• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Jaringan Saraf Tiruan Pendugaan Suhu Air Kolam dengan Tutup Plastik untuk Budidaya Benih Ikan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Jaringan Saraf Tiruan Pendugaan Suhu Air Kolam dengan Tutup Plastik untuk Budidaya Benih Ikan."

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK MODEL TO PREDICT THE

TEMPERATURE OF PONDS WATER WITH PLASTIC COVER FOR

JOUVENILE FISH FARMING

Okta Danik Nugraheni and I Wayan Astika

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail : oktadanik@yahoo.com

ABSTRACT

High and low temperature, as well as the fluctuation of water temperature are not suitable for fish farming, especially for jouvenile fishes. The using of plastic cover is one of several alternatives to maintain water temperature, as it is used in the temperature maintaining of horticulture greenhouse. Six treatments with two replications were applied in this research. The treatments were transparent plastic covers, blue plastic covers, and no plastic cover with 15 cm and 35 cm water depth. The relationship between water temperature with related variable : light intensity, relative humidity, air temperature, wind velocity, and the time was formulated with artificial neural network. Simulation results showed that in a 2x2-m2 pond by using plastic cover can increase 5oC water temperature compared no cover. Plastic cover can maintain the night water temperature but can not avoid the excessive noon temperature. Some actions that can be done to reduce the excessive temperature is opening plastic cover in the afternoon, giving aeration, and flowing fresh water. The most significant impact is flowing fresh water.

(2)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Akuakultur merupakan salah satu aktivitas penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dari sektor perikanan. Segala macam hasil perikanan merupakan sumber bahan makanan berprotein tinggi. Produksi perikanan Indonesia baik perikanan tangkap dan budidaya baru mencapai 10.065 juta ton pada tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2014 produksi perikanan ditargetkan mencapai 22.39 juta ton. Produksi perikanan sebagian besar akan dipacu dari perikanan budidaya yaitu 5.38 juta ton pada tahun 2010 dan 16.89 juta ton pada 2014 atau meningkat 323% (BPS 2010).

Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia berdasarkan hasil survei Sensus Panel 2009 sebesar 15.39 kg/kapita/tahun. Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), konsumsi ikan tahun 2009 mencapai 30.17 kg/kapita/tahun. Namun demikian patut dicatat hal yang menggembirakan yakni rata-rata dalam empat tahun terakhir konsumsi ikan mengalami kenaikan sebesar 5.96 kg/kapita/tahun sejak 2005. Data tersebut mengambarkan kebutuhan produksi perikanan yang terus meningkat baik untuk konsumsi masyarakat maupun bahan baku industri pengolahan (BPS 2010). Seiring terjadinya peningkatan konsumsi ikan nasional dan ekspor ikan air tawar, kebutuhan benih ikan bermutu akan semakin meningkat. Untuk beberapa jenis ikan air tawar, tempat yang memiliki perbedaan suhu siang hari dan malam hari yang tinggi dapat mengakibatkan tingginya tingkat mortalitas. Terjadinya perubahan suhu ikan yang mendadak dapat mengakibatkan stres dengan berenang melonjak-lonjak, mengapung dan bernapas dipermukaan air. Kisaran suhu optimal agar ikan dapat tumbuh dengan baik adalah 25-30oC (Susanti 2009).

Teknologi pembenihan yang biasanya menggunakan pemanasan kompor minyak tanah tidak dapat diandalkan karena produktivitasnya rendah (mortalitas tinggi) dan terlalu banyak kendalanya. Untuk itu diperlukan teknik pengendalian suhu air yang dapat mengendalikan mutu air, tidak lagi bergantung pada bahan bakar minyak tanah serta memberi kenyamanan kepada pekerjanya. Petani di wilayah Bogor sendiri masih menggunakan cara konvensional yaitu dengan memelihara ikan pada kolam terbuka. Hal ini mengakibatkan suhu tidak terkontrol yang disebabkan antara lain masuknya air hujan ke kolam secara langsung membuat perubahan suhu air berubah secara mendadak, dan juga kualitas air menjadi menurun sehingga banyak benih ikan yang mati.

Beberapa teknik telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya untuk memperoleh kondisi suhu air yang optimal. Beberapa tindakan yang dilakukan untuk menjaga kestabilan suhu air, diantaranya adalah penghangatan udara di ruang tertutup dengan memanfaatkan teknologi surya. Ada banyak contoh penggunaan teknologi surya pasif dan aktif untuk mengurangi biaya pemanasan dalam sistem akuakultur dan sirkulasi air terbuka. Pemanfaatan teknologi surya pasif, dimana konveksi dan penyerapan matahari langsung oleh air menggunakan mekanisme prinsip perpindahan panas, dalam hal ini rumah kaca (greenhouse) adalah teknologi utama yang digunakan (Fuller 2007). Pemberian greenhouse pada kolam, selain terbebas dari pengaruh cuaca juga dapat membuat lingkungan menjadi lebih baik, diantaranya suhu dalam ruangan bisa lebih tinggi dan fluktuasinya menjadi rendah (Zhu et al. 1998).

(3)

2

pemanasan air akuarium untuk menjaga suhu air pada pembenihan ikan bawal. Selain itu ANN juga pernah digunakan untuk mengoptimasi laju pergantian dan pemanasan akuarium untuk pembenihan ikan patin (Junianto 2005).

1.2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mempelajari pengaruh penggunaan penutup plastik pada kolam terhadap suhu air kolam. 2. Membuat model pendugaan suhu air kolam dengan penutup plastik menggunakan jaringan

(4)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pembenihan Ikan

Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia paling kritis dalam siklus hidup ikan sehingga pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling sulit. Beberapa faktor yang menyebabkan pemeliharaan larva memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dalam pembenihan ikan antara lain 1) tubuh larva kecil dan bukaan mulutnya juga kecil sehingga pemberian pakan larva dan pengelolaan lingkungan relatif sulit, 2) larva membutuhkan pakan alami dan belum ada pakan buatan yang bisa menandingi pakan alami, padahal kultur alami juga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi (Effendi 2004).

2.2

Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

Proses pembenihan ikan membutuhkan suhu air tertentu untuk dapat bertahan hidup. Suhu optimum yang dibutuhkan adalah tergantung dari jenis ikannya. Ketidaksesuaian suhu tempat ikan hidup akan mengakibatkan pertumbuhan ikan akan lambat dan akan berakibat kematian pada ikan.

Philip (1972) dalam Lesmana (2002) menyatakan bahwa selain suplai pakan, suhu merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam menentukan pertumbuhan ikan. Kenaikan suhu yang masih dapat ditolelir oleh ikan akan diikuti oleh peningkatan derajat metabolisme dan kebutuhan oksigen. Air mempunyai kapasitas spesifik yang besar terhadap panas, sehingga perubahan suhu dapat ditahan dan terjadi lebih lambat. Pada lingkungan darat, fluktuasi suhu harian dapat mencapai perbedaan sampai 15oC. Sementara pada lingkungan perairan, fluktuasi hanya 3-5oC (Lesmana 2002). Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, hal ini dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis).

Distribusi suhu secara vertikal perlu diketahui karena akan mempengaruhi distribusi mineral dalam air karena kemungkinan terjadi pembalikan lapisan air. Suhu air akan mempengaruhi juga kekentalan (viskositas) air. Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut (tabel 1), tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi kimia dalam air (Kordi et al. 2007 dalam Lesmana 2002).

(5)

4

Tabel 1. Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1atm

Suhu (oC)

Kadar Oksigen terlarut (mg/liter)

Suhu (oC)

Kadar Oksigen terlarut (mg/liter)

Suhu (oC)

Kadar Oksigen terlarut (mg/liter)

0 14.62 14 10.31 28 7.83

1 14.22 15 10.08 29 7.69

2 13.83 16 9.87 30 7.56

3 13.46 17 9.66 31 7.43

4 13.11 18 9.47 32 7.30

5 12.77 19 9.28 33 7.18

6 12.45 20 9.09 34 7.06

7 12.14 21 8.91 35 6.95

8 11.84 22 8.74 36 6.84

9 11.56 23 8.58 37 6.73

10 11.29 24 8.42 38 6.62

11 11.03 25 8.26 39 6.51

12 10.78 26 8.11 40 6.41

13 10.54 27 7.97

Sumber : Cole (1983) dalam Effendi (2004)

2.3

Kolam Greenhouse (

Greenhouse ponds

)

Greenhouse merupakan struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan (tembus cahaya) dengan memanfaatkan radiasi surya. Struktur bangunan greenhouse yang tertutup menyebabkan udara stagnan, sehingga perpindahan panas dan pergerakan udara di dalam greenhouse kurang. Bahan penutup greenhouse yang tidak dapat ditembus oleh radiasi gelombang panjang menaikkan suhu udara didalam greenhouse (Sumarni 2006 diacu dalam Murniwaty 2008).

