UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK METANOL
DAUN
Garcinia benthami
Pierre TERHADAP LARVA
Artemia salina
Leach DENGAN METODE
BRINE
SHRIMP LETHALITY TEST
(BSLT)
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Aulia Ajrina
NIM: 1110103000065
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin,Sp.And selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi,Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
3. dr. Nurul Hiedayati,PhD selaku pembimbing 1 yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam
menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.
4. Puteri Amelia,M.Farm,Apt selaku pembimbing 2 yang telah memberikan masukan judul penelitian dan banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab modul riset yang selalu memberikan arahan dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
6. Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah bersedia memberikan daun Garcinia benthami Pierre untuk digunakan dalam penelitian ini.
7. Ayah dan Ibu atas limpahan kasih sayang yang telah diberikan, pengorbanan tanpa pamrih dan doa-doa yang selalu dipanjatkan, senantiasa memberikan arahan, dorongan semangat kepada penulis selama melaksanakan penelitian.
Terimakasih atas segala kebaikan dan pelajaran hidup yang luar biasa hingga
kini penulis telah beranjak dewasa.
8. Ibu Zeti Hariyati, M.Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi dan Ibu Puteri Amelia, M.Farm,Apt selaku PJ Laboratorium PNA yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.
9. Mbak Rani, Mbak Suryani, Mbak Dina, Mas Rachmadi, dan laboran-laboran lain yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
10. Teman-teman satu kelompok penelitian, Ratu, Eri, Fitri, Nur dan Nurraisya. Terimakasih atas kerja sama dan dukungannya selama melakukan penelitian ini.
11. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD, CIMSA, dan teman-teman lain yang penulis kenal namun tidak sempat tersebutkan.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat bermanfaat dengan baik.
Ciputat, 11 September 2013
Penulis
ABSTRAK
Aulia Ajrina. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2013
Daun Garcinia benthami Pierre termasuk famili Clusiaceae. Daun ini mengandung senyawa triterpen dan benzofenon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi toksisitas akut ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang ditunjukkan dengan nilai LC50. Penelitian eksperimental ini
menggunakan 180 larva udang (Artemia salina Leach) yang dibagi menjadi 1 kontrol negatif dan 5 kelompok seri konsentrasi ekstrak, masing-masing terdiri dari 10 ekor larva dengan replikasi 3 kali untuk tiap kelompok perlakuan. Konsentrasi ekstrak berturut-turut adalah 100,50,20,10, dan 5 ppm. Hasil pengamatan adalah terhadap larva yang mati 24 jam setelah pemberian ekstrak. Hasil dari analisis probit menunjukkan harga LC50 dari ekstrak metanol daun
Garcinia benthami Pierre adalah 73,43 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
metanol daun Garcinia benthami Pierre memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach menurut metode BSLT yang ditunjukkan dengan harga LC50<1000 ppm.
Kata kunci: Uji Toksisitas Akut, Garcinia benthami Pierre, Artemia salina Leach, BSLT, LC50
ABSTRACT
Aulia Ajrina. Medical Education Study Program. Acute Toxicity Test of Methanol Extract of Garcinia benthami Pierre Leaves Against Artemia salina Leach Larvae Using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Method. 2013
Garcinia benthami Pierre leaf belong to Clusiaceae family. This leaf contains
triterpen and benzofenon compounds. The purpose of this research is to determine the potency of acute toxicity of methanol extract of Garcinia benthami Pierre leaves against Artemia salina Leach larvae using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method which is shown by LC50 value. This research was done by using
180 brine shrimps were divided into 1 negative control, and 5 treatment groups, which contained 10 larvaes for each group with 3 times replication group. The extract concentration consecutively is 100,50,20,10,and 5 ppm. The result is against larvae that died 24 hours after extract was given.The result of probit analysis indicated that LC50 value of methanol extract of Garcinia benthami Pierre
leaves is 73,43 ppm. It means that methanol extract of Garcinia benthami Pierre leaves had acute toxicity potency against Artemia salina Leach larva according to BSLT method. It is indicated by LC50 value <1000 ppm.
Keywords: Acute Toxicity Test, Garcinia benthami Pierre, Artemia salina Leach, BSLT, LC50
1.3 Tujuan penelitian ... 2
1.3.1 Tujuan umum ... 2
1.3.2 Tujuan khusus ... 2
1.4 Manfaat penelitian ... 3
1.4.1 Bagi masyarakat... 3
1.4.2 Bagi institusi... 3
1.4.3 Bagi peneliti... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori... 4
2.1.1 Tumbuhan dalam Islam... 4
2.1.2 Keamanan penggunaan obat tradisional Indonesia... 5
2.1.3 Genus Garcinia... 6
2.1.4 Tumbuhan Garcinia benthami Pierre... 8
2.1.5 Definisi toksikologi... 11
2.1.6 Uji toksisitas akut... 13
2.1.7 Metode ekstraksi simplisia... 14
2.1.8 Larva udang Artemia salina Leach... 18
2.1.9 Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)……... 22
2.1.10 Metode penentuan nilai LD50 atau LC50... 23
2.2 Kerangka konsep... 25
2.3 Definisi operasional... 26
BAB 3 METODE PENELITIAN 1.1 Desain penelitian ... 27
1.2 Lokasi dan waktu penelitian... 27
1.3 Populasi dan sampel... 27
3.3.1 Populasi... 27
3.3.2 Sampel... 27
3.3.2.1 Kriteria inklusi... 27
3.3.2.2 Kriteria ekslusi... 27
3.3.2.3 Besar sampel... 27
3.3.2.4 Cara pengambilan sampel... 28
1.4 Determinasi tanaman... 28
1.5 Bahan yang diuji... 28
1.6 Alat dan bahan penelitian... 28
3.6.1 Alat penelitian... 28
3.6.2 Bahan penelitian... 29
1.7 Cara kerja penelitian... 29
3.7.1 Ekstraksi daun Garcinia benthami Pierre dengan maserasi... 29
3.7.2 Penetasan larva udang Artemia salina Leach... 31
3.7.3 Pembuatan konsentrasi ekstrak yang akan diuji... 31
3.7.4 Prosedur uji toksisitas dengan metode BSLT...32
1.8 Alur penelitian... 33
1.9 Pengolahan dan analisis data... 34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ekstraksi daun Garcinia benthami Pierre………….… 35
4.2 Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT………... 36
4.3 Penetapan nilai LC50………... 40
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 43
5.2 Saran... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori toksisitas berdasarkan nilai LC50... 22
Tabel 3.1 Data konsentrasi ekstrak pada tabung reaksi………...……….… 32
Tabel 4.1 Data berat ekstrak kental daun Garcinia benthami Pierre…...…. 36
Tabel 4.2 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach...… 37
Tabel 4.3 Perhitungan LC50 dengan metode probit……….………….. 40
Tabel 6.1 Transformasi persen-probit... 53
Tabel 6.2 Output hasil analisis probit dengan SPSS 16.0 for windows... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pohon Garcinia benthami Pierre...……….…….. 9
Gambar 2.2 Daun Garcinia benthami Pierre………...………. 10
Gambar 2.3 Sifat–sifat fisika dan kimia metanol…………...…………..… 17
Gambar 2.4 Metabolisme metanol……...………. 17
Gambar 2.5 Siklus hidup Artemia salinaLeach …...………... 19
Gambar 2.6 Tahap penetasan telur Artemia... 19
Gambar 2.7 Larva Artemia salina Leach setelah menetas A) 24 jam, B) 48 jam, C) 72 jam...………..….… 20
Gambar 2.8 Bagian tubuh larva Artemia salinaLeach……...………….. 20
Gambar 2.9 Karakteristik morfologi larva Artemia tingkat instar I,II, dan III... 21
Gambar 3.1 Bagan alur ekstraksi daun Garcinia benthamiPierre…...….... 30
Gambar 3.2 Bagan alur penelitian……… 33
Gambar 4.1 Grafik pengaruh konsentrasi ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre terhadap kematian larva Artemia salina Leach………38
Gambar 4.2 Grafik regresi linier konsentrasi ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre terhadap nilai probit……..…. 41
Gambar 6.1 Keterangan determinasi tanaman... 48
Gambar 6.2 Keterangan bahan penelitian kista Artemia... 49
Gambar 6.3 Destilasi pelarut metanol...50
Gambar 6.4 Botol maserasi... 50
Gambar 6.5 Proses evaporasi dengan Rotary Evaporator... 50
