• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Tentang Sertifkat Deposito Sebagai Surat Berharga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aspek Hukum Tentang Sertifkat Deposito Sebagai Surat Berharga"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFKAT DEPOSITO

SEBAGAI SURAT BERHARGA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANDREAS RAJAGUKGUK NIM : 070200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFKAT DEPOSITO

SEBAGAI SURAT BERHARGA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANDREAS RAJAGUKGUK NIM : 070200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP: 19660303198508101

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum NIP. 196204211988031004 NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

ABSTRAK

Seperti diketahui di zaman modern ini masyarakat pada umumnya masyarakat tidak selalu membawa uang dengan jumlah yang besar, karena selain demi keamanan akan tetapi juga untuk kepraktisan dalam melakukan kegiatan transaksi dimanapun dan kapanpun. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi, maka lembaga keuangan baik perbankan maupun yang bukan perbankan menyediakan berbagai macam surat berharga yang salah satu diantaranya adalah sertifikat deposito sebagai alternatif pembayaran dalam suatu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Namun masih banyak orang yang belum memahami dengan benar penggunaan dari sertifikat deposito ini, untuk itu perlu dikaji aspek hukum dari serifikat deposito sehingga dapat menghindari penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Adapun yang menjadi permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu:

pertama, bagaimana Pertanggungjawaban Pihak-pihak yang Terkait dalam

Penggunaan Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga? Kedua, bagaimana bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan? Ketiga, bagaimana kedudukan sertifikat deposito dapat dikatakan sebagai salah satu surat berharga?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang berlaku. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kemudian KUHD dan beberapa penelitian, buku, majalah serta makalah yang membahas tentang permasalahan yang sejenis.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih

Karunia-Nya, penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap

penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan

Hukum Perdata Dagang di Fakultas Hukum Universitas ini, karena tanpa

pertolongan-Nya penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini, tetapi oleh karena

hikmat yang diberikan-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan semuanya

dengan baik.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini

adalah “ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI

SURAT BERHARGA”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari

dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan sangat berterima

kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini

ke depan dan terlebih-lebih kepada penulis sendiri.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

(5)

3. Bapak Syarifuddin, SH, MH, DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak M. Husni, SH, MS., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS., sebagai Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang

juga telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, MH., selaku Dosen Wali penulis selama

mengikuti masa perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu

pengetahuan beserta seluruh Staf Pegawai yang turut mendukung segala

urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama perkuliahan.

10.Orang tua penulis : Ayahanda tersayang A. Rajagukguk love u daddy,

dan Ibunda yang hebar luar biasa R. Br Nainggolan, love u so much mom,

yang telah memberikan segenap kasih sayang dan perhatian, doa, bimbingan

yang tulus, kerja keras serta perjuangan untuk mencukupi segala kebutuhan

penulis, hingga penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum, hanya ucapan

(6)

11.Buat adekku yang tersayang Rifka Sodang Margaretha Rajagukguk,

atas motivasi dan dukungan selama ini dan semua yang telah diberikan kepada

penulis.

12.Keluarga Besar Rajagukguk dan Nainggolan, yang tak bisa dituliskan satu

persatu, atas bantuan, doa dan dukungan kepada penulis.

13.Buat mereka yang spesial dan sangat berarti dalam hidup penulis, atas Cinta

dan Kasih Sayang yang diberikan setulus hati, membantu perkuliahan penulis

dan memberikan semangat serta doa bagi penulis dari awal perkuliahan

sampai penyelesaian skripsi ini.

14.Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

15.Keluarga Besar Civitas Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Medan

khususnya Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

16.Sahabat-sahabat terbaik penulis dari Semester I sampai sekarang, Oloan Siregar,

Ivan Marpaung, Putra F. Siregar, Nimrot Sihombing.

17.Teman-teman satu kost : terkasih Bang Ade F.D. Sinaga, Tondy E. Sianturi

dan Chandra Y. Simatupang (CeNeR).

18.Rekan-rekan dalam Hutur-hutur Group, atas kebersamaan, semua celoteh,

tukar pikiran, canda dan tawa. One song One Dorguk, Ho do na manggoyang,

(7)

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

yang membacanya, meskipun penulis menyadari kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini.

Medan, Agustus 2011

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 14

D. Tinjauan Kepustakaan ... 15

E. Keaslian Penulisan ... 20

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT BERHARGA ... 23

A. Pengertian Surat Berharga... 23

B. Dasar Hukum dan Ketentuan Tentang Surat Berharga... ... 33

C. Klausula Surat Berharga ... 38

D. Legitimasi Surat Berharga... 39

E. Upaya Tangkisan Surat Berharga ... 41

BAB III : URAIAN TEORITIS TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO... 45

A. Pengertian Sertifikat Deposito ... 45

B. Dasar Hukum dan Ketentuan Tentang Sertifikat Deposito ... 49

(9)

BAB IV : ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO

SEBAGAI SURAT BERHARGA... 53

A. Pertanggungjawaban Pihak-pihak Yang Terkait Dalam Penggunaan Sertifikat Deposito ... 53

B. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Dengan Jaminan Sertifikat Deposito ... 61

C. Kedudukan Sertifikat Deposito Dikatakan Sebagai Surat Berharga . 77

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan... 80

B. Saran ... 81

(10)

ABSTRAK

Seperti diketahui di zaman modern ini masyarakat pada umumnya masyarakat tidak selalu membawa uang dengan jumlah yang besar, karena selain demi keamanan akan tetapi juga untuk kepraktisan dalam melakukan kegiatan transaksi dimanapun dan kapanpun. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi, maka lembaga keuangan baik perbankan maupun yang bukan perbankan menyediakan berbagai macam surat berharga yang salah satu diantaranya adalah sertifikat deposito sebagai alternatif pembayaran dalam suatu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Namun masih banyak orang yang belum memahami dengan benar penggunaan dari sertifikat deposito ini, untuk itu perlu dikaji aspek hukum dari serifikat deposito sehingga dapat menghindari penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Adapun yang menjadi permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu:

pertama, bagaimana Pertanggungjawaban Pihak-pihak yang Terkait dalam

Penggunaan Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga? Kedua, bagaimana bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan? Ketiga, bagaimana kedudukan sertifikat deposito dapat dikatakan sebagai salah satu surat berharga?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang berlaku. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kemudian KUHD dan beberapa penelitian, buku, majalah serta makalah yang membahas tentang permasalahan yang sejenis.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan bank dalam bidang perekonomian sudah menjadi kebutuhan

yang sulit dihindari, karena bank sudah menyentuh kebutuhan setiap orang dan

seluruh lapisan masyarakat. Bagi masyarakat umum, bank adalah tempat atau

sarana berinvestasi yang paling mudah dan sudah dikenal sejak lama. Bank

memiliki produk baik berupa sarana investasi maupun sebagai perantara transaksi.

