• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penggunaan Ice Gel sebagai Media Pendingin pada Kemasan untuk Distribusi Sawi Hijau (Brassica juncea L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Penggunaan Ice Gel sebagai Media Pendingin pada Kemasan untuk Distribusi Sawi Hijau (Brassica juncea L.)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGGUNAAN

ICE GEL

SEBAGAI MEDIA PENDINGIN PADA KEMASAN UNTUK

DISTRIBUSI SAWI HIJAU (

Brasicca juncea

L

.

)

GINA ANNISA YULIA FATIMA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Penggunaan Ice Gel Sebagai Media Pendingin Pada Kemasan Untuk Distribusi Sawi Hijau (Brasicca juncea L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor,September 2013

(4)

ABSTRAK

GINA ANNISA YULIA FATIMA. Kajian Penggunaan Ice Gel sebagai Media Pendingin pada Kemasan untuk Distribusi Sawi Hijau (Brasicca juncea L.). Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI.

Sawi hijau merupakan sayuran yang rentan terkena panas sehingga mudah menjadi layu. Upaya untuk mempertahankan kesegaran sawi hijau dengan perlakuan dingin, salah satunya menggunakan media pendingin. Ice gel adalah media pendingin berbentuk gel cair yang digunakan untuk proses penyimpanan bahan dalam suhu rendah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kajian penggunaan ice gel sebagai media pendingin pada kemasan untuk distribusi sawi hijau. Metode yang dilakukan adalah merancang pola penempatan ice gel dalam kemasan. Empat buah ice gel berdimensi 30x20x3 cm dengan berat 1 kg ditempatkan dalam kemasan dengan dua posisi. Parameter yang diukur adalah sebaran suhu dan perubahan mutu sawi hijau. Karakteristik ice gel berdimensi 30x20x3 dengan berat sekitar 1 kg, mempunyai suhu beku -7oC, suhu leleh 0.5oC dan lama pencairan 850 menit. Sebaran suhu sawi hijau dengan hydrocooling maupun tanpa hydrocooling dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1 rata-rata memiliki kestabilan suhu 22oC-24oC selama 1400-1500 menit, sedangkan untuk posisi 2 relatif bertahan dibawah suhu 20oC selama 1600-1800 menit. Ice gel berpengaruh baik terhadap semua parameter mutu sawi hijau.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana TeknologiPertanian

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

KAJIAN PENGGUNAAN

ICE GEL

SEBAGAI MEDIA PENDINGIN PADA KEMASAN

UNTUK DISTRIBUSI SAWI HIJAU (

Brasicca juncea

L

.

)

GINA ANNISA YULIA FATIMA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Kajian Penggunaan Ice Gel sebagai Media Pendingin pada Kemasan untuk Distribusi Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Nama : Gina Annisa Yulia Fatima

NIM : F14090075

Disetujui oleh

Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah Kajian Penggunaan Ice gel sebagai Media Pendingin pada Kemasan untuk Distribusi Sawi Hijau (Brasicca juncea L.) yang dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Maret sampai Juni 2013.

Dengan telah selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. selaku pembimbing terimakasih atas bimbingannya serta saran dan kritik bagi penulis.

2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng selaku penguji terima kasih atas saran dan kritik bagi penulis.

3. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, dan Mbak Sugih terima kasih atas bantuannya selama penelitian berlangsung

4. Mamah, Bapak, A’Wildan, Alma, dan Kunto Adi, Ajeng Herpianti, Resty Dwi Andini, dan Dayi atas doa, dukungan dan semangat positifnya untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini.

5. Teman-teman Nur Rahma R, Ni Made Citta Iswari, Eti Supriati, Ni Putu Dian, Kristen Natashia, Tiara Etika, Yeti Ariani, Raisa Oktaviani, Gina Lupita, Vina Rondang Magdalena, Sueritah Sianipar, Risqi Maydia, Monalysa Harianja, Hairunissa, Stevi, Selviana, Sandro, Pahlevi, Ririn, Dziyad, Iqbal dan Ivan terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

6. Teman satu bimbingan Awanis dan Sujarwedi terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung.

7. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 46 terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangatnya bagi penulis.

8. Kakak-kakak S2: Mbak Nur, Mbak Merry, Ka Adit, dan Ka Adya terima kasih atas motivasi dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Sawi Hijau 3

Pendinginan Sayuran 3

Ice Gel 4

METODE PENELITIAN 5

Waktu dan lokasi Penelitian 5

Bahan Penelitian 5

Peralatan Penelitian 5

Prosedur Penelitian 5

Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kajian Karakteristik Ice Gel sebagai Media Pendinginan Sementara 10 Sebaran Suhu pada Kemasan dengan Media Dingin Ice Gel 12 Penerapan Kemasan Berpendingin Ice gel untuk Kemasan Sawi Hijau 14 Pengaruh Ice gel dan Hydrocooling terhadap Perubahan Mutu Sawi Hijau 16

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi sawi hijau dalam 100 gram 3

2 Koordinat pemasangan thermocouple 7

3 Rancangan percobaan penelitian 10

4 Hasil pengamatan karakteristik ice gel 11

5 Hasil perbandingan ice gel dan es batu 12

6 Rata-rata kadar klorofil (umol/100cm2) dan perubahan warna a dan b

3 Ice gel posisi 1 dan posisi 2 dalam kemasan 6

4 Kemasan tanpa ice gel 6

5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan 7

6 Koordinat thermocouple dalam kemasan 7

7 Grafik pengukuran suhu ice gel dari kondisi beku hingga mencair 10 8 Grafik peningkatan suhu dalam kemasan tanpa beban untuk ice gel

posisi 1 dan posisi 2 13

9 Grafik peningkatan suhu dalam kemasan tanpa ice gel 4 10 Grafik sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling dan dengan

hydrocooling pada kemasan berpendingin ice gel posisi 1 4 11 Grafik sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocoooling dan dengan

hydrocooling pada kemasan berpendingin ice gel posisi 2 4 12 Grafik sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling dan dengan

hydrocooling pada kemasan tanpa ice gel 16 13 Grafik perubahan susut bobot (%) sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 17

14 Grafik perubahan susut bobot (%) sawi hijau dalam kemasan tanpa

menggunakan ice gel 17

15 Grafik perubahan kadar air daun (%b.b) sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 18

16 Grafiik perubahan kadar air daun (%b.b) sawi hijau dalam kemasan

tanpa menggunakan ice gel 18

17 Grafik perubahan kadar air batang (%b.b) sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 19

18 Grafik perubahan kadar air batang (%b.b) sawi hijau dalam kemasan

tanpa menggunakan ice gel 19

19 Grafik perubahan kekerasan batang (N) sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 20

20 Grafik perubahan kekerasan batang (N) sawi hijau dalam kemasan

(11)

21 Grafik perubahan kerenyahan batang (N) sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 21

22 Grafik perubahan kerenyahan batang (N) sawi hijau dalam kemasan

tanpa menggunakan ice gel 21

23 Sawi hijau mengalami kelayuan 22

24 Grafik perubahan warna L daun sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 23

25 Grafik perubahan warna L daun sawi hijau dalam kemasan tanpa

menggunakan ice gel 23

26 Grafik perubahan warna a daun sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 24

27 Grafik perubahan warna a daun sawi hijau dalam kemasan tanpa

menggunakan ice gel 24

28 Grafik perubahan warna b daun sawi hijau dalam kemasan

berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 24

29 Grafik perubahan warna b daun sawi hijau dalam kemasan tanpa

menggunakan ice gel 24

30 Grafik perubahan kadar klorofil (umol/100cm2) sawi hijau dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 25 31 Grafik perubahan kadar klorofil (umol/100 cm2) sawi hijau dalam

kemasan tanpa menggunakan ice gel 27

32 Hubungan antara indeks warna a dengan kadar klorofil (umol/100cm2)

untuk enam perlakuan 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian 30

2 Diagram alir penelitian 32

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sawi hijau adalah sayuran yang banyak diproduksi oleh petani sayuran karena permintaan yang terus meningkat. Berdasarkan data BPS 2010 diketahui bahwa peningkatan konsumsi sawi hijau sejak tahun 2004 sampai 2008 sebesar 2.78%. Produksi sawi hijau di Indonesia pada tahun 2010 adalah 562.838 ton. Petani sayuran di pulau jawa menyumbang 55.86% dari total produksi nasional atau 314.382 ton dan wilayah Jawa barat merupakan produsen sawi hijau terbesar dengan tingkat produksi sebesar 192.118 ton pada tahun 2009 (BPS Provinsi Jawa Barat 2010).

