• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga

Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia

Skripsi

Diajukan oleh:

JULIA VERONIKA

060501097

EKONOMI PEMBANGUNAN

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT

UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

MEDAN

(2)

ABSTRACT

The research titled “Analysis Cointergation And Causality Between Labor Absorption And Economic Growth In Indonesia”. This research try to analysis the cointegration and causality relationship between labor absorption and economic growth in Indonesia during 1980-2008, by using method of cointegration and granger causality test. The analysis result show that labor absorption and economic growth has stationary at 1st difference data with confidence level α=5%. The cointegration test show that labor absorption and economic growth in Indonesia has a consistent relationship in the long term. And granger causality test show there is a onedirectional causality between labor absorption and economic growth in Indonesia.

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kointegrasi dan kausalitas antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu 1980-2008 dengan menggunakan cointegration test dan

granger causality test. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel penyerapan

tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi telah stasioner pada derajat integrasi 1 atau I(1) dengan tingkat kepercayaan 5%. Hasil cointegration test menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia memiliki hubungan jangka panjang. Dan hasil granger causality test menunjukkan bahwa terdapat hubungan searah antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Kata kunci: granger causality test, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa

karena atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kointegrasi dan kausalitas antara penyerapan tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu 1980-2008. Disamping itu, penulisan skripisi ini juga ditujukan sebagai salah satu syarat dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi dari program pendidikan Strata 1 Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Namun demikian, penulis juga mempunyai

keterbatasan pengetahuan dalam menyelesaikan penelitian ini sehingga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan

hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis sayangi Petrus W.A.B dan Roslina Sinaga, yang telah mengasihi, membimbing, dan mendidik serta mendukung penulis didalam doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(5)

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec sebagai Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis Ph.D sebagai Wakil Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat,SE,MSi selaku dosen pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang

baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

6. Ibu Ilyda Sudardjat, SSi, MSi selaku dosen penguji I yang telah memberikan petunjuk, masukan dan saran serta kritikan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi selaku dosen penguji II yang telah memberikan petunjuk, masukan dan saran serta kritikan dalam penyusunan

skripsi ini.

8. Ibu Dra. T. Diana Bakti, MSi selaku dosen wali penulis yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan penulis.

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

10.Sahabat – sahabatku Valentina, Merryana, Yunita, Olga, dan Poltak yang senantiasa mendukung dan memotivasi penulis selama perkuliahan dan

(6)

11.Saudara – saudaraku di harmonika 8A Rony, Ara, Meichay, Juna, dan Chicy.

Tak lupa juga keluarga baruku di berdikari 52 Meisia, Yenny, Nora, Nody, Debz, Elisa, dan Joice yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada

penulis.

12.Teman – teman seperjuangan EP 2006 yang yang tidak penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis di masa perkuliahan khususnya

pada penyelesaian skripsi ini.

13.Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis baik secara langsung

ataupun tidak langsung dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Semoga Yesus Kristus membalas segala budi dan pengorbanan, bimbingan, dan dukungan baik berupa moril maupun materil yang telah diberikan.

Akhir kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan membantu semua pihak yang membutuhkannya, terkhusus mahasiswa/I

Departemen Ekonomi Pembangunan.

Medan, Juni 2010

Penulis

JuliaVeronika

(7)

DAFTAR ISI

2.2 Definisi Penyerapan Tenaga Kerja ……… 12

2.3 Definisi Pertumbuhan Ekonomi ……… 14

2.4 Elastisitas Kesempatan Kerja ……… 18

2.5 Hubungan Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dengan Pertumbuhan Ekonomi ……… 19

(8)

3.5 Model Analisis Data………. 25

3.6 Definisi Operasional ………... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 29

4.1 Kondisi Perekonomian Indonesia ……… 29

4.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Di Indonesia ………. 33

4.2.1 Gambaran Umum Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia … 35 4.2.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor-Sektor Ekonomi ……… 38

4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia……… 40

4.3.1 Gambaran Umum Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ……….. 40

4.3.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tenaga Kerja ………. 43

4.3.3 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pada Lapangan Pekerjaan Utama ……….. 45

4.4 Analisis Data ……….. 47

4.4.1 Hasil Uji Akar Unit (unit root test) ……….. 47

4.4.2 Hasil Uji Kointegrasi (cointegration test) ………. 48

4.4.3 Hasil Uji Kausalitas (granger causality test) ……… 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 51

5.1 Kesimpulan ………. 51

5.2 Saran ……… 51

(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Dan Jumlah Tenaga Kerja Yang

Diserap Di Indonesia Tahun 1980-2008 (dalam persen) 4 4.4.1 Hasil Pengujian ADF Dengan Intercept 47 4.4.2 Hasil Uji Kointegrasi Dengan Metode Johansen 49

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Diagram Ketenagakerjaan 12

2.5 Diagram Jumlah Penduduk Optimal 21

4.1 Pertumbuhan PDB Dan PDB Per Kapita Di Indonesia 32 4.2.1 Diagram Perkembangan Tingkat Kesempatan Kerja

Tahun 1980-2008 35

4.2.1.1 Persentase Tingkat Pengangguran Setelah

Krisis Ekonomi Tahun 1997/1998 37

4.2.2.1 Jumlah Orang Yang Bekerja Di Sektor Ekonomi (%) 38 4.3.2.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia Sebelum Krisis (%) 44 4.3.2.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

PenyerapanTenaga Kerja Indonesia Setelah Krisis (%) 45 4.3.3 Pertumbuhan Ekonomi Pada Lapangan Pekerjaan Utama 46

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

Lampiran 1 Akar Unit 1st Difference Dengan Intercept Lampiran 2 Uji Kointegrasi

Lampiran 3 Uji Kausalitas

(12)

ABSTRACT

The research titled “Analysis Cointergation And Causality Between Labor Absorption And Economic Growth In Indonesia”. This research try to analysis the cointegration and causality relationship between labor absorption and economic growth in Indonesia during 1980-2008, by using method of cointegration and granger causality test. The analysis result show that labor absorption and economic growth has stationary at 1st difference data with confidence level α=5%. The cointegration test show that labor absorption and economic growth in Indonesia has a consistent relationship in the long term. And granger causality test show there is a onedirectional causality between labor absorption and economic growth in Indonesia.

(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kointegrasi dan kausalitas antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam kurun waktu 1980-2008 dengan menggunakan cointegration test dan

granger causality test. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel penyerapan

tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi telah stasioner pada derajat integrasi 1 atau I(1) dengan tingkat kepercayaan 5%. Hasil cointegration test menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia memiliki hubungan jangka panjang. Dan hasil granger causality test menunjukkan bahwa terdapat hubungan searah antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Kata kunci: granger causality test, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya jumlah penduduk terus – menerus bertambah. Ini berarti semakin banyak tenaga kerja yang tersedia dan ingin bekerja untuk

melangsungkan kehidupannya. Bertambahnya penduduk juga mengakibatkan kebutuhan ekonomi juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

tersebut dibutuhkan penambahan pendapatan. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita, maka tujuan pembangunan dapat diwujudkan. Pada dasarnya, tujuan pembangunan adalah mencakup pendidikan dan kesempatan kerja yang lebih

setara, kesetaraan gender yang lebih besar, kesehatan dan nutrisi yang lebih baik, serta kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.