Walker (1965) diacu dalam Murniwaty (2008) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya temperatur udara di dalam greenhouse tanaman adalah tingkat intensitas radiasi matahari, tingkat kapasitas alat pemanas, besar-kecilnya perubahan panas akibat transpirasi tanaman, besar kecilnya panas yang diserap tanaman untuk fotosintesis, dan besar-kecilnya panas yang hilang melalui ventilasi serta bahan konstruksi. Garis lintang merupakan faktor utama yang mempengaruhi temperatur greenhouse. Faktor lainnya adalah ketinggian matahari, kondisi topografi yang mempengaruhi pergerakan angin dan panjang hari (Hanan, et al. 1978 diacu dalam Murniwaty 2008).

(6)

5

Menutupi kolam pada malam hari menjadi strategi yang lebih efektif karena hal ini mengurangi terjadinya kondensasi dan penggunaan energi konvensional secara serempak. Dalam teknologi solar pasif sistem, dimana konveksi dan penyerapan surya langsung oleh air berdasarkan prinsip mekanisme transfer panas, rumah kaca adalah teknologi utama yang digunakan. Dalam Fuller (2007) dijelaskan resirkulasi tangki di greenhouse polietilen dapat bertukar panas dan massa melalui berbagai mekanisme (konduksi, radiasi, konveksi dan evaporasi) dengan lantai struktural sekitarnya, permukaan dan tertutup massa udara (Gambar 1).

Gambar 1. Mekanisme pindah panas dan massa antara tangki dan struktur (Fuller (2007))

Dalam sistem kolam greenhouse, sistem dibagi menjadi empat lapisan internal (cover, udara internal, air dan tanah) dan tiga batas lapisan (langit, udara eksternal dan tanah dibawahnya). Interaksi antara lapisan melibatkan transfer panas melalui konveksi, pertukaran panas laten, radiasi termal, radiasi matahari dan konduksi. Radiasi matahari mencapai cover, air dan dasar kolam. Pertukaran radiasi termal terjadi di antara permukaan air dan cover, dan sebagian udara di langit, dan di antara cover dan langit. Konduksi panas berlangsung secara eksklusif antara tanah dan lapisan tanah di bawahnya. Konveksi dan transfer panas laten terjadi antara udara dan permukaan air, dan cover permukaan dalam dan luar, serta dari internal ke udara luar, yang disebabkan oleh kebocoran ventilasi atau udara.

2.4

Artificial neural network

Menurut Rudiyanto et al. (2004) diacu dalam Murniwaty (2008), Artificial neural network (ANN) merupakan sebuah sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik dasar menyerupai jaringan saraf bologis. Bentuk karakteristik dasar itu adalah : pertama ANN terdiri dari beberapa elemen pemrosesan dasar (neuron) yang menerima masukan dari beberapa neuron yang berada di depannya. Kedua, nilai masukan sinyal akan dikalikan dengan pembobot keterhubungan antar neuron, dan dijumlahkan secara menyeluruh dari semua masukan, dan nilai ini disebut nilai total masukan neuron. Ketiga, apabila nilai total masukan neuron melebihi ambang batas tertentu, maka neuron tersebut akan mengirim sinyal keluaran kepada semua neuron yang berhubungan dengannya. Keempat, pembobot keterhubungan antar neuron dapat diubah melalui proses pembelajaran.

(7)

6

backpropagation terdiri dari 3 layer, yaitu input layer, hidden layer, dan output layer. Input layer mempunyai n noda. Hidden layer mempunyai h noda. Output layer mempunyai m noda.

Notasi yang dipakai adalah sebagai berikut: xi Vektor masukan di mana i = 1,2,3,…n

vji Pembobot penghubung input layer dengan hidden layer dimana i = 1,2,3,…n dan j =

1,2,3,…n

wkj Pembobot penghubung hidden layer dengan output layer dimana k = 1,2,3,...n

xp data input training di mana p = 1,2,3,…p

ypj Output pada hidden layer unit ke-j dengan input xp

zpk Output pada output layer unit ke-k

tpk Target output

f Fungsi aktivasi

Struktur ANN Backpropagation diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur ANN Backpropagation.

Dalam aplikasi ANN jumlah iterasi pelatihan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kekuatan model (model robustness). Overtraining dan undertraining dapat terjadi apabila iterasi training terlalu sedikit dan terlalu banyak. Laju pelatihan (learning rate) dan momentum diperlukan dalam ANN untuk mencapai kondisi optimal. Kondisi yang diinginkan dari suatu ANN adalah galat yang kecil hingga mencapai minimum global bukan minimum lokal. Paterson (1995) diacu dalam Murniwati (2008) menyatakan bahwa koefisien laju pelatihan (η) dalam delta rule secara umum menentukan ukuran penyesuaian pembobot yang dibuat pada tiap-tiap iterasi dan karena itu mempengaruhi laju konvergensi. Apabila pemilihan laju pelatihan terlalu besar maka untuk mencapai konvergensi akan lebih lambat daripada penurunan error langsung, sebaliknya laju pelatihan yang terlalu kecil penurunan error akan melaju sangat kecil sehingga butuh waktu yang lama untuk mencapai konvergensi.

Algoritma pembelajaran ANN backpropagation menurut Rudiyanto et al (2004) adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi pembobot

(8)

7

2. Perhitungan nilai aktivasi

Perhitungan feedforward dimulai dengan menjumlahkan hasil perkalian input Xi dengan pembobot Vji. Dan menghasilkan Hj yang merupakan nilai input ke fungsi aktivasi hidden layer. Kemudian output Yj pada hidden layer unit j merupakan hasil fungsi aktivasi f dengan masukan Hj. Hal ini diformulasikan

dalam:

= = ∑ = ∑ = ∑ ∑ ( )

dengan fungsi aktivasi berupa fungsi sigmoid sebagai berikut:

= (1)

dimana β adalah gain atau slope fungsi sigmoid (konstanta).

3. Pelatihan (pengkoreksian) nilai pembobot

Pelatihan nilai pembobot pada ANN dilakukan dengan mengurangi/menurunkan total error system untuk semua data melalui koreksi pembobot. Rata-rata total error system merupakan error output untuk semua pasang data training. Perubahan total error system dapat ditulis sebagai berikut:

= ∑

(2)

dimana E adalah sebagai berikut:

= ∑ − (3)

Pengkoreksi pembobot antara output layer dan hidden layer dan antara hidden layer dan input layer berturut-turut ditulis sebagai berikut:

∆ + = −# + $∆ (4)

∆ + = −# + $∆ (t) (5)

dimana α adalah momentum (konstanta 0<α<1)

Proses perhitungan pembobot antara output layer dan hidden layer dilakukan dengan persamaan berikut:

% = &'+ ∆ + + (6)

dan pebobot antara hidden layer dan input layer dilakukan dengan persamaan berikut:

% = &'+ ∆ + (7)

4. Pengulangan

(9)

8

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 hingga Agustus 2011 yang berlokasi di kolam petani Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

3.2

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Kolam dengan alas plastik luas alas 200 cm x 200 cm dan tinggi 40 cm sebanyak 12 kolam. 2. Termometer air raksa berskala 0 – 100 oC sebanyak 12 buah.

3. Thermohygrometer. 4. Anemometer. 5. Luxmeter.

6. Plastik polyethylene (PE) bening dan biru (0.08 mm). 7. Aerator (RS-390, output 1.5 L/min).

8. Program Backpropagation Neural network.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu air hujan yang ditampung di sekitar kolam penelitian sebagai media pembenihan.

3.3

Tahapan Penelitian

(10)

9

Gambar 3. Rancangan penelitian

Mulai

Studi pustaka dan pengamatan lapang pada kolam petani :

1.Teknik pemeliharaan benih ikan

2.Suhu air optimal untuk budidaya benih ikan

Simulasi penurunan suhu air kolam :

1. Pergantian air

2. Sistem buka – tutup plastik 3. Pemberian aerasi

Persiapan kolam percobaan

Selesai

Pengamatan dan pengukuran lapang :

1. Suhu lingkungan 2. Kelembaban 3. Kecepatan angin 4. Intensitas cahaya

Suhu air kolam ≥ 300C

Pengaturan ketinggian air Pemasangan plastik

penutup Pemberian thermometer

pada masing – masing kolam

(11)

10

Adapun tahapan penelitian seperti pada Gambar 3. dijelaskan sebagai berikut : 1. Studi pustaka dan pengamatan lapang pada kolam petani

Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui teknik pengendalian suhu air pada pembenihan ikan dan model – model pendugaan dengan artifial neural network.