Kesegaran merupakan salah satu indikasi mutu yang baik untuk sayuran daun seperti sawi hijau. Kesegaran sawi hijau sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan cara penanganan setelah dipanen. Suhu lingkungan yang cukup tinggi saat panen dan pascapanen merupakan fakor yang mempercepat proses kelayuan terutama pada bagian daun. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kesegaran sayuran terutama sayuran daun adalah dengan perlakuan pendinginan sesaat setelah panen.

Pendinginan sawi hijau dengan suhu yang tepat, dimana enzim dapat ditekan dan sawi hijau akan tetap segar dalam waktu yang lama (Sumaprastowo 2000). Sebelum dilakukan pendinginan pada sawi hijau disarankan untuk diberi perlakuan prapendinginan. Prapendinginan bertujuan agar panas lapang (fieldheat) dihilangkan dengan cepet sehingga kesegaran, mutu, serta umur simpan dapat dipertahankan.

Kemasan berpendingin digunakan untuk mempertahankan kesegaran sayuran. Bahan pendingin yang digunakan tergantung karakteristik sayuran tersebut, seperti uap, air, air es atau bongkahan es. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan es dan air dingin sebagai media pendingin dalam mempertahankan mutu sayuran, seperti pada penelitian Aminudin (2010) tentang Kajian pengemasan brokoli (Brassica oleracea L. var. Italic) secara atmosfir termodifikasi dikombinasikan dengan top icing selama transportasi. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) untuk mengetahui pengaruh hydrocooling dan pengemasan terhadap mutu pak choi (Brassica rapa var. Chinensis) selama transportasi darat.

(14)

Penelitian dimaksudkan untuk mengkaji penggunaan ice gel sebagai media pendingindalam kemasan dingin sayuran. Pada penelitian ini dipilih sawi hijausebagai sayuran yang akan diamati. Kemasan yang digunakan bersifat reusable seperti halnya ice gel yaitu krat atau keranjang plastik. Pengaruh ice gel sebagai media dingin dalam kemasan transportasi atau distribusi dikaji dari beberapa parameter mutu yaitu perubahan susut bobot, warna daun, kadar klorofil daun, kekerasan batang, kerenyahan daun, dan kadar air.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian adalah sawi hijau dengan perlakuan hydrocooling suhu 10oC dan tanpa hydrocooling dikemas dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1, posisi 2, dan tanpa menggunakan ice gel yang kemudian disimpan dalam suhu ruang. Pengaruh ice gel terhadap perubahan mutu sawi hijau dilakukan dengan analisis statistika yaitu DMRT (Duncan Multiple Range Test)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengamati karakteristik ice gel yang digunakan dalam kemasan dingin sawi hijau.

2. Merancang penempatan ice gel dalam kemasan dan mengukur sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban.

3. Penerapan kemasan dingin hasil dari tujuan kedua untuk kemasan sawi hijau. 4. Mengkaji pengaruh penggunaan ice gel terhadap perubahan mutu sawi hijau.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui karakteristik ice gel dan pengaruh ice gel dan hydrocooling terhadap perubahan mutu sawi hijau didalam kemasan.

TINJAUAN PUSTAKA

Sawi Hijau

(15)

sawi huma, sawi caisin (sawi cina), sawi monumen, dan sawi keriting. Sawi tergolong sayuran yang banyak digemari dan mudah didapatkan oleh konsumen.

Diantara enam jenis sawi tersebut, sawi hijau saat ini banyak dipasarkan diberbagai pasar tradisional dan modern, dan merupakan komoditas yang memiliki nilai komersial dan digemari masyarakat Indonesia diantara jenis sayuran daun lainnya (Margiyanto 2008). Sawi hijau termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang kandungan gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau dapat dikonsumsi dengan sangat baik untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Kandungan gizi sawi hijau yang segar seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi Sawi hijau dalam 100 gram

No Komposisi Jumlah

1 Energi (kilokalori) 20

2 Protein (gram) 1.7

3 Karbohidrat (gram) 3.4

4 Lemak (gram) 0.4

5 Kalsium (miligram) 123

6 Fosfor (miligram) 40

7 Zat besi (miligram) 1.9

8 Vitamin A (IU) 10

9 Vitamin B (miligram) 0.04

10 Vitamin C (miligram) 3

Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Suhu penyimpanan optimal untuk sayuran berdaun seperti sawi hijau pada daerah tropis adalah >10 oC, yaitu suhu 13 oC merupakan suhu yang dianjurkan. Suhu dibawah itu akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada sayuran (Acedo 2010). Penanganan pascapanen sawi hijau dimulai dari sortasi selepas panen sampai pengangkutan. Menurut Muhtadi dan Anjasari (1995) sortasi pada sawi dimana tangkai sudah liat dan tangkai atau daun yang rusak melebihi 10%. Hal ini bertujuan memisahkan produk busuk yang dapat menyebarkan infeksi ke produk lainnya.

(16)

Pendinginan Sayuran

Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu benda atau bahan sehingga suhunya akan rendah dari sekelilingnya. Tujuannya agar kesegaran dan mutu hasil pertanian setelah panen dapat dipertahankan. Hasil pertanian yang segar yang hidup akan tetap berrespirasi. Respirasi tersebut dihasilkan panas dari hasil oksidasi gula, sehingga diperlukan pendinginan agar panas cepatdihilangkan. Suhu produk saat panen akan sama dengan suhu lingkungannya. Untuk produk dengan laju respirasi sangat tinggi, jumlah panas yang dihasilkan dapat 50 kali lebih besar dibandingkan produk dengan laju respirasi yang rendah. Penetapan beban pendingin untuk ruang pendingin, harus mempertimbangkan jumlah panas respirasi dalam sistem pendinginan (Utama 2002). Sistem pendinginan buah-buahan dan sayuran yang telah dikenal seperti air cooling, hydrocooling, vacum cooling, room cooling atau package icing, evaporative coolingdan forced-air cooling (Hardenburg et al. 1990; Kader 1993). Pada pendinginan hydrocooling panas produk dipindahkan melalui media air dengan es. Metode precooling dengan hydrocooling efektif untuk pendinginan sayur-sayuran dalam kemasan atau curah secara cepat (DeEll J 2003).

Kays (1991) menyatakan bahwa laju penurunan suhu ditentukan oleh selang suhu antara komoditas dan media pendinginan. Makin lebar selang suhu maka laju penurunan suhu semakin meningkat. Sebaliknya apabila selang suhu sempit, maka laju penurunan suhu semakin menurun.

Ice Gel

Ice gel adalah media gel cair yang digunakan untuk proses penyimpanan bahan dalam suhu rendah. Umumnya ice gel terbuat dari formulasi khusus sehingga menghasilkan gel yang lembut dan dapat dibekukan sehingga mampu mendinginkan suatu produk (Dunshee et al 1984). Ice gel diantaranya terbuat dari 70 persen air, 25 persen propilen glikol, dan 5 persen berat hidroksipropil metilselulosa dengan jenis KISMDGS yang telah dipasarkan oleh Minnosta Mining and Manufacturing Company, Amerika. Ice gel berfungsi sebagai pengganti es batu dan dry ice yang dapat dipakai berulang-ulang dan dapat menjaga suhu dingin hingga 12 jam dalam wadah seperti box styrofoam. Kelebihan ice gel adalah gel tetap kering atau tidak terkondensasi ketika suhu dingin mulai berkurang. Selain itu, ice gel aman digunakan, tidak beracun, ramah lingkungan, dan cocok digunakan untuk penyimpanan dingin komoditi pertanian seperti sayuran. Ice gel umumnya digunakan untuk penyimpanan obat-obatan, ASI, dan beberapa produk seperti pendinginan ikan segar dalam kemasan box (Margeirrson et al. 2011). Sifat dingin ice gel ini dapat dimanfaatkan sebagai media pendingin untuk holtikultura. Ice gel akan bekerja dengan baik bila disimpan dalam kemasan yang tertutup.

(17)

Bentuk ice gel sangat berperan penting dalam pendinginan produk. Ice gel dengan permukaan yang luas dan volume kecil akan mencair lebih cepat tetapi produk akan tetap dingin. Sedangkan ice gel dengan permukaan yang kecil dan volume besar, ice gel bertahan lebih lama, namun produk tidak akan dingin dalam waktu yang lama. (Sigh et al. 2008)

Gambar 2 Kondisi ice gel dimana kondisi beku sebelah kiri dan cair sebelah kanan

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, dan Laboratorium Analysis dan Chromatography Departemen Agronomi dan Holtikultura IPB-Bogor. Penelitin ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2013.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah sawi hijau segar dari petani cikupa yang dipanen pada umur 18 hari setelah masa tanam, kemasan ice gel (reusable) ukuran 30x20x3cm dengan berat 1 kg dan 20x15x3cm dengan berat sekitar 0.5 kg dari distributor dengan alamat jalan manggar RT 05/03 kelurahan Tugu Utara kecamatan koja no 27 Jakarta Utara 14230, dan air es.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan terdiri dari Spectrophotometer, Chromameter, Rheometer, Universal Testing Machine, kemasan (reusable) berukuran 45x32.3x25.5cm, timbangan digital dan analitik, oven, desikator, Frezzer, Hybrid Recorder dan Termocouple. Gambar peralatan dapat dilihat di Lampiran1.

