Ekstraksi Senyawa Aktif
Ekstraksi dan identifikasi fitokimia tumbuhan dilakukan dengan metode pemisahan, pemurnian dan identifikasi kandungan yang terdapat di dalam tumbuhan yang dikenal dengan istilah ekstraksi. Proses ekstraksi parengpeng dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan penyarian dengan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk bubuk dalam pelarut. Pelarut akan masuk melalui dinding sel ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan akan melarutkan zat aktif dengan adanya perbedaan konsentrasi larutan di luar dan di dalam sel akan mendesak zat aktif keluar sel, sehingga akan terjadi keseimbangan konsentrasi. Perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan sel ke pelarut pada proses ekstraksi dikenal dengan teori difusi. Ekstraksi bahan dioptimalkan dengan pengadukan menggunakan alat shaker
(Harbon 1996).
Pemilihan metode maserasi dilakukan dengan pertimbangan agar komponen aktif yang terdapat dalam daun parengpeng tidak rusak karena pengaruh panas. Penggunaan suhu tinggi saat ekstraksi dapat merusak beberapa komponen senyawa aktif dalam bahan. Ekstraksi daun parengpeng dilakukan pada kondisi suhu kamar sehingga diharapkan senyawa kimia yang akan diekstrak tidak rusak oleh panas dan diperoleh hasil ekstraksi yang optimal.
Ekstraksi daun parengpeng dilakukan dengan menggunakan tiga jenis pelarut. Jenis pelarut yang digunakan adalah berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui jenis pelarut yang terbaik untuk memisahkan bahan aktif yang terdapat dalam daun parempeng yang belum diketahui tingkat kepolarannya. Jenis pelarut yang digunakan adalah heksana sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar dan etanol sebagai pelarut polar.
Rendemen ekstrak menggunakan beberapa jenis pelarut dapat dilihat pada Gambar 8. Total rendemen ekstrak daun parengpeng yang diekstrak dengan etanol (ekstrak polar) adalah sebesar 16,03%, ekstrak semipolar (etil asetat) adalah sebesar 12,03% dan ekstrak non polar (heksana) menghasilkan rendemen sebesar 7,02%. Dari hasil perhitungan rendemen di atas terlihat etanol adalah pelarut yang mengekstrak senyawa aktif paling banyak dibandingkan dengan pelarut lainnya. Perbedaan rendemen tiap jenis pelarut disebabkan adanya perbedaan jenis komponen kimia dan perbedaan kelarutan senyawa yang terkandung pada daun parengpeng. Tingginya rendemen ekstrak etanol mengindikasikan bahwa komponen senyawa aktif yang terkandung dalam daun parengpeng sebagian besar merupakan senyawa yang bersifat polar.
Gambar 8 Rendemen ekstrak daun perengpeng
Berdasarkan rendemen dari ketiga jenis pelarut tersebut, maka untuk tahap selanjutnya digunakan pelarut etanol karena memberikan rendemen paling tinggi diantara ketiga jenis pelarut yang digunakan. Selain itu, pelarut etanol merupakan pelarut yang aman digunakan dalam ekstraksi bahan produk makanan. Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) 2005, proses ekstraksi pada bahan pangan dan obat-obatan tidak boleh meninggalkan residu pelarut yang bersifat toksik. Etanol adalah salah satu jenis pelarut yang baik dan tidak meninggalkan senyawa toksik yang dianjurkan oleh BPOM sebagai pelarut pada bahan makanan.
Penggunaan etanol sebagai pelarut sering digunakan untuk ngekstraksi. Pelarut etanol relatif aman digunakan untuk melarutkan berbagai senyawa organik. Vongsak et al. 2013 menyatakan metode maserasi dengan pelarut etanol untuk senyawa bioaktif sangat direkomendasikan di bidang farmasi. Keunggulan metode ini adalah proses ekstrasi lebih sederhana, aman, ekonomis dan menghasilkan beberapa senyawa bioaktif seperti fenol, flavonoid dan antioksidan. Etanol adalah pelarut yang mempunyai polaritas tinggi sehingga akan menghasilkan ekstrak lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik yang lain. Pelarut etanol mempunyai gugus karboksil (alkohol) sehingga mempunyai sifat polar yang tinggi. Etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan tidak berbahaya.
