26

7.6. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II Profil dan Susunan Keanggotaan DPRD Kota Medan Tahun 2009-2014 1. Profil DPRD Kota Medan ... 28

1.1. Sejarah tentang pembentukan Badan Legislatif Daerah ... 28

(7)

1.2.1. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 32

1.2.2. Wewenang dan tugas DPRD ... 33

1.2.3. Hak-hak yang dimiliki DPRD dalam menjalankan kegiatannya ... ... 34

1.2.4. Hak Anggota DPRD ... 34

1.2.5. Kewajiban Anggota DPRD dalam mengemban 1.2.6. tugas dan wewenangnya ... 35

1.2.7. Alat kelengkapan DPRD Kota Medan ... 35

2. Susunan Keanggotaan DPRD Kota Medan ... 42

2.1. Partai di DPRD Kota Medan ... 42

2.2. Fraksi-fraksi ... 43

3. Keterwakilan Perempuan di bidang politik ... 44

4. Nama-nama anggota DPRD Perempuan Kota Medan ... 53

5. Profil calon legislatif Perempuan Terpilih pada DPRD Kota Medan... 53

BAB III Kinerja DPRD Perempuan Kota Medan Tahun 2009-2011 1. Kinerja Lembaga Legislatif Kota Medan ... 58

1.1. Fungsi Legislasi ... 58

1.1.1. Peran alat kelengkapan Dewan dalam fungsi legislasi ... 58

1.1.2. Mekanisme Legislasi ... 59

1.2. Fungsi Pengawasan ... 62

1.2.1. Pengawasan DPRD terhadap Peraturan Daerah ... 62

1.2.2. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD ... 63

1.2.3. Pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam program pembangunan daerah ... 63

1.3. Fungsi Anggaran ... 64

1.3.1. Mekanisme anggaran ... 66

1.3.2. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ... 66

2. Kinerja Perempuan DPRD dalam fungsi legislasi ... 67

3. Peran Kaukus Perempuan DPRD Kota Medan ... 77

4. Indikator Kinerja Lembaga Legislatif Perempuan DPRD Kota Medan... 84

4.1. Akuntabilitas ... 84

4.2. Responsivitas ... 85

4.3.Efektifitas ... 87

5. Hambatan-hambatan yang menyebabkan Kinerja Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Rendah ... 89

BAB IV Penutup 1. Kesimpulan ... 95

2. Implikasi Teoritis ... 97

(8)

Daftar Tabel dan Gambar

Daftar Tabel

Tabel.1 Partai yang mendapat kursi di DPRD Kota Medan ... 42

Tabel.2 Fraksi DPRD Kota Medan ... 43

Tabel.3 Persentase Keterwakilan Laki-laki dan Perempuan di DPR RI.... 45

Tabel.4 Keterwakilan perempuan di DPRD tingkat Provinsi ... 46

Tabel.5 Keterwakilan perempuan di DPRD Kota Medan ... 47

Tabel.6 Posisi dan Kondisi perempuan di Pemerintah Kota Medan ... 51

Tabel.7 Nama-nama anggota DPRD Perempuan Kota Medan... 53

Tabel. 8 Anggaran Kaukus Perempuan Parlemen Kota Medan ... 83

Daftar Gambar Gambar 1 Bagan pembahasan Ranperda menjadi Perda ... 60

Gambar 2 Pelayanan KB Gratis di Belawan ... 79

Gambar 3 Kegiatan buka bersama dengan Petugas Kebersihan ... 80

Gambar 4 Pengobatan Gratis yang diselenggarakan bersama GISI... 81

(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RIDAWATY PARHUSIP

Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan

Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan tahun 2009-2011

Rincian isi skripsi ix, 98 halaman, 8 tabel, 5 gambar, 29 buku, 1 artikel dari 1 majalah, 10 situs internet, 4 undang-undang, serta 12 wawancara.(kisaran buku dari tahun 1995-2011)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan tahun 2009-2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kinerja Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan.

Anggota Legislatif baik laki-laki maupun perempuan dipilih untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Begitu juga dengan Anggota Dewan Perempuan yang seyogianya dapat memperjuangkan kepentingan perempuan. Masih sedikit perempuan dapat duduk di kursi legislatif. Keterwakilan politik perempuan di DPRD Medan tahun 2004 hanya lima orang dan pada pemilu legislatif 2009 meningkat menjadi enam orang. Sedikitnya jumlah perempuan yang duduk sebagai anggota dewan dapat mempengaruhi kebijakan yang dapat dibuat untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Namun, kuantitas tidak selamanya menpengaruhi kinerja yang dihasilkan. Kuantitas juga harus diseimbangkan dengan kualitas dari individu itu sendiri.

Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data dengan metode wawancara. Kunci informan adalah Anggota DPRD Perempuan di DPRD Medan. Penelitian ini berfokus pada dua bidang utama. Pertama, Anggota DPRD Perempuan Kota Medan dalam melaksanakan kinerja di fungsi legislasi untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Anggota DPRD Perempuan dipilih masyarakat untuk memperjuangkan kepentingannya, termasuk kepentingan perempuan. Kepentingan perempuan ini dikhususkan untuk kepentingan yang mendapat ketidakadilan gender, misalnya dalam sosial dan politik. Kedua, hambatan-hambatan yang menjadi kendala perempuan dalam melaksanakan kinerja mereka dengan baik..

(10)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

RIDAWATY Parhusip

Performance Council Member Women in Medan in the running

Functions Legislation for Women in 2009-2011 memperperjuangkan interests

Details of thesis contents ix, 98 pages, 8 tables, 5 images, 29 books, 1 of 1 magazine article, 10 sites, 4 of the law, as well as 12 interviews. (Range of books from the year 1995 to 2011)

ABSTRACT

This thesis entitled Women Performance Council Member in the city of Medan in running Functions Legislation for Women interests memperperjuangkan years 2009-2011. The purpose of this study was to analyze the performance of Members of Parliament Legislative Women in Medan.

Legislative members, both men and women selected to voice the aspirations and interests of the community. So also with the Women's Council members who should be fighting for the interests of women. Still few women can sit in the seat legislature. Political representation of women in parliament Medan in 2004 only five people and the legislative elections of 2009 increased to six. The small number of women who sit as members of the board can influence policies that can be made to fight for the interests of women. However, quantity does not always menpengaruhi resulting performance. Quantity must also be balanced with the quality of the individuals themselves.

This study use traditional methods of qualitative data collection by interview. The key informant was Member of Parliament Women in Parliament Medan. This study focuses on two main areas. First, Member of Women's Council of Medan in carrying performance in the legislative function for the interests of women. Local legislators are women chosen by the community to fight for their interests, including the interests of women. Interest is devoted to the interests of women who received gender inequality, such as the social and political. Second, barriers to women's constraints in carrying out their performance well ..

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Demokrasi telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Demokrasi

mengisyaratkan bahwa semua manusia berhak dan bebas dalam menjalankan hak-hak

demokrasi seperti hak hidup, hak berpendapat, bahkan hak memilih dan dipilih, begitu juga

dengan perempuan. Di dalam Pasal 27 UUD Tahun 1945 menyatakan:“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.Pernyataan itu menegaskan bahwa tidak ada perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi dalam

pembangunan politik seperti memberikan suara secara bebas di pemilihan umum, ikut

dalam partai politik, menjadi elit politik dan turut terlibat dalam mempengaruhi

keputusan-keputusan politik.

