ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN, PELAKSANAAN,
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
TERHADAP PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN
TESIS
Oleh
Ardiansyah Putra
097017075 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN, PELAKSANAAN,
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
TERHADAP PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Akuntansi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
Ardiansyah Putra
097017075 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN, PELAKSANAAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN TERHADAP PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN
Nama Mahasiswa : Ardiansyah Putra Nomor Pokok : 097017075
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof.Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac Ketua
) (Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak Anggota
)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah Diuji pada
Tanggal : 10 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof.Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac Anggota : 1. Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak
2. Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul :
“Analisis Pengaruh Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian Terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten
Sarolangun”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Januari 2012
Yang membuat pernyataan :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun.
Populasi penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Respondennya adalah Kepala SKPD, Kasubbag Perencanaan/Umum, dan Pengurus Barang. Metode penarikan sampel adalah dengan menggunakan metode sensus dimana seluruh populasi dijadikan sampel dengan jumlah sebanyak 84 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diantar langsung oleh peneliti. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian secara simultan, perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian berpengaruh terhadap pengelolaan barang milik daerah. Sedangkan secara parsial pembinaan, pengawasan dan pengendalian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan barang milik daerah.
ABSTRACT
The purpose of this research is to test the influence of planning, actuating, developing, monitoring and controlling on local government assets management in Sarolangun Regency.
Population in this research is The Local Working Unit, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) in local government of Sarolangun Regency. The respondents are Head of SKPD, Head of General and Planning Sub Division and Assets Administrators. I use census method for sampling method where all population (84 respondents) are becoming sample in this research. Data are collected by giving questionnaires to respondents and directly given by researcher. Before hypothesis testing by multiple regression analysis, I do data quality and classical assumption test.
The results of this research show that planning, actuating, developing, monitoring and controlling influence local government assets management simultaneously. But partially, developing, monitoring and controlling don’t influence local government assets management significantly.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada peneliti sehingga dapat
menyelesaikan penelitian tesis ini.
Peneliti menyadari ada kendala yang ditemui dalam proses penelitian akan
tetapi berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak akhirnya
tesis ini dapat terwujud, untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program
Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara dan bertindak sebagai dosen pembanding yang telah banyak
4. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, selaku Dosen Pembimbing I yang
telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dari awal
hingga selesainya tesis ini.
5. Bapak Drs. Iskandar Muda, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak memberi arahan, bimbingan dan saran bagi peneliti dari awal hingga
selesainya tesis ini.
6. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak dan Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis,
M.Si,Ak selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
7. Bapak dan Ibu pada dosen serta staf administrasi Program Magister Ilmu
Akuntansi atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan.
8. Bapak Bupati Sarolangun yang telah memberi kesempatan kepada peneliti
untuk menempuh pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, beserta Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Sarolangun yang telah membantu selama proses
penelitian.
9. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan
dorongan serta motivasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan
ini.
10. Abang dan Ayuk tersayang, yang telah memberi dukungan dan motivasi yang
11. Teman-teman seperjuangan Angkatan 18 Program Magister Ilmu Akuntansi,
khususnya Pak Tri Gandayana, Bang Indra, Kak Elsya Marina, Kak Febrina
Astried Sembiring dan Yusra, atas persahabatan dan sumbangan pikiran
selama perkuliahan.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan dan
keterbatasan baik dari substansi maupun penyusunannya, untuk itu peneliti
membuka diri untuk saran dan kritik guna penyempurnaan penelitian di kemudian
hari. Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga tesis ini memberi
manfaat bagi para pembaca.
Medan, Januari 2012
Peneliti
Ardiansyah Putra
RIWAYAT HIDUP
1. NAMA : ARDIANSYAH PUTRA
2. TEMPAT/TGL LAHIR : SAROLANGUN / 09 AGUSTUS 1982
3. AGAMA : ISLAM
4. ORANG TUA
a. AYAH : SYARIFUDDIN. T
b. IBU : RATNA KARTINI, S.Pd
5. ALAMAT : JL. H. MAKALAM NO.67 RT.06 SUKASARI
SAROLANGUN - JAMBI
6. PENDIDIKAN
a. SD : SD NEGERI 150/VI SAROLANGUN
b. SMP : SMP NEGERI 2 SAROLANGUN
c. SMU : SMU NEGERI 1 BANGKO
d. S1 : INSTITUT PERTANIAN BOGOR (IPB)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Originalitas ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Landasan Teori ... 8
2.1.1 Pengelolaan Barang Milik Daerah ... 8
2.1.2 Perencanaan ... 15
2.1.4 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian ... 25
2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping) ... 29
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 32
3.1 Kerangka Konsep ... 32
3.2 Hipotesis ... 34
BAB IV METODE PENELITIAN ... 35
4.1 Jenis Penelitian ... 35
4.2 Lokasi Penelitian ... 35
4.3 Populasi dan Sampel ... 36
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 38
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38
4.6 Metode Analisis Data ... 43
4.6.1 Uji Kualitas Data ... 43
4.6.1.1 Uji Validitas... 43
4.6.1.2 Uji Reliabilitas ... 44
4.6.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 44
4.6.2.1 Uji Normalitas ... 44
4.6.2.2 Uji Multikolinieritas ... 45
4.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 45
4.6.3 Pengujian Hipotesis ... 46
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 48
5.1.1 Deskripsi Lokasi ... 49
5.1.2 Karakteristik Responden ... 49
5.2 Analisis Data ... 52
5.2.1 Uji Kualitas Data ... 52
5.2.1.1 Uji Validitas ... 52
5.2.1.2 Uji Reliabilitas ... 54
5.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 55
5.4 Uji Asumsi Klasik ... 56
5.4.1 Uji Normalitas ... 56
5.4.2 Uji Multikolinieritas ... 58
5.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 59
5.5 Pengujian Hipotesis ... 59
5.5.1 Uji Statistik F ... 60
5.5.2 Uji Statistik t ... 61
5.5.3 Koefisien Determinasi ... 63
5.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 64
5.6.1 Pengaruh Perencanaan Terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah ... 64
5.6.2 Pengaruh Pelaksanaan Terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah ... 66
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
6.1 Kesimpulan ... 71
6.2 Keterbatasan ... 72
6.3 Saran ... 73
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Opini LKPD Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan ... 1
1.2 Opini LKPD Tahun 2005-2009 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi ... 2
2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 31
4.1 Daftar Populasi Penelitian ... 37
4.2 Definisi Operasional Variabel ... 42
5.1 Distribusi Kuesioner ... 48
5.2 Demografi Responden ... 50
5.3 Uji Validas Variabel ... 53
5.4 Uji Reliabilitas ... 54
5.5 Deskripsi Statistik ... 55
5.6 Hasil Pengujian Kolmogorov-Smirnov ... 57
5.7 Uji Multikolinieritas ... 58
5.8 Nilai F Hitung ... 60
5.9 Nilai t Hitung ... 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual ... 32
5.1 Pengujian Normalitas ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 77
2 Demografi Responden ... 85
3 Data Hasil Kuesioner ... 88
4 Frekuensi Responden ... 94
5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 96
6 Deskriptif Statistik ... 100
7 Pengujian Normalitas ... 101
8 Pengujian Multikolinieritas ... 102
9 Pengujian Heteroskedastisitas ... 102
10 Pengujian Hipotesis ... 103
11 Koefisien Determinasi ... 104
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun.