Dengan menyimpan dana masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk

kredit, bank telah menjembatani pihak-pihak yang kelebihan dan membutuhkan

dana. Maka dengan apa yang dilakukan tersebut, bank disebut sebagai lembaga

yang menjalankan fungsi intermediasi yaitu sebagai perantara transaksi antara

para pihak.

Sebagai lembaga perantara, pihak-pihak yang kelebihan dana baik

perseorangan, badan usaha, yayasan, maupun lembaga pemerintah dapat

menyimpan kelebihan dananya di bank dalam bentuk rekening giro, tabungan,

bahkan dengan instrumen surat berharga yang dikeluarkan oleh bank seperti

deposito berjangka, sertifikat deposito yang dapat digunakan sebagai alat

pembayaran. Dalam dunia perusahaan dan perdagangan, orang menginginkan

segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam lalu lintas

pembayaran. Artinya orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran

berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga sebagai alat

(12)

Sertifikat deposito (certificate of deposits), merupakan salah satu

produk yang dikeluarkan oleh bank sebagai alat atau instrumen surat berharga

yang digunakan untuk melakukan pembayaran dalam suatu transaksi.1

Seperti yang telah dikemukakan di atas, lahirnya surat berharga tidak lain

dimaksudkan untuk meningkatkan dan memudahkan serta mengamankan

transaksi-transaksi dalam dunia perdagangan. Pembayaran dan penyerahan

barang, pada dasarnya dapat berlangsung dengan sederhana dan cepat, bila

transaksinya sendiri berlangsung dengan sederhana. Pembayaran dan penyerahan

barang yang paling sederhana adalah dengan menggunakan uang tunai pada saat

barang yang dibeli diserahkan oleh penjual kepada pembeli.

Cara pembayaran dengan sertifikat deposito dilandasi oleh adanya suatu

perjanjian antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan mengenai

cara pembayaran disepakati dengan menggunakan instrumen surat berharga yaitu

sertifikat deposito.

Seperti diketahui di zaman modern ini masyarakat pada umumnya

masyarakat tidak selalu membawa uang dalam jumlah yang besar, karena selain

untuk keamanan juga faktor kepraktisan dalam melakukan kegiatan transaksi

dimanapun dan kapanpun. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan

kemudahan dan kenyamanan bertransaksi, Lembaga Keuangan Bank

menyediakan produk sertifikat deposito sebagai alternatif pembayaran dalam

suatu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat.

1

(13)

Oleh karena transaksi dagang tidak selamanya seperti yang kita ketahui,

bahkan pada umumnya dilakukan tidak sesederhana apa yang telah dikemukakan,

maka transaksi-transaksi dagang tersebut tidak lagi dilakukan dengan pembayaran

tunai dengan menggunakan uang kartal pada saat penyerahan barangnya, namun

pembayaran itu dilakukan dengan menyerahkan surat-surat berharga kepada pihak

yang seharusnya menerima uang tunai seandainya transaksi dilakukan dengan

sederhana. Bahkan lebih rumit lagi jika para pihak yang terlibat dalam transaksi

berada pada tempat yang berjauhan, bahkan pada negara yang berbeda, karena

pembayaran bukan hanya tidak dapat dilakukan secara langsung dari tangan ke

tangan dengan menggunakan uang kartal, tapi juga harus dilakukan dengan

perantaraan bank.2

Sebaliknya penyerahan barang yang dilakukan dalam transaksi dagang

tidak lagi dilakukan dengan penyerahan barangnya secara langsung, tapi juga

dengan penyerahan dokumen-dokumen yang dapat dipergunakan untuk menerima

barang yang dimaksud. Dengan demikian, akan semakin tampak peranan surat

berharga dalam transaksi dagang. Pembayaran sejumlah uang dengan perantaraan

bank ini tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar, karena kemungkinan

terjadi pembayaran atas harga barang sudah dilakukan, sedangkan barangnya

tidak dapat diserahkan atau paling tidak, barangnya diserahkan tetapi tidak

sebagaimana mestinya. Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa penyerahan barang

telah dilakukan akan tetapi pembayaran belum diterima.

2

(14)

Dewasa ini kegiatan bisnis, baik dalam skala nasional maupun

internasional berkembang begitu pesat dan telah mengarah kepada perdagangan

global, hal ini perlu ditandai dengan terbentuknya area-area perdagangan regional

seperti Pasar Bebas ASEAN yang dikenal dengan ASEAN Free Trade Area

(AFTA), Pasar Bebas dikawasan benua Amerika seperti North America Free

Trade Area (NAFTA), Pasar Bebas Asia Pasifik (APEC), Pasar Tunggal Eropa.

Dari berbagai bentuk pasar tersebut, yang akhirnya akan tercipta pasar

tunggal internasional atau pasar bersama antara negara-negara di dunia memaksa

setiap negara mau tidak mau ikut atau masuk ke dalam sistem tersebut, demikian

juga para pelaku bisnis negara-negara yang bersangkutan mau tidak mau harus

ikut menyesuaikan diri dalam sistem perdagangan tersebut tanpa terkecuali.

Seperti diketahui masih terdapat perbedaan kemampuan di bidang

ekonomi atau teknologi negara-negara di dunia, misalnya masih banyak negara

miskin atau terbelakang (under development), negara sedang berkembang

(developing country), dan negara maju (modern country).3

Namun demikian, kalau dicermati pada dasarnya bukan hal mampu atau

kurang mampu yang dipermasalahkan, tetapi yang penting bagaimana partisipasi

dan kesediaan negara-negara di dunia untuk bekerjasama dengan baik, yang

bersifat saling membantu dan member untung satu sama lain. Terbentuknya

kondisi ini, pada dasarnya setiap negara di dunia telah menyadari akan saling Ketiga kondisi ini telah

menunjukkan seberapa kemampuan atau persiapan yang dimiliki masing-masing

negara.

3

(15)

ketergantungan satu sama lain makin meningkat dan berkembang, karena untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang dan bertambah.

Kebutuhan masyarakat tidak hanya sandang pangan, tetapi kebutuhan teknologi

dan sistem pelayanan serta cara bertransaksi nyang makin aman dan mudah.

Dalam kegiatan transaksi bisnis yang berkembang sedemikian rupa, baik

secara nasional maupun internasional, pelaku bisnis menggunakan berbagai

macam alat bayar. Pada awalnya sistem pembayaran tradisional dilakukan dengan

sistem barter, yaitu transaksi dengan cara pertukaran barang antara para pihak

(penjual dan pembeli), misalnya penjual memiliki barang berupa beras dan

pembeli mempunyai barang berupa kopi, karena mereka saling membutuhkan

barang tersebut, maka mereka mengadakan pertukaran barang.