Menurut Syaukani dkk (2002), pembangunan ekonomi suatu negara dititikberatkan untuk mengurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan penyediaan lapangan kerja, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Namun, yang paling utama adalah penciptaan lapangan kerja. Keberhasilan sebuah pemerintahan salah satunya dilihat dari seberapa jauh pemerintahan

tersebut berhasil menciptakan lapangan kerja bagi masyarakatnya. Penciptaan lapangan kerja yang tinggi akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat sehingga pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan meningkat

(dalam Putu Ayu P. Purwanti).

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak kekurangan

(15)

tekanan penduduk yang berjumlah lebih dari 200 juta jiwa (BPS, 2002). Tekanan

penduduk yang dilihat dari segi kualitas dan kuantitas ternyata belum dapat diimbangi oleh kegiatan ekonomi yang tersedia sehingga menciptakan

permasalahan sosial ekonomi yang serius seperti pengangguran, rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan serta semakin tingginya angka kriminalitas yang berdampak pada aspek keamanan dan pada gilirannya akan menghambat kegiatan

perekonomian itu sendiri.

Melihat kondisi Indonesia yang demikian maka diperlukan kerja keras,

ketekunan dan kerja sama semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta demi pemulihan ekonomi negara khususnya di bidang kependudukan. Pembangunan ekonomi dengan tujuan utama yaitu meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan mensejahterakan masyarakat menjadi tolak ukur kemapanan suatu negara. Bagi negara berkembang, pertumbuhan ekonomi yang positif merupakan

sasaran yang harus dicapai agar dapat mensejajarkan diri dengan negara – negara maju.

Mansoer dan Asaddin (dalam Dwikarinimade, 2009) berpendapat bahwa

pertumbuhan ekonomi yang positif berarti meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja yang optimal dari segi jumlah,

produktivitas dan efisiensi memerlukan kebijakan yang memperhitungkan kondisi internal maupun perkembangan eksternal. Kondisi internal dan eksternal meliput i pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, perkembangan dan efisiensi

(16)

Menurut Tjokromidjojo (dalam Priyo Prasojo, 2009), kebijakan perluasan

kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena salah satu tolak ukur untuk menilai

keberhasilan ekonomi suatu negara adalah kesempatan kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan ekonomi. Kesempatan kerja merupakan aspek sosial ekonomi yang sulit diwujudkan. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas sosial

terpuruk. Dengan demikian, kebijakan dan program – program pembangunan perlu diarahkan untuk perluasan kesempatan kerja.

Suatu perekonomian yang berkembang dengan pesat bukan jaminan bahwa negara tersebut dikatakan makmur bila tidak diikuti perluasan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang dimaksud adalah lapangan kerja yang mampu

menampung tenaga baru yang setiap tahun memasuki dunia kerja. Dengan demikian hubungan antara pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional

berkaitan erat dengan perluasan kesempatan kerja karena faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting selain modal, teknologi dan alam. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan perluasan kesempatan

kerja agar angkatan kerja yang ada dapat diserap.

Secara makro, laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat dikaitkan dengan

laju pertumbuhan ekonomi yang berarti pertumbuhan ekonomi akan mempengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja (kausalitas). Pertumbuhan ekonomi yang tidak mendorong penyerapan tenaga kerja akan menyebabkan

(17)

tidak mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi akan menjadi hambatan bagi

tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Ketidakstabilan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga

kerja secara nyata dapat dilihat sejak Indonesia merdeka. Masalah ketenagakerjaan secara terus – menerus telah menjadi problema yang berkepanjangan yang disebabkan oleh ketidakmampuan ekonominya dalam

menyerap tenaga kerja yang cukup besar jumlahnya dan meningkat relatif cukup tinggi setiap tahunnya (Labor Surplus Economy). Kondisi tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Pertumbuhan ekonomi dan jumlah tenaga kerja yang diserap Di Indonesia tahun 1980 – 2008 (dalam persen)

Tahun PE % bekerja thd AK Tahun PE % bekerja thd AK

Sumber: Statistik Indonesia, BPS, 1980 - 2008

Pada tabel 1.1 terlihat bahwa di Indonesia angka pertumbuhan ekonomi

(18)

disebut sebagai salah satu negara yang mengalami “miracle economy” sampai

dengan tahun 1996, yaitu dengan pertumbuhan ekonomi rata – rata 6,39 dari tahun 1980 – 1996), namun kondisi ketenagakerjaan (employment crisis) semakin

nyata. Hal ini disebabkan belum adanya model politik ekonomi yang bertumpu pada optimalisasi human capital khususnya kesempatan kerja (employment based

economy).

Krisis ketenagakerjaan yang telah terjadi semakin diperburuk oleh adanya krisis moneter tahun 1997. Krisis moneter tersebut telah mengakibatkan

terpuruknya perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 1997 – 1999. Krisis moneter meluas menjadi multi krisis yang mencakup krisis ekonomi, politik, keamanan, pemerintahan, hukum, kepercayaan, sosial, bahkan krisis moral (moral

hazard) sehingga good governance semakin jauh, yang secara keseluruhan

menurunkan dan memperparah krisis ketenagakerjaan. Pertumbuhan ekonomi

Indonesia menurun drastis dari 7,8% tahun 1996 menjadi 4,7% pada tahun 1997, kemudian menurun lagi pada tahun 1998 yakni sebesar -13,10%, dan 0,8% pada tahun 1999.

Sementara itu, dalam kurun waktu 2003 – 2008 penduduk usia kerja meningkat dari 152,65 juta orang menjadi 166,64 juta orang dimana jumlah

tersebut sudah termasuk dalam kelompok angkatan kerja berkisar antara 65,7% sampai 67,18% dengan angka yang berfluktuasi setiap tahunnya. Seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja juga terus

meningkat dari 90,78 juta orang menjadi 102,55 juta orang. Pada tahun 2003 ada sekitar 90,5% penduduk bekerja, tetapi pada tahun 2004 dan 2005 menjadi

(19)

menjadi 89,72% dan 90,89 %, dan 91,61% di tahun 2008. Meskipun demikian,

jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal ini dikarenakan sering terjadinya mismatch dalam pasar kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kointegrasi Dan Kausalitas Antara

Penyerapan Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas,

maka permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Apakah terdapat hubungan jangka panjang (kointegrasi) antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

2. Apakah terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara penyerapan tenaga

kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui hubungan timbal balik antara penyerapan tenaga kerja

dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

(20)

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang menganalisis

hubungan kointegrasi dan kausalitas antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

3. Sebagai bahan tambahan dan pelengkap terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.

4. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah

pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi dalam jangka panjang yang dapat diukur berdasarkan kemampuan suatu negara untuk

menghasilkan barang dan jasa dari satu periode ke periode lainnya. Kemampuan tersebut disebabkan adanya faktor – faktor produksi yang akan mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya.

