• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN PENCURIAN POHON

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI KPH BALAPULANG PERHUTANI UNIT I

SOLEKHUDDIN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Solekhuddin

(4)

ABSTRAK

SOLEKHUDDIN. Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.

KPH Balapulang merupakan salah satu perusahan kehutanan yang dikelola oleh Perhutani Unit I Jawa Tengah. Salah satu ganggguan hutan yang tejadi di KPH Balapulang yaitu pencurian pohon. Pencurian pohon juga dapat mengancam kelestarian pengelolaan dan fungsi hutan. Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat membantu pengelolaan hutan. Dengan kemampuan SIG dapat membangun model spasial. Tujuan penelitian ini sendiri yaitu: membuat peta pencurian pohon, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencurian pohon, dan membuat peta tingkat kerawanan pencurian pohon. Peta pencurian pohon terbagi menjadi lima kelas pencurian pohon yaitu: rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencurian pohon adalah jarak jalan, jarak pemukiman, kelas umur, dan kelas lereng. Model spasial yang diperoleh maka didapatkan peta tingkat kerawanan pencurian pohon yang terbagi menjadi lima yaitu: rendah rawan, cukup rawan, sedang rawan, tinggi rawan, dan sangat rawan. Uji akurasi model menghasilkan nilai Kappa accuracy sebesar 78,45% menggunakan referensi tahun 2008 dan sebesar 65,69% menggunakan referensi tahun 2011.

Kata kunci: KPH Balapulang, pemetaan, pencurian pohon

ABSTRACT

SOLEKHUDDIN. Tree Theft Vulnerability Mapping Level Using Geographic Information Systems in KPH Balapulang Perhutani Unit I. Supervised by Nining PUSPANINGSIH.

KPH Balapulang forestry is one of the companies run by Perhutani Unit I Central Java. One forest disruption occurs in KPH Balapulang the tree theft. Theft of trees can also threaten the sustainability of forest management and function. Geographic Information Systems (GIS) can help forest management. With the ability to build GIS spatial model. The purpose of this study itself are: making maps theft of trees, identifying factors that influence the theft of trees, and create a map of their vulnerability to theft trees. Map of tree theft is divided into five classes, namely tree thefts: low, pretty, medium, high, and very high. The factors that affect the distance the tree thefts, residential distance, age classes, and class slopes. Spatial model obtained the degree of vulnerability maps obtained tree theft is divided into five, namely: low-prone, quite vulnerable, being vulnerable, high-prone, and very vulnerable. Test the accuracy of the model produced Kappa values of 78,45% accuracy using the reference year 2008 and amounted to 65,69% using the reference year 2011.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN PENCURIAN POHON

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI KPH BALAPULANG PERHUTANI UNIT I

SOLEKHUDDIN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon

Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I

Nama : Solekhuddin NIM : E14080079

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Didik Suharjito, MS Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I”, disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapakan kepada ibu Dr. Nining Puspaningsih, M.Si selaku pembimbing sekaligus orang tua dibidang akademik atas bimbingan, ide, saran, nasihat, dan ilmu yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Anggar Widiyatmoko, S.Hut selaku kepala KPH beserta jajaran staff nya dari KPH Balapulang yang telah memberikan izin dan membantu baik dari segi materi dan tenaga sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta keluarga, atas doa dan dukungannya. Keluarga besar asrama Sylvapinus dan Lab. GIS

DMNH IPB, rekan-rekan MNH 45 Fahutan IPB, serta semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dalam menyusun karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan permohonan maaf serta kritik dan saran yang membangun agar karya ini lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta kebaikan dalam setiap langkah perjalanannya.

Bogor, Maret 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJUAN PUSTAKA 2

Pengertian Pencurian Kayu 2

Sistem Informasi Geografis 6

METODOLOGI PENELITIAN 7

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Alat dan Data 8

Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data 8

HASIL DAN PEMABAHASAN 13

Pembuatan Peta Pencurian Pohon 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencurian Pohon 15

Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon 18

Uji Akurasi Hasil Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Modus pencurian kayu jati di KPH Balapulang tahun 2011 6 2 Matriks kesalahan (confusion matrix) 11 3 Pembagian kelas pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2008 14 4 Luas area tingkat kerawanan pencurian pohon di KPH

Balapulang tahun 2008 19

5 Uji akurasi User’s accuracy dan Producer’c accuracy

pada pencurian pohon tahun 2008 21

6 Uji akurasi User’s accuracy dan Producer’s accuracy

pada pencurian pohon tahun 2011 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di KPH Balapulang 8 2 Diagram alir pembuatan peta tingkat kerwawanan pencurian pohon 12 3 Tingkat pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2007

sampai dengan tahun 2011 13

4 Pencurian pohon pada tiap BKPH di KPH Balapulang 13 5 Peta pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2008 15 6 Pengaruh kelas umur terhadap jumlah pencurian pohon

di KPH Balapulang tahun 2008 15

7 Pengaruh jarak pemukiman terhadap jumlah pencurian pohon

di KPH Balapulang tahun 2008 16

8 Pengaruh kelas lereng terhadap jumlah pencurian pohon

di KPH Balapulang tahun 2008 17

9 Pengaruh jarak jalan terhadap jumlah pencurian pohon

di KPH Balapulang tahun 2008 17

10 Peta tingkat kerawanan pencurian pohon KPH Balapulang 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil regresi berganda 23

2 Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon

menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2008 24 3 Uji akurasi tingkat kerawanan pencurian pohon

menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2011 25

4 Peta kelas umur jati KPH Balapulang 26

5 Peta jarak dari pemukiman KPH Balapulang 27 6 Peta kelas lereng hutan KPH Balapulang 28

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penduduk di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini mendorong kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Jumlah penduduk dan kebutuhan hidup yang makin meningkat menyebabkan masyarakat khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan melakukan tekanan pada sumberdaya alam yang ada. Tekanan-tekanan yang mengancam kelestarian hutan tersebut berkaitan antara lain dengan kebutuhan lahan garapan, kebutuhan kayu pertukangan untuk bahan bangunan, dan kebutuhan hasil hutan lainnya. Tekanan-tekanan ini menyebabkan timbulnya masalah penyerobotan lahan, pengembalaan liar, dan pencurian hasil hutan. Hal ini mengakibatkan kelestarian hutan baik hasil, pengelolaan dan manfaatnya di Pulau Jawa, yang dikelola oleh Perum Perhutani akhir-akhir ini terancam. Luas lahan Perhutani Balapulang berdasarkan keputusan kepala Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah No.2524/KPTS/I/2009 adalah 29790,13 Ha.

