KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN
UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA
Artemia salina Leach.
SKRIPSI
OLEH:
IRA VERANITA SINURAT NIM 071501045
FAKULTAS FARMASI
KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN
UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA
Artemia salina Leach.
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
IRA VERANITA SINURAT NIM 071501045
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN
UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA
Artemia salina Leach.
OLEH:
IRA VERANITA SINURAT NIM 071501045
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : Agustus 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr.Ginda Haro, M.Sc., Apt. Dr. M.Pandapotan Nasution, MPS, Apt. NIP 195108161980031002 NIP 194908111976031001
Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001
Dra.Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Awaluddin Saragih, M,Si., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195008221974121002
Disahkan Oleh: Dekan,
KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach ABSTRAK
Tumbuhan sirsak (Annona muricata L.) termasuk dalam familia Annonaceae. Daun sirsak kaya akan metabolit sekunder yang bermanfaat sebagai obat. Masyarakat memanfaatkan daun sirsak untuk mengobati berbagai macam penyakit, bahkan rebusan daun sirsak dikatakan dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit kanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik daun sirsak, golongan senyawa dari simplisia daun sirsak, dan aktivitas sitotoksisitas ekstrak daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach. Karakterisasi simplisia daun sirsak dilakukan dengan pemeriksaan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Ekstrak daun sirsak dilakukan secara perkolasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Terhadap masing-masing ekstrak diuji aktivitas sitotoksisitasnya dengan metode brine shrimp lethally test. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga LC50.
Hasil karakterisasi simplisia memberikan kadar air 5,97%, kadar sari yang larut dalam air 18,19%, kadar sari larut dalam etanol 15,06%, kadar abu total 5,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25% . Hasil pemeriksaan mikroskopik tampak sel epidermis, kutikula tebal, terdapat stomata tipe anomositik, rambut penutup. Berkas pembuluh tipe kolateral dan dikelilingi oleh serabut.
Hasil uji sitotoksisitas dari ekstrak n-heksana, etilasetat, dan etanol simplisia daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach ditunjukkan dengan nilai LC50 berturut-turut 3,66µg/ml, 1,75 µg/ml, dan 0,73 µg/ml.
SIMPLEX CHARACTERIZATION, PHYTOCHEMICALS SCREENING AND THE TEST OF CITOTOXICITY EFFECT OF
SOURSOP LEAF(Annona muricata L.) EXTRACT WITH LARVAE Artemia salina Leach.
ABSTRACT
Soursop (Annona muricata L.) is included in the family of Annonaceae. Soursop leaves are rich in secondary metabolites are useful as a drug. Public use soursop leave to treat various diseases, even soursop leave boilde is said to be used as an alternative medicine for cancer.The purpose of the study was to obtain information about the charactheries of the soursop leave, group compound from the leaves of the soursop simplex, and citotoxicity activity of soursop leave extract with larvae Artemia salina Leach. Characterization of simplex the soursop leave is includes the determination of the water content, water soluble extractive, ethanol-soluble extractive, total ash value and acid inethanol-soluble ash value. The soursop leave was extracted by percolation method using n-hexana, ethylacetate, and ethanol as solvents. The citotoxicity activity of each extract was tested with brine shrimp method. To obtain the LC50, the data were analyzed using linear regression analysis.
The result of simplex characterization gave the water content 5.97%, the water soluble extractive 18.19%, the ethanol soluble extractive 15.06%, the total ash value 5.42% and the acid insoluble ash value 0.25%. The result of microscopic examination of suorsop leave showed an epidermis, thick cuticle, anomocitic stomata, covering hair, collateral vascular bundle is peripheried by fibers.
The result of the citotoxicity activity of the n-hexana, ethylacetat, and ethanol extract of simplex of soursop leave with Artemia salina Leach showed with LC50 values were 3.66 µg/ml, 1.75 µg/ml, and 0.73 µg/ml consequtively.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6
2.1.2 Sinonim ... 6
2.1.3 Nama Daerah ... 6
2.1.4 Habitat ... 6
2.1.5 Morfologi ... 6
2.1.6 Kandungan Kimia ... 6
2.2 Ekstraksi ... 5
2.3 Uji Sitotoksisitas ... 5
2.3.1 Metode Potato Disk ... 6
2.3.2 Brine Shrimp Lethality test ... 6
2.3.3 Uji Terhadap Lemna minor L. ... 6
2.3.4 Uji Terhadap cell line ... 6
2.4 Uraian Artemia salina Leach ... 5
BAB III. METODE PENELITIAN ... 5
3.1 Alat-alat ... 5
3.2 Bahan-bahan ... 5
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 6
3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ... 6
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 6
3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 6
3.4 Lokasi Penelitian ... 7
3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 7
3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2N ... 7
3.5.2 Larutan Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ... 7
3.5.3 Larutan Pereaksi Bouchadart ... ... 7
3.5.4 Larutan Pereaksi Mayer... 7
3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff ... ... 8
3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ... . 8
3.5.7 Larutan Pereaksi liebermann- Burchad ... .. 8
3.5.9 Air Kloroform ... ... 8
3.9.10 Larutan Kloralhidrat ... .... 8
3.9.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4M ... .. 8
3.9.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5N... ... 9
3.6 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 9
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 9
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 9
3.6.3 Penetapan Kadar Air ... 9
3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ... 10
3.6.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol.. 11
3.6.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 11
3.6.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 11
3.7 Skrining Fitokimia ... ... 12
3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida ... ... 12
3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida ... .. 12
3.7.3 Pemeriksaan Saponin ... ... 13
3.7.4 Pemeriksaan Tanin ... .... 13
3.7.5 Pemeriksaan Glikosida ... ... 13
3.7.6 Pemeriksaan Antrakinon ... ... 14
3.7.7 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... .. 14
3.8 Pembuatan Ekstrak ... 14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 17
4.2 Hasil Pemeriksaan karakteristik daun sirsak ... 17
4.3 Hasil Skrining Fitokimia ... .. 19
4.4 Hasil Ekstraksi ... 19
4.5 Hasil Uji Toksisitas ... 20
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
5.1 Kesimpulan ... 21
5.2 Saran ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 22
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1Hasil karakterisasi simplisia ... 18
4.2Hasil Skrining Fitokimia ... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 24
2. Gambar Tumbuhan Sirsak dan Daun Sirsak ... 25
3. Gambar Simplisia Daun Sirsak dan Serbuk Simplisia Daun Sirsak . 26 4. Gambar Mikroskopik Serbuk Simplisia Daun sirsak ... 27
5. Gambar Mikroskopik Penampang Melintang Daun Sirsak ... 28
6. Perhitungan Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia ... 29
7. Bagan Kerja ... 34
7. Data Persen Kematian Nauplii ... 37
KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA DAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach ABSTRAK
Tumbuhan sirsak (Annona muricata L.) termasuk dalam familia Annonaceae. Daun sirsak kaya akan metabolit sekunder yang bermanfaat sebagai obat. Masyarakat memanfaatkan daun sirsak untuk mengobati berbagai macam penyakit, bahkan rebusan daun sirsak dikatakan dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk penyakit kanker. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik daun sirsak, golongan senyawa dari simplisia daun sirsak, dan aktivitas sitotoksisitas ekstrak daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach. Karakterisasi simplisia daun sirsak dilakukan dengan pemeriksaan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Ekstrak daun sirsak dilakukan secara perkolasi bertingkat dengan menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol. Terhadap masing-masing ekstrak diuji aktivitas sitotoksisitasnya dengan metode brine shrimp lethally test. Data diolah menggunakan analisis regresi linear untuk memperoleh harga LC50.