Gambar 6.6 Ekstrak kental daun Garcinia benthami Pierre... 50
Gambar 6.7 Ekstrak kental 250 mg... 50
Gambar 6.8 Larutan induk 1000 ppm... 50
Gambar 6.9 Proses penyaringan... 51
Gambar 6.10 Hasil uji BSLT... 51
Gambar 6.11 Wadah penetasan telur Artemia salina Leach... 51
Gambar 6.12 Larva Artemia salina Leach umur 48 Jam... 51
Gambar 6.13 Serbuk simplisia daun Garcinia benthami Pierre... 51
Gambar 6.14 Konsentrasi ekstrak metanol daun Garcinia benthamiPierre………. 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman………..… 48
Lampiran 2. Keterangan bahan penelitian kista Artemia………... 49
Lampiran 3. Gambar bahan dan alat penelitian……….…. 50
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre……….… 52
Lampiran 5. Tabel transformasi persen – probit………..…. 53
Lampiran 6. Hasil analisis probit dengan SPSS16.0 for windows... 57
Lampiran 7. Daftar riwayat hidup………..……… 63
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia sering menggunakan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk sumber makanan maupun pengobatan. Tumbuhan mengandung berbagai jenis bahan kimia alami yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Penggunaan obat tradisional sebagian besar berbahan dasar alami, yaitu berasal dari daun, kulit batang, biji, buah, atau akar tumbuhan.1
Salah satu tumbuhan yang telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah genus Garcinia. Garcinia termasuk famili Clusiaceae. Masyarakat mengenal genus ini sebagai tumbuhan keluarga manggis yang dapat bermanfaat untuk obat tradisional dan sumber makanan. Genus Garcinia memiliki beberapa kandungan kimia yang telah berhasil diisolasi, yaitu senyawa xanton, benzofenon, golongan flavonoid, dan triterpen.2 Genus Garcinia terdiri dari 500 jenis yang tersebar luas di
kawasan tropis dan didapatkan hampir di seluruh Indonesia.3 Beberapa spesies Garcinia tidak dimanfaatkan secara baik dan sering ditebang oleh masyarakat sehingga dapat menimbulkan kepunahan bagi keberadaan Garcinia di masa mendatang.2
Garcinia telah dikenal sebagai sumber senyawa xanton dan
bioflavonoid dengan berbagai macam bioaktivitas seperti antibakteri, antioksidan, antikanker, antijamur, dan antiinflamasi.4 Berdasarkan penelitian antioksidan ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre didapatkan nilai IC50 29,91 μg/mL sehingga tergolong antioksidan sangat
kuat.2 Namun, masih terdapat beberapa spesies dari Garcinia yang belum diketahui potensi toksisitasnya sehingga perlu dilakukan uji toksisitas. Salah satu spesiesnya adalah Garcinia benthami Pierre.
Penelitian uji toksisitas akut ekstrak metanol daun Garcinia
benthami Pierre menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Sifat pelarut yang akan digunakan dalam penelitian ini
bergantung pada polaritas. Metanol tergolong sebagai pelarut polar
sehingga dapat mengekstraksi senyawa polar.5
BSLT merupakan suatu bioassay sebagai metode awal untuk penelitian bahan alam yang bersifat toksik. Metode ini sering digunakan karena relatif mudah, murah, cepat, dan hasilnya dapat dipercaya.6
Metode BSLT menggunakan hewan coba berupa larva udang
Artemia salina Leach, organisme sederhana dari biota laut yang sangat
kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik. Uji toksisitas dengan metode ini merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian larutan uji.7 Untuk mengetahui manfaat dan potensi toksisitas dari daun Garcinia benthami Pierre yang hampir punah maka peneliti mencoba melakukan uji toksisitas akut dari ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre dengan metode BSLT.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu apakah ekstrak metanol daun
Garcinia benthami Pierre memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva
Artemia salina Leach menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT)?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui potensi toksisitas akut dari ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mengetahui persentase kematian larva Artemia salina Leach setelah pemberian ekstrak metanol daun Garcinia benthami Pierre.
b) Mengetahui nilai LC50 dari ekstrak metanol daun Garcinia
benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach
menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Menambah informasi tentang tumbuhan keluarga manggis yang berpotensi sebagai tanaman obat.
1.4.2 Bagi Institusi
a) Penelitian ini dapat menambah jumlah dan jenis penelitian yang telah dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b) Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut bagi peneliti yang lain.
1.4.3 Bagi Peneliti
a) Penelitian ini menjadi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b) Memperoleh suatu pengalaman dalam bidang penelitian
eksperimental terutama dalam bidang kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tumbuhan dalam Islam
Allah SWT menciptakan tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup yang memiliki banyak manfaat. Tumbuh-tumbuhan memiliki kandungan kimia yang dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup lainnya. Allah SWT berfirman, yang artinya : “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi
kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya
kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal.” (Q.S Az-Zumar : 21).
Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyuruh manusia untuk
merenungkan dan memperhatikan keanekaragaman serta keindahan ciptaan-ciptaan-Nya yang amat menakjubkan. Firman Allah dalam QS. Al-An’am: 99 yang artinya : “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan
dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-An’am: 99)
Allah SWT telah menganugerahkan akal dan pikiran kepada manusia. Allah SWT memerintahkan manusia untuk berpikir mengenai salah satu kejadian di bumi ini, yaitu proses tumbuhnya tanam-tanaman di permukaan bumi. Maka tumbuhlah tanam-tanaman, sejak dari benih kemudian menjadi besar, berbunga
yang beraneka warna, dan berbuah. Tumbuhan bermanfaat bagi manusia maupun
binatang. Tumbuhan dapat dijadikan sebagai bahan makanan atau diolah untuk keperluan-keperluan lain, salah satunya dapat dijadikan sebagai obat.8
2.1.2 Keamanan Penggunaan Obat Tradisional Indonesia
Tumbuhan mengandung banyak senyawa murni yang dapat digunakan dalam obat konvensional maupun modern. Obat dari tumbuhan digunakan sebagai pilihan terapeutik dan sering menjadi bentuk terapi yang aman. Masyarakat harus mengetahui tentang keamanan, efektivitas, dan penggunaan obat secara tepat.9 Definisi obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran dari bahan tersebut yang digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional Indonesia atau lebih dikenal dengan nama jamu, umumnya obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau dapat juga seluruh bagian tumbuhan.10
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di masyarakat dijamin keamanannya oleh pemerintah dengan mengimplementasikannya dalam
Permenkes No.760/Menkes/Per/IX/1992 tentang obat tradisional dan fitofarmaka.11 Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati, yang khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku dan telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.10
Penelitian obat tradisional Indonesia meliputi penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas, farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Kandungan kimia obat herbal dipengaruhi beberapa faktor yaitu letak geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara dan waktu panen, dan cara perlakuan pascapanen (pengeringan, penyimpanan).10
Apabila terdapat bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaan obat tradisional pada manusia, maka obat tradisional dapat menjadi pertimbangan untuk digunakan di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan secara sistematik dan bertahap. Tahapan penelitian dalam pengembangan obat tradisional menjadi
fitofarmaka adalah sebagai berikut : 10
a) Seleksi
Jenis obat tradisional/obat herbal yang diutamakan untuk diteliti adalah : 10 berkhasiat untuk penyakit yang menduduki peringkat atas dalam angka
kejadiannya.