Populasi penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Respondennya adalah Kepala SKPD, Kasubbag Perencanaan/Umum, dan Pengurus Barang. Metode penarikan sampel adalah dengan menggunakan metode sensus dimana seluruh populasi dijadikan sampel dengan jumlah sebanyak 84 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diantar langsung oleh peneliti. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian secara simultan, perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian berpengaruh terhadap pengelolaan barang milik daerah. Sedangkan secara parsial pembinaan, pengawasan dan pengendalian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengelolaan barang milik daerah.
ABSTRACT
The purpose of this research is to test the influence of planning, actuating, developing, monitoring and controlling on local government assets management in Sarolangun Regency.
Population in this research is The Local Working Unit, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) in local government of Sarolangun Regency. The respondents are Head of SKPD, Head of General and Planning Sub Division and Assets Administrators. I use census method for sampling method where all population (84 respondents) are becoming sample in this research. Data are collected by giving questionnaires to respondents and directly given by researcher. Before hypothesis testing by multiple regression analysis, I do data quality and classical assumption test.
The results of this research show that planning, actuating, developing, monitoring and controlling influence local government assets management simultaneously. But partially, developing, monitoring and controlling don’t influence local government assets management significantly.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Era reformasi saat ini menyebabkan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan
akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) dan terwujudnya pemerintahan yang bersih (clean government).
Salah satu indikator dari good governance dan clean government adalah kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Untuk mengetahui kualitas LKPD, maka berdasarkan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan, LKPD diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK RI). LKPD dianggap baik apabila memperoleh opini wajar tanpa
pengecualian, akan tetapi sedikit sekali pemerintah daerah yang memperoleh opini
tersebut. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2010
BPK RI dapat dilihat opini LKPD pada tahun 2009 sebagai berikut.
Tabel 1.1 Opini LKPD Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan
Pemerintahan Opini LKPD Tahun 2009 Jumlah
WTP WDP TW TMP
Provinsi 1 24 3 5 33
Kabupaten 7 240 37 90 374
Kota 7 66 8 11 92
Jumlah 15 330 48 106 499
Dari Tabel 1.1, terlihat bahwa sebagian besar pemerintah daerah
memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) yaitu sebanyak 330
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Tabel 1.2 Opini LKPD Tahun 2005-2009 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi
Pemerintahan Opini LKPD Tahun 2009
2005 2006 2007 2008 2009
Provinsi Jambi WDP WDP WDP WDP WDP
Kab. Batang Hari WDP WDP WDP WDP WDP
Kab. Bungo TMP WDP WDP WDP WDP
Kab. Kerinci - WDP WDP TMP TMP
Kab. Merangin WDP WDP WDP WDP WDP
Kab. Muaro Jambi WDP TMP WDP WDP WDP
Kab. Sarolangun WDP WDP WDP WDP WDP
Kab. Tanjung Jabung Barat - WDP WDP WDP WDP
Kab. Tanjung Jabung Timur WDP WDP WDP WDP WDP
Kab. Tebo - TMP TMP WDP WDP
Kota Jambi WDP WDP WDP WDP WDP
Kota Sungai Penuh - - - - WTP
Sumber : IHPS II Tahun 2010 BPK – RI
Khusus untuk pemerintah kabupaten/kota yang ada pada provinsi Jambi
terlihat juga bahwa sebagian besar kabupaten/kota memperoleh opini WDP, hanya
4 kabupaten yang pernah memperoleh opini tidak memberikan pendapat (TMP)
yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Muaro Jambi dan
Kabupaten Tebo. Seperti halnya dengan pemerintah daerah lain pada umumnya,
Pemerintah Kabupaten Sarolangun di Provinsi Jambi juga memperoleh opini
WDP atas LKPD Pemerintah Kabupaten Sarolangun dari tahun anggaran 2005
sampai dengan tahun anggaran 2009. Adapun salah satu masalah yang menjadi
Aset tetap atau barang milik daerah merupakan salah satu faktor yang
paling strategis dalam pengelolaan keuangan daerah. Pada umumnya, nilai aset
tetap daerah merupakan nilai yang paling besar dibandingkan dengan akun lain
pada laporan keuangan. Keberadaan aset tetap sangat mempengaruhi kelancaran
roda pemerintahan dan pembangunan. Oleh karena itu, sistem pengendalian intern
atas manajemen/pengelolaan aset tetap daerah harus handal untuk mencegah
penyimpangan yang dapat merugikan keuangan daerah (BPK RI,2010).