Hasil karakterisasi simplisia memberikan kadar air 5,97%, kadar sari yang larut dalam air 18,19%, kadar sari larut dalam etanol 15,06%, kadar abu total 5,42%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,25% . Hasil pemeriksaan mikroskopik tampak sel epidermis, kutikula tebal, terdapat stomata tipe anomositik, rambut penutup. Berkas pembuluh tipe kolateral dan dikelilingi oleh serabut.
Hasil uji sitotoksisitas dari ekstrak n-heksana, etilasetat, dan etanol simplisia daun sirsak terhadap larva Artemia salina Leach ditunjukkan dengan nilai LC50 berturut-turut 3,66µg/ml, 1,75 µg/ml, dan 0,73 µg/ml.
SIMPLEX CHARACTERIZATION, PHYTOCHEMICALS SCREENING AND THE TEST OF CITOTOXICITY EFFECT OF
SOURSOP LEAF(Annona muricata L.) EXTRACT WITH LARVAE Artemia salina Leach.
ABSTRACT
Soursop (Annona muricata L.) is included in the family of Annonaceae. Soursop leaves are rich in secondary metabolites are useful as a drug. Public use soursop leave to treat various diseases, even soursop leave boilde is said to be used as an alternative medicine for cancer.The purpose of the study was to obtain information about the charactheries of the soursop leave, group compound from the leaves of the soursop simplex, and citotoxicity activity of soursop leave extract with larvae Artemia salina Leach. Characterization of simplex the soursop leave is includes the determination of the water content, water soluble extractive, ethanol-soluble extractive, total ash value and acid inethanol-soluble ash value. The soursop leave was extracted by percolation method using n-hexana, ethylacetate, and ethanol as solvents. The citotoxicity activity of each extract was tested with brine shrimp method. To obtain the LC50, the data were analyzed using linear regression analysis.
The result of simplex characterization gave the water content 5.97%, the water soluble extractive 18.19%, the ethanol soluble extractive 15.06%, the total ash value 5.42% and the acid insoluble ash value 0.25%. The result of microscopic examination of suorsop leave showed an epidermis, thick cuticle, anomocitic stomata, covering hair, collateral vascular bundle is peripheried by fibers.
The result of the citotoxicity activity of the n-hexana, ethylacetat, and ethanol extract of simplex of soursop leave with Artemia salina Leach showed with LC50 values were 3.66 µg/ml, 1.75 µg/ml, and 0.73 µg/ml consequtively.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keampuhan pengobatan herbal banyak dibuktikan melalui berbagai
pengalaman. Berbagai macam penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara
medis ternyata masih bisa diatasi dengan pengobatan herbal, contohnya penyakit
kanker (Agromedia, 2008).
Salah satu tanaman yang digunakan dalam pengobatan herbal yakni tanaman
sirsak yang termasuk dalam famili Annonaceae. Diperkirakan sejak tahun 1940
tanaman sirsak telah digunakan sebagai pengobatan herbal. Masyarakat Brasil
merupakan masyarakat yang pertama kali memanfaatkan tanaman sirsak untuk
dijadikan obat baik bagian daun, biji, buah, batang, dan akar. Daun sirsak
dikatakan dapat berkhasiat untuk pengobatan kanker, yakni dengan
mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain itu, tanaman sirsak juga
dimanfaatkan untuk pengobatan diare, anti kejang, anti jamur, gatal-gatal dan
lain-lain (Taylor, 2002).
Daun sirsak telah digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia untuk
mengobati beberapa penyakit, diantaranya sebagai obat sakit pinggang,
mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, reumatik, obat bisul, dan penurun panas.
Bahkan dikatakan dapat mengobati penyakit kanker, beberapa pasien yang
mengidap penyakit kanker sembuh dengan mengkonsumsi air rebusan daun
sirsak. Masyarakat juga memanfaatkan daun sirsak untuk mengusir serangga dan
Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia
lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan
senyawa yang terdapat dalam familia Annonaceae yang diduga memiliki potensi
sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang dapat bersifat toksik untuk
menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker (Zuhud, 2011).
Salah satu uji sitotoksisitas yang paling sederhana, yang dapat dilakukan
dengan mudah dan dapat diandalkan adalah uji sitotoksisitas metode brine shrimp
menggunakan larva (nauplii) udang laut Artemia salina Leach. Kandungan kimia
aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap manusia maupun
hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika
digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in vivo kematian suatu
hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan
kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak, fraksi maupun isolat. Namun
pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang
lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya (McLaughlin, 1998).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia dan melakukan uji toksisitas
ekstrak daun sirsak, dimana ekstrak diperoleh dengan cara perkolasi bertingkat
menggunakan pelarut n-heksan, etilasetat dan etanol 96% dari simplisia daun
sirsak. Kemudian ekstrak diuji sitotoksisitasnya terhadap larva Artemia salina
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah karakteristik simplisia daun sirsak yang diteliti sesuai dengan
monografi yang tertera dalam Materia Medika Indonesia ?
2. Apa saja golongan senyawa yang terdapat dalam simplisia daun sirsak ?
3. Apakah ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari
simplisia daun sirsak bersifat sitotoksik terhadap larva Artemia salina
Leach ?