berkhasiat untuk penyakit tertentu berdasarkan pengalaman
merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti kanker.
b) Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan uji agar dapat diketahui toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Uji farmakodinamik pada hewan uji digunakan untuk memprediksi efek pada manusia, sedangkan uji toksisitas digunakan untuk melihat dan mengetahui keamanannya.10
c) Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
Bentuk sediaan obat herbal dan prosedur ekstraksi dapat mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Ekstrak yang dihasilkan dengan jenis pelarut
tertentu dapat memiliki efek terapi yang berbeda karena zat aktif yang terlarut berbeda.10
d) Uji klinik
Obat tradisional/obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik agar dapat menjadi fitofarmaka. Apabila obat
tradisional/obat herbal telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik, maka uji klinik pada manusia dapat dilakukan.10
2.1.3 Genus Garcinia
Genus Garcinia merupakan salah satu genus dari famili Clusiaceae. Di Indonesia, pemanfaatan Garcinia secara umum masih kurang dilakukan. Jenis Garcinia yang umumnya ditanam yaitu G.mangostana L. untuk diambil buahnya.
Garcinia mangostana merupakan spesies dari genus Garcinia yang banyak
terdapat di Asia Tenggara.2
Di daerah Sumatera Utara, salah satu jenis Garcinia yang dapat pula
diambil buahnya yaitu jenis G.atroviridis. Selain itu, G.atroviridis memiliki daya tarik tersendiri yaitu saat tunas muda tumbuh bersama-sama dalam satu pohon sehingga menimbulkan dua warna daun muda yang menarik yaitu hijau muda dan merah muda. Tumbuhan Garcinia umumnya memiliki ukuran yang tidak terlalu besar.3
Genus Garcinia memiliki struktur kayu yang keras dengan warna beragam mulai dari kuning sampai coklat kemerahan. Habitus pohon memiliki tinggi mencapai 25-33 m. Diameter batang pohon sekitar 60-100 cm dan mengecil ke arah ujung. Garcinia jarang yang berupa semak dan bentuk pohon umumnya kerucut dengan percabangan berselang-seling. Umumnya daun berwarna hijau. Bunga betina biasanya memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan bunga jantan dan bunga terdapat di bagian ketiak daun. Seluruh bagian pada tumbuhan ini dapat mengeluarkan getah yang kental dan lengket berwarna putih atau kuning.2
Berdasarkan kemotaksonomi, spesies tumbuhan dalam satu genus memiliki aktivitas kimiawi yang sama secara kualitatif dan akan berbeda secara
kuantitatif. Perbedaan kuantitatif dari setiap senyawa dipengaruhi oleh ekosistem tumbuhan tersebut. Bagian tertentu pada tumbuhan seperti kulit batang dan akar juga dapat ditemukan senyawa-senyawa yang sama atau berbeda. Selain itu afinitas kimiawi dalam satu genus memiliki hubungan kekerabatan molekul yang dapat dilihat pada jalur biogenesis pembentukan senyawa-senyawa tersebut.12
Genus Garcinia mengandung senyawa xanton yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antibakteri, antidiabetes, antikanker dan antiinflamasi.Pada
G. mangostana diketahui terdapat senyawa alfamangostin dan garcinone E yang
berperan untuk menghambat proliferasi sel kanker dengan mengaktivasi enzim kaspase 3 dan 9 untuk memicu apoptosis sel kanker. Alfamangostin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker dengan nilai IC50 sebesar 1 µg/1µL (2.44
µM).13,14
Garcinia mangostana Linn telah diketahui menghasilkan 6 turunan xanton
yaitu senyawa alfamangostin, betamangostin, gamamangostin, mangostinone, garcinone, garcinone E, dan 2-isoprenyl-1,7-dihydroxy-3-methoxyxanthone. Jenis
xanton yang paling berperan sebagai antikanker, antioksidan, dan mengaktifkan
sistem imun tubuh yaitu alfamangostin, betamangostin, dan garcinone E.15
Beberapa senyawa xanton dari berbagai spesies Garcinia diantaranya adalah porsaton A dari G. parvifolia; 1,4-dihidroksi-2-(3’-metilbut-2’-enil) xanton dari G. polyanta Oliv; 1,7-dihidroksi-6’,6’-dimetilpiran-(2’,3’:6,5) xanton dari G.
nigrolineata; 1,6-dihidroksi xanton, 1,4,5-trihidroksi xanton dari G. vieillardii.
Senyawa – senyawa ini melalui penelitian bioaktivitas secara in vitro maupun in vivo telah menunjukan aktifitas sebagai antijamur, antibakteri, antikanker, antifungal, dan antimalaria.16
Spesies lain dari Genus Garcinia yang memiliki khasiat antikanker adalah
Garcinia griffithii T.Anders yang dikenal dengan nama kandis gajah. Ekstrak
metanol dari kulit batang tumbuhan Garcinia griffithii T. Anders dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7. Nilai IC50 dari ekstrak
metanol sebesar 68,613 μg/mL.16
Pada umumnya tumbuhan dapat menghasilkan senyawa metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer yaitu protein, lemak, asam nukleat, dan polisakarida merupakan penyusun dari makhluk hidup. Metabolit sekunder adalah
senyawa yang disintesis tumbuhan untuk mempertahankan eksistensi dalam berinteraksi dengan ekosistem dan berperan pada kelangsungan hidup suatu spesies. Senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah flavonoid, benzofenon, dan xanton.12,17
Di habitat aslinya, Garcinia dapat dijadikan pohon tropis yang memiliki
potensi sebagai tanaman hias, koleksi buah, pohon tepi jalan, reboisasi, penghijauan, atau sumber makanan bagi satwa. Walaupun tumbuhan Garcinia belum terlalu dibudidayakan oleh masyarakat, tetapi secara alami dapat beradaptasi dengan baik.3
2.1.4 Tumbuhan Garcinia Benthami Pierre
Garcinia benthami Pierre dapat tumbuh di hutan dataran rendah dan
termasuk tumbuhan tahunan, masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun. Warna daun tanaman ini selalu berwarna hijau. Genus Garcinia termasuk ke
dalam Famili Clusiaceae yang umumnya dikenal sebagai tumbuhan keluarga
manggis dan sering digunakan untuk obat tradisional atau tanaman pangan.3
Gambar 2.1 Pohon Garcinia benthami Pierre
Sumber : Dokumentasi pribadi
Taksonomi tumbuhan Garcinia benthami Pierre memiliki klasifikasi
sebagai berikut :2 Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Archichlamydeae Ordo : Guttiferales Familia : Clusiaceae Genus : Garcinia
Species : Garcinia benthami Pierre
Pada umumnya, tinggi pohon Garcinia benthami Pierre mencapai 30 m dan pohon berbentuk kerucut dengan percabangan berselang-seling. Pohon ini memiliki batang yang lurus dan daun berwarna hijau. Bunga jantan memiliki benang sari dan ukuran bunga jantan lebih kecil dibandingkan bunga betina. Bunga terdapat di ketiak daun, memiliki daun kelopak dan daun mahkota sekitar
4-5 helai.2 Menurut data koleksi Kebun Raya Bogor pada tahun 2000, ukuran
tumbuhan G.benthami Pierre yaitu tinggi 17 m, diameter batang 43,13 cm, dan diameter tajuk 12 m.3
a.
b.