Gangguan keamanan hutan sampai saat ini di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang masih merupakan ancaman yang harus diantisipasi dan ditanggulangi agar keberadaan dan kelestarian hutan tetap terjaga. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 memberikan pengaruh terhadap kondisi keamanan di wilayah hutan KPH Balapulang. Pencurian pohon di hutan yang mengarah pada kegiatan penjarahan dan pengrusakan lingkungan marak terjadi.

KPH Balapulang merupakan salah satu perusahaan kehutanan yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Sejak periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, KPH Balapulang mengalami pencurian kayu, dimana pada tahun 2008 mengalami kejadian pencurian pohon yang tertinggi yaitu sebesar 841 pohon. Pencurian pohon tersebut menjadi bahan evaluasi oleh manajemen Perum Perhutani tentang sistem keamanan hutan di KPH Balapulang.

Kondisi tersebut di atas menuntut adanya informasi yang cepat, tepat, dan akurat serta mencakup wilayah yang luas, karena informasi tersebut sangat berguna dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pengawasan serta perkembangannya sangat membantu dalam hal memformulasikan kebijakan dalam perencanaan program pengelolaan hutan.

(12)

kemampuan tersebut SIG dapat digunakan untuk membangun model spasial. Pemanfaatan SIG untuk perencanaan dan pengelolaan hutan khususnya.

SIG sangat bermanfaat digunakan untuk pengelolaan hutan, khususnya pencegahan, pengendalian, dan pengawasan serta perkembangannya sangat membantu dalam hal memformulasikan kebijakan dalam perencanaan program pengelolaan hutan. Pemodelan spasial yang dibangun menggunakan SIG dapat digunakan untuk memetakan lokasi-lokasi yang rawan terhadap pencurian pohon, sehingga peta tingkat kerawanan dapat digunakan untuk pengelolaan hutan secara keseluruhan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat peta pencurian pohon dengan SIG.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencurian pohon. 3. Membuat peta tingkat kerawanan pencurian pohon.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan di berbagai unit manajemen KPH Balapulang untuk mendapatkan informasi lokasi petak pencurian kayu untuk meningkatkan keamanan hutan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pencurian Pohon

Pencurian pohon atau penebangan liar merupakan usaha pemungutan hasil hutan yang berupa kayu, tetapi tanpa ijin pihak yang berwenang (KSAH 1983). Sedangkan menurut Departemen Kehutanan (1985), pencurian hasil hutan/kayu merupakan suatu kegiatan pengambilan hasil hutan dan hasil hutan ikutan oleh masyarakat tanpa mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Pencurian kayu adalah pencurian hasil hutan yang berupa kayu.

(13)

3

Motif Pencurian Pohon

Latar belakang terjadinya pencurian hasil hutan adalah:

a. Pemungutan hasil hutan bagi pemenuhan keperluan sendiri seperti untuk perbaikan rumah, lumbung, kayu bakar, dan lain-lain.

b. Pemungutan hasil hutan bagi pemenuhan keperluan masyarakat seperti perbaikan tempat ibadah, pos keamanan, dan lain-lain.

c. Pemungutan hasil hutan sebagai mata pencaharian. Motif pencurian kayu ada bermacam-macam antara lain:

a) Dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang melatarbelakangi tersebut di atas.

b) Dapat ditunggangi oleh kepentingan komersial tengkulak yang mencari keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya.

c) Di samping kedua hal tersebut di atas tidak mustahil pula adanya motif politik misalnya untuk mengacaukan perekonomian atau ketertiban umum.

Perkembangan pencurian hasil hutan erat hubungannya dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal ditepi hutan (Institut Pertanian Bogor 1977). Menurut KSAH (1983), motif pencurian kayu dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Mengambil kayu untuk dijual belikan, karena: a) Untuk memenuhi kebutuhan hidup.

b) Adanya waktu luang, sementara belum ada pekerjaan dalam usaha taninya.

c) Adanya dorongan/rangsangan dari pihak luar.

b. Untuk mendapatkan lahan yang digunakan sebagai usaha tani dan pemukiman (tempat tinggal).

Pelaku penebangan liar/pencurian kayu umumnya adalah masyarakat di sekitar hutan (yang relatif besar), masyarakat di luar daerah masih dalam satu propinsi, dan masyrakat di luar propinsi. Peralatan yang digunakan umumnya masih tradisional akan tetapi kecenderungan menggunakan alat mekanis sudah mulai dilakukan. Darmosoehardjo (1985) menyatakan bahwa kasus- kasus pencurian kayu dilakukan dengan sangat berani dengan menentang petugas, secara berkelompok 30-50 orang, bahkan ada yang sampai berjumlah lebih dari 100 orang, bersindikat dan berindikasi politis.

Faktor Penyebab Pencurian Kayu

Menurut Ditjen Perlindungan Hutan (PH) dan Fakultas Kehutanan IPB (1986) pencurian hasil hutan/kayu sampai saat ini masih tetap berlangsung dan cenderung bertambah meningkat, dengan faktor penyebabnya antara lain adalah:

a) Masih rendahnya kesadaran dan tingkat sosial ekonomi masyarakat dan masih ada anggapan bahwa hutan adalah warisan mereka.

b) Pesatnya laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi oleh kesempatan kerja.

(14)

d) Masih belum sempurnanya tertib administrasi dalam lalu lintas hasil hutan.

e) Adanya permintaan yang tinggi terhadap hasil hutan tertentu. f) Masih lemahnya sistem pengamanan hutan.

