VALUASI EKONOMI HUTAN TELE
DI KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Oleh :
Dharma Yoga Putra S. 091201157
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Valuasi Ekonomi Hutan Tele Terhadap Masyarakat Di Kabupaten Samosir
Nama : Dharma Yoga Putra S.
NIM : 091201157
Program Studi : Kehutanan
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing :
Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si Siti Latifah, S. Hut, M. Si, Ph.D
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
DHARMA YOGA PUTRA S.: Valuasi Ekonomi Hutan Tele di Kabupaten Samosir. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan SITI LATIFAH.
Hutan Tele sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan, namun masyarakat kurang mengetahui nilai-nilai penting dan arti hutan yang sebenarnya bagi kehidupan, mereka pada umumnya hanya mengetahui cara mengambil atau memanfaatkan hasil-hasil hutan berdasarkan pengetahuan mereka sendiri secara turun-temurun, tanpa mengetahui cara yang tepat untuk menjaga kelestarian dan eksistensi hutan. Oleh karena itu perlu adanya suatu evaluasi untuk mengetahui arti penting hutan bagi masyarakat, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan bagaimana strategi pengembangan terhadap pelestarian hutan Tele. Untuk itu, penelitian tentang Valuasi Ekonomi Hutan Tele di kabupaten Samosir telah dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2014.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengukuran langsung di lapangan untuk mengetahui nilai ekonomi hutan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang diperoleh dari responden ditabulasikan, kemudian digunakan sebagai analisis untuk mengetahui nilai ekonomi total hutan
dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nilai
ekonomi total hutan Tele adalah sebesar Rp 806.357.253.000/tahun atau Rp 11.962.692/tahun/hektar. Nilai-nilai ekonomi yang terdapat di hutan Tele
adalah manfaat hutan langsung berupa kayu bakar, anggrek, andaliman dan manfaat hutan tidak langsung berupa nilai air rumah tangga, nilai air irigasi, nilai penyerapan karbon serta nilai pilihan dan nilai keberadaan.
ABSTRACT
DHARMA YOGA PUTRA S .: The Valuation of Forest Economy in Samosir Tele. Guided by YUNUS Afifuddin and SITI Latifah.
Tele forest mostly used by people around the forest, but the public are not informed about important values and meaning to the lives of real forest, they generally only know how to take or make use of forest products based on their own knowledge from generation to generation, without knowing the proper way to preserve forests and existence. Hence the need for an evaluation to determine the importance of forests to society, the values contained in it and how the development strategy for forest conservation Tele. To that end, research on the Economic Valuation of Forest Tele Samosir district has been carried out in November to December 2014.
This study using interviews and direct measurements in the field to determine the economic value of forests and determine the factors that influence it. Data obtained from respondents are tabulated, then used as an analysis to determine the total economic value of forests and to determine the factors that influence it. Tele total economic value of forests is Rp 806.357.253.000/tahun or Rp 11,962,692 / year / ha. Economic values contained in the woods Tele is a direct benefit in the form of firewood forests, orchids, andaliman and indirect forest benefits such as the value of household water, irrigation water value, the value of carbon sequestration as well as the option value and existence value.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Valuasi
Ekonomi Hutan Tele Terhadap Masyarakat di Kabupaten Samosir”. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk melakukan penelitian.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua
penulis yang telah membimbing, mendidik dan memberikan semangat serta
mendukung penulis untuk doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada ketua komisi pembimbing Bapak Yunus Afifuddin, S.Hut, M.Si. dan
anggota komisi pembimbing Ibu Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D. yang terus
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam mengerjakan menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari penulisan maupun isi. Penulis berharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan terutama bagi pengembangan ilmu
DAFTAR ISI
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 3
Manfaat Hutan ... 3
Nilai Ekonomi Hutan ... 5
Nilai Penyerapan Karbon ... 6
Penilaian Sumber Daya Hutan ... 7
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 9
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 10
Alat dan Bahan Penelitian ... 10
Prosedur Penelitian... 10
Teknik Pengumpulan Data ... 11
Pengolahan data ... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Guna Langsung ... 18
Metode Harga Pasar ... 19
Metode harga Pengganti ... 20
Nilai Guna Tidak Langsung ... 21
Nilai Air Rumah Tangga ... 21
Nilai Air untuk Irigasi ... 21
Nilai Penyerapan Karbon ... 23
Nilai Pilihan ... 25
Nilai Keberadaan ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 30
Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ...31
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Jenis dan total pengambilan hasil hutan secara langsung per tahun ... 19
2. Hasil perhitungan nilai guna langsung dengan metode harga pasar ... 19
3. Hasil perhitungan nilai biaya pengadaan air per orang per tahun ... 22
4. Nilai air irigasi di wilayah Tele ... 23
5. Perhitungan nilai penyerapan karbon Hutan Tele ... 24
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka Pemikiran tentang Jasa Lingkungan Hutan bagi Masyarakat
Lokal dan Valuasi Ekonominya dengan Metode Willingness to Pay (WTP) ... 9
2. Bagan Nilai Ekonomi Hutan Total ... 12
3. Kayu Bakar ... 20
4. Tumbuhan Andaliman ... 21
5. Buah Andaliman ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Rekap Data Responden Penelitian ... 33
2. Perhitungan Nilai Ekonomi Total Hutan Tele ... 35
3. Dokumentasi Penelitian ... 38
ABSTRAK
DHARMA YOGA PUTRA S.: Valuasi Ekonomi Hutan Tele di Kabupaten Samosir. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan SITI LATIFAH.
Hutan Tele sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan, namun masyarakat kurang mengetahui nilai-nilai penting dan arti hutan yang sebenarnya bagi kehidupan, mereka pada umumnya hanya mengetahui cara mengambil atau memanfaatkan hasil-hasil hutan berdasarkan pengetahuan mereka sendiri secara turun-temurun, tanpa mengetahui cara yang tepat untuk menjaga kelestarian dan eksistensi hutan. Oleh karena itu perlu adanya suatu evaluasi untuk mengetahui arti penting hutan bagi masyarakat, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan bagaimana strategi pengembangan terhadap pelestarian hutan Tele. Untuk itu, penelitian tentang Valuasi Ekonomi Hutan Tele di kabupaten Samosir telah dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2014.
Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengukuran langsung di lapangan untuk mengetahui nilai ekonomi hutan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang diperoleh dari responden ditabulasikan, kemudian digunakan sebagai analisis untuk mengetahui nilai ekonomi total hutan
dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nilai
ekonomi total hutan Tele adalah sebesar Rp 806.357.253.000/tahun atau Rp 11.962.692/tahun/hektar. Nilai-nilai ekonomi yang terdapat di hutan Tele
adalah manfaat hutan langsung berupa kayu bakar, anggrek, andaliman dan manfaat hutan tidak langsung berupa nilai air rumah tangga, nilai air irigasi, nilai penyerapan karbon serta nilai pilihan dan nilai keberadaan.