Sumber : a) http://www.asianplant.net/Clusiaceae/Garcinia_benthami.htm b) dokumentasi pribadi
Hasil isolasi dari daun Garcinia benthami Pierre yaitu ditemukan kandungan senyawa kimia triterpen dan benzofenon. Selain itu, ekstrak n-heksan, etil asetat, aseton, dan metanol dari daun Garcinia benthami Pierre menunjukkan nilai IC50 berturut-turut 82222 μg/mL, 235,81 μg/mL, 34,69 μg/mL dan 29,91
μg/mL. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada ekstrak aseton dan metanol Gambar 2.2 Daun Garcinia benthami Pierre
terdapat aktivitas antioksidan, sedangkan ekstrak n-heksan dan etil asetat tidak
memiliki aktivitas antioksidan.2
2.1.5 Definisi Toksikologi
Definisi toksin atau racun adalah zat yang jika masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang cukup dan bereaksi secara kimiawi dapat menimbulkan kematian atau kerusakan berat pada orang yang sehat.18 Efek toksik atau keracunan dapat berakibat fatal dan mengancam kehidupan. Adanya interaksi dari zat kimia yang berlebihan dapat menimbulkan efek toksik. Jumlah zat kimia atau metabolitnya di sel sasaran akan berpengaruh dalam menentukan efek toksik.19
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering berinteraksi dengan zat kimia disekitarnya. Zat kimia tersebut ada yang berdampak positif dan ada pula yang berdampak negatif. Apabila terjadi interaksi dari zat kimia atau metabolitnya yang berlebihan, maka dapat menimbulkan efek toksik. Pada beberapa spesies atau individu yang homogen, adanya peningkatan dosis zat toksik yang diberikan maka akan sebanding dengan peningkatan respon toksik.20
Toksikologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat
kimia atas sistem biologi. Definisi ketoksikan atau toksisitas adalah kapasitas suatu zat kimia/beracun (xenobiotics) untuk dapat menimbulkan efek toksik tertentu pada makhluk hidup.19 Lamanya paparan zat toksik berhubungan erat dengan efek toksik yang ditimbulkan. Taraf toksisitas dipengaruhi berbagai faktor antara lain :20
a) Spesies uji
b) Cara racun masuk ke dalam tubuh c) Frekuensi dan lamanya paparan d) Konsentrasi zat pemapar
e) Bentuk, sifat kimia/fisika zat pencemar
f) Kerentanan berbagai spesies terhadap pencemar
Kehidupan manusia sangat bergantung dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Oleh karena itu, salah satu manfaat penentuan LC (Lethal
Concentration) yaitu agar dapat menentukan konsentrasi zat yang boleh atau
aman ada di lingkungan.20
Umumnya, penelitian toksikologi dibagi menjadi tiga kategori :
a) Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. Takaran konsentrasi yang dianjurkan yaitu dari konsentrasi terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan konsentrasi tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji.21 b) Uji toksisitas jangka pendek, dilakukan dengan memberikan zat kimia yang
sedang diuji secara berulang-ulang. Umumnya setiap hari atau lima kali seminggu selama jangka waktu sekitar 10% dari masa hidup hewan uji.21 Uji ini bertujuan untuk melihat pengaruh paparan suatu zat yang berulang-ulang dengan dosis yang tidak mematikan atau dosis yang kemungkinan akan diberikan pada manusia.19 Uji ini terbagi menjadi dua macam :
Uji toksisitas subakut adalah uji untuk menentukan besarnya dosis pada penelitian toksisitas subkronik, menentukan dosis atau kadar tanpa efek, dan lama uji 14 hari.19
Uji toksisitas subkronik adalah uji yang menggunakan minimal 3 dosis uji dan 1 kontrol, menggunakan 2 spesies hewan uji, dan lama uji 90 hari.19
c) Uji toksisitas jangka panjang (kronik), dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji secara berulang-ulang selama masa hidup hewan uji atau sebagian besar masa hidupnya.21
Wujud efek toksik yaitu adanya perubahan atau gangguan biokimiawi, fungsional atau struktural suatu sel. Dapat pula kerusakan sel akibat gabungan dua atau ketiga gangguan di atas.Terdapat dua jenis efek toksik :19
a) Ciri efek toksik reversible (terbalikan):
Reseptor dapat kembali seperti keadaan semula ketika jumlah zat toksik dalam tempat kerjanya atau reseptornya telah habis.
Efek toksik yang ditimbulkan akan cepat hilang atau kembali normal. Taraf toksisitas tergantung dari dosis, kecepatan absorpsi, distribusi, dan
eliminasi zat toksik.
b) Ciri efek toksik irreversible (tidak terbalikan): Kerusakan yang ditimbulkan bersifat permanen.
Dapat terjadi akumulasi efek toksik apabila ada paparan berikutnya yang menimbulkan kerusakan dengan sifat sama.
menimbulkan zat racun yang sangat sukar dieliminasi.
paparan dengan takaran sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang sama efektifnya dengan efek pada paparan dosis besar jangka pendek.
2.1.6 Uji Toksisitas Akut
Tujuan memahami toksikologi yaitu agar dapat menilai keamanan suatu zat yang akan kita gunakan dalam pengobatan. Efek berbahaya yang terjadi segera setelah terpapar suatu zat tunggal atau kombinasi zat sekali atau beberapa kali dalam waktu yang singkat merupakan pengertian dari toksisitas akut. Makna akut menunjukkan bahwa efek berbahaya yang terjadi segera setelah terpapar dosis tunggal atau berulang dalam waktu 24 jam. Toksisitas atau efek berbahaya yang ditimbulkan dapat menyebabkan gangguan fungsional, biokimiawi, atau fisiologis (struktural).19
Pengujian yang dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan coba tertentu dan pengamatan dilakukan pada 24 jam pertama setelah perlakuan yang dilakukan dalam satu kesempatan saja disebut sebagai uji toksisitas akut, yang data kuantitatifnya dapat diperoleh melalui LD50
atau LC50.22
Dosis atau konsentrasi yang diberikan sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara statistik diharapkan dapat mematikan 50
persen hewan coba disebut sebagai LD50 (median lethal dose) atau LC50 (median
lethal concentration).19 Perbedaan istilah untuk menyatakan toksisitas suatu zat :
a) Lethal Dose (LD)
menyatakan jumlah zat yang masuk ke dalam tubuh organisme atau hewan coba yang menyebabkan respon berupa kematian hewan coba. Tujuannya untuk mencari dosis aman menggunakan LD50.19
b) Lethal Concentration (LC)
menyatakan konsentrasi zat yang berada di luar tubuh organisme atau hewan coba yang menyebabkan respon berupa kematian hewan coba. Pada
umumnya, semakin besar nilai LC50 maka semakin rendah toksisitasnya.
