KEKERABATAN MASYARAKAT BAJOU
KERTAS KARYA Dikerjakan
O l e h
FAHRUR ROZI HASMAN NIM : 052203101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
KEKERABATAN MASYARAKAT BAJOU
KERTAS KARYA Dikerjakan
O l e h
FAHUR ROZI HASMAN NIM : 052203101
Pembimbing, Pembaca,
Zulnaidi. S.S., M.Hum.
NIP. 132316223 NIP. 132299344
Muhammad Pujiono. S.S., M.Hum
Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian
Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III
dalam Bidang Studi Bahasa Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta Shalawat
dan Salam kita panjatkan kepada Nabi MUHAMMAD SAW, sebagai persyaratan
untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas
Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul “Kekerabatan
Masyarakat Bajou”
Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih
jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk
kearah perbaikan.
Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai
pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara
2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa
Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum. selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis,
sampai kertas karya ini dapat selesai diselesaikan.
4. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum selaku dosen pembaca.
5. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra
Medan, 20 Maret 2009 Penulis
FAHRUR ROZI HASMAN NIM. 052203101
6. Teristimewa kepada Keluarga Besar penulis, Ayahanda Saiful Rizal, S.H. dan
Ibunda Rosita Rasyid. Juga kepada kakak-kakak tercinta Elfira, S.E. dan
Oriza Safrini, S.Farm., APT. Terima kasih atas semua dukungannya dan Doa yang
telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
7. Tidak lupa penulis juga ingin mengungkapkan rasa banyak terima kasih kepada
seluruh saudara-saudara dan kepada Kel.Besar Romy Iskandar dan Nenek Rohana
tercinta. Terima kasih untuk PT. Aulia Rizky Islah dan Pixel Show Production.
Juga rasa terima kasih penulis layangkan kepada Syahrizal Akbar, Wahyu
Hidayat, Rama Dhanil Qodri, Abangnda Yahya Sitorus, Sri Baginda Bobby
Ardiansyah, Noviandre Prasethio, AMD., Marwan Harahap, Sundara Angga,
AMD., Novitha Mandiara, AMD., Ikhsan BCA, U-rico, By-U THE BOENCIET,
kepada seluruh Kel.Besar Obake Community dan Hinode. Dan bagi segenap pihak
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis menghanturkan rasa terima
kasih sebesar-besarnya karena dengan tulus telah membantu dan memotivasi
penulis dalam penyelesaian kertas karya ini. Akhir kata penulis memohon maaf
kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam pengerjaan
kertas karya ini, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……… i
Daftar Isi ………...iii
BAB I PENDAHULUAN ………..1
1.1. Alasan Pemilihan Judul ………1
1.2. Tujuan Penulisan ………..2
1.3. Pembatasan Masalah ………....3
1.4. Metode Penulisan ……….3
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BAJOU………..4
2.1. Letak Geografis ………4
2.2. Agama…….. ……….5
2.3. Penduduk ……….……….5
2.4. Mata Pencaharian ……….6
BAB III SISTEM KEKERABATAN ………..…… ………7
3.1. Pola Kehidupan Sehari - hari ………..7
3.2. Sistem Kekerabatan ……….. ………...8
3.3. Stratifikasi Sosial ………10
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………...13
4.1. Kesimpulan ………...13
4.2. Saran ……….13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Dalam penggolongan masyarakat di Indonesia secara praktis, maka akan
terdapat masyarakat suku bangsa yang beraneka ragam, masyarakat golongan
minoritas dari berbagai negara lain dan masyarakat terasing. Masyarakat Bajou juga
termasuk dalam golongan masyarakat yang diupayakan membangun.
Orang-orang Bajou berasal dari daerah yang bernama Ussu, yang terletak di
gunung dan ditepi sebuah danau yang ditumbuhi sebatang pohon raksasa yang diberi
nama Walenreng. Raja pertama didaerah ini adalah Sawerigading putra Batara Lattu
cucu dari Batara Guru. Batara guru adalah pemberi nasib bagi manusia di bumi.
Ketika Sawerigading masih berkuasa dan ingin melakukan perjalanan untuk
mengelilingi dunia, maka pohon raksasa bernama Walenreng ditebang untuk di
jadikan sebuah perahu. Pohon ini banyak ditempati oleh ratusan burung bahkan ribuan
burung untuk membuat sangkar sehingga pada saat ditebang maka terjadi banjir.
