• Tidak ada hasil yang ditemukan

Valuasi Ekonomi dan Pemasaran Manfaat Hutan (Studi Kasus di Kawasan DAS Deli, Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Valuasi Ekonomi dan Pemasaran Manfaat Hutan (Studi Kasus di Kawasan DAS Deli, Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

VALUASI EKONOMI DAN PEMASARAN MANFAAT

HUTAN LANGSUNG

(Studi Kasus di Kawasan DAS Deli yang terletak di Kabupaten

Karo, Deli Serdang dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh:

Irut Isabella

051201045/Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

IRUT ISABELLA: Valuasi Ekonomi dan Pemasaran Manfaat Hutan (Studi Kasus di Kawasan DAS Deli, Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara), dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI.

Adanya kecenderungan masyarakat menganggap bahwa sumber daya hutan, termasuk manfaat hutan langsung memiliki nilai yang rendah, bahkan dianggap tidak bernilai. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa tidak perlu menjaga kelestarian hutan. Pada penelitian ini digunakan metode harga pasar dan pengganti untuk memberi nilai terhadap manfaat hutan langsung secara ekonomi dan metode wawancara untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam memanfaatkan serta untuk mengetahui rantai pasar manfaat hutan langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi total manfaat hutan langsung yang dimanfaatkan masyarakat di kawasan DAS Deli senilai Rp 12.565.989.865. Jenis manfaat hutan langsung yang dipungut adalah kayu bakar, air nira, rumbia, pinang, hewan, bambu, tanaman obat, rotan, jengkol, petai, duku, langsat, durian, coklat, karet, manggis, rambutan, kemiri. Perilaku pemanfaatan masih bersifat sederhana atau tradisional. Umumnya rantai pasar manfaat hutan langsung melibatkan pemungut, pengumpul pertama, pengumpul kedua, pengecer dan konsumen.

(3)

ABSTRACT

There is a preperance from society to believe that forest nature source, include the advantage of tangible has a low value,even they consider that forest nature source inastimable. there for the society think they need’nt keep the forest continuous. In this search we use a market value and substitute to give a value for advantage with economic way and interview method to know the society action in use and to know the market chain advantage of tangible.

The result of search showed that total economic the advantage of tangible that use by society in district of DAS deli has a value Rp 12.565.989.865 the kind of advantage of tangible that they take are woods, palm wine,sago palm, areca palm,animals, bamboo,medichine plants,rattan,jengkol,stinking beans, langsat,durian chocolate,rubber,manggista,kemiri. The action of advantage still has a simple quality or traditional. In general the market chain of advantage of tangible to wind with colector, the first colector, the second colector , small seller and consumer.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Irut Isabella dilahirkan di Tarutung pada tanggal 25 Juli 1987 dari ayah H.

Hutasoit dan ibu U. Silitonga. Penulis merupakan putri pertama dari lima

bersaudara.

Tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Umum

Swasta ASSISI Pematang Siantar. Melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB) pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas

Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Kehutanan, Program Studi

Manajemen Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi salah satu anggota

organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva). Tahun 2007, penulis

melaksanakan Praktek Pengelolaan dan Pembinaan Hutan (P3H) di Desa Mesjid

Lama, Kecamatan Talawi, Kabupaten Batu Bara dan Hutan Pegunungan Lau

Kawar, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Penulis melaksanakan Praktek

Kerja Lapangan (PKL) di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan,

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas

berkat dan anugerah yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

Judul dari penelitian ini adalah Valuasi Ekonomi dan Pemasaran Manfaat

Hutan Langsung (Studi Kasus di Kawasan DAS Deli yang terletak di Kabupaten

Karo, Deli Serdang dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan sikripsi ini, khususnya bapak Nurdin

Sulistiyono, S.Hut., M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Oding

Affandi, S.Hut., M.P. selaku anggota komisi pembimbing. Besar harapan penulis,

semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membacanya. Terima

kasih.

Medan, Maret 2010

(6)

DAFTAR ISI

Metode Penilaian Ekonomi sumber Daya Alam ... 12

Defenisi Pemasaran ... 16

Marjin Pemasaran dan Keuntungan ... 17

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Sampel dan Populasi Penelitian ... 18

Pengumpulan Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 19

Pengumpulan data ... 19

Tehnik pengumpulan data ... 20

Pengolahan Data ... 21

Nilai Ekonomi Manfaat Hutan Langsung ... 21

Metode Harga Pasar ... 21

Metode Harga Pengganti ... 23

Analisis Marjin Pemasaran ... 24

Analisis Marjin Keuntungan ... 25

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Ekonomi Manfaat Hutan Langsung ... 27

Jenis dan Perilaku Pemanfaatan Manfaat Hutan Langsung ... 31

Kayu bakar ... 33

Rantai Pemasaran Manfaat Hutan Langsung ... 50

Rumbia ... 51

Analisis Marjin Keuntungan dan Pemasaran Manfaat Hutan Langsung ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 84

Saran ... 84

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengelompokan Nilai Sumber Daya Hutan ... 11

2. Nilai Ekonomi Total Manfaat Hutan Langsung (Rp/Tahun) Tahun 2009 .. 28

3. Jenis Manfaat Hutan Langsung yang Dipungut Masyarakat pada Kawasan DAS Deli dan Persentase Jumlah Pemungut Manfaat Tahun 2009. ... 32

4. Contoh Tanaman Obat yang Digunakan sebagai Obat Tradisional ... 43

5. Analisis Marjin Keuntungan Gula Merah ... 64

6. Analisis Marjin Pemasaran Gula Merah ... 65

7. Analisis Marjin Keuntungan Air Nira ... 65

8. Analisis Marjin Pemasaran Air Nira ... 66

9. Analisis Marjin Keuntungan Kayu Bakar ... 66

10. Analisis Marjin Pemasaran Kayu Bakar ... 67

11. Analisis Marjin Keuntungan Keranjang Bambu ... 67

12. Analisis Marjin Pemasaran Keranjang Bambu ... 68

13. Analisis Marjin Keuntungan Pinang ... 69

14. Analisis Marjin Pemasaran Pinang ... 69

15. Analisis Marjin Keuntungan Atap Rumbia ... 70

16. Analisis Marjin Pemasaran Atap Rumbia ... 70

17. Analisis Marjin Keuntungan Jengkol ... 70

18. Analisis Marjin Pemasaran Jengkol ... 71

19. Analisis Marjin Keuntungan Kemiri ... 71

20. Analisis Marjin Pemasaran Kemiri ... 72

21. Analisis Marjin Keuntungan Petai ... 73

22. Analisis Marjin Pemasaran Petai ... 73

23. Analisis Marjin Keuntungan Duku ... 74

24. Analisis Marjin Pemasaran Duku ... 74

25. Analisis Marjin Keuntungan Durian ... 75

26. Analisis Marjin Pemasaran Durian ... 75

27. Analisis Marjin Keuntungan Manggis ... 76

28. Analisis Marjin Pemasaran Manggis ... 76

29. Analisis Marjin Keuntungan Rambutan ... 77

30. Analisis Marjin Pemasaran Rambutan ... 77

31. Analisis Marjin Keuntungan Coklat ... 78

32. Analisis Marjin Pemasaran Coklat ... 78

33. Analisis Marjin Keuntungan Karet ... 79

34. Analisis Marjin Pemasaran Karet ... 79

35. Analisis Marjin Keuntungan Langsat ... 80

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Nilai Ekonomi Manfaat Hutan Langsung ... 29

2. Kayu bakar ... 33

3. Biji Pinang ... 35

4. Air Nira yang Telah Diolah Menjadi Gula Merah ... 37

5. Bambu yang Digunakan Sebagai Ajak Tanaman... 38

6. Keranjang Bambu ... 39

7. Proses Pembuatan Atap Rumbia ... 41

8. Contoh Tanaman Obat ... 42

9. Rantai Pemasaran Atap Rumbia... 51

10. Rantai Pemasaran Air Nira... 51

11. Rantai Pemasaran Gula Merah ... 52

12. Rantai Pemasaran Keranjang ... 53

13. Rantai Pemasaran Kayu Bakar ... 55

14. Rantai Pemasaran Biji Pinang ... 56

15. Rantai Pemasaran Rambutan... 57

16. Rantai Pemasaran Durian ... 58

17. Rantai Pemasaran Jengkol ... 58

18. Rantai Pemasaran Petai ... 59

19. Rantai Pemasaran Manggis ... 60

20. Rantai Pemasaran Langsat ... 60

21. Rantai Pemasaran Duku ... 61

22. Rantai Pemasaran Kemiri ... 61

23. Rantai Pemasaran Coklat ... 62

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karakteristik Responden Pemungut Manfaat Hutan Langsung ... 1

2. Jenis Manfaat Hutan langsung yang Dipungut Masyarakat ... 6

3. Nilai dan Analisis Ekonomi Jengkol ... 12

4. Nilai dan Analisis Ekonomi Pinang ... 13

5. Nilai Ekonomi Kayu Bakar ... 14

6. Nilai dan Analisis Ekonomi Rumbia ... 19

(11)

ABSTRAK

IRUT ISABELLA: Valuasi Ekonomi dan Pemasaran Manfaat Hutan (Studi Kasus di Kawasan DAS Deli, Kabupaten Karo, Deli Serdang dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara), dibimbing oleh NURDIN SULISTIYONO dan ODING AFFANDI.