Persoalan-persoalan perempuan masih banyak yang belum diselesaikan di Indonesia,

khususnya di kota Medan sendiri. Fakta ini diperkuat oleh data PBB yang memperkirakan

angka perdagangan (trafficking) dan eksploitasi sosial perempuan dan anak di Asia mencapai 30 juta korban selama kurun waktu 30 tahun terakhir. Berdasarkann data teranyar

dari Bagian Pemberdayaan Perempuan Pemko Medan, kasus trafficking cukup

mengkhawatirkan. Korban trafficking anak di Sumut terus bertambah. Dan menurut

perkiraan Pusat

Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan korban trafficking di Sumut

sekitar 300 hingga 400 anak setiap tahun. Korban trafficking di Sumut umumnya berusia di

bawah 18 tahun. Catatan PKPA menyebutkan sebanyak 15 orang anak berumur 12-15 tahun

menjadi korban perdagangan anak pada 2003 dan 2004. Para korban tersebut rata-rata tidak

tamat sekolah dasar (SD) dan berasal dari perkebunan, nelayan dan masyarakat miskin di

pinggiran Kota Medan. Women Crisis Centre ( WCC) Cahaya Perempuan di Medan,

mengungkap, terjadi tindak perdagangan orang (trafficking) sepanjang tahun 2011 sebesar

53,65 persen dialami anak di bawah 18 tahun Jumlah pekerja wanita di Indonesia setiap

(12)

Medan jumlah korban trafiking menduduki peringkat pertama dengan perkiraan mencapai

27 kasus. 1

Menurut Yuniyanti Chuzaifah, Ketua Komisi Nasional Perempuan Indonesia,untuk

kekerasan terhadap perempuan terjadi lebih dari 110.000 kekerasan terhadap perempuan

dan 95 persennya adalah KDRT. Komnas Perempuan mencatat, kekerasan moralitas hingga

Maret 2012 terjadi 207 PP (Peraturan Pemerintah) yang diskriminatif. Kebanyakan

kebijakannya menyasar dan menarget perempuan, membuat perempuan sebagai korban dan

mengontrol mobilitas perempuan. Misalnya seperti Perda Prostitusi yang awal dibentuknya

melindungi perempuan tetapi perempuan-perempuan yang pulang larut malam mudah sekali

diduga sebagai PSK.2

Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah pekerja perempuan di Indonesia tahun

2011, berjumlah 39,95 juta jiwa, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Dari

jumlah itu, sekitar 25 juta di antaranya tergolong usia reproduksi (15-45 tahun). Sudah pasti,

bagi buruh perempuan yang memiliki anak bayi akan kesulitan memenuhi kebutuhan ASI

banyak anaknya itu. Sementara faktanya, rata-rata perusahaan hanya memberikan cuti pasca

melahirkan maksimal 2 bulan. Ironisnya, pemberlakuan jam malam masih juga

diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk kepada si ibu yang baru saja melahirkan. Hak

dan perlindungan terhadap kaum buruh perempuan di negeri ini memang masih sangat

rendah. Banyak perusahaan yang masih memperlakukan buruh perempuan sebagai "sapi

perahan."3

Membicarakan hubungan perempuan dengan politik masih menjadi wacana yang

menarik. Sebelum era reformasi, kondisi politik perempuan sangatlah rendah. Perempuan

belum mendapat tempat strategis dalam membuat keputusan politik karena laki-laki masih

lebih mendominasi dan menentukan kebijakan publik. Perempuan biasanya hanya menjadi

peserta yang sekedar absen dan penikmat kebijakan saja. Kaum perempuan direduksi

sedemikian rupa pada tataran simbolis dan struktural dan hanya merupakan mendamping

suami. Pencitraan yang dimunculkan melalui pejabat-pejabat publik, dimana sang istri

diperankan sebagai orang kedua dibelakang suami.

2

Majalah Forum Keadilan No.14. Jakarta. PT. Forum Adil Mandiri. 29 Juli 2012. Hal 67 3

(13)

Di era reformasi, sedikit demi sedikit ada secercah harapan pada perempuan untuk

memasuki ruang publik dan politik sekaligus. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan

diri dari pemerintahannya selama 32 tahun, arus reformasi mulai menunjukkan

perubahan-perubahan termasuk untuk perempuan baik dari kebebasan perempuan untuk berekspresi

sampai partisipasi politik perempuan mulai diperhatikan. Perempuan dalam tatanan politik

juga mulai berkembang dimana perempuan yang hanya bisa memilih kini dapat memilih

dan dipilih. Perempuan juga mulai menunjukkan kemampuan dirinya baik di keluarga

bahkan di pemerintah. Perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi keterwakilan

perempuan di politik dan membuat kesadaran perempuan akan pengetahuan politik.

Gerakan perempuan dan feminis juga mewarnai perubahan sosial politik di

Indonesia. Mereka tidak henti-hentinya menyuarakan kepentingan dan keterwakilan politik

perempuan di Indonesia. Untuk mengantisipasi suara dari perempuan Indonesia, pemerintah

mengeluarkan keputusan mengenai keterwakilan politik perempuan di Indonesia yaitu

Undang-Undang No.12 Pasal 65 Ayat (1) tentang Pemilu mengenai kuota perempuan

disahkan, yang menyatakan bahwa “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”.4

Namun UU No.12 tahun 2008 pasal 65 ayat (1) tentang pemilu belum menyentuh

substansi ideal sebagai pranata hukum sebagaimana yang diharapkan, karena sifatnya yang

masih berupa “himbauan”, dimana pernyataan tersebut “tidak” atau “belum”

memberlakukan sanksi pada partai politik atas gagalnya affirmative action530%. Untuk itu dikeluarkanlah UU Pemilu No.10 tahun 2008 yaitu pada pada pasal 8 ayat 1 butir (d) yang

menyatakan “Partai politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat”.6

Pasal tersebut menyatakan bahwa adanya suatu keharusan bagi partai politik untuk

dapat menyertakan sedikitnya 30% kaum perempuan dalam kepengurusan partai.

Keterlibatan perempuan dalam pemilu dengan kuota 30% merupakan suatu peluang bagi

4

UU Pemilu No.12 tahun 2008 pasal 65 ayat (1) 5

Affirmation action adalah semacam program khusus untuk lebih memungkinkan kaum perempuan memainkan perannya dalam masyarakat sesuai kemampuan dan talentabyang dimilikinya sehingga perempuan lebih termotivasi untuk meraih posisi yang selama ini didominasi oleh kaum laki-laki.

6

(14)

perempuan dengan keterwakilannya untuk dapat kiranya menyuarakan kepentingannya serta

kepentingan umum dengan membawa aspirasi dalam berbagai bidang.

Adapun wacana keterlibatan perempuan dalam dunia politik dengan memberikan

kuota 30%, masih menjadi wacana kontroversi. Banyak kalangan perempuan sendiri

menolak dengan alasan membatasi langkah perempuan yang ditinjau dengan hitungan

statistik yang berdasarkan jumlah masih dinilai tidak adil. Tetapi sebagian kalangan

perempuan yang lain menyambut wacana tersebut dengan langkah maju untuk memberi

gerak bagi perekrutan kaum perempuan dalam dunia politiknya. Dengan adanya ketentuan

kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam politik, maka dapat memberikan suatu

kemajuan bagi kaum perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam bidang politik. Dengan

begitu sekarang perempuan bebas mencalonkan dirinya untuk dapat menduduki jabatan

politiknya.

