ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PAILIT TERHADAP PT. TELKOMSEL TBK.
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NIM: 090200251 AGNES.W.SAMOSIR
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PAILIT TERHADAP PT. TELKOMSEL TBK.
Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NIM: 090200251 AGNES.W.SAMOSIR
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
NIP. 197501122005012002 Windha, S.H.,M.Hum.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ramli Siregar,SH.M.Hum Windha,SH.M.Hum
NIP.195303121983031002 NIP.197501122005012002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PAILIT TERHADAP PT.TELKOMSEL Tbk.
*) Agnes.W.Samosir **) Ramli Siregar ***) Windha
Pada saat ini permasalah mengenai kepailitan, terutama menyangkut pailitnya suatu perusahaan khususnya dalam hal ini adalah suatu perusahaan BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) banyak mendapat sorotan dan perhatian publik dari para ahli hukum, lembaga swadaya masyarakat maupun dari aparat penegak hukum. Penilaian publik apabila terdapat suatu perusahaan BUMN yang besar yang dinyatakan pailit menimbulkan suatu pertanyaan mengapa dapat
terjadi suatu putusan pailit tersebut.
Permasalahan dalam penulisan ini adalah tentang suatu putusan pailit apabila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tentang kewenangan Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara pailit, serta mengenai penerapan ketentuan UU Kepailitan dan PKPU dalam kasus putusan pailitnya PT.Telkomsel Tbk.
Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini yaitu dengan penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan (library research). Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan data yaitu buku-buku, artikel, majalah dan internet, yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini.
Adapun kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa adanya suatu kekeliruan dalam hal pengertian putusan pailit berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU apabila tidak dipahami secara lebih jelas, hingga bisa saja suatu putusan pailit terjadi bukan karena adanya utang tapi karena adanya suatu wanprestasi, kewenangan Pengadilan Niaga dalam suatu perkara terutama dalam hal putusan pailit kadang kala dilakukan tanpa adanya suatu kemandirian, atau tanpa memandang kedua pihak secara seimbang, hingga terkadang menimbulkan suatu ketidakpastian hukum.
Kata Kunci : Putusan Pailit, PT.Telkomsel.Tbk
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai penulis
dalam setiap proses kehidupan terutama yang telah menyertai dalam penyelesaian
skripsi ini. Sebuah kebanggan yang tersendiri di saat penulis dapat meyelesaikan
skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT.Telkomsel Tbk.”
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum dapat dikatakan sempurn, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan dari pembaca yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
mahasiswa pada umumnya dan secara khusus kepada mahasiswa Fakultas Hukum
Unversitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi tugas-tugas dalam
memenuhi untuk gelar sarjana hukum
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr.Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof. Dr.Budiman Ginting, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I
4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., DFN selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Ibu Windha, S.H., M.Hum selaku ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan sekaligus selaku
Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis
selama skripsi ini.
7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan dan sekaligus selaku Dosen
Pembimbing I yang dengan penuh kesbaran membimbing penulis selama
skripsi ini.
8. Untuk Mama, Papa, Vanni, dan Novi,keluarga yang sangat Agnes sayangi
dan cintai yang selalu memberi semangat, dan selalu membantu disaat
sedang membutuhkan bantuan dari kalian semua.
9. Untuk Daniel.L.Tobing yang Agnes sayank dan cintai yang juga selalu
memberi semangat, dan tidak pernah letih untuk selalu memberi begitu
banyak nasihat, dan bantuannya selama proses penulisan skripsi ini.
10.Buat Roma Victoria yang selama ini juga memberi nasihat dan berbagi
pengetahuan selama proses penulisan skripsi ini, dan untuk perjuangan
kita sama-sama selama studi di Fakultas Hukum USU.
11.Buat kakak senior dan teman-teman yang lain, terima kasih banyak untuk
Akhir kata penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, 23 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 12
E. Tinjauan Kepustakaan ... 12
F. Metode Penelitian ... 16
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN PAPILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBYARAN UTANG A. Pengertian Pailit ... 20
B. Syarat Pailit ... 25
C. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit ... 34
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA DAN MENGDILI PERKARA KEPAILITAN MENURUT UU KEPAILITAN DAN PKPU.
A. Pembentukan Pengadilan Niaga ... 51
B. Kewenangan Pengadilan Niaga dalam Memeriksa dan Mengadili
Perkara Kepailitan ... 54
C. Hakim dalam Pengadilan Niaga ... 61
BAB IV PENERAPAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM PUTUSAN PAILIT PT.TELKOMSEL TBK
A. Posisi Kasus ... 66
B. Ketentuan Utang dalam Pertimbangan Hakim ... 69
C. Fakta atau Keadaan yang Terbukti Secara Sederhana ... 74
D. Kepastian Hukum Sebagai Implikasi Putusan Pailit
PT.TELKOMSEL Tbk ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PAILIT TERHADAP PT.TELKOMSEL Tbk.
*) Agnes.W.Samosir **) Ramli Siregar ***) Windha
Pada saat ini permasalah mengenai kepailitan, terutama menyangkut pailitnya suatu perusahaan khususnya dalam hal ini adalah suatu perusahaan BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) banyak mendapat sorotan dan perhatian publik dari para ahli hukum, lembaga swadaya masyarakat maupun dari aparat penegak hukum. Penilaian publik apabila terdapat suatu perusahaan BUMN yang besar yang dinyatakan pailit menimbulkan suatu pertanyaan mengapa dapat
terjadi suatu putusan pailit tersebut.
Permasalahan dalam penulisan ini adalah tentang suatu putusan pailit apabila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tentang kewenangan Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara pailit, serta mengenai penerapan ketentuan UU Kepailitan dan PKPU dalam kasus putusan pailitnya PT.Telkomsel Tbk.
Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini yaitu dengan penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan (library research). Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder. Alat pengumpulan data yaitu buku-buku, artikel, majalah dan internet, yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini.
Adapun kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa adanya suatu kekeliruan dalam hal pengertian putusan pailit berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU apabila tidak dipahami secara lebih jelas, hingga bisa saja suatu putusan pailit terjadi bukan karena adanya utang tapi karena adanya suatu wanprestasi, kewenangan Pengadilan Niaga dalam suatu perkara terutama dalam hal putusan pailit kadang kala dilakukan tanpa adanya suatu kemandirian, atau tanpa memandang kedua pihak secara seimbang, hingga terkadang menimbulkan suatu ketidakpastian hukum.
Kata Kunci : Putusan Pailit, PT.Telkomsel.Tbk
BAB I
PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Telekomunikasi berasal dari dua arti kata yang berbeda, yaitu “tele” dan
“komunikasi”. Tele yang berarti jauh, sedangkan komunikasi yang berarti proses
penyampaian sebuah pesan atau informasi dari satu individu ke individu lain atau
dari satu tempat ke tempat lain. Dengn demikian, telekomunikasi dapat diartikan
sebagai proses penyampaian sebuah pesan atau informasi dari satu individu ke
individu lain yang dapat dilakukan dalam jarak-jarak jauh.1
Pada abad ke-2 sesudah Masaehi bangsa Romawi menggunakan asap
sebagai media telekomunikasi. Mereka membangun jaringan telekomunikasi yang
terdiri dari ratusan menara hingga mencapai 4500 kilometer. Setiap menara bisa
mengeluarkan asap yang dapat dilihat oleh menara lain yang berada di dekatnya. Pada abad ke-5 sebelum Masehi, kerajaan Yunani kuno dan Romawi
menggunakan api untuk berkomunikasi dari gunung ke gunung atau menara ke
menara. Telekomunikasi dilakukan oleh prajurit khusus dengan saling memahami
kode berupa jumlah nyala api. Telekomunikasi ini digunakan saat perang dan
hanya efektif pada malam hari.
