• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis BaTiO3 dari BaCl2 dan TiCl4 dengan Metode Hidrotermal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis BaTiO3 dari BaCl2 dan TiCl4 dengan Metode Hidrotermal"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS BaTiO

3

DARI BaCl

2

DAN TiCl

4

DENGAN METODE

HIDROTERMAL

DWI PUTRI UTAMI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DWI PUTRI UTAMI. Sintesis BaTiO

3

dari BaCl

2

dan TiCl

4

dengan Metode

Hidrotermal. Dibimbing oleh IRMA H. SUPARTO dan AGUS SAPUTRA.

Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, peralatan elektronik semakin

berkembang. Salah satu komponen penyusun peralatan elektronik adalah

kapasitor. Salah satu bahan penyusun kapasitor, ialah barium titanat (BaTiO

3

).

Penelitian ini bertujuan mensintesis dan mencirikan BaTiO

3

dari campuran BaCl

2

dan TiCl

4

dengan mengamati perubahan suhu dan tahapan reaksi. Penelitian ini

meliputi beberapa tahap, yaitu sintesis BaTiO

3

dengan metode hidrotermal,

perubahan tahapan reaksi, perubahan pH, dan membandingkan hasil sintesis

menggunakan metode nonhidrotermal, serta pencirian dengan difraksi sinar-X

(XRD). Berdasarkan hasil XRD, sintesis BaTiO

3

menggunakan metode

hidrotermal (T = 120-150

o

C), perubahan tahapan reaksi, dan perubahan pH

belum bisa menghasilkan BaTiO

3

murni

.

Hal ini dapat dilihat dari rendahnya

intensitas BaTiO

3

yang terbentuk serta masih terdapatnya pengotor lain berupa

TiO

2

, seperti pada metode nonhidrotermal (T = 600

o

C).

ABSTRACT

DWI PUTRI UTAMI. Synthesis and Characterization of BaTiO

3

from BaCl

2

and

TiCl

4

by Hydrothermal Method. Supervised by IRMA H. SUPARTO and AGUS

SAPUTRA

(3)

SINTESIS BaTiO

3

DENGAN METODE HIDROTERMAL DARI

BaCl

2

DAN TiCl

4

SERTA KARAKTERISASINYA

DWI PUTRI UTAMI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Sintesis BaTiO

3

dari BaCl

2

dan TiCl

4

dengan Metode Hidrotermal

Nama : Dwi Putri Utami

NIM : G44070057

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. dr. Irma H Suparto, MS

Agus Saputra, SSi, MSi

NIP 19581123 198603

NIP 19761101 2005011002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sintesis BaTiO

3

dari

BaCl

2

dan TiCl

4

dengan metode hidrotermal. Salawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya.

Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Dr. dr. Irma H

Suparto, MS dan Bapak Agus Saputra, SSi, MSi selaku pembimbing yang

senantiasa memberikan arahan, dorongan, masukan, serta doa selama penelitian.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pak Sawal, Pak Mul, Pak Caca,

Mba Nurul para staf laboran Laboratorium Kimia Anorganik atas bantuan selama

penelitian.

Terimakasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Almarhum Ayah, Ibu,

kakak, adik atas doa dan kasih sayangnya. Juga ucapkan terima kasih kepada Putu

Lilik, Mega, Cusna, Dian, Nina, Annisa, Octa, Nosen, Kak Karin, dan Prestiana

yang telah membantu memberi masukan, serta Jamil atas saran, semangat dan

kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, November 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 1989 dari ayah Saban

Karto Utomo dan Ibu Mardianingsih, sebagai putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 27 Jakarta dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, pernah menjadi asisten praktikum Kimia

Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2009 sampai 2011. Penulis juga

aktif mengajar mata kuliah Kimia TPB privat dan bimbingan belajar Avogadro

dari tahun 2008 sampai 2010. Selain itu, mengajar pada bimbingan belajar

PRIMAGAMA untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Kimia.

Penulis juga pernah aktif sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa

(PSDM) di IMASIKA (Ikatan Mahasiswa Kimia) pada tahun 2009/2010.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

METODE ... 1

Alat dan Bahan ... 1

Lingkup Kerja ... 1

Pembuatan Larutan Ti(OH)

4

dan BaCl

2

... 1

Pembuatan Larutan BaTiO

3

dengan Metode Hidrotermal ... 1

Perubahan Tahapan Reaksi ... 2

Peningkatan pH ... 2

Metode Non Hidrotermal ... 2

Karakterisasi dengan XRD ... 2

HASIL ... 2

Metode Hidrotermal ... 2

Perubahan Tahapan Reaksi ... 2

Peningkatan pH ... 3

Metode Non Hidrotermal ... 3

PEMBAHASAN ... 3

SIMPULAN DAN SARAN ... 5

Simpulan ... 5

Saran ... 5

DAFTAR PUSTAKA ... 5

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Kristal hasil sintesis dari BaCl

