TRAUMA PERIORBITAL DAN INTRAORBITAL DAN
REKONSTRUKSINYA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi
Oleh :
HANIFA MARYANI AHMAD NIM : 070600179
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2010
Hanifa Maryani Ahmad
Trauma Periorbital dan Intraorbita dan Rekonstruksinya
viii + 36 halaman
Mata merupakan bagian yang penting dari wajah dan merupakan daerah yang rentan
terkena trauma. Trauma yang terjadi dapat berupa trauma berturan atau trauma tembus
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Sang Mahahati dan Sang Maha segalanya,
sehingga skripsi ini dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat.
1. Suprapti Arnus,drg.,Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM, selaku pembimbing akademik dan kepala
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga
memberikan pengarahan kepada penulis sejak awal semester kuliah di FKG USU.
3. Seluruh staf pengajar FKG USU khususnya di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial yang telah memberikan ilmu dan bimbingan di bidang kedokteran
gigi,semoga Allah memberikan pahala yang tidak terputus.
4. Rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga kepada kedua orangtua penulis,
Drs.Ahmad Hasaf dan dr. Irma Yanie Basuddin atas semua dukungan yang tiada henti,
doa yang selalu terucap disetiap ucapannya, inspirasi terbaik dalam hidup penulis dan
semua pengorbanan yang telah dilakukan dan hanya Allah saja yang dapat
5. Keluarga terdekat penulis, Hj. Nurrahmah Yus, dr. Meilindawaty Basuddin Sp.Pd, drg.
Erna Sulistyawati Basuddin Sp.Ort yang menjadi wali, selalu menjaga, memberikan
dukungan dan juga nasihat kepada penulis
6. Kakak dan adik penulis drg. Afini Putri Luthfianty, Avina hendarti, Amanda, Chairul
Huda Ahmad, Imam Ghazali, Rizki Akbar dan Fauzi yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
7. Teman penulis Frida, Gaby, Tasha, Winda, Dessy, Pascale, Tania, Ami, Ali, Herry, Kak
Citra, yang ikut membantu dan memberi semangat kepada penulis.
8. Teman-teman yang mengambil skripsi dibagian Bedah Mulut dan Maksilofasial,
teman-teman angkatan 2007, dan orang-orang tak terduga yang selalu memberikan semangat
yang tidak dapat disebutkan semuanya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan,12 Januari 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
2.2Anatomi Pembedahan ……….….... 6
BAB 3 : INJURI PADA MATA 3.1Injuri Pada Jaringan Lunak Mata ………..……...… 9
3.1.1 Laserasi Kelopak Mata ……….... 10
3.1.2 Perdarahan Subkonjungtiva ………...……….. 11
3.1.3 Laserasi Kornea ………..………. 11
3.1.4 Ptosis ………...…. 12
3.1.5 Hifema ……….. 13
3.1.6 Perdarahan Retina dan Detachment ………. 14
3.1.7 Optik Atrofi ……….. 15
3.2Injuri Pada Orbita ………... 16
3.2.1 Enoftalmus…….………... 16
3.2.2 Hipoglobus ………...……… 17
3.2.3 Orbital Distopia ……… 18
BAB 4 : REKONSTRUKSI 4.1 Persiapan dan Pelaksanaan Bedah ………...……….. 20
4.1.1 Pemeriksaan Klinis ………...……….. 20
4.2 Rekonstruksi Pada Jaringan Lunak Mata
4.2.1 Laserasi Kelopak Mata ………...……. 22
4.2.2 Perdarahan Subkonjungtiva ………...……….. 23
4.2.3 Laserasi Kornea ………..………. 24
4.2.4 Ptosis ……… 24
4.2.5 Hifema ……….. 24
4.2.6 Perdarahan Retina dan Detachment ………... 25
4.2.7 Atrofi Optik ……….……….… 26
4.3 Rekonstruksi Pada Orbita ……….. 30
4.4 Komplikasi ………...…….. 31
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penampang dari mata ………...………….. 3
Gambar 2. Struktur Periorbita ……….. 4
Gambar 3. Struktur Mata ………...……….. 6
Gambar 4. Struktur Rongga Orbita ……….………. 7
Gambar 5. Tulang Orbita ………...……….. 8
Gambar 6. Laserasi pada kelopak mata bawah ………..…… 10
Gambar 7. Laserasi kelopak mata atas diikuti dengan mata kehitaman ……… 10
Gambar 8. Perdarahan Subkonjungtiva ………... 11
Gambar 9. Laserasi Kornea ………...……… 12
Gambar 10. Atas : Lower Lid Ptosis; Bawah: Upper lid Ptosis ………..………… 13
Gambar 11. Kiri : Hifema sebagian ; Kanan : Hifema penuh ………. 14
Gambar 12. Retinal Hemorrhage ………. 14
Gambar 13. Enoftalmus ………...……… 17
Gambar 14. Hipoglobus ………... 17
Gambar 15. Distopia Orbital ………...……….… 18
Gambar 16. Forced Duction Test …………..………..………. 20
Gambar 17. A. Proyeksi Water’s. B. CT ………. 22
Gambar 18. Penjahitan lapis demi lapis ………...……… 23
Gambar 19. Skleral Buckle. ………. 25
Gambar 21. a. Insisi subciliary; b. Insisi kelopak mata bawah; c. Insisi infraorbital ……….. 27
Gambar 22. A. Insisi infraorbital. B. Kerusakan dan orbital dasar terlihat ………...…. 28
Gambar 23. Penempatan Dacron-Silastic sheet ………...… 28
Gambar 24. a. Kerusakan dasar orbital; b. Bone graft ………. 29
BAB 1
PENDAHULUAN
Mata merupakan bagian yang penting dari wajah, dimana mempunyai hubungan
simetrikal yang harmonis yang membentuk suatu gambaran pertama saat kita melihat seseorang.1
Mata sangat rentan terhadap trauma. Jika cedera yang terjadi pada mata tidak ditangani lebih
lanjut maka dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Trauma dapat terjadi pada jaringan pinggiran mata (periorbita) dan juga dapat terjadi
pada daerah orbita. Trauma pada orbita sangat mungkin mengakibatkan seseorang itu menjadi
buta dan juga mengganggu sistem nervus dari wajah.2 Trauma yang terjadi juga dapat
mengakibatkan fraktur pada orbital.