1
Perkembangan Infrastruktur Telekomunikasi, http:/id.scribd.com/doc/3322937/(diakses
Sistem telekomunikasi ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan militer
dalam menjalankan pemerintahan atas daerah jajahan yang semakin luas.
Perkembangan telekomunikasi di Indonesia berawal dari tahun 1884, pemerintah
kolonial Belanda mendirikan perusahaan swasta yang menyediakan jasa pos
domestik dan jasa telegraminternasional. Jasa telepon tersedia pertama kalinya di
Indonesia pada tahun 1882. Dan sampai dengan tahun 1906, disediakan oleh
perusahaan swasta dengan lisensi pemerintah selama 25 tahun.
Tahun 1906, pemerintah kolonial Belanda membentuk departemen yang
mengendalikan semua jasa pos dan telekomunikasi di Indonesia. Tahun 1961,
beberapa dari jasa ini dipindahkan ke perusahaan milik Negara. Tahun 1965,
pemerintah memisahkan jasa pos dan telekomunikasi ke dua perusahaan Negara,
yaitu: PN Pos dan Giro, dan PN Telekomunikasi. Tahun 1974, PN
Telekomunikasi dipecah menjadi dua yaitu: Perusahaan Umum Telekomunikasi
dan PT Inti.2
2
Ibid.
Pada tahun 1961, jasa pos dan telekomunikasi tersebut statusnya berubah
menjadi perusahaan pemerintah pertama dengan tujuan menjaga jasa pos dan
telekomunikasi di wilayah Sumatera, dimana mulai terbentuk pada tahun 1970
secara nasional. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 dan No.30 Tahun
ke dalam 2 (dua) perusahaan milik Negara, yaitu Perusahaan Negara Pos dan
Giro, dan Perusahaan Negara Telekomunikasi.
Perluasan gerak Perusahaan Negara Telekomunikasi ditambah dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintahan Nomor 44 tahun 1969 dan Nomor 45
Tahun 1969 tentang bentuk-bentuk Perusahaan Negara yang mengubah
Perusahaan Negara Telekomunikasi menjadi bentuk Perusahaan Umum (Perum).
Perubahan status ini ditetapkan pada tanggal 28 april 1970 dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintahan (Perumtel) yang disempurnakan lagi dengan Peraturan
Pemerintahan Nomor 21 Tahun 1984.
Pada akhirnya tahun 1980, pemerintah mengambil kebijakan dengan
membeli seluruh saham PT. Indosat, sebuah perusahaan swasta yang didirikan
dalam rangka penanaman modal asing yang kemudian diubah statusnya menjadi
suatu Badan Hukum Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero. Penyertaan modal
Negara Republik Indonesia dalam PT. Indosat tersebut dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1980.
Selanjutnya untuk lebih meningkatkan pelayanan jasa Telekomunikasi
untuk umum, maka dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1980 diadakan
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1974 yakni dengan
menetapkan Perumtel sebagai badan usaha yang diberi wewenang untuk
menyelenggarakan telekomunikasi dalam negeri dan PT. Indosat sebagai badan
usaha yang diberi wewenang menyelenggarakan telekomunikasi luar negeri.3
3
Pada tanggal 24 September 1991, pemerintah mengubah Perumtel yang
semula merupakan perusahaan umum menjadi perusahaan Negara yaitu
Perusahaan Perseorangan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Disingkat Telkom yang didirikan berdasarkan Akte Notaris Imas Fatimah, SH
Nomor 128 dengan tujuan utama perusahaan yaitu memberikan layanan untuk
masyarakat umum.
Perubahan status ini berdasarkan pemerintah Nomor 25 Tahun 1991
Penawaran umum perdana saham Telkom (Initial Public Pffering/IPO) dilakukan
pada tanggal 14 November 1995, sejak saat itu saham Telkom tercatat dan
diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya(BES), New
York Stock Exchange (NYSE) dan London Stock Exchange (LSE), saham Telkom
juga diperdagangkan di Tokyo Stock Exchange tanpa pencatatan Public Offering
Without Listing (POWL).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999, yang mengatur
tentang jasa layanan telekomunikasi, dimana terjadi perubahan pasar, dari semula
pasar monopoli (dahulu Telkom) kini menjadi non monopoli/pasar bebas (pasar
persaingan sempurna). Hal tersebut membuat Telkom sebagai Incumbent
(Operator dominan/operator penyelenggaraan jaringan telekomunikasi pertama
kali) tidak lagi menguasai pasar sepenuhnya, melainkan harus mampu bersaing
dengan operator penyelenggaraan jasa telekomunikasi lainnya di Indonesia, dan
mempersiapkan diri menghadapi operator asing yang akan masuk. Selain adanya
dituntut untuk dapat memberikan layanan yang terbaik bagi konsumen jasa
telekomunikasi.
Pada tahun 1974, PN Telekomunikasi dibagi menjadi dua perusahaan
milik Negara, yaitu Perusahaan Umum telekomunikasi (Perumtel) dan yang
bergerak sebagai penyedia layanan telekomunikasi domestic dan internasional
seta PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (PT.IMTI) yang bergerak sebagai
pembuat perangkat telekomunikasi. PAda tahun 1980, bisnis telekomunikasi
internasional diambil alih oleh Pt. Indonesia Satellite Corporation (indosat) yang
baru saja dibentuk saat itu.
Sebelum tahun 1995, operasi bisnis Telkom dibagi kedalam dua belas
wilayah operasi, yang dikenal sebagai wilayah telekomunikasi atau witel. Setiap
witel bertanggung jawab penuh atas seluruh aspek bisnis wilayah masing -
masing, mulai dari penyedia layanan telepon hingga manajemen dan keamanan
property.
Dalam perkembangannya, TELKOM merombak ke dua belas witel
menjadi di visi-divisi, sebagai berikut : 4
4
Ibid.
1. Divisi Infrastruktur Telekomunikasi (INFRATEL)
Divisi yang menyelenggarakan jasa Telekomunikasi jarak jauh dalam
negeri melalui pengoperasian jaringan transmisi jalur utama nasional.
Divisi yang melaksanakan riset dan pengembangan Telekomunikasi dan
informasi untuk kepentingan internai PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., baik
riset pengembangan produk bara, standarisasi perangkat, grand scenario
technology dan uji kaji laboratorium.
3. Divisi Management Service Center (MSC)
Divisi yang bertanggung jawab atas pencapaian perusahaan jasa atelir bagi
alat-alat produksi divisi-divisi dan penggunaan lain diluar 7 perusahaan serta
jasa-jasa yang berkaitan dengan prioritas pemenuhan pelayanan kebutuhan internai
perusahaan.
