• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tax Planning dan Pengendalian Atas Unsur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tax Planning dan Pengendalian Atas Unsur"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Indonesia MAKALAH

TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN ATAS UNSUR-UNSUR WITHHOLDING TAX

(Manajemen Perpajakan)

KELAS PJK/14-2S & 15-1P Kelompok 1

AGUS ADIWAHANA (1406659165) IRHAM AKBAR (1406659524) M ZAENY JAUHARI (1406659631)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi

Program Studi MAKSI-PPAk Semester Gasal 2015/2016

STATEMENT OF AUTHORSHIP

Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain, kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme

Mata Ajaran : Manajemen Perpajakan

Judul Makalah : Tax Planning dan Pengendalian atas Unsur-unsur Withholding Tax Hari, Tanggal : Rabu, 16 November 2016

Nama Pengajar : Christine, M. Int. Tax Kelas : PJK/14-2S & 15-1P

1. Nama Mahasiswa : Agus Adiwahana Nomor Mahasiswa : (1406659165) 2. Nama Mahasiswa : Irham

Nomor Mahasiswa : (1406659524) 3. Nama Mahasiswa : M Zaeny Jauhari

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan menurut prinsip kemampuan membayar (Gunadi, 2013), yang indikatornya dapat dilihat dari :

a. Penghasilan b. Pengeluaran c. Kekayaan

d. Peralihan Kekayaan

Metode yang digunakan dapat berupa penghitungan dan penyetoran sendiri atau dengan system withholding tax

(4)

1.2 Jenis-Jenis Withholding Tax a. PPh Pasal 22

Pemungutan atas PPh pasal 22 diberlakukan kepada pihak-pihak yang memiliki transaksi dengan pemungut PPh pasal 22. Berdasarkan PMK no 107/PMK.010/2015, pemungut PPh pasal 22 terdiri dari:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai

2. Bendahara pemerintah, instansi dan lembaga pemerintahan yang sumber dananya berasal dari APBN

3. Badan usaha tertentu yang meliputi BUMN, BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh pemerintah, badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.

4. Badan usaha yang bergerak dalam bidan industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri 5. ATPM, APM, dan IU kendaraan bermotor atas penjualan kendaraan bermotor di

dalam negeri

6. Produsen atau importir BBM, BBG dan Pelumas, atas penjualan produk-produknya

7. Badan usaha yang memproduksi emas batangan

8. Industri atau eksportir yang bergerak dalam sector kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya

9. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan maupun orang pribadi

b. PPh Pasal 23

(5)

c. PPh pasal 26

PPh pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dipotong dari penghasilan WP luar negeri atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang bersumber dari Indonesia. Pemotong PPh pasal 26 adalah SPDN, badan pemerintah, penyelenggara kegiatan, BUT, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT. (DJP, 2012)

d. PPh pasal 4(2)

PPh pasal 4(2) adalah pajak penghasilan yang dipotong dari penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui peraturan pemerintah, dan bersifat final. Selain dipotong pihak ketiga, PPh pasal 4(2) ada yang disetorkan sendiri oleh WP yang bersangkutan.(DJP, 2012)

e. PPh pasal 15

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Objek Withholding Tax Pasal 22 1. Objek PPh Pasal 22

PPh pasal 22 dipungut atas beberapa jenis objek :

a. Atas impor barang mewah tertentu, seperti yang dijelaskan di dalam lampiran PMK 107/PMK.010/2015. Tarif yang dikenakan adalah 10%.

b. Atas impor barang selain yang disebutkan di dalam lampiran diatas. Tarif yang dikenakan bervariasi. Jika importir memiliki angka pengenal impor, maka dipungut sebesar 2,5%, sedangkan jika tidak memiliki angka pengenal impor maka dipungut sebesar 7,5%.

c. Atas semua transaksi pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,BUMN dan BUMD, dengan tarif sebesar 1.5%.

d. Atas penjualan hasil produksi industri : - Kertas, dengan tarif 0,1%

- Semen, dengan tarif 0,25% - Baja dan obat, dengan tarif 0,3% - Otomotif, dengan tarif 0,45%

e. Atas penjualan hasil produksi BBM, BBG dan Pelumas dengan tarif 0,25% untuk SPBU Pertamina dan 0,3% untuk selain itu. Pungutan kepada penyalur bersifat final, sedangkan kepada bukan penyalur bersifat non final

f. Atas pembelian barang untuk keperluan industri dari pedagang pengumpul dikenakan tarif 0,25%

