• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika A. Botani Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika A. Botani Umum"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Paprika A. Botani Umum

Secara ilmiah tanaman paprika mempunyai nama Capsicum annuum L.. Cabai ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan terung yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga seperti terompet (Somos 1984). Adapun klasifikasi tanaman paprika sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Solanes Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Species : Capsicum annuum

Wilayah penyebaran paprika diantaranya meliputi Asia Tropik (India, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina), Afrika Tropik (Afrika Utara, Senegal, Nigeria, Sierra Leonne, Ghana, Sudan, dan Kenya), Amerika Selatan (Meksiko), Karibia, dan sebagian wilayah tropik lainnya (Tindall 1983). Selain wilayah tropik, penyebaran paprika juga mencapai wilayah subtropik seperti Italia, Spanyol, dan Yogoslavia (Somos 1984).

Tanaman paprika merupakan tanaman herba dengan batang tegak, berkayu pada pangkalnya, bercabang banyak, dan tumbuh intermediate. Paprika memiliki kedalaman zona perakaran 91-122 cm (Abraham dan Maximo 1980). Bentuk daun seperti telur hingga seperti pisau dengan panjang 12 cm dan lebar 7.5 cm. Bunganya menggantung tunggal berbentuk lonceng dengan jumlah kelopak lima dan mahkota lima atau enam, diameter sampai 15 mm, berwarna hijau, benang sari berjumlah lima atau enam buah (Tindall 1983). Buah paprika memiliki daging yang berwarna hijau tua dan menjadi kuning atau merah setelah masak sesuai varietasnya (Edmond et al. 1983 ).

(2)

Di Indonesia banyak dijumpai varietas paprika yang semuanya diimpor dari Eropa, Jepang, Taiwan bahkan Cina. Beberapa varietas tersebut diantaranya sebagai berikut :

1. Spartacus

Varietas ini diproduksi oleh Holland Seed. Tinggi tanaman dapat mencapai sekitar 180 cm. Buah berukuran besar rata-rata bobotnya dapat mencapai 200 – 250 g/buah. Buah yang muda berwarna hijau tua, berdaging tebal dan buah yang matang berwarna merah. Produktivitasnya sekitar 2.5-3.5 kg per tanaman.

2. Goldflame

Seperti halnya Spartacus, varietas ini juga diproduksi oleh Holland Seed. Tinggi tanaman 150-160 cm. Buah berukuran besar dengan bobot 200 – 250 g/buah. Bentuk buah bulat, buah muda berwarna hijau tet api jika matang berwarna kuning dengan produktivitas dapat mencapai sekitar 2.8 kg per tanaman.

3. Beauty Bell

Tanaman paprika varietas ini tergolong kecil dan rendah, namun tahan terhadap serangan TMV (Tobacco Mozaic Virus). Bentuk buah seperti bel dan berukuran besar. Bobot rata-rata per buah 200 g. Daging buahnya tebal. Buah nya berwarna hijau tua ketika masih muda dan berubah menjadi merah bila telah matang. Varietas ini diproduksi oleh Known You Seed ( Taiwan).

4. New Zealand

Varietas ini diproduksi oleh Selandia Baru. Tinggi tanaman mencapai 160-180 cm. Buahnya berukuran sedang dengan bobot rata-rata per buah mencapai 150-200 g. Buah muda berwarna hijau, jika matang berwarna merah.

5. Bangkok

Varietas ini diproduksi oleh Thailand. Buah nya berukuran besar dan berbentuk lonceng memanjang. Tanaman tinggi dan rimbun dengan susunan daun yang tidak teratur letaknya. Bobot rata-rata

(3)

per buah 220-250 g. Buah muda berwarna hijau tua, jika matang berwarna merah dengan produktivitas sekitar 2 kg per tanaman. 6. Tropica

Varietas ini berasal dari Perancis. Tingginya relatif sedang. Buah berukuran sedang. Bobot rata-rata per buah mencapai ± 150 g. Bentuk buah seperti lonceng. Buah muda berwarna hijau, buah matang berwarna merah.

B. Syarat Tumbuh

Seperti halnya tanaman yang lain, jenis tanaman paprika juga membutuhkan persyaratan tumbuh yang sesuai. Adapun persyaratan tumbuh tanaman paprika sebagai berikut :

a. Suhu

Menurut Somos (1984) suhu optimum untuk per tumbuhan paprika pada kisaran 16-25°C. Pembentukan bunga yang optimum terjadi pada suhu 20. 5°C pada siang hari dan 15. 5°C pada malam hari. Pada suhu 38°C pada siang hari dan 32°C pada malam hari akan menyebabkan semua bunga dan calon buah rontok. Perkecambahan membutuhkan suhu 30°C.

b. Cahaya

Tanaman paprika menghendaki cahaya yang cukup sepanjang hari, namun tanaman ini tidak tahan pada sinar matahari yang terik dan berlebihan. Untuk itu dalam budidaya paprika digunakan naungan sebagai alat pengurang cahaya. Naungan dapat mereduksi intensitas radiasi matahari, suhu tanah dan defisit air, serta meningkatkan kelembaban tanah di sekitar pertanaman paprika (Sumiati dan Hilman 1994).