2. Persiapan kolam percobaan

Kolam percobaan untuk kegiatan penelitian ini disiapkan sebanyak 12 kolam seperti pada Gambar 4. dan pada setiap kolam dilakukan pemberian perlakuan yang berbeda-beda dan setiap perlakuan dilakukan dua kali pengulangan, antara lain :

a. Kolam A1 yaitu dengan ketinggian 15 cm ditutup dengan plastik PE bening. b. Kolam A2 yaitu dengan ketinggian air 35 cm ditutup dengan plastik PE bening. c. Kolam B1 yaitu dengan ketinggian air 15 cm ditutup dengan plastik PE biru. d. Kolam B2 yaitu dengan ketinggian air 35 cm ditutup dengan plastik PE biru. e. Kolam C1 yaitu dengan ketinggian air 15 cm tanpa penutup (sebagai kontrol). f. Kolam C2 yaitu dengan ketinggian air 35 cm tanpa penutup (sebagai kontrol).

Gambar 4. Kolam percobaan

Pada setiap kolam seperti pada gambar 4. diberi thermometer dan Pengamatan dilakukan selama 11 hari setiap jam.

3. Pengamatan dan pengukuran lapang.

Pengamatan dan pengukuran lapang dilakukan untuk mendapatkan kondisi lingkungan dan suhu air kolam. Adapun data-data yang diukur dalam kegiatan penelitian ini adalah :

a. Suhu air kolam

Suhu air kolam (oC) diukur dengan termometer yang dimasukkan ke dalam air sehingga suhu air di dalam kolam dapat diketahui.

b. Suhu udara lingkungan

Suhu udara (oC) diukur dengan memasang termometer di lingkungan sekitar kolam. Suhu udara ini dipengaruhi oleh cuaca harian.

c. Intensitas cahaya

Pengukuran intensitas cahaya di lingkungan sekitar kolam dilakukan diatas kolam dengan menggunakan luxmeter.

d. Kelembaban lingkungan

Pengukuran kelembaban relatif udara di lingkungan sekitar kolam dilakukan dengan menggunakan thermohigrometer.

e. Kecepatan angin

(12)

11

4. Penyusunan model pendugaan suhu optimum air kolam dari hasil identifikasi dan pengukuran data di lapangan.

Pada program backpropagation Neural network, jumlah noda yang digunakan untuk input layer adalah 6 unit, dengan data masukan yaitu waktu (pukul) (X1), suhu udara lingkungan (X2),

kelembaban (X3), kecepatan angin (X4), intensitas cahaya (X5), dan suhu kolam pada saat t (X6).

Jumlah noda untuk output layer adalah 1 noda, yaitu suhu kolam pembenihan saat t+1 (Y), sedangkan jumlah noda yang digunakan pada hidden layer adalah 12 noda. Penulisan data-data parameter output dan input dilakukan pada text editor Microsoft Notepad dengan format penulisan yang disesuaikan dengan program JST tersebut. Struktur model artificial neural network dapat dilihat pada Gambar 5.

H9 X5

X6

X0

X1

X3

X4

X2

H0

H1

H6

H3

H5

H4

H2

H7

H12

H11

H10

H8

Y

(13)

12

Gambar 5. Model ANN yang digunakan untuk pendugaan suhu Keterangan gambar :

Xi : variable input noda i pada lapisan input, i = 0,1,2,…,I

Hj : output noda j pada lapisan hidden, j = 0,1,2,…,J

Y : output pada lapisan output

Wij : bobot yang menghubungkan pada noda I pada lapisan input dengan noda j pada

lapisan hidden

Vjk : bobot yang menghubungkan noda j pada lapisan hidden dengan noda k pada lapisan output

Di dalam ANN, data-data yang merupakan hasil pengamatan tersebut dibagi menjadi 2 tipe data, yaitu data training ANN dan data validasi ANN. Dalam penelitian ini terdapat 6 buah ANN, yaitu ANN dengan plastik bening ketinggian air 15 cm, ANN dengan plastik bening ketinggian air 35 cm, ANN dengan plastik biru ketinggian air 15 cm, ANN dengan plastik biru ketinggian air 35 cm, ANN dengan tanpa plastik ketinggian air 15 cm, dan ANN dengan tanpa plastik ketinggian air 35 cm. Program simulasi dengan artificial neural network didesain dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic dan metode model artificial neural network yang digunakan adalah algoritma backpropagation. 5. Proses pembelajaran (training) algoritma dengan metode backpropagation.

Proses pelatihan (training) pada program backpropagation neural network diawali dengan memasukkan data-data input dan output yang telah disusun sesuai dengan format program sehingga program dapat mempelajari contoh input dan output yang diberikan tersebut. Dari proses training ini diperoleh nilai bobot (weight) yang akan menjadi masukan (input) untuk proses validasi.

6. Validasi model pendugaan suhu air dengan cara membandingkan hasil simulasi dan nilai aktual. Validasi dilakukan sebagai proses pengujian kinerja jaringan terhadap contoh yang belum diberikan selama proses training. Apabila proses training telah selesai dilakukan dengan mendapatkan nilai RMSE yang cukup rendah maka selanjutnya dilakukan proses validasi atau pengujian kinerja JST dengan memasukkan data-data waktu (pukul) (X1), suhu udara lingkungan (X2), kelembaban (X3),

kecepatan angin (X4), intensitas cahaya (X5), dan suhu kolam pada saat t (X6) yang baru untuk

(14)

4.1

Kondisi Lingkun

Mengetahui kondis faktor-faktor luar yang be terbuka yang memungkin Gambar 6 yang berjumlah air 15 cm (A1.1 dan A1 A2.2), kolam tertutup pla biru dengan ketinggian ai ketinggian air 15 cm (C1.

Air yang digunaka kolam tanah. Pengamatan ini bertujuan agar suhu air Beberapa paramete lingkungan, kelembaban, beberapa sampel data s beberapa hari cerah dan h maksimum antara pk. 12 mengalami maksimum lingkungan (Gambar 9) k maka pada pk.12.00-14.00

Pada grafik intensi cahaya diatas kolam kare kolam A1.1 dan A2.1 kare terhalang oleh bangunan disebelah barat (A1.2, A dengan kolam yang tertutu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ungan

disi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketa berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui. Percob inkan terkena sinar matahari secara langsung. Kolam pe lah 12 buah dengan perlakuan kolam tertutup plastik ben

1.2), kolam tertutup plastik bening dengan ketinggian lastik biru dengan ketinggian 15 cm (B1.1 dan B1.2), air 35 cm (B2.1 dan B2.2), dan kolam tanpa penutup s

1.1 dan C1.2) dan dan ketinggian air 35 cm (C2.1 dan C

Gambar 6. Kondisi lingkungan tempat percobaan kan sebagai air uji selama percobaan adalah air hujan an percobaan dilakukan satu hari setelah dilakukan peng air dalam kondisi stabil saat dilakukan pengukuran. eter lingkungan yang mempengaruhi suhu air dalam k n, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Pada Gambar suhu lingkungan selama pengamatan, sampel peng n hujan. Pada grafik pengamatan rata-rata suhu lingkun 12.00 dan 14.00. Pada Gambar 8 menyatakan grafik

intensitas cahaya pada pk. 12.00-14.00. Berbeda ) karena kelembaban lingkungan berbanding terbalik de

.00 memiliki nilai kelembaban paling rendah.

nsitas cahaya (Gambar 7) merupakan hasil rata-rata dar rena beberapa kolam ada yang telah menerima cahaya arena sinar matahari terbit tidak terhalang, berbeda deng n rumah dan pepohonan. Selain itu kolam yang tertutu A2.2, B1.2, dan B2.2) memiliki intensitas cahaya y

utup plastik yang terletak disebelah timur (A1.2, A2.2, B

13

etahui karena diharapkan obaan dilakukan di lahan pengamatan tampak pada bening dengan ketinggian ian air 35 cm (A2.1 dan ), kolam tertutup plastik p sebagai kontrol dengan

C2.2) (Lampiran 1).

n yang ditampung dalam ngisian air ke kolam, hal

kolam antara lain suhu ar 7, 8, 9, dan 10 tampak ngamatan telah meliputi ungan berada pada suhu ik intensitas cahaya juga da dengan kelembaban dengan suhu lingkungan

ari pengukuran intensitas ya terlebih dahulu seperti ngan kolam lainnya yang tup plastik yang terletak yang berbeda diatasnya

(15)

14

Gambar 7. Grafik suhu lingkungan hasil pengamatan

Gambar 8. Grafik intensitas cahaya hasil pengamatan

Gambar 9. Grafik kelembaban lingkungan hasil pengamatan

(16)

15

Gambar 10. Grafik kecepatan angin hasil pengamatan

Kecepatan angin rata-rata yang bertiup sepanjang hari dilokasi penelitian tampak pada Tabel 2 dengan kecepatan tertinggi sebesar 2.37 km/jam. Ini berarti bahwa kecepatan angin yang bertiup dilokasi penelitian selama percobaan berlangsung dapat digolongkan sebagai angin yang bertiup dengan kecepatan rendah (Lakitan 1994).

Tabel 2. Kelembaban nisbi dan kecepatan angin rata-rata harian yang terjadi selama penelitian.