Sebab-sebab gangguan keamanan hutan menurut Perum Perhutani (1996), dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Penyebab eksternal (di luar Perhutani) antara lain:

a) Tingkat sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang masih rendah. b) Kebutuhan kayu yang semakin meningkat sejalan dengan

pertumbuhan industri.

c) Adanya sindikat pencurian kayu.

d) Adanya penilaian pada masyarakat yang salah terhadap pencuri kayu. Penyebab eksternal ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Sudah berjalan (terjadi) cukup lama.

b) Penanganan untuk mengatasinya membutuhkan koordinasi yang tidak mudah.

c) Biaya relatif mahal.

Dalam mengatasinya sering menghadapi kendala berupa isu-isu tertentu (Pemilu, menimbulkan keresahan, HAM, dan lain-lain). b. Penyebab internal (dari dalam Perhutani) antara lain:

a) Keterbatasan dalam personil pengaman hutan (kualitas dan kuantintas)

b) Keterbatasan saran dan prasarana pengamanan hutan. c) Luasnya wilayah hutan yang harus dijaga.

d) Pola pengamanan yang masih berbeda beda.

Penyebab internal mi mempunyai karakteristik sebagai berikut: a) Untuk mengatasinya membutuhkan waktu yang relatif pendek. b) Koordinasi relatif mudah.

c) Biaya relatif rendah. d) Mudah dikontrol.

Penyebab internal umumnya relatif mudah untuk segera diatasi, sedangkan eksternal memerlukan koordinasi lintas sektoral.

Akibat Pencurian Pohon

Akibat pencurian hasil hutan/kayu dapat menimbulkan kerugian finansial yang diderita oleh pemerintah karena lolosnya sebagian kekayaan negara. Pencurian dapat mengacaukan rencana perusahaan yang telah dibuat dan sekaligus mengancam tercapainya asas kelestarian dalam penggelolaan hutan. Selain itu kerugian yang tidak dapat dinilai dengan uang ialah terganggunya fungsi perlindungan hutan apabila pencurian dilakukan dari hutan lindung (Institut Pertanian Bogor 1977).

Menurut KSAH (1983), akibat yang ditimbulkan oleh penebangan liar atau pencurian kayu (langsung dan tidak langsung) adalah:

a. Kelestarian produksi hasil hutan terganggu.

(15)

5

c. Dengan adanya rangsangan dari luar (sistem calo, penadah, pemilik modal dan lain-lain) maka akan timbul persaingan (kompetisi) dalam proses ilegal dan sebagainya.

d. Karena tebangan yang tidak terkontrol tersebut, mengakibatkan pembukaan lahan yamg tidak terkontrol pula.

e. Terganggunya ekosistem seperti habitat satwa, fungsi hidrologi dan lain-lain.

f. Dapat menurunkan nilai hutan secara umum dan dapat berakibat berkurangnya penghasilan negara di sektor kehutanan.

g. Dapat menimbulkan ketidakpastian hutan dalam pengusahaan hutan. h. Kemungkinan hilangnya jenis-jenis pohon yang dilindungi.

Perum Perhutani (1996), bahwa usaha pengamanan hutan dilaksanakan dengan berbagai jalan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Kegiatan ini antara lain meliputi: inventarisasi kayu (pohon), peningkatan perondaan hutan, pengadaan pos-pos pemeriksa hasil hutan, peningkatan penggeledahan terhadap penampungan kayu gelap, pemasangan jaringan komunikasi.

Berdasarkan kajian keamanan KPH Balapulang, maka gangguan keamanan hutan terbagi dalam 3 (tiga) strata, yaitu:

a) Strata A : pencurian yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kayu pertukangan sendiri, misalnya mengganti perkakas rumah yang rusak, tiang rumah dan sebagainya.

b) Strata B : pencurian yang dilakukan untuk membuat perkakas atau rumah setengah jadi dengan tujuan untuk dijual setelah agak lama dan lengkap.

c) Strata C : pencurian yang dilakukan untuk memenuhi pesanan industri menengah dan besar.

(16)

Tabel 1 Modus pencurian kayu jati di KPH Balapulang tahun 2011

Sumber : Perum Perhutani Unit I KPH Balapulang

Pada daerah dengan pola pencurian masuk dalam strata A penanganan keamanan diutamakan dengan pendekatan kesejahteraan masyarakat melalui pola PHBM dan pendekatan patroli preventif. Kawasan dengan strata B selain pendekatan dengan pola PHBM, penanganan keamanan sudah dikombinasikan dengan tindakan represif (contoh penggeledahan). Pada strata C, upaya pengamanan yang dilakukan dengan mengedepankan tindakan represif dengan melibatkan unsur eksternal Perhutani melalui koordinasi dengan pihak Polri dan Pemda setempat.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis (Aronoff 1989). Sedangkan menurut Burrough (1986), menyatakan Sistem Informasi Geografis merupakan sistem penanganan dan pengolahan data dan informasi geografis, yaitu data dan informasi yang terpaut dalam bentangan bumi. Sistem manajemen dalam SIG meliputi fungsi-fungsi penyimpanan dan pengambilan data dari data base. Metode yang digunakan dalam peralatan yang dipakai mempengaruhi bagaimana menjalankan semua sistem operasi terhadap data dan pengorganisasian data ke dalam files yang dapat dibaca oleh komputer secara efisien. Struktur data dan files dapat digabungkan satu sama lain, dimana data dapat diambil kembali dengan mudah dan cepat (Aronoff 1989).

SIG merupakan sistem komputer yang sangat powerfull baik dalam menangani masalah basisdata spasial (peta digital) maupun basisdata non-spasial (atribut). Sistem ini merelasikan lokasi geografi

Parameter Strata

A B C

Alat Kerja Gergaji tangan, kapak, pikulan

Jumlah orang Kelompok kecil < 10 orang,

Sasaran KU IV-V, ukuran kayu masih dapat

Waktu/ frekuensi Mingguan dan naik pada musim-musim tertentu (hajatan, pergantian tahun)

(17)

7

(data spasial) dengan informasi - informasi deskripsinya (non-spasial) sehingga para penggunanya dapat membuat peta (digital dan analog) dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara (Prahasta 2002).