Beberapa hasil penelitian merekomendasikan untuk menggunakan naungan yang terbuat dari plastik transparan dan dipasang seperti sungkup setinggi minimal 1 m. Paprika yang ditanam dengan naungan tersebut menunjukkan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang lebih baik dibandingkan tanpa naungan.

(4)

c. Kelembaban

Kelembaban udara penting untuk proses pembungaan. Bila pada saat berbunga kelembaban udara rendah s edangkan suhu dan intensitas cahaya tinggi, maka keseimbangan air yang masuk dan transpirasi lewat daun terganggu. Kondisi tersebut akan mengakibatkan bunga dan buah akan gugur serta tanaman menjadi layu. Tanah (media tanam) harus selalu dalam keadaan lembab sebab apabila tanah atau media terlalu kering akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan bunga paprika menjadi gugur yang berarti panen terancam gagal.

Untuk mengurangi kelembaban yang berlebihan, rumah kacaatau sungkup plastik harus dibuka atau tepinya terbuat dari kawat kasa yang memungkinkan udara bebas bergerak. Pemasang blower (kipas angin yang berukuran besar ) juga dapat digunakan untuk mengatasi kelembaban yang tinggi (Somos 1984).

d. Air

Tanaman paprika sangat responsif terhadap pemberian air. Kondisi kelebihan air dapat mengakibatkan busuk akar sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan menyebabkan kematian tanaman. Kondisi kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi layu dan proses penyerapan nutrisi dan mineral terganggu.

Konsumsi air tanam an paprika akan meningkat pada siang dan menjelang sore hari saat suhu udara dan radiasi matahari mencapai titik tertinggi dan kelembaban nisbi mencapai titik terendah (Somos 1984). Kebutuhan tanaman paprika dewasa terhadap air dalam satu hari rata-rata 0.5 liter. Meskipun demikian kebutuhan tersebut tergantung pada suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di sekitar tanaman.

e. Ketinggian Tempat

Tanaman paprika dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 500-1500 m dpl. Menurut Sigh (2004) paprika yang ditanam di dataran rendah memiliki ukuran buah dan produktivitas yang rendah karena fluktuasi suhu udara yang relatif tinggi di lapangan. Hasil percobaan Subekti (2002) menunjukkan bahwa paprika yang ditanam di Cianjur pada ketinggian

(5)

1100 m dpl menghasilkan bobot per tanaman yaitu 1.77 kg, sedangkan percobaan Wahyudi (2000) di Parung, Jawa Barat dengan ketinggian 100 m dpl menghasilkan rata-rata 0.75 kg per tanaman. Hasil penelitian lain yang dilakukan Rita (2002) di Cibubur, Jakarta Timur yang merupakan daerah dataran rendah menghasilkan bobot per tanaman yaitu 0. 77 kg. f. Unsur Hara

Tanaman paprika membutuhkan unsur hara makro maupun mikro. Somos (1984) menyatakan bahwa unsur P dibutuhkan lebih sedikit dari pada unsur N (10%). Tanaman paprika yang mengalami kekurangan unsur P akan mengalami pertumbuhan yang kerdil, berdaun sempit, warna daun kusam keabu-abuan, batang mudah patah, pertumbuhan bunga sedikit, serta buah tidak berkembang dengan baik karena mudah mengalami keguguran. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas dan kuantitas hasil panen juga rendah. Kekurangan P menyebabkan ukuran buah menjadi lebih kecil, bentuknya tidak beraturan, serta warna menjadi tidak menarik.

Kekurangan unsur K pada tanaman paprika akan menyebabkan pertumbuhan melambat, daun kerdil , berwarna kecoklatan dan mudah mengalami kerontokan, serta ukuran dan jumlah buah berkurang. Kelebihan K akan menyebabkan timbulnya penyakit blossom -end rot serta fenomena antagonis me K-Ca. Besarnya jumlah K dalam tanaman akan menghalangi penyerapan kalsium oleh tanaman. Pengelolaan unsur hara yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman akan meningkatkan perkembangan organ-organ reproduktif tanaman sehingga diperoleh hasil panen dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

Kebutuhan N, P, dan K tanaman paprika terbesar terjadi sekitar 10 hari setelah pembungaan hingga sebelum buah mengalami pematangan. Sejumlah kecil N dan sedikit P dan K pada buah ditranslokasikan dari bagian vegetatif tanaman. Dibandingkan unsur N dan K, unsur P diserap paling banyak pada malam hari (Hedge 1994).

(6)

Radiasi Matahari dan Pengaruh Naungan Terhadap Tanaman A. Interaksi Radiasi Matahari dan Tanaman

Keberhasilan dari usaha pertanian sangat ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan seperti unsur-unsur cuaca selain sifat genetik dan fisiologi tanaman itu sendiri. Menurut Handoko (1994) pada proses perkembangan tanaman unsur cuaca yang paling berpengaruh adalah suhu dan panjang hari, sedangkan pada proses pertumbuhan hampir semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya. Menurut Prawiranata et al. (1995) faktor lingkungan utama yang dominan peranannya yaitu radiasi matahari (cahaya). Radiasi matahari merupakan salah satu unsur iklim yang memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, pembungaan, serta pembukaan dan penutupan stomata. Radiasi matahari mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui dua cara yaitu: a. proses fotosintesis dan b. proses stimulus misalnya fotoperiodisme. Selain itu secara tidak langsung radiasi matahari dalam rumah kaca akan mempengaruhi kondisi suhu dan kelembaban.

Radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi tidak secara keseluruhan mencapai tanah melainkan sebagian akan tertahan pada ketinggian tertentu. Daun akan menerima radiasi dan radiasi yang datang akan mengalami proses-proses seperti absorbsi, transmisi, refleksi, dan pemencaran (Levitt 1980).

Menurut Monteith (1972) interaksi antara radiasi matahari dengan tanaman dibagi atas tiga kategori yaitu :

1. Efek panas . Lebih dari 70% radiasi yang diabsorbsi oleh tanaman diubah menjadi panas dan digunakan sebagai energi untuk transpirasi dan mengadakan pertukaran energi dengan lingkungannya.

2. Efek fotosintesis. Sebesar 28% dari komponen energi digunakan untuk fotosintesis dan disimpan dalam bentuk energi kimia.

3. Efek morfogenetik. Energi radiasi berperan sebagai regulator dan pengatur proses pertumbuhan dan perkembangan.

(7)

Tidak semua panjang gelombang radiasi menguntungkan tanaman. Spektrum radiasi yang dimanfaatkan tanaman masih terbagi-bagi menurut kegunaannya dalam proses fisiologi. Beberapa interval panjang gelombang radiasi yang bermanfaat bagi tanaman yaitu : (1) ultraviolet (0.29 -0.38 µm ) bermanfaat dalam proses fotom orfogenetik, (2) inframerah dekat (0.71-4.0 µm ) mempunyai pengaruh kalor dan fotomorfogeneti k, (3) radiasi fotosintesis aktif (PAR) (0.38-0.71 µm) mempunyai pengaruh kalor, fotosintesis dan fotomorgenetik, sedangkan (4) di atas 4.0 µm mempunyai pengaruh termal (Jones 1992).

Proses fotosintesis dikemukakan dalam rumus sebagai berikut CO2 + 2H2O cahaya (CH2O)n + H2O + O2...(1) Secara umum proses fotosintesis terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut (Jones 1992) :

1. Difusi karbondioksida dari atmosfir ke pusat reaks i dalam daun dan bagian hijau lainnya.

2. Konversi energi cahaya menjadi energi kimia (transfer elektron dan pembentukan ATP) dan reduksi karbondioksida melalui fotolisis air. 3. Pembentukan molekul organik (proses biokimia) yang digunakan

dalam proses pertumbuhan dan yang ditranslokasikan.

Laju fotosintesis meningkat dengan penambahan kandungan klorofil pada daun. Klorofil berpengaruh terhadap efisiensi penangkapan energi radiasi dan efisiensi pengubahan energi radiasi menjadi energi kimia. Jumlah klorofil yang tinggi akan meningkatkan efisiensi penggunaan cahaya pada fotosintesis (Amrullah 2000). Adanya radiasi matahari yang mengenai klorofil memungkinkan klorofil tersebut tereksitasi dalam proses fotosintesis dan akan membentuk bagian dari tanaman serta hasil (yield). Absorbsi radiasi matahari oleh berbagai pigmen lain juga akan berperan dalam proses fotosintesis.

Spektrum ultraviolet diabsorbsi sangat kuat oleh asam nukleat dan protein meskipun sebagian besar telah berkurang karena diabsorbsi oleh ozon di atmosfer. Cahaya biru muda dapat mengaktifkan fotoreaktifitas dari asam nukleat yang telah dinonaktifkan oleh ultraviolet yang telah

(8)

mengenainya. Absorbsi yang sangat kuat di dalam spektrum PAR terjadi pada gelombang warna merah dan biru, sedangkan pada warna hijau absorbsinya rendah (Bjorkman 1981).

Fitokrom merupakan pigmen penerima cahaya dalam proses fotomorfogenetik. Fitokrom yang tersedia dalam sitoplasma semua tanaman hijau bertanggung jawab mengatur berbagai proses seperti perkecambahan biji, perkembangan akar, pertumbuhan tunas (tajuk), tunggul, pembentukan umbi, dormansi, pembungaan, dan pewarnaan buah. Demikian juga pertumbuhan vegetatif sebagian besar dikontrol oleh durasi cahaya. Fotoperiode dan suhu mengatur waktu pembentukan daun, kuncup bunga, awal dan akhir pertumbuhan tunas, serta awal periode dorman. Pertumbuhan vegetatif tersebut meliputi perpanjangan batang dan perkembangan daun.

B. Intersepsi Radiasi oleh Tanaman

Menurut Irawati (2000) yang dimaksud dengan radiasi yang diintersepsi adalah selisih antar radiasi datang dengan radiasi yang diteruskan oleh tanaman atau besarnya radiasi datang yang tertahan oleh tajuk tanaman dan tidak sampai ke permukaan tanah atau ke ketinggian tertentu dalam tajuk tanaman. Fraksi radiasi yang diinterseps i dapat dipantulkan kembali, diabsorbsi, atau dipencarkan oleh bagian-bagian tanaman dalam tajuk komunitas tersebut.