Prosedur Penelitian

(18)

hijau; 4) mengkaji pengaruh penggunaan ice gel terhadap masa simpan atau masa jual sawi hijau. Diagram alir penelitian ditampilkan pada Lampiran 2.

Tahap 1:Mengkaji karakteristik ice gel yang akan digunakan dalam

kemasan

Ice gel yang diamati berukuran 30x20x3 cm dan 20x15x3 cm berupa gel cair. Kedua ice gel tersebut ditimbang dan disimpan dalam freezer dengan suhu di bawah 0oC selama 24 jam sampai ice gel membeku. Ice gel yang sudah membeku dikeluarkan dari freezer dan disimpan dalam suhu ruang (27oC-30oC).

Ice gel yang sudah disimpan kemudian diamati karakteristiknya mulai dari kondisi beku hingga mencair. Pengamatan karakteristik seperti penurunan suhu, lama pencairan, perubahan massa sebelum dan sesudah membeku. Untuk penurunan suhu dan lama pencairan ice gel diukur menggunakan hybrid recoreder dan thermocouple yang diletakkan di ice gel. Untuk pengambilan data dilakukan pencatatan setiap 10 menit. Ice gel yang sudah mencair kemudian ditimbang. Setelah pengkajian karakteristik selesai, ice gel yang berukuran 30x20x3 cm digunakan pada tahap selanjutnya. Pengkajian karakteristik ini dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

Tahap 2:Merancang penempatan ice gel dalam kemasan dan mengukur

sebaran suhu dingin dalam kemasan tanpa beban

Pada tahap ini ice gel yang berukuran 30x20x3 cm digunakan sebagai media pendingin dalam kemasan. Ice gel tersebut ditempatkan didalam kemasan, dimana dalam satu kemasan (keranjang plastik) terisi empat buah ice gel. Penempatan ice gel disesuaikan dengan bentuk kemasan yang digunakan, sehingga dihasilkan dua posisi ice gel yaitu posisi 1 seperti Gambar 3 a, dan posisi 2 seperti Gambar 3 b. Sebagai pembanding digunakan kemasan kosong tanpa menggunakan ice gel seperti pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 3 Ice gel Posisi 1 (a) dan Posisi 2 (b) dalam kemasan

(19)

Kemasan ice gel posisi 1 dan posisi 2 diukur sebaran suhunya menggunakan thermocouple yang ditempatkan pada titik-titik pengukuran. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan ice gel dalam mendinginkan suhu ruang kemasan. Hal serupa dilakukan pengukuran juga terhadap kemasan kosong. Titik pengukuran terdiri dari delapan titik untuk masing-masing kemasan yang ditempatkan didalam kemasan seperti pada Gambar 5. Untuk pemasangan thermocouple pada tiap titik pengukuran dalam kemasan ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar 6. Suhu yang terukur oleh thermocouple ditampilkan dalam display hybrid recorder dan dicatat tiap 10 menit. Pengukuran dilakukan sampai suhu di dalam kemasan mulai stabil, yaitu mencapai suhu yang setara dengan suhu ruang. Pengukuran tersebut dilakukan dua kali ulangan.

Gambar 5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan

Gambar 6 Koordinat thermocouple dalam kemasan Tabel 2 Koordinat pemasangan termocouple Titik Pengukuran Koordinat thermocouple

Panjang Lebar Tinggi

Titik 1 9 cm 9 cm 22.5 cm

Titik 2 9 cm 29.5 cm 22.5 cm

Titik 3 36 cm 9 cm 22.5 cm

Titik 4 36 cm 29.5 cm 22.5 cm

Titik 5 13 cm 20.5 cm 11.5 cm

Titik 6 13 cm 25.5 cm 11.5 cm

Titik 7 23 cm 20.5 cm 11.5 cm

(20)

Tahap 3: Penerapan kemasan dingin hasil dari tahap kedua untuk kemasan sawi hijau

Sawi hijau yang akan dikemas dilakukan sortasi terlebih dahulu. Kemudian sawi hijau yang telah disortasi, ditimbang seberat 5 kg untuk masing-masing kemasan. Berat tersebut disesuaikan dengan banyak ice gel dan ukuran kemasan yang digunakan. Sebelum dimasukkan kedalam kemasan sawi hijau diberikan perlakuan hydrocooling dan tanpa perlakuan hydrocooling. Perlakuan hydrocooling dilakukan berdasarkan hasil penelitian Awanis (2013). Hasil terbaik yang disarankan efektif untuk sawi hijau yaitu waktu pencelupan 4 detik dalam air es yang bersuhu 10o. Sawi hijau dicelupkan dalam air es yang bersuhu 10oC sampai suhu sawi hijau mencapai 13oC. Kemudian sawi hijau ditiriskan sampai sawi hijau setengah basah. Selanjutnya sawi hijau dimasukkan ke dalam kemasan yang telah ditetapkan pada tahap kedua. Metode pengukuran sebaran suhu sawi hijau menggunakan termocoupel dan hybrid recorder seperti pada tahap kedua, dimana pengukuran suhu pada delapan titik pengukuran masing-masing kemasan. Tahap 4: Mengkaji pengaruh penggunaan ice gel terhadap perubahan mutu

sawi hijau

Pada tahap keempat ini mengkaji pengaruh ice gel terhadap mutu sawi hijau yang disimpan didalam kemasan. Selama pengukuran sawi hijau tetap dalam kemasan. Pengukuran dilakukan setiap hari sampai sawi hijau tersebut mengalami pembusukan. Parameter mutu yang diukur adalah susut bobot, warna

daun, kekerasan batang, kadar air, kerenyahan daun, dan kadar klorofil. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Metode pengukuran parameter mutu tersebut sebagai berikut:

a. Susut bobot

Susut bobot diukur berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Susut bobot diperoleh dengan membandingkan pengurangan bobot awal (bo) dan bobot penyimpanan hari ke-i (bi) yang dinyatakan dengan persen. Pengukuran susut bobot menggunakan timbangan digital Mettler PM4800 yang dilakukan tiga kali ulangan selama didalam kemasan. Rumus untuk mengukur susut bobot sebagai berikut :

Susut bobot (%) =

x 100%

Dimana :bo= bobot awal penyimpanan (gram)

bi = bobot bahan pada penyimpanan hari ke-i (gram) b. Kekerasan batang

Kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan produk terhadap jarum penusuk dari Rheometer DX-500 yang diset dengan mode 1. Pengaturan alat pada mode tersebut, beban maksimum yang terbaca oleh alat adalah 2000 gram, dengan kecepatan 60 mm/menit dan diameter jarum 5 mm. Pengukuran tersebut dilakukan pada daerah ujung, tengah, dan pangkal daun.

c. Kadar Air

(21)

batang dan daun sawi hijau itu sendiri, dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan yang berisi batang dan daun sawi hijau didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali setelah dingin. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar air (%) = d. Kerenyahan daun

Tekstur daun merupakan hal yang paling penting dalam menentukan kualitas sawi hijau (Kohyama 2008). Tekstur daun diukur berdasarkan uji tarik yang menyatakan kerenyahan daun. Pengukuran kerenyahan daun dilakukan setiap hari, dan menggunakan alat Universal Testing Machine. Alat tersebut akan menarik daun tersebut hingga robek. Prosedur pengukuran adalah sampel daun sawi hijau dipotong dengan ukuran 8x3 cm, daun diletakkan di antara beban dengan cara dijepit. Pengaturan alat tersebut yaitu beban maksimum 0.25 kN dengan kecepatan penarikan 20 mm/menit yang dilakukan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh merupakan besaran gaya dalam satuan N yang menyebabkan daun robek.

e. Warna daun

Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta tipe CR-400. Pengujian dilakukan dengan menempelkan sensor pada produk dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda. Penembakan warna pada daun sawi hijau dilakukan tiga kali ulangan.

Data warna yang dinyatakan dengan nilai L (kecerahan), nilai a (warna kromatik), dan nilai b (warna kromatik biru kuning). Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam), bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai a menyatakan warna akromatik merah hijau, bernilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan bernilai a dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai b positif berkisar antara 0 sampai +70 yang menyatakan intensitas warna kuning sedangkan nilai b negatif yang menyatakan intensitas warna biru berkisar antara 0 sampai -80. f. Kadar klorofil daun

Pengukuran kadar klorofil menggunakan Spectrophotometer yang dilakukan di Laboratorium Analysis dan Chromatograpy, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Pengukuran kadar klorofil dilakukan pada hari ke 0, 2 dan 4, dimana pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan.