(7)

dari 6 milyar atau luas lebih dari 150m persegi, kendaraan bermotor roda empat dengan harga jual lebih dari 2 milyar atau kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc dikenakan tarif 5%

2. Pengecualian objek PPh pasal 22

Ada beberapa pengecualian transaksi yang tidak dipungut PPh pasal 22 :

a. Impor barang yang berdasarkan peraturan perundangan tidak terutang pph, dinyatakan dengan SKB. PMK no 90/PMK.03/2015 mengatur bahwa pengecualian pemungutan PPh jika pembeli bukan subjek pajak.

b. Impor barang yang dibebaskan bea masuk dan atau PPN c. Impor yang bertujuan untuk diekspor kembali

d. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya dengan jumlah paling banyak 2 juta rupiah, dan bukan merupakan pembayaran yang terpecah pecah e. Pembelian BBM, gas, air minum, dan benda2 pos

f. Emas batangan yang akan diproses menjadi perhiasan untuk tujuan exspor, dinyatakan dengan SKB

g. Pencairan dana JPS

h. Impor kembali atas barang yang telah diekspor dengan tujuan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian

i. Pembelian beras dan gabah oleh bulog

3. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22

1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);

2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;

3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;

(8)

5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2.2 Objek withholding tax pasal 23 1. Objek PPh pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Objek PPh pasal 23 dikelompokkan menjadi 2 jenis berdasarkan tarif yang dikenakan

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan objek PPh Pasal 23 :

1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :

a. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;

b. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;

2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.

4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar objek pph 23 jasa lainnya tersebut:

a. Penilai (appraisal); b. Aktuaris;

c. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Hukum;

e. Arsitektur;

(9)

g. Perancang (design);

h. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);

i. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas); j. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak

dan gas bumi (migas);

k. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; l. Penebangan hutan;

m. Pengolahan limbah;

n. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services); o. Perantara dan/atau keagenan;

p. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

q. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; r. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

s. Mixing film;

t. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;

u. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.

v. Pembuatan dan/atau pengelolaan website; w. Internet termasuk sambungannya;

x. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;

y. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

z. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; aa. Dll, sesuai penjelasan PMK 141/PMK.03/2015

(10)

Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:

a. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;

b. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib

pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

 Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

 SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

 Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang

berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. 3. Saat terutang PPh pasal 23

 PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

 PP 94 tahun 2010 menjelaskan bahwa Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23

Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya

2.3 Objek withholding tax pasal 26 1. Objek PPh pasal 26

(11)

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :

a. dividen;

b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e. hadiah dan penghargaan

f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau h. Keuntungan karena pembebasan utang.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :

a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;

b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;

4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

2. Pengecualian dari pemotongan PPh pasal 26

(12)

syarat:

a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;

b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;

c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.

2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 3. Saat terutang PPh pasal 26

PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.

2.4 Objek withholding tax pasal 4 ayat 2 1. Objek PPh pasal 4 ayat 2

PPh pasal 4 ayat 2 bersifat final. Istilah 'final' di sini berarti bahwa, jenis pajak ini harus diselesaikan / lunas dalam masa pajak yang sama seperti mereka diterima, dan tidak perlu dilaporkan lagi pada akhir tahun pajak.

Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dikenakan pada jenis tertentu dari penghasilan / pendapatan, dan berupa:

bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan dengan tarif 20%, bunga dari obligasi dan obligasi negara, dan bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing;

hadiah berupa lotere / undian dengan tarif 25%

(13)

transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah dan / atau bangunan; dengan tarif yang bervariasi dan

pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah. (contoh PP 46 tahun 2013)

Ketika pajak final dikenakan atas transaksi antara perusahaan dan seorang individu, dimana perusahaan bertindak sebagai penerima penghasilan tersebut, maka perusahaan wajib menyelesaikan pajak ini saja. Dengan kata lain, perusahaan menyetorkan sendiri pajaknya. Dalam kasus transaksi yang terjadi antara dua perusahaan, maka pembayar harus mengumpulkan dan menyelesaikan pajak bukan penerima.

2.5 Objek withholding tax pasal 15 1. Objek PPh pasal 15

Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri keuangan.

Ketentuan ini mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah ("build, operate, and transfer")

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.