Kondisi saat itu masih memungkinkan untuk kegiatan barter, karena belum

dikenal alat bayar lainnya berupa uang, namun kemudian kondisi ini mulai

berkembang lebih maju dan diciptakan alat pembayaran yang baru yakni dikenal

adanya mata uang disetiap negara yang merdeka di dunia. Untuk pelaku bisnis

antar warga negara yang sama dapat menggunakan alat bayar berupa mata uang

negara yang bersangkutan, sedangkan pelaku bisnis yang berbeda negara dan

sistem hukum, maka mereka harus memilih mata uang apa.4

Namun dalam praktek bisnis internasional, mata uang yang digunakan

secara internasional dewasa ini adalah Dollar Amerika. Selain alat bayar berupa

uang (money) yang dipergunakan, para pelaku bisnis juga menggunakan bentuk

lain yaitu surat berharga yang dikenal dengan istilah Commercial Paper atau

4

(16)

Negotiable Instrument. Penggunaan surat berharga dalam kegiatan bisnis makin

lama makin berkembang dan hampir semua pelaku bisnis menggunakan alat bayar

tersebut, termasuk kegiatan bisnis sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat umum.

Ada beberapa alasan mengapa surat berharga lebih senang dipergunakan

oleh masyarakat umum dan khususnya para pelaku bisnis, pertama dari aspek

keamanan yakni menggunakan surat berharga lebih aman bila dibandingkan

dengan menggunakan uang, karena :5

1. Tidak semua orang dapat menerbitkan surat berharga, untuk

menerbitkan surat berharga haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu

yang diatur dalam perundang-undangan tentang surat berharga.

2. Tidak semua orang dapat menggunakan surat berharga, karena ada

prosedur tertentu yang harus dilalui oleh pemegang atau pemilik surat

berharga.

3. Kertas atau bahan surat berharga tidak semua badan hukum bebas

begitu saja untuk dapat mencetak atau membuat bentuk surat

berharga, ada prosedur tertentu yang harus dipenuhi.

Kedua, menggunakan surat berharga lebih praktis dibandingkan

menggunakan uang, satu lembar surat berharga dapat bernilai Rp.100.000.000,00

(seratus juta rupiah) atau lebih, sehingga pelaku bisnis tidak pelu membawa uang

tunai cukup selembar surat berharga untuk berbelanja dengan jumlah yang

banyak, sifat praktis sudah merupakan kebutuhan masyarakat modern saat ini

dengan didukung oleh teknologi canggih.

5

Dahlan M.Sutalaksana, Pengembangan dan Prospek Commersial Paper sebagai alternative

(17)

Ketiga, untuk saat ini bagi kalangan tertentu (kalangan bisnis),

berbisnis atau berbelanja menggunakan surat berharga merupakan suatu prestise

tersendiri, kadang-kadang boleh dikatakan lebih bonafit, sehingga tingkat

kepercayaan diri atau kepercayaan orang lain terhadap surat berharga memiliki

nilai lebih.

Keempat, saat ini berbagai fasilitas pendukung yang diadakan oleh

bank atau lembaga keuangan bukan bank dalam penggunaan surat berharga

sangat banyak dan hampir di setiap lokasi pusat perbelanjaan ada,

sehingga mempermudah pemilik surat berharga.

Kelima, saat ini boleh juga disebut menggunakan surat berharga sedang

menjadi mode atau trend, sehingga banyak masyarakat tertentu keranjingan atau

ikut-ikutan menggunakan surat berharga dalam setiap kegiatan bisnis atau

kegiatan lainnya.

Keenam, sebagian surat berharga tidak saja berfungsi sebagai alat bayar

tetapi ini surat berharga sudah menjadi komoditi dalam kegiatan bisnis atau objek

perjanjian. Para pihak yang memiliki surat berharga dapat menjual surat berharga

tersebut dengan sistem diskonto, dengan harapan akan mendapatkan keuntungan,

misalnya jual-beli surat saham atau obligasi, surat berharga komersial

(commercial paper/CP),6

6

Didier Lemaistre, The Development and Prospect of Commercial Paper in Indonesia, journal, Jakarta 3 Nopember 1998.

dan lainnya. Pada dasarnya masih banyak faktor-faktor

lain yang melatarbelakangi mengapa masyarakat lebih senang menggunakan surat

(18)

Kalau kita perhatikan penggunaan surat berharga dalam kegiatan bisnis

makin berkembang dan makin banyak disenangi oleh masyarakat walaupun belum

ada data statistik yang dapat menunjukkan bagaimana perkembangan penggunaan

surat berharga di Indonesia atau dunia internasional, namun dalam praktek bisnis

dapat kita amati dan ketahui sendiri, hal ini merupakan fenomena perkembangan

bisnis yang sehari-hari kita temui.

Karena penggunaan surat berharga didukung dengan perkembangan

bentuk dan sistem pasar tempat berbelanja, kalau dahulu pasar-pasar swalayan

masih berbentuk tradisional, para pedagang dan konsumen belum mengenal surat

berharga. Akan tetapi kini, sistem perdagangan telah menunjang dan menyiapkan

fasilitas untuk berbelanja dengan menggunakan surat berharga, seperti swalayan

modern yang dikenal dengan istilah super market, mall, dan sebagainya.

Dalam dunia usaha dikenal berbagai macam surat berharga. Yaitu surat

yang mempunyai harga, dapat dinilai dengan uang, atau dapat ditukar dengan

barang yang tercantum dalam surat berharga tersebut. Namun surat berharga yang

dimaksud dalam hal ini adalah pengertian yang sangat luas, yang masih perlu

perbedaannya dalam surat berharga dan surat yang mempunyai harga, dan di

antara kedua surat berharga tersebut yang dibicarakan dalam Hukum Dagang

adalah surat berharga.

Demikian juga dari segi bentuk surat berharga, makin lama makin

berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada awalnya kita hanya

mengenal surat berharga berupa cek, wesel, promissory note,7

7

ADC, Gardner Workbook, Commercial Paper, 1991.

(19)

bentuk-bentuk lain seperti bilyet giro, kartu kredit, obligasi, deposito berjangka,

sertifikat deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bahkan ATM (Authomatic

Teller Machine) atau Anjungan Tunai Mandiri, dalam perkembangan terakhir

tidak saja digunakan sebagai alat mengambil uang pada mesin uang, tetapi sudah

dapat digunakan untuk berbelanja pada tempat-tempat tertentu.

Seiring dengan perkembangan bentuk-bentuk surat berharga maka fungsi

surat berharga pun juga semakin berkembang, fungsi surat berharga tidak hanya

sebagai alat dalam pembayaran dalam transaksi bisnis atau kegiatan perdagangan

namun sudah berkembang menjadi alat dalam melakukan investasi atau seperti

layaknya menabung di bank.

