• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Tumbuhan Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Larva Artemia salina Leach

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Tumbuhan Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Larva Artemia salina Leach"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN

SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA

Artemia salina Leach.

SKRIPSI

OLEH:

IRA VERANITA SINURAT NIM 071501045

FAKULTAS FARMASI

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN

SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA

Artemia salina Leach.

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

IRA VERANITA SINURAT NIM 071501045

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN

SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA

Artemia salina Leach.

OLEH:

IRA VERANITA SINURAT NIM 071501045

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : Agustus 2011

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr.Ginda Haro, M.Sc., Apt. Dr. M.Pandapotan Nasution, MPS, Apt. NIP 195108161980031002 NIP 194908111976031001

Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Dra.Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Awaluddin Saragih, M,Si., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195008221974121002

Disahkan Oleh: Dekan,

(4)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN

SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach ABSTRAK

Tumbuhan sirsak (Annona muricata L.) termasuk dalam familia Annonaceae. Daun sirsak kaya akan metabolit sekunder yang bermanfaat sebagai obat. Masyarakat memanfaatkan daun sirsak untuk mengobati berbagai macam penyakit, bahkan rebusan daun sirsak dikatakan dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit kanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik daun sirsak, golongan senyawa dari simplisia daun sirsak, dan aktivitas sitotoksisitas ekstrak daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach. Karakterisasi simplisia daun sirsak dilakukan dengan pemeriksaan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Ekstrak daun sirsak dilakukan secara perkolasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Terhadap masing-masing ekstrak diuji aktivitas sitotoksisitasnya dengan metode brine shrimp lethally test. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga LC50.

Hasil karakterisasi simplisia memberikan kadar air 5,97%, kadar sari yang larut dalam air 18,19%, kadar sari larut dalam etanol 15,06%, kadar abu total 5,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25% . Hasil pemeriksaan mikroskopik tampak sel epidermis, kutikula tebal, terdapat stomata tipe anomositik, rambut penutup. Berkas pembuluh tipe kolateral dan dikelilingi oleh serabut.

Hasil uji sitotoksisitas dari ekstrak n-heksana, etilasetat, dan etanol simplisia daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach ditunjukkan dengan nilai LC50 berturut-turut 3,66µg/ml, 1,75 µg/ml, dan 0,73 µg/ml.

(5)

SIMPLEX CHARACTERIZATION, PHYTOCHEMICALS SCREENING AND THE TEST OF CITOTOXICITY EFFECT OF

SOURSOP LEAF(Annona muricata L.) EXTRACT WITH LARVAE Artemia salina Leach.

ABSTRACT

Soursop (Annona muricata L.) is included in the family of Annonaceae. Soursop leaves are rich in secondary metabolites are useful as a drug. Public use soursop leave to treat various diseases, even soursop leave boilde is said to be used as an alternative medicine for cancer.The purpose of the study was to obtain information about the charactheries of the soursop leave, group compound from the leaves of the soursop simplex, and citotoxicity activity of soursop leave extract with larvae Artemia salina Leach. Characterization of simplex the soursop leave is includes the determination of the water content, water soluble extractive, ethanol-soluble extractive, total ash value and acid inethanol-soluble ash value. The soursop leave was extracted by percolation method using n-hexana, ethylacetate, and ethanol as solvents. The citotoxicity activity of each extract was tested with brine shrimp method. To obtain the LC50, the data were analyzed using linear regression analysis.

The result of simplex characterization gave the water content 5.97%, the water soluble extractive 18.19%, the ethanol soluble extractive 15.06%, the total ash value 5.42% and the acid insoluble ash value 0.25%. The result of microscopic examination of suorsop leave showed an epidermis, thick cuticle, anomocitic stomata, covering hair, collateral vascular bundle is peripheried by fibers.

The result of the citotoxicity activity of the n-hexana, ethylacetat, and ethanol extract of simplex of soursop leave with Artemia salina Leach showed with LC50 values were 3.66 µg/ml, 1.75 µg/ml, and 0.73 µg/ml consequtively.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6

2.1.2 Sinonim ... 6

2.1.3 Nama Daerah ... 6

2.1.4 Habitat ... 6

2.1.5 Morfologi ... 6

2.1.6 Kandungan Kimia ... 6

(7)

2.2 Ekstraksi ... 5

2.3 Uji Sitotoksisitas ... 5

2.3.1 Metode Potato Disk ... 6

2.3.2 Brine Shrimp Lethality test ... 6

2.3.3 Uji Terhadap Lemna minor L. ... 6

2.3.4 Uji Terhadap cell line ... 6

2.4 Uraian Artemia salina Leach ... 5

BAB III. METODE PENELITIAN ... 5

3.1 Alat-alat ... 5

3.2 Bahan-bahan ... 5

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 6

3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 6

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 6

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 6

3.4 Lokasi Penelitian ... 7

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 7

3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2N ... 7

3.5.2 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ... 7

3.5.3 Larutan Pereaksi Bouchadart ... ... 7

3.5.4 Larutan Pereaksi Mayer... 7

3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff ... ... 8

3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ... . 8

3.5.7 Larutan Pereaksi liebermann- Burchad ... .. 8

(8)

3.5.9 Air Kloroform ... ... 8

3.9.10 Larutan Kloralhidrat ... .... 8

3.9.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4M ... .. 8

3.9.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5N... ... 9

3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 9

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 9

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 9

3.6.3 Penetapan Kadar Air ... 9

3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ... 10

3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol.. 11

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 11

3.6.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 11

3.7 Skrining Fitokimia ... ... 12

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ... ... 12

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida ... .. 12

3.7.3 Pemeriksaan Saponin ... ... 13

3.7.4 Pemeriksaan Tanin ... .... 13

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida ... ... 13

3.7.6 Pemeriksaan Antrakinon ... ... 14

3.7.7 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... .. 14

3.8 Pembuatan Ekstrak ... 14

(9)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 17

4.2 Hasil Pemeriksaan karakteristik daun sirsak ... 17

4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... .. 19

4.4 Hasil Ekstraksi ... 19

4.5 Hasil Uji Toksisitas ... 20

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

5.1 Kesimpulan ... 21

5.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1Hasil karakterisasi simplisia ... 18