Aset tetap/barang milik daerah memiliki fungsi yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan, tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya sering
kali terdapat berbagai persoalan. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI
atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sarolangun tahun anggaran 2009,
adapun permasalahan pengelolaan barang milik daerah di Pemerintah Kabupaten
Sarolangun yang menjadi sorotan BPK RI adalah sebagai berikut:
1. Terdapat aset tanah milik desa seluas 919.000 m2
2. Terdapat tanah seluas 1.131.512 m
senilai Rp1.519.500.000,00
yang masih tercatat dalam neraca;
2
3. Terdapat 297 bidang tanah senilai Rp41.333.000.000,00 dengan luas tanah
berdasarkan perkiraan;
yang berasal dari APBN senilai
Rp3.342.563.000,00 yang tercatat dalam neraca namun tidak didukung
4. Terdapat 5 bidang tanah seluas 19.120 m2
5. Terdapat kendaraan bukan milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun sebesar
Rp1.015.500.000,00 masih tercatat dalam neraca;
senilai Rp345.656.000,00, aset
gedung dan bangunan senilai Rp1.308.693.398,30 dan aset jalan, irigasi dan
jaringan senilai Rp28.133.879.990,97 yang dikuasai oleh Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) masih tercatat dalam neraca;
6. Terdapat peralatan dan mesin yang dikuasai PDAM yang belum dapat
ditelusuri;
7. Terdapat aset gedung dan bangunan berupa pembangunan sekolah swasta
sebesar Rp3.218.682.954,00 tercatat dalam neraca;
8. Masih terdapat perbedaan selisih antara neraca dengan buku induk inventaris
yang belum dapat ditelusuri.
Menurut pendapat BPK RI, permasalahan tersebut di atas merupakan beberapa
alasan diberikannya opini wajar dengan pengecualian atas laporan keuangan
Pemerintah Kabupaten Sarolangun.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, maka pengelolaan barang
milik negara/daerah meliputi :
1. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; 2. pengadaan;
5. pengamanan dan pemeliharaan; 6. penilaian;
7. penghapusan; 8. pemindahtanganan; 9. penatausahaan;
10. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010), dari sepuluh tahapan
pengelolaan barang milik negara/daerah tersebut dapat disederhanakan menjadi:
(1) adanya perencanaan yang tepat, (2) pelaksanaan secara efisien dan efektif dan
(3) pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Perencanaan yang tepat bertujuan
agar penggunaan anggaran dalam hal pengelolaan barang milik daerah dilakukan
secara efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan secara efisien dan efektif
bertujuan agar pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara baik dan benar
yaitu profesional, transparan dan akuntabel sehingga barang milik daerah tersebut
memberikan manfaat baik itu untuk jalannya roda pemerintahan maupun untuk
kesejahteraan masyarakat. Adanya pembinaan, pengawasan dan pengendalian
diperlukan untuk menghindari penyimpangan dari peraturan yang berlaku dalam
setiap tahapan pengelolaan barang milik daerah dan mengarahkan agar pekerjaan
yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Dari uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Pengaruh Perencanaan, Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah : Apakah perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan
dan pengendalian berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pengelolaan
barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan
untuk menguji dan menganalisa pengaruh perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,
pengawasan dan pengendalian secara simultan dan parsial terhadap pengelolaan
barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Sarolangun.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, sebagai pengetahuan dan pemahaman tentang akuntansi
pemerintahan, khususnya tentang pengelolaan barang milik daerah.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun, sebagai informasi untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengelolaan barang
milik daerah.
3. Bagi akademis, sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Oktaviana (2010) yang berjudul Pengelolaan Aset Daerah Berkaitan Opini
Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Sulawesi Tengah Tahun 2007.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :
1. Penelitian sebelumnya menggunakan variabel perencanaan, penatausahaan,
peningkatan produktivitas, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
sebagai variabel independen dan pengelolaan aset daerah sebagai variabel
dependen. Sementara penelitian ini menggunakan variabel perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagai variabel
independen, dan pengelolaan barang milik daerah sebagai variabel dependen.
Selain itu, penelitian sebelumnya hanya berfokus pada aset tanah dan
bangunan. Sementara penelitian ini tidak hanya berfokus pada aset tanah dan
bangunan, tetapi akan meneliti semua barang milik daerah yang dimiliki oleh
pemerintah daerah.
2. Penelitian sebelumnya menggunakan LKPD tahun 2007 sebagai fenomena
dengan opini disclaimer. Pada penelitian ini menggunakan LKPD dari tahun
2005 sampai dengan tahun 2009 sebagai fenomena dengan opini wajar dengan
pengecualian.