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah deposito berjangka dan sertifikat

deposito. Deposito berjangka merupakan produk perbankan yang sudah

dikenal luas oleh masyarakat kita, dimana caranya cukup sederhana yakni

mendepositokan sejumlah uang, dan ketika jatuh tempo kita dapat mencairkan

sekaligus dengan memperoleh bunganya.

Permasalahan baru timbul jika butuh uang secara mendadak untuk

transaksi atau investasi, dan deposito kita belum jatuh tempo, tentu hal tersebut

merupakan suatu kendala. Kita harus menunggu sampai jatuh tempo tempo atau

rela dikenakan pinalti (dalam persentase dari pokok deposito), jika kita terpaksa

harus mencairkan deposito tersebut sebelum waktu jatuh tempo. Bisa mengatasi

(20)

Pada dasarnya sertifikat deposito tidak berbeda dengan deposito berjangka

yang sudah dikenal luas di masyarakat, meskipun terdapat beberapa perbedaan

dalam tata cara penggunaannya.

Mengingat Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila

haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai

dengan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Negara Republik Indonesia alinea IV (keempat),8 oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum sesuai

dengan nilai-nilai Pancasila atau pengakuan dan perlindungan akan harkat dan

martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,

permusyawaratan, serta keadilan sosial.9

Dewasa ini aktivitas bisnis dan perbankan berkembang begitu pesatnya

dan terus merambah ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa.

Kegiatan atau transaksi bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya

mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan dalam suatu negara.

Dalam melakukan aktivitas bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari

hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan

dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat

adanya kegiatan bisnis tersebut, sama halnya dengan penggunaan surat berharga

dalam berbagai kegiatan pada kehidupan sehari-hari. Terutama pada beberapa Nilai-nilai tersebut melahirkan

pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk

individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung

tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama.

8

Pembukaan disebut juga dengan Preambule. 9

(21)

bentuk surat berharga yang belum tentu diketahui atau dimengerti secara umum

oleh masyarakat, sebagai salah satu contohya seperti sertifikat deposito yang

masih dianggap hanya dimanfaatkan oleh kalangan tertentu saja.

Oleh karena itu untuk menghindari berbagai bentuk penyalahgunaan

keadaan tersebut, hendaknya perlu kita ketahui aspek-aspek hukum yang menyangkut

sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk surat berharga. Dengan mengetahui

dan memahami aspek-aspek hukum itu, maka setiap orang dapat semakin

menghargai aturan-aturan hukum dalam dunia bisnis dan perbankan.

Dengan demikian jelas aturan-aturan hukum sangat dibutuhkan dalam

dunia bisnis. Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena :

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan atau perjanjian bisnis itu

membutuhkan sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar janji serta itikad

baik saja.

2. Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat

digunakan, seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya

atau tidak memenuhi janjinya.

Disinilah sangat dibutuhkan peran hukum dalam dunia bisnis dan

perbankan tersebut, untuk itu pemahaman terhadap berbagai aspek hukum seputar

dunia bisnis dan perbankan saat ini dirasakan semakin penting, baik oleh pelaku

bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi hukum maupun pemerintah

sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha dan

perbankan. Hal ini tidak terlepas dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas

bisnis dan perbankan dalam berbagai sektor serta mengglobalnya sistem

(22)

Menurut Ismail Saleh, sektor ekonomi merupakan tulang punggung

kesejehateraan masyarakat dan memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan

teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan suatu bangsa namun tidak dapat

disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada akhirnya menentukan

bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara merata,

bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat

dan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa

kebahagiaan rakyat banyak.10

Oleh karena itu diperlukan peran hukum guna membatasi hal tersebut.

Maka dibuatlah perangkat hukum yang mengatur dibidang bisnis dan perbankan

(peraturan perundang-undangan) imbasnya adalah aspek hukum tersebut harus

diketahui dan dipelajari oleh pelaku bisnis, sehingga bisnisnya berjalan sesuai

dengan koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan

masyarakat luas seperti adanya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Berdasarkan hal di atas sangatlah terlihat bahwa hukum sangat

penting dalam dunia ekonomi atau bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut.

Kemajuan sektor ekonomi ataupun aktivitas bisnis suatu negara tidak akan berarti

kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati

secara merata oleh rakyat. Negara harus menjamin semua itu. Agar tidak ada

terjadi pengusaha kuat menindas pengusaha lemah, yang kaya semakin kaya

yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan

kehidupan masyarakat.

10

(23)

Bagaimanapun juga dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat

serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis

yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang

sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tidak terlepas dari

bidang perbankan yang tentu saja melahirkan masalah serta tantangan baru

karena hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan

yang muncul.

Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, dirasakan perlu untuk

mengadakan penelitian tentang sertifikat deposito. Hasil penelitian akan dituliskan

dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul ”ASPEK HUKUM TENTANG

SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SURAT BERHARGA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada beberapa

pokok masalah yang akan dirumuskan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pihak-pihak yang Terkait dalam

Penggunaan Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang

mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan?

3. Bagaimanakah kedudukan sertifikat deposito dapat dikatakan sebagai

(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini,

antara lain, yaitu :

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban bank terhadap sertifikat deposito

sebagai surat berharga.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang

mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan.

3. Untuk mengetahui kedudukan sertifikat deposito sehingga dikatakan sebagai

salah satu bentuk dari surat berharga.

Manfaat Penulisan ini adalah : 1. Secara Teoretis

Pembahasan masalah dari penulisan skripsi ini akan memberikan

pemahaman dan pendalaman dalam menghadapi pengetahuan tentang

sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk dari surat berharga,

selanjutnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi

dalam kajian mengenai sertifikat deposito dan surat berharga lainnya,

serta untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa Fakultas Hukum.

(25)

bahan perbandingan serta bahan tambahan bagi peneliti yang mengkaji

masalah sejenis.

2. Secara Praktis

Diharapkan agar tulisan ini dapat menjadi masukan bagi para

pembaca, baik dikalangan akademial maupun peneliti yang mengkaji masalah

yang sejenis ke dalam suatu pemahaman yang komprehensif tentang aspek

hukum terhadap sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk dari surat

berharga, dan bagaimana kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai

salah satu bentuk dari surat berharga yang diharapkan dapat menambah

wawasan tentang sertifikat deposito dan surat berharga lainnya.

D. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian secara rinci tentang surat berharga ini tidak ditemukan dalam

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), namun terdapat beberapa

pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut.

Di bawah ini terdapat sejumlah pengertian surat berharga yang lazim

dikemukakan oleh para pakar hukum :

1. Wirjono Projodikoro :

Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).11

2. Abdulkadir Muhammad :

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain.

11

(26)

Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.12

3. Purwosutjipto :

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.13

a) Unsur pertama, surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang. Maksudnya ialah, surat (akta) yang ditandatangani oleh debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa yang tercantum dalam akta itu.