Pertumbuhan ekonomi merupakan kunci dari tujuan ekonomi makro. Hal ini didasari oleh tiga alasan. Pertama, penduduk selalu bertambah. Bertambahnya

jumlah penduduk ini berarti angkatan kerja juga akan bertambah. Pertumbuhan ekonomi akan mampu menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja. Jika pertumbuhan ekonomi yang mampu diciptakan lebih kecil daripada pertumbuhan

angkatan kerja akan mendorong terjadinya pengangguran. Kedua, selama keinginan dan kebutuhan tidak terbatas perekonomian harus mampu memproduksi

lebih banyak barang dan jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut. Ketiga, usaha menciptakan kemerataan ekonomi (economic stability) melalui retribusi pendapatan (income redistribution) akan lebih mudah dicapai dalam

(22)

2.1 Definisi Tenaga Kerja

Secara garis besar, penduduk dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong tenaga kerja adalah

penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan oleh batas usia kerja.

Batas usia kerja berbeda – beda antara negara yang satu dengan negara lain. Perbedaan tersebut dibuat berdasarkan situasi tenaga kerja di masing – masing

negara. Misalnya, di India batas usia kerja adalah 14 – 60 tahun, di Amerika Serikat batas usia kerja 16 tahun ke atas, versi Bank Dunia batas usia kerja adalah 15 – 64 tahun. Namun, di Indonesia sendiri batas usia kerja adalah 10 tahun ke

atas (sejak tahun 1971 sampai pada tahun 1999). Pemilihan umur 10 tahun sebagai batas umur minimum didasari oleh kenyataan bahwa dalam batas umur

tersebut sudah banyak penduduk Indonesia terutama di pedesaan sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Namun semenjak dilaksanakan Sakernas 2001, batas usia kerja yang semula 10 tahun diubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti definisi

yang dianjurkan oleh International Labour Organization (ILO).

Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang

diberikan sedapat mungkin dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan pemilihan batas umur di atas, dapat dilihat bahwa batas umur maksimum tenaga kerja tidak ada. Dengan demikian, hanya sebagian saja

penduduk Indonesia yang merasakan tunjangan di hari tua akibat tidak adanya batas umur maksimum bekerja. Penduduk yang merasakan tunjangan adalah

(23)

golongan inipun, kadang kala pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi

kebutuhan sehari – hari sehingga kebanyakan tenaga kerja yang telah mencapai usia pensiun tetap masih harus bekerja. Oleh sebab itu, di Indonesia tidak

menganut sistem batas umur maksimum.

Menurut UU No.14 tahun 1969 tentang ketentuan pokok ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah tiap – tiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dengan adanya penambahan kegiatan di sektor pendidikan, maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Bila program wajib sekolah 9 tahun diterapkan, maka anak – anak sampai dengan

umur 14 tahun akan berada di sekolah. Dengan kata lain, jumlah penduduk yang bekerja di bawah batas usia kerja akan sangat kecil.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang – Undang No.25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan berlakunya undang – undang ini, mulai tanggal 1

Oktober 1998 tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk umur 15 tahun atau lebih.

Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan – kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga (Payaman Simanjuntak, 1998:3).

Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri dari golongan yang bekerja, golongan yang menganggur dan

(24)

golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan

lain – lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu – waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh

sebab itu, kelompok ini sering disebut sebagai potential labor force. Konsep pemilah – milahan penduduk tersebut disebut pendekatan angkatan kerja yang diperkenalkan oleh International Labor Organization (ILO).

Angkatan kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang – orang yang

mempunyai pekerjaan dan sedang bekerja serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu tidak bekerja (misalnya wanita karir yang sedang hamil).

Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja dalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau

keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara berkelanjutan dalam seminggu yang lalu (mengacu pada tanggal pencacahan), termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam satu usaha atau kegiatan ekonomi.

Penduduk yang termasuk dalam kategori pengangguran adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak

(25)

Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan (BPS)

2.2 Definisi Penyerapan Tenaga Kerja

Di negara yang sedang berkembang, masalah pengangguran merupakan

masalah yang sulit diatasi hingga saat ini. Hal ini dikarenakan masalah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal. Demikan juga halnya di

Indonesia, untuk dapat mengatasi pengangguran pemerintah mengupayakan jalan keluar secara lambat laun baik di desa maupun di kota seperti pembinaan dan

pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Penyerapan tenaga kerja dapat diartikan secara luas yakni menyerap tenaga kerja dalam arti menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan

usaha. Kesempatan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan seberapa jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau dapat ikut serta

secara aktif dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain,

Penduduk

Bekerja Mencari Pekerjaan

(26)

kesempatan kerja merupakan jumlah penduduk yang bekerja atau telah

mendapatkan pekerjaan. Ahli ekonomi klasik mendefinisikan kesempatan kerja sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin bekerja pada suatu

tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat pekerjaan.

Dalam ilmu ekonomi, salah satu faktor produksi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimaksud adalah

tenaga kerja yang memiliki keahlian dan keterampilan yang sering disebut dengan sumber daya manusia (SDM) yang merupakan modal utama untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi yang baik.

Sumber daya manusia dan kekayaan alam melimpah ternyata tidak ada artinya tanpa dikelola manusia dengan baik. Artinya, sumber daya lainnya dan

kekayaan alam akan menjadi modal yang berharga apabila digunakan oleh manusia, tidak hanya bagi kepentingan diri sendiri tetapi demi kepentingan

kesejahteraan masyarakat secara langsung.

Masalah akan timbul jika lapangan usaha yang ada tidak mampu menyerap tenaga kerja dalam kondisi yang tidak siap pakai. Oleh sebab itu, diperlukan

peranan pemerintah dalam upaya mengatasi problema tersebut melalui pembinaan dan pengembangan industri kecil yang nantinya dapat memberikan hasil yang

diharapkan. Selain itu, dapat juga melalui peningkatan bantuan lunak untuk meningkatkan motivasi, pengetahuan, keterampilan, wawasan dan pandangan yang luas sehingga lebih mempermudah proses penyerapan tenaga kerja. Apabila

semakin luas lapangan usaha berarti semakin luas pula kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang luas dapat meningkatkan penyerapan

(27)

2.3 Definisi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam

masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 1994:10). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross

Domestic Bruto) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih

kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya.

Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya produk domestik regional bruto perkapita (PDRB per kapita). Samuelson (1995:436) mendefinisikan bahwa

pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari GDP (Gross Domestic Product) potensial dari suatu negara. Ada 4 faktor yang

menyebabkan pertumbuhan ekonomi: a. Sumber daya manusia

Kualitas input tenaga kerja atau sumber daya manusia merupakan faktor

terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Hampir semua faktor produksi lainnya yakni barang modal, bahan mentah, serta teknologi dapat dibeli atau dipinjam dari

(28)

b. Sumber daya alam

Faktor produksi kedua adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami merupakan faktor yang paling berharga. Sealin tanah, sumber daya alam yang

penting antara lain minyak, gas, hutan, air, dan bahan – bahan mineral lainnya. c. Pembentukan modal

Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan

konsumsi yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan di bidang ekonomi.

d. Perubahan teknologi dan inovasi

Salah satu kunci pembangunan ekonomi adalah memacu semangat kewiraswastaan. Perekonomian akan sulit untuk maju apabila tidak memiliki para

wiraswastawan yang bersedia menanggung resiko usaha dengan mendirikan berbagai pabrik atau fasilitas produksi, menerapkan teknologi baru, menghadapi

berbagai hambatan usaha sehingga mengimpor berbagai cara dan teknik usaha yang lebih maju.

