• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Bahasa Dalam Kumpulan Puisi Doa Untuk Anak Cucu Karya W.S. Rendra dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Bahasa Dalam Kumpulan Puisi Doa Untuk Anak Cucu Karya W.S. Rendra dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI DOA UNTUK ANAK CUCU KARYA W.S. RENDRA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

Oleh

ERA OCTAFIONA

Masalah dalam penelitian ini adalah gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra dan menentukan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra yang berjumlah 22 puisi. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis teks dengan menggunakan metode interaktif.

(2)

Era Octafiona

hiperbol, persamaan atau simile, metafora, alegori, personifikasi, dan sinekdoke. Gaya bahasa yang paling banyak ditemukan adalah asonansi, yakni sebanyak 104 penggunaan. Fungsi gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra adalah membangkitkan suasana bahagia, suasana rindu, suasana sedih, suasana sepi, kesan bersungguh-sungguh, kesan gelisah, kesan ramah, kesan rendah hati, kesan sabar, menimbulkan adanya tanggapan indera penglihatan, indera pendengaran, dan memperindah, penuturan itu sendiri.

Dari hasil penelitian ini, diketahui gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra sangat layak dijadikan alternatif bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Hal ini berdasarkan kriteria pemilihan bahan ajar sastra Indonesia ditinjau dari aspek kurikulum dan aspek sastra.

(3)
(4)

GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI DOA UNTUK ANAK CUCU KARYA W.S. RENDRA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

(Skripsi)

Oleh

ERA OCTAFIONA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

MOTO

“Sesunggguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

(Q.S. Al-Insyirah : 6)

“Katakanlah kepada yang berkata tidak bisa, cobalah!

Yang berkata mustahil, buktikanlah!

Yang berkata tidak tahu, belajarlah!”

(Quraish Shibab)

(8)
(9)

PERSEMBAHAN

Teriring doa dan rasa syukur ke hadirat Allah SWT., kupersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang paling berharga dalam hidupku.

1. Ayahanda dan Ibundaku tercinta, Bapak Eriady Marahimat dan Ibu Misnawati yang tak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang, mendidik dengan penuh cinta, dan berdoa dengan keikhlasan hati untuk keberhasilanku menggapai cita-cita serta selalu menanti keberhasilanku.

2. Adik-Adikku tercinta, Marendra dan Sanestia Eriawaty yang telah memberikan doa dan dukungan dalam menuntut ilmu serta menanti keberhasilanku.

3. Untuk keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan dukungan untuk keberhasilanku.

4. Keluarga besar Batrasia 2010.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 13 September 1992, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Eriady Marahimat dan Misnawati.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah TK Pertiwi Rawa Laut, Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1998. Pendidikan di SD Yayasan Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan di SMP Negeri 9 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan di SMA YP UNILA Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010.

(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah subhannahuwata’ala atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi Doa Untuk Anak Cucu Karya

W.S. Rendra dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tentu telah banyak menerima masukan, arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni serta sekaligus Pembahas yang telah memberikan bimbingan, masukan, saran, dan bantuan kepada penulis.

(12)

xii 4. Drs. Ali Mustofa, M. Pd. selaku Pembahas atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Wini Tarmini, M. Hum. selaku Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, dan motivasi kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

7. Ayahanda dan Ibunda tercintaku, Bapak Eriyadi Marahimat dan Ibu Misnawati yang tak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang, mendidik dengan penuh cinta, dan berdoa dengan keikhlasan hati untuk keberhasilanku menggapai cita-cita serta selalu menanti keberhasilanku.

8. Adik-adikku tercinta, Marendra dan Sanestia Eriawaty yang telah memberikan doa dan dukungan dalam menuntut ilmu serta menanti keberhasilanku.

9. Sepupuh-sepupuhku tercinta, Astri Nurul Insani, Fadhilah Fanny, Ivone Prata Mulia, dan Nidia Fifi Friandana.

10.Untuk keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan dukungan untuk keberhasilanku.