4. Divisi Telkom Learning Center (TLC)
Divisi yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Untuk menunjang terwujudnya sumber daya
manusia yang berkualitas, professional dan integritas.
5. Divisi Information System Center (ISC)
Divisi yang menyediakan system informasi, informasi costumer, billing,
corporate database, interkoneksi billing, dan proses telepon selular. PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk merupakan penyelenggara bisnis T.I.M.E
(Telecommunication, Information, Media, and Edutaiment) yang terbesar di
Indonesia. Selama ini Telkom telah mengalami berbagai transformasi agar dapat
mengikuti perkembangan zaman dan dapat diminati masyarakat. Transformasi
terakhir sekaligus yang disebut dengan NEW TELKOM Indonesia adalah
model opera kepada pihak eksternal bersamaan dan transformasi sumber daya
manusia.
Tahun 1980, bisnis telekomunikasi internasional dipindahkan dari
Perumtel kelndosat. Tahun 1991, pemerintah merubah Perumtel dari "Perusahaan
Umum" menjadi Tersero" yaitu PT TELKOM. Tahun 1992, berdiri PT Lintasarta.
Tahun 1993, berdiri PTSatelindo yang merupakan joint venture dari beberapa
perusahaan telekomunikasi yaitu:TELKOM, Indosat, PT Bimagraha
Telekomindo, dan DeTeMobil. Pada tahun ini juga berdiri PT Ratelindo yang
merupakan joint venture antara TELKOM dan PT BakrieElectronics. Tahun 1995
dan tahun berikutnya berdiri beberapa perusahaan telekomunikasi lainnya, yang di
dalamnya PT TELKOM mempunyai bagian saham,yaitu: Telkomsel,Komselindo,
Mobisel, Metrosel, Pasifik Satelit. Selain itu masih ada perusahaan
telekomunikasi yang masih dalam tahap proposal, yang bergerak dalam bidang
multimedia.
Setiap perusahaan yang melakukan suatu perjanjian kerjasama terkadang
dapat terjadi suatu hal yang tidak terduga, seperti halnya suatu kepailitan. Tidak
jarang suatu perusahaan, baik itu berupa suatu perusahaan yang besar atau kecil
pasti dapat dipailitkan. Suatu kepailitan itu dapat terjadi apabila ada suatu
perusahaan, dimana sebelumnya melakukan suatu perjanjian kerjasama dengan
perusahaan yang lain, tetapi ternyata setelah berlangsung beberapa lama
perjanjian tersebut, perusahaan yang dapat disebutkan sebagai pihak debitur
tersebut kepada pihak kreditur sebagaimana mestinya, dan utang tersebut telah
dinyatakan jatuh tempo.
Secara tata bahasa dapat kita lihat bahwa kata kepailitan itu sebenarnya
berasal dari kata istilah "pailit", yang biasa dijumpai dalam pembendaharaan
bahasa Belanda, Prancis, Latin dan Inggris. Kepailitan dapat pula kita artikan
sebagai suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan
untuk membayarkan utangnya dan dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hai
ini pengadilan yang dimaksud adalah pengadilan niaga, karena debitur tersebut
tidak dapat membayarkan utangnya.
Pengertian tentang kepailitan sendiri lebih jelas terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 Angka l tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang yaitu adalah suatu sita umum atas semua kekayaan
debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di
bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini.
Perusahaan yang dinyatakan pailit oleh pengadilan pastinya dapat
memiliki suatu resiko yang besar. Salah satu resikonya tersebut dapat berpengaruh
terhadap perusahaannya. Bisa saja perusahaan tersebut menjadi tutup dan
dinyatakan bangkrut. Hingga para karyawan pun tidak jarang jadi terkena
dampaknya juga akibat perusahaan tempatnya bekerja dinyatakan pailit.
Pada bulan Juni tahun 2012 yang lalu PT.Telkomsel Tbk. dinyatakan pailit
oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor putusan Nomor. 48/ PAILIT/
dilakukan oleh Pengadilan Niaga tersebut terlihat sangat tidak masuk akal, hingga
ada upaya hukum yang dilakukan oleh pihak PT.Telkomsel Tbk. tersebut. Upaya
hukum yang dilakukan oleh PT.Telkomsel Tbk. adalah dengan mengajukan kasasi
kepada pihak Mahkamah Agung.
Upaya hukum kasasi tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan suatu
kepastian hukum yang sesungguhnya. Dengan adanya upaya hukum yang
dilakukan oleh PT.Telkomsel Tbk. tersebut, membuat putusan dari Pengadilan
Niaga tidak diberlakukan lagi. Bahwa pada akhrinya adalah putusan pailit yang
dilayangkan terhadap perusahaan BUMN tersebut dihapuskan, dan dinyatakan
bebas.
Akibat adanya perbedaan putusan dari Pengadilan Niaga dengan
Mahkamah Agung tersebut yang membuat penulis merasa tertarik untuk mencari
tahu dan meneliti tentang masalah yang sebenamya terjadi. Hingga dapat
diketahui apa yang menjadi perbedaan putusan antara Pengadilan Maga dengan
Mahkamah Agung.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka penulis
akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah putusan pailit menurut Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
2. Bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan
mengadili perkara kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang ?
3. Bagaimanakah penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dalam Putusan Pailit PT.Telkomsel Tbk?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulis
Adanya suatu keinginan dari penulis, untuk mengemukakan masalah
secarajuga berkaitan dengan tujuan dan manfaat penulisan. Adapun yang menjadi
tujuandapat di uraikan sebagai berikut:
a. Untuk dapat mengetahui bagaimanakah pengertian, syarat ataupun
prosedur dalam putusan pailit menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
b. Untuk dapat mengetahui bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga
dalam memeriksa dan mengadili perkara kepailitan menurut Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang
c. Untuk dapat mengetahui dan memahami bagaimanakah penerapan
ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam Putusan Pilit PT. Telkomsel
2. Manfaat penulisan
Selain dari tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat
antara lain adalah manfaat secara teoritis dan praktis yakni:
a. Secara teoritis
Maksudnya adalah bahwa pembahasan terhdap masalah ini akan akan
memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus
kepailitan yang sering terjadi serta untuk dapat mengetahui bagaimanakah
kewenangan dari suatu Pengadilan Niaga dalam menghadapi kasus kepailitan
yang terjadi pada perusahan-perusahan besar. dan secara teoritis dapat juga
memahami bagainakah sebenarnya pengertian dan pemahaman terhadap suatu
putusan pailit. Agar tidak adanya kesalahpahaman tentang pengertian putusan
pailit yang dilakukan oloeh suatu Pengadilan Niaga.
b. Secara praktis
Seperti yang dapat diketahui bahwa untuk sekarang ini banyak masalah-
masalah kepailitan yang menimpa beberapa perusahaan terutama di kota-kota
besar sehingga memerlukan penyelesaian yang segera agar tidak menimbulkan
persoalan yang lebih besar dan memberikan hasil yang optimal dan
menguntungkan kedua belai pihak. Dengan adanya pembahasan dan tinjauan
tentang kepailitan terhadap suatu perusahaan terutama adalah BUMN dapat
membantu pengusaha-pengusaha ataupun masyarakat luas agar lebih dapat
memahami tentang kepailitan tersebut.