4.2Hasil Skrining Fitokimia ... 19

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 24

2. Gambar Tumbuhan Sirsak dan Daun Sirsak ... 25

3. Gambar Simplisia Daun Sirsak dan Serbuk Simplisia Daun Sirsak . 26 4. Gambar Mikroskopik Serbuk Simplisia Daun sirsak ... 27

5. Gambar Mikroskopik Penampang Melintang Daun Sirsak ... 28

6. Perhitungan Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia ... 29

7. Bagan Kerja ... 34

7. Data Persen Kematian Nauplii ... 37

(12)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN

SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach ABSTRAK

Tumbuhan sirsak (Annona muricata L.) termasuk dalam familia Annonaceae. Daun sirsak kaya akan metabolit sekunder yang bermanfaat sebagai obat. Masyarakat memanfaatkan daun sirsak untuk mengobati berbagai macam penyakit, bahkan rebusan daun sirsak dikatakan dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit kanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik daun sirsak, golongan senyawa dari simplisia daun sirsak, dan aktivitas sitotoksisitas ekstrak daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach. Karakterisasi simplisia daun sirsak dilakukan dengan pemeriksaan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Ekstrak daun sirsak dilakukan secara perkolasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Terhadap masing-masing ekstrak diuji aktivitas sitotoksisitasnya dengan metode brine shrimp lethally test. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga LC50.

Hasil karakterisasi simplisia memberikan kadar air 5,97%, kadar sari yang larut dalam air 18,19%, kadar sari larut dalam etanol 15,06%, kadar abu total 5,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25% . Hasil pemeriksaan mikroskopik tampak sel epidermis, kutikula tebal, terdapat stomata tipe anomositik, rambut penutup. Berkas pembuluh tipe kolateral dan dikelilingi oleh serabut.

Hasil uji sitotoksisitas dari ekstrak n-heksana, etilasetat, dan etanol simplisia daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach ditunjukkan dengan nilai LC50 berturut-turut 3,66µg/ml, 1,75 µg/ml, dan 0,73 µg/ml.

(13)

SIMPLEX CHARACTERIZATION, PHYTOCHEMICALS SCREENING AND THE TEST OF CITOTOXICITY EFFECT OF

SOURSOP LEAF(Annona muricata L.) EXTRACT WITH LARVAE Artemia salina Leach.

ABSTRACT

Soursop (Annona muricata L.) is included in the family of Annonaceae. Soursop leaves are rich in secondary metabolites are useful as a drug. Public use soursop leave to treat various diseases, even soursop leave boilde is said to be used as an alternative medicine for cancer.The purpose of the study was to obtain information about the charactheries of the soursop leave, group compound from the leaves of the soursop simplex, and citotoxicity activity of soursop leave extract with larvae Artemia salina Leach. Characterization of simplex the soursop leave is includes the determination of the water content, water soluble extractive, ethanol-soluble extractive, total ash value and acid inethanol-soluble ash value. The soursop leave was extracted by percolation method using n-hexana, ethylacetate, and ethanol as solvents. The citotoxicity activity of each extract was tested with brine shrimp method. To obtain the LC50, the data were analyzed using linear regression analysis.

The result of simplex characterization gave the water content 5.97%, the water soluble extractive 18.19%, the ethanol soluble extractive 15.06%, the total ash value 5.42% and the acid insoluble ash value 0.25%. The result of microscopic examination of suorsop leave showed an epidermis, thick cuticle, anomocitic stomata, covering hair, collateral vascular bundle is peripheried by fibers.

The result of the citotoxicity activity of the n-hexana, ethylacetat, and ethanol extract of simplex of soursop leave with Artemia salina Leach showed with LC50 values were 3.66 µg/ml, 1.75 µg/ml, and 0.73 µg/ml consequtively.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keampuhan pengobatan herbal banyak dibuktikan melalui berbagai

pengalaman. Berbagai macam penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara

medis ternyata masih bisa diatasi dengan pengobatan herbal, contohnya penyakit

kanker (Agromedia, 2008).

Salah satu tanaman yang digunakan dalam pengobatan herbal yakni tanaman

sirsak yang termasuk dalam famili Annonaceae. Diperkirakan sejak tahun 1940

tanaman sirsak telah digunakan sebagai pengobatan herbal. Masyarakat Brasil

merupakan masyarakat yang pertama kali memanfaatkan tanaman sirsak untuk

dijadikan obat baik bagian daun, biji, buah, batang, dan akar. Daun sirsak

dikatakan dapat berkhasiat untuk pengobatan kanker, yakni dengan

mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain itu, tanaman sirsak juga

dimanfaatkan untuk pengobatan diare, anti kejang, anti jamur, gatal-gatal dan

lain-lain (Taylor, 2002).

Daun sirsak telah digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk

mengobati beberapa penyakit, diantaranya sebagai obat sakit pinggang,

mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, reumatik, obat bisul, dan penurun panas.

Bahkan dikatakan dapat mengobati penyakit kanker, beberapa pasien yang

mengidap penyakit kanker sembuh dengan mengkonsumsi air rebusan daun

sirsak. Masyarakat juga memanfaatkan daun sirsak untuk mengusir serangga dan

(15)

Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia

lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan

senyawa yang terdapat dalam familia Annonaceae yang diduga memiliki potensi

sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang dapat bersifat toksik untuk

menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker (Zuhud, 2011).

Salah satu uji sitotoksisitas yang paling sederhana, yang dapat dilakukan

dengan mudah dan dapat diandalkan adalah uji sitotoksisitas metode brine shrimp

menggunakan larva (nauplii) udang laut Artemia salina Leach. Kandungan kimia

aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap manusia maupun

hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika

digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in vivo kematian suatu

hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan

kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak, fraksi maupun isolat. Namun

pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang

lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (McLaughlin, 1998).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia dan melakukan uji toksisitas

ekstrak daun sirsak, dimana ekstrak diperoleh dengan cara perkolasi bertingkat

menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari simplisia daun

sirsak. Kemudian ekstrak diuji sitotoksisitasnya terhadap larva Artemia salina

(16)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah karakteristik simplisia daun sirsak yang diteliti sesuai dengan

monografi yang tertera dalam Materia Medika Indonesia ?