11.Bapak dan Ibu Guru serta Staf SMA Negeri 2 Gunung Terang, Desa Panca Marga, Kecamatan Tulang Bawang Barat, Kabupaten Tulang Bawang Barat. 12.Sahabat-sahabat terbaikku Restty Purwana Suwama, Mediyansyah, Nandita

(13)

xiii 13.Teman-teman Batrasia Angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang kalian berikan selama ini.

14.Teman-teman KKN Kependidikan Terintegrasi di Desa Panca Marga, Kecamatan Tulang Bawang Barat, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

15.Kakak tingkat angkatan 2008, 2009, adik tingkat angkatan 2011, 2012, dan 2013 terima kasih atas kebersamaan dan kerjasamanya

16.Kepada semua pihak yang ikut berperan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah subhanahuwata’ala membalas segala keikhlasan, amal, dan bantuan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amiin.

Bandarlampung, Januari 2015

(14)

i

2.5Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya makna ... 15

2.5.1 Gaya Bahasa Retoris ... 15

2.5.2 Gaya Bahasa Kiasan ... 22

2.6 Fungsi Gaya Bahasa ... 29

2.7 Pembelajaran Sastra di SMA ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Sumber Data ... 33

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 33

(15)

ii

4.2.7 Kesaksian tentang Mastodon-Mastodon ... 52

4.2.8 Rakyat Adalah Sumber Ilmu ... 63

(16)

1

I. PENDAHULUAN

Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi

Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra dan kelayakannya sebagai bahan ajar

sastra Indonesia di SMA. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang

menggambarkan tentang penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa

Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra. Hal tersebut akan diuraikan dalam bahasan

berikut ini.

1.1Latar Belakang

(17)

2

manifestasi kehidupan manusia melalui bahasa sebagai objeknya dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia.

Sastra dibagi menjadi dua yaitu prosa dan puisi. Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat, sedangkan puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Karya sastra puisi meliputi puisi, pantun, dan syair, sedangkan karya sastra prosa meliputi novel, cerita pendek, dan drama. Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang menggunakan ciri khas bahasa yang menonjol. Meskipun pada dasarnya semua jenis karya sastra terutama prosa dalam penggunaan bahasa juga harus memperhatikan berbagai aspek estetis, tetapi terlihat jelas perbedaan antara prosa dan puisi dalam hal penggunaan bahasa. Prosa terutama sekali bersifat menerangkan, menceritakan uraian sejelas mungkin, sehingga membutuhkan ruang yang cukup luas. Oleh sebab itu, dalam penggunaan bahasanya prosa lebih mngetengahkan pilihan kata-kata yang tepat dan mudah untuk dimengerti. Sedangkan puisi, terutama sekali bersifat menggambarkan, dan melukiskan sehingga ruangannya relatif lebih kecil atau sempit. Oleh sebab itu, dalam penggunaan bahasanya puisi lebih mengetengahkan kuantitas kata kias atau gaya bahasa. Jadi, tidak perlu heran lagi jika pada umumnya lebih sulit untuk memahami puisi dibandingkan prosa.

(18)

3

yang harus dilalui untuk dapat memahami dan menangkap makna serta memahami isi puisi tersebut. Salah satunya dengan cara menganalisis unsur intrinsik puisi yaitu gaya bahasa.

Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan tersendiri. Seorang penyair dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pengarang dalan memnfaatkan dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang penyair. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan penyair akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Oleh sebab itu, pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatarbelakangi pemilihan dan pemakaian bahasa.

(19)

4

atas, namun peneliti hanya meneliti dari salah satu keenpat jenis gaya bahasa tersebut, yaitu gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terdiri atas dua gaya bahasa, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Peneliti tertarik untuk mengkaji gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dikarenakan macam-macam gaya bahasa yang sangat beraneka ragam dibandingkan dengan jenis-jenis gaya bahasa lainnya. Dengan menganalisis gaya bahasa berdasarkan langusng tidaknya makna yang terdiri atas dua gaya bahasa, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Dengan menganalisis gaya bahasa dalam puisi dan berusaha untuk memahaminya, maka akan dengan mudah pembaca memaknai puisi tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji tentang gaya bahasaberdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu retoris dan kiasan dalam sebuah karya sastra puisi.

