• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan sistem informasi geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan sistem informasi geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN SPASIAL KERAWANAN PENCURIAN KAYU

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI

UNIT II JAWA TIMUR

WAHYU SULUNG PRATIWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DI KPH MADIUN PERUM PERHUTANI

UNIT II JAWA TIMUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

WAHYU SULUNG PRATIWI

E14102023

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

Nama : Wahyu Sulung Pratiwi NRP : E 14102023

Disetujui oleh : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP. 131284620

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131430799

(4)

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 April 1984 di Kabupaten Magetan Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suprapto dan Ibu Yatmini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Magetan 4 dari tahun 1990-1996, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Magetan tahun 1996-1999. Sejak tahun 1999-2002 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Magetan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) sebagai mahasiswa Departemen manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Dalam masa studi penulis mengikuti kegiatan Praktek Umum Kehutanan (PUK) pada tahun 2005 di Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah dan Praktek Pengenalan Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Getas kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. SBA Wood Industries, Palembang-Sumatra Selatan. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata ajaran Dendrologi tahun ajaran (2003/2004) dan (2004/2005) serta Tehnik Pengukuran Dimensi dan Pendugaan Potensi Tegakan (2004/2005) pada Program Strata -1 dan Diploma III. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis mempunyai pengalaman organisasi yaitu International Forest Student Asociation (IFSA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), serta DKM Ibadurrahman.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, pada Fakultas Kehutanan, institute Pertanian Bogor.

Sejak awal masuk IPB, masa-masa perkuliahan, penelitian hingga selesai tugas ini, banyak hal dan peristiwa terjadi dan menyadarkan penulis tentang pentingnya arti perjuangan yang tulus, dan ketelitian serta kesabaran akan datangnya rizki Allah. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut di bawah ini :

1. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku orang tua dan dosen pembimbing yang telah banyak membantu, meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian hingga terselesaikannya penyusunan karya ilmiah ini,

2. Ayahanda Suprapto dan Ibunda Yatmini, adik-adikku Bastian dan Septi Prima Yesti atas do’a dan kasih sayang yang selalu mengiringi serta dorongan semangat yang tiada henti,

3. KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur atas segala bantuannya, 4. Keluarga Tugiyo, Keluarga Suprayoga dan Keluarga Anang atas segala

dukungan, semangat dan bantuan moril maupun materiil.

5. Edwin Alqurmani Pamungkas atas dorongan dan semangat yang telah memberi arti selama ini.

6. keluarga besar IMPATA, sahabat-sahabatku yang selalu ada dalam kebersamaan : Nurul, Ivon, Desi, Pipi, Pipit dan rekan-rekan se-laboratorium Perencanan Hutan, MNH, BDH, THH, KSH Angk.’39, keluarga besar FAHUTAN dan warga WA.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya.

(6)

memberikan manfaat serta kebaikan dalam setiap langkah perjalannya. Amin.

Bogor, Januari 2007

(7)

RINGKASAN

Wahyu Sulung Pratiwi. E14102023. Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibimbing oleh Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.

Salah satu bentuk gangguan hutan yang menyebabkan kerugian yang paling besar adalah masalah pencurian kayu. Selain menyebabkan kerugian material, pencurian kayu juga mengancam kelestarian pengelolaan dan fungsi hutan. Kondisi tersebut di atas menuntut adanya informasi yang cepat, tepat, dan akurat serta mencakup wilayah yang luas guna memformulasikan kebijakan dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pengawasan serta perkembanganya dalam perencanaan program pengelolaan hutan. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan pencapaian tuntutan tersebut, diantaranya adalah teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang sangat berguna dalam usaha pengumpulan, penyimpanan, pemanggilan, transformasi dan penampilan data spasial untuk keperluan tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta sebaran lokasi kerawanan pencurian kayu serta peta peramalan tingkat pencurian kayu sampai tahun 2011 serta pemodelan spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di wilayah KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan hipotesis bahwa semakin rendah kelerengan suatu tempat maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut, semakin dekat dengan jalan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut, semakin tinggi kelas umur hutan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut, semakin dekat dengan lokasi pemukiman maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2006 di wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan mengambil lokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Spasial Digital (Peta administrasi KPH Madiun, Peta jaringan jalan, Peta topografi, Peta kelas hutan) dan data tabuler mengenai laporan kejadian gangguan keamanan hutan (pencurian kayu) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir serta data sampel 500 plot tercuri dua tahun terakhir. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah personal computer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS 3.3, GPS, kamera dan alat tulis.