Ada 3 (tiga) unsur yang terkandung di dalam pengertian surat berharga di atas :

b) Unsur kedua, surat berharga sebagai pembawa hak. Yang dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada surat berharga itu. Kalau surat berharga itu hilang atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang.

c) Unsur ketiga, surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan

toonder)". Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan

atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik (dari tangan ke tangan).

4. Emmy Pangaribuan Simanjuntak :

Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.14

5. Heru Supraptomo :

Menyebutkan bahwa suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada.15

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1993.

13

“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta.

14

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, hal 23.

15

(27)

6. Rasjim Wiraatmadja :

Menyebutkan bahwa surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.16

Pengertian lain dari surat berharga adalah surat tanda bukti pembayaran

utang yang dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan selembar surat yang

berisi keterangan berupa perintah atau janji si penerbit kepada siapa saja yang

berhak terhadap surat tersebut.

Fungsi utamanya adalah dapat diperdagangkan atau dialihkan.

Surat berharga atau surat yang berharga juga dapat diartikan sebagai

akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau

ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti

diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.

17

Selanjutnya pengertian dari sertifikat deposito yaitu surat berharga atas

unjuk dalam rupiah yang merupakan surat pengakuan hutang dari bank dan

Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dapat diperjual-belikan dalam

pasar uang.18

1. Giro

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pasal 6 huruf a

menyebutkan bahwa Bank Umum menjalankan usaha yaitu menghimpun dana

dari masyarakat dengan mengeluarkan atau menerbitkan produk simpanan yang

berupa:

2. Deposito Berjangka

16

Siapa saja peminat Surat Berharga, Kompas, 27 Mei 1996, Jakarta. 17

Ibid, hal 14.

18

(28)

3. Sertifikat Deposito

4. Tabungan

5. Dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

Maka berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan,

Sertifikat Deposito merupakan salah satu produk simpanan yang dikeluarkan oleh

Bank Umum dan juga merupakan obyek penelitian yang akan diteliti oleh

penulis.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 1 angka 8

menyebutkan : ”Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk Deposito yang

sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.”

H.M.N Purwosujtipto menyatakan bahwa Sertifikat Deposito merupakan

surat berharga pada seluruh bentuknya, yaitu: “Sertifikat Deposito adalah surat

tanda bukti penerimaan uang kepada-pembawa yang dikeluarkan oleh Bank

atas sejumlah uang yang telah diserahkan pada Bank untuk suatu jangka

waktu tertentu dengan mendapat bunga sebagai imbalannya dan dapat

diperjualbelikan.”19

1. Sertifikat Deposito dapat diperjualbelikan dengan mudah;

Purwosutjipto menambahkan bahwa Sertifikat Deposito memiliki jangka

waktu tertentu serta memiliki keuntungan :

2. Dapat dijadikan untuk kredit Bank;

19

(29)

3. Kerahasiaan terjamin, karena diterbitkan pada-pembawa;

4. Terhadap asal-usul uang pembelian Sertifikat Deposito tidak diadakan

pemungutan fiskal;

5. Pemegang Sertifikat Deposito berhak atas bunga yang dijanjikan dalam

Sertifikat Deposito atau oleh Bank penerbit Sertifikat Deposito;

6. Sertifikat Deposito bebas dari pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak

B.D.R (bunga, deviden, royalti), pajak perseroan.20

Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa Sertifikat Deposito disebut

juga sertifikat bank karena diterbitkan oleh Bank. “Sertifikat Deposito adalah

surat bukti penerimaan atas sejumlah uang yang diserahkan kepada Bank

untuk suatu jangka waktu tertentu dan mendapat bunga sebagai imbalannya.

Sertifikat Deposito diterbitkan atas tunjuk, dapat diperjualbelikan dengan mudah”.21

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pasal 1 angka (8)

memberikan definisi tentang Sertifikat Deposito sebagai berikut: “Sertifikat

Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti

simpanannya dapat dipindahtangankan”.

Abdulkadir Muhammad juga menambahkan bahwa menyimpan uang

dengan Sertifikat Deposito lebih menarik bagi masyarakat menengah ke atas yang

tidak segera bermaksud mencairkannya, karena Bank akan berlomba-lomba untuk

memberikan tingkat suku bunga yang tinggi.

22

20

Ibid, hal. 196-198 21

Abdulkadir Muhammad (2), Op. Cit, hal. 272. 22

(30)

Berdasarkan Pasal 1 angka (8) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa substansi dalam Sertifikat

Deposito dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk simpanan yang juga

diatur dalam pasal 1 ayat (6) yang menyebutkan: “Simpanan adalah dana yang

dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan

dana dalam bentuk giro, deposito, Sertifikat Deposito, tabungan dan atau bentuk

lainnya yang dipersamakan dengan itu”.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dan usaha

penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya

tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan ini penulis

dapat bertangung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini, belum pernah ada

judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan. Dalam hal

mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil

atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada

hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan, baik berupa karya

ilmiah, Surat Edaran Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia,

(31)

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh suatu yang baik dari suatu karya ilmiah, maka harus di

dukung oleh bukti dan fakta atau data yang akurat. Dalam melakukan penulisan

ini, penelitian yang dilakukan prinsipnya bertendansi kepada penelitian

kepustakaan (library research).

Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang

berkenaan dengan bacaan yang berisikan peraturan perundang-undangan,

buku, majalah, makalah seminar yang berhubungan dengan topik yang

dijadikan sebagai landasan guna menguatkan argumentasi di dalam penyusunan

penulisan ini.

G. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulis membagi Skripsi ini dalam beberapa bab dan

tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT BERHARGA

Bab ini menguraikan tentang pengertian surat berharga, dasar hukum

(32)

berharga, legitimasi surat berharga, dan upaya tangkisan surat

berharga.

BAB III : URAIAN TEORITIS TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO

Bab ini menguraikan tentang pengertian sertifikat deposito,

dasar hukum dan ketentuan-ketentuan tentang sertifikat deposito,

dan klausula-klausula yang terdapat pada sertifikat deposito.

BAB IV : ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SURAT BERHARGA

Bab ini menguraikan tentang pertanggungjawaban pihak-pihak yang

terkait dalam penggunaan sertifikat deposito sebagai surat berharga,

bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian dengan jaminan sertifikat

deposito, dan kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai surat

berharga.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang kesimpulan dan

(33)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT BERHARGA

A. Pengertian Surat Berharga

Dalam lalu lintas perniagaan atau perusahaan, selain uang kertas, yang

biasa digunakan dan dikenal dalam kehidupan sehari-hari, orang juga

masih mengenal (khususnya kalangan pebisnis) surat-surat atau akta-akta lain

yang bernilai uang. Surat-surat semacam ini disebut surat perniagaan

(handelspapieren), yang terdiri dari surat berharga (waarde papieren) dan surat

yang berharga (papieren van waarde).