Analisis yuridis putusan pailit terhadap PT. Telkomsel Tbk. Yang diangkat
penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelurusan
Kepustakaan Fakultas Hukum USU. Tema diatas adalah hasil pemikiran sendiri
dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut
belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara sebelumnya.
Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan
informasi dari berbagai media, baik cetak maupun pengumpulan informasi
melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data
yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat di
pertanggung jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Keputustakaan
Apabila kita membahas mengenai hukum kepailitan, maka tidak terlepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan lain diluar dari peraturan mengenai
kepailitan. Dari sejarahnya diketahui bahwa pada mulanya dalam hokum Belanda
tidak dikenal perbedaan antara kooplieden ( pedagang ) dengan niet kooplieden (
bukan pedagang ) dalam kepailitan. Namun pada permulaan abad ke 19, yaitu
ketika Negeri Belanda dijajah Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte
berlakulah Code du Commerce ( sejak 1 januari 1814 s/d 30 September 1838 )
Pada masa Code du Commerce itu juga dikenal adanya perbedaan antara
Kooplieden dengan niet kooplieden, dan Code du Commerce hanya berlaku bagi
Kooplieden. Kemudian sesudah Belanda merdeka, Belanda membuat sendiri
ini dibagi dalam 3 buku dan buku ke III nya adalah Van de Voorzieningen in geval
van onvermogen van kooplieden yang diatur dalam Pasal 764- Pasal 934, dan
dibagi dalam 2 titel, yaitu :
1. Van Faillisement, dan
2. Van Surseance van Betaling5
Pemisah hukum kapailitan antara pedagang dan yang bukan pedagang di
dalam sistem hokum Belanda membawa pengaruh terhadap hokum kepailitan di
Indonesia. Di Indonesia, hokum kapailitan diatur dalam 2 Undang-Undang,
yaitu
.
6
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), buku ke tiga yang
berjudul Van de Voorzieningen in geval van onvermogen van kooplieden (
tentang peraturan ketidak mampuan pedagang ) yang diatur dalam Pasal
794 sampai Pasal 910WvK. :
2. Reglement op de Rechtcvordering ( RV ), buku ke tiga Bab ke tujuh,
berjudul Van de staat van kennelijk onvermogen ( tentang keadaan
nyata-nyata tidak mampu membayar bagi orang yang bukan pedagang ) yang
diatur dalam Pasal 899 sampai dengan Pasal 915 RV.
Dalam mengajukan suatu putusan pailit ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, dimana tentang syarat pailit tersebut ada terdapat dalam Pasal 2 angka 1
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yakni “Debitur yang mempunyai dua atau lebih
Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu
5
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Medan: USU Press, 2009, hal 6 6
Dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonan satu atau lebih krediturnya”.
Terjadinya kasus pailit atau kepailitan tidak jarang karena adanya suatu utang
Yang ditimbulkan anatara kedua pihak yang melakukan suatu perjanjian
kerjasama. Pengertian tentang utang dapat dilihat dalam pasal 1 Angka 6
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang yang selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU adalah
suatu kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung
maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena
perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila
tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari
harta kekayaan debitur.
Putusan pailitnya PT.Telkomsel Tbk. adalah merupakan putusan dari
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dimana putusan tersebut terjadi akibat adanya
pengaduan dari pihak PT.Prima Jaya Informatika akibat adanya tindakan
pelanggaran perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.Telkomsel Tbk
hingga dapat timbul suatu utang dan adanya tindakan wanprestasi.
Seperti yang dapat diketahui bahwa PT.Prima Jaya Informatika melakukan
perjanjian kerjasama dengan PT.Telkomsel Tbk. Dimana perjanjian kerjasama
tersebut adalah untuk mendistribusikan Kartu Prima Voucher Isi Ulang. Perjanjian
tersebut telah berlangsung beberapa bulan, tetapi ternyata tiba-tiba saja dari ihak
Dikarenakan adanya pelanggaran perjanjian kerjasama tersebut PT.Prima
Jaya Informatika pun mengajukan gugatan ke pengadilan Niaga hingga adanya
putusan pernyataan pailit terhadap PT.Telkomsel Tbk. Pelanggaran perjanjian
tersebut sebenarnya termasuk kedalam tindakan wanprestasi. Wanprestasi adalah
satu tindakan mengingkari atau melanggar tidak memenuhi perjanian atau
perikatan antara kedua pihak yang telah melakukan perjanjian kerjasama untuk
beberapa waktu yang telah ditentukan.
Terhadap putusan pailit tersebut pihak PT.Telkomsel Tbk. Merasa tidak
sepantasnya perusahaan mereka dipailitkan. Oleh karena itu, pihak PT.Telkomsel
Tbk pun melakukan suatu upaya hokum, dimana mereka mengajukan upaya
kasasi kepada pihak Mahkamah Agung. Dimana pengertian kasasi adalah
pembatalan atas keputusan pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada
tingkat peradilan terakhir dimana menetapkan perbuatan pengadilan-pengadilan
lain dan para hakim yang bertengtangan dengan hokum, kecuali keputusan
pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari
segala tuduhan.
F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan
dpat dipertanggungjawabkan maka digunakan berbagai metode. Dapat diartikan
sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyelidikan atau
penelitian berlangsung menurut cara tertentu.
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada
masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan hokum yang berlaku, sehingga pada akhirnya dapat diperoleh
suatu kesimpulan.
Penelitian ini merupakan penelitian Hukum yang bersifat Normatif
(Yuridis Normatif) dan Empiris (Yuridis Empiris), yakni penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data Sekunder. Adapun data
sekunder yang dimaksudkan penulis antara lain baha hukum primer, sekunder,
dan tersier.
Bahan hukum primer yaitu semua dokumen peraturan yang mengukat dan
detetpkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen resmi
yang merupakan informasi atau hasil kajian mengenai kepalitan dan penundaan
Kewajiban pembayaran Utang, seperti buku-buku teks, karya tulis ilmiah, dan
beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan permasalahan dlam
skripsi ini. Sedangkan baha tersier, yaitu semua dokumen yang berisikan
konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus, biografi dan lain-lain.
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode pengumpulan data libary
Research (Penelitian Keputusan) yakni mengumpulkan bahan-bahan penulisan
skripsi ini melalui bacaan-bacaan seperti buku, majalah ilmiah, hasil-hasil
seminar, surat kabar, pendapat sarjana, dan juga bahan- bahan bacaan yang
G. Sistematika Penelitian
Untuk menghasilkan suatu karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya
diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematik penulisa yang teratur.
Dimna penulis membagi menjadi bab per bab masing-masing bab ini saling
berkaitan antra suatu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan, dimana pada bab ini
dipaparkan hal-hal yang umum sebagai langkah awal dari
penulisan skripsi. Bab ini berisi latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode
penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN PAPILIT
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBYARAN UTANG
Pada bab ini akan dibahas mengenai bagaimanakah pengertian
tentang suatu kepailitan tersebut, bagaimanakah suatu syarat-syarat
dalam kepailitan, prosedur tentang permohonan pernyataan pailit,
dan bagaimanakah pengertian tentang suatu putusan pailit itu.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN
MENGDILI PERKARA KEPAILITAN MENURUT UU KEPAILITAN DAN PKPU.