Juni Juli

Tanggal

Kelembaban Udara

(%)

Kecepatan Angin (km/jam)

Tanggal

Kelembaban Udara

(%)

Kecepatan Angin (km/jam)

1 81 1 1 89 1.38

2 84 2.37 22 82 1.81

8 82 1.33 23 79 1.69

9 84 1.17 24 78 1.09

10 79 1.63 25 78 1.53

11 80 1.03 26 75 1.06

12 83 1.17 27 77 1.13

30 87 1.51 28 78 1.26

Sumber : Stasiun Klimatologi BMG Cikarawang Bogor (2011)

4.2

Pengaruh Pemberian Plastik Terhadap Suhu Air Dalam Kolam

Selain kondisi lingkungan, bahan plastik penutup pada kolam juga mempengaruhi penerimaan penyinaran matahari masuk kedalam kolam. Pada Gambar 11 ditunjukkan sampel suhu kolam pada tanggal 8, 9, dan 11 Juni 2011 cuaca cerah, terlihat bahwa pemberian plastik (A dan B) membuat suhu air kolam menjadi lebih tinggi dari pada kolam kontrol (C) pada saat malam hari. Hal ini disebabkan karena pada saat malam hari penguapan diluar lebih tinggi/lebih cepat dimana proporsi panas terasa (sensible heat) yang menyebabkan kenaikan suhu udara menjadi berkurang. Sedangkan kolam didalam plastik pada saat malam hari kondisinya relatif lebih stabil sehingga cenderung lebih hangat karena pelepasan panas tidak begitu besar.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

7 9 11 13 15 17 19 21 23 1 3 5 Waktu (WIB)

1 juni

2 juni

8 juni

9 juni

11 juni

30 juni

(17)

16

Gambar 11. Grafik perubahan suhu air kolam

Pada Gambar 11 disajikan grafik suhu air kolam, grafik dengan ketinggian 15 cm tersebut menunjukkan puncak suhu air berada pada pk 13.00 dan pk. 14.00. Kolam A1 memiliki suhu maksimum lebih tinggi yaitu 36oC, dibandingkan kolam B1 dengan nilai 35.75 oC dan C1 35.87oC.

25 27 29 31 33 35 37

7 10 13 16 19 22 1 4 7

S u h u ai r ( oC ) Waktu (WIB)

8-Juni

A1 B1 C1 25 27 29 31 33 35 37

7 10 13 16 19 22 1 4 7

S u h u ai r ( oC ) Waktu (jam)

8-Jun

A2 B2 C2 25 27 29 31 33 35 37

17 20 23 2 5 8 11 14 17

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

9-Jun

A1 B1 C1 25 27 29 31 33 35 37

17 20 23 2 5 8 11 14 17

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

9-Jun

A2 B2 C2 25 27 29 31 33 35 37

7 10 13 16 19 22 1 4 7

S u h u ai r ( oC ) Waktu (WIB)

11-Jun

A1 B1 C1 25 27 29 31 33 35 37

7 10 13 16 19 22 1 4 7

S u h u ai r ( oC ) Waktu (WIB)

11-Jun

A2 B2 C2 Keterangan :

A1 : Kolam berpenutup plastik bening dengan ketinggian air 15 cm B1 : Kolam berpenutup plastik biru dengan ketinggian air 15 cm C1 : Kolam tanpa penutup dengan ketinggian air 15 cm

A2 : Kolam berpenutup plastik bening dengan ketinggian air 35 cm B2 : Kolam berpenutup plastik biru dengan ketinggian air 35 cm C2 : Kolam tanpa penutup plastik dengan ketinggian air 35 cm

(18)

17

Data dilampirkan pada Lampiran 2. Begitupula grafik dengan ketinggian air 35 cm menunjukkan data A2 lebih tinggi dari pada B2 dan C2.

Menurut Zhu (1998) plastik berbahan polyethylene adalah bahan yang baik untuk digunakan pada kolam greehhouse daripada kaca. Polyethylene memiliki sifat fisik yang fleksibel dan ringan sehingga sering digunakan pada rumah tanaman. Akan tetapi memiliki kelemahan umur pakai yang singkat.

Beberapa sampel hasil pengukuran intensitas cahaya diluar kolam, dibawah plastik bening, dan dibawah plastik biru disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa intensitas cahaya lebih banyak diteruskan oleh plastik bening dari pada plastik biru, sehingga suhu air kolam dibawah plastik bening lebih tinggi dari pada plastik biru. Tampak bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan pada plastik bening rata-rata adalah 72.59% dari pada plastik biru dengan rata-rata sebesar 52.4%.

Tabel 3. Daya tembus intensitas cahaya pada plastik bening dan biru.

No

Intensitas cahaya (lux) Intensitas cahaya yang ditransmisikan (%) Lingkungan

luar

Dibawah plastik bening

Dibawah plastik biru

Dibawah plastik bening

Dibawah plastik biru

1 112900 83600 63100 74.04 55.89

2 106800 78700 54800 73.68 51.31

3 113200 79200 56600 69.96 50

Rata-rata 72.56 52.4

Dari grafik Gambar 11, bila dikaitkan dengan suhu air yang dibutuhkan ikan antara 25-30 oC (Susanti 2009), maka teknik penutupan kolam dengan plastik hanya dapat mengatasi penurunan suhu pada malam hari. Sedangkan pada siang hari karena intensitas penyinaran matahari yang tinggi dan energi panas yang terperangkap didalamnya membuat suhu air menjadi sangat tinggi. Akan tetapi, pada Gambar 11 tampak bahwa kenaikan dan penurunan suhu pada kolam C1 lebih cepat terjadi daripada kolam A1 dan kolam B1. Sehingga dapat dikatakan kolam dengan penutup plastik dapat membuat kecepatan kenaikan dan penurunan suhu air relatif lebih lambat. Hal ini sangat dibutuhkan bagi ikan karena tingkat kematian ikan juga dapat disebabkan stres akibat kenaikan suhu secara mendadak .

(19)

18

Gambar 12. Grafik perbandingan suhu dengan teknik pembukaan plastik siang hari

Pada tanggal 26 Juli 2011 dilakukan pengamatan dengan menambahkan aerator pada setiap kolam dan menukarkan perlakuan kolam terbuka pada kolam A dan kolam tertutup plastik bening pada kolam C (Gambar 13), hasil pengamatan disajikan pada Tabel 4. Aerator yang digunakan bermerek RS-390 dengan voltase 220V 50Hz, power 5W, dan output udara keluar dari batu aerasi 1.5 liter/menit. Terlihat bahwa suhu kolam A1 memiliki suhu maksimum lebih rendah dari pada kolam B1 dan C1. Sedangkan kolam A2 memiliki suhu maksimum hampir sama dengan kolam B2

0 10 20 30 40

6 7 8 9 10111213141516

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

22-Juli

A1 B1 C1 0 10 20 30 40

6 8 10 12 14 16

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

22-Juli

A2 B2 C2 0 10 20 30 40

6 8 10 12 14 16

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

23-Juli

A1 B1 C1 0 10 20 30 40

6 8 10 12 14 16

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

23-Juli

A2 B2 C2 0 10 20 30 40 50

6 8 10 12 14 16

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

24-Juli

A1 B1 C1 0 10 20 30 40

6 8 10 12 14 16

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

24-Juli

A2 B2 C2 Keterangan :

A1 : Kolam berpenutup plastik bening dengan ketinggian air 15 cm B1 : Kolam berpenutup plastik biru dengan ketinggian air 15 cm C1 : Kolam tanpa penutup dengan ketinggian air 15 cm

(20)

19

dan C2 hal, ini dikarenakan posisi kolam A yang memungkinkan untuk menerima sinar matahari lebih dahulu daripada kolam lainnya saat pagi hari membuat suhu yang seharusnya lebih rendah dari yang lain menjadi relatif hampir sama.

Pada Tabel 5 disajikan kandungan oksigen terlarut pada setiap kolam. Kandungan oksigen terlarut selayaknya tidak kurang dari 4 ppm (Brett 1979 diacu dalam Simanjuntak 2009) karena dapat mengakibatkan berhentinya proses pencernaan pakan, stress, dan pertumbuhan menurun. Beberapa sampel yang diambil pada Tabel 5 menunjukkan kondisi konsentrasi oksigen terlarut relatif baik bagi pertumbuhan ikan.