Istilah surat berharga merupakan terjemahan dari bahasa Belanda waarde

papieren. Waarde berarti nilai dan dalam KUHD, waarde diartikan berharga dan

papieren berarti kertas, sehingga waarde papieren berarti kertas berharga.23

Surat berharga atau commercial paper (negotiable instruments)

merupakan alat bayar dalam transaksi perdagangan modern saat ini. Surat

berharga ini digunakan sebagai pengganti uang yang selama ini telah digunakan Disamping istilah waarde papieren diatas, surat berharga saat ini sering juga

disebut negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, dan

commercial papers. Sedangkan surat yang berharga atau surat yang mempunyai

nilai dikenal dengan sebutan papieren van waarde atau juga disebut letter of

value.

23

(34)

sebagai alat tukar dalam perdagangan khususnya oleh kalangan pebisnis atau para

pengusaha. Hal ini disebabkan karena menggunakan surat berharga dianggap

lebih aman, praktis, dan merupakan suatu prestise tersendiri (lebih bonafit),

sedang menjadi mode atau trend , surat berharga sudah menjadi komoditi dalam

kegiatan bisnis atau objek perjanjian, sehingga lebih menguntungkan dan lebih

bervariasi.

Secara yuridis istilah surat berharga dan surat yang berharga sangat

berbeda fungsi dan penggunaannya. Surat berharga diterbitkan untuk alat

pembayaran, sedangkan surat yang berharga hanya sebagai alat bukti bagi orang

yang namanya tertera dalam surat tersebut atau sebagai alat bukti diri bagi

sipemegang atau orang yang menguasai surat tersebut.24

Jadi, surat berharga dapat dijadikan sebagai alat bukti atas suatu tuntutan

terhadap penandatanganan surat tersebut, tuntutan itu dapat dipenuhi dengan

membawa dan menyerahkan alat bukti yakni surat berharga yang dimaksud. Misalnya Ijazah, KTP,

sertifikat, piagam, tabanas dan lain sebagainya.

Pengertian secara autentik tentang surat berharga ini tidak ditemukan

dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang), namun terdapat

beberapa pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut.

Surat berharga atau surat yang berharga adalah akta-akta atau alat-alat bukti

yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang

diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta

tersebut diperlukan untuk menagih.

24

(35)

Secara yuridis surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar).

2. Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjual belikan.

3. Sebagai surat legitimasi (surat bukti hak tagih).

Tujuan dari penerbitan surat-surat berharga adalah adanya hak

mendapatkan pembayaran dan dapat mengalihkan barang. Yang berarti bahwa

dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk mendapatkan

pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah barang

tertentu yang dapat diperjualbelikan.

Di bawah ini terdapat sejumlah pengertian surat berharga yang lazim

dikemukakan oleh para pakar hukum :

a) Wirjono Projodikoro :

Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).25

b) Abdulkadir Muhammad :

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.26

c) Purwosutjipto :

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.27

25

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia. Bandung: Penerbit Sumur Bandung, 1961, hal 13.

26

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT.Aditya Bakti, Bandung, 1993.

27

“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta.

(36)

1) Unsur pertama: surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang. Maksudnya ialah, surat/akta yang ditandatangani oleh debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa yang tercantum dalam akta itu.

2) Unsur kedua: surat berharga sebagai pembawa hak. Yang dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada surat berharga itu. Kalau surat berharga itu hilang atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang.

3) Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu

4) Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan toonder)”. Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik (dari tangan ke tangan). Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata.

d) Emmy Pangaribuan Simanjuntak :

Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.28

Suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada.

e) Heru Supraptomo :

29

Surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.

f) Rasjim Wiraatmadja :

30

28

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, hal 23.

29

Perlu Kehatian-hatian Dalam Membeli Surat Berharga, Kompas, 8 Mei 1996, Jakarta. 30

Siapa saja peminat Surat Berharga, Kompas, 27 Mei 1996, Jakarta.

(37)

Dari pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar hukum di atas dapat

disimpulkan bahwa salah satu ciri utama surat berharga adalah dapat

dipindahtangankan atau dialihkan (negotiable instruments), diperdagangkan atau

diperjualbelikan.

Dengan mendasarkan pada salah satu ciri itu saja, ada beberapa pakar atau

pihak yang berpendapat bahwa surat berharga dimaksud meliputi semua surat atau

instrumen yang dapat diperdagangkan ataupun dapat diperjualbelikan sehingga

mengandung pengertian yang sangat luas.

Pengertian tersebut di samping mencakup aksep, promes, wesel, cek

termasuk pula surat atau instrumen lain yang diatur dalam KUHD yaitu saham,

surat angkut, kuitansi, polis asuransi, persetujuan sewa kapal (charter party),

konosemen, dan delivery order, surat atau instrumen yang diatur di luar KUHD,

yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU),

sertifikat deposito, obligasi, traveller’s cheque bahkan surat atau instrumen

lainnya yaitu bilyet deposito berjangka, buku tabungan, surat angkutan udara dan

bilyet giro.31

Pengertian yang sangat luas ini mencakup semua surat atau instrumen

yang mempunyai nilai uang dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan.

Pengertian tersebut tampaknya berasal dari istilah surat uang berharga (papieren

van waarde). Surat berharga disebut juga Commercial Paper, dan sering juga

disebut dengan negotiale instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan).

31

(38)

Namun, beberapa negotiable instruments tidak harus berupa surat

berharga. Surat berharga mengacu pada suatu jenis benda tertentu yang

dipergunakan sebagai alat membayar hutang. Benda ini pada dasarnya

merupaakan cek, yang ditulis atau ditarik dari rekening yang disimpan pada

suatu lembaga keuangan oleh orang yang menulis cek tersebut. Meskipun sampai

sekarang di negara kita belum memiliki undang-undang tentang surat berharga,

namun dalam KUHD telah diatur jenis-jenis surat atau instrumen yang

berdasarkan ciri-cirinya dikategorikan sebagai surat berharga.

Negotiable instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan) adalah

secarik kertas, yang mempunyai kelengkapan formal tertentu, yang membuktikan

adanya suatu hutang dari seseorang kepada orang lainnya. Jika orang yang

menulis negotiable instruments berjanji untuk membayar langsung hutangnya,

instrumen tersebut disebut note.

Sebaliknya jika orang yang menulis instrumen tersebut memerintahkan

pihak ketiga (misalnya bank) untuk membayar, instrumen tersebut disebut draft.

Tidak seperti perjanjian kontrak untuk membayar hutang, negotiable instruments

dapat dialihkan kepada pihak ketiga dan biasanya bebas dialihkan tanpa ada

kewajiban dari si penerima pembayaran (payee) untuk memenuhi tuntutan

membayar hutang ketika hutang jatuh tempo dari pihak yang mengeluarkan

negotiable instrument pertama kalinya.32

32

“Menimbang Resiko Commercial Paper”, Republika, 13 Januari 1997, Jakarta.