2. Apa saja golongan senyawa yang terdapat dalam simplisia daun sirsak ?

3. Apakah ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari

simplisia daun sirsak bersifat sitotoksik terhadap larva Artemia salina

Leach ?

1.3 Hipotesis

1. Karakteristik simplisia Daun sirsak yang diteliti sesuai dengan monografi

yang tertera dalam Materia Medika Indonesia

2. Di dalam simplisia daun sirsak terdapat beberapa golongan senyawa

metabolit sekunder.

3. Ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari simplisia daun

sirsak bersifat sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah karakteristik simplisia daun sirsak yang diteliti

sesuai dengan monografi yang tertera dalam Materia Medika Indonesia

2. Untuk mengetahui informasi golongan senyawa yang terdapat dalam

simplisia daun sirsak

3. Untuk mengetahui informasi sitotoksisitas ekstrak n-heksan, ekstrak

etilasetat dan ekstrak etanol dari simplisia daun sirsak terhadap larva

(17)

1.5Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang sitotoksisitas dari

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika dari tumbuhan sirsak adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Polycarpiceae

Famili : Annonaceae

Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L. ( Sunarjono, 2005)

2.1.2 Sinonim

Sinonim: Annona crassiflora Mart, Annona sericea A.macrocarpa

Wercklé, A. bonplandiana H.B. & K., A. cearensis A. Coriacea ,

Guanabanus muricatus (L.) M.Gómez (wikipedia, 2011).

2.1.3 Nama Daerah

Sumatera : Deureuyan belanda (aceh); tarutung olanda (batak); durio

ulondra (nias); durian belanda, nangka belanda, nangka walanda (melayu); durian

batawi, duian batawi (minangkabau); jambu landa(lampung). Jawa :

Nangkawalanda (sunda); angka londa, nangkamanila, nangka sabrang, mulwa

londa, surikaya welonda, srikaya welandi(jawa); nangka buris, nangka englan,

nangka moris (madura). Bali : Srikaya jawa. Nusatenggara : naka, nakat, annona

(19)

(gorontalo); sirikaya belanda (makasar) sirikaya balanda(bugis) Maluku : Anad

walanda, tafena warata (seram); anaal wakano (nusa laut); naka loanda (buru);

durian, naka wolanda (halmahera); naka walanda(ternate); naka lada(tidore)

(Ditjen POM, 1989 ).

2.1.4 Habitat

Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan derajat keasaman

(pH) antara 5-7. Jadi, tanah yang sesuai adalah tanah yang agak asam sampai agak

alkalis. Ketinggian tempat antara 100- 1000 m di atas permukaan laut lebih cocok

untuk tamanan sirsak. Pada daerah dengan ketinggian 1000 di atas permukaan

laut tanaman sirsak enggan tumbuh dan berbuah. Suhu udara yang sesuai untuk

tanaman sirsak adalah 22-320C. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman sirsak

antara 1500- 3000 mm/tahun (Sunarjono, 2005).

2.1.5 Morfologi

Secara morfologis, tanaman sirsak terdiri dari: Daun Berbentuk bulat

panjang, daun menyirip, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daun

meruncing, dan permukaan daun mengkilap.Bunga tunggal, dalam satu bunga

terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. Bagian

bunga tersusun secara hemicyclis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran dan

yang lain spiral atau terpencar. Mahkota bunga yang berjumlah 6 sepalum yang

terdiri atas dua lingkaran, bentuknya hampir segitiga, tebal, dan kaku, berwarna

kuning keputih –putihan, dan setelah tua mekar dan lepas dari dasar bunganya.

Putik dan benang sari lebar dengan banyak karpel (bakal buah). Bunga keluar dari

ketiak daun, cabang, ranting, atau pohon. Bunga umumnya sempurna

(20)

terdapat pada satu pohon. Bunga melakukan penyerbukan silang, karena

umumnya tepung sari matang terlebih dahulu sebelum putiknya reseptif

(Sunarjono, 2005).

2.1.6 Kandungan Kimia

Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia

lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan

senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa

yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel

kanker (Mardiana, 2011).

2.1.7 Manfaat

Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan

kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk

pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam,

diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat,

gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Mardiana, 2011).

2.2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif

yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan

minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa

aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara

(21)

Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan

terpekat didesak keluar.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses terdiri dari

tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Cara perkolasi lebih baik

dibandingkan dengan cara maserasi karena:

- Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

- Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

(22)

B. Cara Panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru

dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50 0C.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses

ini dilakukan pada suhu 90 0C selama 15 menit.

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai

titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-100 0C.

2.3 Uji Sitoksisitas

Dewasa ini penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat

(23)

dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi.

Aktivitas biologi tumbuhan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal

ini disebabkan karena karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas

farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal.

Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu

dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah

namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai

aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat (Rahman,

1991). Beberapa uji pendahuluan yang memenuhi syarat–syarat di atas antara lain:

Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test (BST) dan Uji terhadap Lemna

minor L. (Meyer, 1982 ; McLaughlin, 1998).

2.3.1 Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall)

Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall) crown gall adalah

penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain yang spesifik dari

bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens. Terdapat kesamaan antara

mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat

menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapa berfungsi sebagai

antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji pendahuluan yang sederhana untuk

menemukan senyawa antikanker dari bahan alami. Penghambatan pertumbuhan

crown gall tumor pada potato disk oleh ekstrak bahan alami, menunjukkan bahwa

ekstrak bahan alami tersebut aktif (McLaughlin, 1998).

2.3.2 Brine Shrimp Lethality Test

Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu

(24)

untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktvitas dan juga untuk

memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian

Salah satu organisme yang sangat sesuai untuk hewan uji tersebut adalah

brine shrimp (udang laut). Brine shrimp lethality test atau yang dikenal dengan

istilah metode BST sudah digunakan untuk berbagai sistem bioassay yaitu untuk

menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan pada air sungai, anastetik,

toksin dinoflagelata senyawa yang berupa morfin, toksisitas pada dispersant

minyak dan kokarsinogenik ester phorbol. Dalam fraksinasi yang diarahkan

dengan bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi

aktif mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur (Meyer, 1982).

Artemia salina Leach. adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan

makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual

ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama

bertahun-tahun dalam kondisi kering. Setelah ditempatkan dalam larutan air laut,

telur-telur akan menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan sejumlah nauplii.

Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai alat yang baik untuk

mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi (McLaughlin,

1998).

2.3.3 Uji terhadap Lemna minor L.

Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah

perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak

daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun

tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dikatakan aktif

(25)

2.3.4 Uji terhadap cell line

Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya

dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji terhadap cell line. Uji ini

menggunakan sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung

terhadap sel kanker. Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam

pengujian zat-zat antikanker antara lain L-1210 (leukimia pada tikus), S-256

(sarcoma pada manusia) (McLaughlin, 1998).

2.4 Uraian Artemia salina Leach.

Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum

Arthropoda dan kelas Crustaceae. Secara lengkap sistematika artemia dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustaceae

Subkelas : Branchiophoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Linn.

Pada kondisi alamiah, artemia hidup di danau-danau dan perairan

bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, artemia disebut juga udang renik asin (brine

shrimp). Secara fisik, artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh, oleh karena itu

kemampuannya hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan sistem

(26)

Berbeda dengan artemia dewasa, telurnya yang kering dapat lebih tahan

terhadap perubahan suhu, telur artemia kering dapat bertahan pada suhu -2730C

dan 1000C, tetapi untuk telur yang basah tidak demikian halnya. Apabila telur

Artemia (udang laut) yang kering direndam dalam air laut, akan menetas dalam

waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluar larva yang dikenal dengan

istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, nauplius akan mengalami 15

kali perubahan bentuk (metamorfosis). Setiap kali mengalami perubahan bentuk

merupakan satu tingkatan. Tahap perkembangan pertama disebut instar I,

bentuknya lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15 µg. Warnanya

kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan. Oleh

karena itu mereka masih belum perlu makan. Setelah 24 jam, nauplius akan

berubah menjadi instar II. Pada tingkat ini nauplius mulai mempunyai mulut,

saluran pencernaan, dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan,

dan bersamaan dengan itu cadangan makanannya pun mulai habis. Selama

perubahan terjadi nauplius akan mengalami pertumbuhan mata majemuk, antena

dan kaki. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka

nauplii telah berubah menjadi Artemia dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3

minggu. Artemia dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg.

Artemia dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Artemia

mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya atau (filter feeder).

Sebagai penyaring makanan artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil (dari

beberapa mikron sampai 50 mikron), baik mahluk hidup, benda mati, benda keras

(27)

mana yang bukan. Oleh karena itu, apa yang terdapat di dalam perut artemia

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi

pengumpulan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik, skrining

fitokimia, pembuatan ekstrak, dan uji toksisitas ekstrak daun sirsak terhadap larva

Artemia salina Leach.

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, bejana penetasan telur Artemia salina Leach, lampu 18 watt

(Hannochs), cawan berdasar rata, botol bersumbat, seperangkat alat penetapan

kadar air, tanur, mikroskop (Olympus), oven listrik (Stork), elektromantel

(Boeco), neraca analitik (Vibra AJ), dan penangas air.

3.2 Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sirsak

(Annonae muricatae folium ), telur Artemia salina Leach (ISO), garam laut, ragi

tape, air suling. Bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain

berkualitas pro analisa yaitu n-heksan (destilasi), etilasetat (destilasi), etanol

(destilasi), asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform, toluen, timbal (II)

asetat, amil alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, serbuk

magnesium, kloralhidrat, isopropanol, α-naftol, amonia pekat, besi (III) klorida,

(29)

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif. Daun sirsak

diambil dari dari desa Nagarejo kecamatan Galang kabupaten Deli Serdang

propinsi Sumatera Utara. Sampel yang digunakan adalah daun ke 4 sampai 5 dari

pucuk.

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat lembaga Ilmu Pengetahuan,

Bogor.

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Daun sirsak yang telah dikumpulkan, disortasi basah yaitu memisahkan

daun sirsak dari bagian lain tumbuhan daun sirsak yang terikut, kotoran-kotoran

atau bahan asing lainnya, kemudian daun sirsak yang telah terkumpul dicuci untuk

menghilangkan debu yang melekat. Pencucian dilakukan dengan air kran yang

mengalir, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diudara terbuka

(terlindung dari sinar matahari langsung) lalu ditimbang. Kemudian dimasukkan

ke dalam lemari pengering dengan suhu 40-50oC. Proses pengeringan dilakukan

sampai daun sirsak mudah diremukkan. Simplisia yang telah kering disortasi

kering yaitu memisahkan benda-benda asing seperti pengotoran-pengotoran lain

yang terjadi selama pengeringan. Setelah disortasi, ditimbang kembali. Simplisia

selanjutnya diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia dimasukkan

ke dalam kantung plastik kemudian disimpan dalam wadah tertutup, pada suhu

(30)

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium

Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.2 Larutan Pereaksi Natrum Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas

karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.3 Larutan pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.4 Larutan pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml.

Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling. Kemudian

keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100

ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

20ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam

(31)

didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan

diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

(Ditjen POM, 1989).

3.5.7 Larutan Pereaksi Liebermann- Burchard

Sebanyak 19 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian

asam sulfat pekat (Franswoth, 1966).

3.5.8 Larutan Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh

volume 100 ml (Ditjen POM, 1978).

3.5.9 Air Kloroform

Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 ml air suling, cukupkan

dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.10 Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 50 gram kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air

suling (Ditjen POM, 1979).

3.5.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas

karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).

3.5.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga

(32)

3.6 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran,

warna, bau dan rasa daun sirsak.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan

cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan

kloralhidrat dan ditutupi dengan cover glass (kaca penutup) kemudian dilihat

dibawah mikroskop dan juga dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada bagian

penampang melintang daun sirsak sebagai pedoman untuk melihat fragmen yang

terdapat dalam daun sirsak.

3.6.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen)

Cara kerja :

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluen didinginkan selama 30

(33)

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan

perdetik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan

hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung

penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah

sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Yang larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24

jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring.

Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata

yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 0C sampai bobot tetap. Kadar

sari larut dalam air dihitung dengan persen terhadap simplisia (Ditjen POM,

1989).

3.6.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24

jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 6

jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk

(34)

kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya

dipanaskan pada suhu 105 0C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol

dihitung dalam persen terhadap simplisia (Ditjen POM, 1989).

