• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN

AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH

PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI

NOWA ADIPATI SIREGAR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Nowa Adipati Siregar

(4)

ABSTRAK

NOWA ADIPATI SIREGAR. Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi. Dibimbing oleh IMPRON.

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi nilai jualnya adalah faktor fisik seperti kualitas dan penampilan buahnya. Suhu udara mempunyai pengaruh terhadap respon akumulasi panas (heat unit) dan fenologi tanaman kemudian berguna untuk penentuan masa tanam suatu tanaman pada berbagai kondisi suhu lingkungan, dimulai dari masa penanaman benih sampai masa panen. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati profil vertikal suhu dan kelembaban udara disekitar tajuk tanaman serta menganalisis pengaruh naungan paranet terhadap akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah. Hasil penelitian menunjukkan profil vertikal suhu udara dan kelembaban relatif disekitar tajuk tanaman cabai merah sangat fluktuatif yaitu memiliki pola lapse rate dan inversi pada setiap ketinggian. Akumulasi panas tanaman cabai merah tanpa naungan dan naungan 50% sebesar 1750 Cohari dan 2005 Cohari (15% lebih besar daripada tanaman tanpa naungan). Secara keseluruhan, pemakaian naungan paranet dapat menurunkan suhu udara sebesar 0.3 oC. Tanaman cabai merah tidak cocok ditanam dengan menggunakan naungan 75% karena fase generatif tanaman menjadi terhambat.

Kata kunci: profil vertikal suhu udara, akumulasi panas, cabai merah (Capsicum annuum L.), fenologi, naungan.

ABSTRACT

NOWA ADIPATI SIREGAR. Temperature Vertical Profile and Heat Unit of Red Pepper on Paranet Shaded and Non-shaded Condition. Supervised by IMPRON.

Red pepper (Capsicum annuum L.) is an economically high valued plant which its selling influenced by physical factors such as quality and appearance. Air temperature affects heat unit response and plant phenology which can be used to determine planting period on various environment temperature condition, starting from seed planting until harvesting period. This research aimed to observe temperature and relative humidity vertical profiles around plant canopy and to analyse paranet shading influence toward heat unit and phenology of red pepper plant. The result shows air temperature and relative humidity vertical profile around plant canopy are fluctuative as having lapse rate and inversion pattern at each height.Heat unit of non-shaded and 50%-shaded red pepper plant are 1750 Coday and 2005 Coday respectively (15% greater than without shading). As a whole, using of paranet shading can decrease air temperature by 0.3 oC. Red pepper plant is unsuitable to be planted using 75%-shading because its generative phase become obstructed.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PROFIL VERTIKAL SUHU UDARA DAN

AKUMULASI PANAS TANAMAN CABAI MERAH

PADA KONDISI TERNAUNGI DAN TIDAK TERNAUNGI

NOWA ADIPATI SIREGAR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi

Nama : Nowa Adipati Siregar NIM : G24080047

Disetujui oleh

Dr IrImpron, MAgrSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah perkembangan dan pertumbuhan tanaman, dengan judul Profil Vertikal Suhu dan Akumulasi Panas Tanaman Cabai Merah pada Kondisi Ternaungi dan Tidak Ternaungi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1. Keluarga tercinta, Bapak, Mama, Bang Dika, Teh Shita, Anggi, Adinda, Vista dan Abi yang penulis sangat sayangi atas dukungan, do’a dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.

2. Dr Ir Impron, MAgrSc, selaku dosen pendamping yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam penyelesaian karya tulis ini.

3. Ir Bregas Budianto, AssDpl dan Yon Sugiarto, SSi MSc, selaku dosen penguji sidang tugas akhir.

4. Dr Ir Rini Hidayati, MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat selama penulis menuntut ilmu di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

5. Nuryadi,SSi MSi, selaku Kepala Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga Bogor yang telah menyediakan lahan penelitian tugas akhir.

6. Seluruh dosen GFM yang telah memberikan ilmu dan wawasannya.

7. Bapak Yudi atas kediaannya dalam membantu pengolahan lahan penelitian. 8. Seluruh staf Tata Usaha GFM Pak Badrudin, Bu Wanti, Pak Azis, Pak

Nandang, Mas Kiki, Pak Pono atas bantuan untuk semua urusan administrasi.

9. Teman satu bimbingan skripsi (Kresna Rahardian, Enda Ulinata, Rizal Choirul Insani, dan Ika Purnamasari), sahabat terbaik GFM 46 Muharrom, Winda, Hijjaz, Rikson, Dimas, Edo, Ipin, Noya, Ika F, Silvi, Dissa, Wayan, Lidya, Risa, May, Risna, Eka Fay, Nita, Fahmi, Wengki, Tommy, Santi, Dodik, Zaenal, Icha, Ervan, Ocha, Jame, Dwi Putri, Ima, Sholah, Rini Abu, Eko, Hanifah, Iif, Halimah, Normi, Gaseh, Depe, Hifdy, Dieni, Zia, Bambang, Khabib, Alin, Didi, Rini, Eka A dan Umar, teman satu angkatan (Citra, Iput, Taufik, Geno, Hanifah dan teman-teman GFM 45 lainnya)

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karakteristik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) 2

Cabai Besar Varietas Seloka IPB 3

Fenologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) 4

Konsep Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU) 5

Naungan 6

METODE 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Bahan 6

Alat 6

Metode Pelaksanaan 7

Pengamatan 8

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 11

Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Tajuk Tanaman 11

Fase Perkembangan Tanaman Cabai Merah 14

Akumulasi Panas (Heat Unit) dan Fenologi Tanaman Cabai Merah 14 Faktor yang Mempengaruhi Akumulasi Panas dan Fenologi Tanaman 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(11)

DAFTAR TABEL

1 Fase perkembangan cabai merah (Capsicum annuum L.) 4 2 Akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah 15 3 Akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian 17

DAFTAR GAMBAR

1 Cabai merah varietas Seloka IPB (Capsicum annum L ) 3 2 Jarak antar tanaman dalam baris untuk perlakuan naungan 7

3 Pembagian petak perlakuan 10

4 Lokasi penelitian 11

5 Profil vertikal suhu udara di sekitar tanaman cabai merah pada (a) 2 MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan

50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -) 12

6 Profil vertikal kelembaban udara di sekitar tanaman cabai merah pada (a) β MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan 50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -) 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data perhitungan akumulasi panas (heat unit) 22 2 Persentase perpindahan fase perkembangan tanaman cabai merah 25 3 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa semai 26 4 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa tanam 27 5 Data selisih hari setiap fase perkembangan antar naungan 29 6 Data selisih hari antar selang fase perkembangan pada kondisi tanpa

naungan 0% dan naungan 50% 30

7 Data selisih nilai suhu udara pada setiap ketinggian 30 8 Data selisih nilai kelembaban udara pada setiap ketinggian 31

9 Data produksi panen cabai merah Seloka IPB 31

10 Data kalibrasi sensor suhu bola basah dan bola kering 31 11 Analisis ragam regresi linear suhu bola kering dengan naungan 33 12 Analisis ragam regresi linear kelembaban relatif dengan naungan 33 13 Deskripsi lengkap cabai merah varietas Seloka IPB 33 14 Perubahan fase pada tanaman cabai merah tanpa naungan 35 15 Penyakit tanaman cabai merah (a) antraknosa (b) keriting daun 37 16 Kondisi lahan penelitian ketika masa (a) semai (b) tanam 37

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum L.) adalah komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi dimana salah satu faktor yang mempengaruhi nilai jualnyaadalah faktor fisik seperti kualitas dan penampilan buahnya. Tanaman cabai merah merupakan tanaman hortikultur yang sangat bermanfaat. Cabai merah banyak digunakan sebagai bahan makanan, pelengkap, penghangat serta penyedap cita rasa masakan. Menurut Prajnanta (2007), selain untuk penyedap masakan, cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia.