Rangkaian metode penelitian terdiri atas tahap persiapan, penelitian di lapangan, analisis spasial, penentuan kelas kerawanan, pengolahan data dan penyajian hasil, validasi model, simulasi tingkat kerawanan pencurian kayu

(8)

tua, dilakukan pada tegakan dengan kelas lereng yang relatif datar, yang jauh dari desa dan jauh dari jalan

Dalam penentuan kelas kerawanan terdapat 4 kelompok kelas umur yaitu kelas umur 1 dan kelas umur 2, kelas umur 3 dan kelas umur 4, kelas umur 5 dan kelas umur 6, kelas umur 7 keatas yaitu kelas umur 8 samapi dengan kelas umur 10. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang didasari atas nilai standar deviasi

Model spasial pencurian kayu yang sesuai di KPH Madiun berdasarkan data adalah Y = -1,94 + 1,91 X1 + 0,000865 X4. Pada validasi model,

perbandingan antara data lapang dengan data analisis regresi diperoleh bahwa persentase kelas tidak rawan memiliki selisih atau kurang teliti 17,6% yang under

estimate sedangkan kelas agak rawan memiliki selisih atau kurang teliti 28,6%

yang over estimate dan pada kelas rawan memiliki selisih atau kurang teliti 11%

yang under estimate. Pada model yang telah dibangun telah dapat memplotposisikan kejadian pencurian kayu pada ketiga kelas kerawanan pada data aktual lapang, maka dapat diyakini bahwa model yang dibangun telah mampu menjelaskan tingkat kerawanan pencurian yang ada di KPH Madiun.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Hutan ...4

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... .8

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

Data dan Alat Penelitian ... 11

Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 11

KONDISI UMUM Letak ... 17

Keadaan Lapangan ... 17

Tanah ... 19

Iklim ... 19

Sosial Ekonomi ... 19

Bagian Hutan ... 20

Pembagian Wilayah ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Gangguan Keamanan KPH Madiun ... 22

AnalisisVariabel yang Mempengaruhi Pencurian Kayu ... 26

Penentuan Kelas Kerawanan ... 34

(10)

Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu. ... 46

Pengamanan Hutan ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...55

Saran...55

DAFTAR PUSTAKA...56

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Peta wilayah penelitian KPH Madiun ...11

Gambar 2 Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian kayu KPH Madiun...16

Gambar 3 Persentase kehilangan pohon per tahun ...22

Gambar 4 Diagram persentase kehilangan pohon per BKPH ...23

Gambar 5 Grafik kerugian finansial pencurian kayu per tahun ...24

Gambar 6 Grafik kerugian finansial pencurian kayu per BKPH ...24

Gambar 7 Hubungan antara volume tercuri dengan kelas umur ...26

Gambar 8 Peta sebaran kelas umur KPH Madiun serta plot pencurian ...27

Gambar 9 Diagram persentase kelas umur pada plot tercuri ...27

Gambar 10 Hubungan antara volume tercuri dengan kelas lereng ...28

Gambar 11 Peta sebaran kelas lereng KPH Madiun serta plot pencurian ...29

Gambar 12 Diagram persentase kelas lereng pada plot tercuri ...29

Gambar 13 Hubungan antara volume tercuri dengan jarak desa ...30

Gambar 14 Peta sebaran jarak desa KPH Madiun serta plot pencurian ...31

Gambar 15 Diagram persentase jarak desa pada plot tercuri ...31

Gambar 16 Hubungan antara volume tercuri dengan jarak jalan ...32

Gambar 17 Peta sebaran jarak jalan KPH Madiun serta plot pencurian ...33

Gambar 18 Diagram persentase jarak jalan pada plot tercuri ...33

Gambar 19 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2 ...35

Gambar 20 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2 ...36

Gambar 21 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4 ...37

Gambar 22 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4 ...37

Gambar 23 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6 ...38

Gambar 24 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6 ...39

Gambar 25 Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8, KU 10 ...40

Gambar 26 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8, KU 10 ...40

(12)