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah dihaluskan dan ditimbang seksama

dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan

pada suhu 500 - 600°C sampai putih, ini menunjukkan bahwa karbon tidak ada

lagi kemudian didinginkan di desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot

tetap. Kadar abu dihitung terhadap simplisia (WHO, 1998).

3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian diidinginkan

dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam

asam dihitung terhadap simplisia. (WHO, 1998).

3.7 Skrining fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa

gologan alkaloida, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin dan

(35)

3.7.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit.

Dinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Bouchardat

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf

Alkaloid dikatakan positif apabila terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit

dua dari tiga percobaan di atas.

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan

selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas. Kedalam 5 ml filtrat

ditambahkan serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol,

dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Bila terdapat flavonoida ditunjukkan

dengan timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

3.7.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika

terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan

tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.

3.7.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu

(36)

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika

terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.

3.7.5 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96%

dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan

dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4

M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran

isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air

diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml

metanol. Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi

selanjutnya, diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5

tetes pereaksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui

dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan

adanya glikon.

3.7.6 Pemeriksaan Antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N,

dipanaskan sebentar, lalu didinginkan, ditambahkan 10 ml benzena, dikocok,

didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Kocok lapisan benzena

dengan 2 ml NaOH 2 N, diamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan

benzena tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon.

3.7.7 Pemeriksaan Steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya

(37)

merah berubah menjadi ungu atau biru hijau menunjukkan adanya

steroida/triterpenoida.

3.8 Pembuatan Ekstrak Cara kerja :

Sebanyak 200 g daun sirsak yang telah diserbukkan dimasukkan ke dalam

bejana tertutup, lalu dibasahi dengan cairan penyari selama 3 jam. Kemudian

masa dimasukkan ke dalam perkolator, lalu cairan penyari n-heksan dituang

secukupnya sampai terdapat selapis larutan penyari diatas serbuk simplisia, mulut

perkolator ditutup dengan aluminium foil dan plastik dan dibiarkan selama 24

jam. Setelah 24 jam keran perkolator dibuka dan cairan perkolat dibiarkan

menetes dengan kecepatan 1 ml per detik dan ditampung dalam botol. Perkolasi

dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi dan sebanyak 500

mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa.

Perkolat dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada

temperatur tidak lebih dari 40 0C, kemudian dikeringkan dengan menggunakan

alat freeze dryer lalu ampas dikeluarkan dari alat perkolator dan dikeringkan

dengan cara diangin-anginkan selama 1 jam. Ampas yang telah dikeringkan, disari

kembali dengan cairan penyari etilasetat. Ampas dari perkolasi etilasetat

dikeringkan lalu disari kembali dengan cairan penyari etanol 96%. Setiap

perkolasi dilakukan dengan cara yang sama seperti perkolasi menggunakan n

(38)

3.9 Uji Sitotoksisitas

Uji sitotoksisitas ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol

dilakukan terhadap larva Artemia salina Leach, yaitu sebagai berikut :

Disiapkan air laut buatan dengan melarutkan 38 g garam laut dengan air

suling dicukupkan hingga 1L, kemudian disaring. Bejana penetasan disekat

menjadi dua bagian, yaitu bagian yang besar dan bagian yang kecil, lalu diberi

lubang pada sekatnya. Setelah air laut buatan dimasukkan ke dalam bejana, telur

Artemia salina Leach ditaburkan ke dalam bagian yang kecil kemudian bagian

atasnya ditutup dengan aluminium foil sedangkan bagian yang besar dibiarkan

terbuka menghadap lampu. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi larva dan

siap digunakan untuk hewan uji. Disiapkan larutan uji yang terdiri dari ekstrak

n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dengan konsentrasi : 1000, 100 dan

10 µg/ml, disiapkan 3 vial untuk masing-masing konsentrasi larutan uji sehingga

semuanya menjadi 9 vial dan 1 vial untuk kontrol. Larutan induk I dibuat dengan

menimbang 50 mg ekstrak lalu dilarutkan dengan pelarut yang sesuai sampai 5 ml

sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 µg/ml. Dari larutan induk I dipipet 0,5 ml

lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh larutan induk II dengan

konsentrasi 1000 µg/ml. Dari larutan induk II dipipet 0,5 ml lalu diencerkan

sehingga diperoleh konsentrasi 100 µg/ml. Dari konsentrasi 100 µg/ml dipipet 0,5

ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi 10 µg/ml.

Dimasukkan masing-masing larutan uji ke dalam vial, lalu pelarutnya dibiarkan

menguap seluruhnya. Pada tiap konsentrasi ekstrak dan kontrolnya ditambahkan 1

ml suspensi Na-CMC. Dimasukkan kira-kira 2 ml air laut buatan ke dalam

(39)

ditambahkan 1 tetes suspensi ragi sebagai makanannya lalu ditambahkan air laut

buatan sampai 5 ml. kemudian semua vial diletakkan di bawah cahaya lampu.

Setelah 24 jam dihitung jumlah larva yang mati (Mclaughlin et al., 1998). Data

dianalisis dengan Analisa regresi linear untuk menentukan LC50. Bagan uji

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,

Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI) Bogor menunjukkan bahwa tumbuhan termasuk suku Annonaceae, spesies

Annona muricata L. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 1

halaman 24.

4.2 Hasil karakterisasi simplisia daun sirsak (Annonae muricatae folium)

Hasil pemeriksaan makroskopik daun sirsak merupakan daun tunggal,

warna kehijauan, bentuk bundar panjang, atau bundar telur terbalik, Ujung daun

meruncing pendek, tepi rata, permukaan licin agak mengkilat, tulang daun

menyirip, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah. Panjang helaian

daun 11 cm sampai 12 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm (dapat dilihat pada lampiran 2

halaman 25) berbau khas dan rasanya agak kelat dan agak pahit, dalam Materia

Medika Indonesia edisi V dicantumkan bahwa daun sirsak merupakan daun

tunggal, warna kehijauan, bentuk bundar panjang, atau bundar telur terbalik,

Ujung daun meruncing pendek, tepi rata, permukaan licin agak mengkilat, tulang

daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah. Panjang

helaian daun 6 cm sampai 18 cm, lebar 2 cm sampai 6 cm. Hasil pemeriksaan

makroskopik dari daun sirsak (Annonae muricatae folium) yang diteliti sesuai

(41)