3. Objek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Pemerintah
Kabupaten Sarolangun di Provinsi Jambi, sedangkan penelitian sebelumnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 tentang
Akuntansi Aset tetap, menyatakan bahwa aset adalah sumber daya ekonomi yang
dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat
diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam
satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber daya yang dipelihara
karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Barang Milik Daerah dijelaskan bahwa yang disebut sebagai barang milik daerah
1. Barang milik Daerah meliputi:
a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; dan
b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah;
2. Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapat penyempurnaan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, maka pengelolaan barang
milik daerah meliputi :
1. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; 2. pengadaan;
3. penggunaan; 4. pemanfaatan;
5. pengamanan dan pemeliharaan; 6. penilaian;
7. penghapusan; 8. pemindahtanganan; 9. penatausahaan;
10. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) secara sederhana pengelolaan
aset/barang milik daerah meliputi: (1) adanya perencanaan yang tepat,
Istilah pengelolaan erat kaitannya dengan manajemen, menurut
Burhanudin (2009) manajemen merupakan bentuk terjemahan dari kata
management yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya kalau dilihat dalam
kamus bahasa Inggris artinya adalah pengelolaan. George R.Terry dalam
Burhanudin (2009) menyatakan bahwa manajemen meliputi: (1) Planning atau
perencanaan, (2) Organizing atau pengorganisasian, (3) Actuating atau
pelaksanaan/penggerakkan dan (4) Controlling atau pengendalian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007,
pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh pejabat pengelola barang milik
daerah yang terdiri dari: (1) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan barang milik daerah; (2) Sekretaris Daerah selaku pengelola barang;
(3) Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah
selaku pembantu pengelola; (4) Kepala SKPD selaku pengguna; (5) Kepala Unit
Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; (6) Penyimpan barang milik
daerah; dan (7) Pengurus barang milik daerah.
Adapun wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing pejabat
pengelola barang milik daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 17 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah, mempunyai wewenang :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
d. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan barang milik Daerah sesuai batas kewenangannya; dan
f. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
2. Sekretaris Daerah selaku pengelola, berwenang dan bertanggung jawab: a. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
c. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;
d. mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah;
e. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan
f. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
3. Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah bertanggungjawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing SKPD;
4. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
b. mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Kepala Daerah melalui pengelola; c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
Perwakilan Rakyat Daerah dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
g. menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
h. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
i. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola.
5. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;
b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
d. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.
6. Penyimpan barang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan barang yang berada pada pengguna/kuasa pengguna; dan
7. Pengurus barang bertugas mengurus barang milik daerah dalam pemakaian pada masing-masing pengguna/kuasa pengguna.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) sasaran strategis yang harus
1. Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah;
2. Terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah;
3. Pengamanan aset daerah;
4. Tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.
Strategi optimalisasi pengelolaan barang milik daerah meliputi :
1. Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah.
Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang
dimiliknya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi
yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu
melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah.
Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh
informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang
dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah. Identifikasi dan inventarisasi
aset daerah tersebut penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang
akan dilaporkan kepada masyarakat. Untuk dapat melakukan identifikasi dan
inventarisasi aset daerah secara lebih objektif dan dapat diandalkan,
pemerintah daerah perlu memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang
independen.
2. Adanya sistem informasi manajemen aset daerah.
Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta
menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka
manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan
keputusan. Sistem informasi manajemen aset daerah juga berisi data base aset
yang dimiliki daerah. Sistem tersebut bermanfaat untuk menghasil laporan
pertanggungjawaban. Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat
untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang
dan estimasi kebutuhan belanja (modal) dalam penyusunan APBD.
3. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset.
Pemanfaatan aset daerah harus diawasi dan dikendalikan secara ketat agar
tidak terjadi salah urus (miss management), kehilangan dan tidak
termanfaatkan. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan tersebut, peran
auditor internal sangat penting.
4. Melibatkan berbagai profesi atau keahlian yang terkait seperti auditor internal
dan appraisal (penilai).
Pertambahan aset daerah dari tahun ke tahun perlu didata dan dinilai oleh
penilai yang independen. Peran profesi penilai secara efektif dalam
pengelolaan aset daerah antara lain:
a. Identifikasi dan inventarisasi aset daerah;
b. Memberi informasi mengenai status hukum harta daerah;
c. Penilaian harta kekayaan daerah baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud;
d. Analisis investasi dan set-up investasi/pembiayaan;
2.1.2 Perencanaan
Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan bahwa sistem pengendalian
manajemen diawali dari perencanaan strategik (strategic planning). Perencanaan
strategik adalah proses penentuan program-program, aktivitas atau proyek, yang
akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber
daya yang akan dibutuhkan. Perencanaan strategik merupakan proses yang
sistematik yang memiliki prosedur dan skedul jelas. Organisasi yang tidak
memiliki atau tidak melakukan perencanaan strategik akan mengalami masalah
dalam penganggaran, misalnya terjadinya beban kerja anggaran yang terlalu berat,
alokasi sumber daya yang tidak tepat sasaran, dan dilakukannya pilihan strategi
yang salah.
Gibson (1994) menyatakan fungsi perencanaan mencakup kegiatan
menentukan sasaran yang harus dicapai dan menetapkan alat yang sesuai untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Keharusan fungsi ini timbul dari sifat
organisasi sebagai badan yang mempunyai tujuan. Selanjutnya Stoner (1992)
mengatakan, bahwa rencana memberikan saran bagi organisasi dan menetapkan
prosedur-prosedur terbaik untuk mencapai sasaran tersebut, selain itu rencana
memungkinkan:
1. Organisasi dapat memperoleh serta mengikat sumber daya alam yang
diperlukan untuk mencapai tujuannya.
2. Anggota organisasi dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan konsisten dengan
3. Kemajuan kearah tujuan yang dapat dimonitor dan diukur, sehingga tindakan
perbaikan dapat diambil apabila kemajuan itu tidak memuaskan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah
mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,
barang milik negara/daerah Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah
disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ketersediaan barang milik
negara/daerah yang ada. Perencanaan kebutuhan barang milik negara/daerah
berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.
BPPK (2011) menyatakan perencanaan adalah suatu kegiatan untuk
merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang
berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Selanjutnya
menurut BPPK (2011) adapun tujuan perencanaan adalah :
1. Agar penggunaan anggaran efisien, efektif, hemat, tidak boros dan tepat
sasaran.