Gambar 29 Perbandingan persentase kelas kerawanan pencurian kayu

berdasar data lapang dan analisis reegresi ...43

Gambar 30 Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun 2005 ...44

Gambar 31 Peta gabungan data grafis dan data tabuler Pencurian Kayu KPH Madiun ...46

Gambar 32 Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun 2010 ...47

Gambar 33 Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun 2015 ...47

Gambar 34 Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2005 ...48

Gambar 35 Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan tahun 2005 ...48

Gambar 36 Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2010 ...49

Gambar 37 Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan tahun 2010 ...49

Gambar 38 Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2010 ...50

Gambar 39 Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan tahun 2015 ...50

Gambar 40 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2005 ...51

Gambar 41 Persentase kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2010 ...52

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Data statistik KU 1 dan KU 2 ...34

Tabel 2 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2 ...35

Tabel 3 Data statistik KU 3 dan KU 4 ...36

Tabel 4 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4 ...36

Tabel 5 Data statistik KU 5 dan KU 6 ...37

Tabel 6 Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6 ...38

Tabel 7 Data statistik KU 7, KU 8, KU 10 ...39

(14)

Halaman

Lampiran 1 Peta hasil analisis perubahan tingkat kerawanan KPH Madiun

tahun 2005 ...59 Lampiran 2 Peta hasil analisis perubahan tingkat kerawanan KPH Madiun

tahun 2010 ...60 Lampiran 3 Peta hasil analisis perubahan tingkat kerawanan KPH Madiun

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini, laju pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini mendorong pula kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Seiring dengan peningkatan laju penduduk dan kebutuhan hidup ditambah dengan kondisi politik dan resesi ekonomi yang berkepanjangan, dirasakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup semakin sulit, sehingga banyak masyarakat khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya melakukan tekanan pada sumberdaya alam yang ada dan terasa semakin kuat termasuk tekanan sosial ekonomi masyarakat desa hutan terhadap hutan di sekitarnya.

Berbagai macam tekanan yang mengancam kelestarian hutan tersebut berkaitan antara lain dengan kebutuhn lahan garapan, kebutuhan kayu pertukangan untuk bahan bangunan dan meubel, kebutuhan kayu bakar, kebutuhn pakan ternak, dan kebutuhan hasil hutan lainnya. Tekanan ini menyebabkan timbulnya masalah penyerobotan lahan, perencekan hutan, penggembalaan liar, pencurian hasil hutan, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan kelestarian hutan baik hasil, pengelolaan dan manfaatnya di Pulau Jawa, yang dikelola oleh Perum Perhutani akhir-akhir ini terancam. Luas lahan Perhutani di Madiun 31.221,90 hektar pada tahun 2003, sekarang diperkirakan menyusut sepuluh persen (10 %). Secara menyeluruh di Jawa Timur luas areal Perhutani meliputi hutan lindung dan hutan produksi yang tahun 2003 diperkirakan 1.128.455,70 hektar. Diperkirakan sat ini luas hutan tersebut berkurang meskipun jumlah pastinya belum diketahui (Astuti, 2006).

(16)

Ilegal logging di Jawa Timur merugikan Negara senilai Rp 37 milyar, sedangkan kerugian Perhutani akibat illegal logging Rp 69 milyar, jadi separuh kerugian Perhutani ada di Jawa Timur (Sriswastuti, 2006).

Kondisi tersebut di atas menuntut adanya informasi yang cepat, tepat, dan akurat serta mencakup wilayah yang luas. Informasi tersebut sangat berguna dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pengawasan serta perkembanganya sangat membantu dalam hal memformulasikan kebijakan dalam perencanaan program pengelolaan hutan. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan pencapaian tuntutan tersebut, diantaranya adalah teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang sangat berguna dalam usaha pengumpulan, penyimpanan, pemanggilan, transformasi dan penampilan data spasial untuk keperluan tertentu.