Kemudian disahkan pula Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Partai Politik

mengatur ketentuan kuota minimal 30% bagi perempuan dalam kepengurusan partai politik

maupun anggota legislatif, dimana setiap tiga nama dalam caleg harus dimasukkan nama

perempuan, hal ini tertulis jelas dalam UU Pemilu No.10 tahun 2008 pasal 55 ayat (2) yang

meyatakan “Didalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam ayat satu , setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya terdapat satu orang perempuan bakal calon”7

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan suatu lembaga atau badan

perwakilan rakyat di daerah yang mencerminkan struktur dan sistem demokratis di daerah,

sebagaimana terkandung di dalam pasal 18 UUD 1945

Undang-undang pemilu tersebut telah menunjukkan bahwa pentingnya perhatian

khusus ke perempuan. Hal itu tampak dengan adanya ketentuan affirmative action untuk calon anggota legislatif perempuan yang berupa pemberian kuota ke perempuan. Adapun

penetapan kuota tersebut dipandang merupakan mekanisme paling efektif untuk menjamin

akses perempuan di bidang politik. Kuota tersebut bisa menjadi titik pijak dimulainya

pembaruan semua kebijakan dan perundang-undangan yang lebih berspektif gender dan

lebih sensitif atas kepentingan perempuan.

8

7

UU Pemilu No.10 tahun 2008 pasal 55 ayat (2) 8

Hari Sabarno, memandu otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa. Jakarta. Sinar Grafika. 2008. Hal: 20

dan selanjutnya dalam UU Nomor

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kepentingan dan aspirasi dari masyarakat

(15)

sebagai representasi perwakilan rakyat dalam struktur kelembagaan daerah yang

menjalankan fungsi pemerintahan. Pemerintah daerah menjalankan fungsi pemerintahan dan

DPRD menjalankan fungsi legislasi, fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan.

Keseluruhan dari fungsi DPRD telah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004.

Melalui fungsi tersebut DPRD sebagai representasi rakyat dalam struktur kelembagaan

daerah menjalankan fungsi perundang-undangan dan juga fungsi anggaran/ keuangan yang

telah diatur dalam hak anggaran sampai pada fungsi pengawasan. Fungsi DPRD berakar

pada subtansi demokrasi yang terus mengingatkan bahwa dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya, anggota parlemen adalah wakil rakyat dan bukan wakil partai politik. Dalam

pembahasan ini yang menjadi masalah adalah bagaimana partisispasi perempuan yang

duduk di lembaga legislatif dapat melaksanakan fungsi legislasi dengan baik.

Setelah reformasi keterwakilan politik perempuan di Kota Medan masih sulit

meningkat. Pada masa orde baru, perempuan belum banyak yang mau berpartisipasi dalam

politik. Mereka lebih suka mendukung karir politik suami masing-masing. Untuk

mensukseskan karir suaminya, kebanyakan sang istri ikut dalam kegiatan perempuan di

PKK dan keagamaan. Karena itu, pada masa Orde Baru masih sedikit bahkan jarang

perempuan ikut dalam kegiatan politik yang dinilai sebagai wilayah laki-laki. Pada tahun

1992-1997keterwakilan politik perempuan hanya 3 orang dari 44 anggota terpilih dan untuk

tahun1997-1999, jumlah anggota DPRD perempuan Kota Medan hanya 4 orang.

Kemudian pada saat ketetapan kuota 30% sendiri sudah diterapkan pertama kali

pada Pemilu 2004 seiring dengan perjuangan dan tuntutan dari para aktivis perempuan, dan

hasilnya pada saat itu adalah 5 orang perempuan yang terpilih dari 45 orang anggota DPRD

Kota Medan yang terpilih. Sementara itu pada pemilu 2009, anggota DPRD Kota Medan

hanya 6 orang perempuan yang terpilih dari 50 orang anggota DPRD Kota Medan yang

terpilih.9

Kinerja Anggota Dewan perempuan yang dibahas disini adalah kinerja tentang

Anggota Dewan perempuan dalam mengambil kebijakan. Kinerja yang

dilaksanakanmengacu aktivitas perempuan atau ruang dan penampilan perempuan dalam Namun salah satu dari enam anggota DPRD Kota Medan perempuan yaitu, Hj

Halimatusakdiyah dari partai Demokrat itu meninggal dunia akibat menderita penyakit

kanker, jumlah anggota legislatif perempuan di kota Medan menjadi lima orang saja.

Kondisi ini memprihatinkan karena persentase keterwakilan politik perempuan yang duduk

di DPRD Kota Medan hanya berkisar 12 % saja.

9

(16)

dunia politik.Pembahasan mereka dalam membuat kebijakan yang mewakili kepentingan

perempuan dapat membuktikan pemberian kuota 30% memang layak diberikan atau tidak

kepada perempuan. Untuk dapat bertahan di dunia politik, perempuan yang telah duduk di

parlemen haruslah memperlihatkan kapasitasnya dengan selalu aktif berpartisipasi dalam

melaksanakan fungsi kerja mereka yaitu di bidang legislasi dimana mereka membuat

kebijakan-kebijakan sesuai dan efektif bagi kebutuhan masyarakat. Jika mereka dapat

melaksanakan fungsi ini, kinerja mereka di parlemen akan meningkat. Berdasarkan uraian

di atas maka penulis tertarik dan ingin melihat dan meneliti tentang Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan tahun 2009-2011

2. Perumusan Masalah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai tiga fungsi parlemen yang harus

dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Ketiga fungsi itu adalah membuat

kebijakan-kebijakan melalui Undang-undang (legislasi), anggaran, dan melakukan pengawasan. Baik

buruknya suatu organisasi ditinjau seberapa besar partisipasi mereka melakukan fungsi

kerja untuk meningkatkan kinerja mereka. Untuk menunjukkan kemampuan mereka,

anggota legislatif perempuan harus menunjukkan seberapa besar prestasinya dalam

menjalankan fungsi parlemen.

Anggota DPRD perempuan berkewajiban memperhatikan kepentingan perempuan

dalam partisipasi politik dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan membuat

kebijakan-kebijakan agar dapat efektif dan efisien. Anggota DPRD Perempuan di Kota

Medan hanya berjumlah lima orang saja. Mereka belum maksimal dalam melakukan fungsi

kerja untuk membuat kebijakan yang memperjuangkan kepentingan perempuan di Kota

Medan. Dari produk-produk legislasi yang telah dihasilkan belum adaperaturan daerah yang

membawa isu-isu perempuan dan kepentingan perempuan. Masih banyak hak-hak

perempuan yang selama ini kurang mendapat perhatian anggota legislatif perempuan yang

berhasil duduk di DPRD. Diskriminasi terhadap perempuan, trafficking, persoalan kesehatan, pendidikan, kemiskinan, partisipasi politik perempuan dan pemberdayaan

perempuan adalah persoalan perempuan yang perlu mendapat perhatian khusus.

3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kinerja anggota DPRD Perempuan Kota Medan dalam melaksanakan fungsi

(17)

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat anggota DPRD Perempuan dalam

melaksanakan kinerja?

4. Fokus Penelitian

Penelitian tentang kinerja DPRD dengan perspektif gender ini difokuskan pada

pelaksanaan salah satu fungsinya yakni : Fungsi Legislasi. Fungsi ini yang memberikan

nama lembaga DPRD sebagai lembaga legislatif atau badan pembuat undang-undang.