Pengukuran kadar klorofil sawi hijau dilakukan dengan menetapkan klorofil a dan b dengan mengukur absorbansi dari filtrat menggunakan spectrophotometer. Pertama spectrophotometer dipanaskan selama 10-15 menit. Tempat sampel dikosongkan untuk penyesuaian angka nol, dan memilih panjang gelombang. Sampel berisi larutan dimasukan kedalam tempat yang sudah di adjust, dan dilakukan pembacaan kadar klorofil.

Analisis Data

(22)

kemasan yaitu posisi 1, posisi 2, dan 1 tanpa ice gel. Perlakuan pada posisi ice gel dan hyrdocooling dilakukan dua kali ulangan. Kombinasi perlakuan dalam penelitian ini pada Tabel 3.

Tabel 3 Rancangan percobaan penelitian Perlakuan Kode

1 S1W1 Sawi hijau tanpa hydrocooling dengan ice gel posisi 1 2 S1W2 Sawi hijau tanpa hydrocooling dengan ice gel posisi 2 3 S1W3 Sawi hijau tanpa hydrocooling dan tanpa ice gel

4 S2W1 Sawi hijau dengan hydrocooling dengan ice gel posisi 1 5 S2W2 Sawi hijau dengan hydrocooling dengan ice gel posisi 2 6 S2W3 Sawi hijau dengan hydrocooling dan tanpa ice gel

Analisis data dilakukan dengan analisis sidik ragam menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan bila hasilnya menyatakan ada pengaruh perlakuan terhadap respon (parameter mutu). Hasil analisa sidik ragam yang dihasilkan oleh uji Duncan menggunakan minitab.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Karakteristik Ice Gel sebagai Media Pendingin Sementara

Tujuan tahap ini adalah mengkaji karakteristik ice gel yang digunakan dalam penyimpanan sawi hijau. Ice gel yang diamati berukuran 30x20x3 cm dan 20x15x3c m. Pengamatan karakteristik dilakukan mulai dari kondisi beku hingga mencair. Perubahan suhu ice gel selama pengamatan karakteristik seperti Gambar 7. Pada Gambar tersebut rata-rata ice gel mencapai suhu ruang lebih dari 600 menit, dengan suhu lebih rendah dimiliki ice gel berukuran 30x20x3 cm.

(23)

Hasil pengamatan karakteristik dari kedua ice gel seperti pada Tabel 4. Pada Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua ice gel pada suhu beku dan lama cair. Perbedaan tersebut lebih dipengaruhi oleh ukuran dan berat ice gel perkemasannya. Laju peningkatan suhu ice gel berukuran 30x20x3 cm lebih lambat, sehingga waktu pencairan lebih lama. Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik pada Tabel 4 maka dipilih ice gel dengan ukuran 30x20x3 cm sebagai media pendingin dalam kemasan sawi hijau.

Tabel 4 Hasil pengamatan karakteristik Ice gel

*berdasarkan data perusahaan PT. Jaya Makmur (selama tidak bocor)

Ice gel berukuran 30x20x3 cm dibandingkan dengan media pedingin lain yaitu es batu. Perbandingan tersebut dilakukan di suhu ruang dengan berat per kemasan yang sama sebesar 1 Kg, dengan hasil pada Tabel 5. Pada Tabel tersebut menunjukkan bahwa karakteristik ice gel lebih baik dibandingkan es batu. Suhu dalam bentuk beku ice gel relatif lebih rendah dengan suhu leleh lebih tinggi dibanding es batu merupakan salah satu keuntungan bila digunakan sebagai media pendingin. Keuntungan yang lain adalah ice gel lebih lama mencair dan sedikit kehilangan berat setelah mencair. Hal ini menguntungkan kondisi produk yang didinginkan karena akan tetap kering dan dingin dalam waktu yang lama.

Disamping itu air pengembunan es batu yang lebih besar jumlahnya mempunyai potensi mempercepat kebusukan pada buah-buahan atau sayur-sayuran yang didinginkan karena genangan yang dihasilkan oleh air dari pengembunan tersebut.

(24)

Tabel 5 Hasil perbandingan ice gel dengan es batu

9 Lama Penggunaan Reusable Sekali penggunaan

Sebaran Suhu pada Kemasan dengan Media Dingin Ice Gel

Pada tahap ini dilakukan pengukuran sebaran suhu ruang kemasan berpendingin ice gel sebelum diisi oleh sawi hijau. Ice gel yang digunakan berukuran 30x20x3 cm dengan tiap kemasannya berjumlah empat buah. Penentuan jumlah ice gel ini disesuaikan dengan ukuran kemasan yang digunakan yaitu 45x32.3x25.5 cm. Untuk pola penempatan ice gel dalam kemasan terdiri dari dua posisi seperti pada Gambar 3.

Hasil pengukuran ditampilkan pada Gambar 8 a dan b. Pada gambar tersebut terlihat bahwa suhu kemasan dengan ice gel posisi 1 cenderung lebih tinggi, tetapi bila dilihat lama waktu cair lebih lama dibandingkan dengan posisi 2. Hal ini menunjukkan bahwa posisi berpengaruh terhadap sebaran suhu dalam ruang kemasan. Pergerakan suhu pada kemasan ice gel posisi 1 mulai turun pada menit ke 30 dari suhu 25oC-26oC menjadi 21oC-23oC. Selama 120 menit suhu ruang kemasan bertahan pada kisaran suhu 22oC-24oC, selanjutnya suhu mengalami peningkatan pada menit ke 180 menjadi 23oC-25oC. Sampai dengan kondisi ice gel mencair suhu ruang kemasan berada pada kisaran suhu 25oC-26oC. Ice gel mencair secara merata setelah 570 menit. Waktu pencapaian suhu ruang ice gel dalam kemasan lebih cepat di bandingkan satu buah ice gel. Hal ini dikarenakan lebih banyak panas yang diserap oleh ice gel dalam kemasan.

(25)

(a) (b)

Gambar 8 Grafik peningkatan suhu dalam kemasan tanpa beban untuk ice gel posisi 1 (a) dan posisi 2 (b)

Sebagai pembanding (kontrol) dilakukan pengukuran sebaran suhu dalam kemasan tanpa ice gel (Gambar 9). Pada gambar tersebut terlihat pergerakan suhu tiap titik pengukuran terus meningkat dari 25oC sampai 31oC selama pengamatan. Pada menit ke 160 terjadi penurunan suhu dikarenakan suhu ruang menurun dengan diaktifkannya air conditioning (AC). Pergerakan suhu kemasan kontrol cenderung tinggi, dan sesuai dengan suhu lingkungan.

(26)

Penerapan Kemasan Berpendingin Ice Gel untuk Kemasan Sawi Hijau

Tujuan dari tahap ini menerapkan kemasan berpendingin ice gel hasil tahap kedua untuk kemasan sawi hijau. Sawi hijau yang dikemas diberikan perlakuan hydrocooling dan tanpa hydrocooling. Tiap kemasan berpendingin ice gel diisi oleh sawi hijau seberat 5 Kg. Selanjutnya dilakukan pengukuran sebaran suhu untuk masing-masing kemasan.

Hasil pengukuran sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling dan dengan hydrocooling dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1 ditampilkan oleh Gambar 10. Pada Gambar tersebut terlihat pada awal pendinginan setiap titik pengukuran menunjukkan penurunan suhu yang berbeda. Hal ini dikarenakan sebaran suhu ice gel terhadap sawi hijau berbeda pada tiap titik, dimana titk pengukuran pada bawah kemasan cenderung lebih cepat menurun dibandingkan pada titik bagian atas kemasan. Untuk pergerakan suhu sawi hijau tanpa hydocooling mulai menurun pada menit ke30 dari suhu 24oC-25oC menjadi 12o C-16oC. Selang beberapa menit suhu meningkat dan menit ke 950 suhu menjadi 20oC-24 oC. Pada menit ke1400 suhu pada semua titik pengukuran menunjukkan suhu yang sama yaitu 23oC-24oC dimana suhu mulai stabil, dan menit ke 2300 suhu dalam kemasan mendekati suhu lingkungan menjadi 26 oC-27 oC yang menunjukkan ice gel sudah tidak mendinginkan sawi hijau.

Untuk pergerakan sebaran suhu sawi hijau dengan hydrocooling pada Gambar 9b. Gambar tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pergerakan suhu hampir sama seperti sawi hijau tanpa hydrocooling, namun relatif lebih rendah. Hal ini dikarenakan sawi hijau sudah mengalami penurunan panas lapang menggunakan air es setelah dipanen, sehingga suhu cenderung lebih rendah dibandingkan tanpa menggunakan hydrocooling. Pada menit ke 30 suhu mulai menurun dengan kisaran suhu sekitar15oC-24 oC. Sama halnya dengan suhu sawi hijau tanpa hydrocooling, pada sawi hijau ini pada menit ke 1600 semua titik pengukuran memiliki suhu yang sama yaitu 20oC-25 oC yang menunjukkan suhu mulai stabil. Pada menit ke 2000 suhu sawi hijau menjadi 24 oC-26 oC yang menunjukkan ice gel sudah mencair secara merata, dan sudah tidak mendinginkan sawi hijau.