Hasil pemeriksaan mikroskopik helai daun sirsak pada penampang

melintang tampak sel epidermis atas bentuk empat persegi panjang dengan

dinding bergelombang, kutikula tebal, sel epidermis bawah lebih kecil dari

epidermis atas, rambut penutup. Pada tulang daun terdapat berkas pembuluh tipe

kolateral, berkas pembuluh dikelilingi oleh serabut. Gambar mikroskopik dapat

dilihat pada lampiran 3 halaman 27. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk

simplisia daun sirsak tampak epidermis bentuknya tidak beraturan, stomata tipe

anomositik, rambut penutup terdiri dari 2 sampai 3 sel, pembuluh kayu dengan

penebalan tangga, serabut, jaringan palisade, dan parenkim bernoktah.. Gambar

mikroskopik dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 28, dalam Materia Medika

Indonesia edisi V dicantumkan bahwa pada penampang melintang melalui tulang

daun tampak sel epidermis atas bentuk empat persegi panjang dengan dinding

bergelombang, kutikula tebal, sel epidermis bawah lebih kecil dari epidermis atas,

bentuk tidak beraturan dengan dinding bergelombang, terdapat stomata, rambut

penutup bentuk lurus, terdiri atas 2 sel sampai 3 sel, ujung tumpul. Mesofil

meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel, jaringan bunga karang terdiri dari

beberapa lapis sel, diantaranya terdapat ruang anatar sel yang lebar. Pada tulang

daun terdapat berkas pembuluh tipe kolateral, diantaranya terdapat jari-jari xylem,

berkas pembuluh dikelilingi oleh serabut, juga terdapat parenkim bernoktah,

kolenkim terdapat pada bagian bawah tulang daun, terdiri atas 2 lapis sel. Serbuk

berwarna kehijauan. Fragmen pengenal adalah epidermis atas bentuknya tidak

beraturan, dinding bergelombang; epidermis bawah bentuknya tidak beraturan,

dinding bergelombang dan stomata tipe anomositik, rambut penutup terdiri dari 2

(42)

fragmen parenkim bernoktah. Hasil pemeriksaan mikroskopik dari daun sirsak

dengan penampang melintang dan serbuk simplisia daun sirsak yang diteliti sesuai

dengan yang tertera dalam Materia Medika Indonesia edisi V.

Karakterisasi simplisia daun sirsak (Annonae muricatae folium) meliputi

pemeriksaan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam

etanol, kadar abu total, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Hasil

karakterisasi simplisia daun sirsak yang diteliti dan yang tertera dalam Materia

Medika Indonesia edisi V ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun sirsak dan yang tertera dalam Materia Medika Indonesia edisi V.

No. Parameter Hasil MMI

Kadar sari yang larut dalam air Kadar sari yang larut dalam etanol Kadar abu total

Kadar abu yang tidak larut dalam asam

Hasil karakterisasi simplisia daun sirsak yang diperoleh sesuai dengan

monografi yang tertera dalam Materia Medika Indonesia edisi V. Hasil penetapan

kadar air simplisia daun sirsak memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia

yaitu tidak melebihi 10%. Penetapan kadar air simplisia berfungsi untuk

mengetahui apakah simplisia sudah memenuhi persyaratan simplisia yang baik.

Kadar air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan

jamur. Kadar sari yang larut dalam air memenuhi persyaratan Materia Medika

Indonesia sebanyak 18,19% dan kadar sari yang larut dalam etanol sebanyak

15,06% Hasil ini menunjukkan bahwa daun sirsak mengandung lebih banyak

(43)

senyawa yang larut di dalam etanol yaitu senyawa metabolit sekunder. Penetapan

kadar abu total sebanyak 5,42% untuk mengetahui kadar zat anorganik yang

terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam

asam sebanyak 0,25% untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut

dalam asam. Perhitungan pemeriksaan serbuk simplisia daun sirsak dapat dilihat

pada lampiran 5 halaman 29.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin,

tanin, glikosida, antrakinon, steroida/triterpenoida, hasil skrining fitokimia

ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia

No Pemeriksaan Serbuk Simplisia

1 - = tidak memberikan reaksi

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia di atas menunjukkan bahwa daun

sirsak (Annonae muricatae folium) mengandung alkaloid, flavonoid, tanin,

glikosida, dan steroid/triterpenoid, dan hasilnya sesuai dengan pendapat Taylor

yang menyatakan bahwa daun sirsak mengandung alkaloid dan tanin. Skrining

(44)

dalam simplisia daun sirsak. Komposisi kandungan senyawa kimia dari suatu

tanaman dapat mempengaruhi aktivitas biologis dari tanaman tersebut.

4.4 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi bahan pada setiap perlakuan dilakukan dengan cara perkolasi

secara bertingkat, mula-mula menggunakan pelarut n-heksana, etilaasetat, dan

etanol 96%. Hasil perkolasi 200 g serbuk simplisia daun sirsak diperoleh ekstrak

n-heksan sebanyak 9,656 g (4,83%), ekstrak etilasetat sebanyak 7,872 g (3,94%)

dan ekstrak etanol sebanyak 20,306 g (10,15%). Hasil ini menunjukkan bahwa

ekstrak simplisia daun sirsak lebih banyak mengandung senyawa polar

dibandingkan senyawa semi polar dan non polar.