Trauma pada mata dapat merusak tulang muka dan jaringan lunak sekitarnya.3 Umumnya
yang terjadi pada mata adalah cedera benturan dan cedera perforasi (tembus).4 Cedera benturan
dapat berupa pukulan atau terkena benda tumpul. Sedangkan cedera perforasi merupakan
masuknya benda-benda asing ke dalam mata yang dapat menyebabkan bengkak ataupun
perdarahan pada mata. Benda asing yang masuk ke dalam mata, selain susah untuk diambil,
mereka juga dapat membuat komplikasi pada mata jika dibiarkan terlalu lama, seperti selulitis
orbital, abses orbital, cedera saraf mata dan lain-lain.5.
Sebagai dokter gigi sebaiknya kita dapat memahami tentang antomi,fungsi dan trauma
yang terjadi pada mata karena berkaitan erat dengan daerah maksilofasial. Sehingga kedepannya
kita dapat mengetahui tindakan penanganan yang sesuai. Karena itu saya tertarik untuk menulis
skripsi saya tentang trauma mata, kemungkinan perawatannya dan komplikasi-komplikasi yang
BAB II
ANATOMI
Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,
sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini
akan dijelaskan tentang anatomi tersebut.
2.1 Anatomi Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar
ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan
(3) retina. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat
berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan
paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di
sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut,
Gambar 1: Penampang dari mata. Anonymous. Mengenal
dan merawat mata.
Rongga mata (orbital) bertujuan untuk melindungi bola mata. Bentuk rongga mata adalah
piramida empat sisi yang ujungnya berada di foramen optikal.6 terdapat tujuh tulang yang ikut
membentuk formasi tulang orbital ini yaitu : maksilari, zigoma, frontal, ethmoidal, lakrima,
palatin, dan sfenoid. Tulang-tulang ini membentuk soket untuk bola mata yang memberi tempat
untuk masuknya otot-otot mata dan berasosiasi sangat dekat dengan sinus sekitarnya dan fosa
kranial. Banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramina, fisura dan kanal dari tulang
orbital. 6 Rongga mata juga terdapat kelenjar air mata yang terletak
Periorbita adalah membran periosteal yang menutupi tulang orbital. Pada ujung orbital,
periorbita bersatu dengan durameter menutupi saraf optik. Pada bagian depan, periorbita
menyambung dengan septum orbital dan periosteum dari tulang fasial. Garis persatuan dari
Kelopak mata berfungsi juga untuk melindungi mata serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.9,17 Kulit dari kelopak mata bagian
atas sangatlah tipis sedangkan pada bagian bawah lebih tebal. Kelopak mata terdiri lempengan
tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi
konjungtiva. Kelopak mata ditutup oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli. 7,8
Gambar 2 : Struktur Periorbita. Knoop KJ, Dennis WR.
Eye trauma.In Harwood-Nuss Clinical Practice of
Emergency Medicine. Lippincott Williams and Wilkins.2005: 945
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat
membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata
seperti bulu mata atau lensa kontak, agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama
dengan kelenjar lakrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar kornea tidak
kering.9
Terdapat enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus sementara dua yang lain
adalah oblik. Otot lurus terdiri dari otot rektus mata superior, inferior, medial dan lateral.
adalah otot inferior dan superior. Otot oblik superior menggerakkan mata ke bawah dan ke sisi
luar, sementara otot oblik inferior menggerakkan mata ke atas dan juga ke sisi luar.7
Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Dinding bola mata terditi atas
sklera dan kornea. Isi bola mata terdiri atas uvea, retina dan lensa.9
Sklera membentuk putih mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela
membran bening yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta
membantu mempertahankan bentuk biji mata. Kornea melindungi struktur halus yang berada di
belakangnya serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung
pembuluh darah. 7
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut
perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola
mata. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan
akomodasi.9
Iris memiliki celah ditengahnya yang disebut dengan pupil, yang berfungsi sebagai tirai
yang melindungi retina serta mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke mata.7
Lensa adalah organ fokus utama yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul
dari benda-benda yang dilihat menjadi bayangan yang jelas pada mata. 7
Pupil adalah bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris
dimana cahaya masuk melaluinya untuk mencapai retina. Pupil yang normal akan berkonstriksi
jika terkena cahaya. 7 Pupil midriasis adalah keadaan pupil yang berdilatasi lebih dari 5mm, biasa
Namun bila trauma mengakibatkan radang pada uvea anterior maka pupil akan berkonstriksi
lebih kecil dari 2mm atau pupil miosis.27
Fungsi mata adalah sebagai indera penglihatan dimana mata menerima rangsang cahaya
pada retina kemudian dihantarkan ke otak dengan perantara serabut-serabut nervus optikus.7
Gambar 3 : Struktur Mata. Anonymous.