Tujuan

1. Untuk menghasilkan peta sebaran lokasi kerawanan pencurian kayu serta peta peramalan tingkat pencurian kayu sampai tahun 2011 di KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

2. Pemodelan spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di wilayah Perum Perhutani Unit II Jawa Timur .

Manfaat

1. Peta yang dihasilkan dapat digunakan sebagai masukan dalam pembuatan kebijkan pencegahan dan pengendalian pencurian kayu di Perhutani unit II Jawa Timur.

2. Dapat memberikan informasi yang aktual dan kongkrit tentang pencurian kayu jati sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam kegiatan pengambilan keputusan bagi manajer pengusahaan hutan dalam perencanaan penanggulangan gangguan keamanan hutan akibat pencurian kayu.

Hipotesis

1. Semakin rendah kelerengan suatu tempat maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut.

(17)

3

3. Semakin tinggi kelas umur hutan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu di lokasi tersebut.

(18)

Keamanan Hutan

Hutan bukanlah seperti pekarangan rumah yang bisa dipagari atau ladang dan perkebunan yang dikelola secara intensif. Letak hutan tersebar di segenap pelosok terpencar-pencar, sangat luas dan dikelilingi oleh perkampungan yang padat penduduknya serta memiliki corak yang beraneka ragam. Padahal sejak pohon ditanam sampai dapat dipungut hasilnya, membutuhkan waktu yang lama. Sebagai contoh, jati baru dapat ditebang habis, setelah mencapai umur 80 tahun. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila selama itu gangguan terhadap keamanan hutan merupakan persoalan yang tidak mudah diatasi (Perum Perhutani, 1980).

Gangguan terhadap keamanan hutan terdiri dari : (Perum Perhutani, 1980) - Pencurian hasil huatan

- Penggembalaan liar

- Perladangan liar (penyerobotan tanah) - Kebakaran

Salah satu bentuk gangguan hutan yang menyebabkan kerugian yang besar adalah pencurin kayu. Selain menyebabkan kerugian material, pencurian kayu juga mengancam kelestarian pengelolaan dan fungsi hutan. Hutan bekas pencurian akan mengalami perubahan bahkan pencurian merupakan penyebab pula timbulnya kebakaran hutan dan terjadinya masalah hama dan penyakit (Proyek Pembinaan KSAH, 1986).

Pencurian kayu atau hasil hutan lainnya marupakan pemungutan kayu atau hasil hutan lainnya dari kawasan hutan secara tidak sah atau diluar ketentuan hukum yang berlaku (Institut Pertanian Bogor, 1977).

(19)

5

sendiri. Kegiatan pengambilan itu kemudian berkembang menjadi kebutuhan bisnis sebagai mata pencaharian. Selanjutnya untuk diperlukan sebagai barang perdagangan dalm bentuk bahan mentah atau kayu olahan. Selanjutnya berkaitan dengan adanya penampung atau penadah yang mengarah ke industri pengolahan kayu maupun perdagangan (Proyek Pembinaan KSAH, 1986).

Perkembangan pencurian hasil hutan erat sekali hubungannya dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di dekat hutan. Masyarakat yang tinggal di dekat hutan menurut adat yang turun menurun menganggap bahwa mereka mempunyai hak atas hasil hutan dan karena itu pengambilan hasil hutan seperti kayu perkakas, kayu bakar, daun, getah dan sebagainya dianggap tidak mencuri (Institut Pertanian Bogor, 1977).

Suratmo (1974), menjelaskan bahwa masyarakat yang mengambil hasil hutan tanpa ijin biasanya tidak datang dari jauh, tetapi berasal dari desa-desa sekitar hutan. Keadaan hutan yang tersebar dan dikelilingi desa dan dekat jalan besar merupakan hutan yang mudah dicuri hasilnya.

Masalah khusus beberapa daerah di Indonesia terutama di daerah jati, hasil hutan yang dicuri berbentuk kayu pertukangan, kayu bakar, daun dan arang. Dalam melakukan pencurian jumlah pencuri dapat terdiri hanya seorang, tetapi ada juga yang bergerombol dan terorganisasi rapi. Sedangkan hasil hutan yang dicuri ada yang digunakan untuk mencukupi keperluannya sendiri, tapi ada pula yang dijual (Suratmo, 1969).