4.5 Hasil Uji Sitotoksisitas

Uji Sitotoksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethally Test,

dimana ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol masing-masing

diuji sitotoksisitasnya terhadap larva Artemia salina Leach. Hasil Uji sitotoksisitas

dari ekstrak simplisia daun sirsak ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Hasil Uji Sitotoksisitas dari ekstrak simplisia daun sirsak

No Ekstrak LC50

LC50 merupakan konsentrasi letal yang mengakibatkan 50% dari hewan

uji mati. Jika harga LC50 yang diperoleh semakin rendah maka sitotoksisitasnya

akan semakin tinggi karena ekstrak yang digunakan untuk membunuh Artemia

salina Leach jumlahnya lebih sedikit. Aktivitas sitotoksisitas suatu senyawa dapat

(45)

aktif(10µg/ml < LC50 < 50µg/ml), aktif sedang (50µg/ml < LC50 < 100µg/ml), dan

tidak aktif (LC50 > 100µg/ml). Hasil Uji sitotoksisitas dari ekstrak simplisia daun

sirsak menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol

memiliki aktivitas yang tinggi dengan LC50 < 10µg/ml. Ekstrak etanol memiliki

harga LC50 yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak n-heksan dan ekstrak

etilasetat dan menunjukkan sifat sitotoksik yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak

n-heksana dan ekstrak etilasetat. Hasil perhitungan LC50 ekstrak simplisia daun

(46)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Hasil karakterisasi simplisia daun sirsak sesuai dengan monografi yang

tertera dalam Materia Medika Indonesia Edisi V. Hasil skrining fitokimia

menunjukkan bahwa simplisia daun sirsak mengandung senyawa kimia golongan

alkaloid, flavonoida, tanin, saponin, glikosida dan steroida/triterpenoida. Hasil uji

toksisitas dari ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol simplisia

daun sirsak ditunjukkan dengan nilai LC50 berturut-turut 3,66µg/ml, 1,75 µg/ml,

dan 0,73 µg/ml terhadap larva Artemia salina Leach, hal ini menunjukkan bahwa

ekstrak simplisia daun sirsak memilki aktivitas tinggi (LC50 <10µg/ml).

4.2. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian ini

dengan melakukan uji terhadap sel-sel kanker (cell line) guna penemuan senyawa

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. (2008). Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta:Tanggal akses 02 Mei 2011. Dikutip dar

Calow, P. (). Handbook of Ecotoxicologi. Page 145-146.

Ditjen POM. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 150 – 156, 165 – 167.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 33, 696.

Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 41.

Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jilid II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 19 - 22.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 925.

Farnsworth, N. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 262-263.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Halaman 152.

Harefa, F. (1997). Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 14,15,26-28.

Mardiana,L.,Ratnasari,J. (2011). Ramuan dan Khasiat Sirsak. Jakarta: Penebar Swadaya.Halaman 17,38-40.

McLaughlin, J.L., Rogers,L.L. (1998). The Use Of Biological Assays To Evaluate Botanicals. Drug Information Journal. 32: 513-517

Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Nichols,D.E., Jacobsen,L.B., Mclaughlin,J.L., (1982), Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay far Active Plant Constituents,Plant Medica Journal. 45: 31-35.

Mudjiman , A. (1989). Udang Renik Air Asin. Jakarta: Penerbit Bhratara. Hal. 18-20,25,29.

(48)

Taylor,L.(2002). Technical Data Report for Graviola Annona muricata. Tanggal akses 05 Mei 2011. Dikutip dari www.books.google.co.id.Halaman 1.

Wikipedia. (2011).

Tanggal akses 3 Februari 2011. Dikutip dari www.google.co.id.

World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials.WHO PHARM. Pages 27-28.

World Health Organizations. (1999). WHO Monographs On Selected Medicinal Plants. Vol.1. Geneva: WHO. Pages 7.

(49)
(50)

Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Sirsak dan Daun Sirsak

Gambar 1. Tumbuhan sirsak ( Annona muricata L. )

(51)

Lampiran 3. Gambar Simplisia Daun Sirsak dan Serbuk Simplisia Daun Sirsak

Gambar 3. Simplisia Daun Sirsak (Annonae muricatae folium)

(52)

Lampiran 4. Mikroskopik Serbuk Simplisia Daun Sirsak

Keterangan: 1. Epidermis atas; 2. Jaringan Palisade; 3. Stomata tipe anomositik 4. Parenkim bernoktah; 5. Serabut; 6. Rambut penutup

(53)

Lampiran 5. Hasil Mikroskopik Penampang Melintang Daun Sirsak

Keterangan: 1.Kutikula; 2.Epidermis atas; 3.Palisade; 4.Jaringan bunga karang; 5.Xilem; 6.Floem; 7.Serabut; 8.Stomata; 9.Epidermis bawah; 10.Rambut penutup

(54)

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Karakteristik Simplisia 1. Penetapan Kadar Air

Kadar air

-Sampel I

Berat sampel = 5,0030 g

Volume I = 1,9 ml

Volume II = 2,1 ml

Kadar air = - X 100%

= 3,99 % (v/b)

Sampel II

Berat sampel = 5,0370 g

Volume I = 2,1 ml

Volume II = 2,5 ml

Kadar air = - x 100%

= 7,94 % (v/b)

Sampel III

Berat sampel = 5,0220 g

Volume I = 2,5 ml

(55)

Kadar air = - X 100%

= 5,97 % (v/b)

Kadar air rata-rata =

(56)

Lampiran 5. (Lanjutan)

2. Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air

Kadar sari larut air = X 100%

Sampel I

Berat sampel = 5,0180 g

Berat sari = 0,1830 g

Kadar sari larut air = X 100%

= 18,23 % (b/b)

Sampel II

Berat sampel = 5,0040 g

Berat sari = 0,1830 g

Kadar sari larut air = X 100%

= 18,28 % (b/b)

Sampel III

Berat sampel = 5,0160 g

Berat sari = 0,1810 g

Kadar sari larut air = X 100%

= 18,04 % (b/b)

Kadar sari larut air rata-rata = X 100%

(57)

Lampiran 5. (Lanjutan)

3. Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol

Kadar sari larut etanol = X 100%

Sampel I

Berat sampel = 5,0240 g

Berat sari = 0,1620 g

Kadar sari larut etanol = X 100%

= 16,12 % (b/b)

Sampel II

Berat sampel = 5,0080 g

Berat sari = 0,1400 g

Kadar sari larut etanol = X 100%

= 13,97 % (b/b)

Sampel III

Berat sampel = 5,0080 g

Berat sari = 0,1510 g

Kadar sari larut etanol = X 100%

= 15,07 % (b/b)

(58)

Lampiran 5. (Lanjutan)

4. Penetapan Kadar Abu Total

Kadar abu total = X 100%

Dimana : w = berat sampel

w1 = berat abu

Sampel I

Berat sampel = 2,0002 g

Berat abu = 0,1085 g

Kadar abu total = X 100%

= 5,42 % (b/b)