Structure of the eye.<http://ghazwaaldoori.com
/structure ofeye.aspx> ( 23 Desember 2010)
2.2 Anatomi pembedahan
Surgical anatomy atau anatomi pembedahan adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur
anatomi dan hubungannya yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses yang optimal terhadap
daerah operasi yang partikular.10
Dinding medial dari orbit terletak paralel dengan anteroposterior axis dari dinding lateral.
Pada bagian posterior, terdapat jarak antara dinding lateral dengan atap yaitu fisura orbital
superior yang akan menuntun kedalam fosa kranial tengah. Dinding medial memanjang dari
anterior lacrimal crest ke tulang lakrimal dan orbital plate dari ethmoid. Semakin ke posterior
pada dinding medial akan didapat sfenoid yang tebal yang membungkus saraf optik. Penjajaran
tulang dengan kepadatan yang berbeda sepanjang dinding orbita medial akan melindungi
Tulang frontal (atap orbital) berada pada dataran horizontal dan memisahkan orbit dari
fosa kranial anterior. Fraktur pada atap orbital dapat menyebabkan enoftalmus tergantung pada
arah pergeseran.
Anatomi dari dasar orbital adalah rumit dan sangat penting secara bedah. Bentuknya
adalah konkaf dari posterior ke orbital rim dan berubah menjadi konvex tepat dibelakang bola
mata. Tulang dari dasar orbital adalah paling tipis di daerah groove infraorbital. Pada kanal
infraorbital terdapat nervus infraorbital yang keluar dari dasar orbital dan berada pada sinus
maksila. Bagian anteromedial dari dasar orbital berada di daerah sinus maksilaris dan merupakan
tempat yang sering terjadi orbital blow-out. Gangguan pada bagian latero posterior dari dasar
orbital memungkinkan jaringan lemak periorbital keluar ke fosa pterigopalatina. Bila tidak
segera ditanggulangi sesaat terjadi injuri akan menjadi penyebab dari enoftalmus. 1
Gambar 4 : Struktur Rongga Orbita. Anonymous. Orbital
cavity anatomy.
Orbital rim terdiri dari 4 sisi lengkung yang berasal dari tulang frontal, maksila dan
zigoma, dan merupakan bagian yang paling resisten terhadap trauma. Orbital rim berfungsi
sebagai pedoman terhadap beberapa struktur anatomi intraorbital. Fisura inferior harus didiseksi,
memisahkan isi orbital dari nervus infraorbital dan fosa pterigopalatina.
Suplai darah pada retina berasal dari arteri retina sentral. Beberapa pembuluh darah siliari
mengelilingi saraf optik pada tempat masuknya, berada pada daerah luar dural menutupi lapisan
koroid untuk membentuk pleksus kapiler dibawah retina.
Gambar 5 : Tulang orbita. O’rahilly, Muller, Carpenter, Swenson. Basic Human Anatomy
BAB III
INJURI PADA MATA
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak mata dan jaringan lemak retrobular, mata masih sering mendapat trauma dari luar.17
Trauma yang terjadi pada daerah sekitar muka biasanya juga akan mengakibatkan injuri pada
jaringan lunak, gigi, tulang maksila, mandibula, zigoma, struktur supraorbital dan juga mata.11
Banyak jenis injuri yang terjadi pada mata dan beberapa diantaranya adalah kelanjutan dari injuri
sebelumnya. Ada beberapa trauma yang dapat terjadi pada daerah mata yaitu trauma tumpul,
trauma tembus bola mata, trauma kimia dan trauma radiasi.17 Trauma yang terjadi dapat
menyebabkan fraktur tulang orbita sehingga dapat menyebabkan injuri pada bola mata. Injuri
mata karena trauma dapat mengenai jaringan lunaknya dan mengenai orbita. Beberapa kasus
yang sering terjadi pada trauma maksilofasial dan juga mengenai mata akan dijelaskan dibawah
ini.
3.1 Injuri pada jaringan lunak
Trauma yang terjadi pada mata dapat menyebabkan injuri pada mata yang mengenai
jaringan lunak mata. Trauma tumpul dapat berupa benturan ataupun pukulan dimana mata akan
mengalami bengkak dan kehitaman dan juga diikuti injuri lain yang mungkin terjadi akibat
trauma yang terjadi. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa injuri pada jaringan lunak mata yang
3.1.1 Laserasi Kelopak Mata
Trauma cedera kelopak mata merupakan kejadian yang banyak terjadi, mengingat
longgarnya jaringan ikat subkutan pada daerah ini.18
Laserasi kelopak mata adalah sobeknya kelopak mata yang diakibatkan karena trauma
dan biasanya diikuti dengan mata yang bengkak dan kehitaman.15 Kelopak mata yang robek
dapat terjadi pada kelopak mata atas ataupun bawah dan juga bagian luar dan dalam. Pada
trauma kelopak mata diperlukan pemeriksaan yang teliti mengenai luas dan dalamnya luka.18
Gambar 6 : Laserasi pada kelopak mata
bawah. Anonymous. Opthalmic plastic
surgery.