2

dan TiCl

4

... 2

2

Pola difraksi BaTiO

3

T = 120 - 150

o

C metode hidrotermal ... 2

3

Pola difraksi struktur kristal T = 120

o

C perubahan tahapan reaksi ... 3

4

Pola difraksi struktur kristal T = 600

o

C metode non hidrotermal ... 3

5

Pola difraksi struktur kristal T = 150

o

C peningkatan pH ... 3

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram alir penelitian semua tahapan dan perubahan tahapan reaksi ... 8

2

Contoh perhiyungan pembuatan larutan Ti(OH)

4

dan BaTiO

3

... 10

3

Data JCPDS ... 11

4

Pola difraksi standar BaTiO

3

dan TiO

2

... 12

5

Pola difraksi BaTiO

3

pada T = 120 - 150

o

C dengan metode hidrotermal . 13

6

Pola difraksi BaTiO

3

menggunakan perubahan tahapan reaksi ... 15

7

Pola difraksi BaTiO

3

menggunakan metode non hidrotermal ... 16

(9)

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, peralatan elektronik semakin berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan konsumen akan peralatan yang semakin canggih. Salah satu komponen

penyusun peralatan elektronik adalah

kapasitor. Kapasitor memiliki sifat

menyimpan energi listrik/muatan listrik, serta memiliki banyak kegunaan diantaranya adalah untuk menghindari terjadinya loncatan listrik pada rangkaian-rangkaian yang mengandung kumparan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai penyusun kapasitor adalah barium titanat (BaTiO3) (Hamonangan 2009). BaTiO3 yang memiliki struktur tetragonal dan berukuran lebih kecil, baik digunakan sebagai dielektrik (Wahyudi 2007).

BaTiO3 dapat digunakan sebagai penyusun kapasitor karena memiliki sifat dielektrik yang

baik. Awalnya, BaTiO3 dapat disintesis

dengan mereaksikan TiO2 dan BaCO3 pada

suhu tinggi (Boulous et al. 2005) sekitar 1200 o

C (Deshpande et al. 2005). Sintesis dengan suhu tinggi pada skala besar membutuhkan biaya produksi yang cukup besar. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menggunakan metode hidrotermal yang dapat mengurangi biaya produksi (Sun et al. 2006). Metode sintesis ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain menghasilkan partikel dengan kristanilitas tinggi, menggunakan suhu rendah untuk reaksi, kemurnian tinggi, serta distribusi ukuran partikel yang homogen (Lee et al.

2000). Selain itu, metode hidrotermal juga dapat menghasilkan kristal yang berukuran nanometer (nm) (Moon & Cho 2007).

Sintesis BaTiO3 yang telah dilakukan oleh

para peneliti sebelumnya menggunakan

Ba(OH)2.8H2O dan TiO2 dengan metode hidrotermal (Retnantiti 2010). Akan tetapi,

hasil sintesis tersebut masih terdapat

kekurangan, diantaranya menghasilkan

endapan BaCO3 dan ukuran partikel yang tidak homogen (masih terdapat bentuk tetragonal dan kubik), sifat dielektrik yang kurang baik serta menggunakan suhu yang tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian ini

akan dilakukan modifikasi dengan

menggunakan bahan baku sintesis, yaitu

BaCl2 dan TiCl4 menggunakan metode

hidrotermal dengan mengamati perubahan pada suhu, dan perubahan pH.

Penelitian ini, BaCl2 menggantikan

Ba(OH)2.8H2O dan TiO2 dengan TiCl4. Jika dibandingkan dengan Ba(OH)2.8H2O, BaCl2 memiliki nilai kelarutan yang lebih besar

sehingga diharapkan akan menghasilkan

BaTiO3 dengan ukuran yang lebih seragam

serta nilai konstanta dielektrik tinggi. Hasil sintesis BaTiO3 selanjutnya dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X (X-ray difraction). Difraksi sinar-X berfungsi mengidentifikasi

fasa kristalin (Girolami et al. 1999).

Diharapkan dengan adanya perubahan pada bahan baku dapat menghasilkan kristal BaTiO3 dengan intensitas yang lebih tinggi.

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, pengaduk magnetik, tanur, oven, alat hidrotermal, alat-alat kaca, cawan porselen, dan difraksi sinar-X Shimadzu XRD-7000.

Bahan-bahan yang digunakan adalah

BaCl2.H2O, TiCl4, HCl, NH4OH pekat, dan air

bebas ion.