Banjir terjadi karena pecahan telur-telur burung, yang menghanyutkan orang bajou
yang hidup disekitarnya.
Ketika orang Bajo terombang ambing dan hanyut mengikuti aliran sungai
Malili, Orang-orang Luwu melihat dari kejauhan hanya terlihat samar-samar dan
dalam bahasa Bugis disebut “Ta’bajo-bajo” yang artinya nampak seperti
bayang-bayang karena dilihat dari kejauhan.
Dari sistem kekerabatan ini maka kita dapat mengambil beberapa manfaat
mengenai sistem kekerabatan ikatan perkawinan dan ikatan hubungan darah di
masyarakat Bajou. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk membahas
sistem kekerabatan masyarakat Bajou, kemudian menuangkan kedalam kertas karya
yang berjudul “Sistem Kekerabatan Masyarakat Bajou Sulawesi Selatan”.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis mengangkat “Sistem Kekerabatan Masyarakat
Bajou Sulawesi Selatan” sebagai judul kertas karya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pola kehidupan masyarakat Bajou.
2. Untuk mengetahui sistem kekerabatan masyarakat Bajou.
3. Untuk mengetahui stratifikasi sosial masyarakat Bajou
4. Melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari Universitas Sumatera
Utara.
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam kertas karya ini penulis membahas mengenai pola kehidupan
masyarakat Bajou, stratifikasi sosial dan sistem kekerabatan yang dipercaya oleh
masyarakat Bajou.
1.4. Metode Penulisan
Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu
metode mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku atau mencari di
internet. Selanjutnya data dianalisa dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BAJOU
2.1. Letak Geografis
Letak Desa Bajou dapat dilihat dari sudut administrasi dan sudut geografis.
Secara administrasi Desa Bajou terletak dalam wilayah kecamatan Tanete Riattang
Timur, Kabupaten Dati II Bone, Provinsi Sulawesi. Selatan desa tersebut terdiri atas
empat buah dusun, yaitu Dusun Appasareng, Dusun Pao, Dusun Bajo dan Dusun
Rompe.
Batas Wilayah Desa Bajou, diliput oleh tiga desa dan satu laut yaitu :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lonrae.
2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Teluk Bone.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kading.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cellu.
Desa Bajou merupakan pelabuhan ferry yang menghubungkan provinsi
Sulawesi Selatan dengan provinsi Sulawesi Tenggara dan sebaliknya. Jalur lalu lintas
laut dari Desa Bajou ke Sulawesi Tenggara dilalui dengan mempergunakan Ferry
dengan rute dua kali dalam sehari semalam.
Dalam hubungannya dengan letak geografis, maka wilayah Desa Bajou berada
di atas areal tanah datar dan pesisir pantai teluk Bone yang memanjang dari Utara ke
arah Selatan, mulai tapal batas wilayah Desa Kading. Letak geografisnya persis
berada di pesisir pantai dan merupakan potensi yang cukup baik untuk pengembangan
usaha penangkapan ikan laut. Keadaan ini memungkinkan sebagian besar
Jarak wilayah Desa Bajoe ke kota Watampone sebagai ibukota kabupaten
relatif sangat dekat dan dapat ditempuh dalam jangka waktu yang sangat singkat yaitu
hanya sekitar sepuluh menit dengan mempergunakan sarana angkutan umum berupa
mikrolet.
2.2. Agama
Berdasarkan arsip kependudukan di Kantor Desa Bajou, diketahui bahwa
seluruh warga masyarakat Bajou dilokasi adalah penganut agama Islam. Ketaatan
masyarakat Bajou melakukan ibadah shalat, di satu sisi menunjukkan ketaatan mereka
dalam rangka pelaksanaan sebagian dari syri’at agama Islam. Namun di lain sisi
masyarakat bersangkutan masih tetap percaya kepada mahkluk-mahkluk gaib dan
kekuatan sakti (supernatural). Yang konon kabarnya sangat menentukan keselamatan
diri maupun perolehan rezeki bagi pakkaja (nelayan).
Masyarakat Bajou percaya akan adanya pangngonroang sappa (penjaga
karang). Yang bertempat tinggal digugusan-gugusan karang, dari seluruh gugusan
karang di sekitar lokasi penangkapan dan tabu mendekatinya yaitu Samoa, Lamasia
dan di gugusan karang yang bernama Cimborong.