Radiasi matahari yang diterima suatu organisme dapat berasal (a) langsung dari matahari, (b) dari radiasi yang dipantulkan oleh langit dan awan, (c) dari pantulan dan transmisi objek-objek lainnya. Proses penyerapan, pemantulan, dan penerusan radiasi pada areal tanaman akan menyebabkan terjadi perubahan spektrum dari radiasi matahari di puncak, tengah, dan dasar tajuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi matahari ke dalam tajuk meliputi sudut berdirinya daun, sifat permukaan daun, ketebalan, dan ukuran daun (transmisi radiasi), elevasi matahari , serta proporsi dari radiasi langsung dan baur pada tajuk tanaman (June 1993).

(9)

Energi radiasi matahari yang mencapai puncak tajuk tanaman akan mengalami pengurangan dalam perjalanannya menuju ke atas permukaan tanah. Besarnya pengurangan tersebut tergantung pada struktur tanaman di dalam tegakan komunitas, struktur daun, batang, cabang, dan warna dari individu tanaman tersebut. Dengan demikian besarnya pengurangan tersebut tergantung pada spesies, umur, dan kerapatan tanaman. Pengurangan terjadi secara eksponensial. Jones (1992) mengemukakan rumus sebagai berikut :

I = Io e –k LAI...(2) sehingga pengurangannya adalah :

Io ( l – e – k LAI )...(3) Keterangan :

I = Intensitas radiasi yang diterima di dalam tajuk tanaman atau suatu ketinggian tertentu

Io = Intensitas radiasi yang diterima pada puncak tajuk komunitas tanaman tersebut.

e = Bilangan eksponensial

k = Koefisien penyirnaan / pemadaman LAI = Indeks luas daun

Pengaruh cuaca pada produksi bahan kering tanaman dan hasil, meliputi tiga hal yaitu : (a) intersepsi radiasi ol eh tajuk tanaman, (b) efisiensi konversi radiasi oleh tajuk tanaman untuk kemudian diubah menjadi bahan kering, dan (c) pembagian bahan antara hasil ekonomis dan sisa tanaman lainnya.

Indeks luas daun (ILD) mempunyai peranan penting terhadap intersepsi radiasi matahari. Persentase intersepsi radiasi cenderung meningkat dengan meningkatnya ILD pada berbagai tanaman. Bila tidak terdapat kekurangan air dan hara maka efisiensi radiasi matahari oleh tajuk tanaman ditentukan oleh intersepsi cahaya dan pola penyebaran cahaya dalam tajuk tanaman.

Jumlah radiasi yang diterima oleh tanaman akan mempengaruhi perkembangan indeks luas daun. Pemberian naungan menyebabkan

(10)

terjadinya peningkatan luas daun pada tanaman cabai paprika (Subhan 1990), jinten (Urnemi et al. 2002), aster (Callan dan Kennedy 1995), dan padi gogo (Moelyohadi et al. 1999; Lautt 2003) . Menurut Levitt (1980) tanaman yang dinaungi sampai batas waktu tertentu akan bertambah luas daunnya.

Cahaya langsung maupun difuse yang diintersepsi tanaman tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut : (a)indeks luas daun, (b) sudut daun, dan (c) kerapatan luas daun. Orientasi daun dapat mempengaruhi jumlah cahaya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman, selain itu tajuk yang mempunyai daun-daun vertikal akan lebih efisien dalam hubungannya dengan hasil per unit luas daun dibandingkan dengan tajuk yang daunnya horizontal.

C. Pengaruh Naungan terhadap Tanaman

Pemberian naungan pada tanaman tertentu akan menyebabkan tanaman tersebut memperoleh intensitas cahaya matahari dan suhu udara yang lebih sesuai untuk pertumbuhannya. Dengan demikian pengaruh yang merugikan dari intensitas cahaya matahari yang berlebihan dan suhu udara yang tinggi dapat dikurangi atau dihilangkan.

Naungan secara langsung berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang sampai di permukaan tajuk tanaman. Pemberian naungan pada tanaman selain mengurangi intensitas cahaya juga spektrum cahaya yang diterima daun di bawah naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya langsung (Edmond et al. 1983). Bagian energi matahari yang paling bermanfaat untuk fotosintesis adalah spektral cahaya tampak (0.4- 0.7 ì m ). Pada daerah tropik spektral cahaya nampak dapat mencapai 50% dari total radiasi (Jones 1992).

Faisal (1984) menyatakan bahwa penggunaan paranet sebagai naungan akan menyebabkan pengurangan intensitas cahaya yang masuk ke permukaan tanaman. Adanya naungan akan mengurangi transpirasi berlebih, menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan struktur tanah, mempertahankan kelembaban tanah yang tinggi, serta m engurangi pekerjaan dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Pemakaian

(11)

naungan dapat menghalangi radiasi matahari yang langsung sampai di permukaan bumi sehingga energi radiasi yang terkandung dalam tanah menjadi lebih kecil. Dengan demikian suhu udara dan suhu tanah di bawah naungan menjadi lebih rendah daripada di luar naungan (Permana 1984).

Pemberian naungan akan menyebabkan iklim mikro di sekitarnya berubah. Pada siang hari sinar matahari yang masuk terhalang oleh naungan, hal tersebut menyebabkan berkurangnya akumulasi radiasi matahari yang sampai ke permukaan tanah. Pada malam hari naungan dapat menahan radiasi gelombang panjang yang dilepaskan permukaan tanah sehingga energi dari pelepasan radiasi akan terakumulasi yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di bawah naungan. Keadaan masing-masing unsur iklim mikro ini akan mempengaruhi proses tumbuh dan pertumbuhan tanaman (Hulaesuddin 2001) .