Lingkup Kerja

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama adalah sintesis BaTiO3 dengan

bahan baku BaCl2 dan TiCl4 menggunakan

metode hidrotermal, non hidrotermal,

perubahan tahapan reaksi, dan perubahan pH.

Tahap kedua adalah hasil sintesis

dikarakterisasi menggunakan XRD (Lampiran 1).

Pembuatan Larutan Ti(OH)4 dan BaCl2

BaCl2 sebagai sumber ion Ba2+ dan TiCl4

sebagai sumber ion Ti4+. Rasio mol Ba

terhadap Ti (Ba/Ti) dibuat satu (Lee et al. 2000). Pembuatan larutan Ti(OH)4. Larutan

Ti(OH)4 dapat dibuat dengan mereaksikan

TiCl4 dan NH4OH pekat. Sebanyak 0,03 mol TiCl4 dan 0,12 mol NH4OH pekat masing-masing dilarutkan ke dalam 100 mL air bebas ion. Untuk pembuatan larutan BaCl2, yaitu ditimbang 4,4460 g BaCl2 (Lampiran 2) dilarutkan ke dalam 15 mL air bebas ion dan diaduk menggunakan pengaduk magnetik sampai homogen.

Pembuatan BaTiO3 dengan Metode

Hidrotermal

Larutan TiCl4 (50 mL) ditambahkan

(10)

suhu ruang. Setelah larutan homogen, larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada

suhu 120 sampai dengan 150 oC (dengan

kisaran suhu 10 oC) selama 7 jam dan dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 100 oC (Sahoo

et al. 2007 ).

Perubahan Tahapan Reaksi

Larutan TiCl4 (50 mL) ditambahkan

dengan larutan BaCl2 dan diaduk

menggunakan pengaduk magnetik. Saat

proses pengadukan ditambahkan sedikit demi sedikit NH4OH pekat sebanyak 10,60 mL. Ketiga larutan tersebut diaduk selama 2 jam sampai homogen. Setelah larutan bercampur sempurna larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 120oC selama 7 jam yang selanjutnya dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 oC (Sahoo et al. 2007 ).

Peningkatan pH

Larutan TiCl4 (50 mL) ditambahkan

NH4OH pekat berlebih hingga 20 mL. Setelah terjadi perubahan larutan menjadi berwarna putih, kemudian ditambahkan dengan larutan BaCl2. Ketiga larutan tersebut diaduk selama 2 jam sampai homogen dengan bantuan pengaduk magnetik. Setelah homogen, larutan dimasukkan ke dalam alat hidrotermal pada suhu 150 oC selama 7 jam kemudian dicuci menggunakan air bebas ion dan dikeringkan

menggunakan oven pada suhu 100 oC (Sahoo

et al. 2007 ).

Metode Non Hidrotermal

Prosedur sama seperti sintesis BaTiO3 menggunakan metode hidrotermal, namun

tidak menggunakan radas hidrotermal

melainkan menggunakan tanur (T=600 oC)

pada saat proses sintesis BaTiO3.

Karakterisasi dengan XRD

Serbuk kristal BaTiO3 yang terbentuk pada seluruh tahapan reaksi, dianalisis lebih lanjut dengan dilakukan karakterisasi menggunakan XRD. Sebelumnya sampel dimasukkan ke dalam pelat dan dipadatkan sampai tidak

terdapat rongga. Setelah sampel siap,

selanjutnya pelat dimasukkan ke dalam XRD. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan data XRD JCPDS (Joint Comitee of Powder

Difraction Standar).

HASIL

[image:10.595.381.469.181.265.2]

Sintesis dari BaCl2 dan TiCl4 dengan metode hidrotermal dan non hidrotermal menghasilkan kristal berwarna putih, halus permukaannya, dan tidak larut dalam air yang diduga BaTiO3 (Gambar 1).

Gambar 1 Kristal hasil sintesis dari BaCl2 dan TiCl4.

Metode Hidrotermal

Karakterisasi pada berbagai suhu (T= 120 - 150 °C) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola difraksi struktur kristal barium titanat pada suhu a) 120 o

C, b) 130 oC, c) 140 oC, dan d)

150 oC menggunakan metode

hidrotermal.

Gambar tersebut menunjukkan bentuk difraktogram dengan intensitas puncak yang hampir sama (intensitas rendah). Namun pada keempat suhu perlakuan, tampak pola difraksi

menunjukkan kecenderungan intensitas

puncak meningkat pada 2 sudut 30.