Menurut Boediono (1992:9), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses

dari kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud meliputi 3 aspek yaitu:

a. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses (aspek ekonomis) suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.

b. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output

(29)

c. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka panjang

(5 tahun) mengalami kenaikan.

Menurut Simon Kuznets (1996), definisi pertumbuhan ekonomi adalah

kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara dalam menyediakan semakin banyak jenis barang kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan serta ideologis yang

diperlukannya.

Definisi tersebut memiliki 3(tiga) komponen, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi negara terlihat dari meningkatnya persediaan barang secara terus – menerus.

2. Teknologi maju merupakan faktor penting dalam menentukan derajat

pertumbuhan dalam menyediakan aneka macam barang kepada penduduk. 3. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya

penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Perkembangan teknologi merupakan dasar bagi berlangsungnya suatu

pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan ditambah dengan faktor – faktor lain. Untuk mewujudkan potensi yang terkandung didalam teknologi, maka perlu

diadakan penyesuaian kelembagaan, sikap, dan teknologi (Michael Todaro, 2000:144).

Istilah pertumbuhan ekonomi sering didefinisikan oleh para ahli dengan

istilah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah usaha – usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi

(30)

digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara – negara maju.

Sedangkan istilah pembangunan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara – negara berkembang. Apabila pendapatan

perkapita menunjukkan kecenderungan meningkat dalam jangka panjang, tidak berarti kenaikan terjadi secara terus – menerus. Suatu perekonomian dapat mengalami penurunan apabila terjadi resesi ekonomi, kekacauan politik, dan

penurunan ekspor. Namun, keadaan ekonomi yang demikian hanya bersifat sementara. Jika kegiatan ekonominya meningkat secara rata – rata dari tahun ke

tahun, maka masyarakat tersebut dapat dikatakan mengalami pembangunan ekonomi.

Sadono Sukirno (2006:10) menggunakan ungkapan tentang pembangunan

ekonomi yaitu “Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan”. Artinya, ada tidaknya pembangunan ekonomi dalam suatu

negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan

pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan

kemakmuran masyarakat.

Pembangunan ekonomi mengandung arti yang lebih luas serta mencakup perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan

(31)

yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi tersebut jelas

bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian:

a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus – menerus.

b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.

c. Kenaikan pendapatan perkapita harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya). Sistem ini bisa ditinjau dari 2 aspek

yaitu aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan perbaikan di bidang regulasi (baik legal maupun informal).

2.4 Elastisitas Kesempatan Kerja

Secara makro, laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat dikaitkan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara laju pertumbuhan kesempatan kerja

dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan melalui elastisitas kesempatan kerja. Jika elastisitas kesempatan kerja semakin tinggi berarti laju pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Tingkat

elastisitas kesempatan kerja dapat dihitung dengan cara membandingkan antara laju pertumbuhan kesempatan kerja dengan laju pertumbuhan Produk Domestik

Bruto (PDB), dengan rumusan:

Dimana:

E = Elastisitas kesempatan kerja

(32)

Y = pertumbuhan ekonomi

= persentase perubahan kesempatan kerja

= persentase perubahab pertumbuhan ekonomi

2.5 Hubungan Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dengan Pertumbuhan

Ekonomi

Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi adalah PDB yang menunjukkan kenaikan tingkat ouput total yang dihasilkan oleh negara tersebut.

Peningkatan output bisa dilakukan melalui peningkatan kesempatan kerja. Kesempatan kerja meningkat akan berpengaruh pada peningkatan daya beli masyarakat dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor yang positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.

Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti menambah jumlah tenaga produktif dan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti semakin besar ukuran pasar domestiknya.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja dapat dilihat berdasarkan rasio kesempatan kerja dengan output. Teori rasio kesempatan

kerja-output dikenalkan oleh seorang ekonom bernama Arthur Okun. Menurutnya, tingkat pengangguran minimal (4% per tahun) akan tercapai bila seluruh kapasitas produksi terpakai (kesempatan kerja penuh atau full employment). Dalam teorinya,

(33)

Secara sistematik, dapat dirumuskan sebagai berikut:

L = cQ

Dimana: L= kesempatan kerja

Q= tingkat output

c= hubungan proporsional

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa untuk menambah kesempatan kerja, output harus bertumbuh. Hal ini disebabkan setiap satu unit pertambahan output akan menambah kesempatan kerja sebanyak c unit. Makin

besar nilai c, maka jumlah kesempatan kerja yang tersedia akibat bertambahnya 1 unit output akan semakin besar. Besar kecilnya nilai c sangat tergantung pada

teknik produksi (tingkat teknologi) yang digunakan dan tingkat efisiensi. Teknik produksi yang padat karya cenderung memperbesar nilai c dan sebaliknya akan memperkecil nilai c dengan produksi yang padat modal.

Selain Arthur Okun, para ekonom aliran klasik juga meneliti tentang hubungan antara tenaga kerja dengan pertumbuhan ekonomi. Di negara sedang

berkembang, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat dominan. Pertumbuhan tenaga kerja umumnya sangat berpengaruh terhadap peningkatan output. Akan tetapi, permasalahannya adalah sampai berapa banyak penambahan

tenaga kerja akan terus meningkatkan output. Hal itu tergantung dari seberapa cepat terjadinya The Law of Diminishing Return (TLDR). Sedangkan cepat atu

(34)

akan memacu pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri

jumlah tenaga kerja yang dapat dilibatkan dalam proses produksi akan semakin sedikit bila teknologi yang digunakan semakin tinggi (Rahardja, 2004:125).

Kesimpulan dari teori klasik ini adalah berlakunya TLDR menyebakan tdak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika terlalu dipaksakan, maka akan menurunkan tingkat output perekonomian, seperti pada

gambar di bawah ini:

Gambar 2.5 Diagram Jumlah Penduduk Optimal

Dalam diagram di atas, kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan

tercapai jika jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses produksi adalah L1 dengan jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2, PDB justru akan berkurang menjadi Q2. Hal ini disebabkan

cepat terjadinya TLDR. Penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output (Q3) bila dilkukan investasi fisik (barang modal) dan SDM yang menunda

terjadinya gejala TLDR sekaligus dapat menimbulkan sinerji. Jika hal itu terjadi, TP2

TP1

L2 L1

0 Q2 Q1 Q3

total produksi (output)

(35)

maka fungsi produksi membaik yang terlihat dari bergesernya kurva produksi ke

TP2. Dengan demikian, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB).

2.6 Penelitian Sebelumnya

Hubungan jangka panjang dan timbal balik antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah satu topik yang menarik untuk diteliti. Dari

beberapa hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan variabel penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa tidak

selamanya ada hubungan jangka panjang antara kedua variabel tersebut. Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian dengan studi kasus yang berbeda.

Ronny (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Perdagangan

Internasional Sebagai Salah Satu Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” mengungkapkan bahwa dalam jangka panjang ekspor, impor, nilai tukar real,

jumlah pekerja dan krisis berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan temuan dengan menggunakan metode Bounds Testing Cointegration tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien tenaga kerja bertanda positif

dan signifikan pada α = 1%, yang artinya ada hubungan jangka panjang pertumbuhan tenaga kerja terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Signifikan dan

bernilai positifnya variabel jumlah tenaga kerja ini menunjukan bahwa faktor produksi yang dominan di Indonesia adalah tenaga kerja atau dengan kata lain Indonesia adalah negara dengan Labor Intensive.