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai bagaimanakah proses
pembetukan dalam suatu Pengadilan Niaga tersebut, kemudian
bagaimanakah sebenarnya kewenangan dari Pengadilan Niaga
Dalam memeriksa dan mengadili dalam perkara
kepailitan,dantentang bagaimanakah peran hakim dalam suatu
Pengadilan Niaga.
BAB IV PENERAPAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR
37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM PUTUSAN PAILIT PT.TELKOMSEL TBK
Pada bab ini akan dipaparkan tentang bagaimana sebenarnya kasus
kepailitan terhadap PT.Telkomsel Tbk. Tersebut dapat terjadi
apakah sudah sesuai dengan UU kepailitan yang berlaku, kemudian
akan di bahas pula tentang ketentuan utang antara debitor dengan
kreditor sesuai dengan dari pertimbangan hakim, lalu akan pula
disampaikan tentang bukti nyata, fakta atau keadan yang terbukti
secara sederhana tentang kasus pailitnya PT.Telkomsel Tbk. Dan
kepastian Hukum Sebagai Implikasi Putusan Pailit
PT.TELKOMSEL Tbk
Bab ini merupakan bab penutup yang merugikan mengenai
kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang
BAB II
PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG
A. Pengertian Pailit
Pengertian kata “pailit” itu terdapat dalam pembendaharaan dalam
bahasa Belanda, Prancis, Latin dan Inggris. Kalau dalam bahasa Prancis, istilah
kata pailit itu biasanya disebut dengan “faillitie” yang artinya adalah
pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang
melakukan kegiatan mogok atau macet melakukan tindakan berhenti membayar
utangnya disebut dengan Le failli. Kalau dalam bahasa Belanda dipergunakan
istilah faillit yang memiliki arti ganda yaitu bisa sebagai kata benda dan bisa
sebagai kata sifat juga. Sedangkan di dalan bahasa Inggris istilah yang
dipergunakan adalah istilah to fail, dan kalau di dalam bahasa latin adalah
failure.
Poerwadarminta mengatakan bahwa arti kata “pailt” artinya adalah
“bangkrut”, dan “bangkrut” artinya menderita kerugian besar hingga jatuh
(perusahaan, toko, dan sebagainya).7 Menurut John M. Echols dan Hassan
Shadily, bankrupt artinnya adalah bangkrut, pailit dan bankrupty artinya adalah
kebangkrutan, kepailitan.8
7
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999
8
keadaan berhenti membayar hutang dikarenakan tidak mampu. Kata pailit juga
dapat diartikan sebagai Bankcrupt.
Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata
tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi. Menurut pasal 1 angka
1 UU Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang. Kepalilitan adalah sita umum terhadap semua kekayaan
debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang
kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur oleh
undang-undang.
Seperti yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary pailit atau
“Bankrupt” adalah “ the state or conditional of a person (individual,
partnership, Corporation, municipality who is unable to pay it’s debt as they
are, or became due. The term includes a person against whom an involuntary
petition has been field, or who has filed a voluntary petition, or who has been
adjudged a bankrupty”.9
Berdasarkan dari pengertian bakrupty yang diberikan oleh Black’s Law
Dictionary diatas diketahui bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan
“ketidakmampuan untuk membayar” dari seseorang debitur atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan untuk membayar tersebut
diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya utang meskupun telah ditagih dan
ketidak mampuan tersebut haru disertai dengan proses pengajuan ke
9
pengadilan, baik atas permintaan itu sendiri maupun atas permintaan seorang
atau lebih krediturnya.
Pernyataan yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun
2004 apabila dikaitkan dengan Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Dan PKPU,
dapat diketahui bahwa pernyaan pailit merupakan suatu putusan pengadilan.
Ini berarti bahwa sebelum adanya suatu putusan pailit oleh pengadilan, seorang
debitur tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit. Dengan adanya
pengumuman putusan pernyataan pailit tersebut, maka berlaku umum bagi
semua kreditur konkruen dalam kepanitiaan, tanpa terkecuali, untuk
memperoleh pembayaran atas seluruh piutang-piutang konkruen mereka.
Dalam hal yang demikian berarti terjadi sitaan umum terhadap seluruh harta
kekayaan debitur, yang diperlukan untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan
ketentuan pasal 1132 Kitab Undang-Undang KUPerdata baik secara pari passa
dan prorata.
Selain itu, ada pula beberapa asas-asas yang menjadi landasan
pengundangan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU guna menggantikan
Undang-undang Kepalitan lama. Asas-asas tersebut antara lain :
1. Asas Keseimbangan
UU ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujua\dan dari
asas keseimbangan, yaitu disatu pihak terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh
Kreditur yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan usaha
Dalam UU ini terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan
Debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian bahwa
ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan, asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran
atas tagihan masing-masing terhadap Debitur, dengan tidak memperdulikan
Kreditur lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas integrasi dalam UU ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum
formil dan materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem
hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.10
1. Right to payment, wheter or not such right is reduced tu judgment,
liquidated, unliquidated, fixed, cintingent, matured, unmatured, disputed,
undisputed, legal, equitable, secured or unsecures ; or Di dalam Bankrupty Code Amerika Serikat, Section 101;
Claim means :
10
2. Right to an equitable remedy for breach performance if such breach gives
rise ti aright to payment, wheter or not such right to an equitable remedy is
reduced to judgment fixed, contingent, matured, unmatured, disputed,
undisputed, secure or unsecured.11
Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpusah
atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan
mengadakan sitaan dengan hak masing-masing. Dan yang menjadi manfaat
adanya kepailitan tersebut adalah sebagai berikut :
Berdasarkan defenisi tentang pengertian kepailitan tersebut ada pula
yang dapat menjadi suatu manfaat dan tujuan dari hukum kepailitan
tersebut. yang dimana tujuan dari hukum kepailitan tersebut adalah, untuk
melakukan pembagian antara para kreditr atas kekayaan debitur oleh
kurator.
12
1. Untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur
oleh kurator
2. Untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah
oleh kreditur
3. Untuk menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga
kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan
hak masing-masing.
11
Ibid.
12
Manfaat dari Adanya Kepailitan,
B. Syarat Pailit
Dalam melakukan pelaksanaan pailit tidak boleh sembarang atau sesuka
hati mematikan suatu perusahaan, oleh sebab itu maka diperlukanlah
syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit sebagaimana hal
tersebut dapat dilihat pada pasal 2 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004, yakni
sebagai berikut :
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu
atau lebih kkreditornya.”