Adanya kecenderungan masyarakat menganggap bahwa sumber daya hutan, termasuk manfaat hutan langsung memiliki nilai yang rendah, bahkan dianggap tidak bernilai. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa tidak perlu menjaga kelestarian hutan. Pada penelitian ini digunakan metode harga pasar dan pengganti untuk memberi nilai terhadap manfaat hutan langsung secara ekonomi dan metode wawancara untuk mengetahui perilaku masyarakat dalam memanfaatkan serta untuk mengetahui rantai pasar manfaat hutan langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi total manfaat hutan langsung yang dimanfaatkan masyarakat di kawasan DAS Deli senilai Rp 12.565.989.865. Jenis manfaat hutan langsung yang dipungut adalah kayu bakar, air nira, rumbia, pinang, hewan, bambu, tanaman obat, rotan, jengkol, petai, duku, langsat, durian, coklat, karet, manggis, rambutan, kemiri. Perilaku pemanfaatan masih bersifat sederhana atau tradisional. Umumnya rantai pasar manfaat hutan langsung melibatkan pemungut, pengumpul pertama, pengumpul kedua, pengecer dan konsumen.

(12)

ABSTRACT

There is a preperance from society to believe that forest nature source, include the advantage of tangible has a low value,even they consider that forest nature source inastimable. there for the society think they need’nt keep the forest continuous. In this search we use a market value and substitute to give a value for advantage with economic way and interview method to know the society action in use and to know the market chain advantage of tangible.

The result of search showed that total economic the advantage of tangible that use by society in district of DAS deli has a value Rp 12.565.989.865 the kind of advantage of tangible that they take are woods, palm wine,sago palm, areca palm,animals, bamboo,medichine plants,rattan,jengkol,stinking beans, langsat,durian chocolate,rubber,manggista,kemiri. The action of advantage still has a simple quality or traditional. In general the market chain of advantage of tangible to wind with colector, the first colector, the second colector , small seller and consumer.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masyarakat yang tinggal di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli

sebagian masih menggantungkan hidupnya pada manfaat hutan dan manfaat hutan

tersebut seperti: kayu bakar, air nira, rumbia, pinang, tumbuhan obat-obatan,

bambu, getah karet, jengkol, petai, manggis, langsat, coklat, duku, kemiri, durian,

rambutan. Manfaat hutan yang dimanfaatkan masyarakat di sekitar kawasan DAS

Deli dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagian dijual

untuk menghasilkan uang untuk menambah pendapatan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan bentuk/wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi

dua yaitu: manfaat tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak

langsung/tidak nyata). Manfaat tangible antara lain: kayu, hasil hutan ikutan dan

lain-lain. Sedangkan manfaat intangible antara lain: pengaturan tata air, rekreasi,

pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan

untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan marketable

adalah kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain.

Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum

dikenal nilainya atau belum ada pasarnya seperti : beberapa jenis kayu lokal,

kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible (Affandi, dkk, 2004).

Adanya kecenderungan masyarakat menganggap bahwa sumber daya

hutan termasuk manfaat hutan langsung, dinilai masih rendah. Sehingga

(14)

mengakibatkan terjadinya pemungutan manfaat hutan secara berlebihan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Gigona,dkk (2007) yang menyatakan bahwa saat ini

berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga

menimbulkan terjadinya eksploitasi SDH yang berlebih. Hal tersebut disebabkan

karena masih banyak pihak termasuk masyarakat sekitar hutan, yang belum

memahami nilai dari berbagai manfaat SDH secara komperehensif

(Ginoga,dkk, 2007).

Pernyataan tersebut juga bukan tidak mungkin akan terjadi pada

masyarakat kawasan DAS Deli. Pemungutan manfaat hutan yang berlebihan,

dapat merusak hutan di kawasan DAS Deli. Sebelum kerusakan itu terjadi, perlu

dilakukan suatu penilaian ekonomi terhadap manfaat hutan tersebut, yang dapat

memberikan pemahaman yang baik mengenai seberapa penting manfaat dari SDH

tersebut. Pemahaman tersebut dapat diperoleh dengan melakukan penilaian

terhadap manfaat yang dihasilkan SDH tersebut. Penilaian sendiri merupakan

upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk

kepentingan manusia. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan

penilaian secara ekonomi terhadap manfaat hutan langsung. Dengan harapan,

dapat memberikan gambaran tentang nilai yang terkandung dalam manfaat hutan

langsung tersebut.

Perumusan Masalah

Hutan di kawasan DAS Deli mempunyai sumber daya alam yang

dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di kawasan DAS Deli

(15)

manfaat hutan langsung, belum dihitung secara ekonomi. Data perihal rantai

pemasaran yang menciptakan nilai ekonomi terhadap manfaat tersebut belum

diketahui. Serta belum ada juga data yang menyajikan jenis manfaat hutan

langsung yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Hal ini

menimbulkan pertanyaan berikut:

1. Berapa nilai ekonomi yang terkandung dalam manfaat hutan langsung

tersebut?

2. Jenis manfaat hutan langsung yang dipungut masyarakat yang terdapat

dalam hutan kawasan DAS Deli?

3. Bagaimana rantai pasar manfaat hutan langsung tersebut?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menentukan nilai ekonomi manfaat hutan langsung yang dimanfaatkan

oleh masyarakat pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli,

Sumatera Utara.

2. Mengetahui perilaku pemanfaatan manfaat hutan langsung oleh

masyarakat sekitar DAS Deli, Sumatera Utara.

3. Mengetahui rantai pemasaran hasil hutan non-kayu (HHNK) yang

merupakan manfaat hutan langsung dari hutan di sekitar DAS Deli,

(16)

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian, adalah:

1. Sebagai bahan referensi atau data mengenai manfaat hutan langsung di

DAS Deli, Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan bagi keperluan pengambilan keputusan terhadap

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Daya Alam

Secara umum klasifikasi sumber daya alam terbagi ke dalam bentuk, yaitu:

lahan pertanian, hutan dengan aneka ragam hasilnya, lahan alami untuk keindahan

(rekreasi), perikanan darat dan perikanan laut, sumber mineral bahan bakar dan

non bahan bakar, sumber energi non-mineral, misalnya panas bumi, angin, sumber

tenaga air dan sebagainya. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional

memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial,

pembangunan dan lingkungan hidup (Zain, 1997).

Dalam pembangunan perekonomian suatu bangsa, sumber daya alam

biasanya dilirik pertama kalinya dalam upaya bangsa itu mensejahterahkan

masyarakatnya. Oleh karena itu, negara-negara yang memiliki sumber daya alam

yang melimpah sangat beruntung karena pada hakikatnya telah memiliki modal

bagi kegiatan-kegiatan ekonominya. Namun demikian, sumber daya alam di atas

planet bumi ini pada dasarnya terbatas (Wirakusumah, 2003).

Defenisi Daerah Aliran Sungai

DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang

menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan

seterusnya ke danau atau ke laut. Selain itu DAS juga merupakan suatu ekosistem

dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antar faktor-faktor biotik,

(18)

dalam DAS, proses yang terjadi dan berlangsung di dalam DAS dapat dievaluasi

berdasarkan keluaran sistem tersebut (Suripin, 2002).

Di kawasan hulu, DAS yang merupakan daerah tangkapan air hujan dan

berfungsi sebagai kawasan penahan run-off yang seterusnya akan menjamin

ketersediaan pasokan air bagi keseluruhan sistem ekologis DAS terutama bagi

penduduk di kawasan penyimpanan air hujan serta mengalirkan kelebihannya

melalui jaringan anak sungai dan ilfiltrasi aliran air bawah tanah (underground).

Cadangan air tanah tersebut selanjutnya akan menjadi sumber air di berbagai

tempat bagi masyarakat yang tinggak di kawasan hilir (Seyhan, 1990).

Karakteristik DAS Deli

Daerah Aliran Sungai (DAS Deli) terletak di Kabupaten Karo, Deli

Serdang dan Kota Madya Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli di sebelah

timur berbatasan dengan DAS Percut, sedangkan di sebelah barat dengan DAS

Belawan. DAS tersebut terdiri dari tujuh Sub DAS yakni Sub DAS Petani, Sub

DAS Simai-mai, Sub DAS Deli, Sub DAS Babura, Sub DAS Bekala, Sub DAS

Sei Kambing dan Sub DAS Paluh Besar.