Adapun rincian masalah yang akan diamati adalah:

1. Kehadiran Anggota Perempuan DPRD di Kota Medan

Kehadiran merupakan faktor utama anggota DPRD Perempuan dalam melaksanakan

kinerjanya. Mereka pasti tidak bisa melaksanakan tugas mereka dengan baik jika

mereka tidak hadir di DPRD Kota Medan.

2. Penguasaan Materi tentang Fungsi yang dilaksanakan

Penguasaan materi yang dimaksud adalah seberapa besar mereka faham

melaksanakan fungsi legislasi mengenai kepentingan perempuan.

3. Hal inisiatif dan penyampaian gagasan

Seberapa sering Anggota DPRD Perempuan menyampaikan pendapatnya untuk

membuat kebijakan-kebijakan khususnya untuk Pemberdayaan Perempuan.

4. Kemampuan kerjasama

Bagaimana Anggota DPRD Laki-laki dan Perempuan dapat bekerjasama dalam

melaksanakan kinerja mereka di bidang legislasi. 10

5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 5.1. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini ialah:

1) Untuk mengetahui karakteristik Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan

dalam menjalankan Fungsi Legislasi tahun 2009-2011.

2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dapat menghambat Kinerja Anggota

Legislatif Perempuan di DPRD Kota Medan dalam menjalankan Fungsi Legislasi

tahun 2009-2011.

10

Amik Amikawati. Skripsi: Analisis Gender Pada Kinerja DPRD Provinsi Jawa Tengah Periode 2004–2009. Universitas

(18)

5.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam pembuatan penelitian ini ialah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan ilmiah mengenai kemampuan dan

kinerja perempuan di parlemen dalam melakukan fungsi kerjanya di bidang legislasi.

Ini dapat menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak yang berada di pemerintahan

untuk lebih membuka kesempatan kepada perempuan di kancah perpolitikan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat terutama

kaum perempuan agar dapat membuktikan analisis peneliti mengenai kepentingan

perempuan berdasarkan fakta-fakta dilapangan dan menambah wawasan bagi

peneliti itu sendiri.

6. Kerangka teori 6.1. Politik Gender 6.1.1. Pengertian Gender

Teori yang mendukung penelitian ini adalah teori gender. Teori gender dipakai

sebagai pisau analisis sosial konflik yang mengacu kepada ketidakadilan

peran,fungsi,kedudukan,dan struktural karena kondisi sosial, tradisi masyarakat,keyakinan

beragama individu,dan kebijakan pemerintah. Istilah gender sering dipakai kalangan

Feminis ataupun masyarakat yang tertarik dengan Pergerakan Perempuan. Gender

mebicarakan tentang kedudukan perempuan dan laki-laki. Lebih lengkapnya gender adalah

suatu kontruksi antara laki-laki dan perempuan yang mana dilihat bukan dari perbedaan

biologisnya namun dari kedudukan, status, tugas dan peranan di antara keduanya ditinjau

dari persfektif sosial, ekonomi, hukum, budaya, HAM bahkan di lingkungan keluarga

sendiri. Disini fokusnya tidak hanya untuk perempuan, laki-laki juga mengalaminya.

Meskipun, terkadang yang sering mendapat perbedaan dan perlakuan yang tidak adil adalah

perempuan.

Secara etimologi gender berasal dari kata Latin genus, Inggris abad pertengahan

gendre, Yunani gen, dan Prancis modern genre. Awalnya secara umum berarti “jenis” (kata benda) atau “menghasilkan” (kata benda), namun belakangan secara gramatikal lebih sering

digunakan untuk menunjuk jenis kelamin atau seks secara sosial daripada biologis. 11

Di

(19)

dalam buku Pemberdayaan Perempuan dari masa ke masa, karangan Aida Vitalaya S.Hubeis, Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis,

akan tetapi oleh lingkungan sosial budaya, politik dan ekonomi. Gender mengacu pada

perbedaan peran sosial serta tanggung jawab perempuan dan lelaki pada perilaku dan

karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki pada pandangan

bagaimana kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dihargai.12

Namun karena mayoritas yang menjadi korban ketidakadilan gender adalah kaum

perempuan maka analisis gender dianggap menjadi alat perjuangan kaum perempuan.

Analisis gender membantu memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur

yang tidak adil, baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami

dehumanisasi karena sistem ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami

dehumanisasi karena ketidakadilan gender, sementara kaum laki-laki menjadi dehumanisasi

karena melanggengkan penindasan gender.

Permasalahan-permasalahan ketidakadilan gender diatas adalah kondisi yang terjadi

di tengah masyarakat yang saling mempengaruhi. Manifestasi ketidakadilan itu

“tersosialisasi” antara laki dan perempuan dengan baik,yang lambat laun membuat

laki-laki dan percaya bahwa ketidakadilan gender itu adalah kodrat manusia. Lambat laun

terbentuklah suatu sistem ketidakadilan gender yang “diterima” dan tidak lagi dirasakan

sebagai kondisi yang salah. Jika ada yang mempertentangkannya malah dianggap sebagai

pihak yang salah dan tidak tahu aturan. Analisis gender di atas memberi perangkat teoritik

untuk memahami sistem ketidakadilan gender di tengah masyarakat. Laki-laki dan

perempuan, sama-sama menjadi korban dari ketidakadilan gender itu.

13

6.1.2. Budaya Patriarkhi

Alat analisis yang melihat penelitian ini selanjutnya adalah budaya patriarki. Kata

Patriarkhi secara harfiah berarti aturan (rule) bapak atau “patriarkh”, dan pada mulanya digunakan untuk menunjukkan jenis tertentu rumah tangga besar (large household).

Patriarkhi yang meliputi perempuan, laki-laki muda, anak-anak, budak dan pembantu

berada di bawah aturan laki-laki yang dominan ini.14

12

Hubeis, Aida vitalaya S. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor. PT. Penerbit IPB Press.2010 13

Nur Heffina.050906040. skripsi: Perempuan dan politik. Medan. 2009. Hal:16

Patriarkhi adalah istilah yang dipakai

(20)

untuk menggambarkan sistem sosial dimana kaum laki-laki sebagai kaum kelompok

mengendalikan kekuasaan atas kaum perempuan.15

Teori budaya Patriarki sama seperti teori budaya gender dipakai untuk menekankan

permasalahan kondisi sosial dan politik perempuan di masyarakat. Namun, budaya patriarki Institusi dasar dalam pembentukan budaya patriarki adalah keluarga, di mana

ideologi patriarki terpelihara dengan baik dalam masyarakat tradisional maupun modern.

Sebagai unit terkecil dari patriarki, keluarga memberikan kontribusi besar dalam penguatan

ideologi ini. Keluarga mendorong setiap anggotanya untuk berpikir dan berperilaku sesuai

dengan aturan masyarakat yang menganut patriarki.

Ideologi patriarki dikenalkan kepada setiap anggota keluarga, terutama kepada anak.

Anak laki-laki maupun perempuan belajar dari perilaku kedua orang tuanya mengenai

bagaimana bersikap, karakter, hobi, status, dan nilai-nilai lain yang tepat dalam masyarakat.

Perilaku yang diajarkan kepada anak dibedakan antara bagaimana bersikap sebagai seorang

laki-laki dan perempuan.