2. Mengantisipasi perkembangan organisasi dan perubahan kepegawaian yang
membutuhkan kesesuaian BMN/D yang dibutuhkan.
3. Adanya perubahan kondisi BMN/D yang disebabkan rusak ( berat atau
ringan), dihapuskan, dijual, kedaluwarsa, dan sebagainya sehingga
4. Kebutuhan BMN/D yang disesuaikan dengan jumlah dan keperluan
perorangan pegawai.
5. Mengamankan barang persediaan yang dibutuhkan baik untuk menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi atau keperluan berjaga-jaga.
Subagya (1995) menyatakan untuk menghindarkan pemborosan perlu
diadakan pembatasan-pembatasan kebutuhan terhadap perlengkapan dan
peralatan. Kebutuhan harus ditentukan secara tepat terutama mengenai tipe dan
spesifikasinya. Disamping itu ditentukan pula sumber dan jumlah dari
perlengkapan dan peralatan yang akan dibeli, hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan cara yang akan dilaksanakan dalam pembelian tersebut. Perencanaan
proses pengadaan/pembelian sejak dari awal sampai kepada barang diterima
ditempat harus telah disusun dan tergambar dengan jelas, baik tahap demi tahap
dari kegiatannya sendiri maupun jadwal waktu secara tepat.
2.1.3 Pelaksanaan
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) kekayaan milik daerah harus
dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas,
transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu perlu ada unit pengelola kekayaan daerah
yang profesional agar tidak terjadi overlapping tugas dan wewenang dalam
pengelolaan kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan daerah harus
dilakukan secara memadai baik pengamanan fisik maupun melalui sistem
Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pelaksanaan pengelolaan
aset/barang milik daerah harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality)
2. Akuntabilitas proses (process accountability)
3. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan
jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan
kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang berlaku. Akuntabilitas hukum
juga dapat diartikan bahwa kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang
jelas agar pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan
daerah tersebut.
Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah. Untuk itu perlu kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur
administrasi. Hal ini penting untuk mewujudkan akuntabilitas kebijakan
pengelolaan aset daerah baik secara vertikal maupun secara horisontal.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah
perencanaan, pengadaan, pendistribusian penggunaan atau pemanfaatan kekayaan
daerah, pemeliharaan sampai pada penghapusan barang milik daerah.
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) agar pelaksanaan pengelolaan
aset daerah dapat dilakukan dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai
efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset daerah hendaknya berpegangan teguh
pada azas-azas sebagai berikut :
1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa
pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah
sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;
2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;
3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah
harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang
benar;
4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang
milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal;
5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah
6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung
oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan
neraca Pemerintah Daerah.
Pelaksanaan merupakan seluruh rangkaian proses mulai dari pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, dan penatausahaan. Pengadaan adalah suatu
rangkaian kegiatan yang prosesnya dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip:
efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan
akuntabel. Proses kegiatan pengadaan didasari atas kebijakan dengan berbagai
aspek tujuan meliputi pemberdayaan masyarakat agar memberi peluang berusaha,
berarti memberi kesempatan bekerja khususnya pada usaha kecil dalam rangka
mengurangi pengangguran (BPPK, 2011).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
bahwa barang milik daerah ditetapkan status penggunaannya untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD dan dapat dioperasikan oleh pihak
lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi
SKPD yang bersangkutan. Status penggunaan barang milik daerah ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah. Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib
menyerahkan tanah dan/atau bangunan termasuk barang inventaris lainnya yang
tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
BPPK (2011) menyatakan pemanfaatan adalah pendayagunaan barang
milik negara/daerah oleh pihak lain dalam berbagai bentuk antara lain dalam
bentuk ; sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau
Bangun Serah Guna, dan sejenisnya. Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)/
Barang Milik Daerah (BMD) sebagaimana tersebut di atas sepanjang diyakini
bahwa BMN/BMD tersebut sudah tidak diperlukan lagi bagi penyelenggaraan
pemerintahan negara/daerah berdasarkan; pertimbangan/alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, dilaksanakan dengan pertimbangan untuk kepentingan
negara/daerah dan kepentingan umum, untuk menunjang penyelenggaraaan tugas
pokok dan fungsi oleh pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang,
mengoptimalkan manfaat barang milik Negara/daerah dan mencegah penggunaan
BMN/D oleh pihak lain secara tidak sah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang telah
mendapat penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008,
Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib
melakukan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada dalam
penguasaannya meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik,
pengamanan hukum. Adapun pengamanan yang dapat dilakukan terhadap barang
milik negara/daerah adalah :
1. Barang milik negara/ daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama
2. Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti
kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/ pemerintah daerah
yang bersangkutan;
3. Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan
bukti kepemilikan atas nama pengguna barang;
4. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan
bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas
pemeliharaan barang milik negara/daerah yang ada di bawah penguasaannya.
Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).
Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Nomor 17 Tahun 2007, penilaian
barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah
daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah. Penetapan nilai
barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah
dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 menyatakan
bahwa penghapusan barang milik daerah meliputi penghapusan dari daftar barang
pengguna dan/atau kuasa pengguna dan penghapusan dari daftar barang milik
daerah. Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang milik
pengguna dan sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena
sebab-sebab lain.
Penghapusan dilaksanakan dengan keputusan pengelola atas nama Kepala
Daerah untuk barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam
penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan dengan Keputusan Kepala
Daerah untuk barang milik daerah yang sudah beralih kepemilikannya, terjadi
pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007
barang milik daerah yang dihapus dan masih mempunyai nilai ekonomis, dapat
dilakukan melalui pelelangan umum/pelelangan terbatas; dan/atau disumbangkan
atau dihibahkan kepada pihak lain. Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai
tindak lanjut atas penghapusan barang milik daerah meliputi penjualan, tukar
menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah daerah.