ABSTRACT
DHARMA YOGA PUTRA S .: The Valuation of Forest Economy in Samosir Tele. Guided by YUNUS Afifuddin and SITI Latifah.
Tele forest mostly used by people around the forest, but the public are not informed about important values and meaning to the lives of real forest, they generally only know how to take or make use of forest products based on their own knowledge from generation to generation, without knowing the proper way to preserve forests and existence. Hence the need for an evaluation to determine the importance of forests to society, the values contained in it and how the development strategy for forest conservation Tele. To that end, research on the Economic Valuation of Forest Tele Samosir district has been carried out in November to December 2014.
This study using interviews and direct measurements in the field to determine the economic value of forests and determine the factors that influence it. Data obtained from respondents are tabulated, then used as an analysis to determine the total economic value of forests and to determine the factors that influence it. Tele total economic value of forests is Rp 806.357.253.000/tahun or Rp 11,962,692 / year / ha. Economic values contained in the woods Tele is a direct benefit in the form of firewood forests, orchids, andaliman and indirect forest benefits such as the value of household water, irrigation water value, the value of carbon sequestration as well as the option value and existence value.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan persekutuan hidup alam hayati atau disebut masyarakat
tumbuhan yang kompleks yang terdiri atas pohon-pohon, semak, tumbuhan
bawah, jasad renik tanah, hewan dan alam lingkungannya. Semua itu mempunyai
keterikatan dalam hubungan ketergantungan satu sama lainnya. Uraian ini dapat
disimpulkan bahwa hutan dituntut mempunyai keseimbangan sistem ekologi
lingkungan hidup, menyelamatkan semua mahluk hidup didalamnya, gudang
penyimpanan plasma nutfah, mempertahankan degradasi lahan dan erosi, sumber
kayu industri dan gergajian lokal, sumber hasil ikutan bagi penduduk setempat
serta wisata alam dan kegiatan penelitian (Arief, 2001).
Keberadaan daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan sangat
ditentukan oleh tinggi rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan
untuk dimanfaatkan dan dikelola. Hutan menjadi media hubungan timbal balik
antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktorfaktor alam yang terdiri
dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung
kehidupan (Reksohadiprojo, 2000). Masyarakat lokal yang memiliki pendidikan
rendah sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar yang konsumtif (Ngakan ,
2006). Keadaan ini menyebabkan masyarakat tidak lagi memanfaatkan
sumberdaya hutan secara arif dan bijaksana, namun cenderung melakukan
perambahan dan eksploitasi yang tidak terkendali. Kondisi ini terjadi di hampir
semua kawasan di Indonesia, khususnya hutan konservasi.
Hutan Tele sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan,
sebenarnya bagi kehidupan mereka. Masyarakat pada umumnya hanya
mengetahui cara mengambil atau memanfaatkan hasil-hasil hutan berdasarkan
pengetahuan mereka sendiri yang telah diwariskan secara turun-temurun dari
leluhur mereka, tanpa mengetahui cara yang tepat untuk menjaga kelestarian dan
eksistensi hutan. Oleh karena itu perlu adanya suatu evaluasi untuk mengetahui
arti penting hutan bagi masyarakat, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan
bagaimana strategi pengembangan terhadap pelestarian hutan Tele. Penulis
berharap hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat
tidak hanya sekedar tinggal di wilayah sekitar hutan dan memanfaatkannya,
namun dapat mengetahui cara pemanfaatan hasil hutan yang baik, cara menjaga
kelestarian hutan dan lebih menghargai hutan sebagai pendukung penting
kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar hutan.
Tujuan Penelitian
Menganalisis valuasi ekonomi hutan di wilayah Tele, desa
Partungkonaginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir.
Manfaat Penelitian
Sebagai bahan informasi dan dokumentasi bagi pengguna, baik
masyarakat umum, pemerintah, lembaga, badan usaha atau organisasi yang terkait
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan
Klasifikasi sumber daya alam terbagi ke dalam bentuk, yaitu: lahan
pertanian, hutan dengan aneka ragam hasilnya, lahan alami untuk keindahan
(rekreasi), perikanan darat dan perikanan laut, sumber mineral bahan bakar dan
non bahan bakar, sumber energi non-mineral, misalnya panas bumi, angin, sumber
tenaga air dan sebagainya. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional
memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial,
pembangunan dan lingkungan hidup (Zain, 1997).
Hutan menurut Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam dan lingkungannya
satu dengan yanng lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Hutan banyak mengubah
keseimbangan panas pada permukaan tanah khususnya selama periode radiasi
positif bersih dan dapat mengurangi fluktuasi suhu tanah. Sehingga dapat
mempengaruhi kualitas air baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemungutan kayu dan degradasi lahan merupakan gangguan ekosistem dengan
dampak-dampak yang secara potensial drastis terhadap kualitas produksi air, erosi
dan percepatan sedimentasi. Gangguan terhadap ekosistem ini dapat
mempengaruhi debit air pada sungai (Richard, 1990).
Manfaat Hutan
Hutan dengan penyebaran yang luas dengan struktur dan komposisi yang
beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang besar bagi
sementasi serta pengendalian daur air. Semua peran vegetasi tersebut bersifat
dinamik yang akan berubah dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Dalam
keadaaan hutan yang tetap mantap, perubahan peran hutan mungkin hanya
nampak secara musiman sesuai dengan pola sebaran hujannya. Peran hutan
terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai
intersepsi sampai pengendalian aliran. Kebanyakan persoalan distribusi sumber
daya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini
sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan air pada musin penghujan dan
kekurangan air di musim kemarau (Suryatmojo, 2004).
Keberadaan pohon-pohon dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh setiap
orang tanpa harus membayar manfaat yang diterima tersebut. Manfaat yang
dimiliki suatu keberadaan pohon-pohon tidak dapat dipindahtangankan melalui
harga-harga yang ada di pasar. Dengan kata lain, manfaat keberadaan
pohon-pohon tidak dapat diperjualbelikan. Hal ini karena keberadaan pohon-pohon-pohon-pohon
adalah barang publik. Keberadaan pohon-pohon yang tidak memiliki harga di
pasar menyebabkan kecilnya perhatian terhadap manfaat keberadaan tegakan
pohon. Keadaan seperti ini akhirnya cenderung mengakibatkan berkurangnya
rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan
barang publik. Walaupun ada kontribusi, sumbangan yang diberikan tidaklah
cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang efektif dan efisien,
karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang
seharusnya (Nazaruddin, 1996).
Pohon memiliki pengaruh yang baik terhadap lingkungan. Hanya dalam
tumbuhan/pohon yang mati atau setelah ditebang, maka akan memperbesar
pori-pori tanah (bila bekas tebangan dibiarkan). Jika terjadi hujan, air dengan mudah
berinfiltrasi ke dalam tanah. Pemilihan tipe pohon untuk kestabilan lereng sangat
penting. Walaupun pohon umumnya memiliki pengaruh menguntungkan pada
stabilitas lereng, namun pada kondisi tertentu pohon bisa memberikan pengaruh
yang buruk (Hardiyatmo, 2006).