Berdasarkan hasil perhitungan data rendemen, penelitian selanjutnya penggunaaan pelarut etil asetat (semipolar) dan heksana (non polar) terhadap ekstrak daun parengpeng senyawa antimikroba untuk mengawetkan nira aren tidak diteliti lebih lanjut.
Analisisi Kualitatif dan Kuantitatif Fitokimia Ekstrak
Analisis karakterisasi fitokimia daun tanaman parengpengpada penelitian ini dilakukan secara kualitatif untuk mengidentifikasi adanya senyawa aktif tanaman tersebut. Senyawa fitokimia yang diidentifikasi antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, tannin, dan triterpenoid. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol daun parengpeng disajikan pada Tabel 1. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, saponin, steroid, dan tannin terindentifikasi positif kuat pada ekstrak etanol parengpeng. Pelarut etanol mampu mengekstrak senyawa yang bersifat polar (saponin, flavonoid, tannin) lebih
0 5 10 15 20
Etanol Etil Asetat Heksan
R en d em en ( %) Jenis Pelarut
banyak pada daun daripada senyawa nonpolar (alkaloid dan triterpenoid). Etanol adalah senyawa dengan rumus kimia C2H5OH yang memiliki gugus polar
(hidroksil) bersifat polar. Hal ini menyebabkan etanol mampu mengekstrak lebih banyak senyawa yang bersifat polar dibandingkan non polar.
Tabel 1 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Daun Parengpeng Senyawa Uji Hasil Keterangan Alkaloid Flavonoid Saponin Tannin Steroid Triterpenoid - +++ +++ +++ +++ -
Tidak terbentuk endapan warna jingga, putih dan coklat setelah ditambahkan perekasi Dragendroff, Mayern, dan Wagner.
Terbentuk berwarna jingga pekat setelah itu ditambahkan dengan 1 ml amil alkohol.
Terbentuk busa yang stabil setelah dikocok selama satu menit.
Terbentuk warna hijau kehitaman setelah ditetesi FeCl3 10
%.
Terbentuk warna hijau tua setelah ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat anhidrat.
Tidak memberikan warna merah setelah ditambahkan dengan satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes asam asetat
anhidrat.
Keterangan: tanda (-) = tidak terdeteksi tanda (+) = positif lemah tanda (++) = positif tanda (+++) = positif kuat
Alkaloid merupakan senyawa organik yang terdapat pada tumbuh- tumbuhan terbentuk sebagai metabolit sekunder. Alkaloid ditemukan pada berbagai organ tumbuhan seperti pada biji, buah, daun, batang dan akar. Pereaksi yang umum untuk analisis alkaloida adalah pereaksi Bouchardat (Iodium dalam kalium iodida), pereaksi Mayer (kalium merkuri iodida) dan Dragendorff (kalium bismuth iodida). Ekstrak daun parengpeng teridentifikasi tidak mengandung senyawa alkaloid. Uji positif senyawa alkaloid ditandai terbentuknya endapan warna berturut-turut jingga, putih dan coklat. Uji alkaloid pada ekstrak daun parengpeng menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk endapan (Gambar 9). Senyawa alkaloid pada daun parengpeng bersifat nonpolar, sehingga ketika ekstraksi daun parengpeng dilakukan dengan pelarut etanol (polar) senyawa alkhaloid tidak dapat terekstrak dengan baik oleh pelarut etanol (Harborne 1996).
Flavonoid merupakan senyawa fenol yang terdapat dalam tumbuh- tumbuhan dan terikat pada gula sebagai glikosida. Flavonoid golongan fenol merupakan senyawa bersifat antimikroba. Analisis fitokimia senyawa flavonoid menunjukkan bahwa ekstrak daun parengpeng positif kuat mengandung senyawa flavonoid. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya larutan yang terbentuk berwarna jingga pekat seperti yang terlihat pada Gambar 10. Intensitas warna yang lebih pekat menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa flavonoid dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Flavonoid adalah senyawa bioaktif tumbuhan umumnya yang tersebar diseluruh bagian tanaman dan bersifat polar (Harborne 1996). Bila senyawa tersebut terdapat dalam media yang mengandung mikroba maka akan terjadi interaksi antara senyawa flavonoid dengan dinding sel yang mengakibatkan kematian pada sel. Mekanisme kematian sel oleh zat aktif disebabkan oleh interaksi flavonoid dengan dinding sel yang mengakibatkan gangguan terhadap stabilisasi membran sitoplasma, sehingga permeabilitas membran sel akan rusak. Rusaknya dinding sel mikroba akan menyebabkan lisisnya membran sel yang berujung pada kematian sel tersebut. Oleh karena itu, senyawa flavonoid digolongkan sebagai senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Satdive et al. 2012).