Kumpulan puisi yang berjudul Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra merupakan salah satu bahan bacaan puisi yang pengarangnya tersebut sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Pemilihan kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra cukup baik karena terdapat bahasa kiasan yang beragam dan menarik, sehingga diharapkan dapat menjadi pertimbangan sebagai alternatif bahan pengajaran sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA), karena sifatnya mudah untuk dipahami. Hal inilah yang menjadikan alasan penulis menggunakan kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra sebagai objek penelitian.

(20)

5

sepenuhnya terletak di tangan guru. Oleh karena itu, guru bahasa Indonesia di SMA harus lebih teliti dalam memilih bacaan sastra yang akan dijadikan bahan ajar. Jadi, akan sangat baik jika karya sastra yaitu puisi yang dijadikan bahan ajar selain bisa memenuhi tuntutan materi juga bisa membentuk kepribadian siswa yang bermoral.

Saat ini pemerintah melalui Kemendikbud,menerapkan kurikulum terbaru yaitu Kurikulum 2013. Menyadari peran penting bahasa sebagai wahana untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran secara estetis dan logis. Suatu saat, bahasa tidak dituntut dapat mengekspresikan sesuatu dengan efisien karena ingin menyampaikannya dengan indah sehingga mampu menggugah perasaan penerimanya. Pada saat yang lain juga, bahasa dituntut efisen dalam menyampaikan gagasan secara objektif dan logis supaya dapat dicerna dengan mudah oleh penerimanya.

Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Kemampuan berbahasa yang dituntut tersebut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan.Dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang jenis, kaidah, dan konteks suatu teks, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu teks tulis dan lisan, baik terencana maupun spontan, dan bermuara pada pembentukan sikap kesantunan dan kejelian berbahasa, serta sikap penghargaan terhadap Bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa.

(21)

6

kompetensi, yaitu kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Pada silabus Kurikulum 2013 di SMA ditemukan kompetensi inti mengenai mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah ilmuwan. Adapun Kompetensi dasar yang harus dicapai siswa berdasarkan kompetensi inti, yaitu mengaplikasikan komponen-komponen puisi untuk menganalisis puisi, kompponen-komponen yang dimaksudkan yaitu gaya bahasa yang terdapat dalam puisi.

(22)

7

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu, “Bagaimanakah gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA)?”. Adapun rincian masalah utama tersebut disusun dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1.3Pertanyaan Penelitian

Adapun rincian masalah utama tersebut disusun dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah gaya bahasa retoris dan kiasan yang terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra?

2. Bagaimanakah fungsi gaya bahasa retoris dan kiasan dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

3. Bagaimanakah kelayakan gaya bahasa retoris dan kiasan dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra sebagai bahan ajar sastra di SMA.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah memberikan deskripsi gaya bahasa, makna

puisi, dan fungsinya gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak

Cucukarya W.S. Rendra sebagai bahan ajar sastra di SMA. Adapun rincian dari

tujuan utama penelitian ini adalah.

(23)

8

2. Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa retoris dan kiasan dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

3. Mendeskripsikan kelayakan gaya bahasa retoris dan kiasan dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra sebagai bahan ajar sastra di SMA.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik manfaat secara teoretis maupun manfaat secara praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1 Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian di bidang kesastraan, serta bermanfaat terhadap perkembangan ilmu bahasa kajian unsur intrinsik puisi khususnya pada bidang deskripsi gaya bahasa dalam kaya sastra.

1.5.2 Praktis

(24)

9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup sebagai berikut.

1. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada unsur intrinsik puisi khusunya gaya bahasa retoris dan kiasan dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra.