Sedangkan menurut Machfudh (1996), penerapan SIG dalam kegiatan kehutanan yaitu khususnya pemanfaatan lahan. Seperti pengelompokan lahan berdasarkan segi pengkelasan secara: ekologis, fungsi, pembagian hutan berdasarkan keperluan pengusahaan (penentuan kelas perusahaan hutan, pembagian petak-petak tebangan), penentuan lokasi, sarana dan prasarana pengusahaan hutan, perhitungan ekonomi pembuatan jalan hutan dari segi cut and fill dan lain-lain.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang pencurian pohon ini dilaksanakan di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan mengambil lokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang tersebar di wilayah Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes dengan letak astronomis 6°48 LS - 7°12 LS dan 108°13’’ BT - 109°8’’ BT (Gambar 1).Kawasan hutan seluas: 29790,13 Ha, terbagi menjadi dua wilayah kabupaten yaitu:

a. Luas kawasan hutan di Kabupaten Brebes kecamatan: Banjarharjo, Losari, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Tonjong, Bumiayu, dan Bantarkawung adalah seluas 22920,13 Ha (75%).

b. Luas kawasan hutan di Kabupaten Tegal kecamatan: Pagerbarang, Balapulang, Margasari, dan Bumijawa adalah seluas 6869,45 Ha (25%).

Perum Perhutani merupakan Perusahaan Negara yang bergerak dalam bidang usaha kehutanan. Pemilihan perusahaan ditentukan secara sengaja (purposive). Kegiatan pengambilan data untuk keperluan penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2012. Pengolahan data dan penyusunan laporan akhir dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2012 di Laboratorium Remote Sensing dan GIS

(18)

Alat

Alat yang digunakan yaitu seperangkat personal komputer dilengkapi dengan Software: ArcView version 3.2, ArcGis version 9.3, Ms. Excel 2007, Ms. Word 2007, Minitab 14 danalat tulis, dan kamera.

Data

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data spasial digital: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Bakosurtanal skala 1:25.000, Peta administrasi KPH Balapulang tahun 2010.

b. Data tabular, berupa data jumlah pohon yang hilang (pencurian pohon) sejak periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.

Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pada penelitian ini tahapan penelitian yang dilakukan adalah: tahap persiapan, pengambilan data di lapangan, dan pengolahan data dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Tahap Persiapan

Pada tahap ini, kegiatan penelitian terdiri dari: a) pengumpulan data sekunder, b) pengkajian dan studi pustaka untuk memperoleh informasi awal penelitian, dan c) persiapan survei.

(19)

9

Pengambilan Data di Lapangan

Data yang diambil di lapangan adalah data pencurian pohon dan wawancara tidak terstruktur kepada masyarakat dan karyawan bagian keamanan KPH Balapulang terkait kasus pencurian pohon yang terjadi.

Pengolahan Data dan Analisis SIG

Pengolahan data dan analisis SIG dalam penelitian ini meliputi: pemasukan data, pengolahan data, dan analisis data.

Pemasukan Data

a. Digitasi adalah proses memindahkan data analog ke dalam bentuk digital yang terkomputerisasi. Pada peneltian ini data yang didigitasi adalah peta kawasan hutan KPH Balapulang.

b. Atribut objek adalah data yang mendiskripsikan feature objek. Secara praktis, atribut-atribut ini disimpan di dalam tabel-tabel basisdata. Pada penelitian ini atribut yang dimasukan adalah data nomor petak dan kelas umur.

Pengolahan Data

Pada penelitian ini pengolahan data yang dilakukan adalah: pembuatan peta pencurian pohon, peta jarak dari jalan, peta jarak dari pemukiman, peta kelas umur, dan peta kelas lereng.

a) Pembuatan peta pencurian pohon tahun 2008 diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu: rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

b) Peta jarak dari jalan, dengan buffer kanan kiri jalan 600 m sampai dengan 3000 m.

c) Peta jarak dari pemukiman, dengan buffer kanan kiri pemukiman 600 m sampai dengan 3000 m.

d) Peta kelas umur, dengan klasifikasi terbagi menjadi 5 Kelas Umur (KU) yaitu KU I, KU II, KU III, KU IV, dan KU V.

e) Peta kelas lereng, dengan klasifikasi menjadi 5 kelas yaitu 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%, dan >45%.

Analisis Data

a) Pembuatan Peta Pencurian Pohon

Peta pencurian pohon dibuat menggunakan data pencurian pohon tahun 2008. Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data frekuensi pencurian pohon. Penentuan kelas pencurian pohon jati di KPH Balapulang digunakan pembagian kelas berdasarkan sebaran data pencurian pohon. Data dikelompokan menjadi lima bagian kelas pencurian pohon yaitu rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Selang kelas pencurian pohon secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

(20)

b) Identifikasi Faktor-faktor Pencurian Pohon

Pada penelitian ini identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan pencurian pohon digunakan untuk membangun model tingkat kerawanan pencurian kayu. Peubah yang digunakan yaitu: jarak dari jalan, jarak dari pemukiman, kelas umur, dan kelas lereng.

Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pencurian pohon dilakukan secara deskriftif.

c) Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon

Pada penelitian tingkat kerawanan pencurian pohon dilakukan dengan menggunakan analisis statistik. Model yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Penentuan tingkat kerawanan pencurian pohon digunakan pembagian kelas berdasarkan model yang diperoleh. Tingkat kerawanan pencurian pohon dibagi menjadi lima kelas kerawanan yaitu rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Selang tingkat kerawanan =nilai maksimum−nilai minimum 5

Menurut Draper dan Smith (1992) dengan rumus sebagai berikut: Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + β4X4i+ εi Keterangan:

Yi = tingkat kerawanan pencurian pohon X1i = skor jarak jalan

X2i = skor jarak dari pemukiman X3i = skor kelas umur

X4i = skor kelas lereng β0 = intersep

βi = koefisien regresi ε = galat

i = satuan pengukuran/ pengamatan/data berupa anak petak

d) Uji Akurasi Pemetaan

(21)

11

Tabel 2 Matriks kesalahan (confusion matrix)

Kelas Secara matematis jenis-jenis akurasi di atas dapat dinyatakan (Jaya 2010) sebagai berikut:

N = jumlah piksel yang digunakan dalam contoh

r = jumlah baris atau kolom pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

(22)
(23)

Gambar 2 Digram alir pembuatan peta tingkat kerawanan pencurian pohon.