(39)

Hal penting lainnya dari suatu negotiable instrument adalah bahwa jumlah

hutang yang disebut dalam instrumen tersebut tergabung dalam surat hutang

tersebut. Karena penggabungan ini, maka ketika seseorang memberikan

negotiable instrument untuk pembayaran suatu hutang, orang tersebut tidak

berkewajiban membayar hutangnya sampai pembayaran melalui instrumen itu

jatuh tempo. Lebih lanjut negotiable instrument juga mempunyai sifat mudah.

Karena dapat digunakan untuk jumlah berapapun, di atas secarik kertas bahkan

benda lainnya dan dengan mudah disimpan dalam tas yang paling kecil.

Akan tetapi, negotiable instrument tidak selalu dapat diandalkan atau

dipercaya, karena pada dasarnya adalah suatu janji pribadi untuk membayar,

nilainya terbatas pada tanggung jawab keuangan orang atau pihak yang

menulisnya. Jika orang tersebut menghilang atau bangkrut, nilai dari instrumen

tersebut menjadi hilang dan pihak ketiga atau seterusnya yang terlibat didalamnya

akan menderita kerugian.

Makin besar kredibilitas seseorang atau pihak yang mengeluarkan surat

berharga, makin besar pula kepercayaan pada surat berharga tersebut. Solusi

(jalan keluar) atas masalah kemudahan dan keamanan dari surat berharga sebagai

janji untuk membayar dilakukan dengan mengadaptasi negotiable instrument

lainya yaitu yang disebut draft, yang berfungsi sebagai dasar dari sistem cek.

Pada kenyataannya harus diakui bahwa sebenarnya pengertian mengenai

surat berharga (commercial paper) belum memperoleh kesamaan pendapat

(40)

dan mengartikan surat berharga mencakup instrumen-instrumen yang dengan

mudah dapat dialihkan (negotiable instrument) dan instrumen-instrumen yang

sukar untuk dialihkan (non-negotiable instruments).33

1. Abdulkadir Muhammad :

Bahkan di Indonesia, ada yang menterjemahkan surat berharga

(commercial paper) menjadi “surat perniagaan” yang kemudian membedakan

surat perniagaan menjadi 2 (dua) jenis surat perniagaan, yaitu surat berharga dan

surat yang berharga.

Agar bisa dengan mudah membandingkan perbedaan antara surat berharga

dengan surat yang berharga, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian surat

yang berharga (letter of value) yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum

Indonesia :

Surat yang berharga (surat yang mempunyai nilai) adalah surat yang tujuan penerbitannya bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut didalamnya.34

2. Purwosutjipto :

Surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.35

1. Unsur pertama: surat yang berharga sebagai bukti tuntutan utang. Persolan ini sama saja dengan unsur pertama pada surat berharga yakni surat yang membuktikan adanya hak menuntut utang kepada debitur (penandatangan akta). Tetapi hak menuntut utang kepada debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta hilang atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Adanya hak menuntut utang masih bisa dibuktikan dengan alat pembuktian lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain. Dengan demikian, unsur kedua pada surat berharga yang berbunyi “pembawa hak”, dalam surat yang berharga tidak ada.

Adanya 2 (dua) unsur yang terkandung dalam pengertian surat yang berharga, yaitu :

33

Rijanto, “Perlu Waspadai Commercial Paper Yang Jatuh Tempo”, Media Indonesia, 11 Maret 1996.

34

Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal 52. 35

(41)

2. Unsur kedua: surat yang berharga sukar diperjualbelikan. Kalau surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena akta itu dibuat dengan bentuk “kepada pembawa atau kepada pengganti”, maka sebaliknya surat yang berharga mempunyai sifat sukar diperjualbelikan karena sengaja dibuat dalam bentuk yang mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk ini adalah :

a. Atas nama (op naam)

Dalam bentuk ini, nama pemilik akta (kreditur) ditulis dengan jelas dalam akta, tanpa tambahan apa-apa. Akibat adanya bentuk ini adalah, bila akta ini dipindahtangankan kepada orang lain, maka harus mempergunakan sesi (cessie). Peralihan dengan sesi ini sukar, sebab harus dibuat akta khusus (tersendiri) dan harus ditandatangani oleh penyerah sesi (kreditur lama), penerima sesi (kreditur baru), dan debitur asli. Jadi ada tiga tandatangan (pasal 613 ayat 1,2 KUHPerdata).36

b. Tidak kepada pengganti

Apabila penerbit dalam surat itu menggunakan ungkapan “tidak kepada pengganti” atau ungkapan lain yang sejenis, maka surat itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain melainkan dengan cara sesi biasa dengan segala akibatnya. Istilah “tidak kepada pengganti” (niet aan order) ini terdapat pada pasal 110 ayat 2 KUHD untuk wesel dan pasal 191 ayat 2 untuk cek.

c. Bentuk lain

Yang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk tidak dapat diperalihkan kepada orang lain, misalnya: surat titipan sepatu/sandal, karcis kereta api/bioskop, tanda retribusi parkir, dan lain-lain. Termasuk dalam bentuk lain ini adalah surat bukti diri seperti: KTP, Ijazah, SIM, sertifikat, dan lain-lain. Akta ini sekedar untuk memudahkan debitur mengenal krediturnya pada saat prestasi debitur dituntut oleh kreditur.

Zevenbergen memasukkan istilah surat rekta dalam kelompok surat

berharga, sehingga surat berharga menurutnya ada 3 (tiga) jenis, yakni :37

1. Surat rekta;

2. Surat kepada-pengganti;

3. Surat kepada-pembawa.

36

Lihat Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). 37

(42)

Scheltema dan Wiarda membagi surat berharga menjadi 2 (dua) jenis,

yakni :38

1. Surat kepada-pengganti;

2. Surat kepada-pembawa.

Sedangkan Volmer menyebutnya sebagai surat perniagaan, yang terdiri

dari surat berharga dan surat yang berharga, namun terbagi pula beberapa

kelompok surat, yang masing-masing kelompok mempunyai kekhususannya

sendiri-sendiri, yakni :39

1. Surat berharga dan surat yang berharga.

Perbedaan antara dua kelompok surat-surat ini terletak pada kedudukan akta pada surat berharga, yang merupakan syarat adanya hak menuntut (bestaansvoorwaarde) dan merupakan pembawa hak (dragger van recht). Sedangkan akta pada surat yang berharga tidak merupakan syarat adanya hak menuntut dan tidak merupakan pembawa hak, sebab tanpa akta, hak menuntut tetap ada dan dapat dibuktikan dengan segala alat pembuktian menurut hukum, karena akta itu bukan pembawa hak;

2. Surat bukti diri.

Surat bukti diri (legitimatiepapieren) pada umumnya sama dengan surat berharga. Surat bukti diri itu terutama dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik hak yang sah.