- Gaya Bahasa Retoris:

- Aliterasi - Histeron Proteron

- Asonansi - Pleonasme

- Apofasis - Perifrasis

- Apostrof - Prolepsis

- Asindenton - Erotesis

- Polisindenton - Silepsis

(25)

10

II. LANDASAN TEORI

Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

mengenai teori-teori penelitian mengenai pengertian puisi, unsur-unsur struktur

puisi, pengertian gaya bahasa, jenis-jenis gaya bahasa, dan pembelajaran sastra di

SMA. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang menggambarkan tentang

penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya

W.S. Rendra. Hal tersebut akan diuraikan dalam bahasan berikut ini.

2.1Pengertian Puisi

Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima „membuat‟ atau poeisis „pembuatan‟, dan dalam bahasa Inggris disebut poem dan poetry. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada dasarnya seorang

telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah. Dengan mengutip pendapat McCaulay, Hudson mengungkapkan bahwa puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya (Amiruddin, 2013: 134).

(26)

11

mencari kehidupan serta alasan yang meyebabkannya ada. Masih banyak lagi defini yang diungkapkan oleh ahli sastra mengenai pengertian puisi. Begitu banyak batasan yang dikemukakan oleh ahli sastra sehingga kita sulit untuk membatasi pengertian puisi (Tarigan, 2011: 2011).

2.2Unsur-unsur Struktur Puisi

Menurut (Esten, 1990: 22-24), secara sederhana, dapat diuraikan unsur-unsur struktur sebagai berikut.

(1). Musikalitas

Unsur musikalitas adalah unsur bunyi, irama atau musik dari sebuah puisi. Unsur ini terlihat pada penuyususnan bunyi kata (dan suku kata) serta kalimat. Akan tetapi juga dilihat pada penyususnan kata. Jadi, unsur musikalitas terjadi secara lahir (dalam kata dan kalimat) maupun secara maknawi (makna kata dan kalimat). Unsur musikalitas menimbulkan suasana (mood) dari sebuah puisi. Unsur musikalitas menentukan pula irama dan intonasi dari pengucapan sebuah puisi.

(2). Korespondensi

(27)

12

(3). Gaya Bahasa

Gaya bahasa membuat larik menjadi padat arti imajinasi serta memberi warna emosi terhadap pembacanya.

Seluruh unsur-unsur struktur ini berusaha membantu tercapainya proses konsentrasi dan intensifikasi dari sebuah puisi. Di dalam ketiga unsur struktur itu terjalin di dalamnya unsur-unsur emosi dan imajinasi.

Dalam penelitian ini penulis mengacu pada pendapat yang menyatakan bahwa unsur-unsur struktur puisi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu musikalitas, korespondensi, dan gaya bahasa. Penulis hanya membatasi pada bagian struktur ketiga, yaitu gaya bahasa membuat larik menjadi padat arti imajinasi serta memberi warna emosi terhadap pembacanya (Esten, 1990: 22-24).

2.3 Pengertian Gaya Bahasa

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititkberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.

(28)

13

Malahan nada yang tersirat di balik sebuah wacana secara termasuk pula persoalan gaya bahasa. Jadi jangkauan gaya bahasa sebenarnya sangat luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur kalimat yang mengandung corak-corak tertentu, seperti yang umum terdapat dalam retorika-retorika klasik.

Walaupun kata style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri tori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu:

(a) Aliran Platonik: menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan, menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style.

(b) Aliran Aristoteles: menganggap bahwa gaya adalahsuatu kualitasyang inheren, yang ada dalam tiap ungkapan.

Dengan demikian, aliran Plato mengatakan bahwa ada karya yang memiliki gaya dan ada karya yang sama sekali tidak memiliki gaya. Sebaliknya, aliran Aristoteles mengatakan bahwa semua karya memiliki gaya, tetapi ada karya yang memiliki gaya yang tinggi ada yang rendah, ada karya yang memiliki gaya yang kuat ada yang lemah, ada yang memiliki gaya yang baik ada yang memiliki gaya yang jelek.

(29)

14

Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf, 1986: 113).

Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan mengacu pada pendapat yang menyatakan bahwa gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf, 1986: 113).

2.4 Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagianyang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Dalam meneliti gaya bahasa kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra, penulis merujuk pada teori Gorys Keraf dengan pertimbangan kelengkapannya.