(a) (b)

(27)

Hasil pengukuran sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling dan dengan hydrocooling pada kemasan berpendingin ice gel posisi 2 ditampilkan pada Gambar 11. Suhu sawi hijau ada kemasan berpendingin ice gel posisi 2 ini cenderung menurun lebih cepat dan suhu relative rendah, yang disebabkan posisi ice gel yang menumpuk. Untuk pergerakan suhu sawi hijau tanpa hydrocooling relatif bertahan dibawah suhu 20 oC selama 1800 menit seperti pada Gambar 7 b. Pada menit ke 1400 semua titik suhu relative stabil pada kisaran 18 oC-20 oC. Suhu meningkat pada menit ke 2100 menit dengan kisaran suhu 23oC-24oC. Pada menit ke 2640 suhu sawi hijau dalam kemasan mendekati suhu lingkungan menjadi 26 oC -26.8 oC.

Untuk pergerakan suhu sawi hijau dengan hydocooling juga cenderung bertahan pada suhu rendah, dan meningkat secara lambat (Gambar 11b). Penurunan suhu mampu mencapai 6oC, namun selang beberapa menit suhu meningkat menjadi 12oC-20oC selama 910 menit. Pada menit ke 2000 suhu meningkat menjadi 21oC-24oC. Pada menit ke 2600 suhu sawi hijau mendekati suhu lingkungan menjadi 25oC-26oC yang menunjukkan ice gel sudah tidak mendinginkan sawi hijau, sehingga suhu sawi hijau menjadi tinggi cenderung mendekati suhu lingkungan sekitar kemasan.

(a) (b)

Gambar 11 Grafik sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling (a) dan dengan hydrocooling (b) pada kemasan berpendingin ice gel posisi 2

(28)

dengan hydrocooling suhu menunjukkan tren naik, yaitu 22oC-23oC meningkat menjadi 26oC-27oC pada menit ke 550. Pada menit ke 900 suhu menurun menjadi 24oC-25oC. Hal ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang rendah akibat penggunaan AC (Air Conditioning). Pada menit ke 2100 suhu meningkat kembali dengan kisaran suhu 27 oC-28 oC.

(a) (b)

Gambar 12 Grafik sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling (a) dan dengan hydrocooling (b) pada kemasan tanpa menggunakan ice gel

Secara keseluruhan sebaran suhu sawi hijau dengan perlakuan hydrocooling cenderung lebih rendah dibandingkan tanpa hydrocooling. Hal ini dikarenakan suhu sawi hijau dengan perlakuan hydrocooling sudah mengalami penurunan panas lapang setelah panen dengan air es, sehingga suhu sawi hijau menjadi rendah. Sehingga proses hydrocooling memberikan pengaruh pada penurunan suhu sawi hijau dalam kemasan. Menurut Dewi (2008) semakin cepat panas sensible (sensible heat atau field heat) dibuang segera setelah panen akan semakin baik, karena akan mengakibatkan semakin lama masa simpan dan masa pemasaran produk tersebut. Sawi hijau dengan perlakuan hydrocooling mampu mempertahankan suhu rendah sawi hijau lebih lama.

Pengaruh Ice Gel dan Hydrocooling terhadap Perubahan Mutu Sawi Hijau

Tujuan tahap ini mengkaji pengaruh ice gel dan perlakuan hydrocooling (S2) dan tanpa hydrocooling (S1) terhadap mutu sawi hijau. Menurut Bagus (2009) salah satu cara mengurangi kerusakan dan penurunan mutu dengan menerapkan pendinginan dalam penyimpanan sayuran segar. Kondisi sawi hijau dalam kemasan berpendingin ice gel memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan tidak menggunakan ice gel. Berikut dibawah ini penjelasan pengkajian parameter mutu sawi hijau.

Susut bobot

(29)

Selama penyimpanan susut bobot sawi hijau meningkat tiap harinya. Hal tersebut menunjukkan sawi hijau mengalami penurunan kesegaran dikarenakan air yang menguap sehingga sawi hijau menjadi layu. Menurut Werdiningsih (2008), semakin tinggi susut bobotnya maka semakin berkurang tingkat kesegarannya. Sawi hijau yang dikemas dengan media pendingin ice gel rata-rata meningkat lebih lambat tanpa menggunakan ice gel.

(a) (b)

Gambar 14 Grafik perubahan susut bobot (%) sawi hijau dalam kemasan tanpa menggunakan ice gel

Analisis ragam susut bobot

Hasil sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan hydorcooling, posisi ice gel dan interaksi dari keduanya berpengaruh nyata terhadap susut bobot sawi hijau. Hasil uji lanjut Duncan ditampilkan pada Lampiran 4. Lampiran tersebut menunjukkan bahwa perlakuan tanpa hydrocooling berbeda nyata dengan hydrocooling terhadap susut bobot sawi hijau pada hari ke 3 dan ke 4. Hal tersebut terlihat pada Gambar 13 bahwa susut bobot sawi hijau tanpa hydrocooling lebih rendah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) dimana pak choi dengan hydrocooling dapat Gambar 13 Grafik perubahan susut bobot (%) sawi hijau dalam kemasan ice gel

(30)

mengurangi susut bobot. Perlu dilakukan pengkajian terhadap parameter mutu yang lain untuk mengetahui penyebab perbedaan tersebut. Sedang perlakuan posisi ice gel berbeda nyata sampai sangat nyata terhadap susut bobot. Interaksi dari kedua perlakuan (posisi ice gel dan hydrocooling) memberikan pengaruh beda nyata sampai sangat nyata terhadap susut bobot sawi hijau.

Kadar air

Kadar air adalah salah satu indikator kesegaran sawi hijau, dimana semakin banyak air yang hilang dapat menyebabkan sawi hijau menjadi layu dan kisut. Kadar air pada penelitian ini diukur pada bagian daun dan batang. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata kadar air daun dan batang menurun seperti Gambar 15 - 18. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa kadar air sawi hijau baik pada bagian batang maupun daun yang diberi perlakuan hydrocooling menurun lebih lambat dibanding dengan yang tanpa perlakuan hydrocooling. Hal ini menunjukkan perlakuan hydrocooling memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar air sawi hijau. Pengaruh posisi ice gel terhadap kadar daun terlihat bahwa pada posisi 1, penurunan kadar air lebih lambat dibanding dengan posisi 2, sedangkan untuk kadar air batang terlihat posisi 2 lebih lambat dibanding dengan posisi 1.

Gambar 16 Grafik perubahan kadar air daun (%b.b) sawi hijau dalam kemasan tanpa menggunakan ice gel

Gambar 15 Grafik perubahan kadar air daun (%b.b) sawi hijau dalam kemasan ice gel posisi 1(a) dan posisi 2(b)

(31)

(a) (b)

Gambar 18 Grafik perubahan kadar air batang (%b.b) sawi hijau dalam kemasan tanpa menggunakan ice gel

Analisis sidik ragam kadar air

Hasil analisis sidik ragam kadar air sawi hijau pada Lampiran 5 dan Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling berpengaruh nyata terhadap kadar air daun dan batang sawi hijau, sedangkan perlakuan ice gel hanya berpengaruh nyata terhadap kadar air batang sawi hijau. Untuk interaksi dari keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar air batang hanya pada hari kedua dan ketiga, sedangkan untuk kadar air daun berpengaruh nyata pada hari kedua.

Hasil uji lanjut Duncan ditampilkan pada Lampiran 6 dan Lampiran 8. Untuk perlakuan dengan hydrocooling berbeda nyata dengan perlakuan tanpa hydrocooling terhadap kadar air batang dan daun sawi hijau. Hal ini ditunjukkan dengan kadar air sawi hijau perlakuan dengan hydrocooling lebih besar dibandingkan tanpa hydrocooling. Untuk perlakuan ice gel berbeda nyata sampai sangat nyata terhadap kadar air batang hanya pada hari kedua, seperti pada Gambar 17 b dimana penurunan kadar air batang sawi hijau dalam kemasan Gambar 17 Grafik perubahan kadar air batang (%b.b) sawi hijau dalam

(32)

berpendingin ice gel posisi 2 lebih lambat. Sedangkan hasil interaksi keduanya berbeda nyata terhadap kadar air sawi hijau.

Kekerasan Batang

Selama penyimpanan kekerasan batang sawi hijau mengalami penurunan seperti pada Gambar 19 dan 20. Pada gambar tersebut terlihat sawi hijau pada kemasan berpendingin ice gel posisi 2 lebih tinggi dibandingkan kemasan dingin lainnya. Hal ini dikarenakan penurunan kekerasan batang akibat meningkatnya susut bobot yang salah satunya disebabkan oleh kehilangan air pada batang, sehingga menjadi liat. Sawi hijau tanpa hydrocooling memiliki kekerasan batang cenderung tinggi. Hal ini berkaitan dengan kehilangan bobot yang lebih rendah pada sawi hijau tanpa hydrocooling, dimana batang masih menunjukkan kesegaran yang lebih baik.

(a) (b)

Gambar 19 Grafik perubahan kekerasan batang (N) sawi hijau dalam kemasan ice gel posisi 1(a) dan posisi 2(b)

Gambar 20 Grafik perubahan kekerasan batang (N) sawi hijau dalam kemasan tanpa menggunakan ice gel

Analisis ragam kekerasan batang

(33)

nyata pada hari kesatu.Untuk interaksi dari keduanya berpengaruh nyata terhadap kekerasan batang pada hari kesatu dan ketiga.

Hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa hari ketiga penyimpanan perlakuan tanpa hydrocooling berbeda nyata dengan hydrocooling. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh hydrocooling terhadap penurunan kekerasan batang sawi hijau. Ini terlihat dari pengaruh hydrocooling terhadap kekerasan batang lebih kecil dibandingkan tanpa hydrocooling. Hal ini menunjukkan perlakuan dengan hydrocooling lebih baik. Untuk perlakuan ice gel posisi 2 berbeda nyata terhadap ice gel posisi 1 dan kontrol pada hari kesatu. Ini terlihat dari kemasan berpendingin posisi 2 ice gel penurunan kekerasan batang lebih lambat, disebabkan suhu pada kemasan ini lebih rendah. Sedangkan interaksi dari kedua perlakuan memberikan berbeda nyata sampai sangat berbeda nyata terhadap kekerasan batang sawi hijau pada hari kesatu dan ketiga.

Kerenyahan daun

Parameter mutu selanjutnya adalah kerenyahan daun sawi hijau. Pengukuran kerenyahan dilakukan dengan uji tarik, untuk mengetahui gaya atau beban yang dterima oleh daun sawi hijau sampai daun tersebut sobek. Menurut (Toole et al 2000) kerenyahan daun dapat diketahui dari sifat fracture (patahan) daun dengan uji tarik dengan melihat kekuatan dari pembuluh daun yang sejajar maupun diagonal. Pada Gambar 21 dan 22 menunjukkan bahwa kerenyahan daun sawi hijau rata-rata mengalami penurunan.

(a) (b)

(34)

Gambar 22 Grafik perubahan kerenyahan daun (N) sawi hijau dalam kemasan tanpa menggunakan ice gel

Pada awal penyimpanan gaya yang diterima oleh daun tinggi, namun seiring lamanya penyimpanan gaya yang diterima daun semakin menurun. Hal ini menunjukkan daun mudah sobek. Penurunan tersebut ditandai dengan kondisi daun sawi hijau yang layu dan mudah sobek seperti Gambar 23. Penurunan kerenyahan daun terjadi karena air pada daun terus menguap akibat suhu di sekitar daun tinggi. Menurut Muchtadi (1992) menjelaskan bahwa komoditi yang berupa daun mempunyai tendensi untuk menguapkan air lebih cepat karena luas permukaannya yang tinggi. Penurunan lebih cepat terjadi pada sawi hijau dalam kemasan kontrol. Hal ini menunjukkan ice gel memperlambat penurunan kerenyahan daun sawi hijau.

Gambar 23 Sawi hijau mengalami kelayuan Analisis sidik ragam kerenyahan daun

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11 perlakuan hydrocooling berpengaruh nyata terhadap kerenyahan daun selama penyimpanan, sedangkan perlakuan ice gel hanya berpengaruh nyata pada hari kesatu dan ketiga. Untuk interaksi dari keduanya berpengaruh nyata pada hari ketiga.

Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 12 menunjukkan perlakuan tanpa hydrocooling berbeda nyata dengan hydrocooling terhadap kerenyahan daun pada hari kesatu dan ketiga. Hal ini terlihat dari kerenyahan daun sawi hijau dengan hydrocooling lebih tinggi. Perlakuan ice gel berbeda nyata terhadap kerenyahan daun, namun tidak pengaruh untuk penempatan posisi. Hal ini terlihat pada Gambar 21 dimana selisih penurunan kerenyahan daun tidak berbeda jauh antara ice gel posisi 1 dan posisi 2. Interaksi dari kedua perlakuan berbeda nyata sampai sangat nyata terhadap kerenyahan daun.

Warna daun

(35)

Peningkatan nilai L dari 39 sampai 55 menunjukkan bahwa daun sawi hijau semakin cerah. Penurunan nilai a dari -16 sampai -5 menunjukkan warna hijau daun sawi hijau semakin berkurang, sedangkan peningkatan nilai b dari 17 sampai 40 yang berarti daun sawi hijau semakin kuning.

Pada Gambar 24 sampai 29 menunjukkan perubahan indeks warna L, a dan b sawi hijau dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 2 menurun lebih lambat. Hal tersebut dikarenakan suhu dingin yang dihasilkan oleh ice gel posisi 2 lebih rendah sehingga dapat mempertahankan penurunan warna daun sawi hijau. Zat pigmen hijau pada daun sawi hijau berangsur-angsur berkurang, dimana diikuti dengan muncul warna kuning pada daun sawi hijau dan menjadi layu. Menurut

Salisbury dan Ross (1995), faktor yang berpengaruh dalam pembentukan warna kuning adalah hormon asam absisat dan etilen. Kedua hormon ini memicu terjadinya penuaan pada daun yang menyebabkan hilangnya klorofil, RNA, protein, dan memacu terbentuknya karotenoid.

(a) (b)

Gambar 24 Grafik perubahan warna L sawi hijau dalam kemasan ice gel posisi 1(a) dan posisi 2(b)

(36)

(a) (b)

Gambar 26 Grafik perubahan warna a daun sawi hijau dalam kemasan ice gel posisi 1(a) dan posisi 2(b)

Gambar 27 Grafik perubahan warna a daun sawi hijau dalam kemasan tanpa menggunakan ice gel

(a) (b)

Gambar 28 Grafik perubahan warna b daun sawi hijau dalam kemasan ice gel posisi 1(a) dan posisi 2(b)

(37)

Analisis sidik ragam warna daun

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 13 dan Lampiran 15 menunjukkan perlakuan hydrocooling dan ice gel tidak berpengaruh nyata terhadap indeks warna L dan warna a, begitu juga dengan interaksi dari keduanya. Untuk indeks warna b sawi hijau pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling tidak berpengaruh nyata, sedangkan perlakuan ice gel berpengaruh pada hanya hari kesatu. Untuk interaksi dari kedua perlakuan ice gel dan hydrocooling berpengaruh nyata terhadap warna b sampai hari kedua. Hasil uji lanjut Duncan warna b pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa perlakuan ice gel dan interaksi memberikan pengaruh terhadap warna b daun. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan hydrocooling dengan ice gel dapat memperlambat penurunan warna kuning pada daun sawi hijau. dengan ditunjukkan oleh Gambar 28 b dimana warna b sawi hijau dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 2 lebih kecil.

Kadar klorofil

Selama dalam kemasan kadar klorofil daun sawi hijau berangsur menurun seiring lamanya penyimpanan. Pada hari kedua rata-rata daun sawi hijau mulai menunjukkan mengalami penguningan diikuti dengan menurunnya nilai kadar klorofil pada Gambar 30 dan 31. Hal tersebut dikarenakan suhu sekitar kemasan yang tinggi sehingga mempercepat proses degradasi klorofil sehingga penguningan semakin cepat (Roiyana et al 2011).

(a) (b)

Gambar 30 Grafik perubahan kadar klorofil (umol/100cm2) sawi hijau dalam kemasan ice gel posisi 1(a) dan posisi 2(b)

(38)

Pada Gambar 30 menunjukkan bahwa kadar klorofil sawi hijau dengan hydrocooling lebih besar pada tiap kemasan berpendingin ice gel. Untuk sawi hijau dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1 dan posisi 2 selisih penurunan hampir sama yaitu sekitar 0.4 umol/100cm2, sedangkan untuk kemasan kontrol perubahan kadar klorofil lebih cepat menurun. Pada pengukuran warna a yang menunjukkan penurunan warna hijau sawi hijau seiring dengan penurunan kadar klorofil dan peningkatan warna kuning seperti pada Tabel 6. Menurut Sulistyaningsih et al., (2005) bahwa dengan mengukur tingkat kehijauan untuk mengetahui jumlah klorofil daun dapat dijadikan salah satu pendugaan bahwa daun yang lebih hijau diduga memiliki kandungan klorofil yang tinggi.

Rata-rata kadar klorofil sawi hijau pada tiap kemasan berbeda dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut menunjukkan semakin lama penyimpanan, kadar klorofil semakin menurun. Pada hari ke0 kadar klorofil sawi hijau tanpa hydrocooling maupun dengan hydrocooling belum mengalami penurunan. Pada hari kedua penurunan kadar klorofil mulai terjadi, dimana degradasi klorofil sudah mulai aktif, namun berjalan lambat sehingga rata-rata penurunan kadar klorofil masih rendah. Pada tabel ini terlihat pada sawi hijau dengan hydrocooling menurun lebih lambat. Menurut Dewi (2008) menyatakan bahwa suhu ruang mempengaruhi degradasi warna. Pada hari keempat sawi hijau dengan hydrocooling cenderung cepat menurun dibandingkan sawi hijau tanpa hydrocooling. Menurut (Roiyana et al 2011) karena degradasi klorofil berjalan dengan cepat sehingga menurunkan kadar klorofil.

Tabel 6 Rata-rata kadar klorofil (umol/100cm2) dan perubahan warna a dan b daun sawi hijau tiap kemasan

Perlakuan Kadar klorofil (umol/100cm) Warna a Warna b

0 2 4 0 2 4 0 2 4

(39)

Gambar 32 Hubungan antara indeks warna a dan kadar klorofil (umol/100cm2) untuk enam perlakuan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik ice gel yang digunakan dalam penelitian adalah ice gel berdimensi 30x20x3cm dengan berat 1 kg mempunyai suhu beku -7oC Suhu leleh 0.5oC waktu mencair 850 menit pada suhu ruang.

Pola penempatan ice gel mempengaruhi sebaran suhu dalam kemasan. Sebaran suhu ruang dalam kemasan berpendingin ice gel posisi1 mencapai kestabilan suhu selama 120 menit dengan kisaran 22oC-24oC. Untuk kemasan berpendingin ice gel posisi 2 relatif bertahan disuhu rendah dengan kisaran suhu 21oC-22 oC selama 180 menit.

Hydrocooling mempengaruhi efektifitas ice gel dalam mendinginkan sawi hijau. Sebaran suhu sawi hijau tanpa hydrocooling dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1 memiliki kestabilan suhu 23oC-24oC selama 1400 menit, sedangkan untuk posisi 2 relatif bertahan pada suhu 21oC-20oC selama 1800 menit. Untuk sebaran suhu sawi hijau dengan hydrocooling dalam kemasan berpendingin ice gel posisi 1 bertahan pada suhu 22oC-23 oC selama 1500 menit, sedangkan untuk posisi 2 relatif bertahan dibawah suhu 20 oC selama 1600 menit.

(40)

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis kemasan yang tertutup seperti styrofoam agar ice gel lebih efektif dalam mendinginkan sawi hijau 2. Perlu dilakukan kajian penggunaan ice gel sebagai media dingin dalam

kemasan tertutup untuk produk sayuran lain.

DAFTAR PUSTAKA

Acedo AL. 2010. Postharvest technology fir leafy vegetable. AVRDC-ADB Postharvest projects RETA 6208/6376. Shanhua (Taiwan)

Aminudin, 2010. Kajian Pengemasan Brokoli (brasicca oleracea L. Var. Italic) Secara Atmosfir Termodifikasi Dikombinasikan Dengan Top Icing Selama Transportasi Darat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anolita,dewi. 2008 . Pengaruh hydrocooling dan pengemasan terhadap mutu pak choi (brassica rapa var. chinensis) selama transportasi darat [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Awanis.2013. Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau (Brasicca juncea) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Tingkat Konsumsi PerKapita Masyarakat Indonesia Terhadap Sawi-sawian Tahun 2004 Hingga Tahun 2008.

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2010. Produksi Komoditas Sawi Di Jawa Barat Tahun 2009.

Bagus, IPG. 2009. System pendinginan nocturnal hbrida untuk penyimpanan dingin sayur-sayuran segar [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

DeEll J. 2003. Cooling of Fresh Vegetables. Ministry of Agriculture, Food and Rural Affairs. Ontario.

Dunshee WK, Robert W.H. Chang. United States Patent. 1984 July 31. Instant hot or cold, reusable cold pack. United States Patent (US) 4,462,224.

Hardenburg RE. 1997. Dasar-dasar Pengemasan. Di dalam: Pantastico EB, editor. Fisiologi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika.Ed ke-4. Kamariyani, penerjemah; Tjitrosoepomo, editor.Gadjah Mada University Press.Yogjakarta.

Kader AA. 1993. Postharvest Biology and Technology : An Overview. Di dalam Kumpulan Materi Pelatihan Pascapanen Buah-buahan dan Sayur-sayuran; PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, 10 – 15 Mei 1993.

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book, NY.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.kandungan Gizi Sawi Hijau.

(41)

Margiyanto E. 2008. Budidaya Tanaman Sawi. [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. [diunduh 2013 Feb 15]. Tersedia pada; http://zuldesains.wordpress.com/2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/ Margairsseron, Radovan G, Halldor P, Sigurjon A, Viktorpopov, 2010.

Experimental And Numerical Modelling Comparison of Thermal Performance Of Expended Polystyrene And Corrugated Plastic Packaging For Fresh Fish. Wessex institute of technology, ashurst lodge, ashurt southampston SO4O 7AA, United Kingdom.

Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Muhtadi D, Anjasari. 1995. Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas Sayuran. Pradani A, Hariastuti, Evi M. 2009. Pemanfaatan fraksi cairan isolate pati ketela

pohon sebagai media fermentasi pengganti air tajin pada pembuatan sayur asin [laporan penelitian] Semarang. Universitas Diponegoro.

Roiyana M, Prihastanti E, Kasiyati. 2011. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan daun Stephania hernandifolia Walp. Terhadap kualitas bahan baku cincau dan penerimaan konsumen. Semarang. Universitas Diponegoro.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB.

Sigh SP, Garu B. Jay S. 2008. Performance Comparison Of Thermal Insulated Packging Boxes, Bags, and Refrigants For Single-parcel Shipments, Packaging Technology and Science.[Internet]. 21:25-35, oi 10.1002 /pts.773 [diunduh 2013 Juli 19]. Tersedia pada; http://onlinelibrary.wiley.com/ doi 10.1002 /pts.773/abstract.

Sulistyaningsih E, Kurniasih B, Kurniasih E. 2005. Pertumbuhan dan hasil caisin pada berbagai warna sungkup plastic. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.1, 2005 : 65 – 76.

Toole GA, Parker ML, Smith AC, Waldron KW. 2000. Mechanical properties of Lettuce. Institute of Food Research. Norwich Research (UK). 3553-3554 Utama, SIM. 2002. Pengelolaan Pascapanen Produk Holtikultura. Dalam

Workshop” Postharvest Handling Workshop, a Joint Program Between ECFED-Texas A&M University and Department of Agricultural Technology Faculty of Agriculture Sam Ratulangi University, Manado, January 21-25, 2002.

(42)

Lampiran 1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian

No Nama Alat Gambar

1 Spectrophotometer

2 Chromameter

3 Rhemoeter

4 Universal testing machine

(43)

Lampiran 1 Lanjutan

No Nama Alat Gambar

6 Timbangan Analitik

7 Oven

8 Desikator

(44)

Lampiran 2 Diagram alir penelitian

Penyimpanan dalam suhu ruang (27oC-30oC)

Pengukuran suhu

(45)
(46)

Lampiran 3 Analisis sidik ragam perubahan susut bobot sawi hijau Perubahan susut bobot sawi hijau hari ke1

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 27.305 27.305 23.39 0.000* Ice Gel 2 87.388 43.694 37.43 0.000* Hidrocooling*Ice Gel 2 59.067 29.534 25.30 0.000* Error 12 14.009 1.167

Total 17 187.769

Jika p-value < alpha 5% (*) maka artinya significant. Perubahan susut bobot sawi hijau hari ke2

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 0.993 30.994 0.64 0.440 Ice Gel 2 100.999 50.499 32.43 0.000* Hidrocooling*Ice Gel 2 86.190 43.095 27.67 0.000* Error 12 18.688 1.557

Total 17 206.869

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant. Perubahan susut bobot sawi hijau hari ke3

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 48.099 48.099 4.99 0.045* Ice Gel 2 15.580 7.790 0.81 0.468 Hidrocooling*Ice Gel 2 14.761 7.381 0.77 0.486 Error 12 15.649 9.637

Total 17 194.089

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant. Perubahan susut bobot sawi hijau hari ke4