Badthara (2008), dalam “Analisis Kausalitas Antara Penyerapan Tenaga Kerja Dengan Pertumbuhan Ekonomi Di Jawa Tengah Tahun 1980 – 2005”

(36)

kerja dengan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah dengan menggunakan

metode final prediction error (FPE).

Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan Arif Winarko (2007) yang

berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Pendapatan Asli Daerah Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Jawa Tengah”, memperlihatkan bahwa tingkat investasi, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara bersama – sama

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Namun, dalam hubungan jangka panjang pertumbuhan penduduk

(bertambahnya angkatan kerja) dapat menurunkan kembali pembangunan ke tahap yang rendah. Dalam penelitian ini tenaga kerja tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dalam jangka panjang.

2.7 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi

objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan kointegrasi antara penyerapan tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Terdapat hubungan kausalitas antara penyerapan tenaga kerja dan

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Data dan informasi yang tepat dan relevan dengan

masalah yang dibahas diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam BAB III ini akan dikemukakan mengenai proses

pengumpulan data serta pengolahannya.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan kajian tentang hubungan kointegrasi dan

kausalitas antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu 1980 -2008.

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu hasil olahan yang diperoleh dari dinas atau instansi yang resmi yang berhubungan

dengan penelitian ini. Data diperoleh dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif dalam kurun waktu tahun 1980 – 2008.

Sumber data diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan.

3.3 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode kepustakaan

(38)

kepustakaan berupa tulisan – tulisan ilmiah dan laporan – laporan penelitian

ilmiah yang memiliki hubungan dengan topik yang diteliti.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pencatatan langsung

berupa data seri waktu (time series) dalam kurun waktu 1980 – 2008 (29 tahun).

3.4 Teknik Pengolahan Data

Untuk mengolah data dalam penelitian ini, penulis menggunakan program

Eviews 5.0.

3.5 Model Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi (Cointegration

Test) dan uji kausalitas (Granger Causality Test). Analisis kointegrasi (Johansen

Test) dilakukan untuk melihat hubungan penyerapan tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang. Sedangkan analisis

Granger Causality Test digunakan untuk melihat hubungan timbal balik antara

penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan metode tersebut maka pengujian terhadap perilaku data runtun waktu (time series) dan integrasinya bagi digunakannya

metode Cointegration Test dan Granger Causality Test. Sebelum dilakukan estimasi terhadap kedua metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah

– langkah sebagai berikut :

1. Uji Akar Unit ( Unit Root Test )

Uji akar unit dari Dickey - Fuller maupun Philips – Perron adalah untuk

melihat stasioneritas data time series yang diteliti dengan menggunakan program

Eviews versi 5.0. Adapun formula dari Uji Augmented Dickey Fuller ( ADF )

(39)

DYt = a0 + γ Yt-1 +

= p

i 1

βi DYt-1+1 +

ε

t ……….. ( 1 )

Sedangkan untuk uji Philips – Perron ( PP ) adalah :

DYt = a0 + λYt-1 +

ε

t ………. ( 2 )

Dimana D adalah perbedaan (difference)

Kedua uji tersebut dilakukan dengan hipotesis null γ= 0 untuk ADF dan

λ = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai

statistik ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan

nilai kritis statistik dari Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nikai kritis Mackinnon maka data tersebut stasioner (untuk bernilai positif) dan sebaliknya jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih kecil dari

nikai kritis Mackinnon maka data tersebut tidak stasioner.

2. Uji Kointegrasi ( Cointegration Test )

Uji kointegrasi dilakukan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang antara penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan Uji Johansen. Untuk menentukan jumlah dari

arah kointegrasi tersebut maka Johansen menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Uji statistik pertama adalah uji trace ( Trace test, λtrace ) yaitu untuk

menguji hipotesis nol ( null hyphotesis ) yang mensyratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat

dilakukan sebagai berikut :

(40)

dimana λr+1,… λn adalah nilai eigenvertors terkecil ( p – r ). Null hypothesis yang

disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau sama dengan r, dimana r =

0,1,2 dst.

Untuk uji statistic kedua adalah uji maksimum eigenvalue λmax dilakukan

sebagai berikut:

λmax ( r, r + 1 ) = -T in ( 1 – λr-1 )……… ( 4 )

Uji ini berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vector

kointegrasi yang berlawanan (r + 1) dengan vector kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat besranya Trace dan Max-Eigen

statistic dibandingkan dengan critical value pada tingkat kepercayaan 5%.

3. Uji Kausalitas ( Granger Causality )

Uji kausalitas ini bertujuan untuk melihat hubungan kausalitas antara

penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sehingga dapat diketahui kedua variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi ( hubungan dua arah ) atau hanya memiliki hubungan satu arah atau sama sekali tidak ada

hubungan ( tidak saling mempengaruhi ). Berikut ini rumusan metode Granger

Causality Test :

Dimana: PTK = penyerapan tenaga kerja (%) PE = pertumbuhan ekonomi (%)

(41)

Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan

menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien – koefisien regresi dari persamaan (5 ) dan ( 6 ) adalah sebagai berikut :

dj = 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari PE ke

PTK.

dj ≠ 0, maka terdapat kausalitas satu arah dari PTK

ke PE.

dj ≠ 0, maka terdapat kausalitas dua arah antara PE dan

PTK.

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti

yang tertulis di atas, maka dilakukan F-test untuk masing – masing model regres.

3.6 Definisi Operasional

1. Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor - sektor ekonomi dalam satuan persen.

2. Pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan nasional yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi pembangunan Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi) telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang pesat

khususnya pada tingkat ekonomi makro (agregat). Keberhasilan ini diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro, diantaranya adalah tingkat pendapatan

nasional per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun.

Pada tahun 1968, pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah hanya sekitar US$60. Tingkat pendapatan ini jauh lebih rendah dibandingkan

pendapatan nasional dari negara sedang berkembang lainnya pada masa itu. Namun, sejak masa Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) I

pendapatan nasional Indonesia per kapita mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade telah mendekati 1980an US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata – rata per tahun meningkat mencapai

7%-8% selama 1970an dan kemudian turun menjadi 3%-4% per tahun selama 1980an. Selama kedua periode tersebut, proses pembangunan ekonomi di

Indonesia mengalami banyak goncangan yang cukup serius terutama disebabkan oleh faktor – faktor eksternal, seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980an dan resesi ekonomi dunia pada

dekade yang sama. Hal ini dikarenakan sejak pemerintahan orde baru Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka yang mengakibatkan goncangan – goncangan

(43)

Dampak negatif dari resesi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap

perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi selama periode 1982-1988 yaitu sekitar 3,62 % jauh lebih rendah dibandingkan periode

sebelumnya yakni sebesar 4,5%. Pada tahun 1989 perekonomian Indonesia bertumbuh sebesar 7,5%. Angka laju pertumbuhan ini merupakan laju pertumbuhan tertinggi sejak tahun 1982. Dalam tahun 1988 sampai dengan 1989,

neraca pembayaran internasional menunjukkan perkemabangan yang cukup baik. Hal tersebut ditandai oleh adanya peningkatan ekspor non migas secara cukup

terutama barang – barang manufaktur. Ekspor non migas meningkat 28,2% sehingga mencapai $12,184 juta yang berkaitan erat dengan kebijaksanaan penyesuaian dan tindakan deregulasi yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi

dunia yang membaik serta kenaikan harga beberapa komoditi ekspornon migas di pasar internasional (Laporan Tahunan Bank Indonesia 1989/1990).