3.1.2 Perdarahan Subkonjungtiva
Perdarahan subkonjungtiva merupakan salah satu akibat trauma maksilofasial yang
terjadi pada mata dimana konjungtiva mata akan tampak merah dengan batas tegas yang pada
penekanan tidak akan menghilang atau menipis.18 Perdarahan subkonjungtiva terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah subkonjungtiva seperi arteri subkonjungtiva dan arteri episklera.
Pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi karena trauma tumpul basis kranii.17
Gambar 8 : Perdarahan Subkonjungtiva. Elkinson ME. Subconjuctival hemorrage.
3.1.3 Laserasi Kornea
Laserasi kornea adalah robeknya kornea yang dapat terjadi karena gesekan keras pada
Gambar 9 : Laserasi Kornea. Hom R. Bandage contact lens to the rescue. <http:// www.optometric.com/article.aspx?article=7 1786>(20 Januari 2010)
3.1.4 Ptosis
Ptosis adalah keadaan pada mata dimana kelopak mata menjadi turun. Ptosis adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi otot sekitar mata dan kelopak mata.27 Hal ini terjadi karena
kurangnya komunikasi dari nervus yang dikirim ke reseptor yang mengakibatkan mata sayu
dimana dapat terjadi pada satu atau dua mata. Pada kasus yang parah, kelopak mata dapat
menutupi seluruh pupil sehingga penglihatan pun menjadi terhalang.
Ptosis yang terjadi karena trauma disebabkan oleh injuri pada nervus okulomotor atau
tendon yang menghubungkan otot levator ke kelopak mata. 19,27
Gejala yang mungkin ada adalah kesusahan untuk menutup mata dan mata cepat lelah
saat membaca. Pada kasus yang parah, perlu tangan untuk mengangkat kelopak mata yang turun
Gambar 10 : Atas : Lower Lid Ptosis; Bawah: Upper lid Ptosis. Anonymous. The anopthalmic syndrome.
<http://rlbatesmd.blogspot. com/> (23 Desember 2010)
3.1.5 Hifema
Hifema adalah perdarahan didalam ruang anterior yaitu ruang diantara kornea dan iris.
Hifema dapat terjadi karena trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan
siliar.17,18,20,21
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.17 Penglihatan
pasien terganggu/berkurang dan reaksi pupil akan melemah tergantung pada jumlah darah yang
menutupinya dan tekanan bola mata yang tinggi, dimana bila tidak dikontrol akan menyebabkan
glaukoma.17,18,20
Apabila hifema tidak berkurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata tetap tinggi,
dilakukan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah. Hifema biasanya akan mengalami
penyerapan spontan. Tetapi bila terjadi kesukaran dalam penyerapannya, biasanya pada hifema
Gambar 11 :Kiri : Hifema sebagian ; Kanan : Hifema penuh
3.1.6 Perdarahan Retina dan Detachment
Perdarahan retina terjadi ketika adanya perdarahan abnormal pada pembuluh darah di
retina. 23 Perdarahan yang terjadi bervariasi bisa satu atau beberapa dan berbeda posisi dan
ukurannya.1 Bila perdarahan luas dan berulang maka pembentukan klot akan memberikan efek
permanen pada penglihatan.1
Gambar 12 : Retinal Hemorrhage. Levin AV. Eye findings in shaken baby
syndorome.
Retinal detachment adalah suatu kondisi dimana retina robek atau terlepas dari lapisan
tempatnya berada dan merupakan masalah serius yang juga dapat terjadi akibat trauma. Bila
tidak ditangani dengan segera maka akan berakibat fatal pada penglihatan.24,25 Pasien akan
mengeluh gangguan penglihatan karena adanya selaput yang menutupi pandangan.17,21 Perlu
dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi robekan/putusnya retina.21 Retina akan
terlihat abu-abu dan pembuluh darah yang seperti terputus-putus pada pemeriksaan funduskopi.17
3.1.7 Optik Atrofi
Atrofi Optik atau sering disebut juga optik neuropati traumatik adalah kompresi atau
rusaknya fiber pada saraf optik yang disebabkan oleh trauma tumpul.21,22
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan udema sekitar saraf optik.17 Injuri langsung pada bola mata atau injuri tidak
langsung pada rongga orbita dapat menyebabkan optik atrofi, dimana kerusakan saraf terjadi
karena kenaikan tekanan cairan bola mata.1 Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata,
,adanya defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina, gangguan penglihatan warna
dan daerah pandang.17, 22 Bila pupil mata yang terkena optik atrofi diberi cahaya maka pupil
akan dilatasi yang menunjukkan bahwa terjadi kerusakan saraf sehingga impuls tidak dapat
3.2 Injuri Pada Orbita
Trauma tumpul seperti pukulan dapat menyebabkan fraktur didalam dan sekitar orbit,
bervariasi dari fraktur zigoma simpel sampai ke injuri komplek kraniofasial yang melibatkan
orbital rim dan beberapa dinding orbital.1 Aspek penting pada orbital injuri ini adalah
hubungannya dengan bola mata, jaringan periorbital, kelopak mata, sinus, otak dan badan
lakrimal.1 Injuri pada orbita terjadi karena trauma tumpul pada daerah fasial yang mengenai
bagian orbita sehingga memungkinkan terjadinya fraktur pada dasar orbita.6,11,13,30 Fraktur dasar