Sampel II

Berat sampel = 2,0002 g

Berat abu = 0,1080 g

Kadar abu total = X 100%

= 5,39 % (b/b)

Sampel III

Berat sampel = 2,0003 g

(59)

Kadar abu total = X 100%

= 5,43 % (b/b)

Kadar abu rata-rata = X 100%

(60)

Lampiran 5. (Lanjutan)

5. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Kadar abu tidak larut asam = X 100%

Dimana : w = berat sampel

w1 = berat abu

Sampel I

Berat sampel = 2,0002 g

Berat abu = 0,0060 g

Kadar abu = X 100%

= 0,29 % (b/b)

Sampel II

Berat sampel = 2,0002 g

Berat abu = 0,0033 g

Kadar abu = X 100%

= 0,16 % (b/b)

Sampel III

Berat sampel = 2,0003 g

(61)

Kadar abu = X 100%

= 0,27 % (b/b)

Kadar abu rata-rata = X 100%

(62)

Lampiran 7. Bagan Kerja a. Bagan pengolahan simplisia

dicuci dengan air kran mengalir,

ditiriskan ditimbang

dikeringkan di dalam lemari pengering dengan suhu 40-50 0C

ditimbang

dihaluskan dengan menggunakan blender Daun Sirsak

Daun Sirsak

Simplisia Daun Sirsak

Serbuk simplisia Daun Sirsak

Ekstraksi Karakterisasi simplisia : - Mikroskopik

- Kadar air

- Kadar sari larut dalam etanol - Kadar sari larut dalam air - Kadar abu total

(63)

Lampiran 7. (Lanjutan)

b. Bagan pembuatan ekstrak simplisia daun sirsak

diperkolasi dengan n-heksan

Serbuk simplisia daun sirsak

(64)

Lampiran 7. (Lanjutan) c. Bagan uji toksisitas

dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

dicukupkan sampai 5 ml dicukupkan sampai 5 ml

dipipet 0,5 ml

dicukupkan

sampai 5 ml

diuapkan pelarutnya

ditambahkan 1 ml suspensi Na CMC

ditambahkan air laut buatan sebanyak 2 ml

dimasukkan 10 ekor larva udang Artemia salina

ditambahkan 1 tetes suspensi ragi

ditambahkan air laut buatan hingga 5 ml

dibiarkan di bawah sinar lampu selama 24 jadihitung jumlah larva yang mati

(65)

Lampiran 8. Data Persen Kematian Nauplii

Data Persentase Kematian Nauplii Oleh Ekstrak n-Heksan No Konsentrasi

(66)

Lampiran 8. (Lanjutan)

(67)

Lampiran 9. Perhitungan Uji aktivitas toksisitas 1. Perhitungan Persentase Kematian

Persentase Kematian = - X 100%

Tes = Jumlah kematian nauplii larutan uji

Kontrol = Jumlah kematian nauplii larutan kontrol

Total = Jumlah nauplii yang digunakan

2. Perhitungan Harga LC50

Menggunakan Analisa Regresi Linear.

a. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak n-heksan

Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml

Perhitungan harga LC50 ekstrak n-heksan menggunakan metode Analisa Regresi

(68)

= 2 = 81,11

Persamaan garis regresi linear :

Y = aX + b

Y = konsentrasi kematian

X = logaritma konsentrasi

Lampiran 9. (Lanjutan)

a = –

-=

-=

-=

= 21,665

b = - a

= 81,11 – 21,665.2

= 37,78

Y = aX + b

= 21,665X + 37,78

Untuk Y = 50

(69)

12,22 = 21,665 X

X = 0,564

LC50 = anti log X

LC50 = 3,66µg/ml

Lampiran 9. (Lanjutan)

b. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak etilasetat

Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml

Perhitungan harga LC50 ekstrak etilasetat menggunakan metode Analisa Regresi

(70)

Persamaan garis regresi linear :

Y = aX + b

Y = konsentrasi kematian

X = logaritma konsentrasi

a = –

=

=

=

= 18,3350

Lampiran 9.(Lanjutan) b = - a

= 82,2200 – 18,3350.2

= 45,5500

Y = aX + b

= 18,3350 X – 45,5500

Untuk Y = 50

50 = 18,3350 X – 45,5500

(71)

X = 0,2430

LC50 = anti log X

LC50 = 1,7500 µg/ml

Lampiran 9.(Lanjutan)

c. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak etanol

Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml

Perhitungan harga LC50 ekstrak etanol menggunakan metode Analisa Regresi

Linear

No Logaritma Konsentrasi (X)

% Kematian (Y) XY X2

(72)

Persamaan garis regresi linear :

Y = aX + b

Y = konsentrasi kematian

X = logaritma konsentrasi

(73)

Y = aX + b

= 16,6650X + 52,2300

Untuk Y = 50

50 = 16,6650X + 52,2300

-2,2500 = 16,6650X

X = -0,1340

LC50 = anti log X

Gambar

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun sirsak dan yang tertera     dalam Materia Medika Indonesia edisi V
Gambar 2. Daun sirsak (Annonae muricatae folium)
Gambar 3. Simplisia Daun Sirsak (Annonae muricatae folium)

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality

Sedangkan kontrol negatif ( mortalitas 0%) 10 ml air laut tanpa pemberian ekstrak yang telah diberikan tidak memberikan kematian pada larva Artemia salina Leach sehingga

ISOLASI METABOLIT SEKUNDER DARI FRAKSI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN Melochia umbellata YANG AKTIF TERHADAP LARVA UDANG Artemia..

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan uji toksisitas bekatul terhadap larva udang Artemia salina Leach untuk mengetahui tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan

Telah dilakukan uji toksisitas ekstrak etanol 96% daun sirsak (Annona muricata L.) dengan Brine Shrimp Lethality Test (BST) terhadap larva Artemia salina Leach.. Daun

Pada penelitian ini dilakukan penghitungan rendemen, pengujian bioaktivitas ekstrak methanol dan n- heksana daun Sungkai terhadap Artemia salina Leach dengan

Bioaktivitas larva Artemia salina Leach dilihat dari kemampuan yaitu tinggi atau rendahnya konsentrasi yang digunakan oleh ekstrak daun kecapi untuk mematikan

Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe terhadap larva Artemia salina Leach dengan.. metode Brine Shrimp Lethality Test