Ideologi patriarki sangat sulit untuk dihilangkan dari masyarakat karena masyarakat

tetap memeliharanya. Stereotip yang melekat kepada perempuan sebagai pekerja domestik

membuatnya lemah karena dia tidak mendapatkan uang dari hasil kerjanya mengurus rumah

tangga. Pekerjaan domestik tersebut dianggap remeh dan menjadi kewajibannya sebagai

perempuan. Dia tidak perlu mendapatkan uang dari hasil kerjanya dan berakibat dia selalu

tergantung kepada suaminya. Ideologi patriarki tidak dapat diruntuhkan karena secara

ekonomi perempuan tergantung pada laki-laki. Ketergantungan itu terjadi dalam seluruh

kehidupannya. Secara konvensional laki-laki merupakan sumber utama pendapatan dalam

keluarga sedangkan perempuan merupakan pengurus rumah tangga. Laki-laki bekerja di

luar rumah untuk mencari nafkah sedangkan perempuan bekerja di dalam rumah untuk

melakukan semua pekerjaan rumah.

Selain itu, keluarga yang menganut sistem patriarki memberi kesempatan untuk

memperoleh pendidikan yang lebih tinggi kepada anak laki-laki daripada perempuan.

Biasanya orang tua lebih mementingkan anak laki-lakinya untuk sekolah yang tinggi

sedangkan anak perempuannya diminta di rumah. Sehingga anak perempuan kesulitan

untuk mendapatkan akses pengetahuan. Ketika hak-hak perempuan untuk memperoleh

kesetaraan peran dalam keluarga maupun dalam masyarakat tidak dijamin maka terjadi

tindak kekerasan terhadap perempuan oleh laki-laki.

15

(21)

lebih ditunjukkan kepada sisi dominan laki-laki terutama di keluarga. Untuk menghilangkan

keterwakilan politik dan partisipasi perempuan yang masih rendah maka ditunjukkan lebih

awal di tahap ini lalu dilanjutkan ke tahap yang lebih luas. Sisi dominan laki-laki dan

ketidakpercayaan diri perempuan diharapkan sudah dapat dihilangkan di tahap ini.

Dalam konsep ketidakadilan gender, secara terstruktur perempuan selalu menjadi

korban. Di dalam budaya Patriarkhi yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan,

juga telah mempengaruhi pandangan negara dan masyarakat bahwa arena politik tidak

sesuai dengan streotip perempuan yang halus, lemah lembut, penyabar dan jauh dari

kompetesi pertarungan politik. Ini membuat perempuan sulit untuk bersaing dan mau masuk

dalam dunia politik. Dunia politik dikatakan kejam, keras, dan mau melakukan hal-hal

kotor.

6.2.Lembaga legislatif

Lembaga legislatif yang sering dikatakan parlemen atau DPR adalah suatu badan birokrasi

dimana wakil-wakil rakyat yang mempunyai tugas untuk menyampaikan aspirasi rakyat

kepada pemerintah berada di sana.

6.2.1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPRD merupakan lembaga yang berfungsi untuk menyalurka aspirasi masyarakat di

daerah kepada pemerintah setempat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di

setiap provinsi dan kabupaten/ kota pada umumnya dipahami sebagai lembaga yang

menjalankan fungsi legislatif. Namun, fungsi legislatif di daerah tidak lah berada

sepenuhnya di tangan DPRD seperti fungsi DPR-RI seperti yang tertuang dalam Pasal 20

ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 hasil Perubahan Pertama. Pasal 20 ayat (1)

menyatakan Presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR. Sedangkan kewenangan

untuk menetapkan Peraturan Daerah (Perda), baik dari daerah provinsi maupun

kabupaten/kota, tetap berada di tangan Gubernur dan Bupati/Walikota dengan persetujuan

DPRD. Gubernur dan Bupati/Walikota tetap merupakan pemegang kekuasaan dan sekaligus

legislatif, meskipun pelaksanaan legislatif harus dilakukan dengan persetujuan DPRD yang

merupakan lembaga pengontrol terhadap kekuasaan pemeririntah di daerah.

6.2.2. Fungsi Legislatif

Fungsi DPRD ada tiga yaitu:

(22)

Sebagai badan legislasi, DPRD berfungsi sebagai badan pembuat peraturan

perundang-undangan. Melalui fungsi ini DPRD mengaktualisasikan diri sebagai wakil

rakyat. DPRD bersama-sama dengan kepala daerah menyusun dan menetapkan peraturan

daerah untuk kepentingan daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepala

daerah. Rancangan peraturan daerah dapat diajukan oleh kepala daerah atau DPRD.

2. Keuangan

Hak anggaran ini memberi kewenangan kepada DPRD untuk ikut menetapkan dan

merumuskan kebijaksanaan daerah dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Pelaksanaannya, mulai dari perumusan rancangan naskah APBD,

perubahan APBD, atau perhitungan APBD. Pembahasan anggaran pada tahap pertama

dilakukan oleh Panitia Anggaran untuk dipelajari. Pandangan-pandangan Panitia Anggaran

diserahkan kepada komisi-komisi untuk dibahas. Selain Rapat Komisi, diadakan Rapat

Fraksi untuk rencana anggaran dari aspek politiknya. Pada pembahasan ini,

anggota-anggota DPRD mengambil sikap menerima atau mengamander bagian-bagian tertentu

dalam APBD.

3. Pengawasan

Penilaian terhadap pelaksanaaan peraturan-peraturan daerah oleh eksekutif adalah

bentuk dari pengawasan. Di dalam hak-hak DPRD ada hak mengajukan pertanyaan, hak

meminta keterangan dan hak penyelidikan. Rangkaian hak ini sebenarnya telah memberi

kewenangan bagi DPRD untuk menjalankan fungsi pengawasan.

Menurut UUD 1945 yang lama, DPR berhak mengajukan usul inisiatif perancangan

UU. Demikian pula DPRD, berdasarkan ketentuan UU No. 22/1999 berhak mengajukan

rancangan peraturan daerah kepada gubernur. Namun, hak inisiatif ini sebenarnyatidaklah

menyebabkan kedudukan DPRD menjadi pemegang kekuasaan legislatif yang utama.

Pemegang kekuasaan yang utama tetap berada di tangan pemerintah yang dalam hal ini

adalah gubernur atau bupati/walikota.

Fungsi utama DPRD adalah mengontrol jalannya pemerintahan daerah, sedangkan

dalam fungsi legislatif DPRD bukanlah aktor yang dominan. Pemegang kekuasaan yang

dominan di bidang legislatif tetap berada di tangan gubernur atau bupati/ walikota. Dalam

UU No. 22/1999, gubernur dan bupati/walikota diwajibkan untuk mengajukan rancangan

peraturan daerah dan menetapkannya menjadi peraturan daerah dengan persetujuan DPRD.

Artinya DPRD itu hanya bertindak sebagai lembaga pengendali atau pengontrol yang dapat

menyetujui atau bahkan menolak sama sekali ataupun menyetujui dengan

(23)

rancangan peraturan daerah. Fungsi DPRD lebih tercermin dalam mengawasi pererintahan

daerah. Di bidang legislasi, lebih berkaitan dengan sifat-sifat teknis yang banyak

membutuhkan dukungan-dukungan yang teknis pula.

6.3.Kinerja DPRD 6.3.1.Kinerja

Menurut Mangkunegara, Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Kinerja dipengaruhi oleh sikap dan karakternya dalam

menyelesaikan pekerjaanya yang didasari oleh sebuah orientasi16. Sedangkan menurut Prof.