Nilai Ekonomi Hutan
Hasil hutan juga jelas merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang
beragam yang didalam areal kawasan hutan mampu menghasilkan hasil hutan
kayu, non kayu dan hasil hutan tidak kentara (intangible) seperti perlindungan
tanah, pelestarian sumberdaya air dan beragam hasil wisata. Uraian tersebut di
atas terungkap bahwa hutan, kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi
sumberdaya (resources) yang mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta
aktifitas ekonomi yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kajian ekonomi akan
meliputi semberdaya sendiri-sendiri atau secara majemuk sehingga disebut
sumberdaya hutan (Wirahadikusumah, 2003).
Nilai valuasi ekonomi atau kuantifikasi nilai ekonomi fungsi, manfaat dan
intensitas dampak kegiatan pada ekosistem hutan akan sangat bermanfaat untuk
menentukan apakah ekosistem hutan di suatu lokasi dapat dimanfaatkan atau
sebaiknya dipertahankan dalam kondisi alaminya. Apabila ternyata dapat
dimanfaatkan, valuasi ekonomi juga dapat memberikan arahan sejauh mana
pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan, sehingga tidak melebihi daya dukung
pemanfaatan berkelanjutan yang mempertahankan fungsi ekonomi dan ekologis
dari ekosistem hutan masih dapat terus dipertahankan (KemenLH, 2012).
Nilai Penyerapan Karbon
Sebagai komunitas tanaman berkayu yang tumbuh dan hidup dalam jangka
waktu yang relatif panjang, hutan memiliki kesempatan untuk mengakumulasikan
karbon dioksida (CO2) atmosfer dalam bentuk biomassa. Dengan demikian
vegetasi hutan merupakan cadangan karbon (carbon stock) terestrial yang sangat
penting. Oleh karena itu alih-guna lahan dari hutan ke non-hutan dan sebaliknya
merupakan aktivitas manusia yang mempengaruhi kemampuan ekosistem hutan
dalam melepas dan mengikat karbon atmosfer. Hutan memberikan jasa
lingkungan yang sangat penting bagi penyerapan karbon. Karena kondisi
vegetasinya yang relatif masih alami yang memiliki fungsi sebagai penyerap
karbon, sehingga dapat mengurangi pemanasan global (Alam, dkk., 2009).
Jasa berupa carbon credit ini memiliki nilai ekonomis yang dapat
ditransfer dalam kaitannya dengan perjanjian internasional, yaitu Protokol Kyoto,
dimana negara-negara industri memiliki kewajiban menurunkan emisi karbon
(carbon debit) yang telah ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Sementara ini
hingga tahun 2012 kegiatan alih guna lahan hanya terbatas pada agforestasi dan
reforestasi. Sedang kredit karbon yang ditransfer secara sukarela dapat melibatkan
kegiatan konservasi, sehingga jasa lingkungan lainnya seperti perlindungan nilai
keanekaragaman hayati dan fungsi daerah aliran sungai dapat memberikan nilai
tambah yang selanjutnya dapat ditransfer dengan mekanisme pasar lainnya.
Perdagangan karbon ini membuat peluang menjual hutan tanpa menebang pohon,
penyerapan karbon dilakukan dengan menentukan harga jual karbon di pasar
internasional (Alam dkk, 2009).
Penilaian Sumberdaya Hutan
Menurut KemenLH (2012), manfaat melakukan valuasi ekonomi
ekosistem hutan akan sangat tergantung pada tujuan valuasi itu sendiri yang akan
tercermin pada pilihan komponen/penggunaan yang dihitung. Beberapa manfaat
yang dapat diperoleh dengan melaksanakan valuasi ekonomi yang terpadu dan
terarah diantaranya adalah:
1. Mengidentifikasi nilai penting, manfaat dan permasalahan yang timbul pada
ekosistem hutan.
2. Memandu arah kebijakan dan akuntabilitas pemanfaatan berkelanjutan
ekosistem hutan.
3. Menyusun indikator pemanfaatan berkelanjutan ekosistem hutan.
4. Memperbaiki standar untuk mengukur pemanfaatan berkelanjutan ekosistem
hutan.
Penilaian sumberdaya hutan merupakan studi tentang metodologi dan
konsep penentuan nilai dari sumberdaya hutan. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, langkah pertama untuk untuk memperoleh nilai dari sumberdaya
hutan adalah dengan melakukan identifikasi terhadap berbagai jenis manfaat yang
dihasilkan dari sumberdaya hutan. Keberadaan setiap jenis manfaat ini merupakan
indikator adanya nilai yang menjadi sasaran penilaian. Setiap indikator nilai
(komponen sumberdaya hutan) ini dapat berupa barang hasil hutan, jasa dari
fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang melekat pada hutan tersebut dalam
Gambar 1. Kerangka pemikiran tentang jasa lingkungan hutan bagi masyarakat lokal dan valuasi ekonominya dengan metode willingness to pay (WTP).
Metode yang digunakan dalam CVM terdiri dua macam, yaitu willingness
to pay (WTP) yang bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar dari
masyarakat terhadap perbaikan kualitas lingkungan, dan willingness to accept
(WTA) untuk mengetahui keinginan menerima kerusakan lingkungan. Pemilihan
teknik ini didasarkan pada hak kepemilikan. Jika individu yang ditanya tidak
memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, maka
pengukuran yang relevan adalah willingness to pay (Fauzi, 2004).
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah hutan Tele termasuk ke dalam desa Partungkonaginjang,
Kecamatan Harian, kabupaten Samosir. Wilayah ini terletak di dataran tinggi
beriklim sejuk, berkabut dan memiliki kelembaban yang cukup tinggi, berada
pada ketinggian 1.875,5 meter di atas permukaan laut, dan sebagian besar
wilayahnya merupakan hutan alam yang berstatus hutan negara.