1.3 Hipotesis
1. Karakteristik simplisia Daun sirsak yang diteliti sesuai dengan monografi
yang tertera dalam Materia Medika Indonesia
2. Di dalam simplisia daun sirsak terdapat beberapa golongan senyawa
metabolit sekunder.
3. Ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari simplisia daun
sirsak bersifat sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah karakteristik simplisia daun sirsak yang diteliti
sesuai dengan monografi yang tertera dalam Materia Medika Indonesia
2. Untuk mengetahui informasi golongan senyawa yang terdapat dalam
simplisia daun sirsak
3. Untuk mengetahui informasi sitotoksisitas ekstrak n-heksan, ekstrak
etilasetat dan ekstrak etanol dari simplisia daun sirsak terhadap larva
1.5Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang sitotoksisitas dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika dari tumbuhan sirsak adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polycarpiceae
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Spesies : Annona muricata L. ( Sunarjono, 2005)
2.1.2 Sinonim
Sinonim: Annona crassiflora Mart, Annona sericea A.macrocarpa
Wercklé, A. bonplandiana H.B. & K., A. cearensis A. Coriacea ,
Guanabanus muricatus (L.) M.Gómez (wikipedia, 2011).
2.1.3 Nama Daerah
Sumatera : Deureuyan belanda (aceh); tarutung olanda (batak); durio
ulondra (nias); durian belanda, nangka belanda, nangka walanda (melayu); durian
batawi, duian batawi (minangkabau); jambu landa(lampung). Jawa :
Nangkawalanda (sunda); angka londa, nangkamanila, nangka sabrang, mulwa
londa, surikaya welonda, srikaya welandi(jawa); nangka buris, nangka englan,
nangka moris (madura). Bali : Srikaya jawa. Nusatenggara : naka, nakat, annona
(gorontalo); sirikaya belanda (makasar) sirikaya balanda(bugis) Maluku : Anad
walanda, tafena warata (seram); anaal wakano (nusa laut); naka loanda (buru);
durian, naka wolanda (halmahera); naka walanda(ternate); naka lada(tidore)
(Ditjen POM, 1989 ).
2.1.4 Habitat
Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan derajat keasaman
(pH) antara 5-7. Jadi, tanah yang sesuai adalah tanah yang agak asam sampai agak
alkalis. Ketinggian tempat antara 100- 1000 m di atas permukaan laut lebih cocok
untuk tamanan sirsak. Pada daerah dengan ketinggian 1000 di atas permukaan
laut tanaman sirsak enggan tumbuh dan berbuah. Suhu udara yang sesuai untuk
tanaman sirsak adalah 22-320C. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman sirsak
antara 1500- 3000 mm/tahun (Sunarjono, 2005).
2.1.5 Morfologi
Secara morfologis, tanaman sirsak terdiri dari: Daun Berbentuk bulat
panjang, daun menyirip, berwarna hijau muda sampai hijau tua, ujung daun
meruncing, dan permukaan daun mengkilap.Bunga tunggal, dalam satu bunga
terdapat banyak putik sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. Bagian
bunga tersusun secara hemicyclis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran dan
yang lain spiral atau terpencar. Mahkota bunga yang berjumlah 6 sepalum yang
terdiri atas dua lingkaran, bentuknya hampir segitiga, tebal, dan kaku, berwarna
kuning keputih –putihan, dan setelah tua mekar dan lepas dari dasar bunganya.
Putik dan benang sari lebar dengan banyak karpel (bakal buah). Bunga keluar dari
ketiak daun, cabang, ranting, atau pohon. Bunga umumnya sempurna
terdapat pada satu pohon. Bunga melakukan penyerbukan silang, karena
umumnya tepung sari matang terlebih dahulu sebelum putiknya reseptif
(Sunarjono, 2005).
2.1.6 Kandungan Kimia
Daun sirsak mengandung alkaloid, tanin, dan beberapa kandungan kimia
lainnya termasuk annonaceous acetogenins. Annonaceous acetogenins merupakan
senyawa yang memiliki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa
yang dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel
kanker (Mardiana, 2011).
2.1.7 Manfaat
Daun sirsak dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan
kanker, yakni dengan mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk
pengobatan kanker, tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam,
diare, anti kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat,
gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Mardiana, 2011).
2.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :
A. Cara dingin 1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan
terpekat didesak keluar.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Cara perkolasi lebih baik
dibandingkan dengan cara maserasi karena:
- Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
- Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
B. Cara Panas 1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 0C.
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses
ini dilakukan pada suhu 90 0C selama 15 menit.
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-100 0C.
2.3 Uji Sitoksisitas
Dewasa ini penelitian terhadap senyawa aktif dari bahan alam sangat
dikarakterisasi dan dipublikasikan tanpa dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi.
Aktivitas biologi tumbuhan tersebut tidak diketahui hingga bertahun-tahun. Hal
ini disebabkan karena karena pencarian untuk senyawa yang memiliki aktivitas
farmakologi sering menggunakan uji aktivitas dengan biaya yang mahal.
Hambatan biaya ini mempengaruhi kegiatan farmakologis. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu uji aktivitas yang secara umum sederhana, mudah dan murah
namun dapat dipercaya dan dapat mendeteksi adanya senyawa yang mempunyai
aktivitas biologi secara luas yang terdapat pada ekstrak, fraksi dan isolat (Rahman,
1991). Beberapa uji pendahuluan yang memenuhi syarat–syarat di atas antara lain:
Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test (BST) dan Uji terhadap Lemna
minor L. (Meyer, 1982 ; McLaughlin, 1998).
2.3.1 Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall)
Metode Potato Disk (menghambat tumor crown gall) crown gall adalah
penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain yang spesifik dari
bakteri gram negatif Agrobacterium tumefaciens. Terdapat kesamaan antara
mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat
menghambat pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapa berfungsi sebagai
antitumor pada hewan. Uji ini merupakan uji pendahuluan yang sederhana untuk
menemukan senyawa antikanker dari bahan alami. Penghambatan pertumbuhan
crown gall tumor pada potato disk oleh ekstrak bahan alami, menunjukkan bahwa
ekstrak bahan alami tersebut aktif (McLaughlin, 1998).