Menurut Suratmo (1974), latar belakang pencurian kayu di Indonesia antara lain disebabkan oleh :

a. Sosial ekonomi : dalam arti penghasilan dari masyarakat masih rendah. Upah masih relatif sabgat rendah.

b. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Sulitnya mencari penghasilan dari pekerjaan lain dengan upah yang lebih baik.

c. Kebutuhan masyarakat akan hasil hutan tak dapat dipenuhi karena tak terbeli atau jumlahnya di pasaran terbatas.

(20)

e. Adanya penampung (penadah) hasil pencurian misalnya adanya industri kecil yang menampung hasil pencurian atau orang yang ingin mencari untung dari masalah pencurian akan merangsang pencurian.

f. petugas atau penjaga kehutanan yang harus diperbaiki dalam sosial ekonomi, peralatan, pos dan tenaganya.

g. Masalah mental, kebiasaan dan sebab-sebab kasus lainnya.

Motivasi pencurian kayu di hutan cenderung didahului atau dibarengi oleh cara-cara terselubung seperti kebutuhan akan lahan usaha tani sebagai dalih untuk memanfaatkan tegkan hutan. Pengerjaan dalam suatu malam atas kayu yang diambil dari hutan menjadi sebuah rumah yang keesokan paginya dijual dengan dalih menjual rumah bukan hasil hutan sehingga sulit ditindak (Ditjen PH, PHPA, IPB, 1986).

Akibat pencurian hasil hutan adalah kerugian finansial yang diderita oleh pemerintah karena lolosnya sebagian dari kekayaan negara. Pencurian dapat mengacaukan rencana perusahaan yang telah dibuat sekaligus mengancam tercapainya asas kelestarian dalam pengusahaan hutan. Disamping itu, kerugian yang mungkin tidak dapat atau tidak mudah dinilai dengan uang ialah berupa terganggunya fungsi perlindumgan hutan, apabila pencurian itu dilakukan dari hutan lindung (Institut Pertanian Bogor, 1977).

Menurut Proyek Pembinaan KSAH (1983), menyatakan tentang akibat yang ditimbulkan oleh penebangan liar atau pencurian kayu (langsung dan tidak langsung) adalah :

a. Kelestarian produksi hasil hutan terganggu.

b. Terganggunya sistem pasaran kayu, sebagai akibat hanya kayu gelap yang tidak sesuai dengan sistem pasar yang berlaku.

c. Dengan adanya rangsangan dari luar (sistem calo, penadah, pemilih modal dan lain-lain) maka akan timbul persaingan (kompetisi) dalam proses ilegal dan sebagainya.

d. Karena tebangan yang tidak terkontrol tersebut, mengakibatkan pembukaan lahan yamg tidak terkontrol pula.

(21)

7

f. Dapat menurunkan nilai hutan secara umum dan dapat berakibat berkurangnya penghasilan negara di sektor kehutanan.

g. Dapat menimbulkan ketidakpastian hutan dalam pengusahaan hutan.

h. Kemungkinan hilangnya jenis-jenis pohon yang dilindungi.

Kriteria tingkat kerawanan wilayah terhadap pencurian kayu tersusun sebagai berikut :

1. Ringan : dilakukan oleh perorangan, kelompok kecil (5-10) bersifat pasif, setiap gerakan menebang maksimum 10 pohon, nilai kerugian kurang dari Rp 1 juta dalam satu tahun.

2. Sedang : dilakukan kelompok 10 orang atau lebih yang terorganisasi, berani melawan petugas, bersifat aktif, frekwensi pencurian sampai 4 kali sebulan, dan setiap gerakan pencurian minimum menebang 10 pohon, dengan nilai kerugian sebesar Rp 1-5 juta dalam satu tahun.

3. Berat : dilakukan oleh kelompok 10 orang atau lebih dan terorganisasi, berani melawan petugas, bersifat aktif, frekwensi minimum 5 kali dalam sebulan, dengan nilai kerugian sebesar Rp 5-10 juta dalam satu tahun.