Suhu lingkungan mempunyai pengaruh terhadap respon pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Setiap tanaman memiliki kisaran suhu lingkungan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya. Suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif suatu tanaman. Suhu lingkungan yang mengalami perubahan akan mempengaruhi proses respirasi, laju penyerapan nutrisi, laju transpirasi, proses fotosintesis dan pembukaan stomata pada tanaman. Suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman bahkan akan dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman.

Tanaman membutuhkan sejumlah satuan panas untuk mencapai tingkat perkembangan tertentu hingga masa panen. Jumlah satuan panas yang diakumulasi selama masa perkembangan tanaman dinamakan akumulasi panas (heat unit). Analisis akumulasi panas pada setiap fase perkembangan suatu jenis tanaman perlu dilakukan dimulai dari penyemaian benih sampai dengan masa panen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemakaian naungan paranet terhadap akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah di lahan penelitian BMKG Dramaga Bogor. Merujuk pada penelitian sebelumnya, Polii (2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan nilai akumulasi panas tanaman cabai merah yang ditanam pada berbagai ketinggian. Pembudidaya tanaman cabai merah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk memprediksi penentuan perkembangan tanaman dan khususnya bagi berbagai keperluan pada masa panen.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk:

1. Mengamati profil vertikal suhu udara dan kelembaban udara disekitar tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.).

2. Mengamati pengaruh pemakaian naungan terhadap perkembangan tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.).

3. Menghitung dan menganalisis akumulasi panas cabai merah (Capsicum annuum L.) yang diberi perlakuan naungan dengan menggunakan metode

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisitik Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Tanaman cabai pada awalnya tumbuh di daratan Amerika Selatan dan Amerika Tengah sejak 2500 tahun sebelum Masehi (Wiryanta 2002). Masyarakat yang pertama kali memanfaatkan dan mengembangkan cabai adalah orang Inca di Amerika Selatan, orang Maya di Amerika Tengah, dan orang Aztek di Meksiko. Awal mula penyebaran cabai ke seluruh dunia dilakukan oleh seorang pelaut Italia yang mendarat di Pantai Salvador, kepulauan Bahama yaitu Christoper Columbus.Dia menemukan penduduk asli yang menggunakan buah merah menyala berasa pedas sebagai bumbu masakan mereka.

Klasifikasi tanaman cabai merah adalah sebagai berikut (Wiryanta 2002): Kingdom : Plantae

Cabai merah merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solonaceae), diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 spesies yang terdiri dari tumbuhan herba, semak dan tumbuhan kecil lainnya. Sebagian besar dari semua spesies yang ada merupakan tumbuhan daerah tropis tetapi yang bernilai ekonomis atau yang sudah dimanfaatkan hanya beberapa spesies saja.Tanaman cabai diperkirakan mempunyai sekitar 20 spesies yang sebagian besar tumbuh di daratan Amerika.

Tanaman cabai merah merupakan tanaman tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu dan memiliki banyak cabang.Tinggi tanaman cabai berkisar antara 50-90 cm (Setiadi 2008). Tanaman ini memiliki bentuk daun bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing. Tanaman cabai merah memiliki bentuk bunga seperti terompet. Bunga tanaman cabai merupakan bunga lengkap dan bunga berkelamin ganda. Ukuran buah tanaman cabai sangat bervariasi bentuk dan ukurannya tergantung dari spesiesnya. Perakaran cabai merah merupakan akar tunggang yang terdiri dari akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Panjang akar primer berkisar antara 35-50 cm dan akar sekunder berkisar antara 35-45 cm (Prajnanta 2007).

Cabai merah memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia.Menurut Kunri (2010) cabai merupakan sumber vitamin A, B, C, E dan mineral.Secara medis cabai merah dapat digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit dan antibiotik.Sifat obat dari cabai dapat mengobati berbagai penyakit pada organ dalam seperti kanker, jantung dan paru-paru.

(15)

3 (Valenzuela 2010). Tanah harus berstruktur remah atau gembur tetapi cabai masih dapat tumbuh pada tanah dengan struktur lempung, agak liat, tanah merah maupun tanah hitam (Setiadi 2008). Tanah dengan kondisi tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum ditanami.

Tanaman cabai dapat tumbuh optimal dengan lama penyinaran cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10-12 jam untuk fotosintesis, pembentukan bunga dan buah serta pemasakan buah (Wiryanta 2002). Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu rata-rata 30 oC. Suhu ideal untuk perkecambahan benih cabai yaitu 25-30 oC.Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 24-32 oC (Kunri 2010). Jika suhunya terlalu rendah atau tinggi pertumbuhan tanaman dan perkembangan bunga akan tehambat dan mengakibatkan kualitas buah menjadi rendah. Tanaman cabai merah memiliki suhu dasar yang berbeda pada setiap fase perkembangan secara umum, yaitu kecambah 11.8 oC, berbunga 9.6 oC dan berbuah 10.7 oC (Polii 2003). Menurut Prajnanta (2007) cabai memerlukan curah hujan 1500-2500 mm/tahun.Cabai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada tipe iklim A, B, C dan D berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson.

Cabai Besar Varietas Seloka IPB

Cabai merah varietas Seloka IPB merupakan hasil persilangan antara cabai merah besar IPB C2 dan IPB C5. Cabai Seloka IPB adalah varietas cabai bersari bebas yang memiliki produktivitas tinggi dan cocok ditanam pada dataran rendah hingga menengah. Cabai merah iniberadaptasi dengan baik di dataran rendah dengan ketinggian 100 – 250 mdpl. Produktivitas cabai merah ini mencapai 11.59 ton/ha dengan potensi produktivitas sebesar 0.92 kg/tanaman (Wibowo et al.

2010). Jumlah buah pada setiap tanamanberkisar 51 – 80 buah. Rasa buah cabai merah Seloka IPB sangat pedas dengan kadar capsaicin 917.25 – 979.15 ppm. Cabai ini memiliki umur mulai berbunga 25 – 29 HST dan umur mulai panen 71 – 78 HST.