Selama pertengahan pertama tahun 1990an rata – rata pertumbuhan per tahun antara 7% hingga 8,2% yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi tersebut, rata – rata pendapatan yang diukur dengan PNB per kapita di Indonesia naik pesat setiap tahunnya, yang pada tahun 1993 sudah

melewati angka 800 dalam dolar AS. Namun, kejayaan Indonesia dengan pendapatan per kapita yang tinggi tidak bertahan lama. Akibat krisis ekonomi tahun 1997/1998 menyebabkan pendapatan per kapita Indonesia menurun drastis.

Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan

(44)

menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan

triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif

sebesar -6,21 persen.

Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini

terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri

yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang

pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998.

Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor non migas yang meningkat yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif

dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dolar AS dibandingkan dengan 206,1

juta dolar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, dampak krisis moneter sangat mempengaruhi pertumbuhan berbagai sektor ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Krisis moneter yang

(45)

mengalami penurunan yang sangat tajam. Turunnya permintaan berdampak

aktivitas perusahaan mengalami stagnasi atau penurunan atau bahkan menghentikan kegiatan produksinya. Bersamaan dengan itu, penawaran tenaga

kerja mengalami peningkatan baik yang disebabkan oleh pertambahan penduduk maupun dari tenaga kerja yang terpaksa menganggur.

Setelah krisis ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai

membaik yang tercermin pada peningkatan PDB per kapita. Pada saat krisis ekonomi, PDB per kapita atas dasar harga berlaku tercatat sekitar 4,8 juta rupiah

dan di tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta dan terus berlangsung hingga mencapai 10,6 juta rupiah tahun 2004. Dalam dolar AS yang berlaku, pertumbuhan pendapat nasional, yang diukur dengan PNB per kapita pada tahun 2006 mencapai

1420 dolar AS.

Sumber: dikutip dari gambar 1.1 di Tambunan (2009)

Gambar 4.1 Pertumbuhan PDB dan PDB per Kapita di Indonesia

Meskipun krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1997/1998 telah berlalu,

namun kondisi perekonomian Indonesia belum dapat dikatakan benar – benar baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan ekonomi di tahun 2001. Memburuknya

(46)

permasalahan struktural dalam perekonomian dan tingginya resiko serta

ketidakpastian hukum di dalam negeri. Di sektor riil, kondisi tersebut telah membatasi kegiatan produksi dan investasi. Perkembangan nilai tukar rupiah

mengalami depresiasi yang tinggi sekitar 17,7% dari tahun 2000 yaitu dari rata – rata Rp 8.438 per dolar menjadi Rp 10.255 per dolar. Melemahnya nilai tukar rupiah di tahun 2001 ini memberikan tekanan terhadap tingginya inflasi di tahun

tersebut.

Berdasarkan kondisi ekonomi yang terus – menerus menurun, maka

pemeintah berusaha memulihkan kembali kondisi ekonomi tahap demi tahap. Keberhasilan pemerintah mulai membuahkan hasil. Pada tahun 2007, perekonomian Indonesia memperlihatkan kinerja yang memuaskan meskipun

mendapat berbagai tekanan eksternal. Hal ini tergambar dari pertumbuhan ekonomi yang dicapai yakni berada diatas 6%. Selain itu, neraca pembayaran

surplus, cadangan devisa menguat, nilai tukar menguat, pertumbuhan kredit melampaui target dan laju inflasi terkendali. Sementara itu, di tengah perekonomian global yang bergejolak pada tahun 2008 dimana terjadi tekanan

harga komoditas internasional bersamaan resiko anjloknya pertumbuhan ekonomi dunia, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 6,1%.

4.2Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Di Indonesia

Data tentang ketenagakerjaan di Indonesia dapat diperoleh dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik

(BPS). Sakernas pertama kali dilakukan pada tahun 1976 dengan cakupan wilayah yang sangat terbatas. Namun, sejak tahun 1986 dilakukan secara periodik dan

(47)

Sakernas dilakukan setiap tiga bulan dengan jumlah sampel masing – masing

sekitar 20.500 rumah tangga. Minimnya jumlah sampel rumah tangga Sakernas ini menyebabkan estimasi hanya bisa dilakukan untuk tingkat nasional. Selama

periode 1994 – 2001, Sakernas dilakukan hanya satu kali setahun yaitu pada bulan Agustus dengan alasan terbatasnya anggaran jumlah sampel Sakernas selama kurun waktu tersebut terus berkurang sehingga statistik ketenagakerjaan yang

dihasilkan hanya di tingkat nasional.

Sejak tahun 2005, Sakernas dilakukan dua kali setahun yaitu pada bulan

Pebruari dan Agustus. Jumlah sampel tahun 2005 dan 2006 masing – masing sekitar 68.000 rumah tangga. Dengan bertambahnya jumlah sampel ini maka data dapat disajikan sampai ke tingkat provinsi. Sedangkan pada tahun 2007 dan 2008,

jumlah sampel Sakernas diperbesar lagi menjadi 286.000 rumah tangga sehingga dapat disajikan sampai ke tingkat kabupaten/ kota (BPS).

Indonesia termasuk salah satu negara yang mampu mengendalikan jumlah penduduk, namun saat ini masih menghadapi masalah kependuduka n yang sulit diselesaikan terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Permasalahan dalam

penyerapan tenaga kerja mencapai titik kritis saat terjadi gelombang krisis ekonomi. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, jumlah

dan persentase penduduk usia kerja (PUK) di Indonesia dari tahun ke tahun selalu bertambah. Penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi (angkatan kerja) juga mengalami kenaikan tiap tahunnya bahkan mulai tahun 2005 angkatan kerja

(48)

4.2.1 Gambaran Umum Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia

Selama kurun waktu penelitian yakni selama periode 1980-2008, rata – rata persentase jumlah tenaga kerja yang bekerja terhadap angkatan kerja

Indonesia dapat ditunjukkan dari diagram di bawah ini:

Gambar 4.2.1 Diagram Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 1980-2008

Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwa jumlah orang yang bekerja terhadap angkatan kerja selama kurun waktu 1980-2008 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Persentase tingkat pengangguran terbuka juga dapat

ditekan sekitar 3-4% per tahunnya. Walaupun demikian, kenyataannya di lapangan jumlah orang yang menganggur di Indonesia bertambah setiap tahun.

Misalnya, pada tahun 2005 tersedia 167,7 ribu lowongan kerja, namun hanya 141,3 ribu lowongan terpenuhi penempatannya padahal pada tersebut terdapat 382,7 ribu pencari kerja. Kejadian yang sama juga terjadi di tahun 2006 dan 2008.