Berdasarkan informasi diatas tersebut jelas bahwa masyarakat Bajou sampai
sekarang tetap memiliki sistem kepercayaan tradisional terhadap mahkluk-mahkluk
gaib maupun kekuatan-kekuatan sakti yang dianggap sebagai pemilik sekaligus
penjaga lautan dan gugusan karang.
2.3. Penduduk
Jumlah penduduk Desa Bajou tersebut terbagi dalam empat Rukun
Kampung (RK) dan 12 Rukun Warga (RW) serta 34 Rukun Tetangga (RT). Desa
Banyaknya penduduk Desa Bajou dapat diperinci menurut usia dan jenis
kelamin, pendidikan, mata pencaharian hidup, dan agama yang dianut. Usia produktif
(19-45 tahun) adalah berjumlah 2.454 orang atau 38% dari jumlah penduduk secara
keseluruhan Desa Bajou. Sementara penduduk yang berusia antara (6-18 tahun) atau
usia sekolah 2.206 orang atau 34%. Usia kurang produktif (46 tahun keatas)
berjumlah 721 orang atau 11% dari jumlah penduduk, dan usia belum sekolah
berjumlah 1.064 orang atau 17% dari jumlah penduduk.
2.4. Mata Pencaharian
Luas seluruh wilayah Desa Bajou meliputi areal seluas 5,58 Km2. Wilayah
perkampungan suku Bajou di Dusun Bajo menunjukkan, bahwa prumahan penduduk
menempati areal pantai di sepanjang pantai Teluk Bone. Maka dari itu yang paling
banyak penduduk desa Bajou bermata pencaharian dibidang perikanan atau sebagai
nelayan, jumlah mereka tidak kurang dari 578 orang. Hal ini disebabkan karena
sebagai nelayan dengan segera dapat dinikmati hasilnya.
Sebagai nelayan mereka mengenal tiga lokasi penangkapan ikan, yaitu di
perairan dalam, di gugusan karang dan dipantai. Bagi nelayan yang berprofesi di
perairan dalam pada umumnya menggunakan peralatan menangkap ikan berupa
panah, tombak dan pancing. Dan yang beroperasi di gugusan karang juga
menggunakan peralatan yang sama di samping satu alat tangkap lainnya yang disebut
bunre.
Bagi masyarakat Bajou, gugusan karang merupakan lahan yang potensial dan
berada pada kedalaman antara 5 sampai 20 meter dengan jarak 3 sampai 5 mil dari
BAB III
SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT BAJOU
3.1. Pola Kehidupan Sehari-hari
Masyarakat Bajou yang bermukim di wilayah pantai mengembangkan
kemampuan mendapatkan makanannya di air. Mereka hidup dengan cara menangkap
ikan di laut, mencari tiram di samping mengembangkan teknik-teknik peralatan
pencarian makanan, alat-alat penangkapan ikan maupun sistem peralatan transportasi
lautan. Masyarakat Bajou yang bermukim di daerah pantai Teluk Bone ternyata sejak
lama manfaatkan potensi sumber daya laut sebagai lapangan pencaharian hidupnya.
Masyarakat Bajou juga ada sebagai pakkaja yang dalam pengertian umum
mencakup setiap orang memusatkan sumber penghasilan pada sektor perikanan.
Istilah perikanan itu sendiri secara defentif adalah berarti “segala usaha penangkapan
budi daya ikan serta pengolahan sampai pemasaran hasilnya, sedangkan yang
dimaksud sumber perikanan ialah binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di
perairan baik darat maupun laut.
Mereka juga bekerja sebagai Pappalele pada hakekatnya berarti orang yang
memusatkan kegiatan pencaharian hidupnya pada usaha distribusi atau penyalur hasil
produksi ikan laut melalui proses perdagangan atau transaksi jual beli ikan. Dalam hal
ini para pappalele membeli ikan dari nelayan, kemudian menyalurkannya pula baik
kepada para pedagang besar maupun pedagang eceran.
Selain itu pappalele kadangkala menjual ikan tersebut kepada konsumen.
3.2. Sistem Kekerabatan
Prinsip Kekerabatan Masyarakat Bajou dapat diungkapkan sebagai prinsip
ikatan perkawinan. Perkawinan adalah salah satu fenomena kehidupan sosial budaya
yang dikenal dan dilakukan hampir setiap masyarakat sejak dahulu kala hingga
sekarang. Secara sepintas dapat dikatakan bahwa perkawinan itu merupakan salah
satu bentuk kehidupan bersama yang sangat penting artinya bagi sepasang individu
yang berlawanan jenis kelaminnya, baik didalam rangka pemenuhan kebutuhan
seksual maupun untuk mengembangkan keturunan.