Pada kegiatan penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi dan
pelaporan.
1. Pembukuan yaitu Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang milik Negara/daerah ke dalam Daftar
Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut
penggolongan dan kodefikasi barang. Pengelola barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang milik Negara/daerah berupa tanah dan/atau
bangunan dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah (DBMN/D) menurut
2. Inventarisasi yaitu pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik
negara/daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Terhadap barang
milik Negara/daerah yang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan,
pengguna barang melakukan inventarisasi setiap tahun. Pengguna barang
menyampaikan laporan hasil inventarisasi pengelola barang
selambat-lambatnya tiga bulan setelah selesainya inventarisasi.
3. Pelaporan yaitu kuasa pengguna barang harus menyusun Laporan Barang
Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna
Tahunan (LBKPT) untuk disampaikan kepada pengguna barang. Pengguna
barang harus menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan kepada
pengelola barang.
Pengelola barang harus menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah
(LBMN/D) berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan. Pengelola
barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT). Laporan Barang Milik
Negara/Daerah (LBMN/D) digunakan sebagai dasar untuk menyusun neraca
2.1.4 Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010), untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan dan menjamin tertib administrasi pengelolaan barang milik
daerah secara efisien dan efektif maka diperlukan fungsi berikut ini:
1. Pembinaan, yaitu usaha atau kegiatan melalui pemberian pedoman,
bimbingan, pelatihan, dan supervisi.
2. Pengawasan, yaitu usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan
dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengendalian, yaitu usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan
agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
BPPK (2011) menyatakan pembinaan adalah usaha atau tindakan yang
dilakukan secara efektif, dan efisien, serta dalam perspektif jangka panjang, baik
bersifat perubahan maupun penyempurnaan, agar pengelolaan BMN/D pada
keseluruhan siklus atau tahapan kegiatan dapat dilaksanakan dengan tertib dan
mencapai hasil yang lebih baik, terutama dalam memberikan daya dukung yang
tinggi terhadap kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, serta keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi. Usaha atau tindakan dalam kegiatan pembinaan
yang dilakukan oleh pimpinan pada berbagai tingkatan secara konkrit
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti pemberian pedoman, bimbingan,
Pengawasan adalah proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana
dengan baik sesuai dengan kebijaksanaan, instruksi, rencana dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku (BPPK, 2011). Sikki (1999)
menyatakan pengawasan terhadap pengadaan dan pemeliharaan barang meliputi
segi perencanaan (penentuan kebutuhan barang dan penanganannya), standarisasi
dan normalisasi barang, prosedur pengadaan barang dan jasa, tugas-tugas
kepanitiaan serta kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam pembayaran harga
barang/pekerjaan dengan mempedomani ketentuan yang berlaku.
Menurut Sikki (1999) pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen
mutlak diperlukan dalam pengelolaan administrasi barang, karena dengan
pengawasan akan sangat menentukan apakah terjadi kemajuan untuk tercapainya
suatu tujuan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Setiap kesenjangan yang
terjadi antara rencana dan pelaksanaan (pengurusan barang) pada bagian-bagian
tertentu dari keseluruhan organisasi akan lebih mudah dipecahkan apabila
diketahui secara dini dari pada menunggu setelah terjadi sesuatu masalah yang
serius. Baiknya penerapan teknik pengawasan akan memberikan informasi yang
cepat yang selanjutnya dapat diambil langkah-langkah perbaikan agar tidak
menyimpang dari rencana.
Untuk mengukur dan menilai prestasi yang dicapai diperlukan alat
1. Standarisasi harga dan barang yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang,
sebagai pedoman dalam penyusunan rencana kegiatan.
2. Setiap unit kerja atau bagian dalam organisasi apakah memuat/menyusun
perencanaan kebutuhan barang dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan serta dapat terlaksana secara teratur dan dengan tujuan tertentu,
menghilangkan pekerjaan yang tidak produktif, dapat menjadi alat pengukur
hasil-hasil yang dicapai dan memberikan suatu landasan pokok untuk
fungsi-fungsi lainnya terutama fungsi-fungsi pengawasan. Rencana kerja yang dibuat oleh
setiap unit harus dilegalisasi pimpinan organisasi agar mempunyai dasar
hukum pelaksanaannya.
3. Dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa seperti kwitansi tagihan, faktur,
surat pesanan, perjanjian, berita acara pemeriksaan dan penerimaan barang.
4. Laporan-laporan tertulis dari hasil pengawasan intern dan pengawasan ekstern.
5. Peraturan-peraturan, keputusan, instruksi yang ditetapkan pimpinan organisasi.
Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pengawasan yang ketat perlu
dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pengawasan aset. Dalam hal ini peran
serta masyarakat dan DPRD serta auditor internal sangat penting. Keterlibatan
auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat penting untuk menilai
konsistensi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar
yang berlaku. Selain itu, auditor internal juga penting keterlibatannya untuk
menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan menyangkut pengakuan aset,
penyimpangan dalam setiap fungsi pengelolaan/manajemen aset daerah. Sistem
dan teknik pengawasan perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah dikelabui
oleh oknum-oknum yang hendak menyalahgunakan kekayaan milik daerah.
Karakteristik pengawasan adalah sebagai berikut: (1) berorientasi kepada
perbaikan; (2) penemuan fakta-fakta atas setiap permasalahan; (3) bersifat
preventif; (4) pengawasan adalah sarana dan bukan tujuan; (5) pendekatan pada
masa sekarang (aktual); (6) efisiensi pelaksanaan kegiatan pengawasan; (7) tindak
lanjut hasil pengawasan; (8) dan bersifat pembinaan. Dalam hal ini pengawasan
lebih bersifat koordinatif, partisipatif, dan konsultatif guna memberikan solusi
atas masalah dan hambatan yang dihadapi auditan dalam mencapai tujuan,
(BPPK, 2011).