Pemberian naungan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Hasil penelitian terhadap tanaman lada menunjukkan secara umum tanaman di bawah naungan 50% (tingkat radiasi 50%) memperlihatkan hasil produksi tertinggi dibandingkan dengan tingkat radiasi 75% dan tanpa naungan (Faisal 1984). Sumiati dan Hilman (1994) mengemukakan bahwa hasil bobot buah cabai paprika varietas Blue Star tertinggi dihasilkan dari tanaman yang dibudidayakan secara konvensional di bawah naungan plastik transparan dengan kerangka naungan berbentuk kubus setengah lingkaran dengan arah memanjang menghadap ke timur - barat di Lembang, Jawa Barat.

Sistem Budidaya Hidroponik A. Arti dan Prinsip Hidroponik

Hidroponik berasal dari kata hydroponic yang merupakan istilah dalam bahasa Yunani. Hydroponic terdiri atas dua kata yaitu hydro yang artinya air dan ponos yang artinya bekerja. Jadi hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam hal tersebut yang dimaksud yaitu kegiatan usaha budidaya tanaman pertanian dan yang menggunakan air sebagai media utama (Nicholls 1996).

(12)

Menurut Hendry dan Pranis (1998) budidaya hidroponik adalah menumbuhkan tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam. Tanaman memperoleh hara dari larutan garam mineral yang diberikan langsung ke akar tanaman, sehingga tanaman lebih memfokuskan ener ginya untuk pertumbuhan dibandingkan mencari dan berkompetisi memperebutkan hara. Turon dan Perez (1999) menambahkan bahwa hidroponik pada dasarnya adalah mengatur komposisi larutan nutrisi hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Prinsip dasar budidaya hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan sehingga tidak terjadi ketergantungan tanaman terhadap alam. Dalam teknik hidroponik rekayasa faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu udara, intensitas radiasi matahari, dan curah hujan dapat diatur melalui sistem rumah kaca, sedangkan rekayasa faktor air dan pH nya sebagai bahan pelarut nutrisi tanaman dapat diatur melalui sistem irigasi (Wahyudi 1999).

Menurut Resh (1999) budidaya hidroponik mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan budidaya di tanah, yaitu :

1. Hara tanaman lebih homogen dan dapat dikendalikan

2. Tidak dibatasi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah, sehingga memungkinkan penambahan populasi per unit area.

3. Tidak memerlukan pengolahan tanah dan tidak menghadapi masalah gulma.

4. Penggunaan pupuk lebih efisien karena diberikan seragam pada semua tanaman.

5. Media tanam lebih permanen karena dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama dan hama penyakit cenderung berkurang.

Teknik budidaya hidroponik ini mempunyai kekurangan antara lain biaya produksi yang relatif tinggi terutama untuk sistem yang lebih moderen. Masalah lain yang cukup penting adalah kebutuhan hara tanaman yang cukup tinggi dan sering munculnya penyakit yang umumnya terbawa air seperti Fusarium, Pseudomonas , dan Verticillium.

(13)

B. Metode Hidroponik

Menurut Harjadi (1989) terdapat empat metode hidroponik yaitu hidroponik kultur pasir, sistem terbuka agregat, teknik selaput hara, dan sistem hidroponik terapung. Pada hidroponik kultur pasir, pasir bertindak sebagai media tumbuh permanen. Pada sistem terbuka agregat, bibit dipindahkan ke wadah yang diisi dengan substrat inert (seperti rockwool dan peat) dan disiram dengan larutan hara. Untuk hidroponik dengan sistem selaput hara, hara disirkulasi kembali dalam sistem tertutup. Hidroponik sistem terapung banyak digunakan untuk sayuran. Pada sistem ini tanaman sayuran ditanam pada panel plastik yang mengapung pada kolam hara.

Pada metode kultur pasir dan arang sekam, sistem yang banyak dipakai adalah sistem irigasi tetes (drip irrigation). Dalam sistem tersebut tanaman memperoleh unsur hara secara individu dari tetesan larutan hara melalui saluran-saluran yang terpasang dekat daerah perakaran. Sistem sub irigasi (sub - irrigation system) sering digunakan dalam metode kultur agregat. Dalam sistem ini air dan larutan hara dipompakan ke dalam tempat media kemudian larutan tersebut mengalir kembali ke tempat penampungan untuk selanjutnya dipompa lagi dan seterusnya sampai pada batas tertentu larutan harus diganti.

C. Persyaratan Budidaya Hidroponik

Budidaya hidroponik membutuhkan syarat tumbuh yang sesuai. Adapun persyaratan tumbuh dalam budidaya hidroponik sebagai berikut : a. Media Tanam

Media diperlukan untuk menopang dan memperkokoh tegaknya tanam an juga menahan air dan hara untuk beberapa waktu. Media tumbuh yang digunakan dalam budidaya hidroponik harus bebas dari unsur hara (inert). Media tanam yang digunakan dalam hidroponik dapat berupa media anorganik seperti pasir, kerikil, vemikulit, atau media organik seperti kulit kayu dan serbuk gergaj i. Pemilihan media harus memperhatikan faktor ketersediaan, harga, kualitas, dan metode yang digunakan. Media diusahakan steril atau bebas dari patogen yang