Tabel Tarif PPh Pasal 15

N

(14)

Penerbangan

lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Setor dengan menggunakan SSP, dengan:

KAP: 411129, KJS: 101

Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Disetor oleh pemotong: disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Disetor sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya

Setor dengan menggunakan SSP, dengan:

KAP: 411128 KJS: 410

Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambattanggal 20 bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Disetor sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya

Setor dengan menggunakan SSP, dengan:

KAP: 411128,

 KMK

(15)

KJS: 411

Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Untuk negara yang tidak ada P3B dengan

Indonesia:

0,44% x nilai ekspor bruto

Penghasilan neto= 1% x nilai ekspor bruto penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008.

FINAL

Disetor sendiri paling lambattanggal 15 bulan

berikutnya setelah bulan diterima penghasilan.

Disetor dengan menggunakan SSP dengan:

KAP: 411128 KJS: 413

Dilaporkan paling lambat tanggal 20bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam Lampiran I KEP

667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3. u mulai 29 Oktober 2001

7% x tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh Final paling lambat tgl 15 bulan berikutnya.

KAP: 411128

KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan secara spesifik ttg jasa maklon ini) Dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan berikutnya. Tetapi tidak ada formulir khusus utk pelaporannya.

 KMK

(16)

barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

FINAL

berlaku sejak 1 Januari 2003

2.6 Tax planning atas withholding tax 1. Efisiensi PPh pasal 22

Pihak yang dipungut PPh pasal 22 dapat menjadikan sebagai kredit pajak ditahun berjalan sehingga dapat mencatatnya sebagai pajak dibayar dimuka. Dengan syarat kelengkapan dokumen seperti SSPCP sudah dimiliki. Selain itu, untuk perusahaan yang mengimpor barang yang secara perundangan tidak terutang PPh pasal 22, dapat mengajukan SKB

2. Efisiensi PPh pasal 23

1. Mengetahui peraturan-peraturan terkait

Dalam hal ini, suatu wajib pajak harus terlebih dahulu mengetahui peraturan-peraturan yang menjadi dasar PPh Pasal 23. Peraturan yang terkait dengan PPh Pasal 23, dapat di lihat pada Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008 pada Pasal 23 yang mengatur mengenai pihak yang melakukan pemotongan, objek pemotongan, tarif yang digunakan dan jenis penghasilan yang tidak termasuk dalam PPh ini, PMK 141/PJ/2015 yang mengatur mengenai jasa lain (pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2), SE-35/PJ/2010 menjelaskan mengenai jumlah bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak PPh Pasal 23, PerDirjen No. Per-53/PJ/2009 bentuk formulir surat pemberitahuan.

2. Menghindari penggunaan nama akun-akun yang bisa menimbulkan sebagai objek pajak PPh Pasal 23

3. Membedakan penghasilan atas pembelian material/bahan baku/ barang dan imbalan atas jasa

(17)

spare part dan imbalan atas jasa servis tersebut maka sebaiknya dibedakan antara penjualan atas barang dan jasa tersebut agar hanya di potong pajak untuk jasanya saja.

4. Dapat menafsirkan mengenai jasa-jasa lain yang termasuk ke dalam objek pemotongan PPh Pasal 23 (PMK 141/PJ/2015)

Sebaiknya wajib pajak dapat menafsirkan atau mendefinisikan secara baik akan jasa-jasa yang terdapat dalam PMK 141 sehingga tidak terjadi kesalahan pemotongan terhadap suatu penghasilan.

5. Mengajukan surat keterangan bebas pemungutan/pemotongan PPh atas wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu (Per-32/PJ/2013)

6. Dalam hal menghadapi Wajib Pajak yang tidak bersedia dipotong/dipungut pajaknya, Wajib Pajak dapat memilih alternatif seperti melakukan metode gross up. Karena apabila wajib pajak memperoleh laba (tidak menderita kerugian) dan pengenaan pajaknya tidak bersifat final, pajak yang harus dipotong akan lebih menguntungkan apabila dihitung dengan menggunakan metode gross up ke dalam objek pemotongan (withholding tax) sehingga pajak yang dipotong dan disetor dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan, akan tetapi jika Wajib Pajak sedang dalam keadaan rugi atau pajaknya bersifat final, menggunakan metode gross up tidak efisien karena akan menambah jumlah pajak yang harus dibayar.