orbita yang terisolasi tanpa kerusakan pada rima orbital terbagi menjadi dua tipe yaitu fraktur
blow-out dan fraktur blow-in.30 Fraktur blow-out terjadi pada bagian anterior atau medial dari
dasar orbita sehingga dasar orbita runtuh dan lemak orbita akan keluar ke sinus dibawahnya
sedangkan fraktur blow-in terjadi pada dinding medial atau superior sehingga dasar orbita naik
menekan ke atas.6,14 Berikut ini adalah beberapa injuri dapat yang terjadi pada orbita akibat
trauma dan fraktur pada fasial
3.2.1 Enoftalmus
Enoftalmus umumnya merupakan salah satu komplikasi yang terjadi akibat trauma mata
karena fraktur blow-out, fraktur zigoma ataupun fraktur muka bagian tengah yang melibatkan
orbita.1,26 Enoftalmus akibat trauma ini biasanya diikuti dengan periorbital udema dan diplopia
mata.26
Enoftalmus adalah resesi dari bola mata sehingga masuk ke dalam rongga mata
dikarenakan relasi perubahan isi rongga orbita dan isinya (bola mata dan jaringan lemak).2,26
Pada saat terjadi trauma sebaiknya langsung ditanggulangi, setidaknya menstabilkan
Gambar 13 : Enoftalmus. Anonymous. Orbital
rekonstruksi.Erlanger Health Sistem.1997:8
3.2.2 Hipoglobus
Hipoglobus adalah keadaan dimana posisi bola mata yang turun didalam orbit sehingga
menjadikannya tidak simetris. Hipoglobus juga sering terkait dengan enoftalmus karena bila
terjadi enoftalmus akan diikuti pula dengan hipoglobus.28,29
Gambar 14 : Hipoglobus. Lucarelli M. A
63 year-old woman with enoftalmus.
3.2.3 Distopia Orbital
Distopia orbital adalah perpindahan abnormal dari seluruh rongga orbita dan isinya yang
dapat berubah posisi dalam 3 dataran dimensi. Perubahan pada dataran horizontal disebut orbital
hipertelorism dan pada dataran vertikal disebut distopia orbita vertikal. Kedua orbital distopia ini
pada awalnya adalah akibat kondisi kongenitalnya namun belakangan ini banyak terjadi orbital
distopia karena trauma fasial, tumor tulang fasial, dan penyebab iatrogenik dan idiopatik. Namun
hanya pada trauma fasial yang berkekuatan besar saja yang dapat menyebabkan perpindahan
seluruh rongga orbita ini. 31
BAB IV
REKONSTRUKSI
Beberapa kelainan mata dapat dengan segera terlihat dengan mata telanjang. Sebagian
lagi baru dapat diketahui setelah diperiksa dengan penanganan khusus. Trauma mata yang terjadi
sering terjadi dengan derajat keparahan yang berbeda-beda sehingga untuk mengetahui dengan
pasti kelainan yang ditimbulkan perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat dimulai dengan
meng-anamnese pasien.18,30
Selain anamnese diperlukan juga pemeriksaan subjektif dan objektif.18 Diperlukan
pemeriksaan yang cermat pada daerah wajah bagian atas untuk melihat adanya laserasi dan
udema.30
Tidak semua injuri pada mata memerlukan tindakan operasi, kadang kala hanya
memerlukan teknik penjahitan sederhana ataupun penggunaan obat saja.
Operasi dilakukan jika trauma yang terjadi menyebabkan fraktur zigoma atau fraktur
bagian atas wajah diikuti dengan trauma fasial yang terjadi pada mata, struktur intrakranial dan
4.1 Persiapan Pelaksanaan Bedah 4.1.1 Pemeriksaan Klinis
Pasien dengan trauma fasial akan mengeluh sakit dengan pembengkakan periorbital dan
ekimosis.3,16 Evaluasi yang cermat dilakukan pada daerah fasial dan kepala untuk melihat
tanda-tanda telah terjadinya trauma termasuk laserasi, abrasi, kontusi dan hematoma.11 Ketajaman
penglihatan, pergerakan bola mata, posisi bola mata, dan reaksi pupil terhadap cahaya juga harus
diperiksa dengan cermat.11 Pergerakan bola mata yang abnormal ataupun pergerakan terbatas
pada otot mata mengindikasikan masalah pada sistem saraf akibat fraktur pada orbital.11
Metode yang dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya keterbatasan pergerakan bola
mata adalah traction test atau the forced duction test.3,27 Tes ini dilakukan dengan memberikan
beberap tetes 4% cocaine yang diaplikasikan pada konjungtiva untuk beberapa menit, kemudian
konjungtiva atau limbus dijepit dengan penjepit dan digerak-gerakkan perlahan untuk
membandingkan keterbatasan pergerakan dengan pergerakan mata normal.3 Bila tidak terdapat
tahanan berarti pergerakan yang terganggu diakibatkan otot paresis sedangkan bila ada berarti
tahanan berasal dari tarikan.27
Gambar 16 : Forced duction test. Pasien menunjukkan
pergerakan bola mata ke atas yang terbatas. Fonseca RJ. Oral
and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB
Selain itu, harus dilakukan juga pemeriksaan kesehatan tubuh secara keseluruhan
termasuk diantaranya adalah tekanan darah, denyut nadi dan kecepatan pernafasan.11,16
4.1.2 Pemeriksaan Radiografi
Setelah pemeriksaan yang cermat pada daerah trauma diperlukan pemeriksaan ronsen
foto untuk memberikan informasi tambahan tentang injuri fasial yang terjadi sehingga diagnosa
dan perawatan dapat ditegakkan.1,11 Pada beberapa kasus trauma yang parah, diperlukan
pemeriksaan tulang belakang dan juga leher untuk memastikan apakah terkena trauma atau tidak.