2.3.2 Brine Shrimp Lethality Test
Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu
untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktvitas dan juga untuk
memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian
Salah satu organisme yang sangat sesuai untuk hewan uji tersebut adalah
brine shrimp (udang laut). Brine shrimp lethality test atau yang dikenal dengan
istilah metode BST sudah digunakan untuk berbagai sistem bioassay yaitu untuk
menganalisa residu pestisida, mikotoksin, polutan pada air sungai, anastetik,
toksin dinoflagelata senyawa yang berupa morfin, toksisitas pada dispersant
minyak dan kokarsinogenik ester phorbol. Dalam fraksinasi yang diarahkan
dengan bioassay, metode brine shrimp telah digunakan untuk memonitor fraksi
aktif mikotoksin dan antibiotik pada ekstrak jamur (Meyer, 1982).
Artemia salina Leach. adalah sejenis udang air asin. Telurnya merupakan
makanan ikan tropis dan telur tersebut dapat dijumpai di toko-toko yang menjual
ikan hias tropis dengan nama brine shrimp eggs. Telur ini dapat bertahan selama
bertahun-tahun dalam kondisi kering. Setelah ditempatkan dalam larutan air laut,
telur-telur akan menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan sejumlah nauplii.
Nauplii Artemia salina Leach ini dapat dipakai sebagai alat yang baik untuk
mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas biologi (McLaughlin,
1998).
2.3.3 Uji terhadap Lemna minor L.
Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah
perairan. Pada kondisi normal, kondisi ini secara langsung menghasilkan anak
daun. Jika ekstrak bahan alami dapat menghambat pertumbuhan dari anak daun
tumbuhan Lemna minor L., maka ekstrak bahan alami tersebut dikatakan aktif
2.3.4 Uji terhadap cell line
Bahan alami yang telah dinyatakan aktif pada uji pendahuluan, selanjutnya
dilakukan uji pada tahap berikutnya yaitu uji terhadap cell line. Uji ini
menggunakan sel-sel kanker secara in vitro, zat-zat antikanker diuji langsung
terhadap sel kanker. Contoh-contoh cell line yang banyak digunakan dalam
pengujian zat-zat antikanker antara lain L-1210 (leukimia pada tikus), S-256
(sarcoma pada manusia) (McLaughlin, 1998).
2.4 Uraian Artemia salina Leach.
Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum
Arthropoda dan kelas Crustaceae. Secara lengkap sistematika artemia dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustaceae
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina Linn.
Pada kondisi alamiah, artemia hidup di danau-danau dan perairan
bersalinitas tinggi. Oleh karena itu, artemia disebut juga udang renik asin (brine
shrimp). Secara fisik, artemia tidak mempunyai pertahanan tubuh, oleh karena itu
kemampuannya hidup di danau dengan salinitas tinggi merupakan sistem
Berbeda dengan artemia dewasa, telurnya yang kering dapat lebih tahan
terhadap perubahan suhu, telur artemia kering dapat bertahan pada suhu -2730C
dan 1000C, tetapi untuk telur yang basah tidak demikian halnya. Apabila telur
Artemia (udang laut) yang kering direndam dalam air laut, akan menetas dalam
waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluar larva yang dikenal dengan
istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, nauplius akan mengalami 15
kali perubahan bentuk (metamorfosis). Setiap kali mengalami perubahan bentuk
merupakan satu tingkatan. Tahap perkembangan pertama disebut instar I,
bentuknya lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan beratnya 15 µg. Warnanya
kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan. Oleh
karena itu mereka masih belum perlu makan. Setelah 24 jam, nauplius akan
berubah menjadi instar II. Pada tingkat ini nauplius mulai mempunyai mulut,
saluran pencernaan, dan dubur. Oleh karena itu mereka mulai mencari makanan,
dan bersamaan dengan itu cadangan makanannya pun mulai habis. Selama
perubahan terjadi nauplius akan mengalami pertumbuhan mata majemuk, antena
dan kaki. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka
nauplii telah berubah menjadi Artemia dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3
minggu. Artemia dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg.
Artemia dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Artemia
mempunyai cara makan dengan jalan menyaring makanannya atau (filter feeder).
Sebagai penyaring makanan artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil (dari
beberapa mikron sampai 50 mikron), baik mahluk hidup, benda mati, benda keras
mana yang bukan. Oleh karena itu, apa yang terdapat di dalam perut artemia
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi
pengumpulan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik, skrining
fitokimia, pembuatan ekstrak, dan uji toksisitas ekstrak daun sirsak terhadap larva
Artemia salina Leach.
3.1 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, bejana penetasan telur Artemia salina Leach, lampu 18 watt
(Hannochs), cawan berdasar rata, botol bersumbat, seperangkat alat penetapan
kadar air, tanur, mikroskop (Olympus), oven listrik (Stork), elektromantel
(Boeco), neraca analitik (Vibra AJ), dan penangas air.
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sirsak
(Annonae muricatae folium ), telur Artemia salina Leach (ISO), garam laut, ragi
tape, air suling. Bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain
berkualitas pro analisa yaitu n-heksan (destilasi), etilasetat (destilasi), etanol
(destilasi), asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, kloroform, toluen, timbal (II)
asetat, amil alkohol, metanol, natrium hidroksida, asam klorida pekat, serbuk
magnesium, kloralhidrat, isopropanol, α-naftol, amonia pekat, besi (III) klorida,
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif. Daun sirsak
diambil dari dari desa Nagarejo kecamatan Galang kabupaten Deli Serdang
propinsi Sumatera Utara. Sampel yang digunakan adalah daun ke 4 sampai 5 dari
pucuk.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat lembaga Ilmu Pengetahuan,
Bogor.
3.3.3 Pembuatan Simplisia
Daun sirsak yang telah dikumpulkan, disortasi basah yaitu memisahkan
daun sirsak dari bagian lain tumbuhan daun sirsak yang terikut, kotoran-kotoran
atau bahan asing lainnya, kemudian daun sirsak yang telah terkumpul dicuci untuk
menghilangkan debu yang melekat. Pencucian dilakukan dengan air kran yang
mengalir, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan diudara terbuka
(terlindung dari sinar matahari langsung) lalu ditimbang. Kemudian dimasukkan
ke dalam lemari pengering dengan suhu 40-50oC. Proses pengeringan dilakukan
sampai daun sirsak mudah diremukkan. Simplisia yang telah kering disortasi
kering yaitu memisahkan benda-benda asing seperti pengotoran-pengotoran lain
yang terjadi selama pengeringan. Setelah disortasi, ditimbang kembali. Simplisia
selanjutnya diserbuk dengan menggunakan blender. Serbuk simplisia dimasukkan
ke dalam kantung plastik kemudian disimpan dalam wadah tertutup, pada suhu
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium
Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga
100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.2 Larutan Pereaksi Natrum Hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas
karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.3 Larutan pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling
hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.4 Larutan pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml.
Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling. Kemudian
keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100
ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.5 Larutan Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
20ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain dilarutkan 27,2 g kalium iodida dalam
didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan
diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.6 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
(Ditjen POM, 1989).
3.5.7 Larutan Pereaksi Liebermann- Burchard
Sebanyak 19 bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 1 bagian
asam sulfat pekat (Franswoth, 1966).
3.5.8 Larutan Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh
volume 100 ml (Ditjen POM, 1978).
3.5.9 Air Kloroform
Sebanyak 2,5 ml kloroform dikocok dengan 900 ml air suling, cukupkan
dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.5.10 Larutan Kloralhidrat
Sebanyak 50 gram kloralhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml air
suling (Ditjen POM, 1979).
3.5.11 Larutan Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas
karbondioksida secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.5.12 Pereaksi Asam Nitrat 0,5 N
Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga
3.6 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran,
warna, bau dan rasa daun sirsak.
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan
cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
kloralhidrat dan ditutupi dengan cover glass (kaca penutup) kemudian dilihat
dibawah mikroskop dan juga dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada bagian
penampang melintang daun sirsak sebagai pedoman untuk melihat fragmen yang
terdapat dalam daun sirsak.
3.6.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen)
Cara kerja :
1. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluen didinginkan selama 30
2. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan
ke dalam labu yang berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15
menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetesan
perdetik, sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan
hingga 4 tetes perdetik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin
dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air
dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.
Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).
3.6.4 Penetapan Kadar Sari Yang larut dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24
jam dengan 100 ml air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring.
Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata
yang telah ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 0C sampai bobot tetap. Kadar
sari larut dalam air dihitung dengan persen terhadap simplisia (Ditjen POM,
1989).
3.6.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24
jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 6
jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk
kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya
dipanaskan pada suhu 105 0C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol
dihitung dalam persen terhadap simplisia (Ditjen POM, 1989).
3.6.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah dihaluskan dan ditimbang seksama
dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan
pada suhu 500 - 600°C sampai putih, ini menunjukkan bahwa karbon tidak ada
lagi kemudian didinginkan di desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot
tetap. Kadar abu dihitung terhadap simplisia (WHO, 1998).
3.6.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25
ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian diidinginkan
dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam
asam dihitung terhadap simplisia. (WHO, 1998).
3.7 Skrining fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa
gologan alkaloida, flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin dan
3.7.1 Pemeriksaan alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit.
Dinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi
Bouchardat
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf
Alkaloid dikatakan positif apabila terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit
dua dari tiga percobaan di atas.
3.7.2 Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, dididihkan
selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas. Kedalam 5 ml filtrat
ditambahkan serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol,
dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Bila terdapat flavonoida ditunjukkan
dengan timbulnya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
3.7.3 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok selama 10 detik. Jika
terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan
tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.
3.7.4 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu
sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika
terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3.7.5 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96%
dengan air (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan
dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal asetat 0,4
M, dikocok, diamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran
isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air
diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml
metanol. Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi
selanjutnya, diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5
tetes pereaksi Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui
dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan
adanya glikon.
3.7.6 Pemeriksaan Antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N,
dipanaskan sebentar, lalu didinginkan, ditambahkan 10 ml benzena, dikocok,
didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Kocok lapisan benzena
dengan 2 ml NaOH 2 N, diamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan
benzena tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon.
3.7.7 Pemeriksaan Steroida/triterpenoida
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2
jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya
merah berubah menjadi ungu atau biru hijau menunjukkan adanya
steroida/triterpenoida.
3.8 Pembuatan Ekstrak Cara kerja :
Sebanyak 200 g daun sirsak yang telah diserbukkan dimasukkan ke dalam
bejana tertutup, lalu dibasahi dengan cairan penyari selama 3 jam. Kemudian
masa dimasukkan ke dalam perkolator, lalu cairan penyari n-heksan dituang
secukupnya sampai terdapat selapis larutan penyari diatas serbuk simplisia, mulut
perkolator ditutup dengan aluminium foil dan plastik dan dibiarkan selama 24
jam. Setelah 24 jam keran perkolator dibuka dan cairan perkolat dibiarkan
menetes dengan kecepatan 1 ml per detik dan ditampung dalam botol. Perkolasi
dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi dan sebanyak 500
mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa.
Perkolat dipekatkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada
temperatur tidak lebih dari 40 0C, kemudian dikeringkan dengan menggunakan
alat freeze dryer lalu ampas dikeluarkan dari alat perkolator dan dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan selama 1 jam. Ampas yang telah dikeringkan, disari
kembali dengan cairan penyari etilasetat. Ampas dari perkolasi etilasetat
dikeringkan lalu disari kembali dengan cairan penyari etanol 96%. Setiap
perkolasi dilakukan dengan cara yang sama seperti perkolasi menggunakan n
3.9 Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol
dilakukan terhadap larva Artemia salina Leach, yaitu sebagai berikut :
Disiapkan air laut buatan dengan melarutkan 38 g garam laut dengan air
suling dicukupkan hingga 1L, kemudian disaring. Bejana penetasan disekat
menjadi dua bagian, yaitu bagian yang besar dan bagian yang kecil, lalu diberi
lubang pada sekatnya. Setelah air laut buatan dimasukkan ke dalam bejana, telur
Artemia salina Leach ditaburkan ke dalam bagian yang kecil kemudian bagian
atasnya ditutup dengan aluminium foil sedangkan bagian yang besar dibiarkan
terbuka menghadap lampu. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi larva dan
siap digunakan untuk hewan uji. Disiapkan larutan uji yang terdiri dari ekstrak
n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dengan konsentrasi : 1000, 100 dan
10 µg/ml, disiapkan 3 vial untuk masing-masing konsentrasi larutan uji sehingga
semuanya menjadi 9 vial dan 1 vial untuk kontrol. Larutan induk I dibuat dengan
menimbang 50 mg ekstrak lalu dilarutkan dengan pelarut yang sesuai sampai 5 ml
sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 µg/ml. Dari larutan induk I dipipet 0,5 ml
lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh larutan induk II dengan
konsentrasi 1000 µg/ml. Dari larutan induk II dipipet 0,5 ml lalu diencerkan
sehingga diperoleh konsentrasi 100 µg/ml. Dari konsentrasi 100 µg/ml dipipet 0,5
ml lalu diencerkan sampai 5 ml sehingga diperoleh konsentrasi 10 µg/ml.