Menurut BPPK (2011), pengendalian intern secara luas merupakan suatu
proses yang dipengaruhi dan melibatkan tidak hanya pada tingkat pimpinan
tertinggi tetapi seluruh sumber daya manusia dalam organisasi bersangkutan.
Pengendalian intern tersebut dirancang untuk memberikan jaminan yang memadai
dalam rangka pencapaian tujuan yang ditetapkan. Jaminan yang diberikan tidak
bersifat mutlak satu dan lain hal terutama adanya unsur ketidakpastian dimasa
datang yang tidak jarang sulit diprediksi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan sistem pengendalian intern adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Agar pengelolaan barang milik daerah dapat berjalan dengan tertib dan
optimal maka tahapan perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian perlu dilakukan dalam satu kesatuan sistem. Perencanaan yang tepat
bertujuan agar penggunaan anggaran dalam hal pengelolaan barang milik daerah
dilakukan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pelaksanaan secara efisien dan
efektif bertujuan agar pengelolaan barang milik daerah dilakukan secara baik dan
benar yaitu profesional, transparan dan akuntabel sehingga barang milik daerah
tersebut memberikan manfaat baik itu untuk jalannya roda pemerintahan maupun
untuk kesejahteraan masyarakat. Adanya pembinaan, pengawasan dan
pengendalian diperlukan untuk menghindari penyimpangan dari peraturan yang
berlaku dalam setiap tahapan pengelolaan barang milik daerah.
2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)
Beberapa penelitian terdahulu dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1. Penelitian Oktaviana (2010) yang berjudul Pengelolaan Aset Daerah
Berkaitan Opini Disclaimer BPK di Kabupaten Tojo Una Una di Sulawesi
Tengah Tahun 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas
secara sendiri-sendiri/parsial hanya akan memberikan pengaruh yang kecil
memberikan pengaruh yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa
perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas serta pembinaan,
pengawasan dan pengendalian merupakan unsur yang saling terikat satu sama
lain yang harus dilakukan dan diterapkan dalam satu kesatuan sistem dalam
rangka mendukung pengelolaan aset (tanah dan bangunan) Pemerintah
Kabupaten Tojo Una Una. Tahapan pengelolaan aset daerah Pemerintah
Kabupaten Tojo Una Una sudah sebagian dilaksanakan namun masih belum
sesuai dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 sehingga menjadikan nilai aset yang
terdapat pada neraca daerah tidak dapat diandalkan, akibatnya laporan
keuangan Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una Tahun 2007 memperoleh
opini disclaimer.
2. Sikki (1999) yang berjudul Pengaruh Pengawasan Terhadap Pelaksanaan
Pengelolaan Barang pada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
penelitian ini memperoleh hasil bahwa pengawasan dengan indikator: (a)
program kerja pengawasan, (b) obyektifitas pengawasan, (c) profesionalisme
pengawasan dan (d) rutinitas pengawasan, memiliki pengaruh terhadap
pelaksanaan pengelolaan barang ditinjau dari indikator: (a) perencanaan
kebutuhan, (b) pengadaan, (c) penyimpanan dan distribusi, (d) pemeliharaan,
inventarisasi dan (f) penghapusan barang.
3. Primastuti (2008) penelitiannya berjudul Penilaian Terhadap Pelaksanaan
Sistem Pengendalian Intern dalam Pengelolaan Asset Tetap pada Pemerintah
pengendalian intern dalam pengelolaan asset tetap pada Pemerintah Kota
Depok belum efektif.
Adapun review peneliti terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Nama/tahun
penelitian Topik
Variabel yang
digunakan Hasil yang diperoleh Oktaviana / 2010 Pengelolaan Aset
Daerah Berkaitan Opini memberikan pengaruh yang kecil terhadap variabel terikatnya, namun secara bersama-sama/serentak akan memberikan pengaruh yang sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktivitas serta pembinaan, pengawasan dan pengendalian merupakan unsur yang saling terikat satu sama lain yang harus dilakukan dan diterapkan dalam satu kesatuan sistem dalam rangka mendukung pengelolaan aset (tanah dan bangunan) Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una
Sikki /1999 Pengaruh Pengawasan Terhadap Pelaksanaan
Pengawasan dengan indikator : a) program kerja pengawasan, b) obyektifitas pengawasan, c) profesionalisme pengawasan, d) rutinitas pengawasan,
memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan barang ditinjau dari indikator : a) perencanaan kebutuhan, b) pengadaan,
c) penyimpanan dan distribusi, d) pemeliharaan, inventarisasi
dan
f) penghapusan barang.
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Secara sederhana pengelolaan barang milik daerah meliputi tiga fungsi
utama, yaitu: (1) adanya perencanaan yang tepat, (2) pelaksanaan secara efisien
dan efektif dan (3) pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Berdasarkan fungsi
utama pengelolaan barang milik daerah tersebut, maka akan diambil tiga kegiatan
yang digunakan sebagai variabel independen (X), yaitu: (1) Perencanaan,
(2) Pelaksanaan, (3) Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. Berdasarkan tiga
variabel independen tersebut akan dilihat pengaruhnya terhadap pengelolaan
barang milik daerah sebagai variabel dependen (Y).
Dengan demikian kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut.