Perubahan Tahapan Reaksi

Suhu metode hidrotermal yang dipilih untuk uji perubahan tahap reaksi pencampuran

adalah pada suhu 120 oC, karena

menghasilkan puncak-puncak dengan

intensitas tinggi jika dibandingkan dengan

[image:10.595.323.511.355.565.2]
(11)

difraktogram untuk perubahan tahapan reaksi dapat dilihat pada Gambar 3.

*

• ° * * • •

Gambar 3 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 120 °C dengan perubahan tahapan reaksi. (*TiO2) (°BaTiO3)

(•Senyawa yang belum

diketahui).

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat beberapa puncak dengan intensitas 50, yaitu disekitar 16o, 23o, 30 o, 37 o, 40 o, 44o, dan 68o, sedangkan intensitas pada 32o mencapai 175.

Peningkatan pH

Hasil difraktogram hasil sintesis metode hidrotermal dengan peningkatan pH pada suhu 150 °C dapat dilihat pada Gambar 4.

*

[image:11.595.106.301.44.842.2]

• • ° • * °

Gambar 4 Pola difraksi struktur kristal pada suhu 150 °C dengan perubahan pH

menggunakan metode

hidrotermal (*TiO2) (°BaTiO3)

(•Senyawa yang belum diketahui).

Hasil XRD tersebut menunjukkan

beberapa puncak dengan intensitas 50 disekitar 20°, 27°, dan 44°, sedangkan untuk 2 pada sudut 16°, 31°, dan 36° dengan intensitas 60. Intensitas tertinggi pada 100 dihasilkan pada sudut 32°.

Metode non hidrotermal

Hasil difraktogram untuk metode non hidrotermal dilakukan pada suhu 600°C terlihat pada Gambar 5.

*

* * *

Gambar 5 Pola difraksi struktur kristal pada

suhu 600°C menggunakan

metode non hidrotermal.

Pada Gambar 5 terlihat, beberapa puncak dengan intensitas disekitar 50, yaitu disekitar 38°, 48°, 53°, dan 55°, sedangkan intensitas tertinggi dihasilkan pada 2 sudut 25°.

PEMBAHASAN

Sintesis BaTiO3 menggunakan bahan baku BaCl2 dan TiCl4 dengan metode hidrotermal menghasilkan kristal berwarna putih, dengan permukaan halus, dan tidak larut dalam air. Kristal tersebut kemudian dianalisis dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan berbeda satu sama lainnya.

Tahap awal sintesis menggunakan suhu

120 sampai dengan 150 oC dihasilkan

difraktogram yang hampir sama, yaitu menghasilkan pola difraksi dengan banyak puncak dan intensitas yang rendah. Kondisi ini sudah menunjukkan terbentuk BaTiO3, namun intensitas yang dihasilkan masih terlalu rendah. Hal ini dapat dilihat puncak-puncak yang mirip dengan data JCPDS.

Namun dari keempat perlakuan suhu,

intensitas yang lebih tinggi dihasilkan pada suhu 120 oC. Berdasarkan hasil ini maka pada

suhu 120 oC, dibuat perubahan dalam tahapan

reaksi untuk mensintesis BaTiO3 yang

diharapkan dapat menghasilkan puncak

BaTiO3 dengan intensitas yang lebih tinggi. Perubahan tahapan reaksi, yaitu dengan

mereaksikan TiCl4 dengan BaCl2 terlebih

[image:11.595.322.510.93.268.2]
(12)

TiCl4 + BaCl2 + NH4OH BaTiO3

Ti4+ +Ba2+ +OH- BaTiO3

Hasil reaksi antar ion-ion Ti4+, Ba2+ dan

OH- dapat dilihat pada difraktogram

sebelumnya (perubahan tahapan reaksi). Hasil difraktogram pada hasil perubahan tahapan reaksi menunjukkan puncak-puncak dengan intensitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya

(pemanasan pada suhu 120-150 oC). Akan

tetapi, selain puncak-puncak untuk BaTiO3 juga terdapat puncak-puncak pengotor berupa TiO2 dan senyawa yang belum diketahui. Intensitas yang spesifik untuk BaTiO3 sekitar 22° masih rendah jika dibandingkan dengan TiO2 yang dihasilkan pada 2 sekitar 30°, 32°, dan 37° dengan intensitas tertinggi pada 32° mencapai 175. Selain pengotor berupa TiO2, juga masih terdapat pengotor yang belum diketahui di sekitar sudut 16°, 39°, dan 58°.

Adanya puncak-puncak TiO2 diduga telah terbentuknya TiO2 pada saat mereaksikan TiCl4 dengan air bebas ion dan HCl pekat.