Ronsen foto penting dilakukan untuk memeriksa secara akurat keparahan trauma yang terjadi.
Pemeriksaan ronsen foto juga harus dapat dilihat dari beberapa sudut pandang sehingga akan
memberikan informasi yang akurat juga.11
Computed Tomography digunakan untuk mengevaluasi injuri akibat trauma tumpul
ataupun penetrasi trauma dan juga melihat lokasi jelas jika ada benda asing pada daerah orbital.
CT dapat menvisualisasikan jaringan lunak sekitar mata dengan sangat baik. Selain itu sebagai
tambahan dapat digunakan plain radiography, CT scan 3-D, atau MRI. Dapat pula digunakan
proyeksi Water’s yang bisa memvisualisasikan atap orbital dan dasar orbital dengan jelas yang
Gambar 17 : A.Proyeksi Water’s. Frakturs dasar orbita dengan tanda herniasi dari periorbita inferior dan level udara pada sinus kiri. B. CT. terlihat
penurunan dasar orbital. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB Saunders Company. 1991: 213
4.2 Rekonstruksi pada jaringan lunak mata 4.2.1 Laserasi kelopak mata
Laserasi kelopak mata harus diperiksa secara keseluruhan untuk melihat apakah sistem
lakrimal, urat tendon dan otot levatornya terkena.6 Laserasi kelopak mata harus diperiksa dengan
teliti mengenai luas dan dalamnya luka yang terjadi.18 Antibiotik dan profilaksis tetanus
diberikan sesuai kebutuhan kemudian luka yang ada dibersihkan.6
Laserasi kelopak mata dengan kehilangan jaringan yang sedikit dapat dilakukan
cantholysis lateral sehingga pergerakan kelopak mata secara lateral dapat meningkat.15 Laserasi
kelopak mata dengan kehilangan jaringan yang banyak memerlukan tindakan prosedur operasi
Robekan atau sayatan kedalam kelopak mata harus ditutup selapis demi selapis termasuk
konjungtiva, dataran tarsal, lid margin, otot orbikularis dan kulit.6 Menjahit luka secara
asal-asalan bisa mengakibatkan terjadinya lekukan pada pinggir kelopak mata.4
Gambar 23 : Penjahitan lapis demi lapis. American academy of opthalmology. Types of laceration.<http:// www.gossmanmd.com/goss_articles/Focal%20Points% 20Management%20of%20Eyelid%20Trauma%20Pt%2 0II.pdf> (24 Des 2010)
4.2.2 Perdarahan Subkonjungtiva
Pemeriksaan funduskopi adalah perlu bagi setiap pasien dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma. Pengobatan dini adalah dengan kompres hangat. Perdarahan
4.2.3 Laserasi kornea
Epitel yang terkelupas sebaiknya dilepas. Pasien diberi anastesi lokal untuk mengurangi
rasa sakit.1 Untuk mencegah infeksi bakteri dapat diberikan antibiotika seperti kloramfenikol dan
sulfasetamid tetes mata kemudian untuk mempercepat penyembuhan sebaiknya mata ditutup dan
diperban selama 24 jam.1,17
4.2.4 Ptosis
Pada operasi ptosis, otot levator dieratkan agar dapat menaikkan kelopak mata pada
posisi sebenarnya. Pada kasus ptosis yang parah, otot levator sangat lemah sehingga operasi sling
dilakukan agar fungsi untuk menaikkan kelopak mata diberikan kepada otot dahi.19
Operasi dapat dilakukan dengan anastesi lokal maupun anastesi umum. Dalam pemberian
anastesi ini diperlukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh sehingga mengurangi resiko
operasi.19
4.2.5 Hifema
Pengobatan dapat dilakukan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang
ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulansia dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah
dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma. Bila
hifema tidak hilang sempurna maka pasien sebaiknya dirujuk.17
Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dapat dilakukan pada pasien
dengan tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh yang setelah 5 hari tidak
berkurang.17 Parasentesis dilakukan dengan membuat insisi kornea 2mm dari limbus ke arah
kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya dilakukan penekanan pada bibir luka maka
koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata
4.2.6 Perdarahan Retina dan Detachment
Jika perdarahan tidak hilang maka dapat digunakan terapi laser untuk menghilangkan
pembuluh darah yang rusak pada retina. Namun bila perdarahan yang terjadi karena diabetes atau
hipertensi maka sebaiknya kondisi yang terkait tersebut dapat dikontrol terlebih dahulu
kemudian dapat digunakan terapi laser. Untuk perdarahan yang sudah dangat parah dibutuhkan
tindakan operasi.23
Jika retina sudah terlepas (detach) diperlukan tindakan operasi untuk memperbaikinya.
Pada beberapa kasus digunakan teknik Scleral Buckle dimana plastik silikon ditempatkan pada
bagian luar dari mata sehingga mendorong bagian belakang meta ke retina. Kemudian laser atau
cryopexy digunakan untuk menutup luka robeknya.24,25
Gambar 19 : Skleral Buckle. Anonymous. Retinal detachment repair.