Uji positif senyawa saponin pada suatu sampel dapat dilihat dengan terbentuknya busa yang stabil selama satu menit. Hasil Ekstrak daun parengpeng yang telah dididihkan dan dikocok menghasilkan busa yang cukup banyak (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa saponin yang cukup banyak. Semakin banyak busa yang terbentuk ketika dikocok menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa saponin yang lebih tinggi. Saponin adalah senyawa aktif yang mengakibatkan hemolisis pada sel. Saponin bekerja sebagai senyawa antimikroba. Saponin merupakan senyawa bersifat polar yang dapat larut dengan baik pada pelarut etanol (Harborne 1996).
Tannin adalah kelompok senyawa aktif yang banyak tersebar pada tumbuhan. Uji kualitatif tannin adalah untuk melihat adanya senyawa tannin pada ekstrak parengpeng. Hasil analisis fitokimia menunjukkan hasil positif apabila senyawa yang terbentuk adalah berwarna hijau kehitaman. Berdasarkan uji kualitatif tannin ekstrak daun parengpeng dapat diketahui bahwa ekstrak membentuk senyawa hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl3 10% (Gambar
10). Penambahan senyawa FeCl3 pada analisis tannin untuk menentukan apakah
sampel mengandung gugus fenol. Warna hijau kehitaman atau biru tua menandakan ekstrak mengandung gugus fenol yang cukup banyak karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe (Harborne 1996).
Menurut Lin et al. (2005) gugus fenol adalah senyawa bersifat hidrofobik. Senyawa fenol dapat merusak membran sel mikroba. Efek senyawa fenol pada membran sel dengan cara merusak membran sitoplasma sel sehingga akan menghambat pertumbuhan sel mikroba yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian pada sel. Senyawa ini dapat digunakan mengendalikan pertumbuhan bakteri asam laktat pada makanan, sehingga senyawa ini dapat digunakan sebagai pengawet makanan pada golongan bakteri asam laktat. Senyawa fenolik merupakan senyawa metabolit sekunder tanaman yang memiliki sifat antimikroba.
Pednekar et al. (2012) menyatakan bahwa senyawa tannin dari tanaman
Semecarpus anacardium merupakan salah satu senyawa bioaktif yang mengakibatkan protein penyusun dinding sel mikroba mengalami denaturasi atau
kerusakan protein pada dinding sel. Kerusakan protein dinding sel akan mengakibatkan metabolisme pembentukan DNA dan pembentukan enzim akan terganggu. Hal ini akan berdampak kematian pada sel mikroba.
Gambar 10 Hasil analisis senyawa flavonoid, saponin dan tannin
Analisis steroid pada ekstrak daun parengpeng dilakukan secara kualitatif. Sampel atau produk yang berwarna hijau atau biru setelah adanya penambahan asam sulfat dan asam asetat menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung senyawa steroid (positif kuat). Berdasarkan hasil analisis kualitatif senyawa steroid, ekstrak daun parengpeng menunjukkan warna hijau tua yang mengindikasikan ekstrak daun parengpeng mengandung senyawa steroid. Kepekatan warna ekstrak sampel menentukan kadar steroid pada ekstrak tanaman mengandung senyawa steroid pada ekstrak cukup tinggi. Senyawa steroid yang terdapat pada ekstrak merupakan senyawa polar karena senyawa steroid mampu larut pada pelarut etanol dengan baik. Hal ini dapat terlihat uji positif kuat senyawa steroid pada ekstrak (Harborne 1996). Hasil uji kualitatif senyawa steroid ekstrak daun parengpeng dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Hasil analisis senyawa steroid.
Analisis lebih lanjut terhadap uji kuantitatif fitokimia dilakukan untuk mengetahui konsentrasi kadar saponin, tannin dan flavonoid pada ekstrak daun parengpeng. Kadar tannin pada ekstrak parengpeng adalah sebesar 12,12% dan kadar flavonoid sebesar 2,07%. Analisis kadar saponin dilakukan dengan menggunakan metode TLC scanner dengan jumlah total saponin pada ekstrak parengpeng adalah 1,71%. (Tabel 2). Senyawa saponin, tannin, flavonoid pada
tanaman parengpeng memiliki peranan dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada nira aren.