7. Melakukan ekualisasi beban atau biaya yang terkait langsung dengan PPh Pasal 23 a. Akun-akun yang merupakan objek PPh pasal 23, khususnya yang terkait dengan

objek PPh pasal 23, dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.

b. Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, maka setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh pasal 23 harus diberi kode khusus, misalnya #23# di awal deskripsinya.

c. Pada akhir tahun seluruh objek PPh pasal 23 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh pasal 23. Jika masih timbul selisih, maka perusahaan harus meneliti:

(18)

2) Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak?

3. Efisiensi PPh pasal 26

1. Wajib Pajak dapat memanfaatkan pejanjian penghindaran pajak berganda (P3B) yang berlaku apabila kedua atau lebih negara yang memiliki tax treaty

2. Memanfaatkan tax haven country untuk meminimalkan beban pajak

4. Efisiensi PPh pasal 4 ayat 2

a. Tingkatkan pemahaman yang komprehensif mengenai ketentuan PPh pasal 4 ayat

2

b. Memahami saat terutangnya pajak

c. Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh 4 (2) :

1) Akun-akun yang merupakan objek PPh pasal 4(2), khususnya yang terkait dengan objek PPh pasal 4(2), dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.

2) Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, maka setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh pasal 4(2) harus diberi kode khusus, misalnya #4(2)# di awal deskripsinya.

3) Pada akhir tahun seluruh objek PPh pasal 4(2) yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh pasal 4(2). Jika masih timbul selisih, maka perusahaan harus meneliti:

a) Apakah pemotongan pajak dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva)?

b) Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban pemotongan pajak?

5. Efisiensi PPh pasal 15

(19)

c. Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 15

1) Akun-akun yang merupakan objek PPh pasal 15 dikumpulkan menjadi satu kelompok akun.

2) Jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara maksimal, maka setiap transaksi yang terkait dengan objek PPh pasal 15 harus diberi kode khusus, misalnya #15# di awal deskripsinya.

3) Pada akhir tahun seluruh objek PPh pasal 15 yang tersebar di akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh pasal 15. Jika masih timbul selisih, maka perusahaan harus meneliti:

a) Apakah pemotongan pajak dilakukan pada saat pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva)?

(20)

2.6 Apa yang seharusnya dilakukan apabila terjadi kesalahan pemotongan, pelaporan, dan pembayaran PPh Pot Put

1. Kesalahan dalam pemotongan nominal PPh

Hal yang harus dilakukan jika terjadi kesalahan dalam pemotongan jumlah nominal PPh yang di potong atau di pungut dari lawan transaksi jika SPT Masa yang bersangkutan telah dilaporkan adalah dengan mengajukan pembetulan atas SPT Masa PPh Pot Put yang bersangkutan. Kelebihan pembayaran atas PPh yang telah di potong atau di pungut tersebut kemudian dapat diajukan pemindahbukuan ke SPT Masa bulan berikutnya.

Jika kesalahan pemotongan atas PPh tersebut belum sempat dilaporkan namun sudah dibayarkan, maka hal yang harus dilakukan adalah mengajukan pemindahbukuan atas selisih pembayaran tersebut ke SPT Masa bulan berikutnya. Contoh :

Gambar

Tabel Tarif PPh Pasal 15

Referensi

Dokumen terkait

Proba honek konplexutasun morfologikoak idazkeran eragina ote duen ikertzen du.Horretarako hiru motatako hitz polimorfemikoen multzoak aukeratu dira: atzizki flexibo

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemilihan metode persediaan, dengan judul “ Pengaruh Ukuran

Tidak hanya itu, arus eksitasi yang sebanding untuk mengenergise CT juga meningkat akibat burden yang besar dari Relai Gangguan Tanah, tetapi tegangan jatuh pada Relai ini

Dengan sub judul yang menjadi pembahasan adalah pemikiran Abdul Muqsith Ghazali dan Ali Mustafa Ya’qub tentang ayat-ayat pluralistik yang meliputi beberapa bagian;

Berdasarkan Peraturan Walikota Batu Nomor 68 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Batu sebagaimana telah diubah

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan sebuah metode dalam pengajarannya. Dalam hal ini, metode yang dapat digunakan adalah metode copy the master. Copy the Master ini

Sebanyak 13 responden atau 68.5% masuk dalam kategori setuju dan semua 13 reponden setuju terhadap setiap item pertanyaan karena setiap item pertanyaan

Sebagai tuan rumah kita dilarang untuk memperlakukan tamu secara tidak baik, dengan tidak memberinya makan atau menerimanya dengan perlakuan yang buruk, karena