(16)

4

Fenologi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

Kajian mengenai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat penting. Setiap jenis tanaman memiliki respon fisiologis dan morfologis yang berbeda-beda dalam siklus hidup mereka. Perubahan fisiologis dan morfologis pada tanaman melalui berbagai tahap pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan air dan nutrisi tanaman pun akan berubah-rubah seiring dengan meningkatnya tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Fenologi merupakan ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi secara alami pada tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara (Felwess 2006 dalam Yulia 2007 ). Perubahan fenologi suatu tanaman merupakan fenomena yang sudah lazim ketika terjadi perubahan lingkungan tumbuh yang sangat besar. Analisis mengenai fenologi menjadi faktor penting dalam kemampuan adaptasi suatu tanaman terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang terjadi secara alami atau dikondisikan pada lingkungan terentu (Nur

et al. 2010).

Studi mengenai fenologi tanaman cabai merah pernah dilakukan oleh Marwanti (1985) dalam Harini (1997). Hasil studi fenologi cabai tersebut disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Fase perkembangan cabai merah (Marwanti 1985)

Fase

1 0 Kuncup baru muncul: mahkota bunga belum mekar, tetapi masih tertutup oleh kelopak bunga

2 9 Mahkota bunga mulai muncul

3 11 Mahkota bunga makin mengembang dan hampir mekar

4 12 Mahkota bunga mekar penuh

5 14 Mahkota bunga menutup kembali, layu, dan akhirnya terlepas dari tangkainya

6 20 Buah mulai terbentuk, berwarna hijau muda, kulit buah sangat lunak, panjang buah kira-kira 2 cm

7 33

Buah telah berkembang menjadi lebih besar, panjangnya 5-6 cm, berwarna hijau muda dan masih

lunak

8 45 Buah masih berwarna hijau muda, tetapi kulit buah dan tangkai buah agak liat, panjang buah 8-10 cm 9 50 Warna kulit buah mulai memerah pada seperempat

ujungnya

10 51 Kulit buah memerah pada separoh ujungnya 11 53 Buah berwarna merah merata dengan tangkai liat 12 58 Kulit buah mulai berkerut, tangkai buah mongering

(17)

5 Pengamatan mengenai fenologi biasa dilakukan pada fase vegetatif dan generatif dari suatu tanaman dan dilakukan dengan mengamati fase perkecambahan, pembungaan, pembentukan biji, dan saat panen. Menurut Tabla dan Vargas (2004), fenologi perbungaan suatu jenis tumbuhan merupakan salah satu karakter penting dalam siklus tumbuhan, karena pada fase tersebut terjadi proses awal bagi suatu tumbuhan untuk berkembang biak. Suatu tumbuhan memiliki respon yang berbeda-beda terhadap pola perbungaan dan pemunculan biji tetapi pada umumnya diawali oleh pemunculan kuncup bunga dan diakhiri dengan pematangan buah.

Konsep Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)

Suhu udara merupakan salah satu faktor iklim yang dapat dijadikan sebagai indikasi jumlah energi panas didalam suatu sistem.Suhu udara dapat menentukan berbagai tingkat pertumbuhan dari segi fisiologis, perkembangan vegetatif dan generatif. Suhu udara berpengaruh langsung pada proses fotosintesis, respirasi, permeabilitas dinding sel, absorb air dan hara, transpirasi, aktivitas enzim dan koagulasi protein (Sungadji 2001).

Konsep perkembangan tanaman (fenologi) selama siklus hidupnya dapat diduga dengan menggunakan konsep akumulasi panas atau heat unit (HU). Menurut Rittner dan McCabe (2004), konsep heat unit pertama kali dikemukakan oleh Reamur pada tahun 1735. Reamur menjelaskan bahwa terdapat hubungan numerik antara pengukuran meteorologi dengan pertumbuhan tanaman.Reamur mengembangkan skala termometer dan mempelajari hubungan antara suhu dan pertumbuhan tanaman. Reamur menerbitkan hasil studinya dengan nama

Reamur’s Thermal Constant atau konsep heat unit (Reifsnyder 2005). Konsep

heat unit hanya berlaku untuk tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari. Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan suhu dasar tanaman sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman. Menurut Handoko (1994) nilai laju perkembangan tanaman (s) berbanding lurus dengan suhu udara rata-rata harian (T) di atas suhu dasar (Tb), sehingga dapat

(18)

6

Naungan

Faktor lingkungan di atas permukaan tanah dan di sekitar perakaran mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu faktor iklim seperti suhu udara, radiasi matahari, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin. Intensitas radiasi matahari dapat mempengaruhi suhu udara. Intensitas radiasi matahari yang tinggi mengakibatkan suhu udara menjadi meningkat. Menurut Koesmaryono (1996) interaksi antara suhu udara dan radiasi matahari dapat mempengaruhi suhu daun yang kemudian dapat berpengaruh pada proses fotosintesis tanaman.

Kondisi iklim mikro yang tidak sesuai dengan karakteristik tanaman tertentu dapat diatasi dengan memodifikasi lingkungan disekitar tanaman. Salah satunya yaitu dengan memberikan naungan selama masa tanam. Prinsip dasar naungan yaitu suatu bentuk modifikasi lingkungan disekitar tanaman dengan tujuan untuk mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Menurut Supijatno (2006), sifat yang dicari untuk toleransi terhadap naungan adalah kemampuan yang tinggi untuk melakukan fotosintesis secara efisien dalam kondisi defisit cahaya. Hal ini berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi tanaman yang berkaitan dengan proses fotosintesis. Naungan berkorelasi dengan suhu sehingga dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari dan pembentukan biji (Feng et al. 2001 dalam Wang dan Campbell 2004).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 di lahan milik Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor dan Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah benih cabai merah varietas Seloka IPB, pupuk (kompos, urea, KCl, NPK, TSP) abu sekam, fungisida, larutan atonik dan furadan 3G.

Alat

(19)

7

Metode Pelaksanaan

Pembuatan sensor suhu bola kering dan bola basah

Sensor suhu bola kering dan bola basah yang dibuat sebanyak dua unit, yaitu untuk pengukuran akumulasi panas dan profil suhu udara. Sensor suhu bola kering dan bola basah dibuat dengan menggunakan LM35D. Sensor ini memiliki akurasi± 0.5 oC dengan dengan syarat kondisi pengukuran nilai rata-rata suhu harian berada diantara suhu minimum dan maksimum (Texas Instruments 1999). Resolusi sensor suhu LM35D sebesar 10 mV/oC yang berarti bahwa setiap kenaikan suhu 1 oC maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. Ketelitian sensor ini kurang lebih seperempat derajat celcius pada temperatur ruang.Data yang telah diambil menggunakan sensor suhu tersebut kemudian di kalibrasi (Lampiran 10) menggunakan data suhu dari Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor.

Penyemaian Benih

Kegiatan penyemaian benih cabai untuk penanaman di lahan dilakukan dengan menggunakan potray, kemudian tanaman dipindahkan ke lahan setelah berumur 30-40 hari (tanaman memiliki 4-5 helai daun).

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan meliputi pembersihan lahan dari gulma, penggemburan tanah, pembuatan bedengan, pemberian pupuk dasar dan pemberian mulsa pada setiap bedengan.