Gorys Keraf (2002: 115) membagi gaya bahasa menjadi empat bagian, yaitu. a. gaya bahasa berdasarkan pilihan kata;

b. gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat; c.gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung;

d.gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terkandung di dalamnya.

(30)

15

2.5Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya makna

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang diapaki masih mempertahankan makna denotatifnya sudah ada yang menyimpang (Keraf, 2002: 129). Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

2.5.1 Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris suatu penyimpanan kontruksi biasa dalam bahasa yang digunakan untuk menimbulkan efek tertentu. Macam-macam gaya bahasa retoris yaitu:

1. Aliterasi

Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan.

Contoh: - Di malam yang kelam dan suram ini, Wisnu berjalan sendirian menuju rumahnya.

- Gadis manis itu menangis setelah ditinggal pergi kekasihnya.

2. Asonansi

Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang juga dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekadar keindahan.

Contoh: - Ini muka penuh lukasiapa punya.

(31)

16

3. Apofasis atau Preterisio

Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetaapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya.

Contoh: - Jangan khawatir, aku tidak akan katakan kepada siapa-siapa bahwa engkau selingkuh.

4. Apostrof

Adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orator klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu massa, sang orator secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau obyek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada para hadirin.

Contoh: - Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini.

5. Asindenton

Adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma.

Contoh: - Laki perempuan, tua muda, kaya miskin semuanya hadir pada acara pamit haji Bapak Syarifuddin.

(32)

17

6. Polisindenton

Polisindenton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindenton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.

Contoh: - Setelah ia pulang sekolah, lalu ia mandi kemudian sholat dzuhur dan tidur siang.

- Ia mencuci beras terlebih dahulu, kemudianmenanak nasi, dan menunggunya hingga matang.

7. Kiasmus

Kiasmus (chiasmus) adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Contoh: - Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas.

- Baik orang kaya maupun orang miskin, semua berkumpul di satu masjid yang sama.

8. Elipsis

Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.

Contoh: - Aku sudah memberimu kesempatan sampai hari ini, tapi kenyataannya....

- Sebenernya aku menginginkannya, tapi.... ya sudahlah....

9. Eufemismus

(33)

18

baik”. Sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa

uangkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Contoh: - “Saya minta ijin untuk pergi ke belakang, Pak Dian” Ucap Lucky (kata ke belakang lebih halus daripada ke wc).

- Saya terharu melihat nasib para tuna wisma itu (tuna wisma lebih halus daripada gelandangan).

10. Litotes

Adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.

Contoh: - Saya mohon, sudilah kiranya untuk singgah sebentar di gubuk saya (padahal rumah mewah).

11. Histeron Proteron

Adalah semacam gaya bahasa yaang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar.

Contoh: - Jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh dengan tenang.

12. Pleonasme dan Tautologi

(34)

19

Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihillangkan, artinya tetap utuh.

Contoh Pleonasme: - Silahkan Anda masuk ke dalam terebih dahulu (kata ke dalam seharusnya tidak perlu ditambahkan karena kata masuk biasanya “ke dalam” tidak mungkin masuk ke luar).

Sebaliknya, acuan itu diisebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.

Contoh Tautologi: - Siapapun juga tidak pernah mengharapkan dan menginginkan kejadian seperti ini terjadi.

13. Perifrasis

Sebenarnya perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berkelebihan itu sebenarnya dapat duganti dengan satu kata saja.

Contoh: - Pak Ali akhirnya beristirahat dengan damai (beristirahat dengan damai menggantikan ungkapan meninggal).

- Dia selalu merasa bahwa kemenangan ada di depan matanya (kemenangan ada di depan matanya menggantikan ungkapan optimis).

14. Prolepsis atau Antisipasi

(35)

20

Contoh: - Almarhum Padi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal orang itu.

15. Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Gaya ini biasanya dipergunakan sebagai salah satu alat yang efektif oleh para orator.

Contoh: - Adakah pejabat yang jujur pada masa seperti ini? - Inikah yang namanya persahabatan?