Tabel 4. Data hasil pengamatan suhu maksimum dan minimum kolam dengan aerator 26 Juli

Waktu Suhu (

o

C)

A1 A2 B1 B2 C1 C2

6 23 27.125 27.125 28.625 27.375 29

7 22.5 26.625 26.75 28.5 26.75 28.375

8 23 26.5 26.75 28.125 26.5 27.875

9 24.25 27.25 27.75 28.5 27.25 28.125

10 26 28 29 29.75 28.75 29

11 28.75 29.25 30.75 30.5 31 30

12 31 31.5 34.25 31.75 33.5 31.75

13 33.25 32.625 36 33.125 35.5 32.75

14 34 33.625 37 34 36.75 33.875

15 34 34.375 37.25 34.25 36 34

16 33.25 34.125 36 34 35.375 33.625

Gambar 13. Grafik perbandingan suhu dengan menggunakan aerator

0 10 20 30 40

6 8 10 12 14 16

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

A1

B1

C1 0

10 20 30 40

6 8 10 12 14 16

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

A2

B2

C2

Keterangan :

A1 : Kolam berpenutup plastik bening dengan ketinggian air 15 cm B1 : Kolam berpenutup plastik biru dengan ketinggian air 15 cm C1 : Kolam tanpa penutup dengan ketinggian air 15 cm

(21)

20

Tabel 5 . Dissolve oxygen (DO) hasil pengamatan

No Waktu (WIB) Oksigen Terlarut (DO)

A1 A2 B1 B2 C1 C2

1 10.00 7.4 7.1 7.3 5.4 6.3 5.7

2 14.00 6.8 7 6.8 5 6.7 6.6

3 17.00 6.7 7 6.6 4.9 6.5 6.2

Data suhu yang diperoleh sejauh ini masih belum memenuhi syarat kolam bagi ikan menurut Susanti (2010) yaitu 25oC-30oC. Akan tetapi dari hasil pengamatan di lapangan di kolam yang berlokasi di daerah Sawah Baru, Darmaga rata-rata suhu air pada saat siang hari dengan ketinggian air 40 cm dengan kondisi cerah berkisar antara 30oC-33oC. Dengan suhu seperti yang diperoleh di kolam petani masih memungkinkan ikan untuk dapat hidup didalamnya, selain itu ikan memiliki sifat poikilotermis sehingga fluktuasi suhunya akan mengikuti perubahan suhu medianya.

4.3

Pendugaan Suhu Air Kolam Dengan

Artificial neural network

Pemrograman simulasi dengan Artificial neural network menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic. Program pendugaan dengan model Artificial neural network menggunakan algoritma backpropagation. Bagan proses program tampak pada Gambar 14.

Data masukan yang digunakan berjumlah enam buah yaitu waktu (pukul), suhu udara luar (oC), RH (%), kecepatan angin (m/s), intensitas cahaya (lux), dan suhu air pada saat t (pukul). Layar tersembunyi yang digunakan berjumlah 1 lapis berupa 12 neuron. Output yang diharapkan adalah suhu air pada saat t+1. Data-data hasil pengukuran disusun sehingga dapat diolah menggunakan program artificial neural network.

Pembuatan model pengembangan pendugaan suhu air kolam berjumlah 6 buah ANN, yang pertama adalah ANN dengan ketinggian air kolam 15 cm tertutup plastik bening, kedua adalah ANN dengan ketinggian air kolam 35 cm tertutup plastik bening, ketiga adalah ANN dengan ketinggian air 15 cm tertutup plastik biru, keempat adalah ANN dengan ketinggian air 35 cm tertutup plastik biru, kelima adalah ANN dengan ketinggian air 15 cm tanpa penutup, dan keenam adalah ANN dengan ketinggian air 35 cm tanpa penutup.

Gambar 14. Bagan proses program

Training ANN dengan data hasil pengamatan

Data pembobot (weight) Validasi ANN dengan

data baru

Data suhu air kolam hasil validasi ANN Data pendugaan suhu air kolam

(22)

21

4.4

Training ANN

Data-data yang digunakan dalam simulasi ANN untuk menduga suhu air kolam adalah hasil pengukuran selama percobaan. Pengambilan data training dilakukan selama 188 jam meliputi hari hujan dan hari cerah. Data training dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Terdapat 6 buah data training ANN yaitu training untuk A1, A2, B1, B2, C1, dan C2.

Proses training ANN dilakukan dengan memberikan masukan data (input) nn.txt. File ini berisi data jumlah data jumlah input layer (xi), hidden layer (zi), output layer (y), dan seluruh data pengukuran yang ditulis sedemikian rupa agar dapat dibaca sebagai input dalam program Backpropagatiion Neural network. Data-data hasil training disimpan dalam menu file berekstensi txt (*.txt).

Grafik perbandingan error hasil training dengan beberapa iterasi dapat dilihat pada Gambar 15. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai error semakin kecil pada iterasi ke 200000. Sehingga untuk perhitungan selanjutnya akan dipakai hasil bobot dari iterasi sebanyak 200000.

Gambar 15. Grafik perubahan error hasil training ANN dengan beberapa iterasi

(23)

22

Dari hasil training, diperoleh beberapa kemungkinan nilai bias input, bobot input, bias output, dan bobot output. Data pembobot disimpan dalam file weight.txt. Salah satu contoh data pembobot ANN terlihat pada Lampiran 10. Nilai error data training sampai 200000 iterasi untuk A1 sebesar 5.678%, A2 sebesar 1.987%, B1 sebesar 4.146%, B2 sebesar 3.596%, C1 sebesar 2.496%, dan C2 sebesar 2.988%.

4.5

Validasi

4.5.1

Pendugaan Terkoreksi Tiap Jam

Validasi merupakan pengujian kinerja ANN terhadap contoh data yang belum pernah diberikan pada saat training. Setelah proses training selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan proses validasi dengan memasukkan data-data waktu, suhu lingkungan, kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya, suhu air saat t, untuk menduga suhu air saat t+1 berdasarkan data-data bobot yang dihasilkan selama proses training. Contoh data yang digunakan pada saat validasi adalah data-data yang tidak termasuk set data pada proses training. Set data tersebut disusun sedemikian rupa agar program Backpropagation Neural network dapat mengenali set data validasi ANN tersebut dengan benar. Set data validasi ANN disimpan dengan nama A1.txt, A2.txt, B1.txt, B2.txt, C1.txt, dan C2.txt.

Pendugaan terkoreksi tiap jam yaitu tahap validasi dimana data input yang dilakukan pada proses validasi adalah data real yang diambil dilapangan. Set data dan hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran 11,12,13,14, 15, dan 16. Hubungan antara hasil pengamatan dan pendugaan ANN terhadap output suhu air dengan menggunakan data validasi tertera pada Gambar 16.

Jika dilihat antara hasil pengamatan dan pendugaan ANN terhadap suhu air menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) A1 sebesar 79.04%, R2 A2 sebesar 92.79%, R2 B1 sebesar 91.29%, R2 B2 sebesar 90.71%, R2 C1 sebesar 86.50%, dan R2 C2 sebesar 84.16%. Dari nilai R2 yang diperoleh maka sistem ANN untuk semua data telah dilatih dengan baik karena kemampuan variable bebas (x) dalam menjelaskan varians dari variable terikatnya (y) lebih dari 50%. Kurva perbandingan antara hasil validasi dan pengamatan dapat dilihat pada Gambar 17.

Dari grafik hubungan antara hasil pengamatan dan pendugaan ANN pada kolam A1, A2, B1, B2, C1 dan C2 hasil duga ANN dapat dikatakan cukup baik, akan tetapi perlu diperhatikan seberapa besar perbedaan suhu yang ditunjukkan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan jika perbedaan data yang diperoleh lebih dari 2oC. Seperti yang ditampilkan pada Tabel 6 meskipun persentase error tidak lebih dari 10%, namun maksimum error pendugaan antara data pengamatan dan data pendugaan untuk kolam A1, B1, C1, dan C2 bernilai lebih dari 2oC sehingga dapat dikatakan proses training kurang akurat.

Tabel 6. Nilai error rata-rata dan error maksimum hasil perhitungan data terkoreksi

Kolam

Rata-rata (oC) Maksimum (oC)

Error (%)

(Tpengamatan-Tduga)

(Tpengamatan-Tduga)

A1 0.834 3.554 8.879

A2 0.388 1.25 7.465

B1 0.56 2.267 8.433

B2 0.39 1.263 6.738

C1 0.857 2.201 5.353

(24)

23

Gambar 16. Grafik perbandingan suhu duga dan suhu pengamatan terkoreksi

25 27 29 31 33 35 37 39

7 12 17 22 3 8 13 18 23 4

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

A1

T duga T real 25 27 29 31 33 35 37

7 12 17 22 3 8 13 18 23 4

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

A2

T duga T real 25 27 29 31 33 35 37

7 12 17 22 3 8 13 18 23 4

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

B1

T duga T real 25 27 29 31 33 35

7 12 17 22 3 8 13 18 23 4

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

B2

T duga T real 25 27 29 31 33 35 37

7 12 17 22 3 8 13 18 23 4

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

C1

T duga T real 25 27 29 31 33 35

7 12 17 22 3 8 13 18 23 4

S u h u ( oC ) Waktu (WIB)

C2

T duga T real Keterangan :