TiCl4 yang ditambahkan tetes demi tetes

kedalam air bebas ion (T = 0 oC) akan langsung menghasilkan endapan putih TiO2. Ketika ditambahkan HCl pekat ke dalam larutan, maka HCl akan bereaksi dengan TiO2 membentuk senyawa intermediet TiOCl2. Larutan yang telah homogen disimpan ke dalam suhu ± 2 °C (lemari es) sampai larutan berubah warna, dari putih menjadi bening atau tak berwarna. Penyimpanan larutan pada suhu sekitar 2 °C dapat menstabilkan senyawa TiOCl2 dalam beberapa hari. Hal ini sesuai dengan Holleman & Wiberg (2001) yang menyatakan bahwa senyawa TiOCl2 stabil pada suhu di bawah 4°C dan akan berubah menjadi TiO2 pada suhu 40°C atau suhu kamar setelah 24 jam.

Masih terdapatnya pengotor berupa TiO2 maka dilakukan proses sintesis kembali dengan meingkatkan nilai pH menjadi 13 menggunakan metode hidrotermal pada suhu 150 oC. Hasil keempat difraktogram tidak menghasilkan difraktogram yang cukup baik, maka dipilih suhu yang paling tinggi, yaitu 150 oC. Sesuai pernyataan Saputra (2010), bahwa semakin tinggi suhu maka sumber energi untuk memutus ikatan Ba dan Cl pada BaCl2, serta juga dapat membantu difusi ion Ba2+ masuk ke struktur Ti(OH)4. Pada tahapan ini, NH4OH pekat dibuat berlebih. Hal ini dimaksudkan untuk menaikkan nilai pH

sampai dengan 13. Karena menurut Lee etal.

(2003), pH larutan berhubungan langsung dengan reaktivitas ion Ba2+ dan pembentukan kristal BaTiO3 hanya dapat terjadi jika pH lebih dari 13. Akan tetapi, pH larutan tidak bisa mencapai 13 hanya mencapai pH 11. Hal ini diduga karena sifat NH4OH yang merupakan basa lemah sehingga larutan TiOCl2 yang bersifat sangat asam (pH=1) ketika ditambahkan larutan NH4OH pekat

(pH=10) menghasilkan larutan dengan

keadaan yang tidak terlalu basa (mendekati

pH normal). pH yang tidak sesuai

menyebabkan reaktivitas ion Ba2+ rendah

sehingga endapan putih yang diperoleh

bukanlah BaTiO3 melainkan TiO2 (Saputra

2010).

Berdasarkan penelitian Saputra (2010), larutan KOH dapat meningkatkan pH menjadi 13. Hal ini juga dapat dilihat dari sifat KOH yang merupakan basa kuat sehingga dapat menghasilkan larutan dengan keadaan basa (menjauhi pH normal). Reaksi yang terjadi adalah:

TiCl4 + 2H2O TiO2 + HCl

[TiO2 + HCl TiOCl2]

TiOCl2+ NH4OH Ti(OH)4 + NH4Cl (eksoterm)

Ti(OH)4 + BaCl2 BaTiO3 + 2HCl + 2H2O

Berdasarkan reaksi diatas diduga proses perubahan TiCl4 menjadi Ti(OH)4 terjadi dua tahap atau tidak langsung menjadi senyawa TiOCl2, tetapi melewati proses pembentukan TiO2. Hal ini dapat dilihat pada pola difraksi dengan peningkatan pH menggunakan metode hidrotermal pada suhu 150 oC yang masih terdapat puncak-puncak yang mirip dengan TiO2. Walaupun pada tahapan ini intensitas dari TiO2 menurun 50 dari 175 menjadi 125 dan intensitas dari BaTiO3 meningkat dari 50 menjadi 70. Hal ini diduga larutan NH4OH pekat yang digunakan tidak dapat membantu proses pelarutan TiO2 menjadi Ti(OH)x4-x, sehingga ketika TiO2 bereaksi dengan BaCl2 maka tidak menghasilkan BaTiO3 yang murni.

Berbeda dengan KOH, menurut Lee et al.

(2003), KOH memiliki beberapa peranan dalam proses sintesis, yaitu dapat membantu proses pelarutan TiO2 menjadi Ti(OH)x4-x dan meningkatkan pH larutan.