Jumlah penduduk yang terdapat di Tele adalah sebanyak 204 KK,
masyarakat Tele sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang dan
pengusaha warung atau kedai kopi serta petani yang memiliki ladang kecil di
sekitar wilayah hutan. Namun pada umumnya masyarakat sekitar masih
bergantung pada hutan atau memanfaatkan hasil-hasil dari hutan, misalnya
sebagai penyedia sumber air, menghasilkan iklim mikro, penunjang lahan-lahan
pertanian, hasil-hasil hutan yang dijual atau dikonsumsi sehari-hari seperti kayu
bakar, hewan buruan, bunga dan tumbuhan-tumbuhan yang memiliki nilai eksotis
tertentu dan laku dijual ke pasaran, akar-akaran dan tumbuhan obat, dan juga
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2014 di desa
Partungkonaginjang, Kecamatan Tele, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Kegiatan pengolahan data akan dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan,
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, buku data,
perangkat keras (komputer), dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah
kuesioner, data primer dan data sekunder.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengukuran langsung
di lapangan untuk mengetahui nilai ekonomi hutan dan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara
Purposive Sampling (sampel bertujuan). Untuk menentukan jumlah sampel pada
penelitian digunakan metode Slovin (Sevilla, 1960:182), sebagai berikut :
n = N
N.d² + 1
Dimana :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi (204 KK)
d : tingkat kesalahan (tingkat kesalahan 10%, dengan tingkat kepercayaan 90%)
Dengan mengambil tingkat kesalahan (d) 10 % dan jumlah populasi (N)
Nilai Ekonomi Total
Nilai Pilihan Nilai Keberadaan
-Hasil Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari wawancara dengan masyarakat yang dilakukan dengan
cara perbincangan langsung dengan menggunakan kuesioner. Data dapat
diperoleh dari masyarakat khususnya petani, baik yang melakukan usaha hutan
rakyat maupun yang tidak, tokoh masyarakat dan aparat setempat (kantor desa dan
kecamatan). Penentuan desa terpilih dilakukan berdasarkan informasi dari instansi
setempat dan tokoh masyarakat yang memahami kondisi kehutanan di Kabupaten
Samosir yaitu Dinas Kehutanan, Kantor BPDAS, kantor kecamatan, kantor desa
dan ketua kelompok tani hutan, dan dari data sekunder yaitu laporan dan peta,
serta dari pengamatan di lapangan.
Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari responden ditabulasikan ke dalam tabel,
kemudian digunakan sebagai analisis untuk mengetahui nilai ekonomi total hutan
dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Sesuai dengan bagan nilai ekonomi total tersebut, maka tahapan-tahapan
penilaian manfaat-manfaat hutan digunakan analisis sebagai berikut :
A. Menghitung Nilai Guna Langsung
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui nilai manfaat dari hasil hutan
yang digunakan secara langsung dan mempunyai nilai pasar. Pendekatan yang
digunakan adalah metode harga pasar (market price) dan metode harga barang
subtitusi (pengganti) atau harga barang yang sama di daerah lain. Nilai manfaat
langsung ini berupa nilai hasil hutan kayu dan non kayu.
1. Metode Harga Pasar
Pasar sebagai tempat pertukaran barang atau jasa antara pembeli dan
penjual pada harga yang disetujui bersama. Nilai pasar adalah harga barang dan
jasa yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli dalam keadaan kompetisi
sempurna. Penilaian ekonomi manfaat hutan langsung diturunkan melalui
interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan
manfaat hutan langsung (transaksi pasar). Nilai manfaat hutan langsung untuk
setiap jenis manfaat per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung melalui proses
sebagai berikut:
I. Menghitung nilai rata-rata jumlah manfaat untuk tiap jenis manfaat yang
diambil per responden, rata-rata frekuensi pengambilan perjenis manfaat per
responden per tahun, dan total jumlah pemungut per jenis manfaat.
II. Nilai rata-rata jumlah yang diambil dikali rata-rata frekuensi pengambilan, lalu
dikali total jumlah pemungut, akan diperoleh total pengambilan per unit
III. Harga manfaat hutan langsung diperoleh dari wawancara dengan pendekatan
metode harga pasar. Harga dihitung dari nilai rata - rata hasil wawancara
terhadap responden terpilih.
IV. Nilai ekonomi hasil/manfaat hutan langsung per jenis manfaat per tahun
dihitung dari perkalian antara total pengambilan per jenis per tahun manfaat
dikalikan harga pasar (Affandi dkk, 2004).
Dengan rumus:
NEi = TP x HP ...…. (Affandi dkk, 2004)
Keterangan :
NEi : Nilai Ekonomi Tiap Jenis (Rp/Tahun)
TP : Total Pengambilan/Pemungutan Manfaat Hutan Langsung (satuan disesuaikan dengan
jenis manfaat hutan/Tahun)
HP : Harga Pasar Tiap Jenis (Rp)
2. Metode Harga Pengganti
Harga manfaat hutan langsung yang tidak mempunyai pasar, diperoleh
melalui pendekatan harga pengganti. Metode ini berdasarkan pada kenyataan
bahwa nilai sumberdaya hutan yang tidak memiliki harga pasar dapat
tergambarkan secara tidak langsung pada pengeluaran konsumen (Bioshop, 1999)
dalam Ginogo, dkk (2007). Harga pengganti dihitung dari nilai waktu yang
dibutuhkan untuk mengambil manfaat hutan langsung tersebut dari hutan.
Waktu yang dimaksudkan adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan dari
hasil wawancara terhadap responden terpilih. Nilai waktu diperoleh dari nilai upah
tenaga kerja buruh tani di daerah sampel. Nilai manfaat hutan langsung tersebut,
I. Menghitung nilai rata-rata jumlah manfaat untuk tiap jenis manfaat yang
diambil per responden, rata-rata frekuensi pengambilan perjenis manfaat per
responden per tahun, dan total jumlah pemungut per jenis manfaat.
II. Nilai rata-rata jumlah yang diambil dikali rata-rata frekuensi pengambilan, lalu
dikali total jumlah pemungut, akan diperoleh total pengambilan per unit
manfaat pertahun.
III. Harga manfaat hutan langsung diperoleh melalui pendekatan harga pengganti.
Harga pengganti dihitung dari nilai waktu yang dibutuhkan untuk mengambil
manfaat hutan langsung tersebut dari hutan. Nilai waktu diperoleh dari nilai
rata-rata upah tenaga kerja buruh tani di daerah sampel. Waktu dihitung dari
nilai rata - rata hasil wawancara terhadap responden terpilih.
IV. Nilai ekonomi manfaat hutan langsung per jenis manfaat per tahun dihitung
dari perkalian antara total waktu pengambilan per jenis manfaat dikalikan nilai
waktu.
Dengan rumus:
NEi = LW x NW …… (Affandi dkk, 2004)
Keterangan :
Nei : Nilai Ekonomi Tiap Jenis (Rp/Tahun)
LW : Lama Waktu Pengambilan (Jam)
NW : Nilai Waktu / Upah Buruh (Rp/Jam)
B. Menghitung Nilai Guna Tidak Langsung
1. Nilai Air Rumah Tangga
Konsumsi air untuk kebutuhan rumah tangga meliputi air minum, air
mandi dan air untuk keperluan mencuci didasarkan atas pendekatan biaya
pengadaan, yaitu korbanan yang harus dikeluarkan untuk dapat mengkonsumsi
HADI = BPADI / KDI .….……… (Alam, 2007)
Dimana :
HADI = Harga/biaya pengadaan air per orang (Rp/thn)
BPADI = Biaya pengadaan air seluruh responden (Rp/thn)
KDI = Total anggota keluarga seluruh responden (orang)
Total nilai ekonomi air rumah tangga didasarkan pada konsumsi air
domestik per kapita sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk
di lokasi penelitian yang air domestiknya bersumber dari hutan.