Pemasangan naungan

Naungan yang digunakan pada kegiatan penelitian adalah paranet dengan kerapatan 75 % dan 50 %. Posisi naungan berada diatas tanaman (menutupi semua tanaman) dengan tiang penyangga yang terbuat dari bambu atau kayu dengan tinggi 1,8 m. Banyaknya tiang penyangga disesuaikan dengan kondisi lapangan dan ukuran lahan. Naungan dipasang sejak awal penanaman. Naungan secara vertikal dipasang pada sisi Timur dan Barat agar ketika matahari terbit atau terbenam,tanaman didalam naungan tidak terlalu terkena sinar matahari.

Penanaman

Penanaman cabai merah di lahan menggunakan mulsa plastik dan perlakuan naungan dengan lebar bedengan 1 m, jarak antar bedengan 50 cm dan jarak antar baris 40 cm x 50 cm. Satu bedengan berisi dua baris tanaman, dimana setiap baris memiliki 27 tanaman (9 baris tiap ulangan). Posisi bedengan mengarah pada arah Barat dan Timur agar sinar matahari merata ketika menyinari tanaman. Penanaman cabai merah di lahan dilakukan selama 3 - 3,5 bulan.

(20)

8

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengairan (setiap hari), pemasangan ajir, pemupukan (setiap dua minggu sekali), penyulaman dan pengendalian hama penyakit tanaman (setiap dua minggu sekali). Dosis pupuk yang digunakan adalah 220 Liter air ditambah 5 kg pupuk kandang, 400 ml atonik, 600 ml pupuk cair dan 4 kg NPK.

Pemanenan

Kegiatan pemanenan merupakan tahap akhir dari budidaya cabai. Cabai merah di dataran rendah pada umumnya dipanen pada umur 75-80 HST dengan tingkat kemasakan 85% sampai dengan 90%. Pemanenan dilakukan dengan memetik buah tanaman cabai merah.

Pengamatan

Kondisi Iklim Makro

Kondisi iklim makro dapat dilihat dengan menggunakan data sekunder dari Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor. Data yang digunakan adalah data suhu udara rata-rata harian.

Kondisi Iklim Mikro

Pengukuran kondisi iklim mikro dilakukan pada setiap perlakuan pada petak percobaan yaitu mengukur suhu udara dan profil suhu udara di dalam tajuk tanaman. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu udara dan profil suhu udara dalam tajuk tanaman yaitu termometer bola basah dan bola kering. Pengamatan profil suhu udara dilakukan untuk setiap 20 cm sampai 100 cm pada setiap perlakuan. Pengukuran suhu udara dilakukan pada pukul 07.30, 13.30 dan 17.30 WIB atau disesuaikan dengan waktu pengukuran yang dilakukan oleh stasiun pengamatan cuaca. Selama masa tanam, pengukuran suhu udara juga dilakukan satu jam sekali tiap dua minggu sekali. Kelembaban udara dihitung berdasarkan data suhu bola kering dan bola basah hasil pengukuran.

Prosedur Analisis Data

Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)

(21)

9

Kelembaban Udara

Kelembaban udara dihitung berdasarkan data suhu bola kering dan bola basah hasil pengukuran dengan menggunakan persamaan - persamaan:

P 0 γ(β γ 0 00 5 β γ )

5 β

= p

0 5 0 γ

es(TBK) = 0 08 [ 7 β7 T T βγ7 γ]

es(TBB) = 0 08 [ 7 β7 T T βγ7 γ]

ea = es(TBB) – (T –T ) RH = es(T )ea 00

Keterangan:

P : tekanan atmosfer (kPa)

z : ketinggian tempat stasiun Klimatologi Dramaga = 207 (mdpl) : konstanta psikrometri (kPa oC-1)

Cp : bahang spesifik pada tekanan konstan (MJ kg-1oC-1) : rasio berat molekul uap air dalam udara kering = 0.622 TBK : suhu bola kering

TBB : suhu bola basah

es(TBK) : tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering (kPa) es(TBB) : tekanan uap air jenuh pada suhu bola basah (kPa) ea : tekanan uap aktual (kPa)

Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linear Sederhana. Ukuran petak percobaan seluruhnya adalah 13 m x 10 m, jarak antar bedengan dan perlakuan adalah 50 cm. Kultivar cabai yang digunakan hanya satu jenis. Setiap tanaman ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 40 cm dan tiga kali ulangan. Jumlah tanaman yang diperlukan untuk pengamatan suhu udara adalah 600 tanaman dimana setiap perlakuan menggunakan 162 tanaman. Taraf perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Perlakuan naungan (N) sebagai petak utama : N0 = tanpa naungan

(22)

10

Model linear yang digunakan adalah: y α x

dimana:

y= peubah tak bebas x = peubah bebas

α = intersep/perpotongan dengan sumbu tegak = kemiringan/gradient

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (annova). Analisis statistik dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan akumulasi panas pada setiap fase tanaman cabai merah akibat pengaruh perlakuan naungan. Pengujian dilakukan menggunakan uji F. Pengaruh perlakuan dikatakan sebagai pengaruh nyata apabila F tabel lebih kecil daripada F hitung. Data yang dianalisis adalah data suhu bola kering dan kelembaban relatif pada masa tanam saja karena ketika masa semai perlakuan berupa naungan belum dilakukan. Selang kepercayaan yang digunakan yaitu 95% dan taraf nyata 5%. Nilai P-value pada kedua respon lebih kecil dari 0.05 (taraf nyata) yaitu sebesar 0.000. Nilai F-hitung antara pengaruh naungan terhadap suhu bola kering dan kelembaban udara secara berturut-turut sebesar 18.7 dan 18.2. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel yaitu 3.9 maka tolak H0, artinya peubah bebas (naungan) berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas (suhu bola kering dan kelembaban relatif).

Gambar 3 Pembagian petak perlakuan Keterangan:

N0 = Tanpa Naungan U1 = Ulangan 1

N50 = Naungan 50% U2 = Ulangan 2

N75 = Naungan 75% U3 = Ulangan 3

Pengolahan Data

(23)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lahan penelitian Stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga Kabupaten Bogor terletak pada 06º31' LS dan 106º44' BT dengan ketinggian tempat 207 mdpl. Suhu udara rata-rata lokasi penelitian diluar naungan, naungan 50% dan 75% secara berturut-turut 27.4, oC, 27.2 oC dan 27.1 oC. Kelembaban udara rata-rata sebesar 79% dan curah hujan selama penelitian sebesar 994 mm dengan hari hujan sebanyak 75 hari.

Gambar 4 Lokasi penelitian

Profil Vertikal Suhu dan Kelembaban Udara di Sekitar Tajuk Tanaman

(24)

12 di sekitar tajuk tanaman setiapkondisi naungan memiliki pola lapse rate

(penurunan suhu), sedangkan pola inversi (peningkatan suhu) terjadi pada ketinggian 20 - 40 cm dan 60 - 80 cm. Berdasarkan Gambar 4, terdapat pola lapse rate dan inversi pada 2 MST dan 8 MST dengan kisaran selisih nilai suhu yang

25.2 25.5 25.8 26.1 26.4 26.7

K

26.7 27.0 27.3 27.6 27.9 28.2 28.5

K

30.3 30.6 30.9 31.2 31.5 31.8

K

25.8 26.1 26.4 26.7 27.0 27.3

(25)

13 daripada pola inversi. Kisaran selisih nilai suhu pada 8 MST terlihat lebih tinggi dan fluktuatif daripada 2 MST. Hal tersebut terjadi karena pada 8 MST, kondisi morfologi tanaman sudah rimbun oleh daun sehingga mempengaruhi nilai suhu udara disekitar tanaman.