Syarat-syarat mengenai permohonan pailit sebagaimana terdapat didalam
pasal 2 angka1 UU No. 37 Tahun 2004 tersebut dapatlah dijelaskan lebih
mendalam sebagai berikut :
1. Syarat adanya dua Kreditur atau lebih (Concursus Creditorum)
Syarat bahwa debitur harus mempunyai minimal dua kreditur sangan
terkait dengan filosofis lahirnya bukum kepailitan. Dengan adanya pranta
hukum kepailitan, diharapkan pelunasan utang-utang debitur kepada
kreditur-krediturnya dapat dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap
kreditur (konkuren) mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan
pelunasan dari harta kekayaan debitur. Jika debitur hanya mempunyai
satu kreditur, maka seluruh harta kekayaan debitur otomatis menjadi
jaminan atas pelunasan utang debitur tersebut dan tidak diperlukan
debitur tidak dapat dituntut pailit, jika debitur tersebut hanya mempunyai
satu kreditur.13
13
Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta:Sinar Grafika, 2010Ed 1, Cet.2,hal 5
Berdasarkan dari pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004, pihak yang dapat
mengajukan permohonan pailit adalah seorang debitur yang mempunyai
dua atau lebih krediturnya dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih krediturnya, kemudian permohonan tersebut
dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
Debitur adalah merupakan bank, maka permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Apabila seorang debitur
tersebut adalah Perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal. Dan apabila debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha milik Negara yang bergerak
dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Menteri Keuangan.
Seperti itulah yang ada terdapat dalam pasal 4 UU No. 37 Tahun 2004
ada dikatakan bahwa dalam hal suatu permohonan pernyataan pailit diajukan
oleh debitur yang masih terikat dalam hal pernikahan yang sah, permohonan
Dapat kita lihat bahwa pasal 4 ini berkaitan dengan pasal 2 ayat 1 UU
No. 37 tahun 2004, mengajukan kepailitan untuk dirinya sendiri, dimana hal
ini juga termasuk dalam kepailitan sementara. “Dalam hal permohonan” atau
biasa juga disebut “Voluntary Petition”.
Secara umum, ada 3 (tiga) macam kreditur yang dikenal dalam
KUHPerdata yaitu sebagai berikut :
a. Kreditor Konkuren.
Kreditor konkuren ini ada diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata.
Kreditur konkuren adalah para kreditur dengan hak pari passu dan pro
rata, artinya pada kreditur secara bersama-sama memperoleh pelunasan
(tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya
piutang masing-masing dibandingkan terhadap pituang mereka secara
keseluruhan, terhadap seluruh harta Kekayaan debitur tersebut.14
b. Kreditur prefen
Istilah
yang digunakan dalam Bahasa inggris untuk kreditor konkuren adalah
unsecured creditor.
Kreditor ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak
memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada
maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi
dengan kewajiban membayar piutang kepada kreditor pemegang hak
jaminan dan para kreditor dengan hak istemewa.
14
Atau kreditur yang diistimewakan, yaitu kreditur yang oleh
undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mendapatkan
pelunasan terlebih dahulu. Kreditur preferen merupakan kreditur yang
mempunyai hak istemewa, yaitu suatu hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi
daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya (Pasal 1134 KUHPerdata).
c. Kredit seperatis
Adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan inrem, yang
dalam KUHPerdata disebut dengan gadai dan hipotek. Golongan kreditur
ini tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak
eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan
debitor. Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, dan
hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya merupakan karakteristik
kreditor separatis.
Seperatis yang dimaksudkan adalah terpisahnya hak eksekusi atas
benda-benda yang dijaminkan dari harta yang dimiliki debitor pailit.
Dengan demikian, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama
dalam proses kepailitan, sehubungan dengan hak atas kebendaan yang
dijaminkan untuk piutangnya sepanjang hari nilai piutang yang
diberikan oleh kreditur seperatis tidak jauh melampui nilai benda yang
kepailitan tidak akan banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran
piutang kreditur tersebut.
Berdasarkan UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran utang No. 37 Tahun 2004 apabila kuasa atas benda yang
dijaminkan ada pada debitor pailit atau pada kurator, maka hak esekusi
terpisah tersebut diatas ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama (90)
sembilan pulh hari sejak pernyataan pailit dijatuhkan. Sedangkan, jika
nilai eksekusi benda tersebut ternyata tidak mencukupi untuk menutup
utang debitor, maka kreditor seperatis dapat meminta dirinya ditempatkan
pada posisi kreditor konkuren untuk menagih sisa piutangnya. Oleh karena
demi kepastian hukum, hak eksekusi langsung yang dimiliki oleh kreditor
seperatis hanya bisa digunakan dalam jangka waktu dua bulan setelah
terjadinya keadaan insovensi. Setelah lewat jangka waktu tersebut,
eksekusi hanya dapat dilakukan oleh kurator, meskipun hak yang dimiliki
kreditor seperatis sebagai kreditor pemegang jaminan tidak berkurang.
Perbedaan proses eksekusi tersebut akan berakibat pada perlu tidaknya
pembayaran biaya kepailitan dari hasil penjualan benda yang
dijaminkan.15
2. Syarat harus adanya utang
15Jenis-jenis Kreditur dalam kepailitan, http://arsyadshawir.blogspot.com/
Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit
ialah harus adanya utang. UU No. 37 Tahun 2004 tidak menentukan apa
yang dimaksudkan dengan utang. Dengan demikian para pihak yang terkait
dengan suatu permohonan pernyataan pailit dapat berselisih pendapat
mengenai ada atau tidak adanya utang. Pihak-pihak yang dimaksud ialah
(Penasihat hukum dari) pemohon, (penasihat hukum dari) Debitor, dan
majelis Hakim Peninjauan Kembali.16
16PengertianSyarat harus adanya Utang,
Undang-undang No.4 Tahun 1998 tidak memberikan defenisi sama
sekali mengenai utang. Oleh karena itu telah menimbulkan penafsiran yang
beraneka ragam dan para hakim juga menafsirkan utang dalam pengertian
yang berbeda-beda (baik secara sempit maupun luas). Namun kontroversi
mengenai pengertian utang dalam pengertian yang berbeda-beda (baik secara
sempit maupun luas). Namun kontroversi mengenai pengertian utang,
akhirnya dapat diartikan dalam pasal 1 ayat 6 UUK, yaitu :
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik
secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen
yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi
oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.”
3. Syarat cukup utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
Dalam pasal 1 ayat (1) UUK tidak membedakan tetapi menyatukan
syarat utang yang telah jatuh waktu dan utang yang telah dapat ditagih. Pada
perjanjian kredit perbankan, kedua hal tersebut jelas dibedakan. Utang yang
telah jatuh waktu ialah utang yang dengan lampaunya waktu penjadwalan yang
ditentukan di dalam perjanjian kredit itu, menjadi waktu dan karena itu pula
kreditor berhak menagihnya.
Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau
perjanjian utang-piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh
debitor sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Misalnya saja telah
sampai jadwal cicilan bagi pelunasan kredit investasi yang ditentukan bertahap,
misalnya setiap 6 (enam) bulan sekali setelah masa tenggang (grace period)
lampau, dan harus telah dilunasi seluruhnya pada akhir perjanjian yang
bersangkutan. Namun, suatu utang sekalipun jatuh waktunya belum tiba,
mungkin saja utang itu telah dapat ditagih, yaitu karena telah terjadi salah satu
peristiwa yang disebut events of default sebagaimana ada ditentukan dalam
suatu perjanjian tersebut.
Maka kata-kata di dalam pasal 1 ayat (1) UUK yang berbunyi “utang
yang telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih “diubah menjadi cukup berbunyi”
utang yang telah dapat ditagih” atau “utang yang telah dapat ditagih baik utang
tersebut telah jatuh waktu atau belum”. Penulisan seperti kalimat yang penulis
dapat ditagih” tetapi belum “jatuh waktu” dapat dijadikan alasan untuk
mengajukan permohonan.