Meskipun angka lowongan kerja masih jauh lebih rendah dari angka pencari kerja, namun pada kenyataannya tidak semua lowongan kerja terpenuhi tempatnya. Pada

(49)

pencari kerja yang terdaftar diantaranya 1,35 juta berjenis kelamin pria dan 1,62

juta wanita. Pada kenyataannya adalah sebanyak 2 juta tenaga kerja yang ditempatkan, 930 ribu pria dan 1,07 juta wanita. Data tersebut menunjukkan

bahwa sering terjadi mismatch di pasar kerja sehingga untuk mengatasi tingkat pengangguran yang berlebihan di Indonesia, pemerintah mengambil kebijakan terhadap kondisi penawaran tenaga kerja yang berlebihan seperti melakukan

“pengiriman” tenaga kerja Indonesia ke negara lain seperti Malaysia dan Arab Saudi.

Dengan tidak tersedianya kesempatan kerja yang mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja tersebut, jumlah tenaga kerja yang bekerja dan pengangguran mengalami peningkatan yang mencolok yakni dari tahun 1996

hingga tahun 1999 dimana jumlah yang bekerja tercatat meningkat dari 85,7 juta jiwa menjadi 88,8 juta. Sedangkan yang menganggur meningkat dari 4,4 juta

menjadi 6,0 juta jiwa atau sekitar 5,3% per tahunnya. Peningkatan angka pengangguran tersebut disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi tahun 1997-1998 yang mengakibatkan banyak pekerja yang di-PHK dari perusahaan –

perusahaan yang lemah bahkan dari perusahaan yang tidak dapat beroperasi lagi. Kondisi ketenagakerjaan akibat dari krisis lambat laun dapat dikendalikan,

namun pada tahun 2000 terjadi penurunan angka pengangguran yakni sebesar 6,1 %dari 6,4% di tahun 1999 yaitu 5,8 juta jiwa. Penurunan angka ini tidak berkelanjutan di tahun berikutnya, akan tetapi sebaliknya peningkatan yang

(50)

dengan peningkatan yang terjadi. Dengan kata lain, jumlah orang yang

menganggur semakin meningkat.

Gambar berikut ini merupakan grafik peningkatan jumlah pengangguran

terbuka yang terjadi Indonesia selama periode 1996-2008 dimana tingkat pengangguran semakin parah setelah krisis ekonomi walaupun keadaan ekonomi semakin membaik.

Sumber:Hasil Olahan dari BPS

Gambar 4.2.1.1 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Setelah Krisis Ekonomi Tahun 1997/1998

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kondisi ketenagakerjaan setelah krisispun tidak menunjukkan kestabilan padahal keadaan ekonomi Indonesia sudah membaik. Meskipun jumlah angkatan kerja setelah krisis semakin

meningkat bahkan mencapai lebih dari 100 juta jiwa, tingkat pengangguran juga meningkat. Pada tahun 2002 kuantitas angkatan kerja sebesar 100,78 juta jiwa

(51)

juta jiwa. Angka ini merupakan angka pengangguran tertinggi setelah krisis

ekonomi. Ini disebabkan pertumbuhan tenaga kerja tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja sehingga mengakibatkan tingkat kesempatan kerja

cenderung menurun. Kemudian di tahun 2006-2008 tingkat penyerapan tenaga kerja mulai meningkat yaitu sebesar 89,72% menjadi 91,61% atau sekitar 102,55 juta jiwa.

4.2.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor – Sektor

Ekonomi

Secara terperinci gambaran perkembangan penyerapan tenaga kerja Indonesia dapat diketahui menurut lapangan pekerjaan utama dalam perekonomian. Dari grafik berikut dapat dilihat sektor – sektor apa saja yang

menyerap tenaga kerja yang paling banyak dan seberapa besar pertumbuhan masing – masing sektor.

Sumber: Sakernas, BPS

(52)

dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya. Dalam periode tahun 2000-2008,

rata – rata penduduk yang terserap di sektor pertanian adalah sebanyak 43,45 persen atau sekitar 40,97 juta orang. Meskipun sektor pertanian tetap dominan

dalam hal jumlah unit usaha, namun kesejahteraannya kurang diperhatikan. Sektor penyerap tenaga kerja kedua adalah sektor perdagangan dan penggalian yakni rata – rata sebesar 18,68 juta pekerja atau sekitar 19,81 persen. Dengan demikian,

sektor perdagangan ini mempunyai kontribusi terpenting kedua setelah sektor pertanian dan cenderung meningkat secara moderat. Hal ini dikarenakan setiap

orang bebas keluar masuk pasar. Selain itu, untuk memasuki dunia dagang tidak memerlukan pendidikan dan keahlian yang tinggi.

Sektor ketiga yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor

industri pengolahan yang mencapai rata – rata sebesar 12,53 persen atau sebanyak 11,81 juta orang per tahun. Sektor ini mempunyai kontribusi yang cenderung

meningkat dan perubahannya juga relatif meningkat. Kesempatan kerja yang terendah berada pada sektor lainnya (sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih) yang rata – rata mampu menyerap 1,12 persen atau sekitar 1,05

juta orang pekerja. Dengan kata lain, sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air mempunyai peranan yang paling kecil dan cenderung tidak berubah.

Dalam periode ini, penyerapan tenaga kerja mengalami kenaikan rata – rata sebesar 0,6-1% setiap tahunnya. Namun pada tahun 2003 sempat mengalami penurunan sebesar 0,2%. Perkembangan pada tahun terakhir ini menyebabkan

(53)

4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Untuk menunjukkan perkembangan ekonomi secara riil, PDB diestimasi

dengan menggunakan harga konstan. Penggunaan tahun dasar untuk penyajian PDB atas dasar harga konstan sejak Indonesia merdeka telah mengalami lima kali perubahan, yaitu harga pada tahun 1960, 1973, 1983, 1993, dan 2000.

4.3.1 Gambaran Umum Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Berdasarkan perhitungan harga konstan tahun 1960, laju pertumbuhan

ekonomi pada periode tahun 1961-1965 sangat rendah, yaitu hanya sekitar 2% per tahun. Masa orde baru ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan mencapai 5% per tahun antara 1966-1968. Selama REPELITA I (1969-1973)

rata – rata pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7% per tahun. Sedangkan pada REPELITA II dan REPELITA III (1974-1983) perekonomian nasional

semakin membaik dan mampu tumbuh lebih dari 6% per tahun. Pertumbuhan ekonomi pada REPELITA IV dan REPELITA V (1984-1993) secara rata – rata masih diatas 6%. Pertumbuhan ekonomi selama REPELITA V ini berlanjut

hingga 4 tahun awal REPELITA VI, tahun 1994 sampai dengan 1997 pertumbuhan ekonomi secara rata – rata dapat mencapai 7,05 % per tahunnya.

Pada pertengahan tahun 1997, Indonesia seperti negara lainnya di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dihantam oleh krisis ekonomi yang sangat parah sehingga pada tahun 1998 terjadi penurunan perkembangan ekonomi seperti yang

digambarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang menurun sebesar 13,1 % dibandingkan tahun 1997. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi akibat krisis juga

(54)

Thailand dan Philipina masing – masing mengalami penurunan dari 4,8 persen

dan 8,8 persen pada tahun 1995 menjadi minus 0,6 persen dan minus 0,8 persen pada tahun 1998 (Laporan Perekonomian Bank Indonesia, 1999).