Dimasukkan masing-masing larutan uji ke dalam vial, lalu pelarutnya dibiarkan
menguap seluruhnya. Pada tiap konsentrasi ekstrak dan kontrolnya ditambahkan 1
ml suspensi Na-CMC. Dimasukkan kira-kira 2 ml air laut buatan ke dalam
ditambahkan 1 tetes suspensi ragi sebagai makanannya lalu ditambahkan air laut
buatan sampai 5 ml. kemudian semua vial diletakkan di bawah cahaya lampu.
Setelah 24 jam dihitung jumlah larva yang mati (Mclaughlin et al., 1998). Data
dianalisis dengan Analisa regresi linear untuk menentukan LC50. Bagan uji
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Bogor menunjukkan bahwa tumbuhan termasuk suku Annonaceae, spesies
Annona muricata L. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 1
halaman 24.
4.2 Hasil karakterisasi simplisia daun sirsak (Annonae muricatae folium)
Hasil pemeriksaan makroskopik daun sirsak merupakan daun tunggal,
warna kehijauan, bentuk bundar panjang, atau bundar telur terbalik, Ujung daun
meruncing pendek, tepi rata, permukaan licin agak mengkilat, tulang daun
menyirip, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah. Panjang helaian
daun 11 cm sampai 12 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm (dapat dilihat pada lampiran 2
halaman 25) berbau khas dan rasanya agak kelat dan agak pahit, dalam Materia
Medika Indonesia edisi V dicantumkan bahwa daun sirsak merupakan daun
tunggal, warna kehijauan, bentuk bundar panjang, atau bundar telur terbalik,
Ujung daun meruncing pendek, tepi rata, permukaan licin agak mengkilat, tulang
daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah. Panjang
helaian daun 6 cm sampai 18 cm, lebar 2 cm sampai 6 cm. Hasil pemeriksaan
makroskopik dari daun sirsak (Annonae muricatae folium) yang diteliti sesuai
Hasil pemeriksaan mikroskopik helai daun sirsak pada penampang
melintang tampak sel epidermis atas bentuk empat persegi panjang dengan
dinding bergelombang, kutikula tebal, sel epidermis bawah lebih kecil dari
epidermis atas, rambut penutup. Pada tulang daun terdapat berkas pembuluh tipe
kolateral, berkas pembuluh dikelilingi oleh serabut. Gambar mikroskopik dapat
dilihat pada lampiran 3 halaman 27. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk
simplisia daun sirsak tampak epidermis bentuknya tidak beraturan, stomata tipe
anomositik, rambut penutup terdiri dari 2 sampai 3 sel, pembuluh kayu dengan
penebalan tangga, serabut, jaringan palisade, dan parenkim bernoktah.. Gambar
mikroskopik dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 28, dalam Materia Medika
Indonesia edisi V dicantumkan bahwa pada penampang melintang melalui tulang
daun tampak sel epidermis atas bentuk empat persegi panjang dengan dinding
bergelombang, kutikula tebal, sel epidermis bawah lebih kecil dari epidermis atas,
bentuk tidak beraturan dengan dinding bergelombang, terdapat stomata, rambut
penutup bentuk lurus, terdiri atas 2 sel sampai 3 sel, ujung tumpul. Mesofil
meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel, jaringan bunga karang terdiri dari
beberapa lapis sel, diantaranya terdapat ruang anatar sel yang lebar. Pada tulang
daun terdapat berkas pembuluh tipe kolateral, diantaranya terdapat jari-jari xylem,
berkas pembuluh dikelilingi oleh serabut, juga terdapat parenkim bernoktah,
kolenkim terdapat pada bagian bawah tulang daun, terdiri atas 2 lapis sel. Serbuk
berwarna kehijauan. Fragmen pengenal adalah epidermis atas bentuknya tidak
beraturan, dinding bergelombang; epidermis bawah bentuknya tidak beraturan,
dinding bergelombang dan stomata tipe anomositik, rambut penutup terdiri dari 2
fragmen parenkim bernoktah. Hasil pemeriksaan mikroskopik dari daun sirsak
dengan penampang melintang dan serbuk simplisia daun sirsak yang diteliti sesuai
dengan yang tertera dalam Materia Medika Indonesia edisi V.
Karakterisasi simplisia daun sirsak (Annonae muricatae folium) meliputi
pemeriksaan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam
etanol, kadar abu total, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Hasil
karakterisasi simplisia daun sirsak yang diteliti dan yang tertera dalam Materia
Medika Indonesia edisi V ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun sirsak dan yang tertera dalam Materia Medika Indonesia edisi V.
No. Parameter Hasil MMI
Kadar sari yang larut dalam air Kadar sari yang larut dalam etanol Kadar abu total
Kadar abu yang tidak larut dalam asam
Hasil karakterisasi simplisia daun sirsak yang diperoleh sesuai dengan
monografi yang tertera dalam Materia Medika Indonesia edisi V. Hasil penetapan
kadar air simplisia daun sirsak memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia
yaitu tidak melebihi 10%. Penetapan kadar air simplisia berfungsi untuk
mengetahui apakah simplisia sudah memenuhi persyaratan simplisia yang baik.
Kadar air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan
jamur. Kadar sari yang larut dalam air memenuhi persyaratan Materia Medika
Indonesia sebanyak 18,19% dan kadar sari yang larut dalam etanol sebanyak
15,06% Hasil ini menunjukkan bahwa daun sirsak mengandung lebih banyak
senyawa yang larut di dalam etanol yaitu senyawa metabolit sekunder. Penetapan
kadar abu total sebanyak 5,42% untuk mengetahui kadar zat anorganik yang
terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam
asam sebanyak 0,25% untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut
dalam asam. Perhitungan pemeriksaan serbuk simplisia daun sirsak dapat dilihat
pada lampiran 5 halaman 29.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin,
tanin, glikosida, antrakinon, steroida/triterpenoida, hasil skrining fitokimia
ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia
No Pemeriksaan Serbuk Simplisia
1 - = tidak memberikan reaksi
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia di atas menunjukkan bahwa daun
sirsak (Annonae muricatae folium) mengandung alkaloid, flavonoid, tanin,
glikosida, dan steroid/triterpenoid, dan hasilnya sesuai dengan pendapat Taylor
yang menyatakan bahwa daun sirsak mengandung alkaloid dan tanin. Skrining
dalam simplisia daun sirsak. Komposisi kandungan senyawa kimia dari suatu
tanaman dapat mempengaruhi aktivitas biologis dari tanaman tersebut.