16. Silepsis dan Zeugma

Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.

Dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar.

Contoh: - Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.

17. Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

(36)

21

18. Hiperbol

Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.

Contoh: - Kekayaan orang itu selangit, dengan mudahnya dia menguras habis isi supermarket itu.

- Saya setengah mati mengerjakan soal kimia ini.

19. Paradoks

Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya.

Contoh: - Santi merasa kesepian di tengah-tengah keramaian pesta ulang tahunnya.

- Ia merasa masih kekurangan meskipun tinggal di rumah mewah itu.

20. Oksimoron

Oksimoron (okys = tajam, moros = gila, tolol) adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau dapat juga dikatakan, oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam paradoks.

Contoh: - Olahraga mendaki gunung memang sangat menarik, walaupun cukup membahayakan.

(37)

22

2.5.2 Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut(Keraf, 2002: 136). Macam-macam gaya bahasa kiasan, seperti diuraikan di bawah ini:

1. Persamaan atau Simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

Contoh: - Mereka berdua bagaikan anjing dan kucing, tidak pernah bisa akur.

2. Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga desa, buaya darat, jantung hati, cindera mata, dan sebagainya.

Contoh: - Aku sungguh beruntung bisa memiliki bunga desa di kampung ini.

- Dia adalah jantung hatiku, namanya Winda.

(38)

23

Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.

Contoh: - Hati-hatilah kamu dalam mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang.

Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersift alegoris, untuk menyaampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.

Contoh: - Adam dan Hawa diciptakan untuk bisa saling melengkapi satu sama lain. (Adam dan Hawa merupakan gambaran tentang pasagan dua sejoli).

- Malin Kundang memang seorang anak durhaka, ia tidak mau mengakui ibu kandungnya sendiri. (Malin Kundang merupakan gambaran tentang seorang anak durhaka).

Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.

Contoh: - Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, “Hai buaya bodoh, sebetulnya tidak ada dagung segar yang akan aku bagikan. Tidaklah kau lihat bahwa aku tidak membawa sepotong daging pun?”

4. Personifikasi atau Prosopopoeia

(39)

24

merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

Contoh: - Daun kelapa itu melambai-lambai diterpa angin kencang. - Ayam hitam itu menari-nari di angkasa.

5. Alusi

Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata.

Contoh: - Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya.

6. Eponim

Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu.

Contoh: - “Mungkin Dewi Fortuna belum memihak kepada kita berdua, Pak” ucap Ibu Lia. (Dewi Fortuna melambangkan tentang keberuntungan).

- Dibutuhkan banyak sekali Kartiniuntuk mempertahankan hak kaum perempuan di zaman ini. (Kartini melambangkan tentang pembela hak kaum perempuan).

7. Epitet

Epitet (epitela) adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

(40)

25

- Puteri malam untuk bulan. - Raja rimbauntuk singa.

8. Sinekdoke

Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechhesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pas pro toto) atau memprgunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte).

Contoh pars pro toto: - Saya tidak mau tinggal satu atap dengannya. -Sudah tiga hari aku tidak melihat batang

hidungnya.

Contoh totum pro tarte: - Akhirnya, Indonesia bisa mengalahkan Filipina dengan skor 1-0.

- SMU 5 Yogyakarta memenangkan lomba lari antar SMU.

9. Metonimia

Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan ini dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki., akibat untkuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari sinekdoke.

Contoh: - Mbak Mardi menghisap 76.

(41)

26

10. Antonomasia

Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.

Contoh: - Si gendut datang dengan menggunakan kemeja berwarna merah bata.

- Si jangkung melangkah dengan terpogoh-pogoh.

11. Hipalase

Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan.

Contoh: - Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah. (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).

12. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.

Contoh: - Bersih benar rumahmu, seperti kandang ayam.

- Busyet, mulutmu wangi sekali, seperti orang yang tidak pernah gosok gigi.

(42)

27

dari nama suatu aluran filsafat Yunani yang mula-mula mengajarkan bahwa kebajukan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam pengendalian diri dan kebebasan. Tetapi kemudian mereka menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan-kebiasaan sosial dan filsafat-filsafat lainnya. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi, namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan di antara keduanya.

Contoh: - Manis betul teh ini, gula mahal ya?

- Sejuk sekali tempat ini, enggak ada AC ya?

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis., dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar.

Contoh: - Aku tidak akan pernah mau untuk tinggal di rumah yang mirip tempat sampah seperti itu.

- Beraninya kamu mendekatiku, dasar hitam!

13. Satire

Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya disebut satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti dalam yang penuh berisi macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.

Contoh: - Ya ampun, soal semudah ini tapi kamu tidak bisa mengerjakannya.

(43)

28

14. Inuendo

Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.

Contoh: - Ia menjadi kaya karena memakai harta perusahaan.

- Di manakah ia membeli gelar itu? Dengan mudahnya ia menjadi Doktor.

15. Antifrasis

Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

Contoh: - Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol).

-Si putih terlihat bingung mencari pemutih untuk kulitnya yang hitam itu.

16. Pun atau Paranomasia

Pun atau paranomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

Contoh: - Pak Slamet bisa bermain-main dengan ular, walaupun tekadang ia terkena bisa ular tersebut.

(44)

29

2.6Fungsi Gaya Bahasa

Fungsi gaya bahasa dalam karya sastra adalah sebagai alat untuk:

1. Meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang/pembicara.

2. Mempengaruhi atau meyakinkan pembaca/pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara.

3. Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci, dan sebagainya.

4. Memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya.

2.7Pembelajaran Sastra di SMA

(45)

30

Rahmanto (1988: 27-33) mengemukakan bahwa ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan pengajaran sastra dengan teppat.

1. Dari sudut bahasa

Penguasaan suatu bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang nampak jelas pada setiap individu. Sementara perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang melliputi banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang jg dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Oleh karena itu, agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.

2. Dari sudut pikologi

(46)

31

3. Dari sudut latar belakang budaya

Biasanya siswa akan mudah tertarikpada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang di sekitar mereka. Dengan demikian, secara umum guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

(47)

32

III.METODE PENELITIAN

Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

mengenai metode penelitian, desain penelitian, sumber data, teknik pengumpulan,

dan analisis data mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak

Cucu karya W.S. Rendra dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di

SMA. Hal tersebut akan diuraikan dalam bahasan berikut ini.

3.1 Desain penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra maka dari itu perlu digunakan suatu metode untuk mencapai tujuan penelitian tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik analisis data.

Moloeng (1989: 6) menyimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah.

(48)

33

puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra dan menentukan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

3.2Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah data verbal yang berupa gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan maksud memperoleh deskripsi tentang gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra yang meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang dilihat dari segi penggunaan dan fungsi.

Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi-puisi yang terdapat pada kumpulan puisi yang berjudul Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra, yaittu: Gumamku, Ya Allah; Doa; Syair Mata Bayi; Tentang Mata; Inilah Saatnya; Hak Oposisi; Kesaksian tentang Matodon-Mastodon; rakyat Adalah Sumber Ilmu; Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia; Ibu di Atas Debu; Pertanyaan Penting; Polisi Itu Adalah;

‘He, Remco ...’; Kesaksian Akhir Abad; Sagu Ambon; Jangan Takut, Ibu!;

Perempuan yang Cemburu; Pertemuan Malam; Perempuan yang Tergusur; Di

Mana Kamu De’Na?; maskumambang; dan Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu. Terbit

tahun 2013cetakan pertama, jumlah halaman 94, diterbitkan oleh Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka), Yogyakarta.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

(49)

34

1. Membaca kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra secara keseluruhan

2. Mengidentifikasi penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra.

3. Mengelompokkan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra ke dalam jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu: gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

4. Menganalisis penggunaan gaya bahasa dalam kumpulan pusis Doa Utuk Anak Cucu karya W.S. Rendra.

5. Menyimpulkan hasil analisis pengunaan gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra.

(50)