Masih terdapatnya pengotor berupa TiO2 dan senyawa lain, maka dilakukan perubahan dalam proses sintesis menggunakan metode non hidrotermal pada suhu 600 oC. Dengan

(13)

merubah bahan baku Ba(OH)2 dengan BaCl2

diharapkan dapat menaikkan ion Ba2+ menjadi

lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari kelarutan BaCl2 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ba(OH)2. Ion-ion Ba2+, Ti4+, dan OH- akan terikat secara langsung

membentuk BaTiO3. Namun pada

kenyataannya ion Ti4+ telah berubah menjadi TiO2, sehingga ketika di reaksikan dengan ion Ba2+ dan OH- tidak akan terbentuk BaTiO3. Hal ini dapat dilihat dari pola difraksi yang seluruhnya spesifik untuk TiO2. Hal ini dapat dilihat dari puncak-puncak yang mirip dengan standar dan data JCPDS untuk TiO2. Ketika larutan dicuci menggunakan air bebas ion diduga ion Ba2+ yang terdapat pada larutan terlepas, sehingga hanya TiO2 yang tersisa di

dalam larutan. TiO2 yang terbentuk dapat

dilihat dari pola difraksi yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Hadiwijaya (2010) puncak-puncak untuk TiO2 dapat diperkecil intensitasnya dengan cara

menaikkan suhu hingga mencapai 1000 oC,

namun pada penelitian tersebut menggunakan metode sol gel untuk mensintesis BaTiO3.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, BaTiO3 dapat disintesis menggunakan BaCl2 dan TiCl4

dengan metode hidrotermal. Namun,

berdasarkan hasil XRD, intensitas yang dihasilkan untuk BaTiO3 tidak terlalu tinggi dan kristal yang dihasilkan tidak murni. Masih terdapat pengotor berupa TiO2 dan pengotor lain yang belum diketahui. Modifikasi sintesis dengan meningkatkan pH dapat menurunkan intensitas TiO2 dan meningkatkan intensitas dari BaTiO3.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat diajukan beberapa saran, yaitu perlu dilakukan pengadukan lebih lama, peningkatan pH menggunakan basa kuat, dan waktu yang lebih lama dalam proses sintesis.

DAFTAR PUSTAKA

Boulos M, Fritsch SG, Mathieu F, Durand B, Lebey T, Bley V. 2005. Hydrothermal synthesis of nanosized BaTiO3 powders and dielectric properties of corresponding

ceramics. Solid State Ionics 176: 1301-1309.

Desphande SB, Godbole PD, Khollam YB, Potdar HS. 2005. Characterization of Barium Titanate: BaTiO3 (BT) Ceramics Prepared from Sol-Gel Derived BT Powders. Journal of Electroceramics 15: 103-108.

Girolami GS, Rauchfuss TB, Angelici RJ.

1999. Synthesis and Technique in

Inorganic Chemistry. USA.: University

Science Book.

Holleman AF, Wiberg E. 2001. Inorganic Chemistry. Acad. Press. San Diego.

Hadiwijaya H. 2010. Sintesis BaTiO3 dari Campuran Ba(OH)2 dan TiO2 dengan

Tambahan PbO [Skripsi]. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hamonangan A. 2009. Kapasitor-Prinsip

Dasar dan Spesifikasi Elektriknya.

[terhubung berkala]. http://electroniclab .com. [11 Feb 2010].

Lee JH, Won CW, Kim TS. 2000.

Characteristic of BaTiO3 powders

synthesized by hidrothermal process.

Materials Science 35: 4271-4274.

Lee SK, Park TJ, Choi GJ, Koo KK, Kim SW. 2003. Effect of KOH/BaTi and Ba/Ti ratios on synthesis of BaTiO3 powder by

corecipitation/hydrothermal reaction.

Materials Chemistry and Physics 82:

742-749.

Moon SM, Cho NH. 2007. Investigation of phase distribution in nanoscale BaTiO3

powders prepared by hydrothermal

synthesis. Journal of Electroceramics

DOI 10.1007/s10832-007-9323-z.

Retnantiti MD. 2010. Sintesis Hidrotermal

dan Karakterisasi Barium Titanat

(BaTiO3) [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(14)

TiO2-Ba(OH)2-H2O system. Journal of

Materials Letters 61: 1323-1327.

Saputra A. 2010. Sintesis dan Karakterisasi

Barium Titanat dengan Modifikasi

Metode LTDS (Low Temperature Direct

Synthesis) [Tesis]. Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sun W, Liu W, Li J. 2006. Effects of chloride ions on hydrothermal synthesis of tetragonal BaTiO3 by microwave heating

and conventional heating. Journal of

Power Technology 166: 55-59.

Wahyudi AFN. 2007. Barium Titanat.

[terhubung berkala]. http://www.

wordpress.com [10 Feb 2011].

(15)
(16)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian semua tahapan dan perubahan tahapan reaksi

a.