2. Nilai Air untuk Irigasi
Areal pertanian yang dihitung nilai airnya adalah sawah/ladang yang
sumber airnya berasal dari irigasi dan merupakan fungsi dari keberadaan hutan
(bukan sawah tadah hujan), baik yang berada di daerah hulu maupun daerah hilir.
Penentuan harga air dilakukan dengan pendekatan biaya produksi pengadaan air
irigasi pada sawah tadah hujan, dengan rumus:
NAP = Hst x Lsi ….……… (Alam, 2007)
Dimana :
NAP = Nilai air pertanian (Rp/tahun)
Hst = Biaya pengadaan air pada sawah tadah hujan (Rp/ha)
Lsi = Luas sawah irigasi
3. Nilai Penyerapan Karbon
Penentuan nilai karbon difokuskan pada hutan primer dan hutan sekunder,
vegetasi kawasan hutan di kelompokkan ke hutan sekunder. Untuk nilai karbon
digunakan pendekatan harga karbon yang berlaku di pasar internasional.
Perhitungan Nilai penyerapan karbon dilakukan dengan menentukan harga jual
Borwn dan Pearce (1994) dalam Widada (2004), hutan alam primer, hutan
sekunder dan hutan terbuka memiliki kemampuan menyimpan karbon
masing-masing sebesar 283 ton, 194 ton per hektar dan 115 ton per hektar. Adapun nilai
karbon adalah sebesar $ 30 US. Sedangkan menurut Fahri (2002) dalam Alif
(2005) harga karbon masih bervariasi, yaitu antar $ 1 US sampai $ 30 US per ton
karbon. Untuk menghindari penilaian yang terlalu tinggi digunakan asumsi harga
$ 5 US per ton (Alam, 2007).
Penentuan nilai karbon digunakan rumus sebagai berikut :
NPc = L x Kc x Hc ….……… (Alam, 2007)
Dimana :
NPc = Nilai penyerapan karbon hutan (Rp/thn)
L = Luas hutan (67.406 ha)
Kc = Kemampuan menyerap karbon hutan (Hutan sekunder, 194 ton/ha/thn)
Hc = Harga karbon (US$ 5/ton)
C Menghitung Nilai Pilihan
Menggunakan metode pendekatan biaya kesempatan (Opportunity Costs)
Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya kesempatan
atau pendapatan yang hilang dari penggunaan SDA dapat digunakan sebagai
pendekatan. Pendekatan ini digunakan untuk menghitung biaya yang harus
dikeluarkan guna melestarikan suatu manfaat, dan bukannya untuk memberikan
nilai terhadap manfaat itu sendiri. Sebagai contoh, untuk menilai besaran manfaat
ekonomi yang harus dikorbankan jika terjadi perubahan sehingga kualitas
lingkungan tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula (Khulfi, 2013).
Manfaat pilihan konservasi hutan dalam analisa ini diperhitungkan
hutan. Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan sebesar US$ 9.45/ha/tahun
apabila keberadaan hutan tersebut secara ekologis penting dan tetap terpelihara
relatif alami (KemenLH, 2012).
D. Menghitung Nilai Keberadaan
Nilai Keberadaan adalah nilai yang diberikan oleh rumah tangga
masyarakat di daerah penelitian terhadap keberadaan kawasan hutan atas manfaat
spiritual, estetika dan kultural. Nilai spiritual ditunjukan dengan adanya kekayaan
dan keindahan kawasan membangkitkan rasa syukur terhadap Tuhan. Nilai
keberadaan kawasan hutan Tele ditentukan melalui pendekatan kesediaan
membayar (WTP) dari rumah tangga masyarakat Tele untuk menyumbang dalam
rangka mempertahankan keberadaan kawasan. Pendekatan yang digunakan
dengan Metoda Kontingensi atau Contingent Valuation Methods (CVM).Metode
valuasi kontingensi digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk berbagai
macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki pasar, misal jasa
keindahan. Metode ini menggunakan pendekatan kesediaan untuk membayar atau
menerima ganti rugi agar sumber daya alam tersebut tidak rusak. Metode ini juga
dapat digunakan untuk menduga nilai guna dan nilai non guna. Metode ini
merupakan teknik dalam menyatakan preferensi, karena menanyakan orang untuk
menyatakan penilaian, penghargaan mereka. Pendekatan ini juga memperlihatkan
seberapa besar kepedulian terhadap suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat
dari manfaatnya yang besar bagi semua pihak sehingga upaya pelestarian
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Nilai Guna Langsung
1. Metode Harga Pasar
Hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Hutan Tele adalah
sebanyak 3 jenis yaitu kayu bakar, anggrek dan andaliman. Total pengambilan
yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan total pengambilan hasil hutan secara langsung per tahun.
No. Nilai
Hasil perhitungan nilai guna langsung dengan menggunakan metode harga
pasar terhadap beberapa komoditi hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat
sekitar hutan Tele dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil perhitungan nilai guna langsung dengan metode harga pasar No Jenis Hasil
Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 2 diketahui bahwa total nilai
paling banyak dimanfaatkan masyarakat adalah kayu bakar (Gambar 3) dengan
nilai ekonomi sebesar Rp 14.400.000/tahun. Sebagian besar masyarakat
mengambil kayu bakar dari hutan Tele hanya untuk dikonsumsi sendiri sebagai
bahan bakar untuk memasak di rumah dan sebagian kecil ada juga yang
mengambil kayu bakar untuk dijual.
Gambar 3. Kayu bakar
Komoditi anggrek dimanfaatkan oleh masyarakat yang diambil dari hutan
untuk ditanam di pekarangan rumah, selain itu dapat dijual apabila kondisi
anggrek dilihat baik atau memiiki nilai jual atau memiliki nilai estetika yang
dipandang menjanjikan. Demikian juga dengan komoditi andaliman masyarakat
mengambilnya dengan tujuan untuk dikonsumsi sendiri atau bila harga andaliman
sedang naik maka akan dijual ke pasar.
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) adalah bumbu masak khas Asia
yang berasal dari kulit luar buah. Di Indonesia, andaliman banyak tumbuh di
daerah dataran tinggi sumatera utara. Andaliman juga sering disebut "merica
batak", kemungkinan karena bentuknya yang mirip merica, banyak tumbuh di
Sumatera Utara dan juga digunakan untuk bumbu masakan khas batak.
Andaliman memiliki aroma seperti jeruk yang lembut namun "menggigit"
sepedas cabai atau lada. Tumbuhan andaliman dapat dilihat pada Gambar 4 dan
buah andaliman yang biasa dijadikan bumbu masak dapat dilihat pada Gambar 5 .
Gambar 4. Tumbuhan andaliman Gambar 5. Buah andaliman
Nilai guna langsung Rp 29.400.000/tahun masih termasuk ke dalam
kategori kecil. Karena hanya sebagian kecil masyarakat saja yang masih
berinteraksi dengan hutan Tele untuk memungut hasil hutannya, sementara
sebagian besar masyarakat tidak lagi memanfaatkan hasil hutan secara langsung.