12

Peta digital format jpg: KPH Balapulang

Digitasi

Pemberian Koordinat Peta digital: Rupa Bumi Indonesia

Peta kelas umur

Layer jalan Layer pemukiman Peta kontur

Peta pencurian pohon

Analisis surface

Peta jarak jalan

Uji akurasi

Peta lereng

Analisis SIG & Analisis Statistik

Persamaan model tingkat kerawanan pencurian pohon

Peta tingkat kerawanan pencurian pohon Analisis buffer

Peta jarak pemukiman Atributing: Peta kelas umur dan

(24)
(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Peta Pencurian Pohon

Pencurian kayu di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Balapulang, dalam kurun waktu lima tahun (tahun 2007 sampai dengan tahun 2011) disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan pencurian pohon setiap tahunnya dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 menggambarkan perubahan pencurian pohon disetiap tahunnya. Pencurian pohon yang paling besar terjadi pada tahun 2008 sebanyak 841 pohon, sedangkan pencurian pohon paling kecil terjadi pada tahun 2010 sebanyak 475 pohon.

Pencurian yang terjadi tersebar pada beberapa Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) yaitu, BKPH Margasari, Linggapada, Larangan, Pengarasan, Banjarharjo Timur, dan Banjarharjo Barat. Pencurian pohon yang terjadi di tiap BKPH disajikan pada Gambar 4.

0

Margasari 58 200 130 34 58

Linggapada 128 118 122 55 31

Larangan 92 133 42 65 75

Pengarasan 112 97 127 79 66

Banjarharjo Timur 251 241 184 95 150

Banjarharjo Barat 162 52 94 147 127

0

Gambar 3 Tingkat pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.

(26)

Gambar 4 menunjukkan bahwa pencurian pohon pada tahun 2007 tertinggi terjadi pada BKPH Banjarharjo Timur yaitu sebanyak 251 pohon, sedangkan pencurian pohon yang terendah terjadi di BKPH Margasari sebanyak 58 pohon. Tahun 2008 tertinggi terjadi pada BKPH Banjarharjo Timur yaitu sebanyak 241 pohon, sedangkan pencurian pohon terendah terjadi di BKPH Banjarharjo Barat sebanyak 52 pohon. Tahun 2009 tertinggi terjadi pada BKPH Banjarharjo Timur yaitu sebanyak 184 pohon, sedangkan pencurian pohon terendah terjadi di BKPH Larangan sebanyak 42 pohon. Tahun 2010 tertinggi terjadi pada BKPH Banjarharjo Barat yaitu sebanyak 150 pohon, sedangkan pencurian pohon terendah terjadi di BKPH Margasari sebanyak 34 pohon. Tahun 2011 tertinggi terjadi pada BKPH Banjarharjo Timur yaitu sebanyak 150 pohon, sedangkan pencurian pohon terendah terjadi di BKPH Linggapada sebanyak 31 pohon.

Pencurian pohon jati di KPH Balapulang terbagi kedalam tiga tipe modus yaitu: tipe A (perorangan untuk kepentingan sendiri), tipe B (perorangan untuk komersial), tipe C (beregu/kelompok untuk komersial). Pencurian pohon tipe A adalah pencurian pohon yang hasilnya digunakan untuk kepentingan sendiri, biasanya pencurian tipe ini menggunakan kayu curian untuk keperluan tambal sulam kerusakan rumah atau membangun rumah atau kayu bakar khususnya di kelas hutan tertentu. Pencurian tipe B adalah tipe pencurian yang menggunakan kayu hasil curian untuk kebutuhan hidup atau makan sehari-hari. Pencurian pohon tipe C adalah tipe pencurian yang melibatkan anggota cukup banyak, memiliki sarana prasarana yang cukup baik kadang pencuri sudah menggunkan kendaraan mobil. Dengan adanya semua tipe pencurian pohon di KPH Balapulang mengakibatkan kerugian yang ditimbulkan dari pencurian pohon sangat besar.

Penentuan kelas pencurian pohon jati pada wilayah penelitian ditentukan berdasarkan perhitungan jumlah pohon kejadian pencurian pohon tahun 2008. Penentuan kelas pencurian pohon jati di KPH Balapulang digunakan pembagian kelas berdasarkan sebaran data pencurian pohon. Data dikelompokan menjadi lima bagian, kelas pencurian pohon diperoleh dari perhitungan nilai maksimum dan nilai minimum, kemudian didapatkan kelas pencurian pohonya yang dikelompokan menjadi lima kelas yaitu rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Tabel 3).

Tabel 3 Pembagian kelas pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2008

(27)

15

Hasil peta pencuriaan pohon yang tersaji diatas, kelas pencurian pohon dengan kelas rendah yang ditunjukkan dengan berwarna hijau muda, kelas cukup denga warna hijau tua, kelas sedang dengan warna kuning, kelas tinggi dengan warna jingga dan kelas sangat tinggi yang ditunjukan dengan warna merah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencurian Pohon

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencurian pohon adalah kelas umur, jarak dari pemukiman, kelas lereng, dan jarak dari jalan.

Pengaruh Kelas Umur terhadap Pencurian Pohon

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pencurian pohon yaitu kelas umur. Gambar 6 menyajikan pencurian pohon yang dipengaruhi oleh kelas umur.

Gambar 5 Peta pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2008.