Namun sebaliknya, semakin kecil nilai LC50 maka semakin toksik senyawa
tersebut.19
2.1.7 Metode Ekstraksi Simplisia
Simplisia merupakan bahan alam yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan kecuali dinyatakan berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia yang berasal dari tanaman utuh, bagian tanaman, dan eksudat tanaman dengan tingkat kehalusan tertentu disebut simplisia nabati.23
Proses ekstraksi merupakan suatu kegiatan untuk menarik kandungan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin atau cara panas.2
Metode ekstraksi cara dingin yaitu dalam pengerjaannya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa. Dalam melakukan ekstraksi, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :5
a) Tipe ekstraksi
b) Jumlah simplisia yang akan diekstrak c) Derajat kehalusan simplisia
Semakin halus, maka luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga mengoptimalkan proses ekstraksi.
d) Jenis, konsentrasi, dan polaritas pelarut
Senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik atau larut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama.
Pada ekstraksi terjadi pemisahan suatu zat dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut yang didasarkan karena adanya perbedaan kelarutan. Ekstrak dapat berupa ekstrak kental, padat atau cair dengan cara menyaring simplisia. Prosedur umum untuk mendapatkan kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) yaitu dengan mengekstraksi serbuk bahan.24
Ada dua cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut :
1. Cara dingin a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode ini paling sesuai digunakan untuk simplisia dengan zat khasiat yang tahan pemanasan atau tidak tahan pemanasan.5
b. Perkolasi
Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi pengekstrakan sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Metode ini dengan cara melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu perkolator.2 Proses perkolasi :
Pengembangan bahan Tahap maserasi antara
Tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak) Pelarut yang digunakan tidak mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa kimia dalam simplisia dengan baik. Dalam teknik ini, dibutuhkan jumlah pelarut yang lebih banyak.23
2. Cara panas a. Refluks
Refluks adalah proses ekstraksi dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Metode ini digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan dan bahan yang memiliki tekstur kasar.2
b. Digesti
Digesti adalah proses pengekstrakan dengan pengadukan terus-menerus atau disebut maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu umumnya pada temperatur 40-50°C.2
c. Soxhlet
Soxhlet yaitu proses ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ektraksi terus-menerus dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dan adanya pendingin balik.2 c. Infudasi
Infudasi adalah proses ekstraksi yang umum digunakan untuk mengekstraksi zat kandungan aktif yang larut dalam air. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrak simplisia dengan air pada suhu 900C selama 15 menit.23
d. Dekoktasi
Dekoktasi adalah metode infudasi dengan waktu yang lebih lama (≥ 300C) dan temperatur sampai mencapai titik didih air.2
Penentuan zat aktif dari bahan tanaman sebagian besar tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi. Pelarut yang digunakan umumnya dibedakan berdasarkan tingkat kepolaran sehingga dapat diketahui sifat kepolaran dari senyawa yang terkandung.5
Pelarut n-heksana digunakan untuk menarik lemak dan senyawa non polar. Senyawa non polar akan larut dalam pelarut yang non polar. Pelarut etil asetat untuk menarik senyawa bersifat semi polar. Pelarut metanol untuk menarik senyawa polar. Senyawa polar akan larut dalam pelarut bersifat polar.2 Komponen zat aktif tumbuhan yang dapat diekstraksi dengan pelarut metanol diantaranya
terpenoid, saponin, tanin, flavones, phenones, dan polyphenols.5
Dilakukan pengukuran berat masing-masing ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi bertingkat. Persentase rendemen ekstrak dapat dihitung dengan rumus:2
Rendemen (%) = Berat ekstrak (gram) x 100% Berat simplisia awal (gram)
Metode maserasi memiliki keuntungan karena pengerjaannya mudah dan sederhana. Dengan menggunakan metode maserasi, maka terjadi pemisahan komponen aktif dalam bahan yang memiliki kelarutan yang sama dengan pelarut yang digunakan. Sifat pelarut yang akan digunakan bergantung pada polaritas,
stabil secara fisika dan kimia, toksisitas, kemudahan menguap, reaktivitas,
ketersediaan, dan harga.23
Metanol adalah bentuk alkohol paling sederhana dengan rumus kimia yaitu CH3OH dan dikenal dengan nama lain metil alkohol, metal hidrat, metil karbinol,
atau spiritus. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan berbau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, dan bahan bakar.25
Sifat Fisik dan Kimia Metanol
Massa molar : 32,04 gram/mol Wujud : Cairan tidak berwarna
Specific gravity : 0,7918
Titik leleh : -970C, -142,90F, 176 K Titik didih : 64,70C, 148,40F, 337,8 K Kelarutan dalam air : Sangat larut
Keasaman (pKa) : ~15,5
Gambar 2.3 Sifat – sifat fisika dan kimia metanol
Sumber : Perry RH, Green DW. Perry’s chemical engineering handbook. 6th ed. New York : McGraw Hill Book Company, Inc;1984.
Di dalam tubuh, metanol akan dimetabolisme di hati oleh enzim Alkohol Dehidrogenase (DHA) menjadi formaldehide dan selanjutnya oleh enzim Formaldehide dehidrogenase ( FDH ) diubah menjadi asam format. Kedua hasil metabolisme tersebut merupakan zat beracun bagi tubuh terutama asam format.26
Adanya korelasi antara konsentrasi asam format dalam cairan tubuh dengan terjadinya keracunan metanol. Berat ringannya gejala akibat keracunan metanol tergantung dari jumlah kadar metanol yang tertelan. Dosis toksik minimum (kadar keracunan minimal) metanol sekitar 100 mg/kg dan dosis fatal
2.1.8 Larva Udang Artemia salina Leach
Artemia salina Leach merupakan hewan uji brine shrimp (udang laut),
sejenis udang-udangan primitif dan hidup sebagai zooplankton. Artemia pada tahun 1778 diberi nama cancer salinus yang kemudian diubah namanya oleh Leach pada tahun 1819 menjadi Artemia salina. Hewan ini diperdagangkan dalam bentuk telur istirahat yang disebut kista, berbentuk bulat kecil berwarna kelabu kecoklatan dengan diameter 200-300 µm.23 Kista Artemia dapat diperoleh dari San Francisco Bay (California, USA), Great Salt Lake (Utah, USA), Tsingtao (China) atau Burgas-Pomorije (Bulgaria).28
Klasifikasi & Morfologi Artemia salina Leach29 Kingdom : Animalia tingkatan hidup. Waktu yang dibutuhkan hingga menjadi artemia dewasa umumnya sekitar 2 minggu. Pada fase artemia dewasa, berbentuk silinder dengan panjang 12-15 mm dan tubuh terbagi atas bagian kepala, dada dan perut. Hewan ini dapat bertahan hidup dalam air dengan suhu 25o-30oC, perairan yang berkadar garam tinggi (antara 15-30 permil), oksigen terlarut sekitar 3 mg/L,dan pH sekitar 8-9.29
Gambar 2.5 Siklus hidup Artemia salina Leach
Sumber : Mudjiman, A. Udang renik air asin. Jakarta : Bhrata Karya Aksara;1995.