A1 : Kolam berpenutup plastik bening dengan ketinggian air 15 cm B1 : Kolam berpenutup plastik biru dengan ketinggian air 15 cm C1 : Kolam tanpa penutup dengan ketinggian air 15 cm

(25)

24

Gambar 17. Kurva nilai koefisien determinasi hasil validasi terkoreksi terhadap suhu pengamatan

25 27 29 31 33 35 37 39

25 27 29 31 33 35 37 39

T d u g a( oC )

T real(oC)

A1

25 27 29 31 33 35 37 39

25 27 29 31 33 35 37 39

T d u g a( oC )

T real(oC)

A2

25 27 29 31 33 35 37 39

25 27 29 31 33 35 37 39

T d u g a( oC )

T real(oC)

B1

25 27 29 31 33 35 37 39

25 27 29 31 33 35 37 39

T d u g a( oC )

T real(oC)

B2

25 27 29 31 33 35 37 39

25 27 29 31 33 35 37 39

T d u g a( oC )

T real(oC)

C1

25 27 29 31 33 35 37 39

25 27 29 31 33 35 37 39

T d u g a( oC )

T real(oC)

C2

R2=0.7904

R2=0.9279

R2=0.9129

R2=0.9071

R2=0.8650 R

2

(26)

25

4.5.2

Pendugaan Tanpa Koreksi

Pendugaan tanpa koreksi adalah tahap validasi yang dilakukan dengan menggunakan input dari hasil validasi data sebelumnya. Set data dan hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran 17, 18, 19, 20, 21, dan 22. Hubungan antara hasil pengamatan dan pendugaan ANN terhadap output suhu air dengan menggunakan data validasi tertera pada Gambar 18.

Jika dilihat antara hasil pengamatan dan pendugaan ANN terhadap suhu air menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) A1 sebesar 60.8%, R2 A2 sebesar 42.3%, R2 B1 sebesar 79.2%, R2 B2 sebesar 48.1%, R2 C1 sebesar 76.9%, dan R2 C2 sebesar 21%. Dari nilai R2 yang diperoleh maka sistem ANN untuk A1,, B1, dan C1 telah dilatih dengan baik karena kemampuan variable bebas (x) dalam menjelaskan varians dari variable terikatnya (y) lebih dari 50%. Berbeda dengan A2, B2, danC2 yang bernilai kurang dari 50% yang berarti kontribusi x terhadap keragaman y hanya sebesar 42,3%, 48.1%, dan 21% dimana masih terdapat varians variable lain yang dijelaskan faktor lain. Kurva perbandingan antara hasil validasi dan hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 19.

Dari grafik hubungan antara hasil pengamatan dan pendugaan ANN pada kolam A1, A2, B1, B2, C1 dan C2 hasil duga ANN dapat dikatakan cukup baik, akan tetapi perlu diperhatikan seberapa besar perbedaan suhu yang ditunjukkan. Seperti yang ditampilkan pada Tabel 7 meskipun persentase error tidak lebih dari 10%, namun maksimum error pendugaan antara data pengamatan dan data pendugaan bernilai lebih dari 2oC. Hasil eror ditampilkan dalam Lampiran 17, 18, 19, 20, 21, dan 22.

Tabel 7. Nilai error rata-rata dan error maksimum hasil perhitungan data tanpa koreksi

Kolam

Rata-rata (oC) (Tpengamatan-Tduga)

Maksimum (oC)

(Tpengamatan-Tduga) Error (%)

A1 1.767 5.13 6.04

A2 0.996 2.373 4.961

B1 0.861 2.827 6.843

B2 0.674 2.288 7.069

C1 1.358 3.21 4.923

(27)

Gambar 18. Gr

25

27

29

31

33

35

37

39

41

7 10 13 16 19

S u h u ( o C ) Waktu (WI 25 27 29 31 33 35 37

7 10 13 16 19

S u h u ( oC ) Waktu (WI 25 27 29 31 33 35 37

7 10 13 16 19

S u h u ( o C ) Waktu (W Keterangan :

A1 : Kolam berpenutup B1 : Kolam berpenutup C1 : Kolam tanpa penu A2 : Kolam berpenutup B2 : Kolam berpenutup C2 : Kolam tanpa penu

Grafik perbandingan suhu duga dan suhu pengamatan ta

19 22 1 4

(WIB) T real T duga

A1

25 27 29 31 33 35

7 10 13 16 19 22

S u h u ( oC ) Waktu (WI

22 1 4

(WIB) T real T duga

B1

25 27 29 31 33

7 10 13 16 19 22

S u h u ( o C ) Waktu (WIB)

22 1 4 u (WIB) T real T duga

C1

25 27 29 31 33 35

7 10 13 16 19 22

S u h u ( oC ) Waktu (WIB

tup plastik bening dengan ketinggian air 15 cm tup plastik biru dengan ketinggian air 15 cm

nutup dengan ketinggian air 15 cm

tup plastik bening dengan ketinggian air 35 cm tup plastik biru dengan ketinggian air 35 cm

nutup plastik dengan ketinggian air 35 cm

26

tanpa koreksi

22 1 4

WIB)

T real

T duga

A2

22 1 4

IB)

T real

T duga

B2

22 1 4

WIB)

T real

T duga

(28)

Gambar 19. Kurva nilai k 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 25262728293031 T d u g a( oC ) T pengam 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 25262728293031 T d u g a( oC ) T pengam

R2= 0.792

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 25262728293031 T d u g a( oC ) T pengam

R2=

A1

B1

C1

i koefisien determinasi hasil validasi tanpa koreksi terha

31323334353637383940 ngamatan(oC)

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 2526272829303132 T d u g a( oC ) T pengamat R2 31323334353637383940 ngamatan(oC)

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 2526272829303132 T d u g a( oC ) T pengamat

R2=0.481

31323334353637383940 ngamatan(oC)

=0.769 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 2526272829303132 T d u g a( oC ) T pengamat

R2=0.210

R2=0.608

A2

B2

C2

27

rhadap suhu pengamatan

323334353637383940 amatan(oC)

2=0.423

323334353637383940 amatan(oC)

(29)

28

4.6

Simulasi Penurunan Suhu Air yang Terlalu Tinggi

Untuk mengatasi permasalahan suhu diluar batas suhu optimum akibat penggunaan plastik seperti pada Gambar 11, maka dilakukan beberapa simulasi dengan melakukan teknik pergantian air, membuka tutup plastik, dan penggunaan aerasi.

4.6.1 Pergantian air

Data yang digunakan untuk simulasi penambahan air adalah data kolam B2. Pemilihan data ini didasarkan pada hasil validasi data dibandingkan dengan data pengamatan yang memiliki perbedaan tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan data yang lain. Simulasi penambahan air menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut:

a. Volume total air di dalam kolam 1300 liter

b. Pergantian air dilakukan selama 5 jam sebanyak 130 liter/jam c. Suhu air pengganti (air sumur) 27oC

Menurut asas Black apabila ada dua benda yang suhunya berbeda kemudian disatukan atau dicampur maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi keseimbangan termal (suhu kedua benda sama). Secara matematis dapat dirumuskan :

()*+,-= (.*/01,

234+ 53− 6 = 274+ 6 − 57 Dimana :

Q adalah kalor yang dibutuhkan (J) m adalah massa benda (kg) c adalah kalor jenis (J/kgoC)

53 adalah suhu sebelum dilakukan pergantian air (oC) 57 adalah suhu air pengganti (27oC)

T adalah suhu air setelah dilakukan pergantian air (oC)

(30)
[image:30.595.92.495.58.777.2]

29

Gambar 20. Grafik suhu air sebelum dan sesudah pergantian air

4.6.2

Buka tutup plastik kolam

Teknik selanjutnya yang digunakan untuk mengatasi kenaikan suhu yang terlalu tinggi pada siang hari adalah dengan cara membuka plastik penutup pada saat pk. 07.00 sampai pk. 16.00. Harapannya suhu yang dihasilkan akan sama dengan suhu kolam yang terbuka. Data hasil pengamatan secara lengkap tampak pada Lampiran 25. Data suhu kolam pembanding dihasilkan dari proses validasi ANN berdasarkan kolam masing-masing. Berikut ini ditampilkan grafik perbandingan suhunya.