Pada kasus yang lebih parah dapat menggunakan teknik Vitrektomi dimana cairan
Gambar 20 : Teknik Vitrektomi. Anonymous.
Vitrectomy
4.2.7 Atrofi Optik
Perawatan yang dilakukan untuk kasus ini adalah dengan merawat pasien pada waktu
akut dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah pemberian steroid maka perlu
dipertimbangkan untuk pembedahan.17
4.3 Rekontruksi Orbita
Enoftalmus, orbital distopia dan hipoglobus sering terkait satu sama lain dan merupakan
hasil dari terjadinya trauma mata ketika terjadinya benturan seperti pada blow-out fraktur.
Rusaknya rongga orbita (fraktur dasar orbita) memungkinkan terjadinya enoftalmus ini. Atas
dasar inilah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki enoftalmus adalah dengan memperbaiki
rongga orbita itu sendiri dengan tindakan operasi. Sebaiknya operasi dilakukan dalam waktu 2
minggu setelah terjadinya trauma.
merupakan teknik standard untuk pendekatan ke orbital dasar dan juga karena dapat digunakan
kapan pun setelah injuri, walaupun masih terdapat bengkak dan kebiruan.30
Insisi infraorbital dilakukan tepat di atas infraorbital rim. Insisi harus berada di daerah
jaringan kelopak mata bukan jaringan bagian pipi. Fraktur yang terjadi harus dipalpasi untuk
memastikan posisinya kemudian insisi dilakukan di daerah fraktur tadi.30,32 Posisi dari kelenjar
air mata harus diperhatikan saat insisi dilakukan ke arah medial-akhir dari rim.32 Insisi Infraorbital Bawah
Gambar 21 : a. Insisi subsiliari atau blefaroplasti; b. Insisi kelopak mata bawah; c. Insisi infraorbital. Fonseca RJ, Walker RV. Oral and maxillofasial trauma.US.WB Saunders Company. vol 1. 1991: 463-468
Otot orbikularis di diseksi untuk mengakses tepi infraorbital, kemudian jaringan lunak
diretraksi ke atas sehingga periosteum dapat terlihat jelas. Diseksi diteruskan bertahap sampai ke
jaringan subperiosteal untuk memperlihatkan orbital dasar dan isi dari orbital di retraksi ke atas
dengan hati-hati menggunakan copper strip.30 Harus dapat dipastikan bahwa semua jaringan
lemak orbita telah dikeluarkan dari sinus maksila sebelum graft diletakkan. Tekanan dan posisi
Gambar 22 : A. Insisi infraorbital. Tampak insisi yang bertahap B. Kerusakan dan orbital dasar terlihat. Pemasangan retraktor yang mengangkat jaringan. Bowerman J. Surgical repair of upper central face injuri and the orbital floor. In : Keith DA eds. Atlas of oral and
maxillofasial surgery.US..WB Saunders Company 1992: 39-56
Bila kerusakan yang terjadi kecil dan pinggir tulang orbita yang masih lengkap maka
dapat digunakan Dacron-diperkuat dengan Silastic sheet yang dipotong sesuai dengan bentuk
kerusakan dan harus di tempatkan tanpa tekanan didalam tepi infraorbital. 3
Gambar 23 : Penempatan Dacron-Silastic sheet dan dijahitkan pada margin infraorbital dengan pendekatan subciliary. Bowerman J. Surgical repair of upper central face injuri and the orbital floor. In : Keith DA eds. Atlas of oral
Bila kerusakan besar harus diperbaiki dengan bone graft yang diambil dari bagian dalam
dari krista iliaka. Rekontruksi pada tepi infraorbital juga diperlukan, graft yang sesuai juga dapat
digunakan untuk rekonstruksi orbital rim dan dasar orbital secara berkesinambungan dengan
memperluas graft yang diambil dari bagian dalam untuk menyertakan bagian dalam dari krista
iliaka. Bone graft dan lembar Silastic dijahit ke tepi infraorbital. Dapat digunakan prolene atau
jahitan nilon.30
Orbital Distopia
Pada orbital distopia diperlukan tindakan bedah yang signifikan karena tindakan bedah
yang menyangkut tulang. Kranioplasti, osteotomi Le Fort III, osteotomi orbital atau kraniotomi
dapat digunakan tergantung dari tipe fraktur dan luasnya.
Gambar 25 : Ilustrasi daerah operasi orbital dystopia. Nomachi T, Imai K, Yamada A, Fujimoto T, Fuji M, Miyamoto S. Our method of correcting
vertical orbital dystopia.<http://asps.
4.4 Komplikasi
Komplikasi yang dapat disebabkan oleh operasi orbital bisa terjadi saat operasi
berlangsung ataupun setelah operasi.