Tahapan penetasan Artemia yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap payung atau pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista dalam bentuk kering akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap pecah cangkang dan kemudian tahap pengeluaran yang terjadi beberapa saat sebelum nauplii keluar dari cangkang. Artemia yang baru menetas disebut nauplii, berwarna orange dan berbentuk bulat lonjong.23
Gambar 2.6 Tahap penetasan telur Artemia
Sumber :Baraja M. Uji toksisitas ekstrak daun Ficus elastica Nois ex Blume terhadap larva
Artemia salina Leach dan profil kromatografi lapis tipis. [Skripsi]. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta;2008.
Di dalam air laut yang bersuhu 25oC, telur-telur yang kering direndam dan
akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Setelah telur menetas, maka menjadi larva yang juga disebut dengan istilah nauplius. Larva akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Larva tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III, demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu, baru berubah menjadi artemia dewasa.29
Gambar 2.7. Larva Artemia salina Leach setelah menetas A) 24 jam, B) 48 jam, C) 72 jam.
Sumber : Biological Research Articles “Chronic toxicity bioassay with populations of the crustacean Artemia salina exposed to the organophosphate diazinon”. Laboratory of Biology of Reproduction, School of Medicine, University of Chile, Santiago.
Larva yang baru saja menetas atau tingkat instar I, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron (0,4 mm) dan beratnya 15 mikrogram. Nauplius instar II panjangnya sekitar 0,6 mm, sedangkan nauplius instar III sudah sepanjang 0,7 mm. Warna tubuhnya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung makanan cadangan sehingga belum perlu makanan. Anggota badannya terdiri dari antenula atau antena I dan sepasang antena II. Dibagian depan diantara kedua antena I terdapat bintik merah yang merupakan mata larva
(oselus). 29
Gambar 2.8 Bagian tubuh larva Artemia salina Leach
Sumber :http://www.ecotao.co.za/html/artemia.html
Pada pangkal antena II terdapat bentuk seperti duri yang menghadap ke belakang dan dinamakan gnotobasen seta, merupakan ciri khusus untuk
membedakan larva instar I, instar II dan instar III. Pada larva instar I, gnotobasen setanya masih belum berbulu dan juga belum bercabang. Sekitar 24 jam setelah menetas, larva akan berubah menjadi instar II dimana gnotobasen setanya sudah berbulu tetapi masih belum bercabang. Sedangkan pada instar III, gnotobasen
setanya sudah berbulu dan bercabang.29
Gambar 2.9 Karakteristik morfologi larva Artemia tingkat instar I, II, dan III
Sumber : Panjaitan RB. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batang pulasari (Alyxiae cortex) dengan metode brine shrimp lethality test. [Skripsi]. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma; 2011.
Pada tingkatan instar II, larva mulai mempunyai mulut dan saluran pencernaan sehingga mereka mulai mencari makan untuk memenuhi cadangan makanan yang mulai berkurang. Pengumpulan makanan dilakukan dengan cara menggerakkan antena II-nya. Selain itu, antena II juga berfungsi untuk pergerakan larva. Tubuh instar III lebih panjang dibandingkan instar I dan instar II.29
Pada tingkatan instar selanjutnya, mulai terbentuk sepasang mata majemuk. Selain itu, dibagian samping tubuhnya (kanan dan kiri) juga mulai tumbuh tunas kakinya yang disebut torakopada. Awalnya tumbuh dibagian depan kemudian diikuti oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV, sudah memiliki kaki lengkap sebanyak 11 pasang sehingga berakhirlah fase larva dan berubah menjadi artemia dewasa.29
Artemia sering digunakan sebagai hewan uji untuk skrining aktivitas antikanker di National Cancer Institute (NCI), Amerika Serikat. Artemia salina
Leach digunakan dalam metode BSLT karena memiliki kesamaan
tanggapan/respon dengan mamalia, misalnya DNA-dependent RNA polymerase serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme yang memiliki
ouabaine sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase. Jika RNA polimerase
dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Protein merupakan komponen utama sel yang berfungsi sebagai unsur struktural, hormon, imunoglobulin dan berperan dalam transport oksigen. Jika protein tidak terbentuk maka metabolisme sel terganggu dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian sel.Apabila suatu senyawa menganggu kerja sistem pada Artemia dan menyebabkan kematian Artemia, maka senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat mematikan sel mamalia.29 Artemia memiliki respon stress yang sama dengan manusia, yaitu respon perilaku dan fisiologis terhadap stressor lingkungan.30
2.1.9 Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
BSLT merupakan salah satu metode skrining untuk menentukan toksisitas suatu senyawa dan sering digunakan sebagai bioassay dalam mengisolasi senyawa
toksik dari ekstrak tumbuhan.23
Penentuan toksisitas senyawa atau ekstrak secara akut dengan menggunakan hewan coba larva udang (Artemia salina Leach) merupakan uji pendahuluan/praskrining aktivitas biologis yang sederhana. Metode BSLT ini dapat digunakan sebagai uji praskrining pada penelitian senyawa-senyawa yang
mengarah pada uji aktivitas sitotoksik. Bila suatu senyawa bahan alam memberikan efek toksik pada LC50 dengan konsentrasi lebih dari 1000 ppm maka
termasuk ke dalam kategori senyawa tidak toksik. Sedangkan apabila LC50 dengan
konsentrasi kurang dari 1000 ppm maka termasuk kategori senyawa toksik.31 Tabel 2.1 Kategori toksisitas berdasarkan nilai LC50
Kategori LC50(μg/ml)
Sumber : Batubara I, Sudirman S, Ramadhan W, Oktavia Y, Tirta F.P. Kandungan kimia, senyawa aktif, dan toksisitas dari Eucheuma Cottonii, Caulerpa sp. dan Solen sp. Departemen Kimia FMIPA IPB.
Tolok ukur atau parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya
aktivitas biologi suatu senyawa pada Artemia salina Leach yaitu dengan menghitung jumlah kematian larva udang akibat pengaruh pemberian senyawa dengan konsentrasi yang telah ditetapkan. Hasil uji dikatakan efektif terhadap larva Artemia salina Leach apabila ekstrak yang diujikan menyebabkan 50% kematian pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm.32
Beberapa kelebihan dari uji toksisitas dengan BSLT diantaranya :11
a) metode penapisan farmakologi awal yang mudah, cepat, dan relatif tidak mahal.
b) metode yang telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengamati toksisitas suatu senyawa di dalam ekstrak kasar tumbuhan. c) sering digunakan dalam tahap awal isolasi senyawa toksik yang
terkandung dalam suatu ekstrak.
d) metode ini sering dihubungkan sebagai metode penapisan untuk pencarian senyawa antikanker dari tumbuhan.
BSLT sebagai suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam.