Tabel 2 Hasil Analisis Kuantitatif Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Parengpeng No Jenis Pengujian Hasil pengujian (%) Metode Pengujian
1 3 4 Kadar Saponin Kadar Tannin Kadar Flavonoid 1,70 12,12 2,07 TLC scanner Spektrofotometri Spektrofotometri
Penentuan Nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC)
Senyawa aktif pada tanaman dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang akan menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba perusak. Pengujian untuk melihat potensi eksktrak parengpeng sebagai pengawet nira aren dilakukan dengan menentukan nilai Minimum Inhibitory Concentrate (MIC) ekstrak parengpeng terhadap mikroba yang ditentukan. Nilai MIC adalah konsentrasi terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 90- 92% setelah dikontakkan dengan ekstrak parengpeng selama 24 jam (Cosentino et al. 1999). Mikroba yang digunakan sebagai parameter adalah mikroba yang merusak nira Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus delbrueckii, dan
Leuconostoc mesenteroides. Hasil uji MIC terhadap ketiga mikroba tersebut disajikan pada Gambar 12 berikut.
Gambar 12 Nilai MIC ekstrak parengpeng terhadap mikroba uji
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak parengpeng dapat menghambat pertumbuhan khamir Saccharomyces cerevisiae pada konsentrasi minimum 2% dengan penghambatan sebesar 91,4%. Berbeda dengan bakteri asam laktat golongan Leuconostoc mesenteroides, konsentrasi ekstrak parengpeng minimumnya sebesar 3,5% dengan penghambatan sebesar 91,67%. Lactobacillus delbrueckii dihambat pertumbuhannya dengan penambahan ekstrak parengpeng pada konsentrasi minimum 6% dengan penghambatan sebesar 90,82%. Hasil perhitungan nilai MIC mikroba dapat dilihat pada Lampiran 6.
Pengujian selanjutnya terhadap mikroba nira dilakukan dengan menggunakan konsentrasi MIC yang lebih tinggi dibanding dari hasil uji MIC
0 1 2 3 4 5 6 7
L. delbrueckii L. mesenteroides S. cerevisiae
MI C ( v /v % ) Jenis Mikroba
ekstrak parengpeng yang diperoleh. Konsentrasi yang digunakan pada nira selanjutnya adalah 0% (kontrol), 6%, 9% dan 12%. Penentuan ini diharapkan telah mampu menghambat pertumbuhan seluruh mikroba yang mengkontaminasi nira.
Penghambatan pertumbuhan mikroba terjadi karena adanya interaksi senyawa bioaktif dengan dinding sel mikroba, sehingga akan mengganggu permeabilitas membran sel. Respon dinding sel mikroba terhadap zat bioaktif berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh adanya perbedaan komposisi dinding sel mikroba. Bakteri Leuconostoc dan Lactobacillus termasuk bakteri Gram-positif. Bakteri ini memiliki dinding sel yang dilapisi oleh senyawa peptidoglikan yang dapat bereaksi dengan senyawa bioaktif. Masuknya senyawa antimikroba ke dalam sel mengakibatkan permeabilitas membran sel terganggu dan mengakibatkan kematian sel bakteri (Satdive et al. 2012). Hal ini dibuktikan dengan berbedanya hasil uji MIC untuk tiap jenis mikroba ketika dikontakkan dengan ekstrak parengpeng. Khamir lebih mudah dihambat pertumbuhannya dibandingkan bakteri karena dinding selnya lebih sensitif terhadap senyawa bioaktif. Karakteristik dinding sel khamir banyak mengandung kitin dan manan (Moore 2001). Bakteri yang paling tahan terhadap efek senyawa bioaktif yang terkandung pada ekstrak daun parengpeng adalah Lactobacillus delbrueckii.
Konsentrasi ekstrak parengpeng berdasarkan nilai MIC yang paling tinggi ini yaitu 6% menjadi acuan pada penelitian pengawetan nira aren selanjutnya. Pada tahap penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng (0%, 6%, 9% dan 12%) terhadap perubahan pH dan total asam, serta pengaruh konsentrasi ekstrak daun parengpeng 0% dan 6% terhadap jumlah bakteri asam laktat, jumlah khamir dan total mikroba selama 13 jam penyimpanan nira aren setelah penyadapan.