Hal ini mengindikasikan bahwa hutan Tele tidak banyak memberikan manfaat
atau nilai guna langsung terhadap masyarakat setempat, namun hal ini dapat
dikatakan positif karena hanya sedikit interaksi (pengambilan atau pemanfaatan)
yang terjadi antara masyarakat dengan hutan secara langsung, karena interaksi
yang berlebihan dapat mengakibatkan dampak yang cukup besar bahkan dampak
negatif terhadap kawasan hutan.
2. Metode Harga Pengganti
Metode harga pengganti ini biasanya digunakan untuk menggantikan
metode harga pasar apabila manfaat hutan langsung yang diperoleh tidak memiliki
harga pasar. Namun dalam penelitian ini semua manfaat hutan langsung yang
B. Nilai Guna Tidak Langsung
1. Nilai Air Rumah Tangga
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di daerah Tele, ternyata
ditemukan fakta bahwa masyarakat daerah tersebut tidak menggunakan instalasi
air dari PDAM setempat. Masyarakat sekitar hutan Tele yang menjadi responden
terdiri dari 36 Kepala Keluarga (KK) atau 108 jiwa ini memasang sendiri instalasi
air untuk rumah tangga mereka dengan memanfaatkan sumber-sumber air terdekat
yang berada di hutan Tele. Biaya pengadaan air per orang per tahun (HADI) dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan biaya pengadaan air per orang per tahun
Jumlah responden Biaya
pengadaan
Data biaya pengadaan air per kepala keluarga didapat dari hasil
wawancara dengan kepala PDAM Kabupaten Samosir menyatakan bahwa standar
biaya pengadaan sambungan air minum di wilayah Kabupaten Samosir tahun
2014 adalah sebesar Rp. 1.760.000/rumah tangga. Maka dengan berpatokan pada
biaya pengadaan tersebut diperoleh nilai air rumah tangga per orang di sekitar
Hutan Tele adalah sebesar Rp 586.667/orang/tahun. Nilai total air untuk rumah
tangga masyarakat sekitar Hutan Tele adalah sebesar Rp 63.360.000/tahun.
2. Nilai Air untuk Irigasi
Air untuk irigasi persawahan pada kecamatan Harian pada umumnya
berasal dari kaki bukit kawasan hutan Tele. Kualitas air yang terlihat termasuk
sepanjang tahun sama atau tetap, terutama pada musim kemarau. Pada musim
kemarau debit air berkurang namun tidak sampai berhenti mengalir. Pemandangan
sawah milik masyarakat air irigasinya bersumber dari hutan Tele dapat dilihat
pada Gambar 6.
Gambar 6. Areal persawahan milik masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Dinas Pertanian Kabupaten
Samosir, diketahui bahwa sejak tahun 2005 sampai tahun 2014 telah dibangun
irigasi di Kabupaten Samosir, khususnya Kecamatan Harian yang terdiri dari 3
(tiga) jenis irigasi, yaitu irigasi primer, irigasi sekunder dan irigasi tersier. Irigasi
ini dibangun oleh instansi pemerintah dan program pemerintah baik pusat maupun
daerah. Rincian instansi dan program pemerintah serta jenis dan jumlah biaya
dalam pembangunan irigasi di wilayah Tele dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Nilai air irigasi di wilayah Tele
No. Nama Instansi/Badan Jumlah Biaya Keterangan 1. Dinas Pertanian Rp. 8.164.000.000 Irigasi Sekunder 2. Dinas Pekerjaan Umum (PU) Rp 3.740.000.000 Irigasi Primer 3. PNPM Rp 2. 109.262.600 Irigasi Tersier
Total Biaya Rp.14.013.262.600
Berdasarkan hasil wawancara tersebut telah didapat juga data luas sawah
irigasi di kecamatan Harian kabupaten Samosir yaitu seluas 534 hektar. Dengan
demikian dari hasil perhitungan diperoleh nilai total air untuk irigasi di wilayah
dari hutan Tele merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi irigasi
pertanian masyarakat. Ariyanto (2008) mengatakan bahwa air dalam pertanian
merupakan kebutuhan pokok, terutama dalam budidaya tanaman padi atau
persawahan. Seringkali terdengar berita mengenai konflik air antar petani atau
bahkan antara petani dengan pengguna air lainnya, seperti perusahaan air minum,
petani kolam atau perikanan, dan sebagainya. Hal ini karena air semakin hari
semakin memiliki nilai ekonomi yang mahal baik dari segi kuantitas maupun
kualitas.
3. Nilai Penyerapan Karbon
Setelah melakukan wawancara dengan salah satu pegawai di Dinas
Kehutanan kabupaten Samosir didapat luas kawasan hutan di kabupaten Samosir
yaitu 67.406 hektar. Menurut keterangan dari responden diketahui bahwa terdapat
beberapa sumber data tentang luas kawasan hutan Tele, antara lain Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44 dan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 579 serta data milik Dinas Kehutanan Kabupaten Samosir dan
hingga waktu wawancara dilakukan masih terjadi konflik atau ketidaksepahaman
dengan tentang luas hutan yang sesuai. Namun, menurut responden pemerintah
daerah melalui perundingan internal daerah dan pemerintah pusat sepakat untuk
menetapkan luas kawasan hutan yaitu seluas 67.406 hektar dan data ini sesuai
dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 579/Menhut-II/2014. Perhitungan nilai
penyerapan karbon di Hutan Tele dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Perhitungan nilai penyerapan karbon Hutan Tele Luas hutan
(L)
Kemampuan hutan menyerap karbon (Kc)
Harga karbon (Hc) Nilai penyerapan karbon (NPc=LxKcxHc)
Kemampuan hutan menyerap karbon dapat dibagi menjadi 3 jenis sesuai
pernyataan Borwn dan Pearce (1994) dalam Widada (2004), hutan alam primer,
hutan sekunder dan hutan terbuka memiliki kemampuan menyimpan karbon
masing-masing sebesar 283 ton, 194 ton per hektar dan 115 ton per hektar. Hutan
Tele dikategorikan sebagai hutan sekunder dengan kemampuan menyerap karbon
sebesar 194 ton/hektar karena Hutan Tele tumbuh kembali secara alami dari yang
sebelumnya pernah mengalami kerusakan yang cukup luas karena terbakar. Hal
ini didukung oleh pernyataan Djemari (2011) yang menyatakan bahwa hutan
sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau
kerusakan yang cukup luas. Akibatnya pepohonan di hutan sekunder sering
terlihat lebih pendek dan kecil. Adapun nilai karbon adalah sebesar $ 30 US.