Dr. Moeheriono, kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi

organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. 17

6.3.2.Pengukuran Kinerja

Kinerja dapat

diukur jika sekelompok individu mempunyai kriteria yang ditetapkan oleh organisasi.

Dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau kinerja seorang

pegawai harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar

penilaian tersebut dapat dibuat dalam aspek-aspek penilaian.Untuk dapat mengetahui

kinerja suatu organisasi, harus diketahui ukuran keberhasilan untuk dapat menilai kinerja

tersebut.Ada indikator atau ukuran yang jelas untuk dapat merefleksikan tujuan dan misi

dari organisasi yang bersangkutan . Levinne (Dwiyanto) dalam mengukur kinerja

organisasi publik ada tiga konsep yaitu responsivitas, responsibility, dan akuntability. 18

Sementara menurut Yeremias T. Keban untuk mengukur kinerja DPRD dapat dilihat

dari pendekatan kebijakan, yaitu seberapa jauh kebijakan yang ditetapkan telah secara

efektif memecahkan masalah publik. Artinya apakah kebijakan yang dihasilkan DPRD

dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan memecahkan masalah publik dengan tepat.

Pendapat itu menggambarkan ukuran kinerja DPRD dilihat dari produk kebijakan yang

dihasilkan sebab keterlibatan DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih pada

policy making”.19

16

A.A Anwar Prabu Mangkunegara, evaluasi Kinerja SDM, cetakan ketiga,. Bangung. PT. Refika Aditama.2010 17

Prof. Dr. Moeheriono, Msi. Pengukuran kinerja berbasis kompetensi. Surabaya. Ghalia Indonesia. 2009 18

Agus Dwiyanto. Penilaian Kinerja Organisasi Publik, Makalah dalam Seminar Sehari : Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya, Hal : 7

19

Yeremias T Keban. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah: pendekatan manajemen dan kebijakan, seminar sehari kerja.

(24)

Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas, baik mengenai konsep-konsep atau

pengertian tentang kinerja, pengukuran kinerja dan bagaimana mengukur kinerja, maka

penulis akan menggunakan pengukuran kinerja yang disesuaikan dengan tujuan dan misi

organisasi yaitu: Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektivitas sebagai indikator-indikator

dalam penelitian ini.

1. Akuntabilitas

Agus Dwiyanto berpendapat bahwa konsep akuntabilitas publik dapat digunakan

untuk melihat seberapa besar kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik itu sendiri dapat

konsisten dengan kehendak masyarakat yang ada. Kinerja organisasi publik tidak bisa

hanya dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau

pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaliknya harus dinilai dari ukuran eksternal

seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan

organisasi memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kebijakan yang dibuat oleh organisasi

itu benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut Affan Gafar bahwa akuntabilitas adalah setiap pemegang jabatan yang

dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan

telah ditempuhnya. Tidah hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan

kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah,

sedang dan bahkan yang akan dijalaninya.20

2. Responsivitas

Tujuan pengukuran kinerja akuntabilitas untuk penelitian ini adalah untuk melihat

DPRD khususnya di DPRD Kota Medan sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat

ikut bertanggung jawab atas kelancaran jalannya roda pemerintahan di daerah demi

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam mengatur dan mengurus pemerintahan di

daerahnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tindakannya dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, anggota DPRD perempuan

Kota Medan harus memperhatikan apakah pelaksanaan fungsinya telah sesuai dengan

harapan, keinginan dan kebutuhan masyarakat. Konsep akuntabilitas ini mengandung

makna bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan fungsi DPRD kepada masyarakat.

Suatu organisasi yang mempunyai peran pelayanan publik dituntut harus peka

terhadap apa yang menjadi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menurut S.P

Siagian adalah kemampuan aparatur dalam mengantisipasi dan menghadapi aturan baru,

20

(25)

perkembangan baru, tuntutan baru dan pengetahuan baru, birokrasi harus segera merespon

secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan fungsinya.21

3. Efektivitas

Organisasi harus mampu dan mau mendengarkan apa yang menjadi tuntutan dan

aspirasi masyarakat. Tingkat responsivitas yang akan diteliti adalah kemampuan anggota

DPRD perempuan di Kota Medan dalam mengenali kebutuhan masyarakat, merespon

persoalan yang muncul di tengah masyarakat, memahami kemauan masyarakat dan

kemudian dikembangkan dan dituangkan dalam kebijakan-kebijakan sesuai dengan aspirasi

masyarakat itu. Organisasi yang mempunyai responsivitas yang rendah akan menunjukkan

kinerja yang jelek dan menunjukkan organisasi itu telah gagal. Di dalam DPRD untuk

menunjukkan reponsivitas yang baik haruslah dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan

masyarakat, memberikan pelayanan yang dapat memuaskan keinginan masyarakat dan

memecahkan masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat.

Menurut Kumorotomo, efektivitas adalah menyangkut apakah tujuan dari

didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal ini ada kaitannya dengan

teknis, nilai, misi dan tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan.22

7. Metode Penelitian

Dari uraian di atas, pengukuran efektivitas dari DPRD dapat dilihat dari seberapa

besar peran angggota legislatif perempuan ini dalam merespon kepentingan masyarakat

khususnya perempuan itu sendiri yang dituangkan dalam kebijakan-kebijakan di legislasi,

anggaran, dan pengawasan. Di legislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan kebijakan yang

sesuai dengan kepentingan perempuan dan memperjuangkan hak-hak perempuan. Di

anggaran, menetapkan anggaran yang tinggi dan sesuai untuk kepentingan perempuan. Di

pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanaan

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan menampung aspirasi dari masyarakat untuk

menyalurkannya kepada pejabat dan pihak yang berwenang.

Penelitian ini adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran

suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan metode-metode ilmiah.23

7.1. Jenis Penelitian

21 P

. Sondang Siagian. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta. PT Gunung Agung. 2000. Hal: 165 22

Wahyudi kumorotomo, Dkk. Sistem informasi management dalam organisasi publik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Perss. Hal: 25.2009

23

(26)

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan analisis yaitu

suatu metode dalam meneliti suatu objek, kondisi, suatu sistem pemikiran atau sistem

pemikiran ataupun suatu peristiwa yang terjadi pada masa sekarang. Menurut Whitney,

Metode Deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat yang digunakan untuk

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam

masyarakat, serta hubungan-hubungan kegiatan, sikap-sikap, pandangan dan proses yang

sedang berlangsung juga pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.24

7.2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan DPRD Kota Medan Sumatera Utara. Sebelumnya

kantor DPRD Kota Medan berada di Jl. Namun karena dirasakan tidak memenuhi kapasitas

lagi dalam menampung keseluruhan anggota DPRD yang sekarang berjumlah 50 orang

anggota maka lokasi DPRD Kota Medan dipindahkan sementara selama setahun dari tahun

2012-2013 ke Jl. Krakatau No. 17 Medan yang mana merupakan bekas kantor PELNI.

7.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis

menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu data primer dan data

sekunder.25

Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara

yaitu suatu cara pengumpulan data dengan tujuan mendapatkan informasi dengan cara

bertanya langsung kepada informan serta melakukan proses tanya jawab secara langsung

dengan para informan yang terkait dalam penelitin ini. Data-data yang dimaksud adalah data

tentang DPRD Kota Medan dan penulis akan melakukan wawancara dengan anggota

perempuan DPRD periode 2009-2011. Pada awalnya anggota DPRD perempuan Kota

Medan berjumlah enam orang. Namun karena salah satu anggota dewan perempuan di

lembaga itu yaitu Hj. Halimatuksahdiah dari partai Demokrat meninggal karena penyakit

kanker yang dideritanya sehingga yang dapat saya wawancarai hanya tinggal lima anggota

dewan perempuan saja.