Diagram alir untuk semua tahapan

Metode Hidrotermal

120-150

o

C selama 7

jam (Boulos

et al

2005)

NH

4

OH

(aq)

(Lee 2000)

TiCl

4(aq)

(Lee 2000)

XRD

Larutan Ti(OH)

4(aq),

Didekantasi dan

dioven T = 100

o

C

Larutan

Larutan BaCl

2(aq),

Peningkatan pH

(NH

4

OH berlebih)

T= 150

o

C selama 7

Metode Non hidrotermal

T= 600

o

C selama 3 jam

(17)

Lanjutan Lampiran 1

b.

Diagram alir penelitian menggunakan perubahan tahapan reaksi

Metode Hidrotermal

120

o

C selama7 jam (Boulos

et al

2005)

BaCl

2 (aq)

(sumber Ba

2+

)

TiCl

4(aq)

(sumber Ti

4+

)

XRD

Larutan NH

4

OH

(aq)

(Sumber

OH-

)

Serbuk BaTiO

3

Didekantasi dan

dioven T = 100

o

C

Larutan BaTiO

3(aq),
(18)

Lampiran 2 Contoh perhitungan pembuatan larutan Ti(OH)

4

dan BaTiO

3

a.

Pembuatan larutan Ti(OH)

4

TiCl

4

+ 4NH

4

OH

Ti(OH)

4

+ 4NH

4

Cl

m

= 0.0182 mol 0.072 mol

-

-

r

= 0.0182 mol 0.072 mol

0.0182 mol

0.0182 mol

s

= -

-

0.0182 mol

0.0182 mol

b.

Pembuatan larutan BaTiO

3

BaCl

2

+ Ti(OH)

4

BaTiO

3

+ 2HCl + H

2

O

m

= 0.0182 mol 0.0182 mol

-

-

-

r

= 0.0182 mol 0.0182 mol 0.0182 mol 0.0182 mol 0.0182 mol

s

= -

- 0.0182 mol 0.0182mol 0.0182 mol

c.

Mol TiCl

4

2 mL TiCl

4

= mL x Mr

= 2 x 189,71

= 3.456 g

Mol TiCl

4

= g/Mr

= 3.456 g/189.71

= 0.0182

d.

Mol NH

4

OH

= 0.0182 mol x 4

= 0.072

e.

Rasio Ti : Ba = 1 : 1

Ti(OH)

4

: BaCl

2

0.082 mol : 0.082 mol

g BaCl

2

= mol x Mr

= 0,082 x 244.28

= 4.4459 g

(19)

Lampiran 3 Data JCPDS

a.

Barium titanat 5-626

I

d

2d

Sin

2

1.5404

100

2.838

5.676

0.2713883

15.7469

31.4938

1.5404

100

2.825

5.65

0.2726372

15.8212

31.6424

1.5404

46

2.134

4.268

0.3609185

21.1566

42.3132

1.5404

37

1.997

3.994

0.3856785

22.6859

45.3718

1.5404

35

1.634

3.268

0.4713586

28.1225

56.245

1.5404

25

3.99

7.98

0.1930326

11.1298

22.2596

1.5404

12

4.03

8.06

0.1911166

11.018

22.036

b.

Titanium dioksida 10-63

I

d

2d

Sin

2

1.5404

100

1.704

3.408

0.451994

26.8718

53.7436

1.5404

60

2.572

5.144

0.299456

17.4249

34.8498

1.5404

50

2.712

5.424

0.283997

16.4989

32.9978

c.

Titanium dioksida 16-617

I

d

2d

Sin

2

1.5404

100

3.512

7.024

0.219305

12.6682

25.3364

1.5404

90

2.9

5.8

0.265586

15.4018

30.8036

1.5404

80

3.465

6.93

0.22228

12.843

25.686

d.

Titanium dioksida 21-1272

I

d

2d

Sin

2

1.5404

100

3.52

7.07

0.218807

12.639

25.278

1.5404

35

1.892

3.784

0.407082

24.0217

48.0434

1.5404

20

2.378

4.756

0.323886

18.8981

37.7962

1.5404

20

1.6999

3.3998

0.453085

26.9418

53.8836

1.5404

20

1.6665

3.333

0.462166

27.527

55.054

e.

Titanium 21-1726

I

d

2d

Sin

2

1.5404

100

3.247

6.494

0.237204

13.7215

27.443

1.5404

60

1.6874

3.3748

0.456442

27.1578

54.3156

1.5404

50

2.487

4.974

0.30969

18.0405

36.081

(20)

Lampiran 4 Pola difraksi standar BaTiO

3

dan TiO

2

a.

Pola difraksi standar BaTiO

3

b.

Pola difraksi standar TiO

2
(21)

Lampiran 5 Pola difraksi BaTiO

3

pada T=120-150

o

C dengan metode hidrotermal

a.