Bunyi pasal 1 ayat (1) didalam Perpu No.1 Tahun 1998 sebagaimana
telah disahkan menjadi UU No. 4 Tahun 1998 merupakan perubahan dari
bunyi Pasa 1 Faillissementsverordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348.
Bunyi Pasal 1 ayat (1) sebelum diubah, yaitu bunyi pasal 1 ayat (1) Fv :
“setiap debitor yang tidak mampu membayar utangnya yang berada
dalam keadaan berhentu membayar kembali utang tersebut, baik atas
permintaannya sendiri maupun atas permintaan seorang kreditor atau
beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh hakum yang
menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit.”
Salah Satu syarat untuk mengajukan permohonan pernyatan pailit
terhadap seseorang kreditr adalah bahwa selain debitur memiliki lebih dari
seseorang kreditur tersebut harus pula dalam keadaan insolven, yaitu tidak
membayar lebih dari 50% (lima puluh persen).17
Dalam pasal 1 ayat (1) UU kepailitan maupun dalam pasal-pasal lain,
tidak ditentukan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh
seorang kreditur, dipersyaratkan bahwa utang kepada kreditur pemohon hharus
telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih serta tidak dibayar oleh debitur.
Dengan demikian dapat dipertanyakan apakah seseorang Kreditor sekalipun
piutangnya belum jatuh waktu dan dapat ditagih boleh sebagai pemohon
17SyaratPailit,http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://hernathesis.
pernyataan pailit dengan syarat pemohon harus dapat membuktikan bahwa
debitur memiliki utang kepada kreditur lain yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih.
Bank pemberi kredit secara mudah dapat mengetahui keadaan keuangan
para debiturnya dari laporan hasil pemeriksaan (audit) oleh akuntan publik yang
diwajibkan oleh bank yang bersangkutan untuk disampaikan oleh debitur kepada
bank dari waku ke waktu. Kalau kreditur hanya boleh mengajukan permohonan
pernyataan pailit menunggu sampai utang debitur telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, yang mungkin saja akan membutuhkan waktu yang masih agak lama.
Sekali lagi, debitur harus dalam keadaan insolven (telah berada dalam
keadaan berhenti membayar kepada para krediturnya), bukan sekadar tidak
membayar kepada satu atau dua orang kreditur saja, sedangkan kepada para
kreditur lainnya debitur masih melaksanakan kewajiban pembayaran terhadap
utang-utangnya dengan baik. Dalam hal Debitor hanya tidak membayar kepada
satu atau dua orang Kreditor saja, sedangkan kepada para kreditur yang lain
Kreditur masih membayar utang-utangnya, maka terhadap debitur tidak dapat
diajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga tetapi diajukan gugatan
kepada Pengadilan Negeri (pengadilan perdata biasa).
Apabila seorang debitur mengalami kesulitan keuangan, artinya tidak
mampu membayar hutang-hutangnya, tentu saja para kreditur akan berusaha
menempuh jalan untuk menyelamatkan piutangnya. Salah satu jalan yang
ditempuh adalah kreditur mengajukan permohonan ke pengadilan agar si debitur
dinyataan pailit. Permohonan itu disebut sebagai permohonan pernyataan
kepailitan. Berhubung permohonan tersebut diajukan ke pengadilan, maka harus
melewati prosedur yang benar.
Menurut undang-undang kepailitan, pengadilan yang berwenang untuk
mengadili perkara permohonan pernyataan kepailitan dalah pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Yang
dimaksud pengadilan menurut UUK adalah pengadilan niaga yang merupakan
pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkupan
peradilan umum. Bila debitur telah meninggalkan wilayah RI, maka pengadilan
yang menetapkan keputusan adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan hukum terakhir diputar.
Pasal 3 UUKepailitan dan PKPU disebutkan, dalam hal debitur berupa
persero atau firma, yang mengadili adalah pengalihan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut. Sedangkan dalam hal debitur
tidak berkedudukan di wilayah RI, pengadilan yang berwenang memutuskan
adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum
kantor debitur menjalankan profesi atau usahanya dan bila debitur badan hukum
maka kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran
Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang advokat, dalam
UUKepailitan lama harus diajukan oleh pengacara praktek, karena di pengadilan
Niaga hanya ada beberapa Pengadilan dan tidak semua pengacara praktek itu
berada diwilayah pengadilan niaga dimana hal ini dapat dilihat dalam Pasal 7 UU
Kepailitan dan PKPU. Prosedur permohonan pernyatan pailit sebagaimana dapat
dilihat jelas dalam Pasal 6 UU Kepailitan dan PKPU, sebagai berikut:18
6.Sidang pemeriksaaan atas permohonsn pernyatan pailit diselenggarakan dalam
jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan.
1.Permohonan pernyatan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan.
2.Panitera mendaftarkan permohonana pernyataan pailit pada tanggal permohonan
yangbersangkutan diajukan, dan kepada permohonan diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang
sama dengan tanggal pendaftaran.
3.Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 jika dilakukan
tidaksesuai dengan ketentuan dalam aya-ayat tersebut.
4.Panitera menyampaikan permohonan pailit kepada Ketua Pengadilan paling
lambat 2 “(dua) Hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
5.Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan , pengadilan mempelajari permohonan dan
menetapkan hari sidang.
18
7.Atas permohonan Debitur dan berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan dapat
menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai
dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan.
Berdasarkan dari Pasal 6 UU Kepailitan dan PKPU tersebut dapat
diketahui bahwa dalam suatu prosedur permohonan pernyataan pailit memiliki
time frame yang sangat singkat yang berbeda dengan peraturan kepailitan yang
lama. Wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan
oleh kreditur kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas, Pasar Modal, atau
Menteri Keuangan.
Dapat memanggil kreditur, dalam hal permohonan pernyatan pailit
diajukan oleh debitur dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk
dinyatakanpailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi.
Pemanggilan terhadap debitur dilakukan oleh Juru sita dengan surat kilat tercatat
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama
diselenggarakan.
Pemanggilan adalah sah dianggap telah diterima oleh debitur, jika
dilakukan oleh juru sita sesuai dengan ketentuaan sebagaimana dimaksud dalam
Angka 2. Permohonan pernyatan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta
atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan
pailit telah terpenuhi. Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan
dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam pulu) hari terhitung sejak tanggal
Apabila seluruh persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi
semuanya, maka pengadilan akan memberikan putusannya. Tetapi, apabila
ternyata harta pailit tidakcukup untuk membayarkan biaya kepailitan tersebut,
maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia
kreditor sementara apabila ada, serta setelah memanggil secara sah atau
mendengarkan dari pihak debitur, dapat memutuskan pencabutan putusa
pernyataan pailit.19
Tujuan utama dalam suatu proses di muka pengadilan adalah untuk
memperoleh putusan Hakim yang berketekunan hukum tetap. Akan tetapi, setiap
putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran
secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekilafan,
bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruaan dan kehilafan itu dapat
diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim
itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk dapat
mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya
hukum.20
Demikian pula terhadap putusan dari Pengadilan Niaga dalam perkara
kepailitan. Namun, perbedaandari Pengadilan Niaga ialah hanya tersedia upaya
hukum kasasi ke Makamah Agung. Pengadilan Niaga disebut sebagai pengadilan
tingkat pertama dan tidak ada tingkat kedua atau sering disebut sebagai tingkat
19
Ibid. hal 58
20
banding. Terhadap putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, tersedia upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali.