Apabila didapatkan hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak tanaman mempunyai potensi toksik, maka dapat dilanjutkan penelitian untuk mengisolasi senyawa yang bersifat sitotoksik sebagai upaya mengembangkan obat alternatif antikanker. Namun sebaliknya, apabila hasilnya menunjukkan tidak mempunyai potensi toksik, maka dapat dilanjutkan penelitian mengenai manfaat dan khasiat
lain dari ektrak tanaman tersebut.33
2.1.10 Metode Penentuan Nilai LD50 atau LC50
Terdapat beberapa cara untuk menentukan nilai LD50 atau LC50,
diantaranya metode Weil, cara Farmakope III, dan metode probit.19 a) metode Weil, menggunakan rumus : Log m = Log D + d (f +1)
keterangan : 19 m = nilai LD50
D = dosis terkecil yang digunakan d = log dari kelipatan dosis
f = suatu nilai dalam tabel Weil
b) cara Farmakope Indonesia III (FI III), menggunakan rumus :19 m = a-b (∑pi-0,5)
keterangan : m = log LD50
a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100% tiap kelompok
b = beda log dosis yang berurutan
pi = jumlah hewan mati menerima dosis i dibagi jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i
syarat uji FI III :
Seri dosis atau konsentrasi yang digunakan berkelipatan tetap
hewan coba atau biakan jaringan pada tiap kelompok harus berjumlah sama
pengaturan dosis agar menghasilkan respon dari 0-100% dan hitungan dapat dibatasi pada rentang tersebut.
c) Metode Probit
Analisis probit merupakan jenis regresi yang digunakan untuk menganalisis variabel respon binomial. Analisis probit merupakan metode statistik dalam memahami hubungan dosis-respon dan membandingkan hubungan antara variabel respon atau variabel dependen terhadap variabel independen. Analisis ini umumnya digunakan dalam toksikologi untuk menentukan toksisitas relatif dari
bahan kimia untuk organisme hidup dengan menguji respon organisme pada berbagai konsentrasi masing-masing bahan kimia. 34
Nilai LC50 atau LD50 adalah hasil yang paling sering digunakan pada
percobaan dosis-respon. Syarat menghitung nilai LD50 atau LC50 menggunakan
metode probit : 19
adanya tabel probit
menentukan nilai probit dari % kematian tiap kelompok hewan uji menentukan log dosis tiap-tiap kelompok
menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log dosis, Y=mX+b
memasukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan coba) pada
persamaan garis lurus pada nilai Y. Nilai LD50 atau LC50 dihitung dari
nilai anti log X pada saat Y=5.
Regresi adalah pengukur hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk hubungan atau fungsi. Untuk menentukan bentuk hubungan (regresi) diperlukan pemisahan yang tegas antara variabel bebas yang biasanya diberi simbol X dan variabel tak bebas dengan simbol Y. Kedua variabel
biasanya bersifat kausal atau memiliki hubungan sebab akibat yaitu saling berpengaruh.35
m dan b merupakan konstanta atau koefisien regresi linier sederhana atau parameter garis regresi linier sederhana. b disebut intercept coefficient atau intersep yaitu jarak titik asal atau titik acuan dengan titik potong garis regresi dengan sumbu Y, sedangkan m disebut slope coefficient atau slup yang menunjukkan kemiringan atau kecondongan garis regresi terhadap sumbu X sebagai tangen sudut yang dibuat oleh garis regresi dengan sumbu X. Dari persamaan garis regresi, dalam hubungan tersebut terdapat satu variable bebas X dan satu variabel tak bebas Y.35
2.2 Kerangka Konsep
ekstrak metanol daun Garcinia benthamiPierre
mengandung senyawa kimia yang berpotensi memiliki bioaktivitas
uji toksisitas akut
metode BSLT dengan hewan coba larva Artemia salina Leach
Kematian larva Artemia salina Leach
Nilai LC50
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test
only control group design untuk menguji toksisitas dari ekstrak metanol
daun Garcinia benthami Pierre terhadap larva Artemia salina Leach menggunakan metode BSLT.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Farmasi dan Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah larva Artemia salina Leach.
3.3.2 Sampel
3.3.2.1. Kriteria inklusi
Larva Artemia salina Leach berumur 48 jam sebagai hewan uji.
3.3.2.2. Kriteria eksklusi
Larva Artemia salina Leach yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum perlakuan.
3.3.2.3. Besar sampel
Jumlah larva Artemia salina Leach yang digunakan adalah 10 ekor larva untuk tiap konsentrasi ekstrak. Pada penelitian ini terdapat lima konsentrasi dan satu kontrol negatif. Kemudian dilakukan replikasi tiga kali (triplo) untuk tiap konsentrasi dan kontrol negatif. Jadi, jumlah sampel total yang diperlukan adalah 180 ekor larva
Artemia salina Leach setiap kali perlakuan.
3.3.2.4. Cara pengambilan sampel
Sampel diambil secara purposive random sampling. Larva Artemia
salina Leach dengan jenis dan cara penyediaan yang sama
sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Hal ini karena anggota populasi telah bersifat homogen.36
3.4 Determinasi Tanaman
Identifikasi atau determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Balai Penelitian dan Pengembangan Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI Bogor. Dengan melakukan determinasi, maka dapat menetapkan kebenaran yang berkaitan dengan struktur dan morfologi secara makroskopis tanaman daun Garcinia benthami Pierre terhadap kepustakaan.
3.5 Bahan yang Diuji
6 kg daun basah Garcinia benthami Pierre yang diperoleh dari
Kebun Raya Bogor. Penyiapan bahan ini dilakukan dengan memisahkan daun dari tangkainya dan membersihkan daun dari sisa-sisa tanah dan kotoran kemudian dicuci dengan air yang bersih dan mengalir. Kemudian daun dikeringkan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro),Bogor. Daun yang telah kering, dihaluskan dengan menggunakan
blender sampai berbentuk serbuk halus. Didapatkan 1 kg serbuk halus simplisia kering daun Garcinia benthami Pierre yang akan digunakan untuk membuat ekstrak.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
12. Bejana kaca maserasi 13. Lup
3.7 Cara Kerja Penelitian
3.7.1 Ekstraksi Daun Garcinia benthami Pierre dengan Maserasi
Metode ekstraksi dilakukan secara maserasi. Simplisia daun yang sudah berbentuk serbuk kering dan halus sebanyak 1000 gram dimasukkan ke dalam bejana kaca maserasi. Sampel yang telah ditimbang lalu direndam dengan n-heksana dan dimaserasi. Kemudian hasil rendaman disaring untuk memisahkan filtrat dan ampasnya. Perendaman dilakukan sampai filtrat mendekati bening. Filtrat dipekatkan dengan rotary
evaporator sehingga didapatkan ekstrak n-heksana. Kemudian ampas
diangin-anginkan agar terbebas dari pelarut n-heksana. Ampas kering
direndam dengan etil asetat. Melakukan penyaringan kembali dan filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak etil asetat.37
Ampas hasil rendaman etil asetat, diangin-anginkan kembali agar pelarut etil asetat menguap. Setelah ampas kering, lalu dituang ke bejana dan direndam dengan 6 liter pelarut metanol yang telah di destilasi. Maserasi dilakukan selama 5 hari dan terlindung dari cahaya. Dilakukan pengadukan beberapa kali sehari agar pelarut masuk ke seluruh permukaan serbuk simplisia dan meratakan konsentrasi larutan. Setelah 5 hari, maka dilakukan penyaringan dan diambil filtratnya. Selanjutnya filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 450C hingga didapatkan ekstrak kental metanol daun Garcinia benthami Pierre. Filtrat dituang dalam cawan penguap, kemudian diuapkan di dalam lemari asam. Hasil akhir didapatkan ekstrak kental metanol daun Garcinia benthami Pierre sebanyak 15,5 gram.