Variabel Independen (X)
Variabel dependen (Y)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Perencanaan (X1)
Pelaksanaan (X2)
Pengelolaan barang milik daerah
(Y)
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Adanya perencanaan bertujuan agar penggunaan anggaran dalam hal
pengelolaan barang milik daerah lebih efisien, efektif dan ekonomis. Selain
itu, adanya perencanaan mengantisipasi perkembangan organisasi dan
perubahan kepegawaian yang membutuhkan kesesuaian barang milik daerah
yang dibutuhkan. Oleh karena itu, semakin baik/buruk perencanaan, maka
semakin baik/buruk pengelolaan barang milik daerah.
2. Adanya pelaksanaan yang efisien dan efektif bertujuan agar pengelolaan
barang milik daerah dilakukan secara profesional, transparan dan akuntabel
sehingga barang milik daerah memberikan manfaat untuk jalannya roda
pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, semakin
baik/buruk pelaksanaan, maka semakin baik/buruk pengelolaan barang milik
daerah.
3. Kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan
barang milik daerah diperlukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan
dari peraturan yang berlaku dalam setiap tahapan pengelolaan barang milik
daerah dan mengarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, semakin baik/buruk
pembinaan, pengawasan dan pengendalian, maka semakin baik/buruk
3.2 Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah digambarkan dan
dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah: perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian berpengaruh secara
simultan dan parsial terhadap pengelolaan barang milik daerah Pemerintah
Kabupaten Sarolangun.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), yaitu untuk melihat
hubungan beberapa variabel yang belum pasti. Umar (2008) menyebutkan desain
kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi
variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen dimana
variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat
dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.
Peneliti menggunakan desain penelitian ini untuk mengetahui apakah
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
sebagai variabel independen berpengaruh terhadap Pengelolaan Barang Milik
Daerah sebagai variabel dependen baik secara simultan maupun parsial.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Waktu
yang direncanakan untuk melakukan penelitian adalah bulan Juni 2011 sampai
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah SKPD di lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten Sarolangun dengan jumlah 28 SKPD, yang terdiri dari
1 Sekretariat Daerah, 1 Sekretariat DPRD, 8 Badan, 14 Dinas, dan 4 Kantor.
Pada masing-masing SKPD akan diberikan 3 (tiga) kuesioner yang akan
diisi oleh:
1. Pengguna Barang atau Kuasa Pengguna Barang selaku kepala SKPD yang
memiliki wewenang untuk melakukan pengelolaan barang milik daerah yang
berada dalam penguasaannya;
2. Kasubbag Perencanaan/Umum selaku atasan langsung pengurus barang yang
memiliki wewenang mengajukan rencana kebutuhan dan pemeliharaan
barang;
3. Pengurus Barang SKPD yang bertugas mengurus barang milik daerah dalam
pemakaian pada masing-masing pengguna/kuasa pengguna.
Oleh karena itu, total populasi yang akan diberikan kuesioner sebanyak 84
populasi. Seluruh populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 84 sampel karena
Tabel 4.1 Daftar Populasi Penelitian
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Badan Pelaksana Penyuluhan Badan Lingkungan Hidup
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Dinas PU dan Perumahan Rakyat Dinas Pertanian
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Dinas Kesehatan
Dinas Pendidikan Dinas Perindagkop
Dinas Perhubungan Kominfo
Dinas Tata Kota, Kebersihan dan Pertamanan
Dinas Sosial dan Nakertrans Disbudparpora
Dinas Kependudukan dan Capil Dinas ESDM
Dinas Perikanan dan Peternakan Kantor Satpol PP
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kantor Kesbangpolinmas
Kantor PDE dan Santelda
√
4.4 Metode Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Umar (2009)
menyatakan bahwa data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama
baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian
kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Pengumpulan data dari responden
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang diantar sendiri oleh
peneliti sebanyak 84 kuisioner dan ditunggu selama 10 hari.
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu Perencanaan
(X1), Pelaksanaan (X2), dan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (X3) dan
satu variabel dependen yaitu Pengelolaan Barang Milik Daerah (Y). Definisi
operasional dari variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
4.5.1 Pengelolaan Barang Milik Daerah (Y)
Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan barang milik daerah pada
penelitian ini adalah sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan
pengelolaan barang milik daerah antara lain: (1) Terwujudnya ketertiban
administrasi mengenai barang milik daerah; (2) Terciptanya efisiensi dan
efektivitas penggunaan barang milik daerah; (3) Pengamanan barang milik daerah;
(4) Tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah barang milik daerah.
butir pertanyaan yang berkaitan dengan pengelolaan barang milik daerah yaitu
tentang tertib administrasi, efisiensi dan efektivitas penggunaan barang milik
daerah, pengamanan barang milik daerah dan tersedianya data/informasi yang
akurat, yang merupakan modifikasi instrumen kuesioner yang dibuat oleh
Oktaviana (2010). Skala pengukurannya menggunakan skala ordinal atau skala
likert 1 sampai 5, dimana skor 5 (S=sudah sepenuhnya), skor 4 (SB=sebagian
besar), skor 3 (N=netral), skor 2 (SK=sebagian kecil), dan skor 1 (SSB=sama
sekali belum).
4.5.2 Perencanaan (X1
Adapun yang dimaksud dengan perencanaan adalah kegiatan merumuskan
rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang
yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam
melakukan tindakan yang akan datang. Pengukuran variabel ini menggunakan
instrumen kuesioner dengan 7 butir pertanyaan untuk mengukur variabel
perencanaan yaitu mengenai penganggaran, kondisi barang milik daerah, dan
kebutuhan barang milik daerah, yang merupakan modifikasi instrumen kuesioner
yang dibuat oleh Oktaviana (2010). Skala pengukurannya menggunakan skala
ordinal atau skala likert 1 sampai 5, dimana skor 5 (S=sudah sepenuhnya), skor 4
(SB=sebagian besar), skor 3 (N=netral), skor 2 (SK=sebagian kecil), dan skor 1
(SSB=sama sekali belum).