Pukul 07.00

Pukul 14.00

Pukul 17.00

(a) (b)

Gambar 6 Profil vertikal kelembaban udara di sekitar tanaman cabai merah pada (a) 2 MST dan (b) 8 MST dengan kondisi tanpa naungan (───), naungan 50 % (─ ─ ─) dan naungan 75 % (- - - -)

(26)

14

cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan saat ILD minimum pada semua jenis naungan. Nilai suhu yang cenderung tinggi pada saat ILD maksimum terjadi karena daun yang lebih luas mengakibatkan nilai radiasi yang diterima lebih tinggi sehingga mempengaruhi nilai suhu. Nilai kelembaban relatif pada ILD minimum lebih tinggi dibandingkan dengan ILD maksimum. Nilai kelembaban relatif berbanding terbalik terhadap suhu (Allen et al. 1998) sehingga saat ILD minimum dengan suhu yang lebih rendah memiliki nilai kelembaban relatif yang cenderung lebih tinggi dibandingkan saat ILD maksimum.

Fase Perkembangan Tanaman Cabai Merah

Fase perkembangan tanaman terdiri dari fase vegetatif dan generatif.Fase vegetatif tanaman cabai merah terdiri dari tiga fase sedangkan fase generatifnya terdiri dari dua belas fase (Marwanti 1985 dalam Harini 1997). Fenologi tanaman cabai merah terdiri dari perkecambahan (FV1-FV3), pembungaan (FG1-FG5) dan pembentukan buah (FG6-FG11). Tanaman cabai merah varietas Seloka IPB memiliki persentase perkecambahan sebesar 85% dari jumlah benih tetapi persentase perkecambahan tersebut tidak dijadikan sebagai acuan sebagai penentuan perpindahan fase tanaman. Penelitian mengenai akumulasi panas tanaman cabai merah yang dilakukan oleh Polii (2003) menggunakan persentase perkembangan sebesar 50% dan dijadikan sebagai acuan perpindahan fase perkembangan tanaman. Penelitian mengenai akumulasi panas di lahan penelitian BMKG Dramaga yaitu menggunakan persentase perkembangan 50% - 60% yang dijadikan sebagai acuan perpindahan fase perkembangan.Jika jumlah tanaman dari satu fase telah mencapai 50% - 60% dari jumlah tanaman dalam satu perlakuan maka fase tanaman dalam perlakuan tersebut telah memasuki fase selanjutnya.

Akumulasi Panas (Heat Unit) Tanaman Cabai Merah

Konsep heat unit hanya berlaku untuk tanaman yang tidak responsif terhadap panjang hari. Konsep ini menggunakan suhu udara rata-rata harian dan suhu dasar tanaman sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman. Menurut Handoko (1994) nilai laju perkembangan tanaman (s) berbanding lurus dengan suhu udara rata-rata harian (T) di atas suhu dasar (Tb).

(27)

15 vegetatif tanaman pada kondisi naungan 75% dapat teramati yaitu sebesar 45 Cohari (FV1), 111 Cohari (FV2) dan 710 Cohari (FV3). Fase perkecambahan (FV1) dan muncul daun (FV2) pada semua kondisi naungan memiliki nilai akumulasi panas yang sama. Hal ini terjadi karena tanaman berada pada masa semai yang belum mendapat perlakuan. Fase generatif ke 12 (FG12) pada semua perlakuan tidak dapat diamati karena selalu dilakukan pemanenan cabai merah pada semua tanaman.

Tabel 2 Akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah

HST/HSS Naungan Naungan Naungan

(28)

16

Tidak melakukan pengamatan FG12

Kulit buah mulai berkerut, tangkai buah mengering dan mudah

lepas dari batang

Keterangan: HST = hari setelah tanam, HSS = hari setelah semai, s = proporsi satuan panas terhadap akumulasi panas, FVn = fase vegetatif ke n, FGn = fase generatif ke n.

Nilai akumulasi panas tanaman cabai merah pada kondisi naungan 50% (Tabel 2) lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tanpa naungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor iklim yaitu radiasi matahari dan suhu udara. Radiasi matahari dan suhu udara yang berinteraksi dapat mengubah suhu daun sehingga mempengaruhi proses fotosintesis tanaman (Koesmaryono 1996). Pada dasarnya pemberian naungan memiliki tujuan untuk mengurangi intensitas radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Apabila tanaman berada pada kondisi kekurangan cahaya, toleransi tanaman terhadap pemberian naungan adalah kemampuan tinggi agar dapat melakukan fotosintesis secara efisien yang akan mempengaruhi sifat morfologi dan fisiologi tanaman (Supijatno 2006).

Tanaman yang berada didalam naungan 50% memerlukan jumlah hari yang lebih banyak untuk mencapai masa panen dibandingkan dengan tanaman tanpa naungan. Selisih waktu panen antara kedua perlakuan tersebut mencapai 17 hari. Selisih waktu panen disebabkan oleh adanya perbedaan jangka waktu setiap fase pada kedua perlakuan yaitu 0 - 18 hari. Nilai proporsi akumulasi panas fase perkembangan terhadap akumulasi panas total (s) pada tanaman tanpa naungan maupun naungan 50% semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Hal tersebut terjadi karena semakin bertambahnya umur tanaman hingga mencapai panen maka panas yang dibutuhkan oleh tanaman pun akan bertambah sehingga akumulasi panas pada setiap fase semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman.

Tabel 3 Akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian

Tahap Perkembangan

Tanaman

Akumulasi Panas (Co hari)

Lahan

(207 mdpl) (67 mdpl) (375 mdpl) (770 mdpl)

Kecambah 45 66 67 69

Berbunga 1111 1153 1167 1167

(29)

17 Tabel 3 menunjukkan nilai akumulasi panas tanaman cabai merah di berbagai ketinggian. Polii (2003) melakukan penelitian mengenai akumulasi panas cabai merah pada tiga tempat, yaitu lahan BMKG Kayuwatu, Warembungan dan Tomohon. Suhu dasar yang digunakan pada penelitian Polii (2003) merupakan hasil perhitungan dengan cara mengekstrapolasi hubungan antara suhu rata-rata harian dengan laju perkembangan. Suhu dasar tersebut memiliki nilai yang berbeda untuk setiap fase perkembangan tanaman secara umum (kecambah, berbunga dan berbuah), yaitu secara berturut-turut sebesar 11.8 oC, 9.6 oC dan 10.7 oC. Ketiga nilai suhu dasar tersebut digunakan pada penelitian mngenai akumulasi panas di lahan BMKG Dramaga Bogor. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Polii (2003), terdapat perbedaan nilai akumulasi panas tanaman cabai merah di lahan penelitian BMKG Dramaga Bogor dengan lahan BMKG Kayuwatu, Warembungan dan Tomohon. Hal tersebut terjadi karena varietas cabai merah yang digunakan berbeda. Penelitian Polii (2003) menggunakan cabai merah keriting (Capsicum annuum var. Longum Sendt) sedangkan penelitian akumulasi panas di lahan BMKG Dramaga menggunakan cabai merah besar (Capsicum annuum L var. Seloka). Perbedaan varietas sangat mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan dan karakteristik tanaman disebabkan oleh perbedaan susunan genetik dari setiap tanaman. Program genetik merupakan suatu untaian susunan genetik yang akan diekspresikan pada satu atau keseluruhan fase pertumbuhan yang berbeda dan dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman sehingga menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno1995).