Letak Sub DAS tersebut dalam DAS antara lain; Sub DAS Petani terletak

di hulu, yakni ujung selatan berbatasan langsung dengan DAS yang alirannya

mengalir ke selatan. Sub DAS Simai-mai berada pada bagian hulu sebelah timur

Sub DAS Petani, berbatasan langsung dengan DAS Percut. Sub DAS Deli terletak

di tengah berbatasan langsung dengan Sub DAS Simai-mai, DAS Percut dan Sub

(19)

Petani, Sub DAS Belaka, Sub DAS Deli dan Sub DAS Sei kambing

(BPDAS Wampu-Sei Ular, 2003).

Pengertian Hutan

Hutan adalah salah satu sumber daya alam nasional yang merupakan

penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, yang harus dipertahankan

secara optimal dengan menjaga daya dukungnya secara lestari. Pembangunan

kehutanan merupakan tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara

bertanggung jawab dan transparan sehingga memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia (Nurfatriani dalam Sumarna, 2002).

Menurut statusnya (sesuai dengan Undang-Undang Kehutanan), hutan

hanya dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu (Awang, dkk, 2002):

1. Hutan negara, adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani

hak atas tanah.

2. Hutan hak, adalah hutan yang dibebani hak atas tanah yang biasanya

disebut sebagai hutan rakyat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian hutan rakyat di suatu

tempat, adalah:

1. Kebutuhan ekonomi masyarakat,

2. Kepatuhan terhadap hukum-hukum tradisional,

3. Sistem pengaturan dan pembagian manfaat antar warga masyarakat,

(20)

Lima butir rencana operasional terhadap hutan tropis dari Departemen

Kehutanan (1991), yang mana telah berganti menjadi Kehutanan dan Perkebunan,

yakni (Arief, 2001):

1. Penggunaan hutan tropis sebagai pelindung tanah, penjaga air dan

produksi pertanian secara lestari.

2. Pengembangan industri dengan efesiensi yang tinggi, limbah yang rendah,

direncanakan dengan baik dan pemasarannya terjamin.

3. Penggunaan kayu sebagai bahan bakar/energy yang selalu dapat

diperbarui.

4. Konservasi flora dan fauna sumber genetis.

5. Peningkatan kemampuan kelembagaan bagi keperluan research,

penyuluhan dan partisipasi masyarakat.

Hasil Hutan

Worrell (1965) dalam Wirakusumah (2003), membedakan komoditi yang

dapat diciptakan sumber daya hutan dalam 6 kategori, yaitu: hasil-hasil kayu,

hasil-hasil vegetative non-kayu, produk-produk satwa, air, rekreasi, dan jasa

proteksi terhadap banjir, angin dan erosi. Masing-masing komoditi di atas sama

vitalnya terutama di tempatnya masing-masing, tetapi secara nasional yang

dipandang menonjol pada akhir-akhir ini adalah hasil-hasil kayu.

Hasil hutan kayu

Empat sumber bahan kayu potensial untuk membangkitkan energi ialah

kayu bulat dari pohon yang tumbuh, sisa-sisa pabrik, sisa pembalakan atau sisa

(21)

ialah dengan membakar, maksudnya pembakaran. Pembakaran adalah metode

utama mengubah ke energi pada waktu sekarang. Langkah pertama dalam

pembakaran ialah penguapan air yang ada (Haygreen, 1996).

Guna memperoleh manfaat yang optimal, jenis-jenis tanaman kayu bakar

perlu memenuhi persyaratan, antara lain: jenis berdaur pendek, mudah tumbuh,

bisa ditanam disembarang tempat, mempunyai manfaat ganda. Berdasarkan hasil

penelitian (Anonim, 1994) ada beberapa jenis pohon sebagai kayu bakar dengan

criteria: cepat tumbuh di lahan kering, pengendali erosi, pemberantas alang-alang

dan dapat merehabilitasi tanah pada dataran rendah di daerah tropis antara lain,

Acacia mangium, Acacia nilotica (Sylviani, 2001).

Kebayakan kayu yang dibakar masa ini ialah untuk menanak dan

pemanasan kediaman. Di negara-negara industri, sumbangan kayu kepada seluruh

konsumsi energi hanya sederhana, walaupun itu bertambah cepat, terutama untuk

pemanasan ruangan. Akan tetapi, di Negara-negara berkembang, kebayakan bahan

bakar kayu digunakan untuk menanak. Secara tradisional bahan bakar kayu telah

dipakai dalam industri untuk membangkitkan tenaga uap. Baru-baru ini daya tarik

menjalankan pabrik-pabrik dengan kayu telah bertambah dengan tersedianya

kepingan-kepingan dan butir-butir kayu. Bentuk- bentuk pembakuan ini, terutama

butir-butir kayu, lebih serasi untuk disimpan dan dipergunakan ketimbang kayu

gelondongan atau belahan (Eckholm, ddk, 1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemercepatan konsumsi kayu bakar,

adalah pertambahan penduduk, tumbuhnya industri-industri yang menggunakan

kayu bakar, cara penggunaan kayu bakar yang relatif mudah dan harga kayu bakar

(22)

Hasil hutan bukan kayu

Secara ekologis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tidak memiliki

perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHBK

merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999,

disebutkan bahwa HHBK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati adalah

barang (goods) yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan

atau lahan sejenis. Adapun HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk

dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sumadiwangsa (2000) dalam Sudarmalik

(2006) dapat dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. Getah-getahan: Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah karet.

2. Resin: Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar mata kucing, Damar batu,

Damar rasak, Kemenyan.

3. Madu: Apis dorsata, Apis melliafera.

4. Rotan dan Bambu: Segala jenis rotan, Bambu dan Nibung.

5. Hasil Hewan: Sutra alam, Lilin lebah, Aneka hewan yang tidak dilindungi.

6. Tumbuhan Obat dan Tanaman Hias: Aneka tumbuhan obat dari hutan,

anggrek hutan, palmae, pakis

Nilai Ekonomi Sumber Daya Hutan

Nilai ekonomi total ekosistem hutan berasal dari berbagai jenis hasil

hutan, mencakup hasil hutan kayu dan non kayu, termasuk juga jasa fungsi

ekologis. Secara umum manfaat hutan dapat berasal dari penggunaan sumberdaya

(23)

seperti kayu, rotan dan lain sebagainya. Demikian pula manfaat lainnya seperti

penggunaan untuk rekreasi/pariwisata, dapat dinilai, dan besaran nilainya sangat

bergantung pada cara penggunaannya (Effendi dkk, 2005).

Nilai adalah presepsi terhadap suatu objek pada waktu tertentu. Nilai

Ekonomi Total diperoleh dari Total Nilai Guna dan Nilai Non-Guna. Berikut

pengelompokan nilai sumber daya hutan (Nurrochmat, 2006):

Tabel 1. Pengelompokan Nilai Sumber Daya Hutan

NILAI GUNA NILAI NON-GUNA

Nilai Guna

Pearce (1990) dalam Ginoga dkk (2007) mengelompokkan nilai sumber

daya hutan (SDH) dalam tiga macam nilai, yaitu:

1. Nilai Penggunaan Langsung, adalah manfaat yang langsung diambil dari

SDH. Sebagai contoh manfaat penggunaan sumber daya hutan sebagai

input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi.

2. Nilai Penggunaan Tidak Langsung, yaitu nilai yang secara tidak langsung

dirasakan manfaatnya,dapat berupa hal yang mendukung nilai guna

langsung.

3. Nilai Non Penggunaan, yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan dari

(24)

Metode Penilaian Ekonomi Sumber Daya Alam

Bishop (1999) dalam Ginoga dkk (2007) membagi metode penilaian

ekonomi untuk manfaat yang diperoleh dari sumber daya alam dan lingkungan

menjadi lima kelompok:

Penilaian berdasarkan harga pasar

Termasuk pendugaan manfaat dari kegiatan produksi dan konsumsi dalam

kehidupan sehari-hari. Barang dan jasa yang dihasilkan hutan dan diperdagangkan

(memiliki harga pasar) diantaranya adalah hasil hutan kayu, produk hasil hutan

non kayu seperti pangan, tumbuhan obat, hidupan liar dan rekreasi. Untuk

produk-produk tersebut, harga pasar dapat digunakan untuk menggambarkan perhitungan

finansial, untuk membandingkan antara manfaat dan biaya dari berbagai alternatif

pilihan penggunaan lahan hutan. Harga pasar diturunkan melalui interaksi antara

produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan barang dan jasa

(transaksi pasar).

Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya perjalanan, hedonic

price, dan pendekatan barang pengganti.

Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa nilai sumberdaya hutan

yang tidak memiliki harga pasar dapat tergambarkan secara tidak langsung pada

pengeluaran konsumen, harga barang dan jasa yang diperjualbelikan, atau dalam

tingkat produktivitas dari kegiatan pasar tertentu. Metode ini terdiri atas:

1. Metode biaya perjalanan

Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa konsumen menilai tempat rekreasi

(25)

tujuan (wisata hutan), termasuk biaya perjalanan sebagai biaya oportunitas dari

waktu yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan ke tempat wisata hutan.

Tiga tahapan dasar dalam metode ini adalah :

1) Melaksanakan survey terhadap beberapa pengunjung sebagai contoh,

untuk mengetahui biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk sampai ke

tempat wisata.

2) Mengolah data yang diperoleh untuk menyusun persamaan matematis

permintaan pengunjung atas tempat wisata hutan.

3) Menghitung nilai tempat wisata bila terdapat perubahan atas kondisi

lingkungan. Pada langkah ini perlu diketahui kesediaan membayar

konsumen terhadap adanya perubahan kondisi tempat wisata.

2. Harga hedonik

Metode harga hedonik menekankan pada pengukuran manfaat lingkungan yang

melekat pada barang atau jasa yang memiliki harga pasar. Metode ini didasarkan

pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan sejumlah jasa,

yang beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan.

3. Pendekatan barang subtitusi

Untuk produk-produk kehutanan yang tidak ada pasarnya atau langsung

dimanfaatkan oleh pemungutnya (contoh: kayu bakar), nilai produk tersebut dapat

diduga dari harga pasar produk-produk sejenis (contoh : kayu bakar yang dijual di

daerah lain) atau nilai terbaik dari barang subtitusi atau barang alternatif (contoh:

(26)

Pendekatan fungsi produksi (dosis respon), dengan fokus pada hubungan biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar.

Metode penilaian ini sering disebut dengan teknik perubahan dalam produksi,

metode input-output atau dosis respon atau pendekatan fungsi produksi. Terdapat

dua tahapan prosedur dalam metode ini,yaitu :

1. Menentukan pengaruh secara fisik dari perubahan lingkungan pada

kegiatan ekonomi.

2. Menilai hasil perubahan lingkungan tersebut terhadap produksi dan

konsumsi, biasanya menggunakan harga pasar. Metode ini telah banyak

digunakan untuk mengestimasi dampak dari perubahan kualitas

lingkungan (contoh : deforestasi, erosi, polusi udara dan air) terhadap

produktivitas pertanian, kehutanan, dan perikanan, kesehatan manusia, dan

biaya pemeliharaan infrastruktur ekonomi.

Pendekatan preferensi

Dalam pendekatan ini, informasi mengenai nilai manfaat lingkungan

diperoleh dengan mengajukan pertanyaan kepada konsumen mengenai kesediaan

membayar untuk manfaat lingkungan yang diterima, dan atau kesediaan menerima

untuk menerima kompensasi atas manfaat lingkungan yang hilang. Teknik

penilaian yang termasuk dalam pendekatan preferensi adalah:

1. Penilaian Kontingensi

Studi dengan metode ini banyak mengunakan data dari hasil survey. Format

pertanyaan pada metode ini adalah pertanyaan terbuka dan pertanyaan

(27)

2. Peringkat Kontingen

Metode ini menggunakan pertanyaan terhadap responden untuk menentukan

peringkat dan memberi skor dari beberapa barang yang tidak memiliki harga

pasar.

3. Percobaan Pilihan (Choice Experiments)

Metode percobaan pilihan (CE) ini menggunakan pertanyaan pada responden

untuk memilih diantara beberapa satuan barang yang tidak memiliki pasar, yang

memiliki berbagai atribut.

4. Metode Partisipatory

Metode ini menggunakan teknik “focus group” baik dalam pengumpulan data dan

analisis sehingga diharapkan dapat mengurangi bias dan menghasilkan informasi

yang lebih akurat.

Pendekatan berdasarkan biaya, termasuk di dalamnya adalah biaya penggantian dan pengeluaran defensif.

Terdapat tiga alternatif metode yang menekankan pada biaya penyediaan,

pemeliharaan, barang dan jasa lingkungan, yaitu :

1. Metode biaya penggantian, yang mengukur nilai lingkungan dengan

menghitung biaya produksi ulang dari suatu manfaat.

2. Metode biaya preventif, dengan mengestimasi biaya pencegahan degradasi

lingkungan.

3. Pendekatan biaya oportunitas, yang mengestimasi biaya produksi (biaya

pengadaan) sebagai biaya pengganti dari nilai manfaat yang tidak memiliki

(28)

Defenisi Pemasaran

Pasar merupakan jawaban terhadap masalah-masalah ekonomi yang secara

konsekuensi ditempuh dalam sistem ekonomi bebas karena di pasarlah terjadi

interaksi antara produsen dan konsumen secara leluasa. Setiap pihak memutuskan

sendiri berapa banyak komoditi yang akan dibeli atau dijual dan pada tingkat

harga yang mana transaksi pembelian/penjualan itu diputuskan yang biasanya

yang biasanya disebut harga pasar (Wirakusumah, 2003).

Pemasaran (marketing) artinya memperoleh barang dan jasa dengan jalan

membayar dengan alat tukar (uang, cek, sebagainya). Sistem pertukaran barang

dan jasa dapat berhasil dengan baik kalau didukung oleh faktor pendukungnya

seperti transportasi, perbankan, asuransi, peraturan-peraturan pemerintah,

kelembagaan (pedagang, tengkulak, pengecer, eksportir, importir) dan sebagainya

(Soekartawi, 2002).

Secara khusus, Peterson (1989) mendefenisikan pemasaran dalam dua

jenis, yaitu pemasaran secara tradisional dan pemasaran secara modern.

Pemasaran secara tradisional merupakan aktivitas usaha yang menunjukkan secara

langsung aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran secara

modern adalah proses perencanaan, penentuan konsep, penetapan harga dan

distribusi barang atau jasa yang menimbulkan pertukaran sehingga dapat

(29)

Marjin Pemasaran dan Keuntungan

Yang dimaksud dengan marjin pemasaran (marketing margin) adalah

besarnya perbedaan harga produk yang dibayarkan konsumen dengan harga yang

diterima produsen/petani (Tomek, 1982) dalam Andayani (2005) dan beberapa

komponen yang mempengaruhi bearnya marjin antara lain adalah: biaya

pemasaran dan target keuntungan yang diinginkan lembaga pemasaran. Suatu

sistem distribusi dikatakan efesien jika besarnya tingkat marjin pemasaran bernilai

kurang dari 50% dari tingkat harga yang dibayarkan konsumen (Andayani, 2005).

Sedangkan marjin keuntungan (profit margin) adalah selisih antara harga

jual dengan harga beli dan biaya tataniaga. Harga jual yang dimaksudkan adalah

harga jual pada masing pelaku pasar. Biaya tataniaga juga pada

(30)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di kawasan DAS Deli yang terletak di

Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Kotamadya Medan, Sumatera Utara. Daerah

sampel penelitian adalah Desa Sarilaba Jahe, Kecamatan Biru Biru; Desa Sikeben,

Kecamatan Sibolangit; Desa Doulu, Kecamatan Berastagi; Kelurahan Belawan

Bahari, Kecamatan Medan Kota Belawan. Pemilihan daerah tersebut menjadi

daerah sampel dilakukan, karena daerah tersebut dapat mewakili kawasan DAS,

yaitu bagian hulu, tengah dan hilir DAS. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Juni 2009 sampai dengan Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuisioner.

2. Data primer

3. Data sekunder

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kamera digital

2. Peralatan tulis.

Sampel dan Populasi Penelitian

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive Sampling

(31)

pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang

dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya. Metode Purposive Sampling ini digunakan untuk

mencapai tujuan tertentu dalam suatu penelitian. Unit sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah rumah tangga, dengan jumlah 30 KK untuk

masing-masing daerah sampel. Sedangkan yang menjadi populasinya adalah masyarakat

yang memanfaatkan manfaat hutan langsung dari hutan di DAS Deli. Asumsiyang

dipakai untuk menetukan jumlah populasi masyarakat yang memanfatkan manfaat

yang dari hutan adalah 5% dari seluruh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Asumsi ini dipakai mengingat tidak tersedianya data jumlah populasi masyarakat

yang memanfaatkan manfaat langsung dari hutan.

Pengumpulan Data dan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

Data primer yang diperlukan adalah :

a. Karakteristik responden

1) Nama dan umur,

2) Pendidikan,

3) Mata Pencaharian,

4) Pekerjaan sampingan,

5) Jumlah anggota keluarga

(32)

b. Perilaku pemanfaatan manfaat hutan langsung:

1) Jenis manfaat hutan langsung yang dimanfaatkan

masyarakat,

2) Cara-cara memperoleh/memungut manfaat hutan langsung,

c. Rantai pemasaran hasil hutan non-kayu yang merupakan manfaat

hutan langsung.

d. Biaya produksi manfaat, harga beli, harga jual, biaya tataniaga,

volume penjualan yang terdapat pada tiap pelaku pasar.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi

pemerintah desa, kecamatan, dinas kehutanan. Badan Pusat Statistik dan

lembaga-lembaga lain yang terkait.

Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :

1. Identifikasi manfaat hutan langsung yang dimanfaatkan masyarakat

pemanfaat manfaat hutan langsung dari hutan di sekitar DAS Deli.

2. Kuesioner

Kuesioner merupakan suatu set pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh

sampel dalam penelitian.

3. Wawancara Mendalam (Deep Interview)

Wawancara ditujukan untuk melengkapi data lainnya yang berkaitan

(33)

4. Metode Snowball

Metode snowball merupakan metode dengan cara mengambil sampel salah

satu pelaku pasar yang terus menyebar ke pelaku pasar lainnya

berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku sebelumnya.

5. Observasi

Survey langsung ke lapangan dengan melihat kehidupan sehari-hari

masyarakat.

6. Studi Pustaka

Dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang diperlukan dalam

penelitian.

Pengolahan Data

Metode deskriftif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data

yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara mendalam, metode snow ball,

observasi dan studi pustaka. Data yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan

dalam bentuk tabel (tabulasi) sesuai tujuan penelitian.

Nilai Ekonomi Manfaat Hutan Langsung Metode harga pasar

Kotler (1986) dalam Affandi, dkk (2004) mendefinisikan pasar sebagai

tempat pertukaran barang atau jasa antara pembeli dan penjual pada harga yang

disetujui bersama. Nilai pasar adalah harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh

(34)

Penilaian ekonomi manfaat hutan langsung diturunkan melalui interaksi

antara produsen dan konsumen melalui permintaan dan penyediaan manfaat hutan

langsung (transaksi pasar).

Nilai manfaat hutan langsung untuk setiap jenis manfaat per tahun yang

diperoleh masyarakat dihitung melalui proses sebagai berikut:

1. Menghitung nilai rata-rata jumlah manfaat untuk tiap jenis manfaat yang

diambil per responden, rata-rata frekuensi pengambilan perjenis manfaat

per responden per tahun, dan total jumlah pemungut per jenis manfaat.

2. Nilai rata-rata jumlah yang diambil dikali rata-rata frekuensi pengambilan,

lalu dikali total jumlah pemungut, akan diperoleh total pengambilan per

unit manfaat pertahun.

3. Harga manfaat hutan langsung diperoleh dari wawancara dengan

pendekatan metode harga pasar. Harga dihitung dari nilai rata - rata hasil

wawancara terhadap responden terpilih.

4. Nilai ekonomi hasil/manfaat hutan langsung per jenis manfaat per tahun

dihitung dari perkalian antara total pengambilan per jenis per tahun

manfaat dikalikan harga pasar (Affandi dkk, 2004).

Dengan rumus:

NEi = TP x HP

Dimana:

Nei : Nilai Ekonomi Tiap Jenis (Rp/Tahun)

TP :Total Pengambilan/Pemungutan Manfaat Hutan Langsung

(satuan disesuaikan dengan jenis manfaat hutan/Tahun)

(35)

Metode harga pengganti

Harga manfaat hutan langsung yang tidak mempunyai pasar, diperoleh

melalui pendekatan harga pengganti. Metode ini berdasarkan pada kenyataan

bahwa nilai sumberdaya hutan yang tidak memiliki harga pasar dapat

tergambarkan secara tidak langsung pada pengeluaran konsumen (Bioshop, 1999)

dalam Ginogo,dkk (2007). Harga pengganti dihitung dari nilai waktu yang

dibutuhkan untuk mengambil manfaat hutan langsung tersebut dari hutan.

Waktu yang dimaksudkan adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan dari

hasil wawancara terhadap responden terpilih. Nilai waktu diperoleh dari nilai

upah tenaga kerja buruh tani di daerah sampel. Nilai manfaat hutan langsung

tersebut, dapat dihitung melalui proses sebagai berikut:

1. Menghitung nilai rata-rata jumlah manfaat untuk tiap jenis manfaat yang

diambil per responden, rata-rata frekuensi pengambilan perjenis manfaat

per responden per tahun, dan total jumlah pemungut per jenis manfaat.

2. Nilai rata-rata jumlah yang diambil dikali rata-rata frekuensi pengambilan,

lalu dikali total jumlah pemungut, akan diperoleh total pengambilan per

unit manfaat pertahun.

3. Harga manfaat hutan langsung diperoleh melalui pendekatan harga

pengganti. Harga pengganti dihitung dari nilai waktu yang dibutuhkan

untuk mengambil manfaat hutan langsung tersebut dari hutan. Nilai waktu

diperoleh dari nilai rata-rata upah tenaga kerja buruh tani di daerah

sampel. Waktu dihitung dari nilai rata - rata hasil wawancara terhadap

(36)

4. Nilai ekonomi manfaat hutan langsung per jenis manfaat per tahun

dihitung dari perkalian antara total waktu pengambilan per jenis manfaat

dikalikan nilai waktu.

Dengan rumus:

NEi = LW x NW

Dimana:

NEi : Nilai Ekonomi Tiap Jenis (Rp/Tahun)

LW : Lama Waktu (Jam)

NW : Nilai Waktu (Rp/Jam)

5. Nilai ekonomi total manfaat hutan langsung diperoleh dari hasil

penjumlahan seluruh nilai ekonomi tiap jenis manfaat hutan langsung.

Analisis Marjin Pemasaran

Indikator marjin pemasaran dalam sistem tata niaga tujuannya adalah

untuk mengetahui alokasi distribusi biaya yang diterima oleh lembaga pemasaran

pada sistem tata niaga yang sedang berjalan. Secara matematis formula marjin

pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut (Ulya dkk, 2007),

Dengan rumus:

Mp = Pr – Pf

Dimana:

Mp : Marjin pemasaran

pr : Harga akhir ditingkat konsumen

(37)

Analisis Marjin Keuntungan

Marjin keuntungan adalah harga jual dikurangi dengan harga beli dan

biaya tataniaga. Secara matematis formula marjin keuntungan dirumuskan sebagai

berikut (Swastha, 1979):

MK = Harga Jual - (Harga Beli + Biaya Tataniaga)

Dimana:

Mk : Marjin keuntungan

kr : Harga jual manfaat/produk

kf : Harga beli/biaya produksi ditambah biaya tataniaga.

Defenisi-Defenisi

1. Manfaat hutan adalah barang yang diperoleh dari kawasan hutan yang

berupa manfaat langsung (tangible) baik berupa kayu maupun nonkayu.

2. Manfaat langsung (tangible) adalah manfaat langsung yang dapat

dirasakan masyarakat.

3. Masyarakat adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan baik

yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung manfaat

hutan tersebut.

4. Produsen/pemungut manfaat adalah masyarakat yang memproduksi atau

memungut manfaat hutan.

5. Pedagang/pengumpul (1,2), pengumpul 1 adalah pengumpul yang secara

langsung membeli manfaat hutan dari pengumpul manfaat/produsen dan

pengumpul 2 adalah pengumpul yang membeli manfaat hutan dari

(38)

6. Pengecer adalah pelaku pasar yang membeli manfaat hutan dari

pengumpul 1 maupun 2 dan biasanya langsung menjual manfaat ke

konsumen.

7. Konsumen, konsumen dalam studi ini bisa individu atau juga pengumpul 1

dan 2 yang kelak akan menjual kembali manfaat hutan tersebut. Penetapan

konsumen akhir dapat dipengaruhi oleh efesien waktu dan biaya.

8. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk peralatan

panen/budidaya, konsumsi dan biaya tidak terduga yang muncul pada

proses pemungutan manfaat hutan dari hutan.

9. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya transportasi,

upah tenaga kerja, konsumsi dan biaya tidak terduga pada proses

pemindahan manfaat hutan dari pemungut ke pengumpul dan dari

pengumpul ke pengecer manfaat hutan.

10.Harga beli adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat

hutan.

11.Harga jual adalah nilai jual manfaat hutan yang ditetapkan pelaku pasar

atau biaya yang dikeluarkan oleh pelaku pasar untuk memperoleh manfaat

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai Ekonomi Manfaat Hutan Langsung

Nilai ekonomi total ekosistem hutan berasal dari berbagai jenis hasil

hutan, mencakup hasil hutan kayu dan non kayu, termasuk juga jasa fungsi

ekologis. Secara umum manfaat hutan dapat berasal dari penggunaan sumberdaya

hutan secara langsung dimana manfaatnya dapat dinilai dengan harga pasar,

seperti kayu, rotan dan lain sebagainya. Untuk hasil atau manfaat hutan yang tidak

mempunyai harga pasar, penilaiannya dapat dilakukan dengan menggunakan

metode harga pengganti. Karena sebenarnya nilai ekonomi hutan tidak hanya

dapat dihitung dengan metode harga pasar saja. Tetapi juga dapat dihitung dengan

metode harga pengganti, pendekatan fungsi produksi, pendekatan preferensi,

pendekatan berdasarkan biaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bishop (1999)

dalam Ginoga dkk (2007). Dalam penelitian ini sendiri, metode penilaian untuk

hasil hutan yang belum mempunyai pasar, digunakan metode harga pengganti.