Untuk memperoleh data dan fakta yang berupa informasi yang jelas, maka

penulis menggunakan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

24

M. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia. 1998. Hal: 64

25

(27)

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

1. Dra. Lily, MBA. MH (Partai Perjuangan Indonesia Baru)

2. Hj. Srijati Pohan ( Partai Demokrat)

3. Damai Yona Nainggolan ( Partai Demokrat)

4. Ainal Mardiah ( Partai Golkar)

5. JanLie, SE Ak (Partai Perjuangan Indonesia Baru)

6. Pihak-pihak terkait yang dapat membantu penelitian berjalan dengan baik.

Dengan demikian, data yang nantinya diperoleh dari hasil wawancara tersebut merupakan

data pendukung bagi terlaksananya penelitian ini.

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan tinjauan kepustakaan dan

dokumentasi. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dan informasi melalui referensi

kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, undang-undang, peraturan-peraturan,

artikel-artikel dalam majalah, koran, jurnal ilmiah, laporan-laporan penelitian serta bahan-bahan

lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yang nantinya teori-teori yang

didapat tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan suatu penelitian.

7.4 Teknik Analisa Data

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan metode

kualitatif. Untuk analisis data kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung

berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka. Dalam

penelitian kualitatif ini juga penulis tidak mencari kebenaran dan moralitas tetapi lebih

kepada upaya pemahaman. 26

Dalam kerangka penelitian kualitatif, data yang nantinya didapat dari hasil

wawancara dan dokumentasi akan ditampilkan dalam bentuk uraian lalu dianalisis

kemudian dijelaskan secara mendalam selanjutnya akan menghasilkan suatu kesimpulan

yang dapat menjelaskan masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif, yaitu suatu metode dengan tujuan memberikan gambaran atau uraian atas suatu

keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti, dimana jenis

penelitian ini biasanya diiringi dengan jenis analisis data secara kualitatif. Sehingga

26

(28)

nantinya yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini akan terjawab setelah data dan

informasi terkumpul dan kemudian dianalisis.27

Defenisi konsep adalah hal penting dalam penelitian yang dipakai untuk

menggambarkan secara abstrak keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial.

7.5 Defenisi Konsep dan Operasional

1. Defenisi konsep

28

• Gender adalah konstruksi masyarakat yang membedakan antara laki-laki dan

perempuan berdasarkan peran, fungsi, dan kedudukan mereka yang berubah dari waktu

ke waktu.

Defenisi pada peneltian ini adalah:

• Budaya Patriarki adalah budaya yang memposisikan laki-laki sebagai pihak yang dominan daripada perempuan.

• Kinerja DPRD adalah hasil kerja yang dicapau oleh lembaga DPRD sesuai dengan

fungsi dan tugasnya dengan memakai pengukuran kinerja yaitu Akuntabilitas,

Responsivitas, dan Efektifitas yang dapat digunakan dan dirasakan langsung oleh

masyarakat.

2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dijelaskan sebagai spesifikasi kegiatan peneliti dalam

mengukur variabel. Defenisi operasional merupakan rincian dari indikator-indikator

pengukuran variabel.

Defenisi operasional ini adalah:

 Gender

Pengukuran teori gender di sini adalahPemahaman Anggota DPRD Perempuan tentang

isu-isu perempuan dan kebebasan Anggota DPRD Perempuan dalam membuat

kebijakan-kebijakan di DPRD Medan.

 Budaya Patriarki

Pengukuran teori budaya patriarki adalah dominasi anggota DPRD laki-laki dengan

anggota DPRD perempuan di DPRD Kota Medan. Sisi dominan anggota DPRD

laki-laki ini dapat membuat partisipasi kinerja anggota DPRD perempuan tidak berkembang.

27

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal.4 28

(29)

Sedikitnya penempatan jabatan-jabatan strategis yang dapat diikuti oleh anggota DPRD

Perempuan.

 Kinerja

1. Akuntabilitas

Anggota DPRD perempuan melaksanakan fungsi legislasi untuk kepentingan

perempuan dengan baik dengan mempergunakan sarana dan prasarana yang ada.

2. Responsivitas

Respon Anggota DPRD perempuan dalam menanggapi aspirasi masyarakat,

khususnya untuk kepentingan perempuan.

3. Efektifitas

Kebijakan-kebijakan dan program-program yang dibuat Anggota DPRD

perempuan benar-benar efektif untuk kepentingan masyarakat khususnya untuk

perempuan.

7.6.Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini akan dijabarkan dalam tiga bab penyajian data dan satu bab

sebagai penutup.

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Susunan Keanggotaan DPRD Kota Medan tahun 2009-2014

Pada bab ini akan memaparkan penjelasan tentang Profil Kota Medan, struktur

pimpinanya, keterwakilan politik perempuan serta profil anggota DPRD Perempuan Kota

Medan.

BAB III : Kinerja Dewan Perempuan Kota Medan tahun 2009-2011

Bab ini memuat tentang analisis dari penyajian data-data berdasarkan fakta yang

terjadi. Pada bab ini akan dianalisis tentang kinerja anggota legislatif perempuan Kota

(30)

BAB IV : Penutup

Bab ini akan berisi beberapa kesimpulan dan saran berdasarkan penelitian yang

(31)

BAB II

PROFIL DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN

DPRD KOTAMEDAN

1. Profil DPRD Kota Medan

1.1 Sejarah tentang Pembentukan Badan Legislatif Daerah

Negara Indonesia adalah negara kesatuan, gagasan ini diterangkan secara jelas dan

konkret dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 serta dalam setiap ketentuan

perundang-undangan yang mengatur hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia,

Republik Indonesia dibagi dalam beberapa daerah. Pembagian tersebut adalah konsekuensi

logis dari sistem pemerintah daerah yang desentralis dan demi memudahkan manajemen

pemerintahan mengingat luas daerah penduduk yang banyak.

Dalam Pasal 18 UUD 1945 merumuskan:” Pembagian daearh Indonesia atas daerah

besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dalam undang-undang,

dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan

negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah bersifat istimewa”. Pasal 18 UUD 1945

ini menjadi landasan pembentukan pemerintah daerah yang akan diatur dengan

undang-undang bahwa daerah-daearah yang dimaksud bersifat otonom dan memiliki badan

perwakilan daerah yang dalam perkembangannya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD), serta pemerintahan di daerah yang berdasarkan permusyawaratan.29

Namun sistem seperti ini memberikan konsekuensi logis terjadi salam pengaruh dan

tumpang tindih antara kekuasaan satu lembaga dengan lembaga lainnya. Sistem ini kemudian

menjadi latar belakang terbentuknya UU No. 22 tahun 1999 dimana kewenangan menetapkan

Peraturan Daerah berada di tangan Kepala Daerah, sedangkan DPRD memiliki hak untuk

mengajukan Rancangan Peraturan Daerah.30

Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Badan

Eksekutif Daerah (BED) meliputi Kepala Daerah dibantu seorang wakil dan perangkat

daerah. Sedangkan yang dumaksud dengan Badan Legislatif daerah adalah Dewan

29

B.N Marbun, DPR-RI, Pertumbuhan dan cara kerjanya. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 1992. Hal 9-10 30

(32)

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan alat-alat kelengkapannya yang terdiri dari

pimpinan, komisi, dan panitia-panitia. 31

a. Dalam UU No. 1 Tahun 1945, tentang pembentukan Komite Nasional Daerah

menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang bersama-sama dengan dan dipimpin

oleh Kepala Daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya, asal

tidak bertentangan dengan peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang

lebih luas dari padanya.