0 50 100 150 200 250 300 350

KU I KU II KU III KU IV KU V

J

um

la

h

(po

ho

n)

Kelas Umur (tahun)

(28)

Berdasarkan Gambar 6 pencurian pohon dapat disebabkan karena tingkat kelas umurnya. KPH Balapulang mengalami pencurian pohon di kelas umur sebagai berikut: Kelas Umur I (KU I), KU II, KU III, KU IV, dan KU V. Umumnya para pencuri memilih pohon yang memiliki kelas umur tinggi karena kualitas dan harga kayu tinggi. Berdasarkan Gambar 6 pencurian pohon yang paling banyak pada KU I. Zamhari (2007) menjelaskan jika umur jati masih muda, lebih mudah dijual kepada penadah atau penampung. KU muda lebih cenderung tidak diketahui sebagai pohon hasil curian, karena jika dicampur dengan KU muda yang legal akan terlihat seperti kayu yang legal.

Umur tanaman rata-rata menggambarkan karakteristik atau potensi kelas hutan. Para pencuri pohon mengincar pohon yang mempunyai kelas umur tinggi, karena kualitasnya juga lebih tinggi, dan tentunya harganya juga akan lebih tinggi. Peta kelas umur dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pengaruh Jarak dari Pemukiman terhadap Pencurian Pohon

Peristiwa pencurian pohon juga bisa disebabkan oleh faktor jarak pemukiman dengan kawasan hutan yang dekat dengan penduduk. Gambar 7 menyajikan pencurian pohon yang dipengaruhi oleh jarak pemukiman, dengan selisih antar jarak 600 m sampai 3000 m. Hadi (2006) menjelaskan bahwa jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh tiga km.

Gambar 7 menjelaskan bahwa pencurian pohon sering terjadi pada jarak antar pemukiman dengan petak pencurian yaitu 600 m. Hal ini berarti lokasi petak yang sering terjadi pencurian pohon berada di dekat pemukiman. Semakin dekatnya pemukiman dengan lokasi petak hutan maka pencurian pohon semakin tinggi karena kebutuhannya untuk rumah tangga dengan modus perseorangan dan kebutuhan sendiri. Peta jarak dari pemukiman dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pengaruh Kelas Lereng terhadap Pencurian Pohon

Salah satu faktor penyebab pencurian pohon yaitu kondisi kelerengan lokasi petak. Hasil analisis SIG diperoleh lima kelas kemiringan lereng,

(29)

17

yaitu datar (0–8%), landai (8–15%), agak curam (15–25%), curam (25– 45%), dan sangat curam (>45%). Kemiringan lereng yang mendominasi di daerah penelitian adalah datar (0–8%). Medan yang relatif mudah ini memberikan peluang terhadap kejadian pencurian pohon. Gambar 8 menyajikan kejadian pencurian pohon pengaruh faktor kelas lereng.

Gambar 8 menunjukkan bahwa pencurian pohon tertinggi pada kemiringan lereng datar (0–8%). Kelas lereng yang rendah akan mempermudah seseorang untuk memasuki wilayah hutan. Semakin tinggi kelas lereng hutan maka akan mempersulit seseorang memasuki wilayah hutan. Sebaliknya, bila kelas lereng hutan relatif datar maka akan sangat memudahkan sesorang untuk mengakses wilayah itu. Peta kelas lereng dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pengaruh Jarak dari Jalan terhadap Pencurian Pohon

Faktor jarak dari jalan di KPH Balapulang denganlokasi petak mempengaruhi besar kecilnya intensitas pencurian pohon. Jarak dari jalan di KPH Balapulang dengan lokasi petak tergolong sangat dekat. Gambar 9 menyajikan kejadian pencurian pohon yang dipengaruhi oleh jarak dari jalan ke lokasi petak.

Gambar 8 Pengaruh kelas lereng terhadap jumlah pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2008.

(30)

Gambar 9 menjelaskan jarak petak di KPH Balapulang yang sangat dekat dengan jalan mengakibatkan mudahnya akses ke lokasi tersebut. Pencurian pohon yang dipengaruhi jarak dari jalan begitu menyebar dari jarak 600 m sampai 3000 m. Hal itu berarti pencuri saat melakukan pencurian pohon menggunakan alat sarana dan prasarana untuk pengangkutan kayunya. Kemudahan dalam akses jalan sangat memudahkan para pelaku pencurian pohon untuk menjangkau lokasi-lokasi petak di KPH Balapulang, sehingga mengakibatkan pencurian pohon relatif mudah dan dapat terjadi di semua lokasi petak manapun. Peta jarak dari jalan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon

Analisis statistik yang digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor terhadap pencurian pohon adalah uji regresi linier berganda. Terdapat dua jenis variabel yang digunakan yaitu variabel terikat (Y) dan variabel pengolahan diperoleh persamaan regresi linier berganda yaitu:

Y = 0,08 + 0,12X + 0,05X + 0,07X + 0,03X

keterangan:

Yi = skor tingkat kerawanan pencurian pohon X1 = skor jarak dari jalan

X2 = skor jarak dari pemukiman X3 = skor kelas umur

X4 = skor kelas lereng

Hasil dari persamaan ini memiliki nilai koefisien yang berbeda-beda. Berdasarkan model yang diperoleh nilai koefisien peubah yang paling besar yaitu peubah jarak dari jalan sebesar 0,12 artinya pengaruh jarak dari jalan lebih besar dari pada peubah jarak dari pemukiman, kelas umur, dan kelas lereng. Nilai koefisien peubah yang paling kecil yaitu peubah kelas lereng sebesar 0,03 artinya tingkat kerawanan pencurian pohon pada peubah kelas lereng di KPH Balapulang lebih tidak dipengaruhi oleh para pencuri pohon.

Hasil model ini digunakan membuat peta tingkat kerawanan pencurian pohon di KPH Balapulang dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil analisis SIG ini, tingkat kerawanan pencurian pohon dapat disajikan dalam bentuk peta tingkat kerawanan pencurian pohon pada Gambar 10.