(14)

menyebar melalui media. Umumnya pertumbuhan tanam an dengan budidaya hidroponik akan baik bila menghindari penggunaan media dari bahan organik. Hal tersebut karena salah satu tujuan hidroponik adalah menghilangkan patogen tanah dan hal tersebut paling baik dilakukan dengan bahan-bahan anorganik (Schwarz 1995).

b. Aerasi

Tanaman membutuhkan oksigen untuk respirasi akar. Kejenuhan air pada perakaran dapat mengakibatkan konsentrasi O2 sekitar perakaran akan berkurang karena O2 dari atmosfer terhambat masuk ke dalam tanah oleh air. Keadaan tersebut mengganggu metabolisme tanaman karena akar sebagai penyerap hara tidak berfungsi dengan baik akibat kekurangan O2 untuk respirasinya (Alam 1999). Untuk itu diperlukan rongga lubang atau ventilasi udara pada tempat penanaman, sehingga oksigen yang diperlukan akar un tuk respirasi dapat tercukupi.

c. Air

Air yang diberikan untuk budidaya hidroponik diusahakan bebas hama dan penyakit karena beberapa patogen yang menimbulkan penyakit pada tanaman hidroponik biasanya terbawa oleh air. Me nurut Jones (1992) dan Resh (1999) kualitas air juga perlu diperhatikan. Kadar NaCl yang tinggi dalam air akan menyebabkan tanaman keracunan garam sehingga dapat mengakibatkan kematian tanaman.

d. Unsur Hara

Dalam budidaya hidroponik semua unsur esensial diberikan pada tanaman dengan cara mencampur unsur-unsur hara dalam air sehingga menjadi suatu larutan hara. Pemilihan garam -garam mineral sebagai larutan hara tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah kelarutan garam dalam air dan harga bahan -bahan tersebut.

Menurut Turon dan Perez (1999) dalam pembuatan larutan hara untuk budidaya hidroponik yang diutamakan adalah konsentrasi yang tepat dan mengandung semua unsur hara yang dibutuhkan. Formulasi larutan hara yang diberikan tergantung pada jenis tanaman, tahap

(15)

pertumbuhan, musim, serta keadaan iklim seperti suhu, kelembaban, dan cahaya ( Resh 1999).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro menyediakan unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar, seperti unsur N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro diperlukan sedikit misalnya Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, Si, dan Mo. Unsur N, P, dan K merupakan unsur yang paling sering diberikan pada tumbuhan karena unsur tersebut sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Menurut Marshner (1986) unsur N merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun, batang dan akar, tetapi apabila berlebihan akan dapat menghambat pembungaan dan pembuahan. Semakin banyak N diserap tanaman akan menyebabkan semakin banyak pula sintesis karbohidrat menjadi protein dan protoplasma.

Unsur P terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan fosfatide, merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan meristem. Secara umum fungsi unsur P dalam tanaman antara lain mempercepat pertumbuhan akar, memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dan meningkatkan produksi buah. Salisbury dan Ross (1992) menambahkan bahwa peranan P dalam metabolisme tanaman berkaitan langsung dengan proses yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya yakni fotosintesis.

Translokasi hasil fotosintesis dari daun ke akar terhambat dan akan mengganggu pertumbuhan akar apabila jumlah P terbatas. Setiap bagian akar efektif dalam menyerap P, namun translokasi ke batang tergantung perkembangan bagian xylem. Penyerapan P bukan hanya dipengaruhi oleh panjang akar, namun juga oleh rambut akar (Ozzane 1980). Peningkatan suhu akan meningkatkan pasokan P ke akar melalui

(16)

difusi. Peningkatan suhu akan meningkatkan pertukaran P dan juga meningkatkan larutan hingga 1-2% pada setiap peningkatan 1 deraj at suhu (Barber 1980).

Seperti halnya N dan P, kebutuhan tanaman terhadap K berubah dari rendah menjadi tinggi seiring dengan pertambahan umur tanaman. Tisdale dan Nelson (1975) menyatakan bahwa kekurangan K terutama pada awal pertumbuhan mengakibatkan perubahan terhadap hasil karbohidrat dan secara cepat diikuti oleh berkurangnya konsentrasi K+ pada tanaman. Daun akan menjadi kuning dan terbakar pada sisi-sis inya serta memperlihatkan klorosis yang tidak merata sehingga fotosintesis terganggu.

Menurut Jones (1982) K memegang peranan penting dalam berbagai proses metabolisme tanaman. Peranan K sebagai pengatur tekanan osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation-anion sel, pengatur transpirasi dan transpor asimilat. Selain itu juga K berperan mempe rkuat dinding sel dan terlibat dalam proses lignifikasi jaringan sclerenchym.

Grimme (1985) menyatakan bahwa suplai K untuk tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama yang berkaitan dengan proses difusi. Faktor-faktor tersebut antara lain konsentrasi K, kandungan air tanah, akar tanaman, dan daya serap unsur K. Peranan unsur K sangat penting sehingga apabila kekurangan K akan menyebabkan penurunan produksi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Amisnaipa (2005) yang menyatakan bahwa pengurangan K menurunkan produksi tomat, sebaliknya peningkatan jumlah hara K yang diberikan akan meningkatkan jumlah, diamater, dan bobot buah. Us herwood (1985) menambahkan bahwa K berpengaruh kuat terhadap metabolisme asam pada buah yaitu citric acid dan malic ac id. Selain itu juga meningkatkan total buah terlarut , gula, asam, karoten, dan likopin.