Berkurang atau hilangnya penglihatan merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
akibat daya tarik berlebih pada bola mata dan nervus optik, perdarahan, atau kontusi nervus optik
yang akan menyebabkan kenaikan tekanan bola mata dan injuri iskemik pada saraf mata.3
Komplikasi lainnya adalah kerusakan otot extraocular, ptosis, neuroparalytic keratopati,
perubahan pada pupil, kerusakan retina (retinal detachment), infeksi, hipoestesia dari kening,
keratitis sicca dan kebocoran cairan cerebrospinal.3
Namun komplikasi dapat dikurangi dengan evaluasi sebelum operasi yang akurat,
memilih pendekatan yang sesuai, mendapatkan penampakan jelas daerah trauma, manipulasi
jaringan dengan hati-hati, menjaga hemostasis tetap stabil dan konsultasi dengan dokter
spesialis.3
KESIMPULAN
Trauma yang mengenai mata baik itu periorbital maupun intraorbital merupakan keadaan
yang gawat darurat jika pasien mengalami penurunan dalam penglihatannya. Trauma dapat
terjadi karena benda tumpul, benda tajam ataupun bahan kimia. Umumnya trauma yang terjadi
pada mata diikuti dengan beberapa komplikasi yang terjadi. Bila pasien terkena trauma pada
wajah seperti habis dipukul maka kemungkinan mata mengalami kehitaman diikuti abses pada
sekitar trauma kadang kala juga akan terlihat enoftalmus, proptosis atau lebih parah akan terjadi
distopia orbital.
Trauma mata yang disebut diatas ditanggulangi dengan operasi mata dimana operasi ini
juga merupakan aspek dari operasi maksilofasial. Operasi harus dilakukan dengan rencana yang
cermat dan hati-hati sehingga hasil yang didapatkan akan baik. Walaupun sebagai dokter gigi
tidak dapat melakukan operasi mata, namun dapat melakukan tindakan kegawatdaruratan untuk
mengurangi penderitaan pasien. Dengan melihat tanda-tanda yang telah dijelaskan, seorang
dokter gigi dapat menyimpulkan apakah telah terjadi fraktur pada daerah maksilofasial dan
menyebabkan komplikasi pada mata atau tidak. Namun diperlukan juga pemeriksaan penunjang
DAFTAR RUJUKAN
1. Stassen LFA, Kerawala CJ. Periorbital trauma and intraorbital trauma and orbital
reconstruction In: Booth PW, Schendel SA, Hausamen J-E eds. Maxillofacial
surgery,Vol 1(2). China. Churchill Livingstone, 2007 :205-222
2. Kontio R. Reconstruction of orbital wall fracture an experimental and clinical study.
Disertasi academic.Helsinki. Dept of Oral and Maxillofacial Surgery,University of
Helsinki.2005: 8-9
3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantur LB. Orbit, eyelids, and lacrimal system. San Fransisco.
American Academy of Opthalmology.2007 : 10-20, 97-121
4. Hollwich F. Ed. Waliban, Hariono B. Oftalmologi : 387-407
5. Lee JA, Lee HY. A Case of retained wooden foreign body in orbit. Department of
Opthalmology. Korean J Opthalmol.2002.Vol 16:114-118.
6. Fonseca RJ. Oral and maxillofacial trauma. Vol 3. United State of America. WB
Saunders Company. 1991: 205-223
7. Pearce EC.. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Alih bahasa: Handoyono SM.
Jakarta. PT Gramedia.2009 :314-324
8. Anonymous. Anatomi mata
9. Afyudin M. Anatomi dan fisiologi mata.
(27 November
2010)
10.Anonymous.
11.Ochs MW, Tucker MR. Management of facial fractures. In : Tucker MR, Ellis E, Hupp
JR eds. Oral and maxillofacial surgery. (5). China. Mosby Elsevier 2008: 493-495
12.Edsel Ing. Laceration, eyelid.
<http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview> (23 November 2010)
13.Bandyopadhyay CTK, Sapru BBL. Management of an isolated blow-out fractures.
MJAFI. 2004; 60: 392-394
14.Rowe NL, Killey HC. Fractures of the facial skeleton. London. E&S
Livingstone.(2).1970 : 308,320
15.Kanski JJ. Clinical ophthalmology. Elsevier.2007 : 847-855
16.Bailey JS, Goldwasser MS. Management of zygomatic complex fractures. In : Miloro M
eds. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery. Vol 1 (2). London. BC
Decker Inc.2004. 445-460
17.Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 1997. 2-13, 266-268
18.Radjamin T, Akmam SM, Marsetio M, dkk. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan
mahasiswa kedokteran. Jakarta. Airlangga. 156-157
19.American society of opthalmic plastic and reconstructitive surgery. Ptosis-eyelid that
drop
20.Bedinghaus T. Hyphema is blood in the eye. About.com vision.
21.Spoor TC. Ophthalmologic trauma In : McSwain NE, Kerstein MD eds. Evaluation and
22.Cleveland Clinic. Optic Atrophy.
Desember 2010)
23.Kitchen REC. Understanding retinal hemorrhage.
Desember 2010)
24.Garodia V. Retinal detachment. Visitech.
25.Canadian Sociece Opthamologist. Retinal
detachment
26.Chung CF, Lai JSM. Enophthalmos caused by an orbital venous malformation.
Hongkong Med J 2009; 15: 299-300
27.Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Balai penerbit FKUI. Jakarta.2008; 30-2,53,263-4,268-9
28.Kayhanian H, Craig HB, Rose g, Lund VJ. Spontaneous silent syndrome (imploding
antrum syndrome), case series of 16 patients.
(24 Desember 2010)
29.Illner A, Davidson HC, Harnsberger HR, Hoffman J. The silent sinus syndrome, clinical
and radiographic finding. AJR 2002; 178:503-506
30.Bowerman J. Surgical repair of upper central face injury and the orbital floor. In : Keith
31.Thaller SR, Bradley JP, Garri JI. Craniofacial Surgery.
2010)
32.Fonseca RJ, Walker RV. Oral and maxillofacial trauma.US.WB Saunders Company. vol