Pendekatan tersebut diatas ini bertolak dari suatu asumsi dasar, bahwa
“Perkawinan itu adalah suatu urusan keluarga, urusan kerabat, urusan masyarakat,
urusan derajat dan urusan pribadi dalam hubungannya yang berbeda-beda. Ini berarti,
bahwa suatu perkawinan hanya mungkin terselenggara apabila kedua unsur calon
mempelai mendapat dukungan dari individu atau kelompok individu lain yang ada
dalam masyarakatnya. Dan sebagai sumbu tempat berputar seluruh hidup
kemasysrakatan.
Berbicara mengenai aturan-aturan perkawinan, maka secara garis besar
sistem perkawinan masyarakat Bajou bertumpu pada dua landasan fundamental, yaitu
aturan-aturan agama islam dan aturan-aturan adat. Namun dalam kenyataannya
masyarakat bersangkutan lebih mengutamakan aturan-aturan perkawinan yang
bersumber dari syariat islam.
Dalam bahasa Bugis juga dikenal pula oleh sebagian warga
Masyarakat Bajou para lelaki yang melakukan perkawinan poligini itu disebut
mappammaru (memadukan lebih dari seorang istri).
Sehubungan dengan sistem perkawinan diatas maka dalam kehidupan
bervariasi. Dari seluruh unit rumah tangga di wilayah Dusun Bajou ada sebagian
merupakan rumah tangga monogamis, ada pula beberapa unit rumah tangga
poligamis. Ini jika dilihat dari bentuk perkawinan yang melandasinya. Sedangkan
dilihat dari struktur keanggotaannya, maka ditemukan adanya rumah tangga yang
terdiri atas satu keluarga batih. Selebihnya unit-unit rumah tangga yang berbentuk
keluarga luas, terdiri atas lebih dari satu keluarga batih.
Rumah tangga monogamis dan rumah tangga poligamis ini dapat merupakan
keluarga batih, dapat pula merupakan keluarga luas. Keluarga batih adalah unit sosial
yang diartikan sebagai kelompok kekerabatan terkecil, terdiri atas ayah, ibu dan anak
atau anak-anak yang belum menikah. Keluarga luas adalah keluarga besar yang terdiri
atas lebih dari satu keluarga batih, menempati rumah yang sama atau tinggal dalam
satu perkarangan. Kemudian istilah rumah tangga mencakup pengertian, sebagai
kesatuan masyarakat yang makan dari satu dapur atau mengurus ekonomi rumah
tangga.
Dari pengertian diatas tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat
Bajou pada hakekatnya memandang ideal sistem perkawinan monogamis, namun
demikian mereka tidak menganggap tabu perkawinan yang berbentuk poligamis.
Sebaliknya mereka tidak mengenal sistem perkawinan poliandri.
Ada juga sistem kekerabatan prinsi keturunan dan ikatan hubungan darah yang
pada hakikatnya tidak hanya merupakan acuan untuk menetapkan keanggotaan
seseorang dalam suatu kelompok kekerabatan. Lebih dari itu prinsip keturunan juga
menjadi dasar fundamental untuk menetapkan hak dan kewajiban setiap individu
dalam suatu unit keluarga dan kelompok kekerabatan.
Didalam kehidupan masyarakat Bajou jaringan hubungan kekerabatan antar
ini maka setiap anak yang lahir akan secara otomatis menjadi anggota kerabat baik
dari garis keturunan pihak ayah maupun garis keturunan ibunya.
Dalam hal ini berbagai kelompok kekerabatan, baik dalam organisasi daruma
(rumah tangga) sebagai unit sosial yang paling kecil maupun di dalam unit-unit
organisasi kekerabatan yang lebih besar, yaitu dansitang (kerabat luas).
Berdasarkan pola hubungan kekerabatan yang fundamental terbentuk atas
dasar ikatan dan hubungan darah maka masyarakat Bajou mengenal dan menerapkan
sistem pengelompokan anggota kerabat yang terbagi menjadi golongan yaitu
kelompok kerabat dansitang teo (kerabat jauh), dansitang tutuku (kerabat dekat), dan
tutuku sikali (kerabat dekat sekali).