202

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

1. Gaya bahasa retoris secara keseluruhan berjumlah 141 penggunaan.

Penggunaan gaya bahasa retoris yang paling banyak digunakan dalam

kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W,S Rendra adalah gaya bahasa

aliterasi (17) penggunaan, asonansi (104) penggunaan, asindeton (3)

penggunaan, pleonasme (2) penggunaan, perifrasis (6) penggunaan, erotesis

atau pertanyaan retoris (3) penggunaan, dan hiperbol (6) penggunaan. Gaya

bahasa kiasan secara keseluruhan berjumlah 37 penggunaan. Penggunaan gaya

bahasa kiasan yang paling banyak digunakan dalam kumpulan puisi Doa Untuk

Anak Cucu karya W.S. Rendra persamaan atau simile (18) penggunaan,

metafora (12) penggunaan, alegori (2) penggunaan, personifikasi (4)

penggunaan, dan sinekdoke (1) penggunaan.

2. Fungsi gaya bahasa pada kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S.

Rendra adalah membangkitkan suasana bahagia, suasana rindu, suasana

romantis, suasana sedih, suasana sepi, kesan bersungguh-sungguh, kesan

gelisah, kesan ramah, kesan rendah hati, kesan sabar, menimbulkan adanya

tanggapan indera penglihatan, indera pendengaran, dan memperindah peuturan

(51)

203

3. Kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra yang layak

dijadikan sebagai bahan ajar terdapat 14 judul puisi, yaitu: Gumamku, Ya

Allah; Doa; Syair Mata Bayi; Tentang Mata; Inilah Saatnya; Kesaskisan

Tentang Mastodon-Mastodon, Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia, Ibu di Atas

Debu, Pertanyaan Penting, Polisi Itu Adalah, Kesakian Akhir Abad, Sagu

Ambon, Jangan Takut, Ibu!; Maskumambang, dan Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu.

Adapun yang kurang layak dijadikan bahan ajar sastra di SMA terdapat

delapan judul puisi, yaitu: Hak Oposisi; Rakyat Adalah Sumber Ilmu; ‘He,

Remco...’; Perempuan yang Cemburu; Pertemuan Malam; Perempuan yang

Tergusur; dan Di mana kam De’Na?

5.2Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra, peneliti menyarankan sebagai berikut.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung.

Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa Bandung.

Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Pradopo, Rachmat Djoko. 2013. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Rahmanto, B. 1996. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Rais, Putera. 2012. Paduan Super Lengkap Majas EYD Peribahasa. Yogyakarta: Buku Pintar.

Semi, Atar. 1990. Metode Penelitian Sastra. Padang: Angkasa. Suroto. 1990. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan kumpulan puisi “Blues untuk Bonnie” sebagai bahan penelitian ini dengan alasan dalam pembacaan awal kumpulan puisi ”Blues untuk Bonnie” tersebutada

menganalisis aspek moral yang terdapat dalam kumpulan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad dengan tinjauan semiotik, (3) implementasi aspek moral dalam kumpulan puisi

CUCU KARYA W.S. RENDRA KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI AJAR SASTRA DI SMA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Tien Agus Dyarrini.. Nilai-Nilai Moral dan Tema Puisi-Puisi dalam Kumpulan Puisi “Golf Untuk Rakyat” Karya Darmanto Jatman dan Implementasinya Sebagai Ba han Pembelajaran Sastra

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk medeskripsikan penggunaan sarana retorika yang berupa gaya bahasa retoris dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S

Untuk menentukan layak atau tidaknya masalah sosial dalam kumpulan cerpen Juragan Haji karya Helvy Tiana Rosa sebagai bahan ajar sastra di SMA harus sesuai dengan kognisi

Dalam puisi yang berjudul Tentang Mata terdapat representasi cinta kasih yang terlihat dalam kutipan Mata kejora!Mata kejora!/Mata kekasih dalam dekapan malam//

Kesepuluh puisi ini menggunakan beragam pencintraan yaitu citraan penglihatan (visual), pendengaran (audio), dan rabaan (taktil). Semua penggunaan citraan tersebut