Faktor yang Mempengaruhi Akumulasi Panas dan Fenologi Tanaman

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai akumulasi panas dan fenologi tanaman cabai merah pada setiap kondisi naungan, yaitu suhu udara, radiasi matahari, dan faktor lain. Pada dasarnya faktor-faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Radiasi matahari dan suhu udara mempengaruhi pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tangkai daun) dan generatif tanaman (Syakur 2012). Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010) perubahan meristem vegetatif menjadi generatif membawa perubahan besar terhadap perkembangan tanaman seperti asimilasi meningkat, respirasi meningkat dan kecepatan pengangkutan air dan hara ke arah organ bunga juga meningkat.

Pengaruh Suhu Udara

(30)

18

fotosintesis, dormansi, pembungaan dan pembentukan buah. Suhu rendah menyebabkan laju fotosintesis menjadi lambat sehingga mengakibatkan laju pertumbuhan dan perkembangan menjadi lambat. Apabila suhu udara disekitar tanaman terlalu rendah atau tinggi dapat menghambat perkembangan bunga sehingga kualitas buah menjadi rendah, menghambat waktu panen dan menurunkan produksi panen (Lampiran 9). Hal tersebut terjadi pada tanaman dengan naungan 50% dan 75%. Jumlah produksi dan waktu panen tanaman tanpa naungan berbanding terbalik dengan tanaman didalam naungan. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi akumulasi panas tanaman karena selisih nilai rata-rata suhu udara pada setiap perlakuan selama masa tanam tidak terlalu berbeda.

Pengaruh Radiasi Matahari

Intensitas radiasi matahari berbanding lurus dengan suhu udara. Tanaman akan tetap mempertahankan proses fotosintesis dalam kondisi kekurangan cahaya. Proses fotosontesis sangat memiliki pengaruh kuat terhadap fenologi tanaman karena menurut Harjadi (1979) laju fotosintesis berbanding lurus dengan intensitas radiasi matahari. Kondisi defisit cahaya dapat mengakibatkan metabolisme tanaman menjadi terganggu.

Naungan mempengaruhi intensitas radiasi yang diterima oleh tanaman. Pemberian naungan 50% dan 75% menyebabkan intensitas radiasi matahari yang diterima tanaman secara berturut-turut 50% dan 25% sehingga suhu di sekitar tanaman menurun. Kombinasi pengaruh suhu dan radiasi matahari menunjukkan adanya keterkaitan antara radiasi dengan akumulasi panas tanaman cabai merah. Masa tanam dan nilai akumulasi panas tanaman yang berada diluar naungan lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang berada di dalam naungan.Tanaman yang berada di luar naungan mendapat intensitas radiasi matahari lebih besar daripada di dalam naungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa radiasi matahari dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pengaruh Faktor Lain

Selain suhu udara dan radiasi, terdapat faktor lain yang mempengaruhi akumulasi panas dan fenologi tanaman seperti fitohormon pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu auksin dan giberelin. Akumulasi panas tidak dipengaruhi langsung oleh auksin dan giberelin. Kedua fitohormon tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap fenologi tanaman seperti pembesaran sel, dominansi pucuk dan perkembangan organ-organ tanaman (Harjadi 1979). Pada dasarnya auksin dan giberelin sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan suhu (fotoperiode). Pengurangan intensitas cahaya dengan menggunakan naungan dapat menyebabkan penyebaran auksin tidak merata dan penghambatan sintesa auksin dan giberelin sehingga mengakibatkan perkecambahan perkembangan organ reproduksi tanaman menjadi terganggu. Hal tersebut terjadi pada tanaman yang berada dalam naungan.

(31)

19 naungan 50%. Fase vegetatif ketiga (fase muncul cabang pertama) pada tanaman dengan naungan 75% konstan hingga tanaman mati karena terkena antraknosa. Tinggi tanaman pada naungan 75% lebih besar daripada tanaman dengan perlakuan lainnya dan memiliki batang yang kecil (etiolasi). Hal tersebut mengindikasikan bahwa penyebaran auksin dan giberelin pada tanaman dengan kondisi defisit cahaya tidak merata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Profil vertikal suhu udara dan kelembaban disekitar tajuk tanaman cabai merah sangat fluktuatif pada setiap ketinggian. Secara keseluruhan, selisih nilai suhu pada pola lapse rate berkisar 0.1 ᵒC – 0.6 ᵒC, pola inversi berkisar 0 ᵒC – 0.6 ᵒC sedangkan selisih nilai kelembaban relatif pada setiap ketinggian berkisar 0% – 3%. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah lebih baik ditanam pada kondisi tanpa naungan dengan upaya pengendalian hama penyakit tanaman yang tepat karena cabai varietas seloka IPB rentan dengan penyakit antraknosa. Perlakuan naungan berpengaruh nyata terhadap akumulasi panas dan perkembangan tanaman cabai merah varietas seloka IPB. Pemakaian naungan paranet, secara keseluruhan dapat menurunkan suhu udara sebesar 0.3 ᵒC. Akumulasi panas tanaman cabai merah tanpa naungan sebesar 1750 Cohari. Tanaman cabai merah pada naungan 50% memerlukan akumulasi panas 15% lebih besar daripada tanpa naungan sehingga menyebabkan waktu panen yang lebih lama. Penanaman cabai merah menggunakan naungan 50% cukup potensial, tetapi hasil produksinya lebih rendah dibandingkan dengan tanpa naungan. Tanaman cabai merah tidak cocok ditanam dengan menggunakan naungan 75% karena fase generatif tanaman menjadi sangat terhambat.

Saran

(32)

20

DAFTAR PUSTAKA

Allen RG, Pereira LS, Raes D, Smith M. 1998. Crop evapotranspiration-guidelines for computing crop water requirements. Irrigation and Drainage Paper No56.Rome (IT): FAO.

Darmawan J, Baharsjah J. 2010. Dasar-dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID): SITC.

Ernila. 2012. Keragaman 28 genotipe cabai (Capsicum annuum L.) dari berbagai grup danketahanannya terhadap penyakitantraknosa yang disebabkan olehColletotrichum acutatum s. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Felwess G. 2006. Phenology.Didalam Yulia ND. 2007. Kajian fenologi fase

pembungaan dan pembuahan Paphiopedilum glaucophyllum J.J.Sm. var

glaucophyllum. J Biodivers. 8(1):58-62.

Feng BL, Chai Y, Gao JF. 2001. Progress and prospect of buckwheat cultivation in China. 1: 8-10. Didalam Wang Y. dan Campbell CG. 2004. Buckwheat Production, Utilization, and Research in China. Review Paper. Fagopyrum 21: 123-133.