Sifat dan karasteristik nira aren
Nira aren segar rasanya manis dan jika dibiarkan di dalam bumbung bambu akan mengalami fermentasi. Nira aren sangat berpotensi sebagai media tumbuh mikroba berupa fungi atau bakteri yang berasal dari sekitarnya. Proses fermentasi menyebabkan nira aren mengalami perubahan menjadi asam. Karaksteristik nira aren yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karaksteristik nira aren dari Desa Pegradin
Jenis Pengujian Hasil pengujian
pH Total asam (%) Total gula (g/l) 7,3 0,05 176,67
Nira aren segar memiliki pH 7,3 (netral) dan jumlah kandungan gula yang sangat tinggi 176,67 (g/l). Kandungan gula yang tinggi akan menyebabkan nira aren mudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini terjadi karena adanya proses fermentasi oleh mikroba seperti bakteri asam laktat (Laktobacillus debrueikii, dan
Leuconostoc mesenteroides) dan golongan khamir (Saccharomyces cerevisiae) sebagai produk akhir utama fermentasi karbohidrat (Battcock et al. 1998).
Kadar sukrosa pada nira sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur panen, mikroba pengkontaminasi dan cara penanganan nira sebelum diolah (Amin
et al. 2010). Perubahan sifat nira aren akibat adanya fermentasi akan tampak setelah satu sampai dua jam setelah tangkai tanaman aren disadap. Sebelum diolah menjadi gula semut beberapa sukrosa akan mengalami penguraian menjadi glukosa dan fruktosa. Hal ini akan menghambat proses kristalisasi sukrosa pada produksi gula semut. Dalam pengolahan nira menjadi gula semut keberadaan gula pereduksi sangat tidak dikehendaki karena dapat menghambat proses kristalisasi sukrosa (Nengah 1990).
Malbasa et al.(2008)menyatakan keragaman mikroba yang terdapat pada nira berasal dari lingkungan, terjadi secara alami dan akan mengkontaminasi nira yang kaya akan nutrisi. BAL dan khamir adalah golongan mikroba yang menghasilkan senyawa asam laktat dan etanol pada nira aren. Mula-mula khamir akan memfermentasi sukrosa menghasilkan senyawa glukosa dan fruktosa lalu akan menguraikan etanol dan dilanjutkan oleh BAL yang mendegradasi fruktosa dan glukosa dan menghasilkan asam organik dan senyawa alkohol. Umumnya tiga jam pertama fermentasi dilakukan oleh mikroba khamir kemudian fermentasi akan dilanjutkan oleh BAL. Lebih lanjut Guo et al. (2010) menyatakan bahwa jenis kapang yang produksi asam laktat adalah golongan Rhizopus oryzae. Gerez
et al. (2008) menyatakan glukosa digunakan sebagai sumber karbon, sementara fruktosa digunakan sebagai akseptor elektron juga Calderon et al. (2003) menyatakan fruktosa berfungsi sebagai akseptor elektron dan proses fermentasi akan menghasilkan asam asetat dan pembentukan biomassa.
Pertumbuhan Total Mikroba pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam
Jumlah total mikroba pada nira selama inkubasi 13 jam pada perlakuan kontrol lebih tinggi dibanding pada perlakuan penambahan ekstrak konsentrasi 6%. Pertumbuhan mikroba pada nira aren dengan penambahan ekstrak parengpeng 6% relatif stabil. Pemberian ekstrak daun parengpeng dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada nira. Daun parengpeng yang mengandung senyawa flavonoid, saponin, tannin, dan terpenoid dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel mikroba.
Hasil sidik ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan total mikroba pada nira aren yang diinkubasi selama 13 jam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar pelakuan berpengaruh nyata (p<0,05). Selanjutnya hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL pada nira aren tanpa penambahan ekstrak dan penambahan ekstrak 6% menunjukkan perbedaan yang nyata.
Gambar 13 Total mikroba pada nira selama inkubasi 13 jam
Hasil pengukuran total mikroba awal pada nira aren tanpa penambahan ekstrak (0%) adalah sebesar 6,30 log CFU/ml, sedangkan pada nira aren yang ditambahkan ekstrak parengpeng 6% sebesar 3,62 log CFU/ml.
Nira aren yang kaya akan sukrosa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Sukrosa yang ada pada nira aren adalah sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba. Senyawa ini digunakan sebagai pembentuk produk baru dan pembentukan biomassa sel. Selama 3 jam pertama fermentasi nira didominasi oleh golongan mikroba kelompok khamir (Escalante et al. 2008). Semakin lama waktu inkubasi mikroba yang tumbuh semakin banyak.