Sedangkan menurut Fahri (2002) dalam Alif (2005) harga karbon masih
bervariasi, yaitu antar $ 1 US sampai $ 30 US per ton karbon. Untuk menghindari
penilaian yang terlalu tinggi digunakan asumsi harga $ 5 US per ton sesuai
dengan pernyataan Alam (2007). Berdasarkan hasil perhitungan (kurs saat ini $ 1
US = Rp. 12.000,-), telah didapat bahwa nilai penyerapan karbon di kawasan
hutan Tele Kabupaten Samosir adalah sebesar Rp 784.605.840.000/tahun.
Menurut Mubarak dan Thamrin (2011), total serapan karbon hutan
sekunder wisata Dumai dengan luas hutan 3.298 hektar, dan harga karbon $ 10 US
(kurs saat itu $ 1 = Rp. 9.000,-) yaitu sebesar Rp. 51.824.772.000,- menyatakan
bahwa nilai total serapan karbon hutan wisata Dumai masih tergolong kecil bila
dibandingkan nilai total serapan karbon hutan Tele dengan luas total 67.406
Kondisi vegetasi hutan Tele yang masih alami juga memiliki fungsi
sebagai penyerap karbon. Adanya isu perdagangan karbon dapat berdampak
positif karena memberikan peluang bagi kita untuk tetap mendapat keuntungan
dari hutan tanpa harus menebang pohon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alam.,
dkk (2009) yaitu hutan memberikan jasa lingkungan yang sangat penting bagi
penyerapan karbon, sehingga dapat mengurangi pemanasan global. Perdagangan
karbon ini membuat peluang menjual hutan tanpa menebang pohon, sehingga
pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud. Perhitungan nilai penyerapan
karbon dilakukan dengan menentukan harga jual karbon di pasar internasional.
C. Nilai Pilihan
Manfaat pilihan konservasi hutan dalam penelitian ini diperhitungkan
berdasarkan manfaat keanekaragaman hayati yang dapat didekati dari pentingnya
keberadaan hutan. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia No.15 tahun 2012 tentang panduan valuasi ekonomi ekosistem hutan,
Nilai manfaat keanekaragaman hayati hutan adalah sebesar US$ 9.45/ha/tahun
apabila keberadaan hutan tersebut secara ekologis penting dan tetap terpelihara
relatif alami.
Surat Keputusan (SK) Nomor 579 / Menhut-II / 2014 menetapkan bahwa
luas kawasan hutan Tele yaitu 67.406 hektar. Berdasarkan data luas hutan tersebut
diperoleh hasil perhitungan nilai pilihan (manfaat keanekaragaman hayati) untuk
hutan Tele adalah sebesar Rp 7.643.840.400/tahun (kurs US$ 1 = Rp. 12.000).
Santosa (2008) mengatakan tingginya kualitas dan kuantitas keanekaragaman
hayati yang dimiliki hutan alam Indonesia merupakan sebuah fakta yang tidak
oleh Indonesia dalam hal keanekaragaman flora yaitu memiliki lebih dari 38.000
spesies, dimana 55% diantaranya bersifat endemik. Keanekaragaman palem
Indonesia menempati urutan pertama, dan lebih dari setengah total keseluruhan
spesies atau sekitar 350 jenis pohon penghasil kayu bernilai ekonomi penting,
yaitu yang termasuk famili Dipterocarpaceae terdapat di Indonesia.
D. Nilai Keberadaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat, diketahui
bahwa sebagian besar masyarakat sekitar hutan Tele tidak bersedia membayar
apabila sewaktu-waktu diminta atau ditanyakan kesediaannya untuk ikut
berpartisipasi dalam menjaga keberlangsungan ekosistem hutan sekitar danau
Toba, karena bagi masyarakat sekitar hutan sudah banyak sebagian besar rusak
dan tidak banyak memberikan hasil yang dapat diambil atau dimanfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagian kecil masyarakat ada juga yang bersedia membayar dengan
kisaran sebasar Rp 10.000 – Rp 200.000. Kebanyakan dari mereka bersedia
membayar sebesar Rp 30.000 dan Rp 50.000. Total kesediaan membayar dari
sebagian kecil masyarakat ini adalah sebesar Rp 1.550.000 / tahun (dapat dilihat
pada lampiran). Masyarakat yang bersedia membayar ini umumnya mereka yang
pendidikan terakhirnya SMA dan Perguruan tinggi, memiliki penghasilan yang
memadai, dan yang masih berinteraksi secara langsung dengan hutan Tele seperti
mengambil kayu bakar.
Perihal pengetahuan tentang manfaat hutan sebagai sumber air, pencegah
erosi dan bencana alam lainnya, hampir semua dari masyarakat di sekitar hutan
mereka enggan bahkan tidak bersedia membayar. Masyarakat tetap beranggapan
bahwa yang dikatakan memanfaatkan itu ialah mengambil hasil hutan secara
langsung, sementara untuk manfaat tidak langsung itu tidak perlu diperhitungkan
nilainya. Hasil wawancara dengan masyarakat sekitar hutan Tele menunjukkan
bahwa apresiasi masyarakat terhadap hutan Tele dan manfaatnya masih tergolong
rendah meskipun mereka telah mengetahui manfaat hutan Tele tersebut baik itu
manfaat langsung maupun tidak langsungnya.
E. Nilai Ekonomi Total Hutan Tele
Nilai ekonomi total hutan Tele adalah sebesar Rp 806.357.253.000/tahun
atau Rp. 11.962.692/tahun/hektar. Nilai ekonomi total ini diperoleh dari hasil
menjumlahkan nilai guna langsung sebesar Rp 29.400.000/tahun dengan nilai
guna tidak langsung yaitu nilai air rumah tangga sebesar Rp 63.360.000/tahun dan
nilai air irigasi sebesar Rp 14.013.262.600/tahun, nilai penyerapan karbon sebesar
Rp 784.605.840.000/tahun, nilai pilihan sebesar Rp 7.643.840.400 serta nilai
keberadaaan dengan metode kesediaan membayar sebesar Rp 1.550.000/tahun.
Perincian ini seperti tertera pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Perincian nilai ekonomi total hutan Tele (67.406 ha) No Jenis Manfaat Nilai ekonomi (Rp/tahun) 1 Nilai guna langsung 29.400.000 2 Nilai air rumah tangga 63.360.000 3 Nilai air irigasi 14.013.262.600 4 Nilai penyerapan karbon 784.605.840.000 5 Nilai pilihan 7.643.840.400
6 Nilai keberadaan 1.550.000 Total 806.357.253.000
Hasil perhitungan ini dengan jelas menunjukkan bahwa nilai ekonomi
hutan Tele dari nilai guna tidak langsung jauh lebih besar dari pada nilai guna
hutan langsung yang dapat diambil dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
hutan. Wirahadikusumah (2003) mengatakan bahwa hasil hutan juga jelas
merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang didalam areal
kawasan hutan mampu menghasilkan hasil hutan kayu, non kayu dan hasil hutan
tidak kentara (intangible) seperti perlindungan tanah, pelestarian sumberdaya air
dan beragam hasil wisata. Uraian tersebut di atas terungkap bahwa hutan,
kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi sumberdaya (resources) yang
mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta aktifitas ekonomi yang sangat
bermanfaat bagi masyarakat.