3.3. Stratifikasi Sosial
Salah satu prinsip pengelompokan atau pengorganisasian sosial ialah prinsip
hirarki. Timbulnya prinsip hirarki dalam kehidupan masyarakat manusia pada
umumnya dilandasi oleh adanya orang-orang dan kedudukan tertentu yang dianggap
lebih tinggi dari pada orang lain. Masyarakat Bajou di abad yang lampau terbagi
dalam empat kelompok sosial menurut stratifikasi sosialnya, masing-masing adalah
kelompok masyarakat golongan Lolo Bajou, Punggawe Bajou, Anak Bajou, serta Ate
Bajou.
Lolo Bajou adalah golongan bangsawan Bajou yang secara turun menurun
menjadi pemimpin kaum di lingkungan masyarakatnya sendiri. Lolo Bajou yang
bertanggung jawab kepada pihak pemerintah kerajaan pusat (Bone) ats tindakan
warganya. Dalam hal ini Lolo Bajou berhak memutuskan perkara serta menetapkan
jenis hukuman yang seadil-adilnya kepada setiap warganya yang melakukan
selain bertugas untuk membina warga Bajou secara internal, Lolo Bajoupun
mempunyai hak istimewa untuk menghadap kepada baginda Raja Bone, baik untuk
mempersembahkan upeti maupun untuk membela kepentingan warganya sendiri.
Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Lolo Bajou bekerjasama dengan
Punggawe Bajou.
Punggawe Bajou termasuk dalam keturunan bangsawan Bajou yang sangat
besar peranannya dalam kehidupan sosial maupun kehidupan ekonomi masyarakat
Bajou. Punggawe Bajou secara garis besar bertanggung jawab atas pembinaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya dikalangan warga Bajou.
Berdasarkan status dan peranannya sebagai pejabat adat, maka Lolo Bajou
berkewajiban untuk mengkoordinasikan kekuatan rakyat dalam rangka pembelaan
negeri, termasuk memberikan perlawanan sewaktu-waktu timbul penyerangan dari
pihak musuh. Selain itu bertanggung jawab dalam menangkap dan memberi hukuman,
baik hukuman badan maupun hukuman denda terhadap warga Bajou, baik yang
melakukan kejahatan maupun yang tidak membayar pajak pelabuhan.
Anak Bajou adalah warga masyarakat umum yang berasal dari keturunan
orang biasa. Mereka bukan keturunan Lolo Bajou, bukan pula keturunan Punggawe
bajou, Namun mereka juga bukan golongan Ate Bajou (budak, hamba sahaya).
Bahkan sering kali ada diantara mereka masih mempunyai hubungan keluarga dengan
keturunan bangsawan, walaupun sudah jauh.
Dalam kehidupan bermasyarakat golongan anak Bajou wajib mematuhi
seluruh aturan yang berlaku, disamping menaati pertintah yang bersumber dari ketua
kaum, yaitu Lolo Bajou dan Punggawe Bajou.
Ate Bajou adalah golongan masyarakat Bajou yang dianggap paling rendah
hal ini seorang tuan atau majikan boleh memindah tangankan budaknya, baik melalui
proses jual beli maupun sebagai pemberian hadiah.
Pada zaman dahulu setiap anak yang lahir dari titisan darah seseorang ate
dengan sendirinya akan berstatus sebagai ate pula, namun sekarang golongan
masyarakat ate itu tidak dikenal lagi di lingkungan masyarakat Bajou. Walau
demikian, masyarakat Bajou secara tradisional masih melestarikan sistem simbol yang
mencerminkan lapisan sosial seseorang. Simbol tersebut terwujud dalam bentuk
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Masyarakat Bajou pada umumnya bermata pencaharian menangkap ikan
di laut.
2. Sistem kekerabatannya yang mereka anggap ideal dalam perkawinan
ialah monogamis
4.2. Saran
1. Penulis mengharapkan kertas karya ini bisa bermanfaat bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.
2. Sebagai warga negara Indonesia yang kaya akan suku dan budaya kita
DAFTAR PUSTAKA
Nusyirwan, M.1988. Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga Dan
Masyarakat Di Daerah Bajou, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Tanjung Pinang.
Koentjaraningrat, 1981. Beberapa Pokok Angropologi Sosial, Dian Rakyat,
Jakarta.
Poerwadarminta,W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai