• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of The Benefits of Adding Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The Quality of Palm Sugar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of The Benefits of Adding Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The Quality of Palm Sugar."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANTIMIKROBA PADA NIRA AREN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis tentang Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Lidia Chronika Simanjuntak

(4)

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. Dibimbing oleh LIESBETINI HARTOTO dan MUHAMMAD ROMLI.

Tanaman aren merupakan tanaman penghasil nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula aren atau gula semut. Kendala yang ditemukan pada pemanfaatan nira aren tersebut adalah lamanya penyadapan dan jauhnya jarak yang ditempuh ke tempat pengolahan, sehingga diperlukan upaya pengawetan nira aren agar tidak mudah rusak. Alternatif pengawetan gula nira tanpa merusak komposisi dan kandungan gizi adalah dengan menambahkan zat aktif yang ada pada tanaman parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) karena mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak parengpeng sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Penelitian ini dimulai dengan tahap pembuatan ekstraksi daun parengpeng, penentuan kandungan fitokimia, penentuan Minimum Inhibitory Concentrate

(MIC) dengan Metode Kontak, dan pembuatan gula semut dengan penambahan ekstrak parengpeng pada konsentrasi terpilih.

Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan lengkap (RAL) dengan (2) faktor, yaitu konsentrasi ekstrak parengpeng (0%, 6%, 9% dan 12%) dan waktu inkubasi (selama 13 jam). Proses ekstraksi komponen aktif ekstrak parengpeng dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol menghasilkan total rendemen sebesar 16.03%. Hasil analisis fitokimia menunjukkan ekstrak parengpeng mengandung flavonoid, saponin, steroid dan tanin. Konsentrasi ekstrak parengpeng yang digunakan sebagai pengawet pada pembuatan gula semut melalui perhitungan nilai MIC adalah konsentrasi 6%. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa pengaruh penambahan 6% ekstrak parengpeng pada pembuatan gula semut berpengaruh nyata terhadap pH awal nila aren yaitu pH 7, kadar asam 0.22%, total mikroba menurun menjadi 103 CFU/g, warna gula semut agak coklat, aroma agak langu, tekstur agak keras, rasa agak pahit, memiliki aftertaste pahit, dan berdasarkan uji organoleptik tingkat kesukaan pada level agak tidak suka.

(5)

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK. Study of The Benefits of Adding

Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg Leaf Extract and Its Effect on The Quality of Palm Sugar. Supervised by LIESBETINI HARTOTO and MUHAMMAD ROMLI.

Aren plant is that produce sap as raw material for for palm sugar. The problems found in the use of palm juice is the time of process is very long and the distance between plantation and factory is too far. So that, new alternative is needed to overcome this problem. One of the solution is to add active ingredient from Macaranga javanica (Blume) Mull. Arg plant (parengpeng).

The aim of this research is to investigate affectivity of parengpeng extract to preserve palm sap before actual produce palm sugar. The steps of this research is extraction of parengpeng, the determination of phytochemical content, the determination the determination of Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) with the method of contact, and the manufacture of palm sugar with the addition of parengpeng extract at the concentration elected.

The result showed that addition of 6% parengpeng will inhibits damage to palm sap. Total microbe count is significantly decrease compared to non-added palm sap. This also affecting the pH and acidity degree of palm sap mixture. The result showed more stable existence of acid material which also gives more stable

fluctuation of mixture’s pH degree. The sensory properties however showed

slightly undesired changes which are the color are less brown and have bitter taste. Organoleptic test showed slight decrease taste from the panelist compared to sugar available in the market produced by people in parigin village.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

MUTU GULA SEMUT YANG DIHASILKAN

LIDIA CHRONIKA SIMANJUNTAK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Nama : Lidia Chronika Simanjuntak

NIM : F351090021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Liesbetini Hartoto, MS Ketua

Prof Dr Ir Muhammad Romli, MSc ST Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dr Ir Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: (28 Juni 2013)

(11)
(12)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2012 berjudul Pemanfaatan Ekstrak Daun Parengpeng (Macaranga javanica Blume Mull. Arg) Sebagai Senyawa Antimikroba Pada Nira Aren dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku ketua komisi pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli MSc. ST selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, teman-teman yang tercinta atas segala doa, dukungan, bantuan dan kasih sayangnya dan juga kepada pihak lain yang turut berperan dalam penelitian dan penyusunan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(13)
(14)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Tanaman Aren 6

Tanaman Macarangajavanica Blume Mull. Arg 7

Nira Aren 8

Kerusakan Nira Aren 9

Mikroba Perusak dalam Nira Aren 9

Saccharomyces cerevisiae 10

Leuconostoc mesenteroides 11

Lactobacillus delbrueckii 12

Ekstraksi 13

Mekanisme Kerja Penghambatan Zat Aktif 14

3 METODE 16

Tempat dan Waktu Penelitian 16

Bahan 16

Alat 16

Tahap Penelitian 17

Prosedur Analisis Data 22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Ekstraksi Senyawa Aktif 23

Analisisi kualitatif dan kuantitatif Fitokimia Ekstrak 24

Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) 28

Sifat dan karasteristik nira aren 29

Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam 30 Pertumbuhan Jumlah Khamir pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam 31 Pertumbuhan Jumlah BAL pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam 32

Perubahan Total Gula Parengpeng 33

Perubahan Kadar Total Asam Selama Inkubasi 13 jam 35

(15)

Komposisi dan Sifat Kimia Gula Semut 38 Karakteristik Organoleptik Gula Semut Parengpeng Mutu Hedonik 39

Uji Hedonik (Kesukaan) 41

Analisis Warna Gula Semut 42

Indikator Kerusakan Makanan Oleh Mikroba 43

Kajian Potensi Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng Sebagai Gula

Fungsional 44

5 SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 56

(16)

1 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng 25 2 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 28

3 Karaksteristik nira aren dari Desa Pegradin 29

4 Hasil Analisis Kimia Pada Gula Semut Ekstrak Daun Parengpeng 38

5 Komposisi Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 39

6 Analisis Warna gula semut dengan nilai L, a, dan b 42

7 Hasil Analisis Mikroba Gula Semut Ekstrak Etanol Daun Parengpeng 6%

Setelah Disimpan Selama 10 Bulan 44

8 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng 6% 44

DAFTAR GAMBAR

1 Pohon Aren 7

2 Tanaman Macarangajavanica Blume Mull. Arg 8

3 Saccharomyces cerevisiae 10

4 Leuconostoc mesenteroides 12

5 Lactobacillus delbrueckii 13

6 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan Ekstrak

Parengpeng 17

7 Deskripsi Nilai L, a, b pada Pembacaan Chromamater 21

8 Rendemen ekstrak daun perengpeng 24

9 Hasil analisis senyawa alkaloid 25

10 Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin 27

11 Hasil analisis senyawa steroid 27

12 Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) 28

13 Pertumbuhan Total Mikroba Pada Nira Selama inkubasi 13 jam 31

14 Pertumbuhan Total Khamir selama 13 jam 32

15 Pertumbuhan Total BAL selama 13 Jam 33

16 Pengukuran Total Gula Nira Aren Selama 13 Jam 34

17 Total Asam Pada Nira Selama Inkubasi 13 Jam 35

18 Perubahan pH Nira Selama Inkubasi 13 Jam 36

19 Grafik Hubungan BAL, Kadar Asam dan pH 37

20 Gula semut hasil penelitian 75

21 Gula semut petani 75

(17)

2 Uji Aktivitas Antimikroba 59

3 Prosesur Analisis Kimia Nira 61

4 Formulir Uji Organoleptik Produk Gula Semut 62

5 Prosedur Analisis Kimia Gula Semut 64

6 Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap Mikroba Uji 66

7 Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan pH nira aren 67

8 Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan total asam 68

9 Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan Kadar Gula 69

10 Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan MRSA 70

11 Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PCA 71

12 Hasil Analisis sidik ragam terhadap perubahan PDA 72

(18)

Penulis dilahirkan di Sumatra Utara pada tanggal 12 Agustus 1971. Penulis adalah anak bungsu dari enam bersaudara dari keluarga Bapak Salmon Simanjuntak dan Ibu Sabeda Silitonga. Saat ini penulis telah menikah dengan Robert Panjaitan.

Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Biologi Lingkungan di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta, lulus tahun 2000. Tahun 2009, penulis mendapat tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Mayor Teknologi Industri Pertanian. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPS Dikti, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

(19)
(20)

Latar Belakang

Tanaman aren (Arenga pinnata Blume Mull. Arg) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan tersebar di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Tanaman aren menghasilkan nira yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula aren atau gula semut dan minuman beralkohol. Selain itu, nira aren juga dapat dijadikan sebagai bahan baku penghasil energi misalnya bioetanol. Kelebihan lain tanaman ini adalah tidak mudah terserang hama dan penyakit, sehingga penggunaan pestisida dapat dihindari dan aman bagi lingkungan (DKPJT 2011).

Nira aren yang menetes dari tandan bunga aren memiliki pH di atas 7. Proses penyimpanan akan menyebabkan penurunan pH, peningkatan total mikroba dan penurunan kandungan sukrosa. Hal ini dapat diatasi dengan pengolahan langsung nira aren yang baru disadap, misalnya untuk pembuatan gula semut. Gula semut merupakan gula merah yang berbentuk bubuk, sering disebut pula sebagai gula palem (palm sugar). Prospek permintaan pasar terhadap gula semut semakin hari semakin meningkat dan mempunyai peluang ekspor cukup besar karena bernilai ekonomis yang tinggi. Tahun 2012 produksi gula Indonesia hanya mampu mencukupi 60% kebutuhan Nasional dari jumlah konsumen (DJPDN 2012). Pemanfaatan gula semut pada makanan dan minuman digunakan yaitu sebagai bahan pemanis dan juga sebagai bahan tambahan pada industri makanan dan minuman.

Nira aren mengandung gula yang cukup tinggi, sehingga mudah dirusak oleh mikroba kontaminan. Phaichamnan et al. (2010) melakukan penelitian terhadap perubahan nira yang disimpan pada suhu ruang yang steril. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kerusakan nira akibat pencemaran oleh mikroba terjadi pada saat penyadapan dan penyimpanan sebelum nira diolah lebih lanjut. Naknean et al. (2010) menyebutkan jenis mikroba yang mengkontaminasi nira antara lain Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces carlbergensis var alkoholophila. Mikroba tersebut akan memanfaatkan gula dan menghasilkan alkohol dan selanjutnya teroksidasi menghasilkan asam asetat. Selain itu terdapat juga bakteri yang dapat merusak nira aren, seperti Leuconostoc mesenteroides dan

Lactobacillus delbrueckii yang menghasilkan asam laktat. Dengan demikian, terjadinya kerusakan pada nira aren ditandai dengan menurunnya nilai pH, sebagai akibat terbentuknya asam. Kondisi ini dapat menyebabkan produk gula aren yang dihasilkan menjadi lunak akibat sukrosa terkonversi menjadi glukosa dan fruktosa oleh mikroba. Selain itu, bila pH nira aren rendah maka akan menyebabkan warna gula yang diproduksi menjadi coklat pucat (Manel et al. 2010). Warna gula aren menurut SNI 01-3743-1995adalah kuning sampai kecoklatan.

(21)

Tranggono et al. (1990) pengawetan gula aren sebaiknya dilakukan dengan menambahkan zat pengawet alami dan memiliki dampak positif bagi kesehatan, bukan dari bahan pengawet kimia atau yang tidak aman bagi manusia.

Sejak dahulu, para penyadap nira telah melakukan pengawetan terhadap nira yang disadap. Beberapa bahan alami yang digunakan untuk mengawetkan nira aren secara tradisional adalah akar kawao, kulit dan buah manggis, laru, kulit batang kosambi, daun jambu mete, tangkai dan kulit batang nangka, serta kulit batang ralu. Selain itu juga dapat dilakukan pengawetan dengan cara memanaskan terlebih dahulu nira sampai mendidih agar nira aren dapat bertahan sampai beberapa jam sebelum aren tersebut diolah. Hasil pengawetan ini belum optimal, karena nira aren bila dibiarkan beberapa jam saja akan cepat mengalami kerusakan menjadi asam (Sedarnawati 1999).

Penelitian pengawetan nira aren yang dilakukan oleh Lalujan (1995) dengan menggunakan bahan kimia natrium metabisulfit, natrium benzoat dan kalsium oksida menunjukkan perbedaan hasil pada pH setelah diinkubasi selama 48 jam. Penambahan bahan kimia natrium metabisulfit menyebabkan penurunan pH dari 7,8 menjadi 7,3. Pada Penambahan natrium benzoat pH berubah dari 6,6 menjadi 6,4. Sebaliknya penambahan kalsium oksida akan meningkatkan pH nira aren dari 7,0 hingga 8,5 serta nira aren menjadi berwarna kuning, mempunyai rasa pahit, dan bau yang tidak sedap.

Marsigit (2005) telah melakukan penelitian pengawetan nira aren dengan menggunakan beberapa bahan pengawet seperti buah safat, deterjen, biji jarak, biji kemiri dan minyak kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penambahan zat pengawet tersebut dapat mencegah kerusakan nira dan mempertahankan pH nira aren dan memenuhi syarat untuk diolah menjadi gula. Kelemahan dari perlakuan menggunakan zat pengawet biji kemiri dan minyak kelapa adalah menyebabkan kadar padatan tak terlarut gula semut tidak memenuhi syarat mutu SNI. Demikian juga perlakuan buah safat dan deterjen tidak efektif untuk mencegah kerusakan nira dan gula semut yang dihasilkan tidak memenuhi syarat mutu SNI yakni kadar gulanya lebih rendah akibat sudah terdegradasi. Di samping itu detergen tidak dianjurkan sebagai zat pengawet makanan sesuai dengan peraturan Depertemen Kesehatan RI tentang zat pengawet.

Peneliti lain melakukan pengawetan nira aren dengan menggunakan asap cair tempurung kelapa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah dilakukan pengawetan lebih dari 9 jam, terjadi penurunan dari pH 7,3 menjadi ± 5,5. Bila dibiarkan sampai keesokan harinya, kerusakan nira terus terjadi, sehingga menurunkan mutu produk gula aren yang dihasilkan (Tubagus 2009).

Penelitian produksi gula merah yang diberi tepung kemiri sebagai pengawet pada nira aren yang disimpan selama 8 minggu menunjukkan bahwa perlakuan tanpa penambahan tepung kemiri menyebabkan kadar air dan gula pereduksi yang lebih tinggi dari nira yang diberi tepung kemiri, namun kadar sukrosa mengalami penurunan (Duma 2010). Hal tersebut akan berdampak pada lebih rendahnya rendemen produk gula yang dihasilkan dari nira aren.

(22)

Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah. Tanaman ini memiliki beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku obat penyembuh beberapa penyakit seperti malaria dan gatal-gatal.

Senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan merupakan hasil proses metabolit sekunder tanaman. Senyawa ini bermanfaat bagi kesehatan manusia. Pada tanaman senyawa bioaktif tersebut berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, bakteri, fungi dan jenis hewan patogen lainnya. Menurut Achmadi et al. (2001), tanaman Macaranga javanica atau yang dikenal parengpeng (Sunda) termasuk tanaman hutan tropis Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif. Hasil penelitiannya menunjukkan ekstrak metanol dari kulit kayu Macaranga javanica mengandung senyawa tripernoid, flavonoid, dan tannin. Macaranga javanica merupakan salah satu jenis kerangka hidrokarbon triterpenoid yang mempunyai tiga cincin sikloheksana (cincin A, B, dan C) dan satu cincin siklopentana (cincin D), oleh karena itu termasuk ke dalam golongan triterpenoid tetrasiklik. Senyawa triterpenoid yang secara tentatif diidentifikasi sebagai 3-asetoksi lanost-22-en-24-on.

Schutz et al.(1995) menyatakan daun Macaranga pleiostemona

mengandung senyawa flavanon yang berfungsi sebagai zat antimikroba terhadap

Escherichia coli dan Micrococcus luteus. Macaranga triloba tergolong dalam family Euphorbia. Dinh et al. 2006 dan Zakaria et al. 2010 menyatakan bahwa senyawa flavonoid pada Macaranga triloba terdiri dari 4 golongan. Keempat golongan tersebut terdiri dari 6-prenyl-3'-metoksi-eriodictyol, B-nymphaeol, C-nymphaeol, dan 6-farnesyl-3', 4', 5, 7-tetrahydroxyflavanone.

Yazaki et al. (2009) menyatakan flavonoid merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder tanaman obat yang mempunyai aktivitas biologis, seperti anti-kanker, anti-androgen, anti-leishmania dan antinitrik produksi oksida. Flavonoid berfungsi sebagai obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit dan sebagai makanan fungsional. Basile et al. (1999) menyatakan flavonoid dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri seperti Enterobacter cloaceae, Enterobacter aerogenes dan Pseudomonas aeruginosa.

Ushio et al. (2011) menyatakan tannin adalah komponen senyawa yang berlimpah pada tanaman. Tanin merupakan hasil metabolisme sekunder dari tanaman berfungsi dalam untuk pengendalian hama herbivora pada tanaman. Senyawa ini terdapat pula pada tanaman parengpeng.

Markstadter et al. (2000) menyatakan batang tanaman Macaranga (Euphorbiaceae) mengandung senyawa triterpenoid. Triterpenoid akan membentuk benang seperti kristal lilin pada epicuticular batang yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari hama semut. Lim et al. (2009) menyatakan ekstrak metanol daun segar Macaranga gigantea, Macaranga pruinosa, Macaranga tanarius dan Macaranga triloba mengandung senyawa fenol yang bersifat sebagai antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram-positif.

(23)

perlu dilakukan penelitian tentang ekstraksi tanaman dengan menggunakan pelarut yang berbeda-beda berdasarkan kepolaritasan, sehingga diharapkan senyawa bioaktif dapat terekstrak dengan baik sesuai dengan sifat kepolaran pelarut yang digunakan. Sifat fitokimia kualitatif dan kuantitatif ekstrak daun parengpeng perlu diuji. Selain itu perlu ditentukan konsentrasi ekstrak yang sesuai berdasarkan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) terhadap mikroba yang biasa mengkontaminasi nira aren. Penelitian selanjutnya mengkaji pemanfaatan ekstrak daun parengpeng sebagai senyawa antimikroba untuk mengawetkan nira aren sebelum diolah menjadi nira aren.

Perumusan Masalah

Nira aren mengandung nutrisi yang cukup tinggi, terutama sukrosa, sehingga bila dibiarkan beberapa jam pada suhu ruang akan mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut terutama diakibatkan oleh tumbuhnya mikroba yang merusak nira, dengan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dan akan menghasilkan senyawa asam asetat dan asam laktat, sehingga akan mempengaruhi mutu gula semut yang dihasilkan. Oleh sebab itu nira aren perlu diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet sebelum nira diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa anti mikroba yang diduga berpotensi besar untuk mengawetkan nira aren sebelum diolah lebih lanjut.

Penyiapan ekstrak parengpeng memerlukan menggunakan pelarut yang sesuai dengan karakteristik kepolaran senyawa aktif yang berfungsi sebagai pengawet. Serbuk parengpeng dibuat dengan cara maserasi yaitu daun terlebih dahulu dikeringkan lalu dihancurkan dan disaring sampai diperoleh ukuran partikel tertentu.

Penggunaan parengpeng secara langsung dalam bentuk esktrak sebagai bahan pengawet pada nira aren belum pernah dilakukan. Penggunaan tanaman parengpeng diharapkan dapat menjadi salah satu pengawet alternatif untuk nira aren yang aman dan lebih tergula petani proses penggunaannya. Oleh karena itu, kajian potensi parengpeng sebagai bahan pengawet, serta pengkajian pengaruh ekstrak parengpeng terhadap pertumbuhan mikroba yang merusak nira aren perlu dilakukan. Di samping itu akan diteliti pengaruh pengawetan menggunakan ekstrak parengpeng terhadap produk gula semut yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji efektivitas ekstrak parengpeng sebagai pengawet nira aren sebelum diolah lebih lanjut menjadi gula semut. Sedangkan tujuan khususnya yaitu :

1)Mendapatkan pelarut yang sesuai untuk mengekstraksi senyawa aktif antimikroba pada tanaman parengpeng berdasarkan rendemen yang tertinggi. 2)Menentukan sifat fitokimia secara kualitatif dan kuantitatif ekstrak daun

(24)

3)Menentukan konsentrasi ekstrak parengpeng sebagai pengawet alami nira melalui perhitungan nilai MIC terhadap mikroba yang ditentukan dan selanjutnya mengkaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng sebagai anti mikroba terhadap perubahan nira aren meliputi total mikroba, jumlah BAL (bakteri asam laktat), jumlah khamir, total gula, total asam, parameter pH.

4)Mempelajari pengaruh penambahan ekstrak parengpeng konsentrasi terpilih terhadap uji organoleptik terhadap mutu hedonik gula semut parengpeng yang dihasilkan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, aftertaste, dan tingkat kesukaan pada tingkat agak tidak suka.

Manfaat Penelitian

(25)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Aren

Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati yang terdiri atas flora dan fauna. Salah satu flora jenis pohon yang banyak ditemui di Indonesia adalah tanaman aren (Arenga pinnata). Tanaman aren dapat tumbuh subur di tengah pepohonan lain, di semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung dengan ketinggian hingga 1,400 meter diatas permukaan air laut (mdpl). Akar tanaman ini dapat mencapai kedalaman 6-8 m yang dapat menahan erosi serta sangat efektif menarik dan menahan air. Aren termasuk jenis palma yang banyak kegunaannya sebab seluruh bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan.

Sejak tahun 2007, pemerintah Indonesia mencanangkan program nasional penanaman aren di wilayah Indonesia. Perencanaan program tersebut memicu semangat para petani aren untuk menanam tanaman aren. Permintaan aren tak hanya untuk memenuhi industri gula saja, namun juga untuk industri bioetanol. Diperkirakan luas lahan potensial yang bisa digarap untuk lahan aren sekitar 65.000 hektar (DKPJT 2011).

Pohon aren tidak bercabang, tinggi batang mencapai 25 m, diameter 65 cm, sebagian batang berdaun, dibawahnya terdapat pelepah daun yang tepinya sobek-sobek menjadi serabut hitam yang dikenal sebagai ijuk (Gambar 1). Tangkai daun panjangnya mencapai 1,5 m, helaian daun mencapai 145 cm, lebar 7 cm, bagian bawah terdapat lapisan lilin. Pohon Aren berumah satu, tongkol betina dan jantan panjangnya sekitar 2,5 m. Tongkol bercabang satu kali. Bunga jantan berpasangan, panjang 12 sampai 15 mm serta benang sari banyak. Bunga betina berdiri sendiri, bentuk bulat dan bakal buah beruang 3 dengan 3 putik (BPTH 2009).

Tanaman aren diklasifikasikan dalam :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Spadicitlorae

Suku : Palmae

Marga : Arenga

Jenis : Arenga pinnata Merr.

(26)

Gambar 1 Pohon Aren (Arenga pinnata)

(http://gulasemutaren.blogspot.com/2004/09/pohon-aren-kawung.html.2012)

Tanaman Macarangajavanica BlumeMull. Arg

Tanaman golongan macaranga adalah tanaman pelopor yang tumbuh di daerah tropis yang menyebar di sekitar Asia Tenggara terutama untuk golongan famili Euphorbiaceae (Heil et al.1998). Menurut studi Zakaria et al. (2008) genus Macaranga yang paling banyak ditemukan di pulau Penang adalah jenis

Macaranga tanarius dan Macaranga javanica dan jenis paling langka adalah

Macaranga amissa. Macaranga javanica termasuk tanaman hutan tropis Indonesia yang mengandung senyawa bioaktif dan belum banyak diekploitasi dalam penelitian ilmiah. Macaranga javanica Muell. Arg adalah tanaman keras dengan tinggi tanaman 12-24 m yang tumbuh di ketinggian 10 m sampai 1100 m di atas muka laut (Gambar 2). Morfologi daun adalah bentuk bulat panjang dengan dasar bulat (deltoid), cukup kecil, sampai 15 cm, biasanya kurang, berambut ketika masih muda dengan panjang 6,525 cm dan lebar 2,5-9 cm. Tangkai daun berwarna merah kecoklatan, berambut dengan panjang 2,512 cm. Morfologi buah berbentuk dua bulatan, berduri pendek dengan ukuran 3 mm x 4 sampai 4,5 mm, dan bijinya berbentuk setengah lonjong, berwarna hitam mengkilat dengan panjang 2,5 – 2,75 mm (Becker et al. 1963).

Tanaman parengpeng diklasifikasikan dalam : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae Marga : Macaranga

(27)

Gambar 2 Macaranga javanica BlumeMull. Arg

http://www.natureloveyou.sg/Macaranga%20heynei/Main.html (2012)

Nira Aren

Nira adalah cairan yang keluar dari bunga tanaman palma seperti kelapa, aren, dan siwalan ketika disadap. Cairan yang keluar dari tangkai bunga ini steril, dan oleh masyarakat cairan ini digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan gula atau dapat juga digunakan untuk pembuatan produk mimunan beralkohol (tuak) dan asam cuka. Sekalipun cairan yang keluar dari tangkai ini steril, namun cairan ini akan rusak karena adanya fermentasi gula dari sejak awal penyadapan yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba selama penyadapan berlangsung. Mikroba akan tumbuh dengan baik karena nira sebagai sumber nutrisi dan akan menghasilkan enzim yang akan mengkonversi sukrosa menjadi gula invert, alkohol dan CO2. Gula invert (glukosa dan fruktosa) dan asam yang terbentuk di

dalam nira akan menurunkan mutu gula yang dihasilkan (Yasnil et al. 1997). Komposisi gula pada nira aren tiap tanaman berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan pohon dan tempat tumbuhnya dan juga disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Menurut Sukriya (1982) komposisi nira aren terdiri dari : protein 0,26 %, sukrosa 10,87%, gula pereduksi 0,13%, vitamin C 1,5%, nilai pH sekitar 7 dan total asam (asam asetat) 0,025%.

Nira dapat diolah menjadi produk gula semut. Pada pembuatan gula semut pH nira harus 7 (netral), kemudian nira dimasak sampai kental dengan panas api yang stabil. Setelah nira mencapai kekentalan tertentu, nira kental tersebut dipindahkan ke dalam wadah kemudian didinginkan suhu kamar sampai nira mengeras dan nira dimasukkan ke wadah sentrifus untuk pemecahan menjadi butiran, sehingga terbentuk gula semut yang siap untuk dikemas (Kristina et al.

(28)

Kerusakan Nira Aren

Amin et al. (2010) menyatakan bahwa nira aren mengandung sukrosa yang cukup tinggi. Sukrosa dalam nira dapat diinversi menjadi glukosa dan fruktosa oleh mikroba yang mengkontaminasi nira. Reaksi konversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa adalah sebagai berikut :

C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6

Sukrosa Glukosa Fruktosa

Lee et al. (2010) menyatakan bahwa sukrosa adalah sumber karbon yang sangat disukai oleh mikroba. Pada akhir fermentasi, sukrosa akan membentuk senyawa asam asetat dan asam laktat. Fermentasi nira aren terjadi terutama karena adanya komponen gula yang mudah diuraikan oleh mikroba. Mikroba pengurai pada nira aren terdiri dari golongan khamir (Deryabin et al. 2006). Glukosa dan fruktosa selanjutnya akan dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae

menghasilkan etanol (Horvath et al. 2003). Reaksi pemecahan glukosa dan fruktosa adalah sebagai berikut :

C6H12O6 + Saccharomyces cerevisiae 2CO2 + 2C2H5OH

Glukosa/ Fruktosa Etanol

Oleh bakteri asam asetat, etanol akan dioksidasi menjadi asam asetat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

C2H5OH + O2 CH3COOH + H2O

Etanol Asam asetat

Jenis bakteri pembentuk senyawa asam organik antara lain Streptococcus thermophilus, Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum.

Pembentukan senyawa fruktosa dari hasil pemecahan sukrosa oleh

Lactobacillus delbrueckii subsp. akan menghasilkan senyawa asam organik yang ditandai dengan penurunan nilai pH netral menjadi kurang dari 4,5 dalam waktu 24-36 jam (Popa et al. 2011), sehingga akan berpengaruh terhadap pembentukan gula semut.

Mikroba Perusak dalam Nira Aren

(29)

Perubahan sifat nira aren akibat adanya fermentasi akan tampak setelah satu sampai dua jam setelah tangkai tanaman aren disadap. Perubahan ini antara lain dengan meningkatnya kadar asam-asam organik dan terjadi penurunan pH. Nira aren yang dibiarkan sampai 96 jam dan tanpa adanya penambahan senyawa bioaktif akan menyebabkan nira aren akan mengalami fermentasi menjadi asam laktat, asam asetat dan asam tartarat. Jenis mikroba yang berperan dalam fermentasi nira tersebut antara lain Saccharomyces cerevisiae dan

Schizosaccharomyces pombe, Lactobacillus plantarum serta Leuconostoc mesenteroides (Bettcock at al. 1998).

Sumanti (1994) menyatakan bahwa perubahan nira aren segar dimulai dari terbentuknya senyawa asam laktat, alkohol dan asam asetat. Jenis bakteri yang mengkontaminasi nira terdiri dari golongan bakteri asam laktat (BAL), khamir dan bakteri asam asetat. Beberapa jenis BAL yang tumbuh pada nira segar adalah

Leuconostoc spp dan Lactobacillus spp. Jenis khamir umum yang mengubah menjadi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi akhir dilakukan oleh Acetobacter spp, Schizosaccha, Pichia spp, Aspergillus, Mucor dan

Rhyzopus spp. Jenis mikroba dan jumlah mikroba yang tumbuh pada nira selama fermentasi sangat beragam tergantung komposisi nira, musim dan cara penyadapannya.

Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang termasuk ke dalam kelompok Hemiascomytes dan genus Saccharomyces. Sel Saccharomyces cerevisiae pada umumnya berbentuk bulat, berelongasi dan pada umumnya berbentuk pseudomiselium. Reproduksi mikroba ini adalah dengan pembentukan askospora yang diikuti dengan proses konyugasi dan pembentukan sel diploid pada tahap vegetatifnya. Askospora memiliki bentuk oval atau bulat telur (Gambar 3).

Gambar 3 Saccharomyces cerevisiae

http://redchinchilla.org/wp-content/plugins/nextgen-gallery/saccharomyces

-cerevisiae (2012)

(30)

dengan cepat dan menghasilkan karbon dioksida. Khamir ini pada industri makanan berfungsi penghasil etanol. Hasil akhir dari fermentasi gula oleh

Saccharomyces cerevisiae adalah sitrat, asam suksinat, dan tartarat. Proses fermentasi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae akan menggunakan gula dalam bentuk fruktosa, glukosa dan sukrosa (Li et al. 2010).

Leuconostoc mesenteroides

Bakteri asam laktat sering di jumpai di habitat alaminya yaitu pada tanaman yang sudah mati dan juga pada susu. Produk fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat antara lain pikel buah dan sayuran, sauerkraut, kimchi, minuman berarkohol, taucho, miso, tempe, yogurt, keju, yakult dan dadih (Surono 2004).

Leuconostoc mesenteroides merupakan bakteri yang tergolong ke dalam genus Leuconostoc. Genus ini bersifat heterofermentatif, memiliki kemampuan memfermentasikan gula menjadi asam laktat dan sejumlah senyawa lainnya seperti asam asetat, etanol, dan karbon dioksida.

Dalam proses produksi makanan tertentu Leuconostoc memiliki sifat karakteristik yang sangat penting yang dapat mengubah bahan menjadi produk fermentasi. Sifat karakteristik tersebut diantaranya adalah (1) memproduksi diasetil dan penambah rasa pada produk makanan, (2) toleran terhadap kosentrasi garam, (3) memiliki kemampuan mengawali fermentasi pada sayuran dan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bakteri kompetitif lainnya. Bakteri ini menghasilkan asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri non laktat, (4) toleran terhadap konsentrasi gula yang tinggi, (>55-60% untuk Leuconostoc mesenteroides). Hal ini memungkinkan beberapa spesies ini untuk tumbuh pada sirup, kue cair, dan campuran es krim, (5) memproduksi sejumlah gas karbondioksida dari gula yang difermentasi dan menyebabkan rusaknya kualitas keju dan beberapa produk makanan yang lain (Frazier et al. 1978).

Leuconostoc mesenteroides merupakan salah satu golongan dari bakteri asam laktat. Bakteri ini bersifat Gram-positif terhadap pewarnaan, bentuk sel bulat (Gambar 4), tidak membentuk spora, tidak bergerak, katalase negatif, tumbuh lebih baik pada kondisi anaerob atau mikroaerofilik dan hidup pada kondisi pH (6.5). Berdasarkan tipe fermentatifnya Leuconostoc mesenteroides digolongkan ke dalam heterofermentatif, dimana glukosa dikonversikan menjadi asam laktat, etanol dan gas CO2 (Hemme et al. 2004).

Berdasarkan tipe fermentasi terhadap subtrat, bakteri asam laktat ada dua macam yaitu pertama bakteri bersifat homofermentatif adalah bakteri asam laktat yang mampu mengubah subtrat glukosa 95% menjadi asam laktat, CO2 dan

senyawa volatil, kedua bakteri bersifat heterofermentatif adalah bakteri yang dapat menggunakan subtrat gula 90% yang ada pada medium menghasilkan selain asam laktat juga senyawa lain seperti etanol, asam asetat dan CO2 (Rahayu 1992).

(31)

Berdasarkan kebutuhan oksigen untuk pertumbuhannya bakteri asam laktat (BAL) diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah bakteri asam laktat bersifat fakultatif anaerob, dimana bakteri tersebut dapat tumbuh pada lingkungan yang ada atau tidak ada oksigen di lingkungan. Mikroba tersebut antara lain Lactobacillus, Streptococcus, dan Leuconostoc. Kelompok kedua adalah bakteri asam laktat yang bersifat aerob yaitu bakteri hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen untuk pertumbuhannya, misalnya Bifidobacterium (Mc Donald et al. 1991).

Gambar 4 Leuconostoc mesenteroides

http://cooknkohlmesenteroides.pbworks.com/w/page/16454572/Function (2013)

Lactobacillus delbrueckii

Lactobacillus delbrueckii merupakan bakteri Gram-positif berbentuk batang (Gambar 5), tumbuh pada pH 3-5, tetapi tidak tumbuh pada pH 7.

Lactobacillus delbrueckii adalah bakteri asam laktat yang termasuk ke dalam famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Bakteri ini pada umumnya memiliki bentuk seperti batang dan silinder dan membentuk rantai pada beberapa spesies. Bakteri kelompok Lactobacillus biasanya bersifat aerofilik, namun ada sebagian kecil yang bersifat anaerob, memiliki karakteristik fisiologi yaitu dapat menghasilkan asam laktat dari fermentasi gula (bakteri heterofermentatif). Selain itu juga menghasilkan sejumlah kecil asam asetat, karbondioksida, dan beberapa produk fermentasi yang lain (Dellaglio et al. 2005).

Mikroba ini mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi, hidup pada toleransi pH asam, dan memproduksi senyawa asam laktat (Akpinar et al.

(32)

Gambar 5 Lactobacillus delbrueckii

http://bioinformatica.uab.es/biocomputacio/treballs00-01/estrada-illescas/pag3.htm (2012)

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Komponen aktif pada tumbuhan dapat dipisahkan dengan cara mengektrasi bahan tanaman tersebut. Zat ekstraktif adalah sejumlah senyawa yang dipisahkan dari beberapa komponen terlarut lainnya. Pelarut organik yang umum digunakan untuk memperoleh ekstrak dari tanaman dan bagian-bagian tanaman lain dari tanaman adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzene, toluen, etanol, isopropanol, aseton, dan air dan pelarut-pelarut lain tergantung dari jenis komponen aktif yang akan di ekstrak.

Wijesekera (1991) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi bahan adalah jenis dan ukuran partikel bahan yang akan diekstrak, proses difusi, pH, ukuran partikel, suhu dan jenis pelarut.

Proses ekstraksi yang dilakukan harus cepat, efisien, sederhana dan dapat mengekstrak sebanyak mungkin senyawa yang diinginkan. Untuk mempermudah proses ekstraksi biasanya dilakukan proses preparasi bahan sebelum melakukan ekstrasi melalui pengeringan dan penghancuran dinding sel atau jaringan dengan cara menambahkan enzim atau memperkecil ukuran bahan sebelum diekstrak (Jones et al. 2006). Penghancuran atau memperkecil ukuran bahan berfungsi untuk memperluas permukaan bahan sehingga kontak larutan bahan juga semakin besar, dan akan memberikan hasil ektrak yang lebih tinggi. Beberapa cara dapat digunakan sebelum mengekstrak bahan sehingga diperoleh hasil ekstrasi yang optimum adalah penghancuran, pengeringan, lama ekstraksi, jumlah pelarut, suhu pelarut dan jenis pelarut yang digunakan (Benardini 1983). Pemilihan pelarut untuk mengekstrak tergantung dari sifat zat yang akan dilarutkan karena setiap zat memiliki tingkat kelarutan yang berbeda-beda (Achmadi 1992).

(33)

dengan menggunakan penambahan pelarut secara berkesinambungan (continuous extraction process) sehingga senyawa aktif dapat terekstrak dengan sempurna. Dibandingkan dengan cara ekstraksi lain, maserasi dapat mencegah rusaknya senyawa bioaktif.

Ekstraksi bahan juga dapat dilakukan dengan bantuan peralatan yang disebut dengan alat Soxhlet. Metode ini disebut dengan Metode Soxhlet dimana pemisahan bahan aktif dilakukan dengan cara pelarut dan simplisia berada pada tempat terpisah dan penyarian terjadi secara berulang dan dilakukan proses pemanasan dan kondensasi pada pelarut, sehingga senyawa aktif dapat tersarikan (Ruiz 2004).

Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Bioaktif

Senyawa antimikroba dapat menghambat dan membunuh mikroba. Mekanisme daya hambat dan daya bunuh senyawa aktif terhadap mikroba dijelaskan oleh Tatiya et al. (2010) dan Oloyede et al. (2012) ada 4 cara yaitu : (1) adanya senyawa bioaktif bila berinteraksi terhadap sel mikroba sehingga menyebabkan dinding sel mikroba menjadi lisis atau rusak dan metabolis sel menjadi terganggu Kerusakan dinding sel ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi di dalam dan diluar dari sel. (2) senyawa bioaktif akan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel mikroba. Salah satu komponen dinding sel yang terdiri dari protein akan mengalami denaturasi dinding sel, sehingga permeabilitas membran menjadi rusak dan mengakibatkan kematian sel tersebut. (3) adanya senyawa bioaktif akan merusak enzim-enzim pada membran sel, contohnya enzim ATPase dan fosfolipase, sehingga pembentukan asam nukleat dan transformasi genetik bakteri terganggu. (4) kerusakan dinding sel terjadi karena senyawa bioaktif mampu mengikat dinding sel, sehingga proses pembentukan struktur dinding sel akan terhambat.

Menaga et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa bioaktif terpenoid, saponin dan tannin adalah senyawa yang menimbulkan efek lisis pada membran sel hingga menyebabkan kematian pada sel bakteri Gram-positif. Senyawa flavonoid akan mengganggu permeabilitas membran sel E.coli sehingga mengakibatkan membran sel mengalami kebocoran (lisis).

Senyawa tannin memiliki sifat antimikroba. Kerusakan membran atau kematian sel terjadi karena adanya interkasi tannin dengan dinding sel bakteri. Senyawa bioaktif ini dapat di gunakan sebagai alternatif obat herbal di masa yang akan datang. Konsentrasi 1% senyawa fenolik akan mengakibatkan lisisnya membran sel. Senyawa tannin dengan sifat kesat (astringent) akan mengakibatkan kematian sel mikroba Staphylococcus aureus.

Senyawa fenol yang terdapat pada tanaman Livistona chinensis akan menyebabkan kerusakan pada DNA, enzim dan protein Staphylococcus aureus. Senyawa Fenol akan berinteraksi dengan biomolekul dinding sel, sehingga protein penyusun dinding sel akan mengalami denaturasi. Kerusakan protein dinding sel akan menyebabkan kematian pada sel tersebut (Kaur et al. 2008).

(34)

pertumbuhan bakteri seperti Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, dan

Salmonella typhimurium. Bakteri tersebut adalah bakteri yang bersifat Gram-positif. Dinding sel bakteri Gram-positif terdiri dari peptidoglikan yang mempunyai fungsi sebagai pengatur permeabilitas membran sel. Lapisan terluar dari sel yang disebut membran sitoplasma berfungsi untuk melindungi sel dari pengaruh luar sel, sehingga sel dapat dilindungi dari infeksi yang disebabkan oleh faktor dan luar sel.

Metabolisme sekunder merupakan sistem pertahanan tubuh organisme untuk melawan serangga, bakteri, virus, dan fungi. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman antara lain adalah terpenoid, fenol, dan alkaloid, tannin, steroid dan saponin (Vickery at al. 1981). Total flavonoid yang terkandung pada tiap tanaman bervariasi.

Terpenoid adalah senyawa yang tersusun dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dengan kerangka karbon dibangun oleh penyambungan

dua atau lebih satuan C5. Terpenoid terdiri dari atas beberapa macam senyawa,

mulai dari komponen minyak dan seskuiterpen yang mudah menguap.

Alkaloid merupakan senyawa terbanyak yang terdapat dari tanaman, yang umumnya bersifat basa dan mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Ekstraksi alkaloid dari jaringan tumbuhan biasanya menggunakan pelarut alkohol yang bersifat basa lemah kemudian diendapkan dengan penambahan amoniak pekat. Fungsi alkaloid pada tanaman masih belum jelas, diduga sebagai pengatur tumbuh atau penghalang atau penarik serangga.

Tannin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman. Tannin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang disintesis oleh tanaman. Tannin tergolong senyawa polifenol. Tannin dibagi dalam 2 kelompok, yaitu tannin yang mudah terhidrolisis dan tannin yang terkondensasi. Tannin dapat bereaksi dengan komponen dinding sel mikroba, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Steroid merupakan salah satu dari bahan bioaktif yang terdapat pada makhluk hidup. Steroid merupakan terpenoid yang memiliki karakteristik 4 cincin karbon yang menentukan jenis dari steroid tersebut. Steroid berfungsi sebagai hormon. Steroid adalah kelompok lipofilik terdiri dari strogen, androgen, gestagens dan kortikosteroid dan berasal adalah kolesterol.

(35)

3 METODOLOGI UMUM

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2012. Pembuatan ekstrak parengpeng dan beberapa analisis seperti analisis total asam, total gula, uji mikrobiologi dan pengukuran pH dilakukan di Laboratorium Kimia PAU (Pusat Antar Universitas) IPB Bogor. Uji fitokimia parengpeng dilakukan di laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Baranangsiang, Bogor. Identifikasi tanaman parempeng dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong. Pembuatan gula semut dilakukan langsung di Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan berupa : daun tanaman parempeng, nira aren segar, alkohol 70%, akuades, medium nutrient agar (NA), medium nutrient browth (NB), medium deMan’s Rogosa Sharpe Agar (MRSA), medium deMan’s

Rogosa Sharpe Broth (MRSB), medium potato dextrose agar (PDA), medium

Plate Count Agar (PCA), asam tartarat, kultur murni berupa Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides,dan Saccharomyces cerevisiae.

Alat

(36)

Tahap Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alur penelitian pada Gambar 6.

Gambar 6 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan Ekstrak Parengpeng

Identifikasi tanaman parengpeng

Ekstraksi dengan 3 jenis pelarut : Etanol ( polar),

Heksana (non polar), Etil asetat (semi polar)

Uji aktifitas antimikroba (penentuan MIC) :

Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides Saccharomyces cerevisiae Ekstrak dengan pelarut terpilih (rendemen terbesar)

Pemilihan jenis pelarut

Penentuan mutu gula semut dan Uji organoleptik

Aplikasi ekstrak daun parengpeng terhadap nira aren selama 13 jam terhadap : total mikroba, jumlah BAL, jumlah khamir,

(37)

Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu :

Tahap I

Determinasi Daun Parengpeng

Daun parempeng diambil dari Desa Pegradin, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong.

Sebelum diekstrak, daun terlebih dahulu disortir untuk mendapatkan kualitas daun yang baik. Pemilihan daun didasarkan keseragaman ukuran, umur, warna dan bentuk daun. Selanjutnya daun dipisahkan dari tangkai dan kemudian daun dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 °C selama 24 jam. Daun yang sudah kering selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan hammer mill. Proses ekstraksi daun parempeng dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang memiliki polaritas berbeda, yaitu pelarut heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan etanol (polar). Ekstraksi dilakukan pada suhu ruang selama 24 jam.

Proses ekstraksi diawali dengan perendaman serbuk daun parengpeng sebanyak 25 g direndam dalam pelarut heksana, etil asetat dan etanol dengan perbandingan 1:10 (b/v) sambil di kocok dalam shaker. Campuran tersebut kemudian disaring dengan kertas Bolmant dan selanjutnya ampas serbuk daun parengpeng tersebut dimaserasi kembali dengan perlakuan sama seperti di atas. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan vakum evaporator. Filtrat tersebut diambil sebagai ekstrak heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol. Ekstrak yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk analisis fitokimia dan pengujian aktivitas lainnya. Harborne (1996) menyatakan rendemen ekstrak dalam persen ekstrak kering (tanpa pelarut) dapat dihitung dengan persamaan :

x 100% = Rendemen ekstrak

Tahap II

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng

(38)

Tahap III

Penentuan Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) Terhadap Bakteri Uji dengan Metode Kontak (Vigil et al. 2005) dan Kajian Pengaruh Penambahan

Ekstrak Sebagai Pengawet Nira Aren Selama 13 Jam

Persiapan kultur mikroba

Penyegaran kultur mikroba dilakukan dengan menginokulasi mikroba sebanyak 0,1 ml dalam 10 ml nutrient broth (NB), kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah inkubasi selama 24 jam, mikroba siap untuk digunakan pada uji MIC selanjutnya.

Penentuan MIC (Minimum Inhibitory Concentration)

Uji aktivitas mikroba dilakukan dengan menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak parengpeng terhadap bakteri yang uji. Kultur murni yang digunakan adalah Lactobacillus delbrueckii, Leuconostoc mesenteroides, Saccharomyces cerevisiae. Uji MIC dilakukan untuk mengetahui dosis minimum ekstrak daun parengpeng yang dapat digunakan untuk mengetahui penghambatan pertumbuhan mikroba yang diperoleh dengan menentukan konsentrasi yang menunjukkan penurunan jumlah mikroba uji sebanyak 90-92% (Cosentino et al. 1999). Prosedur penentuan MIC diawali dengan pengambilan inokulum yang telah disegarkan dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung yang telah berisi media dan ekstrak daun parengpeng dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan diinkubasikan pada suhu ruang dengan menggunakan shaker

kecepatan 150 rpm selama 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung. Penghitungan jumlah total koloni mikroba yang tumbuh dilakukan dengan metode

Bacteriological Analytical Manual (BAM) tahun 2001 (Lampiran 2).

Penghitungan penghambatan pertumbuhan mikroba (MIC) menggunakan persamaan berikut :

x 100% (Zuraida 2008)

keterangan:

Nt = Jumlah koloni mikroba (Cfu/ml) inkubasi selama 24

No = Jumlah koloni mikroba awal (Cfu/ml)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai MIC terpilih konsentrasi 6% karena pada konsentrasi tersebut pertumbuhan mikroba pada nira aren sudah terhambat.

(39)

Tahap VI:

Pembuatan Gula Dan Analisis Kualitas Gula

Uji Organoleptik Mutu Hedonik, Analisis Kandungan Kimia dan uji Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng

Konsentrasi ekstrak parengpeng terpilih yang ditambahkan pada pembuatan gula semut adalah 6 %. Nilai ini diperoleh dari hasil perhitungan nilai MIC dan pertimbangan agar cita rasa gula semut dapat diterima oleh konsumen. Penambahan ekstrak parengpeng sebanyak 6 % berdasarkan uji MIC sudah dapat dikatakan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri. Penambahan ekstrak parengpeng dengan konsentrasi lebih tinggi dikhawatirkan dapat menurunkan penerimaan masyarakat terhadap gula semut karena rasanya pahit.

Ekstrak daun parempeng yang ditambahkan secara langsung dalam proses penyadapan nira dengan konsentrasi terpilih selanjutnya diolah menjadi gula aren. Gula aren atau gula semut yang dihasilkan kemudian diuji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik (Rahayu 2001). Uji hedonik adalah uji untuk menilai tingkat kesukaan konsumen terhadap gula semut, meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur. Kedua uji ini dilakukan dengan menggunakan skala 1 sampai 9. Formulir uji organoleptik yang digunakan berupa kuisioner penilaian produk. Hasil uji hedonik digunakan untuk menentukan formula atau produk terpilih berdasarkan nilai rata-rata dan persentase dari masing-masing komponen rasa, warna, aroma dan tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik adalah uji untuk mengidentifikasi karakteristik gula semut, meliputi warna, tekstur, rasa, aroma asap, aroma, dan aftertaste. Skala penilaian yang digunakan sama dengan uji hedonik yaitu 1 sampai dengan 9 (Lampiran 4). Panelis yang digunakan terdiri dari 30 panelis semi terlatih.

Analisis kandungan kimia gula dilakukan dengan metode Harborne (1996) untuk mengetahui : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak pada gula semut (Lampiran 5).

Analisis Kuantitatif Fitokimia Gula Semut Ekstrak Parengpeng Sebagai Gula Fungsional dilakukan untuk mengetahui kadar saponin, tannin dan flavonoid pada gula semut. Kadar saponn diuji dengan metode TLC scanner, tannin dan flavonoid diuji dengan metode Spektrofotometri.

Analisis Warna Gula Semut

(40)

sedangkan nilai b(-) menandakan produk berwarna mengarah pada kebiruan (Yoshimura et al. 2001).

Deskripsi Gambar pembacaan nilai L, a*, dan b* dapat dilihat pada Gambar 7 dibawar ini.

Gambar 7 deskripsi Nilai L, a, b pada pembacaan chromamater

Keterangan :

MU : Merah keunguan M : Merah

KM : Kuning kemerahan KH : Kuning Kehijauan H : Hijau

BH : Biru Kehijauan B : Biru

(41)

Prosedur Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak parengpeng terhadap perubahan inkubasi nira aren (tahap III) adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor. Faktor pertama adalah faktor A yaitu kosentrasi (%) ekstrak Parengpeng dengan 4 taraf, yaitu konsentrasi 0% (A1), konsentrasi 6% (A2), konsentrasi 9 % (A3) dan konsentrasi 12% (A4). Faktor kedua adalah lamanya inkubasi nira (jam) dengan 13 taraf, yaitu jam ke-0 (B1), jam ke-1 (B2), jam ke-2 (B3), jam ke-3 (B4), jam ke-4 (B5), jam ke-5 (B6), jam ke-6 (B7), jam ke-7 (B8), jam ke-8 (B9), jam ke-9 (B10), jam ke-10 (B11), jam ke-11 (B12), jam ke-12 (B13). Setiap kombinasi faktor perlakuan diulang dua kali. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (analysis of variance) dengan uji lanjut Duncan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez 1995):

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan pada perubahan nira aren (A) taraf ke-i, waktu/jam faktor (B) taraf ke-j

= Rata – rata yang sebenarnya

Ai = Pengaruh faktor konsentrasi ekstrak parengpeng taraf ke-i (i = 1, 2,3,4)

Bj = Pengaruh faktor waktu/jam taraf ke-j (j = 1, 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13)

(AB)ijk = Pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

εijk = Galat satuan percobaan taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B.

Rancangan berikutnya yang digunakan untuk mengevaluasi aplikasi MIC yang didapat dari percobaan pertama dalam produksi gula semut adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 perlakuan dan 2 kali ulangan.

Analisis Data

(42)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Senyawa Aktif

Ekstraksi dan identifikasi fitokimia tumbuhan dilakukan dengan metode pemisahan, pemurnian dan identifikasi kandungan yang terdapat di dalam tumbuhan yang dikenal dengan istilah ekstraksi. Proses ekstraksi parengpeng dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan penyarian dengan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk bubuk dalam pelarut. Pelarut akan masuk melalui dinding sel ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan akan melarutkan zat aktif dengan adanya perbedaan konsentrasi larutan di luar dan di dalam sel akan mendesak zat aktif keluar sel, sehingga akan terjadi keseimbangan konsentrasi. Perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan sel ke pelarut pada proses ekstraksi dikenal dengan teori difusi. Ekstraksi bahan dioptimalkan dengan pengadukan menggunakan alat shaker

(Harbon 1996).

Pemilihan metode maserasi dilakukan dengan pertimbangan agar komponen aktif yang terdapat dalam daun parengpeng tidak rusak karena pengaruh panas. Penggunaan suhu tinggi saat ekstraksi dapat merusak beberapa komponen senyawa aktif dalam bahan. Ekstraksi daun parengpeng dilakukan pada kondisi suhu kamar sehingga diharapkan senyawa kimia yang akan diekstrak tidak rusak oleh panas dan diperoleh hasil ekstraksi yang optimal.

Ekstraksi daun parengpeng dilakukan dengan menggunakan tiga jenis pelarut. Jenis pelarut yang digunakan adalah berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jenis pelarut yang terbaik untuk memisahkan bahan aktif yang terdapat dalam daun parempeng yang belum diketahui tingkat kepolarannya. Jenis pelarut yang digunakan adalah heksana sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar dan etanol sebagai pelarut polar.

(43)

Gambar 8 Rendemen ekstrak daun perengpeng

Berdasarkan rendemen dari ketiga jenis pelarut tersebut, maka untuk tahap selanjutnya digunakan pelarut etanol karena memberikan rendemen paling tinggi diantara ketiga jenis pelarut yang digunakan. Selain itu, pelarut etanol merupakan pelarut yang aman digunakan dalam ekstraksi bahan produk makanan. Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) 2005, proses ekstraksi pada bahan pangan dan obat-obatan tidak boleh meninggalkan residu pelarut yang bersifat toksik. Etanol adalah salah satu jenis pelarut yang baik dan tidak meninggalkan senyawa toksik yang dianjurkan oleh BPOM sebagai pelarut pada bahan makanan.

Penggunaan etanol sebagai pelarut sering digunakan untuk ngekstraksi. Pelarut etanol relatif aman digunakan untuk melarutkan berbagai senyawa organik. Vongsak et al. 2013 menyatakan metode maserasi dengan pelarut etanol untuk senyawa bioaktif sangat direkomendasikan di bidang farmasi. Keunggulan metode ini adalah proses ekstrasi lebih sederhana, aman, ekonomis dan menghasilkan beberapa senyawa bioaktif seperti fenol, flavonoid dan antioksidan. Etanol adalah pelarut yang mempunyai polaritas tinggi sehingga akan menghasilkan ekstrak lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik yang lain. Pelarut etanol mempunyai gugus karboksil (alkohol) sehingga mempunyai sifat polar yang tinggi. Etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan tidak berbahaya.

Berdasarkan hasil perhitungan data rendemen, penelitian selanjutnya penggunaaan pelarut etil asetat (semipolar) dan heksana (non polar) terhadap ekstrak daun parengpeng senyawa antimikroba untuk mengawetkan nira aren tidak diteliti lebih lanjut.

Analisisi Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak

Analisis karakterisasi fitokimia daun tanaman parengpengpada penelitian ini dilakukan secara kualitatif untuk mengidentifikasi adanya senyawa aktif tanaman tersebut. Senyawa fitokimia yang diidentifikasi antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, tannin, dan triterpenoid. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol daun parengpeng disajikan pada Tabel 1. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, saponin, steroid, dan tannin terindentifikasi positif kuat pada ekstrak etanol parengpeng. Pelarut etanol mampu mengekstrak senyawa yang bersifat polar (saponin, flavonoid, tannin) lebih

(44)

banyak pada daun daripada senyawa nonpolar (alkaloid dan triterpenoid). Etanol adalah senyawa dengan rumus kimia C2H5OH yang memiliki gugus polar

(hidroksil) bersifat polar. Hal ini menyebabkan etanol mampu mengekstrak lebih banyak senyawa yang bersifat polar dibandingkan non polar.

Tabel 1 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Senyawa setelah ditambahkan perekasi Dragendroff, Mayern, dan Wagner.

Terbentuk berwarna jingga pekat setelah itu ditambahkan dengan 1 ml amil alkohol.

Terbentuk busa yang stabil setelah dikocok selama satu menit.

Terbentuk warna hijau kehitaman setelah ditetesi FeCl3 10

%.

Terbentuk warna hijau tua setelah ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat anhidrat.

Tidak memberikan warna merah setelah ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat

anhidrat.

Keterangan: tanda (-) = tidak terdeteksi tanda (+) = positif lemah tanda (++) = positif tanda (+++) = positif kuat

Alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan terbentuk sebagai metabolit sekunder. Alkaloid ditemukan pada berbagai organ tumbuhan seperti pada biji, buah, daun, batang dan akar. Pereaksi yang umum untuk analisis alkaloida adalah pereaksi Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (kalium merkuri iodida) dan Dragendorff (kalium bismuth iodida). Ekstrak daun parengpeng teridentifikasi tidak mengandung senyawa alkaloid. Uji positif senyawa alkaloid ditandai terbentuknya endapan warna berturut-turut jingga, putih dan coklat. Uji alkaloid pada ekstrak daun parengpeng menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk endapan (Gambar 9). Senyawa alkaloid pada daun parengpeng bersifat nonpolar, sehingga ketika ekstraksi daun parengpeng dilakukan dengan pelarut etanol (polar) senyawa alkhaloid tidak dapat terekstrak dengan baik oleh pelarut etanol (Harborne 1996).

(45)

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan terikat pada gula sebagai glikosida. Flavonoid golongan fenol merupakan senyawa bersifat antimikroba. Analisis fitokimia senyawa flavonoid menunjukkan bahwa ekstrak daun parengpeng positif kuat mengandung senyawa flavonoid. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya larutan yang terbentuk berwarna jingga pekat seperti yang terlihat pada Gambar 10. Intensitas warna yang lebih pekat menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa flavonoid dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Flavonoid adalah senyawa bioaktif tumbuhan umumnya yang tersebar diseluruh bagian tanaman dan bersifat polar (Harborne 1996). Bila senyawa tersebut terdapat dalam media yang mengandung mikroba maka akan terjadi interaksi antara senyawa flavonoid dengan dinding sel yang mengakibatkan kematian pada sel. Mekanisme kematian sel oleh zat aktif disebabkan oleh interaksi flavonoid dengan dinding sel yang mengakibatkan gangguan terhadap stabilisasi membran sitoplasma, sehingga permeabilitas membran sel akan rusak. Rusaknya dinding sel mikroba akan menyebabkan lisisnya membran sel yang berujung pada kematian sel tersebut. Oleh karena itu, senyawa flavonoid digolongkan sebagai senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Satdive et al. 2012).

Uji positif senyawa saponin pada suatu sampel dapat dilihat dengan terbentuknya busa yang stabil selama satu menit. Hasil Ekstrak daun parengpeng yang telah dididihkan dan dikocok menghasilkan busa yang cukup banyak (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa saponin yang cukup banyak. Semakin banyak busa yang terbentuk ketika dikocok menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa saponin yang lebih tinggi. Saponin adalah senyawa aktif yang mengakibatkan hemolisis pada sel. Saponin bekerja sebagai senyawa antimikroba. Saponin merupakan senyawa bersifat polar yang dapat larut dengan baik pada pelarut etanol (Harborne 1996).

Tannin adalah kelompok senyawa aktif yang banyak tersebar pada tumbuhan. Uji kualitatif tannin adalah untuk melihat adanya senyawa tannin pada ekstrak parengpeng. Hasil analisis fitokimia menunjukkan hasil positif apabila senyawa yang terbentuk adalah berwarna hijau kehitaman. Berdasarkan uji kualitatif tannin ekstrak daun parengpeng dapat diketahui bahwa ekstrak membentuk senyawa hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl3 10% (Gambar

10). Penambahan senyawa FeCl3 pada analisis tannin untuk menentukan apakah

sampel mengandung gugus fenol. Warna hijau kehitaman atau biru tua menandakan ekstrak mengandung gugus fenol yang cukup banyak karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe (Harborne 1996).

Menurut Lin et al. (2005) gugus fenol adalah senyawa bersifat hidrofobik. Senyawa fenol dapat merusak membran sel mikroba. Efek senyawa fenol pada membran sel dengan cara merusak membran sitoplasma sel sehingga akan menghambat pertumbuhan sel mikroba yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian pada sel. Senyawa ini dapat digunakan mengendalikan pertumbuhan bakteri asam laktat pada makanan, sehingga senyawa ini dapat digunakan sebagai pengawet makanan pada golongan bakteri asam laktat. Senyawa fenolik merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman yang memiliki sifat antimikroba.

Pednekar et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa tannin dari tanaman

(46)

kerusakan protein pada dinding sel. Kerusakan protein dinding sel akan mengakibatkan metabolisme pembentukan DNA dan pembentukan enzim akan terganggu. Hal ini akan berdampak kematian pada sel mikroba.

Gambar 10 Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin

Analisis steroid pada ekstrak daun parengpeng dilakukan secara kualitatif. Sampel atau produk yang berwarna hijau atau biru setelah adanya penambahan asam sulfat dan asam asetat menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung senyawa steroid (positif kuat). Berdasarkan hasil analisis kualitatif senyawa steroid, ekstrak daun parengpeng menunjukkan warna hijau tua yang mengindikasikan ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa steroid. Kepekatan warna ekstrak sampel menentukan kadar steroid pada ekstrak tanaman mengandung senyawa steroid pada ekstrak cukup tinggi. Senyawa steroid yang terdapat pada ekstrak merupakan senyawa polar karena senyawa steroid mampu larut pada pelarut etanol dengan baik. Hal ini dapat terlihat uji positif kuat senyawa steroid pada ekstrak (Harborne 1996). Hasil uji kualitatif senyawa steroid ekstrak daun parengpeng dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil analisis senyawa steroid.

(47)

tanaman parengpeng memiliki peranan dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada nira aren.

Tabel 2 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng No Jenis Pengujian Hasil pengujian (%) Metode Pengujian

1

Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC)

Senyawa aktif pada tanaman dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang akan menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba perusak. Pengujian untuk melihat potensi eksktrak parengpeng sebagai pengawet nira aren dilakukan dengan menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) ekstrak parengpeng terhadap mikroba yang ditentukan. Nilai MIC adalah konsentrasi terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 90-92% setelah dikontakkan dengan ekstrak parengpeng selama 24 jam (Cosentino et al. 1999). Mikroba yang digunakan sebagai parameter adalah mikroba yang merusak nira Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus delbrueckii, dan

Leuconostoc mesenteroides. Hasil uji MIC terhadap ketiga mikroba tersebut disajikan pada Gambar 12 berikut.

Gambar 12 Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap mikroba uji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak parengpeng dapat menghambat pertumbuhan khamir Saccharomyces cerevisiae pada konsentrasi minimum 2% dengan penghambatan sebesar 91,4%. Berbeda dengan bakteri asam laktat golongan Leuconostoc mesenteroides, konsentrasi ekstrak parengpeng minimumnya sebesar 3,5% dengan penghambatan sebesar 91,67%. Lactobacillus delbrueckii dihambat pertumbuhannya dengan penambahan ekstrak parengpeng pada konsentrasi minimum 6% dengan penghambatan sebesar 90,82%. Hasil perhitungan nilai MIC mikroba dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengujian selanjutnya terhadap mikroba nira dilakukan dengan menggunakan konsentrasi MIC yang lebih tinggi dibanding dari hasil uji MIC

L. delbrueckii L. mesenteroides S. cerevisiae

Gambar

Gambar 2 Macaranga javanica Blume Mull. Arg
Gambar 5 Lactobacillus delbrueckii
Gambar 6 Skema Alur Penelitian Kajian Pengawetan Nira Aren Menggunakan
Gambar 7 deskripsi Nilai L, a, b pada pembacaan chromamater
+7

Referensi

Dokumen terkait