Fakta di atas menunjukkan bahwa perekonomian nasional mengalmi dampak krisis yang lebih besar dibandingkan negara Asia lainnya. Pemulihan ekonomi nasional juga terkesan lebih lambat dibanding kedua negara tersebut,

dimana kuartal pertama dan kedua tahun 1999 perekonomian Thailand dan Philipina telah kembali pulih dengan pertumbuhan sebesar 2,2% dan 2,4%.

Sementara itu, perekonomian Indonesia masih mengalami kontraksi sebesar 0,8%. Lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia tersebut disebabkan krisis ekonomi yang berlangsung di Indonesia lebih bersifat multikompleks, yang tidak hanya

disebabkan oleh jatuhnya nilai tukar rupiah tetapi juga berhubungan dengan masalah politik dan sosial yang muncul sejak berakhirnya rezim orde baru.

Gejolak politik yang terjadi menyebabkan ketidakpastian pasar meningkat dan para investor seakan – akan kehilangan daya tarik untuk melakukan investasi bahkan sebaliknya terjadi capital flight ke negara lain yang dinilai memiliki iklim

investasi dan country risk yang lebih baik. Selain itu, dari sisi ekonomi secara umum pembangunan industri skala besar yang kurang bertumpu pada sumber

daya domestik merupakan penyebab utama merosotnya perekonomian nasional. Pada tahun 2000 ekonomi Indonesia mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi

kembali merosot yakni sebesar 3,5%. Hal ini diakibatkan oleh gejolak politik yang sempat memanas kembali dan pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi mulai

(55)

tahun dimulai sejak tahun 2005 yakni berada di atas 5%. Pada tahun 2007 untuk

pertama kalinya sejak krisis ekonomi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada diatas 6% yaitu sebesar 6,3% dan tahun 2008 sebesar 6,1%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,1 persen tersebut didukung oleh semua komponen PDB penggunaan yaitu konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,3 persen, konsumsi pemerintah sebesar 10,4 persen,

pembentukan modal tetap bruto sebesar 11,7 persen, serta ekspor barang dan jasa sebesar 9,5 persen. Sementara itu, impor sebagai komponen pengurang juga

meningkat sebesar 10,0 persen. Dari angka pertumbuhan 6,1 persen tersebut 4,6 persen bersumber dari komponen ekspor barang dan jasa. Komponen terbesar PDB yaitu konsumsi rumah tangga hanya memberikan sumbangansebesar 3,1

persen. Disamping itu komponen pembentukan modal tetap bruto serta komponen pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan

masing – masing sebesar 2,6 persen dan 0,8 persen (Statistik Indonesia,2008). Pada tahun yang sama, distribusi masing – masing sektor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi

dari tahun ke tahun. Ada tiga sektor utama yang mempunyai peranan terbesar terhadap PDB diantaranya adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan

sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut mempunyai peranan sebesar 56,3 persen dengan rincian sektor indutri pengolahan memberi kontribusi sebesar 27,9 persen, sektor pertanian sebesar 14,4 persen dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran 14,0 persen.

Dibandingkan dengan tahun sebelumya tahun 2007, pada tahun 2008

(56)

pengolahan dan sektor bangunan. Peranan sektor pertambangan dan penggalian

turun dari 11,2 persen menjadi 11,0 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menurun dari 14,9 persen menjadi 14,0 persen. Sektor jasa – jasa dari

10,1 persen menjadi 9,8 persen. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menurun dari 7,7 persen menjadi 7,4 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi dari 6,7 persen menjadi 6,3 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih

dari 0,9 persen menjadi 0,8 persen. Sementara sektor pertanian naik dari 13,7 persen di tahun 2007 menjadi 14,4 persen di tahun 2008. Demikian juga pada

sektor industri pengolahan meningkat dari 27,1 persen menjadi 27,9 persen dan sektor bangunan dari 7,7 persen menjadi 8,4 persen.

4.3.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga

kerja

Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tergambar di atas

dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan PDB selama periode 1980 sampai dengan 1996 (sebelum krisis) secara rata – rata adalah 6,39 persen. Dengan laju pertumbuhan ekonomi ini telah menciptakan laju pertumbuhan kesempatan kerja

sebesar 97,44 persen per tahun. Elastisitas kesempatan kerja yang tercipta dari pertumbuhan PDB tersebut adalah 15,24. Angka elastisitas 15,24 ini menunjukkan

untuk setiap kenaikan PDB sebesar 1% telah menciptakan kesempatan kerja sebesar 15,24 persen.

Gambar berikut ini merupakan grafik perkembangan pertumbuhan

ekonomi selama periode 1980-1996 dimana setiap tahun terlihat berapa pencapaian pertumbuhan ekonomi dibarengi seberapa besar penyerapan tenaga

(57)

Sumber: BPS

Gambar 4.3.2.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia Sebelum Krisis (%)

Walaupun krisis ekonomi yang menimpa Indonesia telah menggoyahkan

perekonomian, namun Indonesia dapat bangkit dan langsung memulihkan keadaan ekonominya. Hal terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi setelah krisis secara rata – rata adalah 4,64 persen. Angka pertumbuhan yang telah dicapai ini dapat menyerap tenaga kerja sebesar 91,21 persen per tahun. Dengan demikian, laju kesempatan kerja

setelah krisis adalah 19,65. Ini berarti bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi 1% mampu menyerap tenaga kerja sebesar 19,65 persen. Ini berarti

ketenagakerjaan Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan kondisi sebelum krisis yakni sebesar 4,41% atau sekitar 3,4 juta yang terserap per tahunnya.

Dibawah ini merupakan perkembangan pertumbuhan ekonomi selama

periode 1999-2008 dimana terlihat pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diikuti seberapa besar persentase penyerapan tenaga kerja yang terjadi setiap

Gambar

Tabel 1.1 Pertumbuhan ekonomi dan jumlah tenaga kerja yang diserap Di Indonesia tahun 1980 – 2008 (dalam persen)
Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan (BPS)
gambar di bawah ini:
Gambar 4.1 Pertumbuhan PDB dan PDB per Kapita di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terlihat dari nilai dimana FPE PDRB (m,o) > FPE PDRB (mn,o) yang menunjukkan bahwa model tepat dengan keberadaan variabel penyerapan tenaga kerja,

Salah satu tujuan penting dalam pembangunan ekonomi adalah penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertumbuhan angkatan kerja, yang pertumbuhannya lebih cepat

Jadi variable penyerapan tenaga kerja (TK) dan pertumbuhan ekonomi (PDRB) Daerah Istimewa Yogyakarta tidak memiliki hubungan kausalitas dua arah ataupun satui arah.. Dengan

terhadap perekonomian Indonesia dalam menyerap tenaga kerja sehingga masalah. pengangguran dan kemiskinan

Pentingnya UMKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di Indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orang yang

Pada tataran provinsi, dua provinsi yang mempunyai rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tertinggi, yaitu Kepulauan Riau (10,22 persen), dan Maluku (7,50

Faktor penyebab pengangguran adalah jumlah angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja,kondisi tersebut sering terjadi sehingga angka pengangguran pun kian meningkat yang

Upah minimum tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di kabupaten Malang karena mayoritas masyarakat di kabupaten Malang bekerja pada sektor informal dimana pada