George RAT. 2010. Vegetable Seed Production 3rd Edition. Wallingford (GB): CAB International.

Handoko.1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Harjadi MMSS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): Gramedia.

Koesmaryono Y. 1996. Studies on photosynthesis growth and yield of soybean

(Glycine max (L) Merr.) in relation to climatological environment [disertasi]. Matsuyama (JP): Ehime University.

Kunri S. 2010. Red Chilli De-Hydration Plant. Karachi (PK): Sindh Board of Investment.

Marwanti S. 1985. Studi fenologi penentuan masak fisiologis dan pengaruh pengeringan terhadap viabilitas benih cabai merah (Capsicum annuum

L).Didalam Harini FL. 1997. Pengaruh penggunaan pupuk kandang dan

effective microorganisms 4 (EM4) terhadap produksi dan viabilitas benih cabai merah (Capsicum annuum L.) di lapang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nur A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N, Sujiprihati S. 2010. Phenologi pertumbuhan dan produksi gandum pada lingkungan tropika basah.Prosiding Pekan Serealia Nasional. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Perdinan. 2002. Efisiensi pemanfaatan radiasi surya, profil suhu udara dan akumulasi panas tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di dataran tinggi Pasir Sarongge Cianjur Jawa Barat.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

PoliiMGM. 2003. Penentuan umur berbuah tanaman cabe merah (Capsicum

anuum var.longum Sendt) pada tiga tinggi tempat

yangberbedamenggunakanmetodesatuanpanas. Eugenia 9 (2) :104-108. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi

Prajnanta F. 2007. Agribisnis Cabai Hybrida. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Reifsnyder WE. 2005. A half century of agricultural meteorology [Internet].

(33)

21 Rittner D, McCabe TL. 2004. Encyclopedia of Biology. New York (NY): Facts

On File Inc.

Sangadji S. 2001. Pengaruh iklim tropis di dua ketinggian tempat yang berbeda terhadap potensi hasil tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): UGM Press

Supijatno, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D, Lontoh AP, Idris K. 2006. Fisiologi dan pemuliaan padi gogo untuk toleransi ganda terhadap kondisi biofisik lahan kering dibawah naungan.Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syakur A. 2012. Analisis iklim mikro di dalam rumah tanaman untukmemprediksi waktu pembungaan dan masak fisiologistanaman tomat menggunakan metode

heat unit danartificial neural network. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tabla VP, Vargas CF. 2004. Phenology and phenotypic natural selection on the flowering time of a deceit-pollinated tropical orchid, Myrmecophila christiane.

Ann Botany 94:243-250.

[TI] Texas Instruments. 2013. LM35 precision centigrade temperature sensors revised edition [Internet]. [diunduh 24 September 2013]. Tersedia pada http://www.ti.com/lit/ds/symlink/lm35.

Valenzuela H. 2010. Farm and Foresty Production and Marketing Profile for Chili Pepper (Capsicum annuum). Hawai (US): Permanent Agriculture Resources.

Wibowo MH, Noviana D, Siregar IZ. 2010. Varietas Unggul IPB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data perhitungan akumulasi panas (heat unit)

(35)
(36)

24

95 27.5 10.7 16.8 1569 0.896 27.2 10.7 16.5 1544 0.770 96 27.2 10.7 16.5 1585 0.906 27.3 10.7 16.6 1560 0.778 97 27.1 10.7 16.4 1601 0.915 27.0 10.7 16.3 1577 0.786 98 26.6 10.7 15.9 1617 0.924 26.4 10.7 15.7 1592 0.794 99 26.8 10.7 16.1 1633 0.934 26.5 10.7 15.8 1608 0.802 100 27.4 10.7 16.7 1650(FG9) 0.943 27.1 10.7 16.4 1625 0.810 101 26.7 10.7 16.0 1666 0.952 26.5 10.7 15.8 1640 0.818 102 26.7 10.7 16.0 1682 0.961 26.5 10.7 15.8 1656 0.826 103 28.4 10.7 17.7 1700 0.971 28.2 10.7 17.5 1674 0.835 104 27.8 10.7 17.1 1717(FG10) 0.981 27.7 10.7 17.0 1691(FG8) 0.843 105 27.1 10.7 16.4 1733 0.991 27.0 10.7 16.3 1707 0.851 106 27.1 10.7 16.4 1750(FG11) 1.000 26.9 10.7 16.2 1723 0.859

107 27.4 10.7 16.7 1740 0.868

108 28.5 10.7 17.8 1758 0.877

109 27.2 10.7 16.5 1774 0.885

110 26.1 10.7 15.4 1790 0.892

111 26.5 10.7 15.8 1805(FG9) 0.900

112 26.4 10.7 15.7 1821 0.908

113 27.4 10.7 16.7 1838 0.916

114 28.3 10.7 17.6 1855 0.925

115 28.2 10.7 17.5 1873(FG10) 0.934

116 26.6 10.7 15.9 1889 0.942

117 26.6 10.7 15.9 1905 0.950

118 26.7 10.7 16.0 1921 0.958

119 27.4 10.7 16.7 1937 0.966

120 27.5 10.7 16.8 1954 0.974

121 27.2 10.7 16.5 1971 0.983

122 28.4 10.7 17.7 1988 0.992

123 27.7 10.7 17.0 2005(FG11) 1.000

(37)

25 Lampiran 2 Persentase perpindahan fase perkembangan tanaman cabai merah

Simbol

Fase Dskripsi Fase Perkembangan

Persentase

FV1 Perkecambahan 53.7

FV2 Muncul Daun Pertama 54.9

FV3 Muncul Cabang Pertama 51.2 53.1

FG1

Kuncup baru muncul: mahkota bunga belum mekar, tetapi masih tertutup

oleh kelopak bunga

53.7 53.7

FG2 Mahkota bunga mulai muncul 53.7 54.3

FG3 Mahkota bunga makin mengembang

dan hampir mekar 53 58

FG4 Mahkota bunga mekar penuh 54.9 51.2

FG5

Mahkota bunga menutup kembali, layu, dan akhirnya terlepas dari

tangkainya

55.5 56.2

FG6

Buah mulai terbentuk, berwarna hijau muda, kulit buah sangat lunak, panjang

buah kira-kira 2 cm

58 59.8

FG7

Buah telah berkembang menjadi lebih besar, panjangnya 5-6 cm, berwarna

hijau muda dan masih lunak

50.6 52.4

FG8

Buah masih berwarna hijau muda, tetapi kulit buah dan tangkai buah agak

liat, panjang buah 8-10 cm

57.4 56.2

FG9 Warna kulit buah mulai memerah pada

seperempat ujungnya 53.7 56.2

FG10 Kulit buah memerah pada separoh

ujungnya 59.3 53.7

FG11 Buah berwarna merah merata dengan

tangkai liat 54.3 53.1

(38)

26

Lampiran 3 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa semai

(39)

27 Lampiran 4 Data perhitungan kelembaban udara (RH) pada masa tanam

HSS

(40)
(41)

29

84 3.5 3.0 2.8 80

85 3.6 3.1 3.0 81

86 3.7 3.0 2.8 77

87 3.6 2.9 2.7 75

88 3.9 3.2 3.0 78

89 3.7 3.1 2.9 77

90 3.7 3.0 2.8 75

91 3.5 2.9 2.7 78

92 3.6 2.9 2.7 76

93 3.5 2.9 2.7 79

Keterangan: es TBK = tekanan uap air jenuh pada suhu bola kering, es TBB = tekanan uap air jenuh pada suhu bola basah, ea = tekanan uap aktual.