Nilai ekonomi manfaat hutan langsung untuk tiap jenis manfaat manfaat

hutan dihitung dari perkalian antara total pengambilan tiap jenis manfaat hutan

dikalikan harga pasar masing-masing manfaat hutan tersebut. Nilai ekonomi untuk

manfaat yang belum mempunyai pasar, diperoleh dari perkalian antara total waktu

pengambilan tiap jenis manfaat hutan dikalikan nilai waktu yang dikeluarkan

untuk memperoleh manfaat tersebut.

Nilai ekonomi total untuk semua jenis manfaat hutan langsung yang ada di

DAS Deli dengan menggunakan metode harga pengganti dan harga pasar dapat

(40)

Tabel 2. Nilai Ekonomi Total Manfaat Hutan Langsung (Rp/Tahun) Tahun 2009

Jenis Manfaat Nilai Ekonomi (Rp/thn) Persentase NE (%)

Kayu Bakar 1.406.070.386 11,19 Tanaman Obat 10.248.957 0,08

Rotan 1.305.868 0,01

Jengkol 51.035.145 0,41 Petai 755.499.500 6,01

Nilai ekonomi total untuk masing-masing manfaat hutan seperti yang

tertera pada Tabel 2 di atas, merupakan nilai ekonomi yang diperoleh dari hasil

penjumlahan harga pasar dengan harga pengganti, kemudian dikali dengan jumlah

populasi masyarakat yang memungut manfaat hutan langsung tersebut.

Selengkapnya penentuan nilai ekonomi ini dapat dilihat pada lampiran 5.

Populasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jumlah total masyarakat

di kawasan DAS Deli yang memungut manfaat hutan langsung. Populasi tiap

manfaat berbeda-beda. Penentuan jumlah populasi untuk tiap manfaat

menggunakan asumsi peneliti, karena tidak tersedianya data populasi masyarakat

(41)

masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Nilai ekonomi pada Tabel 2 dapat

divisualisasikan pada grafik seperti berikut.

Gambar 1. Nilai Ekonomi Total Manfaat Hutan Langsung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan

hasil hutan langsung oleh masyarakat di kawasan DAS Deli adalah sebesar

Rp 12.565.989.865. Nilai ini merupakan total dari nilai ekonomi jenis manfaat

hutan langsung tersebut, yaitu air nira baik yang dijadikan sebagai gula merah dan

tuak, kayu bakar, rumbia, pinang, rotan, tanaman obat, jengkol, petai, duku,

langsat, durian, coklat, karet, manggis, rambutan, kemiri dan hewan, baik dengan

metode harga pasar dan harga pengganti dengan kata lain, merupakan total

penjumlahan nilai ekonomi dengan metode harga pasar dan harga pengganti.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa, dari semua jenis manfaat

hutan langsung yang ada di DAS Deli yang dipungut oleh masyarakat, yang

memiliki nilai ekonomi paling tinggi adalah rumbia dengan nilai ekonomi sebesar

(42)

jumlah total keseluruhan nilai manfaat hutan langsung yang dimanfaatkan.

Sementara manfaat dengan nilai ekonomi yang paling kecil adalah rotan, yaitu

senilai Rp 1.305.868. Manfaat ini memang tidak banyak dipungut oleh

masyarakat. Selain karena susah ditemukan dalam hutan, juga masyarakat tidak

terlalu berminat memanfaatkannya. Pada umumnya, manfaat hutan langsung di

DAS Deli sudah mempunyai harga pasar. Terlebih untuk manfaat hutan langsung

yang berbentuk buah atau biji, karena manfaat ini lebih banyak dipasarkan.

Besar kecilnya nilai ekonomi dipengaruhi oleh jumlah manfaat yang

dipungut, frekwensi pemungutan, jumlah populasi, lama waktu yang dikorbankan

untuk manfaat yang belum memiliki nilai pasar dan harga pasar bagi manfaat

yang sudah memiliki nilai pasar. Selain itu, pengolahan manfaat hutan ke bentuk

lain sebelum dipasarkan, juga dapat meningkatkan nilai ekonomi daripada

manfaat tersebut. Seperti untuk air nira, nilai ekonominya akan lebih besar apabila

air nira tersebut dipasarkan setelah menjadi gula merah. Air nira dapat dipasarkan

dengan harga Rp 800-1.100/liter. Sementara gula merah dapat dipasarkan dengan

nilai Rp 11.500/kg. 1 Kg gula merah dapat diperoleh dari 5-6 liter air nira.

Artinya, gula merah dapat menambah nilai ekonomi sebesar Rp 4.900 untuk 6

liter air nira yang langsung dipasarkan.

Demikian halnya dengan nilai ekonomi bambu. Nilai ekonomi bambu juga

akan lebih besar apabila bambu dipasarkan dalam bentuk keranjang bambu. 1

batang bambu dengan nilai Rp 4.500 dapat menghasilkan 2 keranjang dengan nilai

total Rp 10.000. Artinya nilai ekonomi bambu akan bertambah sebesar Rp 5.500

(43)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi atau manfaat yang

terkandung dalam hutan menjadi sumber mata pencaharian atau sumber penambah

pendapatan bagi sebagian masyarakat di kawasan DAS Deli. Adanya pemanfaatan

ini menunjukkan adanya proses interaksi antara manusia dengan hutan. Hal ini

didukung oleh Wirakusumah (2003), hutan merupakan lingkungan hidup manusia

yang tidak akan terhindar berlangsungnya interaksi berkelanjutan manusia dengan

hutan yang merupakan lingkungan hidup manusia itu.

Meninjau dari segi kepentingan manusia, proses interaksi itu merupakan

daya upaya aktif manusia memanfaatkan potensi yang terkandung dalam

lingkungan hutan dalam perjuangannya untuk mampu mempertahankan hidupnya

di muka bumi ini. Nilai ekonomi tersebut, dapat menunjukkan bahwa manfaat

hutan langsung jelas merupakan sumber daya ekonomi potensial yang beragam

yang di dalam setiap areal kawasannya mampu menghasilkan sederetan

manfaat/hasil hutan serbaguna baik hasil hutan kayu dan non-kayu.

Jenis dan Perilaku Pemanfaatan Manfaat Hutan Langsung

Berdasarkan bentuk/wujudnya, manfaat hutan dibagi 2, yaitu manfaat

langsung dan manfaat tak langsung. Manfaat hutan langsung merupakan manfaat

hutan yang dapat langsung dimanfaatkan atau sering disebut dengan manfaat

tangible. Affandi, dkk (2004), manfaat tangible antara lain: kayu, hasil hutan

ikutan dan lain-lain. Umumnya manfaat hutan langsung di kawasan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Deli, dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga sendiri dan

(44)

Jenis dan jumlah manfaat hutan langsung yang dipungut pada setiap desa

berbeda-beda. Contoh pada desa Doulu, manfaat hutan yang dipungut oleh

masyarakat desa tersebut hanya bambu. Adanya larangan dari pemerintah

setempat untuk memungut manfaat hutan langsung, membuat masyarakat tidak

bisa mengekploitasi manfaat hutan yang ada selain bambu. Jenis manfaat hutan

langsung yang dimanfaatkan oleh masyarakat disepanjang kawasan DAS Deli

berikut dengan persentase pemungutnya, dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jenis Manfaat Hutan Langsung yang Dipungut Masyarakat pada Kawasan DAS Deli dan Persentase Jumlah Pemungut Manfaat

No Wilayah DAS Deli

1 Biru biru/Sarilaba jahe Air Nira

(45)

2 Sibolangit/sikeben Bambu

4 Belawan/Belawan Bahari Kayu Bakar

Rumbia

Pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat di sepanjang DAS Deli,

tergolong besar. Terkecuali pada Desa Doulu tidak ditemukan masyarakat yang

memanfaatkan kayu bakar. Hal ini dikarenakan, adanya larangan pemungutan

manfaat hutan berupa kayu dari hutan di daerah sekitar Desa Doulu. Namun,

daerah sampel yang lain dapat memberi gambaran bahwa pemanfaatan kayu bakar

ini tergolong besar.

Hal ini dikarenakan masyarakat di kawasan DAS Deli, hampir sebagian

besar masih menggunakan kayu bakar sebagai energi untuk memasak, meskipun

hanya bersifat energi/bahan bakar sampingan. Karena memang, sudah banyak

masyarakat juga yang menggunakan minyak tanah dan gas serta listrik sebagai

(46)

Gambar 2. Kayu Bakar

Gambar 2 adalah contoh kayu bakar yang dipungut oleh masyarakat.