Terhadap suatu putusan pencabutan pernyataan pailit tersebut dapat pula
diajukan suatu kasasi dan/ atau peninjauan kembali. Apabila setelah pencabutan
pernyataan pailit diucapkan diajukaan kembali permohonan pernyataan pailit,
maka debitor atas permohonan wajib membuktikan bahwa ada cukup harta untuk
membayar biaya kepailitan berdasarkan dari pasal 19 UU No.37 Tahun 2004.
Dalam kasus putusan pailitanya PT. Telkomsel Tbk., dapat dilihat bahwa
dari pihak PT. Telkomsel tersebut mengajukan upaya hukum secara kasasi.
Dimana pengertian kasasi tersebut adalah pembatala atas keputusan
Pengdilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali
keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan
terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU
No. 1 Tahun 1950 jo. UU No. 8 Tahun 1981 tentang dan UU No. 14 Tahun 1985
jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun
1985 tentang Makamah Agung.
Tetapi dalam UU No. 37 Tahun 2004 UU Kepailitan dan PKPU
sebenarnya tidak ada diatur tentang upaya hukum secara banding. Hal ini
menunjukan bahwa berdasarkan dari UU No. 37 Tahun 2004, terhadap suatu
perkara kepailitan tidak dapat diajukan suatu banding tetapi langsung mengajukan
kasasi ke Makamah Agung. Dalam Pasal 11 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur
1.Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit, adalah kasasi ke Makamah Agung.
2. Permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan dalam
jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari tentang sejak tanggal putusan yang
Dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkannya pada Panitera
Pengadilan yang telah memutuskan permohonan pernyataan pailit.
3.Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, selain dapat diajukan
oleh Debitor dan Kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat
pertama, juga dapat diajukan oleh kreditor lain yang bukan merupakan pihak
pada persidangan tingkat pertama yang tiodak puas terhadap putusan atas
permohonan pernyataan pailit.
4.Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tulis yang
ditandatangani Panitea dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan
pendaftaran.
Mengenai permohonan kasasi terdapat dalam pasal 12 yang mengatakan
bahwa Pemohon kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera Pengadilan memori
kasasi pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan. Panitera wajib mengirimkan
permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada
pihak temohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan kasasi
didaftarkan.
Termohon kassasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada
menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan panitera
Pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi
paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterima. Panitera wajib
menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi
beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Makamah Agung paling lambat
14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima.
Tercantumkan dalm pasal Pasal 13 yang menetukan bahwa Makamah
Agung harus mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang paling
lamat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah
Agung. Sidang Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah
Agung.
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lambat 60 (enam
puluh) hari setelah tanggal permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3
yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan
tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk aman. Dalam hal terdapat
perbedaan pendapat antara anggota dengan ketua majelis maka perbedaan
pendapat tersebut wajib dimuat dalam putusan kasasi.
Panitera pada Makamah agung wajib menyampaikan salinan putusan
kasasi kepada Panitera pada Pengadilanh Niaga paling lambat 3 (tiga) hari setelah
tanggal putusan atas permohonan kasasi diucapkan. Jurusita Pengadilan waji
menyampaikan salinan putusan kasasi diucapkan. Jurusita menyampaikan salinan
Demikian halnya UU No. 2 Tahun 1986 yang telah diubah dengan UU
No.8 Tahun 2004 Tentang peradilan umum, dalam pasal 8 dinyatakan secara tegas
“Di lingkungan Peradilan Umum dapat diadakan Pengkasusan yang di atur
dengan Undang-undang.
Undang-undang memberikan ruang untuk terbentuknya Pengadilan khusus
yang berada dibawah lingkungan peradilan Umum dengan syarat bahwa
pembentukan pengadilan khusus tersebut ditetapkan melalui UU. Pembentukan
Pengadilan Niaga ini menunjukan bahwa sejarah peradilan di indonesia telah
mengalami peningkatan yang cukup berarti. Dari segi struktur organisasi,
kedudukan Pengadilan Niaga merupakan bagian khusus didalam Peradilan
Umum.21
Tujuan utama dibentuknya Pengadilan Niaga ini adalah agar dapat
menjadi sarana hukum bagi penyelesaian hutang piutang diantara pihak yaitu
debitur dan kreditur secara cepat, adil, terbuka, dan efektif, sehingga dengan
demikian dapat meningkatkan penyelenggaraan kegiatan usaha dan kehidupan
prekonomian pada umunya. Selain itu sebagai upaya untuk mengembalikan
kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang piutang swasta22
21
Sunarmi, Hukum Kepailitan (edisi 2), Jakarata: softmedia, 2010,hlm 21.
22
Ibid, hlm.229
, hal
ini merupakan salah satu positif dalam hal memperbaiki carut-marutnya UU
Akibat desakan International Monetery Fund (IMF) karena peraturan kepailitan yang merupakan warisan pemerintahan kolonial Belanda selama ini
kurang memadai dan kurang memenuhi tuntutan zaman.23
1. Kurator melakukan pemberesan harta pailis
D. Putusan Pailit
Putusan Pailit adalah adjucation order yaitu putusan pengadilan yang
menyatakan bahwa seorang debitur telah dinyatakan pailit sehingga penguasaan
dan pemberesan harta debitur diserahkan kepada kurator untuk kepentingan para
kreditur. Tindakan-tindakan hukum yang dapat dilakukan setelah adanya putusan
pernyataan pailit adalah sebagai berikut :
2. Hakim Pengawas mengawasi tindakan Kurator
3. Dilakukan rapat Vertifikasi (pencocokan hitang piutang)
4. Dilakukan rapat kreditor
5. Atas usulan hakim pengawas, permintaan kurator dan permintaan
kreditor,Pengadilan dapat memerintahkan supaya debitor pilit ditahan
dibawah pengwasan Jaksa yang ditunjukan oleh hakim pengawas.
(Pasal 93).
Pernyatan putusan pailit harus dikabulkan apabila ternyata terdapat suatu
fakta ataupun keadaan yang telah terbukti secara sederhana bahwa persyaratan
untuk dapat dinyatakan pailit telah dapat terpenuhi. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan fakta atau keadaan yang telah terbukti secara sederhana adalah adanya dua
atau lebih Kreditor dan adanya fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak/tidak
23
dapat dibayarkan, sedangkan besarnya utang yang dimiliki oleh pemohon pailit
dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhnya putusan pernyataan pailit.
Dalam putusan permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada
Pengadilan Niaga harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Putusan atas permohonan pernyataan
pailit wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan wajib memuat
secara lengkap dan jelas atas pertimbangan hukum yang mendasari putusan
tersebut serta memuat pula :24
1. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau
sumber hukum yang tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili: dan
2. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau
ketua majelis
24
Jono,Hukum Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika 2010,Ed. 1 Cet.2 hal91.
.
Terkait dengan hal tersebut, selanjutnya diatur bahwa salinan putusan
Pengadilan tersebut wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat
kepada