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada T=120

o

C selama 7 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

16.278

5.441

77

0.220

17.977

4.930

77

0.177

20.066

4.422

85

0.180

24.392

3.646

54

0.150

26.244

3.396

62

0.800

26.354

3.379

69

0.100

27.906

3.195

62

0.190

30.319

2.946

62

0.700

30.772

2.903

100

0.132

35.279

2.542

69

0.150

37.342

2.406

54

0.100

b.

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada suhu 130

o

C selama 7 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

27.213

3.274

78

0.800

27.542

3.236

100

0.120

27.778

3.209

78

0.073

28.980

3.079

78

0.160

29.769

2.998

89

0.140

30.107

2.966

100

0.197

(22)

Lanjutan Lampiran 5

c.

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada suhu 140

o

C selama 7 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

29.049

3.071

86

0.571

30.275

2.949

71

0.073

31.558

2.833

100

0.068

44.066

2.053

79

0.045

46.275

1.960

86

0.050

d.

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada suhu 150

o

C selama 7 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

16.262

5.446

73

0.200

25.244

3.525

100

0.177

27.462

3.245

64

0.080

29.087

3.067

73

0.160

30.359

2.942

82

0.160

(23)

Lampiran 6 Pola difraksi BaTiO

3

menggunakan perubahan tahapan reaksi

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada T=120

o

C selama 7 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

16.022

5.527

16

0.200

16.216

5.462

19

0.268

19.766

4.488

13

0.140

20.066

4.422

13

0.240

22.945

3.873

22

0.141

29.095

3.066

12

0.11

30.554

2.923

13

0.152

30.736

2.906

17

0.143

32.664

2.740

100

0.181

33.086

2.705

12

0.100

35.224

2.546

13

0.140

37.302

2.409

16

0.165

39.976

2.254

15

0.230

43.334

2.086

13

0.150

46.855

1.940

13

0.123

58.260

1.582

19

0.181

(24)

Lampiran 7 Pola difraksi BaTiO

3

menggunakan metode non hidrotermal

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada suhu 600

o

C selama 3 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

25.277

3.521

100

0.644

37.882

2.373

25

0.460

47.976

1.895

28

0.660

54.044

1.695

20

0.720

55.004

1.668

18

0.660

(25)

Lampiran 8 Pola difraksi BaTiO

3

menggunakan perubahan pH

g.

Pola difraksi BaTiO

3

hasil sintesis pada T=150

o

C selama 7 jam

2-Theta

d(A)

I%

FWHM

16.293

5.435

65

0.177

17.992

4.926

35

0.173

19.806

4.479

24

0.140

20.076

4.200

47

0.150

22.966

3.870

21

0.174

24.367

3.649

30

0.120

25.044

3.553

21

0.116

26.326

3.383

38

0.155

30.350

2.943

38

0.115

32.701

2.736

100

0.134

33.044

2.708

36

0.134

35.267

2.543

53

0.186

35.567

2.522

21

0.107

37.314

2.408

24

0.157

43.392

2.084

30

0.193

Gambar

Gambar 2  Pola
Gambar 3  Pola difraksi struktur kristal pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan puncak-puncak yang muncul dari XRD tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik pada suhu reaksi 180 o C dan pH 10 dengan hidroksipatit yang

1.3 Tujuan Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter hasil sintesis zeolit Y dari lumpur Lapindo dengan variasi suhu hidrotermal menggunakan metode sol-gel...

Nazila, dkk., 2011 telah berhasil mensintesis nanozeolit LTA yang memiliki kemurnian yang tinggi dari silika sintetik menggunakan templat organik dengan metode hidrotermal pada suhu

Desparesi (2015) telah melakukan penelitian pembuatan hidroksiapatit meng- gunakan metode hidrotermal suhu rendah untuk menentukan model kinetika reaksi dengan

Sedangkan untuk pola difraksi penambahan BT 12%, puncak – puncak yang dihasilkan sudah menunjukkan pola difraksi dari bahan piezoelektrik dengan struktur perovskite,

Spektra yang tercantum pada gambar 2 (a, b, c) menunjukkan bahwa ada kemiripan puncak serapan hasil proses hidrotermal dengan waktu 12 jam untuk konsentrasi NaOH 2,

Gambar 1 menunjukkan bahwa material hasil sintesis N-TiO 2 pada variasi suhu hidrotermal diasumsikan memiliki struktur nanotabung dengan ditandai munculnya puncak dibawah

Fabrikasi Nanotubes Titanium Dioksida TiO2 Menggunakan Metode Hidrotermal Setyani dan Wibowo 24 yang sama yaitu pada suhu 600 ºC namun dengan perbandingan volume NaOH dengan jumlah