Lampiran 5 Data selisih hari setiap fase perkembangan antar naungan

Simbol Fase

Selisih (hari)

N0-N50 N0-N75 N50-N75

FV1 0 0 0

FV2 0 0 0

FV3 3 3 1

FG1 6 - -

FG2 2 - -

FG3 4 - -

FG4 2 - -

FG5 0 - -

FG6 5 - -

FG7 5 - -

FG8 15 - -

FG9 11 - -

FG10 11 - -

FG11 18 - -

(42)

30

Lampiran 6 Data selisih hari antar selang fase perkembanganpada kondisi tanpa naungan 0% dan naungan 50%

Selang Fase Selisih hari N0 N50 naungan 50%, dan N75 = naungan 75%

Lampiran 7 Data selisih nilai suhu udara pada setiap ketinggian

(43)

31 Lampiran 8 Data selisih nilai kelembaban udara (RH) pada setiap ketinggian

2 MST

Keterangan: Nilai negatif menunjukkan penurunan kelembaban relatif dan nilai positif menunjukkan peningkatan kelembaban relatif

Lampiran 9 Data produksi panen cabai merah Seloka IPB

Tanggal Panen ke

Keterangan: N0 = tanpa naungan, N50 = naungan 50%, dan N75 = naungan 75%

Lampiran 10 Data kalibrasi sensor suhu bola basah dan bola kering

 Sensor suhu 1 untuk akumulasi panas

(44)

32

nilai suhu pengukuran sensor suhu LM35D dengan pengukuran suhu dari BMKG setiap satu jam sekali selama satu hari kemudian dibuat persamaan regresi linearnya.Adapun data hasil kalibrasi sensor suhu 1 adalah sebagai berikut:

Keterangan: BB = Suhu Bola Basah, BK = Suhu Bola Kering

Korelasi sensor

Keterangan: BB = Suhu Bola Basah, BK = Suhu Bola Kering

Persamaan regresi linear: - suhu bola kering (BK) : y = 1.030x - 2.028 dengan R² = 0.862

- suhu bola basah (BB) : y = 0.669x + 6.765 dengan R² = 0.610

 Sensor suhu 2 untuk profil suhu udara

(45)

33

Keterangan: BB = Suhu Bola Basah, BK = Suhu Bola Kering

Lampiran 11 Analisis ragam regresi linear suhu bola kering dengan naungan Sumber

Lampiran 12 Analisis ragam regresi linear kelembaban relatif dengan naungan Sumber

Lampiran 13 Deskripsi lengkap cabai merah varietas Seloka IPB

Asal : dalam negeri

Silsilah : seleksi bulk dimodifikasi hasil persilangan IPBC2 x IPB C5

Golongan varietas : bersari bebas Tinggi tanaman : 45.09–76.87 cm Bentuk penampang batang : bulat

Diameter batang : 0.99–1.72 cm

Warna batang : hijau

(46)

34

Rasa buah : sangat pedas dengan kadar capsaicin 917.25 - 979.15 ppm

Bentuk biji : pipih

Warna biji : kuningj erami

Berat 1.000 biji : 5.0 - 5.2g Populasi per hektar : 25.000 tanaman

Kebutuhan benih per hektar : 200 - 300g

setelah tanam), tingkat kepedasan sangat tinggi (939.13 – 1000.98 ppm), produktifitas tinggi (dapat mencapai 17 ton/ha)

Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baikdidataran rendah dengan ketinggian 100– 250 m dpl

Pemohon : Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Pemulia : Muhamad Syukur, Sriani Sujiprihati,

Rahmi Yuniati

Peneliti : Widodo, Undang, Abdul Hakim,

(47)

35 Lampiran 14 Perubahan fase pada tanaman cabai merah tanpa naungan

 (FV1) Perkecambahan  (FV2) Muncul Daun Pertama

 (FV3) Muncul Cabang Pertama  (FG1) Kuncup baru muncul: mahkota bunga belum mekar, tetapi masih tertutup oleh kelopak bunga

(48)

36

 (FG4) Mahkota bunga mekar penuh  (FG5) Mahkota bunga menutup kembali, layu, dan akhirnya terlepas dari tangkainya

 (FG6) Buah mulai terbentuk, berwarna hijau muda, kulit buah sangat lunak, panjang buah kira-kira 2 cm

 (FG7) Buah telah berkembang menjadi lebih besar, panjangnya 5-6 cm, berwarna hijau muda dan masih lunak

 (FG8) Buah masih berwarna hijau muda, tetapi kulit buah dan tangkai buah agak liat, panjang buah 8-10 cm

(49)

37

Lampiran 15 Penyakit tanaman cabai merah (a) antraknosa (b) keriting daun

(a) (b)

Lampiran 16 Kondisi lahan penelitian ketika masa (a) semai dan (b) tanam

(a) (b)

 (FG10) Kulit buah memerah pada separoh ujungnya

(50)

38

(51)

39

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Tabel 1   Fase perkembangan cabai merah (Marwanti 1985)
tabel yaitu 3.9 maka tolak H0, artinya peubah bebas (naungan) berpengaruh nyata
Gambar 4  Lokasi penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

PERUBAHAN KARAKTER FISIOLOGIS DAN MIKROBIOLOGIS BUAH CABAI MERAH ( Capsicum annuum L.) SELAMA PENYIMPANAN POTi. IN POT , SUHU DINGIN, DAN

Cabai merah ( Capsicum annuum L.) merupakan komoditas pertanian penting. Produktivitas tanaman cabai masih rendah dibandingkan nilai produksi optimumnya, disebabkan

Pada tanaman bawang merah, luas daun akan mempengaruhi banyaknya radiasi matahari yang diterima oleh tanaman, sehingga semakin besar luas daun tanaman tersebut

Radiasi matahari yang masuk ke dalam greenhouse mempengaruhi suhu udara dalam greenhouse dan keseimbangan panas dalam greenhouse yang pada akhirnya menciptakan kondisi

Sistem Pakar Untuk Cabai Merah (SIPARCE) berhasil melakukan diagnosa penyakit pada tanaman cabai merah dan memberikan informasi serta solusi terhadap penyakit tersebut..

ARIEF W G, NIM 120304093 ANALISIS EFISIENSI DAN OPTIMASI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN PUPUK KIMIA OLEH PETANI PADA TANAMAN CABAI MERAH

Pemberian naungan pada tanaman tertentu akan menyebabkan tanaman tersebut memperoleh intensitas cahaya matahari dan suhu udara yang lebih sesuai untuk pertumbuhannya..

Pengaruh Penggunaan Konsentrasi Pupuk Daun Gandasil D Dan Dosis Pupuk Guano Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.). Agribisnis