Gambar 21. Grafik perbandingan suhu kolam tertutup dan terbuka kolam A1

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

7 10 13 16 19 22 1 4 7 10 13 16 19 22 1 4

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

T tanpa pergantian air

T dengan pergantian air

0 5 10 15 20 25 30 35 40

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

T terbuka

[image:30.595.135.487.82.252.2]
(31)

30

[image:31.595.169.469.82.252.2]

Gambar 22. Grafik perbandingan suhu kolam tertutup dan terbuka kolam A2

Gambar 23. Grafik perbandingan suhu kolam tertutup dan terbuka kolam B1

Gambar 24. Grafik perbandingan suhu kolam tertutup dan terbuka kolam B2

Dari grafik terlihat bahwa pada kolam A1 mampu menurunkan suhu air pada saat dilakukan pembukaan plastik. Berbeda dengan kolam A2, B1 dan kolam B2 mengalami kenaikan suhu dibandingkan pada saat dilakukan penutupan plastik. Karena pendugaan dilakukan tanpa koreksi sehingga hal ini dapat disebabkan karena data training sebelumnya telah menunjukkan tingkat akurasi

0 5 10 15 20 25 30 35 40

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

T terbuka

T tertutup

0 5 10 15 20 25 30 35 40

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

T terbuka

T tertutup

0 5 10 15 20 25 30 35 40

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

T terbuka

[image:31.595.169.469.286.456.2]
(32)

31

yang rendah yang mengakibatkan data duga pada kolam menjadi lebih tinggi pada saat dilakukan pembukaan plastik.

4.6.3

Aerasi

[image:32.595.105.517.126.810.2]

Dalam kondisi nyata dimana dalam pemeliharaan ikan dalam kolam meliputi beberapa hal seperti pergantian air, kepadatan populasi, dan pemakaian aerasi. Oleh karena itu dilakukan pengamatan dengan menggunakan aerasi untuk membuktikan apakah akan berpengaruh terhadap suhu air kolam. Aerator yang digunakan adalah RS-390 dengan voltase 220V 50Hz, power 5W, dan output udara keluar dari batu aerasi 1.5 liter/menit. Hasil pengamatannya tampak pada Lampiran 26, 27, 28, dan 29. Grafik pembanding diperoleh dari hasil validasi ANN tanpa koreksi dengan data masukan yang sama dengan hasil pengamatan di lapangan. Berikut ini ditujukkan gambar grafik perbandingan suhu dengan menggunakan aerasi dan tanpa aerasi.

Gambar 25. Grafik perbandingan suhu dengan aerator dan tanpa aerator kolam A1

Gambar 26. Grafik perbandingan suhu dengan aerator dan tanpa aerator kolam A2

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

7 10 13 16 19 22 1 4 7 10 13 16 19 22 1 4

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

aerator

tanpa aerator

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

7 10 13 16 19 22 1 4 7 10 13 16 19 22 1 4

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

aerator

(33)
[image:33.595.106.512.46.594.2]

32

Gambar 27. Grafik perbandingan suhu dengan aerator dan tanpa aerator kolam B1

Gambar 28. Grafik perbandingan suhu dengan aerator dan tanpa aerator kolam B2

Dari hasil pengamatan dan hasil simulasi menggunakan ANN dapat dilihat bahwa terdapat sedikit pengaruh dari pemberian aerasi pada kolam. Pada kolam dengan ketinggian 15 cm dengan diberi aerasi memberikan pengaruh pada suhu maksimum yang menjadi lebih rendah daripada tanpa diberi aerasi. Sedangkan untuk kolam dengan ketinggian 35 cm suhu maksimumnya menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa diberi aerasi. Hal ini dapat disebabkan pada kolam dengan ketinggian 15 cm sangat rentan terhadap perubahan suhu, sehingga dengan memberikan hembusan udara dari luar yang suhunya lebih rendah daripada suhu didalam memberikan pengaruh langsung terhadap suhu air didalamnya.

Dari hasil simulasi yang diperoleh, tindakan yang mampu mengatasi kenaikan suhu yang tinggi pada kolam berpenutup plastik adalah dengan menambahkan air pada saat suhu mulai mengalami kenaikan. Dibandingkan dengan kolam yang dilakukan pembukaan penutup pada siang hari yang suhunya tetap dipengaruhi oleh suhu udara lingkungan saja belum mampu memberikan perubahan penurunan yang signifikan. Sedangkan dengan memberikan aerasi pada kolam juga hanya sedikit berpengaruh pada penurunan suhu air, karena beberapa faktor seperti ketinggian dan peletakan batu aerasi dapat menyebabkan penyebaran suhu di dalam kolam tidak merata.

V. KESIMPULAN

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

7 10 13 16 19 22 1 4 7 10 13 16 19 22 1 4

S

u

h

u

(

o

C

)

Waktu (WIB)

aerator

tanpa aerator

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

7 9 11131517192123 1 3 5 7 9 11131517192123 1 3 5

S

u

h

u

(

oC

)

Waktu (WIB)

aerator

(34)

33

5.1

Kesimpulan

1. Model pendugaan suhu air kolam dibuat dengan menggunakan artificial neural network dengan metode pelatihan algoritma backpropagation yang terdiri dari 3 layer dengan jumlah noda (unit) tiap layer adalah 6 noda untuk input layer, 12 noda untuk hidden layer, dan 1 noda untuk output layer. Variabel yang digunakan sebagai parameter pada input layer adalah jam (t) (X1), suhu udara lingkungan (X2), kelembaban (X3), kecepatan angin (X4), intensitas

cahaya (X5), dan suhu kolam pada saat t (X6) sedangkan sebagai parameter pada output layer

adalah suhu air t+1 (Y).

2. Akurasi ANN tampak pada hasil validasi tanpa koreksi. Perbedaan hasil yang diperoleh antara hasil pengamatan dan hasil dugaan rata-rata adalah 1.767oC untuk A1, 0.9962oC untuk A2, 0.8612oC untuk B1, 0.6742oC untuk B2, 1.3582oC untuk C1 dan 1.5642oC untuk C2. Meskipun hasil validasinya cukup baik akan tetapi perbedaan suhu yang melebihi 2oC ini dapat dikatakan pendugaan suhu masih kurang akurat. Akurasi data juga dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 kolam A1, A2, B1, B2, C1, dan C2 berturut-turut adalah 60.8%, 42.3%, 79.2%, 48.1%, 76.9%, dan 21%.

3. Plastik bening mampu menaikkan suhu lebih tinggi dari pada plastik biru. Penggunaan plastik relatif lebih mampu mempertahankan suhu pada saat malam hari dibandingkan kolam kontrol. Akan tetapi suhu yang dihasilkan pada siang hari pun menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kolam kontrol.

4. Pemakaian plastik pada kolam dapat membantu menurunkan tingkat fluktuasi suhu air dalam kolam. Selain itu pemakaian plastik dibandingkan dengan kolam kontrol yaitu mampu menjaga suhu dalam kondisi optimal pada saat malam hari. Beberapa simulasi yang dilakukan antara lain melakukan pergantian air, membuka penutup pada siang hari, dan pemberian aerasi dilakukan untuk memperoleh teknik yang baik untuk mengatasi kenaikan suhu yang terlalu tinggi pada pada kolam berpenutup. Melakukan pergantian air pada saat suhu mencapai maksimum terbukti mampu mengatasi permasalahan kenaikan suhu dibandingkan teknik lainnya.

5.2

Saran

1. Dalam penelitian lebih lanjut perlu dilakukan penambahan variabel-variabel yang mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan ikan dalam kolam berpenutup plastik.

2. Simulasi pergantian air untuk mengatasi kenaikan suhu masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk optimasi pergantian air.

(35)

MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN PENDUGAAN SUHU AIR

KOLAM DENGAN TUTUP PLASTIK UNTUK BUDIDAYA

BENIH IKAN

SKRIPSI

OKTA DANIK NUGRAHENI

F14070058

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(36)

34

DAFTAR PUSTAKA

Devily Devi Stevy. 2008. Pengaruh Medan Listrik pada Media Pemeliharaan Terhadap Tinngkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Gerame Osphronemus gourame Lac. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.

Effendi Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fuller RJ. 2007. Solar Heating System for Recirculation Aquaqulture. Aquaculture Engineering. 36 : 250-260.

Junianto Ponco W. 2005. Optimasi Laju Pergantian dan Pemanasan air Akuarium untuk Pembenihan Ikan Patin (Pangasius Sp.) dengan Artificial neural network. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian., IPB, Bogor.

Kamil Soelaeman, Pawito. 1983. Termodinamika dan Pindah Panas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Lakitan B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Rajawali Press. Jakarta.

Lesmana Darti S. 2002. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murniwaty. 2008. Analisis Sudut Datang Radiasi Matahari pada Atap Gelombang dan Pendugaan Temperatur Udara dalam Greenhouse Menggunakan Prinsip Pindah Panas dan Artificial neural network. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Puspitaningrum Diyah. 2006. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan. Andi Offset. Yogyakarta.

Rahman Cecep Saepul. 2010. Rancang Bangun Model Peringatan Dini Banjir dengan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Berbasis Teknologi Short Message Service (SMS) Studi Kasus Bendung Katulampa. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Resti. 2010. Statistik Perikanan.www.sukabumi.bps.go.id. [8 Januari 2011]

Rudiyanto B.I. Setiawan. 2004. Backpropagation Artificial neural network. Artikel. Departemen Teknik Pertanian. Fateta- ipb. Bogor.