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr > F Hidrocooling 1 10.371 10.371 32.52 0.0023* IceGel 2 8.714 4.357 13.66 0.0094* Hidrocooling*IceGel 2 0.000 0.000 0.00 1.0000 Error 5 1.594 0.318

Corrected Total 9 19.108

(47)

Lampiran 4 Uji lanjut Duncan perubahan susut bobot sawi hijau Susut bobot sawi hijau perlakuan hydrocooling Perlakuan Susut bobot hari ke-

1 2 3 4

Tanpa (S1) 12.46 a 20.74 a 28.20 b 37.42 b Dengan (S2) 9.99 a 21.88 a 33.81 a 39.47 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Susut bobot sawi hijau perlakuan ice gel Perlakuan Susut bobot hari ke-

1 2 3 4

Posisi 1 (W1) 9.01 c 18.51 c 28.68 a 37.63 b Posisi 2 (W2) 10.43 b 21.13 b 31.52 a 38.96 b Tanpa Ice gel (W3) 14.23 a 25.87 a 32.84 a 40.54 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Susut bobot sawi hijau untuk interaksi perlakuan hydrocooling dan ice gel

Perlakuan Susut bobot hari ke-

1 2 3 4

S1

W1 8.65 b 15.80 c 26.57 b 36.56 c W2 10.72 b 21.02 b 30.26 ab 38.74 a W3 17.99 a 27.88 a 29.36 ab

S2

W1 9.36 b 22.58 b 31.05 ab 39.42 ab W2 10.16 b 21.24 b 31.65 ab 39.17 ab W3 10.46 b 21.77 b 33.30 a 40.54 a

(48)

Lampiran 5 Analisis sidik ragam perubahan kadar air batang sawi hijau perubahan kadar air batang sawi hijau hari ke1

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 0.64410 0.64410 13.44 0.003* Ice Gel 2 1.22731 0.61365 12.81 0.001* Hidrocooling*Ice Gel 2 0.05315 0.02658 0.55 0.588 Error 12 0.57506 0.04792

Total 17 2.49963

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant perubahan kadar air batang sawi hijau hari ke2

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 3.29146 3.29146 236.30 0.000* Ice Gel 2 0.21661 0.10831 7.78 0.007* Hidrocooling*Ice Gel 2 0.55661 0.27830 19.98 0.000* Error 12 0.16715 0.01393

Total 17 4.23184

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant perubahan kadar air batang sawi hijau hari ke3

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 2.11364 2.11364 22.59 0.000* Ice Gel 2 0.09121 0.04560 0.49 0.626 Hidrocooling*Ice Gel 2 1.28467 0.64233 6.86 0.010* Error 12 1.12302 0.09358

Total 17 4.61253

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant perubahan kadar air batang sawi hijau hari ke4

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 2.183174 2.183174 5.88 0.0598 IceGel 2 1.626115 0.813057 2.19 0.2076 Hidrocooling*IceGel 2 0.239080 0.239080 0.64 0.4588 Error 5 1.857352 0.371470

Corrected Total 9 5.905723

(49)

Lampiran 6 Uji lanjut Duncan perubahan kadar air batang sawi hijau Kadar air batang sawi hijau perlakuan hydrocooling

Perlakuan Kadar air batang hari ke-

1 2 3 4

Tanpa (S1) 95.43 b 95.10 b 92.93 b 94.23 a Dengan (S2) 95.81 a 95.94 a 95.94 a 95.17 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Kadar air batang sawi hijau perlakuan ice gel Perlakuan Kadar air batang hari ke-

1 2 3 4

Posisi 1 (W1) 95.86 a 95.48 a 95.20 a 94.31 a Posisi 2 (W2) 95.26 b 95.64 a 95.09 a 95.00 a Tanpa Ice gel (W3) 95.86 a 95.15 b 95.27 a 95.41 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Kadar air batang sawi hijau interaksi ice gel dan hydrocooling Perlakuan Kadar air batang hari ke-

1 2 3 4

S1

W1 95.70 ab 95.13 c 94.40 c 93.75 a W2 94.99 c 95.45 bc 95.13 b 94.96 a W3 95.60 ab 94.70 d 95.10 b

S2

W1 96.01 a 96.01 a 95.84 a 95.16 a W2 95.52 b 95.82 ab 95.41 ab 95.05 a W3 95.90 ab 96.05 a 95.44 ab 95.41 a

(50)

Lampiran 7 Analisis sidik ragam perubahan kadar air daun sawi hijau perubahan kadar air daun sawi hijau hari ke1

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 1.1693 1.1693 8.16 0.014* Ice Gel 2 0.3673 0.1836 1.28 0.313 Hidrocooling*Ice Gel 2 0.9717 0.4858 3.39 0.068 Error 12 1.7198 0.1433

Total 17 4.2281

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant, perubahan kadar air daun sawi hijau hari ke2

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 4.8511 4.8511 11.01 0.006* Ice Gel 2 2.6943 1.3471 3.06 0.084 Hidrocooling*Ice Gel 2 4.2059 2.1030 4.77 0.030* Error 12 5.2871 0.4406

Total 17 17.0384

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant, perubahan kadar air daun sawi hijau hari ke3

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 71.507 71.507 26.20 0.000* Ice Gel 2 4.454 2.227 0.82 0.465 Hidrocooling*Ice Gel 2 10.240 5.120 1.88 0.195 Error 12 32.745 2.729

Total 17 118.946

Jika p-value < alpha 5%(*) maka artinya significant, perubahan kadar air daun sawi hijau hari ke4

Source DF Anova SS Mean Square Fvalue Pr>F Hidrocooling 1 23.9978 23.997 25.45 0.0040* IceGel 2 3.8614 1.9307 2.05 0.2241 Hidrocooling*IceGel 1 3.6310 3.6311 3.85 0.1070 Error 5 4.7155 0.9431

Corrected Total 9 36.2058

(51)

Lampiran 8 Uji lanjut Duncan perubahan kadar air daun sawi hijau Kadar air daun sawi hijau perlakuan hydrocooling Perlakuan Kadar air daun hari ke-

1 2 3 4

Tanpa (S1) 89.47 b 88.77 b 87.18 b 87.09 b Dengan (S2) 89.98 a 89.91 a 90.92 a 90.19 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Kadar air batang sawi hijau perlakuan ice gel

Perlakuan Kadar air daun hari ke-

1 2 3 4

Posisi 1 (W1) 89.66 a 88.86 a 89.65 a 88.19 a Posisi 2 (W2) 89.60 a 89.47 a 89.37 a 88.81 a Tanpa Ice gel (W3) 89.93 a 89.59 a 87.42 a 90.29 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Kadar air daun sawi hijau perlakuan interaksi ice gel dan hydrocooling

Perlakuan Kadar air daun hari ke-

1 2 3 4

S1

W1 89.09 c 87.98 b 86.24 b 86.31 a W2 89.43 bc 89.46 ab 88.24 ab 88.28 a W3 89.90 ab 89.27 ab 85.34 b

S2

W1 90.24 a 90.19 a 90.25 a 91.01 a W2 89.76 abc 89.48 ab 90.37 a 89.34 a W3 89.95 ab 90.23 a 91.16 a 90.29 a

Gambar

Tabel 1 Kandungan gizi Sawi hijau dalam 100 gram
Gambar 4 Kemasan tanpa ice gel
Gambar 5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan
Gambar 7 Grafik pengukuran suhu  ice gel dari kondisi beku hingga mencair
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kalimat dalam paragraf yang ditulis oleh Nurhalimah (Data pada tabel 5.7) Kalimat (66) tidak memenuhi ciri kecermatan karena terdapat kesalahan dalam menggunakan kata,

(3) Selama IMB Menara dan Izin Operasional pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama yang bersangkutan dibekukan, maka Badan Usaha yang telah

Seperti yang dilakukan SMPN 9 Kota Ambon dengan 99% perserta didiknya beragama Kristen/ Katolik dan SMPN 4 Salahutu Liang Maluku Tengah dengan peserta didik beragama 100% Islam yang

1 APIC-R RIGHT I PACIFIC STRATEGIC FINANCIAL Tbk Pacific Strategic Financial Tbk, PT 102 15-Jul-2011 2 BVIC-R RIGHT V BANK VICTORIA INTERNATIONAL Tbk Bank Victoria International

Untuk mengisi kekosongan hukum di dalam Peraturan Pertanahan diantaranya adalah: Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan

Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian secara kualitatif tentang bagaimana perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota

SURVEY CEMARAN BAKTERI Escherichia coli , Salmonella sp., dan Sthapylococcus aureus PADA OTAK-OTAK IKAN di PASAR TRADISIONAL BANDAR LAMPUNG.. Survey of Escherichia coli ,

Perancangan Aplikasi ini hanya terfokus pada sistem pengelolaan yaitu bagaimana pengelola (admin) dapat mengecek belanja dan mendapat keuntungan dari sekian customer