3. Surat kepada-pengganti dan kepada-pembawa (order-en toonder papier) Adalah surat yang membuktikan adanya perikatan dari penandatanganan, dengan keistimewaannya bahwa kedudukan krediturnya itu dapat dengan mudah diperalihkan kepada orang lain, sedangkan hal kedudukan kreditur yang mudah diperalihkan itu sesuai dengan maksud sipenandatangan. 4. Surat rekta (rektapapieren)

Adalah surat yang menurut undang-undang dapat diterbitkan sebagai surat berharga, tetapi karena para pihak menghendaki agar kedudukan kreditur jangan diganti, maka surat itu diberi bentuk sedemikian rupa, sehingga peralihan kreditur itu sukar dilaksanakan.

5. Surat kebendaan (zakenrechtelijke papieren)

Surat yang berisi perikatan untuk menyerahkan barang-barang, misalnya konosemen, ceel, delivery-order (DO) dan lain-lain. Surat itu dapat diterbitkan atas nama, kepada-pengganti atau kepada-pembawa.

38

Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional Publication, Inc, New York, 1992, hal 47.

39

(43)

6. Surat keanggotaan (lidmaatscapspapieren)

Atau surat saham (aandeelbewijzen) pada perseroan terbatas, koperasi atau perkumpulan lainnya, dapat juga disebut surat keanggotaan. Surat saham pada perseroan terbatas dapat diterbitkan atas nama dan kepada-pembawa. Saham kepada-pengganti tidak dikenal, baik dalam undang-undang maupun dalam praktek.

Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka jenis-jenis surat yang

berharga itu adalah surat rekta, surat bukti diri, surat pengakuan/perintah

membayar utang atas nama.

Sedangkan, jenis-jenis surat berharga terdiri dari: Surat Wesel, Surat

Sanggup, Surat Cek, Charter Party, Konosemen, Delivery Order, Ceel,

Volgbriefje, Surat Saham, Surat Obligasi, Sertifikat.40

B. Dasar Hukum Ketentuan-ketentuan Tentang Surat Berharga

Dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

atau Wetboek van Koophandel pada tanggal 1 Mei 1848 dengan Staatsblad 1847-23,

dimulailah suatu kodifikasi hukum dagang yang mencakup ketentuan-ketentuan

tentang surat berharga.

Berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), maka KUHD masih berlaku di

Indonesia sampai pada saat ini. Wetboek van Koophandel yang berdasarkan asas

konkordansi tersebut mulai berlaku di Negeri Belanda pada tanggal 1 Oktober

1838. Wetboek van Koophandel meneladani code du Commerce Perancis 1808.

40

(44)

Di negara-negara yang menganut hukum Anglo Saxon, misalnya Inggris,

Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan lain-lain, tidak terdapat kodifikasi

hukum seperti halnya di Indonesia dan negeri Belanda. Hukum dagang

negara-negara itu terdiri dari undang-undang khusus dan bukan merupakan

kodifikasi, misalnya The Bill of Exchange Act 1882 (undang-undang tentang

wesel) dan The Companies Act 1928 (undang-undang tentang badan usaha)

di Inggris, dan Negotiable Instruments Law 1897 di Amerika Serikat.

Wetboek van Koophandel semula hanya berlaku bagi golongan Eropa saja.

Kemudian dengan Staatsblad 1855-76 yang selanjutnya diganti dengan Staatsblad

1924-56, Wetboek van Koophandel diberlakukan bagi golongan Timur Asing

Cina dan Timur Asing lainnya. Sedangkan bagi golongan bumiputra, Wetboek van

Koophandel diberlakukan melalui penundukan diri (Staatsblad 1917-12).

Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Aturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945,

Wetboek van Koophandel Hindia-Belanda tersebut diadopsi menjadi KUHD41

Surat berharga, atau dalam bahasa Inggris disebut negotiable instruments

atau negotiable papers (Belanda: waarde papier), tidak kita jumpai dalam KUHD.

Namun, dari beberapa pasal dalam KUHD dapat di simpulkan bahwa surat

berharga adalah surat bukti pembawa hak yang dapat diperdagangkan, atau surat-surat

yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dialihkan haknya

dari satu tangan ke tangan lainnya (negotiable).

dan diberlakukan terhadap semua warga negara Indonesia tanpa memandang asal

golongan.

41

(45)

Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya

deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan

kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga

komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial.

Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia

No. 28/52/DIR dan No 49/52/UPG yang masing-masing tentang “Persyaratan

perdagangan dan penerbitan surat berharga komersial” melalui bank umum di

Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di

Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang

kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.42

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa surat berharga

adalah surat pengakuan hutang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap

derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari

penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar

uang (Pasal 1 UU Perbankan 1992). Lalu Pasal 1 angka 10 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan

hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatifnya, atau

kepentingan dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar

modal dan pasar uang. Penerbitan surat berharga di Indonesia juga harus

memperoleh peringkat dari Lembaga Pemeringkat Kredit (Credit Rating).

Di Indonesia dikenal denga nama PT.PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia)

yang berdiri pada tahun 1993.43

42

Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Direksi Bank Indonesia (BI). 43

(46)

Perkembangan perdagangan dewasa ini, baik yang bersifat nasional,

maupun internasional, membawa dampak pada sistem pembayaran dan

penyerahan barang. Di mana dalam lalu lintas perdagangan tersebut peranan

surat-surat berharga semakin tampak. Surat berharga yang kita kenal dewasa ini,

sudah semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia pada umumnya.

Oleh karena itu, surat berharga tersebut sudah banyak yang tidak kita temukan

lagi pengaturannya dalam KUHD.

Istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa peraturan

perundang-undangan, antara lain :

1. Pasal 469 KUHD, bunyinya “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak

permata dan lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga,

begitupun…….”

2. Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, isinya “Semua uang, barang-barang

perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…. “

3. Dalam konteks Perbankan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara

enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi,

sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan

lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim

diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang.44

44

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dalam Pasal 6 UU Perbankan, disebutkan bahwa usaha bank umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,

Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak atau perjanjian yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana)

Menurut uu nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan ,bank badan uasaha yyang menghimpun dana dari masyrakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyrakat dalam bentuk

Perbankan berdasarkan konvensional adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentu kredit dan dalam

Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana

Pasal 11 UU Perbankan Indonesia 1992/1998 menetapkan ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang berlaku antara lain untuk pemberian kredit oleh bank kepada

Adanya penerimaan deposito sebagai jaminan kredit dilandaskan pada Instruksi Presiden Nomor 28 tahun 1968, tentang Deposito yang ada kaitannya dengan perkreditan pada angka 3 sub

Surat pengakuan utang di bawah tangan berisikan kewajiban kreditur untuk segera mencairkan kredit apabila akad kredit telah dilangsungkan dan hak kreditur untuk menagih angsuran serta