(31)

19

Tabel 4 Luas area tingkat kerawanan pencurian pohon di KPH Balapulang tahun 2008

Klasifikasi

Nilai tingkat kerawanan

Tingkat

kerawanan Luas (Ha) (%)

1 0,26 - 0,47 Rendah 295,23 1,13

2 0,47 - 0,68 Cukup 2574,97 9,89

3 0,68 - 0,89 Sedang 7916,68 30,42

4 0,89 - 1,10 Tinggi 12413,97 47,70

5 1,10 - 1,31 Sangat tinggi 2826,38 10,86

Hasil peta tingkat kerawanan pencuriaan pohon dissajikan pada Gambar 10. Tingkat kerawanan pencurian pohon dengan kelas rendah rawan yang ditunjukkan dengan berwarna hijau muda, kelas cukup rawan yang ditunjukkan dengan warna hijau tua, kelas sedang rawan ditunjukkan dengan warna kuning, kelas tinggi rawan ditunjukkan dengan warna jingga, dan kelas sangat rawan ditunjukkan dengan warna merah.

Uji Akurasi Hasil Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon

Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon, interpreter menggunakan empat jenis perhitungan nilai akurasi, yaitu Producer’s

accuracy, User’s accuracy, Overall accuracy dan Kappa accuracy. Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2008 dan tahun 2011.

Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2008 menghasilkan Overall accuracy

(32)

sebesar 82,79% dan Kappa accuracy sebesar 78,45%. Secara teoritis nilai

Kappa accuracy yang mengindikasikan hasil digitasi yang baik adalah diatas 85% (Jaya 2010). Berdasarkan hasil perolehan Kappa accuracy

sebesar 78,45%, hal ini berarti hasil pemetaan pada tahun 2008 cukup baik. Nilai User’s accuracy dan Producer’s accuracy pada pencurian pohon tahun 2008 disajikan pada Tabel 5. Hasil uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2008 dapat dilihat pada lampiran 2.

Tabel 5 Uji akurasi User’s accuracy dan Producer’s accuracy

menggunakan peta pencurian pohon tahun 2008

Tingkat kerawanan

Tingkat kerawanan pencurian pohon tingkat rendah rawan merupakan kelas yang memiliki nilai producer’s accuracy yang paling kecil bila dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya yaitu sebesar 66,70% karena ada

feature yang masuk ke kelas lain sebesar 33,30%. Sedangkan pada nilai

user’s accuracy tingkat kerawanan pencurian pohon kelas tinggi rawan yang mempunyai nilai terkecil sebesar 69,49%, hal ini berarti ada feature yang masuk ke kelas lain sebesar 30,51%. Rata-rata nilai user’s accuracy sebesar 87,42% dan producer’s accuracy sebesar 87,61%.

Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2011 menghasilkan nilai Overall accuracy sebesar 74,27% dan Kappa accuracy sebesar 65,69%. Hal ini menunjukan bahwa feature-feature kelas pencurian pohon cukup baik, dimana tingkat akurasinya di bawah 85%. Nilai user’s accuracy dan

producer’s accuracy pada pencurian pohon tahun 2011 (Tabel 6). Hasil uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2008 dapat dilihat pada lampiran 3

Tabel 6 Uji akurasi User’s accuracy dan Producer’s accuracy

menggunakan peta pencurian pohon tahun 2011

Tingkat kerawanan

(33)

21

dibandingkan dengan kelas-kelas lainnya yaitu sebesar 50,61% karena ada

feature yang masuk ke kelas lain sebesar 49,39%. Sedangkan pada nilai

user’s accuracy tingkat kerawanan pencurian pohon kelas cukup rawan yang mempunyai nilai terkecil sebesar 46,64%, hal ini berarti ada feature

yang masuk ke kelas lain sebesar 53,36%. Rata-rata nilai user’s accuracy sebesar 77,53% dan producer’s accuracy sebesar 82,67%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Peta pencurian pohon menggambarkan bahwa di KPH Balapulang terdapat lima kelas yaitu rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. 2. Faktor- faktor yang mempengaruhi pencurian pohon adalah jarak jalan,

jarak pemukiman, kelas umur, dan kelas lereng.

3. Peta tingkat kerawanan pencurian pohon dibuat dengan menggunakan model Y = 0,08 + 0,12X + 0,05X + 0,07X + 0,02X dimana kelas kerawanan pencurian pohon (Yi), jarak dari jalan (X1), jarak dari pemukiman (X2), kelas umur (X3), dan kelas lereng (X4).

4. Dari hasil peta tingkat kerawanan pencurian pohon terbagi menjadi lima kelas yaitu: rendah (luas 295,23 Ha), cukup (luas 2574,97 Ha) , sedang (luas 7916,68 Ha), tinggi (luas 12413,97 Ha), dan sangat tinggi (luas 2826,38 Ha).

5. Uji akurasi model menghasilkan nilai Kappa accuracy sebesar 78,45% menggunakan referensi tahun 2008 dan sebesar 65,69% menggunakan referensi tahun 2011.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk penentuan tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan data tentang volume pohon dan kerugian finansial perusahaan di KPH Balapulang.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff S. 1989. Geographic Information System A Management Prespective. Canada (CA): WDL Publication.

Burrough, P. A. 1986. Principles of Geographical Information System for Land Resources Assesment. Oxford (US): Clarendon Press.

Darmosoehardjo Z. 1985. Pengamanan Hutan Perum Perhutani. Jakarta (ID): Perum Perhutani.

Departemen Kehutanan. 1985. Konsepsi Pengamanan Hutan Terpadu. Departemen Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan. Ditjen PH dan Fakultas Kehutanan IPB. 1986. Pola Penanggulangan dan

Penyelesaian Kasus-Kasus Pencurian Hasil Hutan. Bogor (ID): Proyek Perlindungan dan Pengamatan Hutan.

Draper NR, and Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, Mustara. 2006. Pemodelan Spasial Kerawanan Kebakaran di Lahan Gambut: Studi Kasus di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau [Tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Institut Pertanian Bogor. 1977. Naskah Petunjuk Mentri Pertanian Tentang Perlindungan Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan IPB.