Umumnya masyarakat memperoleh kayu bakar dengan cara memungut

ranting-ranting kayu yang sudah kering ataupun pohon yang sudah tumbang yang terdapat

dalam hutan. Masyarakat umumnya mengakui tidak melakukan penebangan

pohon untuk memperoleh kayu bakar yang mereka butuhkan tersebut. Jenis kayu

yang umumnya dipungut masyarakat untuk dijadikan kayu bakar adalah karet,

coklat, manggis, kemiri dan jenis kayu lainnya yang masyarakat mengakui tidak

mengetahui nama kayu tersebut.

Proses pengangkutan kayu bakar dari hutan, biasanya dilakukan dengan

cara memikul ataupun menjunjung kayu bakar. Banyak kayu bakar dalam satu

kali pengangkutan biasanya hanya satu ikat saja. Berbeda dengan masyarakat

yang ada di Belawan Bahari. Masyarakat Belawan Bahari umumnya hanya

memikul kayu bakar sampai ke pinggiran hutan dan kemudian pengangkutan ke

rumah dilakukan dengan menggunakan becak. Frekwensi pemungutan kayu bakar

(47)

dengan wilayah sampel lainnya. Hal ini dikarenakan, volume pemungutan kayu

bakar yang dilakukan masyarakat Belawan Bahari dalam setiap pemungutannya,

cenderung lebih banyak, yaitu 1- 1, 5 m3 atau sekitar 10 – 15 ikat.

Masyarakat umumnya menggunakan kayu bakar untuk kebutuhan rumah

tangga sendiri, namun ada juga yang menjualnya kepada pengumpul kayu bakar.

Tapi jumlah masyarakat yang melakukannya hanya sebagian kecil saja. Hasil

penelitian juga menyatakan bahwa penggunaan kayu bakar juga dipengaruhi oleh

harga bahan bakar lain yang relatif lebih mahal dibanding dengan kayu bakar,

seperti minyak tanah atau gas bumi/elpiji.

Biji Pinang

Hasil yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari tanaman Pinang adalah biji.

Tidak ada perlakuan khusus dalam pemungutan biji pinang ini. Biji pinang yang

telah dikumpulkan kemudian dijemur sampai mengering. Pinang yang sudah

kering kemudian dilepas kulitnya. Biji pinang yang sudah masak, umumnya akan

jatuh ke permukaan tanah, jadi masyarakat memperolehnya dengan cara

memungut biji pinang yang sudah jatuh ke tanah. Pemungutan manfaat ini

terbilang sangat simpel, tidak memerlukan alat yang cukup berarti atau keahlian

khusus. Masyarakat tidak menetapkan bulan khusus untuk memanen biji pinang.

Setiap ada biji yang jatuh, maka biji pun dapat dipanen atau dipungut. Berikut

(48)

Gambar 3. Biji Pinang

Rotan

Pemungutan rotan sangat jarang dilakukan oleh masyarakat di kawasan

DAS Deli. Hal ini dikarenakan manfaat ini sangat jarang tumbuh di hutan

kawasan DAS Deli. Masyarakat yang memungutnya juga hanya sebagian kecil

dari masyarakat yang tinggal di hutan kawasan DAS Deli. Masyarakat kurang

berminat memanfaatkan manfaat hutan langsung untuk jenis rotan. Masyarakat

biasanya menggunakan rotan ini sebagai tali jemuran.

Air Nira

Air nira merupakan manfaat yang diperoleh dari pohon aren (Arenga sp).

Air nira biasanya dipanen atau dipungut pada pagi dan sore hari, pada setiap

harinya dalam sepanjang tahun. Untuk mendapat air nira, terlebih dahulu

dilakukan beberapa perlakuan seperti memukul tandan dengan tujuan untuk

(49)

dari bambu dengan panjang sekitar 1 m dan diameter 20 cm. Air nira ini kemudian

diolah menjadi gula merah dan ada juga yang dijadikan minuman atau yang biasa

disebut dengan tuak. Tuak dapat dihasilkan cukup hanya dengan menambahkan

raru, yaitu sejenis kulit kayu sebagai penambah rasa tuak. Air nira dapat

diproduksi berkisar 74.825 liter/thn.

Selain itu, air nira juga dapat diolah menjadi gula merah. Gula merah

diperoleh dengan melakukan beberapa perlakuan. Seperti berikut, air nira yang

sudah diambil dimasukkan ke dalam kuali dan dimasak di atas tungku api. Air

nira dimasak sampai air nira mengental dan berubah warna menjadi warna merah

bata. Umumnya masyarakat melakukan pemasakan/pembuatan gula merah 1 kali

dalam satu minggu.

Gambar 4. Air nira yang telah diolah menjadi gula merah

Seperti gambar 4, air nira yang sudah mengental kemudian dimasukkan ke

dalam cetakan yang terbuat dari bambu dan ditunggu sampai mengeras.

(50)

sendiri mengakui, untuk mendapatkan 1 kg gula merah, dibutuhkan 5-6 liter air

nira. Masyarakat pada kawasan DAS Deli dapat memproduksi gula merah

berkisar 13.815,25 kg/tahun.

Bambu

Bambu merupakan jenis manfaat hutan yang digunakan sebagian

masyarakat menjadi sumber utama mata pencahariannya. Batubara (2004), dalam

kehidupan masyarakat pedesaan, bambu memegang peranan yang sangat penting.

Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk

dimanfaatkan antara lain: batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah,

mudah dibentuk, dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Selain itu bambu

juga relatif murah dibanding bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di

sekitar pemukiman pedesaan. Bambu menjadi tanaman serba guna bagi

masyarakat pedesaan.

(51)

Bambu umumnya dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, seperti yang

ditunjukkan pada gambar 5 di atas. Bambu ini digunakan sebagai penopang

tanaman pertanian atau biasa disebut dengan ajir. Untuk keperluan ini, biasanya

ukuran bambu lebih kecil, dengan panjang sekitar 1-2 m dan diameter 1-2 inci.

Biasanya bambu digunakan dalam jumlah besar, berkisar 500 – 1500 batang tiap

pengambilan atau sesuai dengan kebutuhan si pemakai. Namun untuk frekuensi

pengambilannya juga biasanya hanya 1 – 2 kali dalam satu tahun. Untuk

keperluan ini, bambu biasanya diambil sendiri oleh sipemanfaat dari hutan. Tetapi

ada juga masyarakat yang membelinya dengan harga Rp 500 tiap batangnya.

Pemungutan bambu dilakukan dengan menggunakan parang dan gergaji.

Sebagian masyarakat, mengolah bambu menjadi keranjang yang

digunakan sebagai tempat pengepakan hasil pertanian masyarakat yang akan

dijual di dalam ataupun di luar daerah, seperti buah jeruk, sayur-sayuran, tomat,

cabai dan hasil tanaman holtikultura lainnya. Umumnya 1 bambu dengan ukuran

panjang sekitar 5 – 6 m dan diameter 3 inci dapat menghasilkan 2 keranjang.

Proses pembuatan keranjang juga tidak begitu sulit, dan masyarakat pengrajin

keranjang bisa menghasilkan 70 – 80 keranjang tiap minggunya. Contoh

(52)

Gambar 6. Keranjang bambu

Keranjang tersebut ada yang dijual langsung kepada konsumen akhir, tapi

pada umumnya dijual kepada pengumpul keranjang bambu yang ada di desa

tersebut. Penjualan kepada konsumen akhir biasanya dilakukan apabila ada

pesanan dari konsumen tersebut. Hal seperti ini relatif sangat jarang dijumpai

berdasarkan wawancara dengan masyarakat pembuat keranjang. Biasanya harga

keranjang untuk konsumen akhir lebih mahal dibanding harga keranjang yang

dijual kepada pengumpul keranjang. Harga untuk konsumen akhir biasanya

berkisar Rp 6000 – 8000 tiap keranjang, sementara harga untuk pengumpul

berkisar Rp 4000 – 6000 tiap keranjang.

Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan pada bambu yang akan dibuat

jadi keranjang dan proses pengambilannya juga hanya dengan cara memotong

bambu dari rumpunnya. Proses pengangkutan dari hutan juga, umumnya

(53)

menggunakan sorong. Jumlah tiap pengambilan/pemungutan biasanya 5 – 6

batang dengan ukuran sekitar 5 – 6 m dengan diameter 3 inci.

Hewan

Hewan yang biasa diburu oleh masyarakat adalah tupai, kelinci, burung

dan babi hutan. Masyarakat yang berburu hewan biasanya menggunakan alat

sederhana saja, seperti tombak, jaring, senapan angin dan parang. Perburuan

dilakukan hanya disekitar hutan yang dekat dengan pemukiman masyarakat atau

kebun si pemburu. Pemungutan manfaat ini juga bersifat untuk menyalurkan

hobbi si pemungut manfaat.