Rudiyanto. 2002. Model Simulasi Pengendalian Suhu Air Pembenihan Ikan Patin (pangasius sp.) pada Sistem Resirkulasi tertutup dengan Logika Fuzzy. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Samudra W. 1982. Rancangan dan Uji Teknis Alat Pengering Energi Surya dengan Gudang Penyimpan Panas. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Simanjuntak Chandra Feliks. 2009. Optimasi Pemanasan Air Akuarium untuk Menjaga Suhu Air pada Pembenihan Ikan Bawal (Colossoma macropomum) dengan Artificial neural network dan Rabdorm Search. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Suhardiyanto Herry. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah. IPB Press. Bogor Sumarni Eni. 2006. Optimasi Error Laju Aliran Udara (AFR) pada Evaporative Cooling

(37)

35

Susanti Agusti Irri. 2009. Modifikasi Kolektor Surya dengan tambahan plat seng ber cat hitam untuk meningkatkan suhu air pembenihan ikan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Tambunan AH, Abdullah Kamaruddin, Nababan Binsar. 2006. Analisis Eksergi Penyimpan Panas untuk Sistem Pengering Berenergi Surya. Keteknikan Pertanian. 20 : 235-242.

(38)

MODEL JARINGAN SARAF TIRUAN PENDUGAAN SUHU AIR

KOLAM DENGAN TUTUP PLASTIK UNTUK BUDIDAYA

BENIH IKAN

SKRIPSI

OKTA DANIK NUGRAHENI

F14070058

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(39)

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK MODEL TO PREDICT THE

TEMPERATURE OF PONDS WATER WITH PLASTIC COVER FOR

JOUVENILE FISH FARMING

Okta Danik Nugraheni and I Wayan Astika

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail : oktadanik@yahoo.com

ABSTRACT

High and low temperature, as well as the fluctuation of water temperature are not suitable for fish farming, especially for jouvenile fishes. The using of plastic cover is one of several alternatives to maintain water temperature, as it is used in the temperature maintaining of horticulture greenhouse. Six treatments with two replications were applied in this research. The treatments were transparent plastic covers, blue plastic covers, and no plastic cover with 15 cm and 35 cm water depth. The relationship between water temperature with related variable : light intensity, relative humidity, air temperature, wind velocity, and the time was formulated with artificial neural network. Simulation results showed that in a 2x2-m2 pond by using plastic cover can increase 5oC water temperature compared no cover. Plastic cover can maintain the night water temperature but can not avoid the excessive noon temperature. Some actions that can be done to reduce the excessive temperature is opening plastic cover in the afternoon, giving aeration, and flowing fresh water. The most significant impact is flowing fresh water.

(40)

OKTA DANIK NUGRAHENI. F14070058. Model Jaringan Saraf Tiruan Pendugaan Suhu Air Kolam dengan Tutup Plastik untuk Budidaya Benih Ikan. Di bawah bimbingan I Wayan Astika. 2011

RINGKASAN

Suhu adalah salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup ikan. Menurut Rudiyanto (2002), hubungan antara suhu dengan pertumbuhan ikan yaitu adanya pertumbuhan yang kecil atau tidak ada pertumbuhan dibawah suhu tertentu (20oC), selanjutnya laju pertumbuhan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu sampai mencapai titik maksimum pada suhu sekitar 30oC dan kemudian menurun kembali atau mungkin menjadi negatif pada suhu letal (suhu diatas 30oC). Terjadinya perubahan suhu air yang mendadak akan berdampak kurang baik terhadap ikan, seperti ikan mengalami stress yang dicirikan dengan berenang melonjak-lonjak, mengapung, dan bernafas dipermukaan air. Jika kondisi ini berlangsung lama akan berdampak buruk bagi pertumbuhan ikan bahkan kematian.

Pemanfaatan energi surya untuk menghangatkan suhu udara dalam ruang tertutup dan air budidaya ikan pernah dilakukan sebelumnya dengan pemanfaatan kolektor surya. Pemakaian kolektor surya dianggap terlalu berat bagi petani yang bergerak di bidang perikanan. Untuk itu dilakukan teknik yang lebih sederhana dengan melihat manfaat greenhouse yang banyak dilakukan pada bidang pertanian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pemakaian penutup plastik berbahan polyethylen pada kolam ikan.

Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendugaan suhu pada lingkungan kolam dengan jaringan saraf tiruan (Artificial neural network) dan mengetahui pengaruh penggunaan plastik penutup pada kolam terhadap suhu air kolam.

Ada tiga perlakuan dalam penelitian ini, 1) kolam A1 dengan penutup plastik polyethylene berwarna bening ketinggian air 15 cm, dan A2 dengan ketinggian air 35 cm 2) B1 yaitu kolam dengan penutup plastik polyethylene berwarna biru ketinggian air 15 cm dan B2 dengan ketinggian air 35 cm, dan 3) C1 yaitu kolam dengan tanpa penutup sebagai kolam kontrol dengan ketinggian air 15 cm dan C2 dengan ketinggian air 35 cm. Masing-masing kolam terdiri dari dua kali pengulangan. Pengamatan dilakukan selama 11 hari. Data training berjumlah 5 hari dan sisanya digunakan untuk validasi.

Validasi dilakukan dengan dua cara yaitu validasi terkoreksi tiap jam dan validasi tanpa koreksi. Dari hasil pengujian tanpa koreksi diperoleh perbedaan hasil antara hasil pengamatan dan hasil dugaan rata-rata adalah 1.767oC untuk A1, 0.9962oC untuk A2, 0.8612oC untuk B1, 0.6742oC untuk B2, 1.3582oC untuk C1, dan 1.5642oC untuk C2. Meskipun hasil validasinya cukup baik akan tetapi perbedaan suhu yang melebihi 2oC ini dapat dikatakan pendugaan suhu masih kurang akurat. Akurasi data juga dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 kolam A1, A2, B1, B2, C1, dan C2 berturut-turut adalah 60.8%, 42.3%, 79.2%, 48.1%, 76.9%, dan 21%.

Pemakaian plastik mampu menjaga air tetap hangat pada malam hari akan tetapi tidak mampu mengatasi kenaikan suhu pada siang hari. Untuk itu, dilakukan beberapa simulasi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Yaitu dengan melakukan pergantian air sebanyak 650 liter selama 5 jam, melakukan pembukaan tutup plastik pada siang hari, dan pemakaian aerasi. Dari ketiga simulasi yang dilakukan teknik pergantian air mampu menurunkan suhu air pada saat siang hari.

(41)

Model Jaringan Saraf Tiruan Pendugaan Suhu Air Kolam dengan Tutup Plastik

untuk Budidaya Benih Ikan

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

OKTA DANIK NUGRAHENI F14070058

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(42)

Judul Skripsi : Model Jaringan Saraf Tiruan Pendugaan Suhu Air Kolam dengan Tutup Plastik untuk Budidaya Benih Ikan.

Nama : Okta Danik Nugraheni

NIM : F14070058

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si.) NIP. 19631031 198903 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP 19661201 199103 1 004

(43)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Model Jaringan Saraf Tiruan Pendugaan Suhu Air Kolam dengan Tutup Plastik untuk Budidaya Benih Ikan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Yang membuat pernyataan

<

Gambar

Gambar 20. Grafik suhu air sebelum dan sesudah pergantian air
Gambar 24. Grafik perbandingan suhu kolam tertutup dan terbuka kolam B2
Gambar 25. Grafik perbandingan suhu dengan aerator dan tanpa aerator kolam A1
Gambar 27. Grafik perbandingan suhu dengan aerator dan tanpa aerator kolam B1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pertama penelitian ini yaitu untuk menduga parameter menggunakan pendekatan GSCA dan mengetahui pengaruh antar faktor dalam variabel laten pada proses

a) Potensi bahaya: kontaminasi kimia, bakteri patogen dan benda asing karena kesalahan penanganan. b) Potensi cacat mutu: kemunduran mutu kesalahan penanganan. c)

Sementara itu, pada saat yang sama, tidak jauh dari tembok pagar kantor tersebut, ada tiga orang yang diam-diam mengikuti perkembangan situasi di dalam.. Mereka

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Ekobiologi Reproduksi Ikan Opudi Telmatherina antoniae (Kottelat, 1991) Sebagai Dasar Konservasi Ikan

Meskipun interaksinya berpengaruh tidak nyata, namun berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1) memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa pada setiap taraf perlakuan

Kecerdasan emosi didefinisikan oleh Mayer, Caruso dan Salovey (2000) sebagai “kebolehan untuk mempersepsi dan meluahkan emosi, mengasimilasi emosi dalam fikiran, memahami

KOMPONEN II : PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA BERBASIS MASYARAKAT • Terbentuknya 411 LPSTK dan sekitar 2000. POKMAS dengan jumlah anggota

Dalam pengambilan studi pendahuluan peneliti menggunakan teknik wawancara, yang menunjukan bahwa ada 4 mahasiswa ingin melanjutkan pendidikan profesi ners dengan