KSAH. 1983. Rencana Umum Perlindungan Hutan. Jakarta (ID): Proyek Pembinaan Kelestarian Sumber Alam Hayati.

Machfudh. 1996. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dibidang Kehutanan. Jurnal Duta Rimba/195-196/XX. Jakarta (ID): Perum Perhutani.

______. 1997. Analisis Perkembangan Teknologi Sistem Informasi Geografis. Jurnal Duta Rimba/205-206/XX. Jakarta (ID): Perum Perhutani.

Perum Perhutani. 1996. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Gangguan Keamanan Hutan Dengan Sistem Patroli Tunggal Mandiri (PTM). Surabaya (ID): Perum Perhutani.

Prahasta E. 2002a. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung (ID): Informatika.

Prahasta E. 2002b. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Bandung (ID): Informatika.

(35)

23

Lampiran 1. Hasil Regresi Berganda

Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4

The regression equation is

Y = 0.081 + 0.120 X1 + 0.052 X2 + 0.0710 X3 + 0.027 X4

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 0.0813 0.8951 0.09 0.928

X1 0.12003 0.08511 1.41 0.164 X2 0.0522 0.1307 0.40 0.691 X3 0.07099 0.07470 0.95 0.346 X4 0.0273 0.1233 0.22 0.825

S = 0.621202 R-Sq = 7.0% R-Sq(adj) = 0.0%

PRESS = 24.7769 R-Sq(pred) = 0.00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 4 1.5126 0.3781 0.98 0.427

Residual Error 52 20.0664 0.3859

Total 56 21.5789

Durbin-Watson statistic = 2.34208

(36)
(37)

Lampiran 2 Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2008

Kelas

Kerawanan rendah

Kerawanan cukup

Kerawanan sedang

Kerawanan tinggi

Kerawanan sangat

tinggi Total

Producer's accuracy (%)

Rendah 619 8 154 147 0 928 66,70

Cukup 0 257 0 0 12 269 95,54

Sedang 0 0 668 103 0 771 86,64

Tinggi 0 0 64 574 0 638 89,97

Sangat tinggi 0 0 0 2 240 242 99,17

Total 619 265 886 826 252 2848

User's accuracy (%) 100 96,98 75,39 69,49 95,24

Overall accuracy (%) 82,79

Kappa accuracy (%) 78,45

(38)
(39)

Lampiran 3 Uji akurasi peta tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan referensi peta pencurian pohon tahun 2011

Kelas

Kerawanan rendah

Kerawanan cukup

Kerawanan sedang

Kerawanan tinggi

Kerawanan sangat

tinggi Total

Producer's accuracy (%)

Rendah 460 92 37 320 0 909 50,61

Cukup 0 104 0 0 0 104 100

Sedang 1 3 300 46 0 350 85,71

Tinggi 0 21 34 664 0 719 92,35

Sangat Tinggi 0 3 18 6 149 176 84,66

Total 461 223 389 1036 149 2258

User's accuracy (%) 99,78 46,64 77,12 64,09 100

Overall accuracy (%) 74,27

Kappa accuracy (%) 65,69

(40)

Lampiran 4 Peta kelas umur jati KPH Balapulang

(41)

3

Lampiran 5 Peta jarak dari pemukiman KPH Balapulang

(42)

Lampiran 6 Peta kelas lereng hutan KPH Balapulang

(43)

5

Lampiran 7 Peta jarak dari jalan KPH Balapulang

(44)
(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Mei 1990 di Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Supardi dan Ibu Musrinah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Gumayun 01 tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Dukuhwaru tahun 2002-2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di SMA Negeri 2 Slawi, tiga tahun berikutnya pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB), Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam masa studi penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2010 di Sancang-Kamojang, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Austral Byna, Barito Utara, Kalimantan Tengah. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumber Daya Hutan tahun ajaran (2010/2011) pada Program Strata-1. Selama menjadi mahasiswa Insitut Pertanian Bogor, penulis mempunyai pengalaman organisasi yaitu Koperasi Mahasiswa (KOPMA), DKM Ibaadurrahman, Asrama Sylvasari, dan Dewan Perwakilan Mahasiswa.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Pohon Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Balapulang

Gambar

Tabel 1 Modus pencurian kayu jati di KPH Balapulang tahun 2011
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di KPH Balapulang.
Tabel 2  Matriks kesalahan (confusion matrix)
Gambar 2  Digram alir pembuatan peta tingkat kerawanan pencurian pohon.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, lokasi kemungkinan kejadian tsunami tersebut berada pada daerah pemukiman padat penduduk sehingga perlu dikembangkan mitigasi tsunami yang komprehensif di

Overlay dengan Peta Kedalaman Solum Tanah Data Spasial Tingkat Bahaya Erosi Scoring untuk Penentuan Lahan Kritis Data Spasial Kemiringan Lereng Data Spasial Tutupan Tajuk

Pada peta jarak dari garis pantai, kelas yang sangat rentan itu mempunyai jarak dari garis pantai yang sangat dekat yaitu kurang dari 500 meter, itu

Hasil Overlay peta curah hujan, jenis tanah, kelas lereng, dan pengelolaan tanaman dan konservasi tanah yang kemudian diperoleh peta land unit DTA Danau Wisata

Hasil Overlay peta curah hujan, jenis tanah, kelas lereng, dan pengelolaan tanaman dan konservasi tanah yang kemudian diperoleh peta land unit DTA Danau Wisata

Tahap pasca lapangan pada penelitian ini terdiri dari re-interpretasi peta penggunaan lahan dan jaringan jalan, pembuatan peta kekasaran permukaan, pemodelan run up

Dari peta kerawanan bencana (Gambar 8) yang meliputi peta kerawanan banjir, longsor, gempa bumi dan tsunami setelah dilakukan overlay didapatkan peta tingkat

Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan dalam penentuan tingkat kerusakan jalan terdapat enam parameter yang digunakan, yaitu: kemiringan lereng,