(17)

Dalam budidaya hidroponik unsur-unsur esensial diberikan dalam bentuk larutan nutrisi. Resh (1999) mengajukan formula larutan nutrisi hidroponik sayuran buah lebih detail berdasarkan tahapan fase pertumbuhan tanaman seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formula Bahan Kimia Sumber Unsur Hara Bagi Sayuran Buah Kebutuhan Nutrisi (ppm)

Garam Pupuk

Pembibitan Fase Pematangan 10 hari Sebelum Pematangan Fase

Ca2 + Mg2+ Na+ K+ N sebagai NH4+ N sebagai NO3- P sebagai PO4 -S sebagai -SO4 2-Cl -Fe Mn Cu Zn B Mo 100 20 - 175 3 128 27 26 - 2 0.8 0.07 0.1 0.3 0.03 220 40 - 350 7 267 55 53 - 3 0.8 0.07 0.1 0.3 0.03 200 45 - 400 7 255 55 82 - 2 0.8 0.1 0.33 0.4 0.05 Sumber : Resh (1999) D. Fertigasi

Fertigasi adalah sistem irigasi atau pengairan yang dilakukan bersama-sama dengan aplikasi pupuk. Teknik fertigasi sangat cocok diterapkan dalam budidaya tanaman di daerah dengan jumlah air yang terbatas, karena jumlah air yang digunakan dalam teknik fertigasi dapat diatur.

Hochmuth (1992) menjelaskan bahwa pupuk yang diberikan secara fertigasi dengan irigasi tetes menyebar rata dan seragam ke sistem perakaran tanaman dan mengefisienkan pemberian dosis sehingga dosis yang diberikan dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan sesuai dengan tahap pertumbuhannya. Jika diaplikasikan dalam sistem irigasi tetes atau fertigasi dapat menjaga kesegaran daun dan

(18)

meningkatkan jumlah dan mutu hasil panen. Penelitian yang dilakukan oleh Gumelar (2005) terhadap tanaman cabai merah menunjukkan bahwa perlakuan fertigasi mampu meningkatkan tinggi tanaman pada umur 6 hingga 10 MST, meningkatkan bobot kering tanaman, mempercepat waktu anthesis 50%, mempercepat pematangan buah 50%, meningkatkan bobot buah per tanaman dan bobot buah per hektar jika dibandingkan dengan perlakuan irigasi air yang terpisah dengan pemupukan.

Biernbaum dan Versluys (1998) menyatakan terdapat beberapa metode irigasi yang digunakan dalam fertigasi yaitu metode konvensional (hand watering), irigasi tetes (drip irrigation), sistem pengkabutan (fog system), irigasi berputar (springk ler irrigation), dan sub irigasi. Metode sub irigasi adalah metode yang dilakukan dengan mendistribusikan air ke bawah permukaan tanah dengan tujuan untuk memberikan kelembaban pada daearah di sekitar perakaran (Harjadi 1989). Keuntungan dari penggunaan sistem sub irigasi antara lain pertumbuhan tanaman lebih seragam, mengurangi pengunaan air dan pupuk, dan mengurangi pencucian hara (Elliot 1990). Sub irigasi substrat lebih mudah dalam penggunaannya karena proses kapilaritas dan memelihara tekstur lebih baik dengan banyaknya pori mikro pada media (Biernbaum 1993).

E. Rumah Kaca

Rumah kaca merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari berbagai gangguan cuaca seperti hujan, angin dan intensitas radiasi matahari yang tinggi serta melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit. Pada umumnya rumah kaca diperlukan untuk tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup penting seperti berbagai jenis tanaman bunga-bungaan (diantaranya mawar, anyelir, gladiol, anggrek, dan krisan), tanaman sayur-sayuran (diantaranya tomat, kapri, brokoli, sawi, dan paprika), tanaman buah-buahan (diantaranya melon, anggur, dan semangka). Selain itu rumah kaca di Indonesia sangat sesuai diterapkan untuk tanaman komoditas ekspor yang menghendaki kualitas baik dan ukuran yang seragam (Wahyudi 1999).

(19)

Bahan dalam pembuatan suatu rumah kaca beraneka ragam. Pemilihannya sangat ditentukan oleh banyak faktor, demikian pula mengenai bentuk, konstruksi, dan sistem pengontrol lainnya disesuaikan dengan kondisi iklim suatu daerah, tujuan penggunaan, jenis tanaman, dan biaya (Wahyudi 1999). Secara umum bangunan rumah kaca terdiri atas bagian kerangka sebagai penopang kekuatan yang dapat terbuat dari besi, kayu, atau bambu tergantung dari ketersediaan bahan baku setempat. Masing-masing bahan baku tersebut mencerminkan ketahanan dan kekuatan bangunan serta umur ekonomisnya.

Atap rumah kaca terbuat dari bahan tembus pandang seperti kaca, plastik film, fiberglass, panel akrilik dan panel polykarbonat (Nelson 1985). Konstruksi atap dari bahan plastik sesuai untuk Indonesia yang beriklim tropis sehingga dapat mengurangi pengaruh negatif dari intensitas radiasi matahari yang berlebih. Jenis plastik terdiri atas plastik berproteksi UV dan plastik biasa.