Gambar 3.1 Bagan Alur Ekstraksi Daun Garcinia benthami Pierre
6 kg daun basah Garcinia benthami Pierre
dibersihkan dan dikeringkan
dihaluskan dengan blender dan disaring
1 kg serbuk kering daun Garcinia benthami Pierre maserasi dengan pelarut n-heksana,
: dikerjakan oleh rekan peneliti keterangan bagan :
3.7.2 Penetasan Larva Udang
Wadah plastik disiapkan untuk penetasan telur udang. Wadah dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang terang dan ruang gelap. Kedua bagian tersebut dibatasi dengan sterofoam yang pada tepi bawahnya telah dilubangi sebagai tempat keluarnya telur yang telah menetas.
Memasukkan 1 liter air laut ke dalam wadah hingga kedua lubang pada sterofoam terendam. Salah satu ruang dalam wadah tersebut diberi penerangan dengan cahaya lampu pijar/neon untuk menghangatkan suhu dalam penetasan dan merangsang proses penetasan. Untuk penerangan, lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Untuk ruangan yang satunya, diisi 1 gram telur udang di bagian gelap tanpa penyinaran ditutup dengan aluminium foil dan lakban hitam. Setelah 48 jam, telur akan menetas menjadi larva dan akan bergerak secara alamiah menuju ruang terang. Larva yang sehat bersifat fototropik dan dapat dijadikan hewan uji pada metode BSLT.38 Pada proses penetasan dilakukan dalam kondisi yang sama yaitu air laut yang digunakan dengan pH sekitar 8-9 dan penerangan cahaya lampu yang sesuai untuk penetasan telur.
3.7.3 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak yang Akan Diuji
Melakukan trial atau orientasi dengan uji coba untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak yang efektif membunuh larva Artemia salina Leach, yaitu dengan menggunakan konsentrasi desimal, yaitu 1%, 0,5%, 0,2%,
0,1%, dan 0,05%. Konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 1000 ppm, 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm.33
Ekstrak kental metanol daun Garcinia benthami Pierre ditimbang menggunakan neraca analitik hingga mencapai berat 250 mg. Melarutkan 250 mg ekstrak dengan akuades secukupnya. Setelah larut, kemudian dituangkan ke dalam labu ukur 250 mL dan menambahkan akuades hingga batas yang tertera di labu ukur. Larutan uji dihomogenkan dengan cara membolak-balik labu ukur. Larutan uji yang didapatkan yaitu larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya membuat larutan uji
3.7.4 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT.
5 buah tabung reaksi disiapkan sebagai media uji. Menuangkan 5 mL air laut ke dalam masing-masing tabung reaksi. Memindahkan sebagian larva Artemia salina Leach berumur 48 jam ke dalam cawan petri untuk memudahkan pengambilan larva. Pada masing-masing tabung reaksi, dituangkan 10 larva udang menggunakan pipet tetes. Untuk memudahkan pengamatan, maka digunakan lup. Setelah itu, meneteskan 1 mL ekstrak pada tabung reaksi menggunakan mikropipet. Kemudian, menambahkan
air laut sehingga volume dalam masing-masing tabung reaksi menjadi 10 mL.
Tabel 3.1 Data Konsentrasi Ekstrak pada Tabung Reaksi
Tabung
reaksi I
Tabung reaksi II Tabung reaksi
III
Masing-masing tabung reaksi ditutup atasnya dengan alumunium foil yang sedikit dilubangi untuk aliran udara. Dilakukan 3 kali pengulangan (triplo) pada setiap konsentrasi. Dilakukan pengadukan agar
larutan menjadi homogen. Menyiapkan kontrol negatif, yaitu tabung reaksi
yang berisi air laut dan 10 larva udang tanpa penambahan larutan ekstrak. Setelah itu, larutan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang masih hidup pada masing-masing tabung reaksi. Kriteria standar untuk mengukur kematian larva udang yaitu apabila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama beberapa detik pengamatan. Perhitungan larva secara manual yaitu dengan mengamati larva di dalam tabung reaksi dengan bantuan lup, kemudian diamati dalam kaca arloji dengan bantuan cahaya. Jumlah larva yang mati dihitung dengan mengurangkan jumlah total larva pada tiap konsentrasi dengan jumlah larva yang masih hidup.33,39
3.8 Alur Penelitian
Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian
1 gram telur Artemia salina Leach Penetasan telur Artemia salina Leach Larva Artemia salina Leach berumur 48 jam
Larva Artemia salinaLeach dengan jenis dan cara penyediaan yang sama dan telah bersifat homogen
Pengambilan larva secara random kontrol (-) : 10 larva+10 mL air laut
tabung reaksi I : 10 larva+1 mL konsentrasi ekstrak 1000 ppm+9 mL air laut tabung reaksi II : 10 larva+1 mL konsentrasi ekstrak 500 ppm+9 mL air laut tabung reaksi III : 10 larva+1 mL konsentrasi ekstrak 200 ppm+9 mL air laut tabung reaksi IV : 10 larva+1 mL konsentrasi ekstrak 100 ppm+9 mL air laut tabung reaksi V : 10 larva+1 mL konsentrasi ekstrak 50 ppm+9 mL air laut
volume akhir pada masing-masing tabung reaksi adalah 10 mL dilakukan replikasi 3 kali pada tiap konsentrasi 24 jam setelah pemberian ekstrak, dilakukan perhitungan
jumlah larva yang masih hidup diketahui jumlah larva yang mati
menghitung persentase kematian larva pada tiap konsentrasi menentukan nilai LC50dengan metode probit
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
Melakukan pengamatan dengan menghitung persentase kematian (mortalitas) larva Artemia salina Leach pada tiap konsentrasi. Persen kematian diperoleh dari hasil perkalian rasio dengan 100%, yaitu larva yang mati dibagi jumlah larva awal dikali 100% untuk tiap konsentrasi. Setelah itu, dibandingkan dengan kontrol negatif dan dilakukan analisis hasil sehingga didapatkan nilai LC50. Dengan menggunakan metode
analisis probit manual, maka dapat mengetahui nilai probit dengan mengkonversi nilai persen kematian larva pada tiap konsentrasi ke nilai probit dalam tabel probit.37
Persentase kematian = Jumlah larva mati x 100% Jumlah larva total awal
Setelah mendapatkan persen kematian, lalu mencari nilai probit dari tiap kelompok hewan uji melalui tabel probit. Kemudian menentukan
log konsentrasi dan dibuat grafik dengan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi dengan rumus y = mX+b. Keterangan : y adalah angka probit dan x adalah log konsentrasi.
Nilai slope (m) dihitung dengan rumus : ∑(X)∑(Y) - n∑(XY)
(∑(X))2
- n∑(X2)
Nilai Intersep (b) dihitung dengan rumus : ∑(X)∑(XY) -∑(X2)∑(Y)
(∑(X))2
- n∑(X2)
Metode analisis dapat pula menggunakan Microsoft Office Excel dengan membuat grafik persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi. Nilai LC50 dapat dihitung dari persamaan garis
lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit dari 50 % kematian hewan uji) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi. Antilog nilai x tersebut merupakan nilai LC50.19 LC50 juga dapat
ditentukan dengan analisis probit menggunakan SPSS 16.0 for windows.