Apabila dilihat dari segi hukum maupun praktek , badan legislatif daerah mengalami

tujuh kali perubahan kedudukan hukum sesuai dengan pergeseran politik dan perubahan

konstitusi, yang selalu dikaitkan dengan perundang-undangan yang mengatur tentang

pemerintahan di Daerah. Adapun pertumbuhan dan perkembangan dimaksud disini adalah :

b. UU No. 22 Tahun 1948, tentang Pemerintahan Daerah . dalam Undang-undang ini,

susunan Pemerintah Daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan

Pemerintah Daerah (DPD). Keadaan DPRD semakin kuat, DPRD berwenang

membuat pedoman untuk DPD guna mengatur menjalankan kekuasaan,

kebijaksanaan, dan kewajibannya. Dengan kata lain, ruang gerak DPD ditentukan

oleh DPRD, sementara itu Kepala Daerah hanya merupakan organ Pemerintah Pusat

yang bertugas mengawasi pekerjaan DPRD dan DPD.

c. UU No. 1 Tahun 1957, tentang Pokok-pokok pemerintahan daerah. Menurut

Undang-undang ini,pemerintah daerah terdiri dari DPRD dan DPD, sedangkan Kepala Daerah

bukan hanya merupakan organ tersendiri dari Pemerintah Daerah, akan tetapi hanya

menjadi Ketua dan anggota DPD karena jabatannya. Hak-hak dan kewajiban DPRD

semakin luas, dimana DPRD mengatur dan mengurus segala rumah tangganya,

kecuali urusan yang oleh Undang-undang ini diserahkan kepada pengusaha lain.

d. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, tentang Pemerintah

Daerah. Dalam penetapan Presiden ini, Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah

dan DPRD. Sedangkan DPD diganti dengan Badan Pemerintah yang

bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Selanjutnya disusul dengan penetapan

presiden Republik Indonesla Nomor 5 Tahun 1960, yang mengatur tentang Dewan

Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) dan Sekretariat Daerah.

e. Undang-undang No. 18 Tahun 1965, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

Menurut Undang-undang ini, DPRD merupakan unsur Pemerintah Daerah, yang

31

(33)

tanggung jawabnya adalah membuat dan menetapkan Peraturan Daerah, mencalonkan

wakil kepala daerah serta mengajukan kepala daerah.

f. Undang-undang No. 5 Tahun 1974, tentang pokok-pokokPemerintahan Daerah.

Dalam Undang-undang ini, yang menempatkan DPRD sebagai unsur Pemerintah

Daerah, guna menjamin kerja sama dan keserasian antara kepala daerah dan DPRD

untuk mencapai teritb pemerintahan di daerah.

g. Undang-undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Dalam

undang-undang ini, DPRD dipisahkan dari Pemerintah Daerah dengan maksud untuk lebih

memberdayakan DPRD dan peningkatan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah

kepada masyarakat.

1.2. Gambaran Umum tentang DPRD Kota Medan 1.2.1. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dalam hal penguatan Lembaga Legislatif Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah. Lembaga legislatif daerah telah mengalami perubahan dan

peningkatan fungsi serta peran yang sangat berarti dalam hal:

a) DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai

penyelenggara pemerintahan daerah.

b) Membentuk peraturan daerah kabupaten bersama Kepala Daerah.

c) Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai

anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Kepala

Daerah.

d) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran

pendapatan dan belanja daerah kabupaten.

e) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau wakil Kepala

Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan

pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian.

f) Memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Kepala

Daerah.

g) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten

(34)

h) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan

oleh pemerintah daerah kabupaten.

i) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten.

j) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan

pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

k) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

l) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan.32

1.2.2. Wewenang dan Tugas DPRD

DPRD adalah unsur pemerintah kota yang susunanya mencerminkan perwakilan

seluruh rakyat daerah, bersama-sama kepala daerah menjalankan tugas wewenang pemerintah

daerah di bidang legislatif. Dalam menjalankan wewenang dan tugas DPRD secara rinci

diatur dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 09/ KEP DPRD/ Tahun 2004

tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan sebagaimana

tertera dalam Bab V, Pasal 30 yang menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan

wewenang:

1. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat

persetujuan bersama.

2. Menetapkan APBD bersama dengan kepala daerah.

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran

pendapatan dan belanja daerah, peraturan kepala daerah, kebijakan pemerintah

daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama

internasional di daerah.

4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan/atau wakil

Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan

pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian.

5. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten

terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.

32

(35)

6. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam

penyelenggaraan tugas desentralisasi.

7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam undang-undang.

1.2.3. Hak-hak yang dimiliki DPRD dalam menjalankan kegiatannya

1. Hak Interpelasi; ialah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah

mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak

luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara.

2. Hak Angket; ialah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan

penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan

strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara, yang

diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

3. Hak menyatakan pendapat; ialah hak DPRD untuk menyetakan pendapat terhadap

kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah

disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan

hak interpelasi dan hak angket.

4. Pendapat diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan

perundang-undangan.

1.2.4. Hak Anggota DPRD

o Mengajukan rancangan Perda.

o Mengajukan pertanyaan.

o Menyampaikan usul dan pendapat.

o Memilih dan dipilih.

o Membela diri.

o Imunitas.

o Protokoler.

o Keuangan dan administratif.33

1.2.5. Kewajiban Anggota DPRD dalam mengemban tugas dan wewenangnya

a. Memegang dan mengabdi serta mengamalkan Pancasila.

33

Gambar

Tabel.2
Tabel.4
Tabel. 5
Tabel.6
+5

Referensi

Dokumen terkait

Data-data yang telah terkumpul yang berupa semua bunyi bahasa yang terdapat di daerah Motong Are Kecamatan Kediri tersebut dianalisis untuk mengetahui apakah bunyi tersebut

Pada tahun 2016 wilayah Polrestabes jenis pelanggaran lalu lintas bertambah menjadi 5 pelanggaran yaitu melawan arus, melanggar lampu lalu lintas, tidak

Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya & Tata Ruang Provinsi Jawa Timur menginginkan adanya suatu sistem informasi pengelolaan data inventaris yang dapat menggantikan

Dengan menggunakan media pembelajaran yang masih analog tersebut kebanyakan siswa merasa bosan dan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diberikan

Adapun berbagai pihak yang merasa dirugikan oleh klausula eksemsi atau perjanjian baku yang telah dibuat oleh pihak PT.Telkom diantaranya seperti pelanggan yang mempunyai

Merupakan keputusan yang berulang dan telah ditentukan sebelumnya, dalam keputusan terprogram prosedur dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan

Setelah diberikan penyuluhan tingkat pengetahuan responden mengalami peningkatan, pada saat posttest yang terbanyak adalah pada kategori baik dengan jumlah

Pembelajaran bahasa Inggris di SMP Yanggandur, SMP Negeri 11 Sota, dan SMK Negeri 1 Sota belum berjalan dengan baik. Terungkap bahwa persoalan pembelajaran bahasa