Hasil percobaan Syakur et al. (2003) menunjukkan bahwa penggunaan plastik UV tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tomat, namun keunggulan dari plastik ini yaitu memiliki waktu pemakaian yang lebih lama dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan plastik biasa. Menurut Subhan (1990) keuntungan penggunaan plastik sebagai naungan bagi tanaman terutama dari segi biaya. Plastik lebih murah daripada kaca, cukup tahan lama, ringan, dan relatif lebih mudah diperoleh di pasaran.

Di dalam rumah kaca juga dapat menggunakan paranet untuk menaungi tanaman yang pengunaannya dapat secara tunggal atau digabungkan dengan bahan naungan lain seperti kaca atau plastik. Paranet berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke dalam rumah kaca. Persentase naungan paranet yang tersedia di pasaran umunya berukuran 55%, 65%, dan 75%. Pemilihan persentase naungan paranet disesuaikan dengan kebutuhan tanaman terhadap cahaya (Wahyudi 1999).

(20)

Zona Perakaran

Suhu di zona perakaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya pertanian karena dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Hal tersebut karena suhu di zona perakaran dapat berpengaruh terhadap kemampuan akar menarik air (Kafkafi 2001) dan nutrisi (Daskalaki dan Burrage 1998). . Pengaturan suhu optimum pada zona perakaran berbeda untuk setiap tanaman dan merupakan hal penting pada budidaya tanaman tanpa tanah (Kafkafi 2001).

Rata-rata serapan air oleh akar pada tanaman tomat meningkat hingga 250% saat suhu akar berubah dari 12°C menjadi 20°C pada kondisi radiasi matahari, kelembaban, dan suhu daun yang tetap. Apabila suhu diturunkan dari 20°C menjadi 12°C maka serapan air menjadi menurun (Kafkafi 2001). Hal yang sama terjadi pada tanaman ketimun bahwa penyerapan nutrisi meningkat secara tajam saat suhu meningkat dari 12°C menjadi 20°C (Daskalaki dan Burrage 1998).

Patappa (2001) menambahkan bahwa suhu z ona perakaran yang baik pada kisaran antara 20-30°C dan pertumbuhan berkurang bila di atas kisaran tersebut. Pada suhu 45°C akan terjadi kematian tanaman secara permanen. Saat suhu zona perakaran 28°C maka pengambilan air, luas daun dan pertumbuhan total tanaman mencapai maksimum. Saat suhu diantara 20°C dan 36°C, pengambilan unsur P dan Ca meningkat sedangkan terhadap unsur N, K, dan Mg kecil pengaruhnya (Daskalaki dan Burrage 1998). Pengambilan N, P, dan K sangat berkurang saat suhu zona perakaran ekstrim rendah (Kafkafi 2001).

Kehadiran ammonium pada zona perakaran menjadi sangat penting apabila suhu zona perakaran rendah, sebaliknya ammonium akan menjadi lebih berbahaya bagi tanaman apabila suhu zona perakaran tinggi. Perbedaan tingkat sensitivitas tanaman terhadap keracunan ammonium tergantung pada perbedaan konsentrasi gula pada akar. Metabolisme ammonium yang terjadi di akar memerlukan gula untuk

(21)

memproduksi asam amino terlarut dan mencegah keracunan ammonia pada sel sitoplasma akar (Kafkafi 2001).

Selain suhu, kelembaban zona perakaran merupakan hal yang juga harus diperhatikan. Kelembaban yang optimum pada zona perakaran akan memaksimalkan pertumbuhan akar sehingga akan mempengaruhi penyerapan air dan unsur hara. Meningkatnya kelembaban zona perakaran menyebabkan penurunan kedalaman akar, serta peningkatan pola pertumbuhan akar dan nisbah akar terhadap pucuk (Paul 1981).

Referensi

Dokumen terkait

Dari gender taboo yang mereka tunjukan pada Instagram dan Youtube, makna yang terbentuk pada audiens tidak selalu menghasilkan makna postif, karena makna ini juga dapat menjadi

Penyampaian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur secara off line adalah penyampaian Laporan Debitur dan atau koreksi atas Laporan Debitur oleh Pelapor

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa visibility berpengaruh terhadap minat beli Sate Taichan “Goreng” di Kota Bandung dan mendapatkan respon yang tinggi atau

Minyak pelumas mineral adalah minyak pelumas dengan bahan baku oli dasar (base oil) yang diambil dari minyak bumi yang terlah diolah dan disempurnakan. Minyak pelumas

3. Berdasarkan fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi penggajian. terdapat temuan sebagai

Karena apabila wajib pajak memperoleh laba (tidak menderita kerugian) dan pengenaan pajaknya tidak bersifat final, pajak yang harus dipotong akan lebih menguntungkan apabila

Tanaman kahat Si menyebabkan ketiga organ tanaman di atas kurang terlindungi oleh lapisan silikat yang kuat, akibatnya: (1) daun tanaman lemah terkulai, tidak

1) Mеmiliki kеunikan yang tidak dimiliki pеsaing, kеunikan dapat dicapai dеngan mеmfokuskan pada aspеk-aspеk pеnting sеpеrti pеlayanan, dеsain produk, sistеm