4.4 Hasil Ekstraksi
Ekstraksi bahan pada setiap perlakuan dilakukan dengan cara perkolasi
secara bertingkat, mula-mula menggunakan pelarut n-heksana, etilaasetat, dan
etanol 96%. Hasil perkolasi 200 g serbuk simplisia daun sirsak diperoleh ekstrak
n-heksan sebanyak 9,656 g (4,83%), ekstrak etilasetat sebanyak 7,872 g (3,94%)
dan ekstrak etanol sebanyak 20,306 g (10,15%). Hasil ini menunjukkan bahwa
ekstrak simplisia daun sirsak lebih banyak mengandung senyawa polar
dibandingkan senyawa semi polar dan non polar.
4.5 Hasil Uji Sitotoksisitas
Uji Sitotoksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethally Test,
dimana ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol masing-masing
diuji sitotoksisitasnya terhadap larva Artemia salina Leach. Hasil Uji sitotoksisitas
dari ekstrak simplisia daun sirsak ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Uji Sitotoksisitas dari ekstrak simplisia daun sirsak
No Ekstrak LC50
LC50 merupakan konsentrasi letal yang mengakibatkan 50% dari hewan
uji mati. Jika harga LC50 yang diperoleh semakin rendah maka sitotoksisitasnya
akan semakin tinggi karena ekstrak yang digunakan untuk membunuh Artemia
salina Leach jumlahnya lebih sedikit. Aktivitas sitotoksisitas suatu senyawa dapat
aktif(10µg/ml < LC50 < 50µg/ml), aktif sedang (50µg/ml < LC50 < 100µg/ml), dan
tidak aktif (LC50 > 100µg/ml). Hasil Uji sitotoksisitas dari ekstrak simplisia daun
sirsak menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol
memiliki aktivitas yang tinggi dengan LC50 < 10µg/ml. Ekstrak etanol memiliki
harga LC50 yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak n-heksan dan ekstrak
etilasetat dan menunjukkan sifat sitotoksik yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak
n-heksana dan ekstrak etilasetat. Hasil perhitungan LC50 ekstrak simplisia daun
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
Hasil karakterisasi simplisia daun sirsak sesuai dengan monografi yang
tertera dalam Materia Medika Indonesia Edisi V. Hasil skrining fitokimia
menunjukkan bahwa simplisia daun sirsak mengandung senyawa kimia golongan
alkaloid, flavonoida, tanin, saponin, glikosida dan steroida/triterpenoida. Hasil uji
toksisitas dari ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol simplisia
daun sirsak ditunjukkan dengan nilai LC50 berturut-turut 3,66µg/ml, 1,75 µg/ml,
dan 0,73 µg/ml terhadap larva Artemia salina Leach, hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak simplisia daun sirsak memilki aktivitas tinggi (LC50 <10µg/ml).
4.2. Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian ini
dengan melakukan uji terhadap sel-sel kanker (cell line) guna penemuan senyawa
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. (2008). Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta:Tanggal akses 02 Mei 2011. Dikutip dar
Calow, P. (). Handbook of Ecotoxicologi. Page 145-146.
Ditjen POM. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 150 – 156, 165 – 167.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 33, 696.
Ditjen POM. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 41.
Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jilid II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 19 - 22.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 925.
Farnsworth, N. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 262-263.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Terjemahan K. Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB Press. Halaman 152.
Harefa, F. (1997). Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 14,15,26-28.
Mardiana,L.,Ratnasari,J. (2011). Ramuan dan Khasiat Sirsak. Jakarta: Penebar Swadaya.Halaman 17,38-40.
McLaughlin, J.L., Rogers,L.L. (1998). The Use Of Biological Assays To Evaluate Botanicals. Drug Information Journal. 32: 513-517
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Nichols,D.E., Jacobsen,L.B., Mclaughlin,J.L., (1982), Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay far Active Plant Constituents,Plant Medica Journal. 45: 31-35.
Mudjiman , A. (1989). Udang Renik Air Asin. Jakarta: Penerbit Bhratara. Hal. 18-20,25,29.
Taylor,L.(2002). Technical Data Report for Graviola Annona muricata. Tanggal akses 05 Mei 2011. Dikutip dari www.books.google.co.id.Halaman 1.
Wikipedia. (2011).
Tanggal akses 3 Februari 2011. Dikutip dari www.google.co.id.
World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials.WHO PHARM. Pages 27-28.
World Health Organizations. (1999). WHO Monographs On Selected Medicinal Plants. Vol.1. Geneva: WHO. Pages 7.
Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Sirsak dan Daun Sirsak
Gambar 1. Tumbuhan sirsak ( Annona muricata L. )
Lampiran 3. Gambar Simplisia Daun Sirsak dan Serbuk Simplisia Daun Sirsak
Gambar 3. Simplisia Daun Sirsak (Annonae muricatae folium)
Lampiran 4. Mikroskopik Serbuk Simplisia Daun Sirsak
Keterangan: 1. Epidermis atas; 2. Jaringan Palisade; 3. Stomata tipe anomositik 4. Parenkim bernoktah; 5. Serabut; 6. Rambut penutup
Lampiran 5. Hasil Mikroskopik Penampang Melintang Daun Sirsak
Keterangan: 1.Kutikula; 2.Epidermis atas; 3.Palisade; 4.Jaringan bunga karang; 5.Xilem; 6.Floem; 7.Serabut; 8.Stomata; 9.Epidermis bawah; 10.Rambut penutup
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Karakteristik Simplisia 1. Penetapan Kadar Air
Kadar air
-Sampel I
Berat sampel = 5,0030 g
Volume I = 1,9 ml
Volume II = 2,1 ml
Kadar air = - X 100%
= 3,99 % (v/b)
Sampel II
Berat sampel = 5,0370 g
Volume I = 2,1 ml
Volume II = 2,5 ml
Kadar air = - x 100%
= 7,94 % (v/b)
Sampel III
Berat sampel = 5,0220 g
Volume I = 2,5 ml
Kadar air = - X 100%
= 5,97 % (v/b)
Kadar air rata-rata =
Lampiran 5. (Lanjutan)
2. Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
Kadar sari larut air = X 100%
Sampel I
Berat sampel = 5,0180 g
Berat sari = 0,1830 g
Kadar sari larut air = X 100%
= 18,23 % (b/b)
Sampel II
Berat sampel = 5,0040 g
Berat sari = 0,1830 g
Kadar sari larut air = X 100%
= 18,28 % (b/b)
Sampel III
Berat sampel = 5,0160 g
Berat sari = 0,1810 g
Kadar sari larut air = X 100%
= 18,04 % (b/b)
Kadar sari larut air rata-rata = X 100%
Lampiran 5. (Lanjutan)
3. Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
Kadar sari larut etanol = X 100%
Sampel I
Berat sampel = 5,0240 g
Berat sari = 0,1620 g
Kadar sari larut etanol = X 100%
= 16,12 % (b/b)
Sampel II
Berat sampel = 5,0080 g
Berat sari = 0,1400 g
Kadar sari larut etanol = X 100%
= 13,97 % (b/b)
Sampel III
Berat sampel = 5,0080 g
Berat sari = 0,1510 g
Kadar sari larut etanol = X 100%
= 15,07 % (b/b)
Lampiran 5. (Lanjutan)
4. Penetapan Kadar Abu Total
Kadar abu total = X 100%
Dimana : w = berat sampel
w1 = berat abu
Sampel I
Berat sampel = 2,0002 g
Berat abu = 0,1085 g
Kadar abu total = X 100%
= 5,42 % (b/b)
Sampel II
Berat sampel = 2,0002 g
Berat abu = 0,1080 g
Kadar abu total = X 100%
= 5,39 % (b/b)
Sampel III
Berat sampel = 2,0003 g
Kadar abu total = X 100%
= 5,43 % (b/b)
Kadar abu rata-rata = X 100%
Lampiran 5. (Lanjutan)
5. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Kadar abu tidak larut asam = X 100%
Dimana : w = berat sampel
w1 = berat abu
Sampel I
Berat sampel = 2,0002 g
Berat abu = 0,0060 g
Kadar abu = X 100%
= 0,29 % (b/b)
Sampel II
Berat sampel = 2,0002 g
Berat abu = 0,0033 g
Kadar abu = X 100%
= 0,16 % (b/b)
Sampel III
Berat sampel = 2,0003 g
Kadar abu = X 100%
= 0,27 % (b/b)
Kadar abu rata-rata = X 100%
Lampiran 7. Bagan Kerja a. Bagan pengolahan simplisia
dicuci dengan air kran mengalir,
ditiriskan ditimbang
dikeringkan di dalam lemari pengering dengan suhu 40-50 0C
ditimbang
dihaluskan dengan menggunakan blender Daun Sirsak
Daun Sirsak
Simplisia Daun Sirsak
Serbuk simplisia Daun Sirsak
Ekstraksi Karakterisasi simplisia : - Mikroskopik
- Kadar air
- Kadar sari larut dalam etanol - Kadar sari larut dalam air - Kadar abu total
Lampiran 7. (Lanjutan)
b. Bagan pembuatan ekstrak simplisia daun sirsak
diperkolasi dengan n-heksan
Serbuk simplisia daun sirsak
Lampiran 7. (Lanjutan) c. Bagan uji toksisitas
dilarutkan dengan pelarut yang sesuai
dicukupkan sampai 5 ml dicukupkan sampai 5 ml
dipipet 0,5 ml
dicukupkan
sampai 5 ml
diuapkan pelarutnya
ditambahkan 1 ml suspensi Na CMC
ditambahkan air laut buatan sebanyak 2 ml
dimasukkan 10 ekor larva udang Artemia salina
ditambahkan 1 tetes suspensi ragi
ditambahkan air laut buatan hingga 5 ml
dibiarkan di bawah sinar lampu selama 24 jadihitung jumlah larva yang mati
Lampiran 8. Data Persen Kematian Nauplii
Data Persentase Kematian Nauplii Oleh Ekstrak n-Heksan No Konsentrasi
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 9. Perhitungan Uji aktivitas toksisitas 1. Perhitungan Persentase Kematian
Persentase Kematian = - X 100%
Tes = Jumlah kematian nauplii larutan uji
Kontrol = Jumlah kematian nauplii larutan kontrol
Total = Jumlah nauplii yang digunakan
2. Perhitungan Harga LC50
Menggunakan Analisa Regresi Linear.
a. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak n-heksan
Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml
Perhitungan harga LC50 ekstrak n-heksan menggunakan metode Analisa Regresi
= 2 = 81,11
Persamaan garis regresi linear :
Y = aX + b
Y = konsentrasi kematian
X = logaritma konsentrasi
Lampiran 9. (Lanjutan)
a = –
-=
-=
–
-=
= 21,665
b = - a
= 81,11 – 21,665.2
= 37,78
Y = aX + b
= 21,665X + 37,78
Untuk Y = 50
12,22 = 21,665 X
X = 0,564
LC50 = anti log X
LC50 = 3,66µg/ml
Lampiran 9. (Lanjutan)
b. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak etilasetat
Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml
Perhitungan harga LC50 ekstrak etilasetat menggunakan metode Analisa Regresi
Persamaan garis regresi linear :
Y = aX + b
Y = konsentrasi kematian
X = logaritma konsentrasi
a = –
=
=
–
=
= 18,3350
Lampiran 9.(Lanjutan) b = - a
= 82,2200 – 18,3350.2
= 45,5500
Y = aX + b
= 18,3350 X – 45,5500
Untuk Y = 50
50 = 18,3350 X – 45,5500
X = 0,2430
LC50 = anti log X
LC50 = 1,7500 µg/ml
Lampiran 9.(Lanjutan)
c. Perhitungan harga LC50 untuk ekstrak etanol
Konsentrasi yang digunakan adalah 10, 100 dan 1000 µg/ml
Perhitungan harga LC50 ekstrak etanol menggunakan metode Analisa Regresi
Linear
No Logaritma Konsentrasi (X)
% Kematian (Y) XY X2
Persamaan garis regresi linear :
Y = aX + b
Y = konsentrasi kematian
X = logaritma konsentrasi
Y = aX + b
= 16,6650X + 52,2300
Untuk Y = 50
50 = 16,6650X + 52,2300
-2,2500 = 16,6650X
X = -0,1340
LC50 = anti log X