Selain itu juga, untuk mengusir hewan yang mengganggu tanaman

pertanian masyarakat. Tidak banyak masyarakat yang melakukan pemungutan

manfaat ini, hanya ada sekitar empat orang dan berada di daerah hulu DAS Deli.

Perburuan hewan ini biasanya dilakukan pada malam sampai dini hari. Hasil

buruan dikonsumsi oleh keluarga atau tidak dipasarkan. Pemungutan manfaat ini

juga jarang dilakukan oleh masyarakat.

Rumbia

Bahan baku pembuatan atap rumbia adalah rumbia. Bagian tanaman yang

dimanfaatkan masyarakat dari tanaman ini adalah daun rumbia. Manfaat ini

biasanya dipanen 2 kali dalam satu tahun. Para pemungut manfaat umumnya

mengakui, pemungutan manfaat ini biasanya dilakukan oleh sipemungut atau

tidak mengupah tenaga kerja. Karena itu, pemungutan manfaat ini memerlukan

(54)

Gambar 7. Proses pembuatan atap rumbia

Lama pemungutan rumbia tentu dipengaruhi jumlah pemungutan yang dilakukan.

Pemungutan rumbia dapat dilakukan dengan menggunakan alat seadanya, seperti

parang. Rumbia yang dipungut banyaknya berkisar 3.759 ikat/tahun. Pada gambar

7 ditunjukkan proses pembuatan atap dari rumbia.

Tanaman Obat

Untuk tanaman obat, manfaat ini biasanya diracik masyarakat pemungut

sebagai ramuan obat sembur ataupun ramuan obat yang berupa minuman.

Pemungutan tanaman obat dapat dilakukan sangat begitu jarang. Pemungutan

biasanya dilakukan apabila anggota keluarga sipemungut ada yang sakit dan

(55)

(a) Lajambiring (b) Bahing (c) Tomok Tomok

Gambar 8. Contoh Tanaman Obat

Manfaat ini sejauh pengakuan masyarakat, belum dipasarkan dengan kata

lain langsung dikonsumsi langsung oleh sipemungut. Umumnya tanaman obat ini

diperoleh dengan cara mencabut tanaman obat tersebut. Hampir semua bagian

tanaman obat digunakan, baik daun, batang, kulit, umbi ataupun akar tanaman.

Semua disesuaikan dengan kebutuhan racikan obat yang diperlukan.

Pada tabel 4 dapat dilihat beberapa jenis tanaman obat yang dipungut

masyarakat. Berdasarkan pengakuan masyarakat, minat mereka untuk

menggunakan ataupun meracik obat tradisional sudah berkurang. Masyarakat

sekarang ini cenderung memilih atau menggunakan obat dari apotek atau resep

dokter. Pengalihan minat ini juga merupakan alasan kenapa pemungutan manfaat

(56)
(57)

Rambutan

Buah rambutan terbentuk setelah 3-4 bulan berbunga. Tangkai buah

pendek dan tebal. Pada setiap tangkai buah terdiri dari satu buah tambahan yang

terletak di luar buah utama. Buah berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hijau

merah, kuning atau jingga. Buah berukuran panjang 3,5-8 cm dengan diameter 2-5

cm. Pada bagian permukaan buah terdapat rambut lunak yang meruncing pada

bagian ujungnya dengan warna merah atau kuning. Daging buah berwarna putih

transparan, berair dan melekat pada kulit biji (Mahisworo dkk, 1996).

Para petani rambutan pada umumnya melakukan pemanenan rambutan

satu kali dalam setahun. Sesuai dengan Mahisworo (1996) yang menyatakan

seperti pada umumnya pohon buah-buahan, pohon rambutan hanya berbuah pada

bulan-bulan tertentu, yang dikenal dengan istilah musim rambutan. Banyak buah

rambutan yang diproduksi berkisar 510 ikat/tahun. Masyarakat sendiri mengakui

tidak melakukan pemeliharaan khusus terhadap tanaman rambutan. Bahkan

masyarakat mengakui, bahwa tanaman rambutan yang mereka miliki sekarang

adalah tanaman rambutan yang dulunya ditanam oleh nenek moyang mereka.

Pemanenan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon rambutan dan

memetik buah yang matang. Atau bisa juga dilakukan dengan menggunakan galah

yang diujungnya ditempel pisau. Buah yang sudah dipetik kemudian dimasukkan

dalam keranjang. Masyarakat mengakui tidak melakukan pemeliharaan atau

perawatan khusus setelah pemanenan dilakukan. Cukup hanya dengan menyiangi

(58)

Durian

Umumnya tanaman durian milik masyarakat adalah tanaman yang ditanam

berpuluh tahun yang lalu, yang ditanam oleh nenek moyang mereka atau bisa juga

karena tumbuh sendiri. Tanaman durian yang secara khusus ditanam, jarang

ditemukan dikalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan tanaman durian

membutuhkan jangka waktu yang lama untuk panen pertamanya. Seperti

pernyataan yang tertulis dalam Setiadi (1996), tanaman durian umumnya dapat

berbuah sesudah berusia 15 tahun. Namun, untuk tanaman durian yang berasal

dari biji yang dibenihkan, usia 8-10 tahun sudah dapat menghasilkan buah untuk

pertama kalinya. Tanaman durian yang dirawat, umumnya dapat menghasilkan

buah sekitar 80-100 buah per pohon.

Tanaman durian juga merupakan tanaman semusim, berbuah pada waktu

tertentu saja. Buah yang sudah matang biasanya akan jatuh ke tanah. Sehingga

masyarakat dapat langsung memungutnya tanpa memanjat terlebih dahulu.

Namun, masyarakat juga tidak jarang memanjat pohon, memetik langsung dari

tangkai pohon.

Hal ini dilakukan supaya buah yang didapat lebih bagus atau tidak rusak

akibat benturan ke tanah. Buah yang dipanen biasanya langsung diangkut ke

tempat pengumpulan dengan menggunakan sorong tanpa terlebih dahulu

memasukkannya ke dalam keranjang. Tanaman durian milik masyarakat,

cenderung juga tidak diberi pemeliharaan intensif. Pemeliharaan cukup dilakukan

(59)

Duku

Buah duku adalah tanaman yang jarang ditanam masyarakat, meskipun

buah ini termasuk buah yang cukup digemari masyarakat. Terbukti dari tanaman

duku yang dimiliki masyarakat adalah merupakan pohon tua warisan nenek

moyang. Hal ini juga didukung oleh Nazaruddin (1994), umur pohon duku yang

mencapai puluhan hingga ratusan tahun dan tetap rajin berbuah memang salah

satu kelebihannya.

Kurangnya minat bertanam duku, disebabkan oleh waktu berbuah pertama

kali untuk setiap pohonnya sangat panjang. Sama halnya dengan pohon buah yang

lainnya, buah duku juga dipanen dengan cara memetitik buah yang sudah tua dan

ditampung dalam keranjang bambu. Dalam 1 tahun dapat dihasilkan sebanyak

berkisar 15.660 kg.

Manggis

Buah manggis berbentuk bulat dan berkulit hitam atau merah hati

kehitaman. Daging buahnya berwarna putih sangat eksotis dengan rasa manis

segar dan berair. Tanaman buah biasanya dapat menghasilkan buah sejak berumur

6-15 tahun (Nazaruddin, 1994). Buah yang sudah tua atau siap dipanen, biasanya

dipanen dengan cara memetik buah dan ditampung dalam keranjang bambu. Buah

yang akan dijual ke luar kota, biasanya adalah buah yang belum benar-benar tua.

Misalnya buah manggis yang berkulit hijau semburat merah, sudah dapat dipanen.

Selama dalam perjalanan, buah akan mengalami proses perubahan warna kulit.

Sehingga saat diterima di kota pembeli, keadaan kulit buah sudah merah atau

Gambar

Tabel 2. Nilai Ekonomi Total Manfaat Hutan Langsung (Rp/Tahun) Tahun 2009
Gambar 1. Nilai Ekonomi Total Manfaat Hutan Langsung
Tabel 3. Jenis Manfaat Hutan Langsung yang Dipungut Masyarakat pada  Kawasan DAS Deli dan Persentase Jumlah Pemungut Manfaat
Gambar 3. Biji Pinang
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaikbaiknya. BUDIYANI

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Kramat melalui wawancara dengan petugas kesehatan menunjukkan dari ke lima desa wilayah kerja Puskesmas

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. The

Semakin baik upaya perusahaan dalam mempertahankan citra merek suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan akan mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap merek

[r]

Mengembangkan keunggulan kompetitif dengan mengurangi biaya atau menambah nilai Penerapan analisis value chain dalam mencapai strategi keunggulan biaya sendiri memiliki