Hutan Tele dewasa ini telah mengalami laju deforestasi yang cukup besar,
sehingga menyebabkan berkurangnya output / produk yang dapat dihasilkan
dibandingkan dengan hutan yang masih terjaga atau belum rusak. Kerusakan
hutan ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan arti penting
hutan, sehingga masyarakat melakukan pembalakan liar, eksploitasi tanpa izin,
pembakaran hutan, dan lainnya.
Interaksi masyarakat dengan hutan yang bersifat konsumtif tanpa
memperdulikan kelestariannya hanya akan merusak hutan. Untuk itu diharapkan
masyarakat dapat lebih bijak dalam memanfaatkan hutan dan hasil hutannya. Hal
ini sesuai pernyataan Ngakan (2006) yang menyatakan masyarakat lokal yang
memiliki pendidikan rendah sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar yang
konsumtif. Nurrani dan Tabba (2012) juga mengatakan bahwa keadaan ini
menyebabkan masyarakat tidak lagi memanfaatkan sumberdaya hutan secara arif
dan bijaksana, namun cenderung melakukan perambahan dan eksploitasi yang
hubungan yang unik, dimana manusia merupakan bagian dari ekosistem hutan itu
sendiri. Hubungan timbal balik antara manusia dan hutan merupakan interaksi
yang saling mempengaruhi. Jika hutan rusak maka kehidupan manusia terancam,
sebaliknya jika manusia terpenuhi kesejahteraannya maka kelestarian hutan
terjaga pula.
Kerusakan hutan ini tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah
daerah, masyarakat yang masih peduli pentingnya keberadaan hutan, serta
organisasi dan lembaga lainnya, sehingga mulai bergerak dan mengambil tindakan
dengan saling berkoordinasi menjaga dan mengawasi hutan serta aktivitas yang
terjadi di dalamnya. Batas-batas hutan lindung pun ditetapkan melalui pemerintah
pusat (Surat Keputusan Nomor 579 / Menhut-II / 2014) serta aturan-aturan yang
terkait dan mengikat di dalamnya, walaupun pada pelaksanaannya masih terjadi
konflik dengan masyakat sekitar ataupun perusahaan pemilik HPH (hak
pengusahaan hutan) di wilayah Tele.
Untuk memulai pengembangan Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL),
dibutuhkan informasi awal berupa valuasi ekonomi jasa lingkungan yang
menimbulkan eksternalitas. Kawasan Hutan Tele yang memiliki potensi untuk
pengembangan PJL, belum memiliki informasi awal mengenai valuasi jasa
lingkungan tersebut. Menurut Wunder (2005), pembayaran Jasa Lingkungan
(PJL) dinilai sebagai salah satu solusi yang melibatkan masyarakat lokal dalam
pengelolaan hutan, dengan penerapan insentif/disinsentif ekonomi. Mekanisme
PJL tersebut bukan saja sebagai usaha pelestarian lingkungan, namun juga
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai ekonomi total hutan Tele adalah sebesar Rp 806.357.253.000/tahun atau
Rp. 11.962.692/tahun/hektar.
2. Nilai-nilai ekonomi yang terdapat di hutan Tele adalah manfaat hutan langsung
berupa kayu bakar, anggrek, andaliman dan manfaat hutan tidak langsung
berupa nilai air rumah tangga, nilai air irigasi, nilai penyerapan karbon serta
nilai pilihan dan nilai keberadaan.
Saran
Diperlukan perhatian lebih terhadap daerah kawasan hutan khususnya di
daerah sekitar danau Toba, karena pengelolaan kawasan hutan yang baik dapat
menjaga kelestarian daerah sekitar danau Toba dan biodiversitas yang terkandung
di dalamnya. Masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan badan atau LSM
lainnya diharapkan dapat berperan serta di dalam menjaga keberlangsungan dan
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, O. dan Pindi, P. 2004. Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatannya Hasil Hutan Non-Marketable Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan.
Alam, S., Supratman., M. Alif. 2009. Buku Ajar Ekonomi Sumberdaya Hutan.Laboratorium Kebijakan dan Kewirausahaan Kehutanan, Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogjakarta.
Ariyanto, D. P. 2008. Sistem pemberian kebutuhan air untuk lahan pertanian : Studi kasus jarigan irigasi Sempor. [Makalah]Universitas gadjah Mada. Yogyakarta.
Bappenas. 2000. Laporan Proyek Pengendalian Hutan. Jakarta.
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hairiah, K. dan Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre- ICRAF. Bogor.
Hardiyatmo. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. [Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan valuasi ekonomi ekosistem hutan].
Khulfi. 2013. Konsep Metode Valuasi Ekonomi / Penilaian Ekosistem Hutan.
Lakitan, Benyamin. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Montalambert, M.R. de, F. Schmithusen. 1993. Policy and legal aspect of sustainable forest management. Unasylva. Vol.44, No.175, pp 3-9.
Mubarak, N.A. dan Thamrin. Valuasi Hutan Wisata Kota Dumai Provinsi Riau. [Jurnal Bumi Lestari, Volume 11 No.2 Agustus 2011, Hal. 315 - 322].
Nazaruddin. 1996. Penghijauan Kota. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurrani , L. dan S. Tabba. 2012. Persepsi dan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam taman nasional aketajawe lolobata di provinsi maluku utara. [Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 No. 1 Maret 2013, Hal. 61 - 73].
Nurfatriani, F dan Nugroho, I. A. 2007. Manfaat hidrologis hutan di hulu DAS Citarum sebagai jasa lingkungan bernilai ekonomi. Info Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol. 7, No. 3, pp 175-194.
Richard, L. 1990. Hidrologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Santosa, A (Ed). 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan. Perpustakaan Nasional. Jakarta.
Septiani, D.S.E. 2012. Valuasi Ekonomi Di Cagar Alam Saobi.
Sevilla, C. G. (2007). Research Methods. Rex Printing Company. Quezon City.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Suryatmojo, H. 2004. Peran Hutan Pinus Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan Melalui Penyimpanan Karbon dan Penyediaan Sumber Daya Air. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan UGM. Yoygakaarta.
Thoha, A.S. 2013. Peluang Hutan Komunitas Dalam Perdagangan Karbon. http://www.latin.or.id/index.php/berita-redd/44-peluang-hutan-komunitas-dan-perdagangan-karbon.html [13 Oktober 2014].
Yudilasdiantoro, C. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Air Dari Hutan Lindung untuk Rumah Tangga Studi Kasus di Hulu DAS Palu, Sulawesi Tengah. Balai Penelitian Kehutanan Mataram.
Wirakusumah, S. 2003. Mendambakan Kelestarian Sumber Daya Hutan Bagi Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat. Indonesia University Press. Jakarta.
Wunder, Sven. (2005). Payments for environmental services: some nuts and bolts: CIFOR Jakarta.