Pertumbuhan Jumlah Khamir pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam
Khamir adalah jenis mikroba uniseluler yang bereproduksi aseksual dengan tunas dan umumnya hidup pada pH 7. Beberapa golongan khamir terkait dengan fermentasi makanan. Kebanyakan khamir membutuhkan kelimpahan dan substrat gula. Khamir dalam fermentasi gula menghasilkan alkohol.
Hasil pengukuran rata-rata total khamir konsentrasi 0% adalah sebesar 6,96 log CFU/ml, sedangkan untuk nira aren yang ditambahkan konsentrasi 6% sebesar 3,52 log CFU/ml. Rata-rata jumlah khamir pada pemberian ekstrak parengpeng 6% lebih rendah dari jumlah khamir pada kontrol. Ini disebabkan bahan bioaktif pada ekstrak parengpeng mampu menghambat pertumbuhan khamir pada nira aren selama inkubasi 13 jam.
Hasil sidik ragam (ANOVA) terhadap jumlah khamir pada nira yang disimpan selama 13 jam dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan jumlah khamir pada nira selama 13 jam penyadapan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pertumbuhan khamir pada nira aren tanpa penambahan ekstrak dan penambahan ekstrak 6% menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 12).
0 5 10 15 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ju m lah T o tal Mik ro b a (lo g C FU/m l) Jam ke parengpeng 0% parengpeng 6%
Gambar 14 Pertumbuhan Total khamir Selama 13 Jam
Nira aren mengandung senyawa gula yang cukup tinggi, sehingga beberapa jenis mikroba dapat tumbuh dengan baik. Kerusakan nira ini terjadi selama melakukan penyadapan yang membutuhkan waktu sekitar 10-12 jam sampai nira tersebut akan diolah. Hal ini menyebabkan nira berubah menjadi asam organik. Perubahan nira disebabkan oleh adanya fermentasi secara alami oleh golongan khamir seperti Saccharomyces cerevisiae. Bila tidak diberi bahan tambahan sebagai bahan pegawet, maka proses fermentasi akan terjadi dengan cepat (Thabet et al. 2010). Shanavas et al. 2011 menyatakan hidrolisis sukrosa menjadi gula oleh Saccharomyces cerevisiae untuk produksi etanol terjadi selama 48 jam. Vernocchi et al. (2004) mengatakan Candida milleri dan Saccharomyces cerevisiae adalah mikroba pertama pemecah gula dan dilanjutkan oleh bakteri asam laktat heterofermentatif yang memproduksi asam asetat.
Pertumbuhan Jumlah BAL pada Nira Aren Selama Inkubasi 13 jam
Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram-positif dengan bentuk sel bulat atau batang dan memproduksi senyawa asam laktat sebagai produk akhir utama fermentasi karbohidrat. Mikroba ini penting dalam fermentasi makanan. BAL dibedakan dalam dua kelompok yaitu kelompok homofermentatif dan kelompok heterofermentatif. Keduanya kelompok tersebut berbeda dalam jalur pembentukan asam laktat. Kelompok Homofermentatif memproduksi asam laktat melalui jalur glikolisis (Embden-Meyerhof) dan kelompok heterofermentatif
menghasilkan asam laktat, etanol, asam asetat dan karbon dioksida, melalui jalur 6-fosfoglukonoat/fosfoketolase. BAL adalah mikroba yang menggunakan jalur glikolisis (Battcok et al. 1998).
Hasil pengukuran jumlah BAL awal pada nira aren tanpa penambahan ekstrak (0%) adalah sebesar 7,17 log CFU/ml, sedangkan pada nira aren yang ditambahkan ekstrak parengpeng 6% sebesar 3,52 CFU/ml.
Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan jumlah BAL pada nira aren yang diinkubasi selama 13 jam menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak parengpeng, lama inkubasi dan interaksi antar pelakuan berpengaruh sangat nyata (p<0.01). Selanjutnya hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL pada nira aren tanpa penambahan ekstrak dan penambahan ekstrak 6% menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 10).
Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwa selama masa inkubasi 13 jam jumlah BAL yang tumbuh pada nira tanpa penambahan ekstrak parengpeng
- 2 4 6 8 10 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Ju m lah Kh am ir (lo g C FU/m l) Jam ke parengpeng 0% parengpeng 6%