4. Gawat : sama dengan berat, dan ada unsur-unsur politik/subversi, dengan kerugian lebih besar Rp 10 juta dalam satu tahun (Mu’min

et al., 1982).

Perum Perhutani (1980), menyatakan bahwa usaha pengamanan hutan dilaksanakan dengan berbagai jalan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Kegiatan ini antara lain meliputi :

- Inventarisasi kayu (pohon). - Peningkatan perondaan hutan.

- Pengadaan pos-pos Pemeriksa Hasil Hutan.

- Peningkatan penggeledahan terhadap penampungan kayu gelap. - Pemasangan jaringan komunikasi dengan penggunaan peralatan VHF.

(22)

1. Memberi lapangan kerja masyarakat di sekitar hutan misalnya dengan mengikut sertakan dalam aktivitas kehutanan.

2. Menyediakan hasil hutan yang diperlukan untuk kehidupan masyarakat.

3. pos-pos penjagaan, keadaan ekonomi yang baik, alat dan tenaga yang cukup untuk menjaga keamanan hutan.

4. Proses pengendalian yang cepat dengan sanksi hukuman yang sepadan (membuat pencuri jera).

5. Menindak para pengusaha HPH/panglong yang mengadakan pencurian hasil hutan dengan sanksi berat.

6. Usaha-usaha khusus lainnya yang disesuaikan dengan latar belakang setempat.

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunkan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis : masukan, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data, dan keluaran (Aronoff, 1989).

Prahasta (2002), menjelaskan bahwa SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi.

(23)

9

Menurut Aronoff (1989) Sistem Informasi Geografis memiliki empat komponen dasar yaitu masukan data (data input), manajemen data (management data), manipulasi dan analisis data (manipulation and analysis) dan penyajian data (data output).

Sistem manajemen dalam SIG meliputi fungsi-fungsi penyimpanan dan pengambilan data dari data base. Metode yang digunakan dalam peralatan yang dipakai mempengaruhi bagaimana menjalankan smua sistem operasi terhadap data dan pengorganisasian data ke dalam files yang dapat dibaca oleh komputer secara efisien. Struktur data dan files dapat digabungkan satu sama lain, dimana data dapat diambil kembali dengan mudah dan cepat (Aronoff, 1989).

SIG merupakan sistem komputer yang sangat powerfull baik dalam menangani masalah basisdata spasial (peta digital) maupun basisdata non-spasial (atribut). Sistem ini merelasikan lokasi geografi (data spasial) dengan informasi-informasi deskripsinya (non-spasial) sehingga para penggunanya dapat membuat peta (digital dan analog) dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara (Prahasta, 2002).

Sedangkan menurut Machfudh (1996), penerapan SIG dalam kegiatan kehutanan yaitu khususnya pemanfaatan lahan. Seperti pengelompokan lahan berdasarkan segi pengkelasan secara :

- Ekologis. - Fungsi.

- Pembagian hutan berdasarkan keperluan pengusahaan (penentuan kelas perusahaan hutan, pembagian petak-petak tebangan).

- Penentuan lokasi, sarana dan prasarana pengusahaan hutan.

- Perhitungan ekonomi pembuatan jalan hutan dari segi cut and fill dan lain- lain.

(24)
(25)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang Pencurian Kayu ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan mengambil lokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun pada bulan Juni sampai Agustus 2006.

Gambar1. Peta Wilayah Penelitian KPH Madiun

Data dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Spasial Digital

ƒ Peta administrasi KPH Madiun

ƒ Peta jaringan jalan

ƒ Peta topografi

ƒ Peta kelas hutan

2. Data tabular, berupa data mengenai laporan kejadian gangguan keamanan hutan (pencurian kayu) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, data 500 plot pencurian kayu, data mengenai keadaan penduduk (pendapatan, administrasi kecamatan) dan data lainnya.

(26)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

ƒ Personal computer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS

3.3, Minitab 13 dan Microsoft office.

ƒ Kamera dan alat tulis.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan penelitian terdiri dari : 1. Tahap persiapan.

2. Analisis spasial di laboratorium. 3. Penelitian di lapangan.

4. Pengolahan dan penyajian hasil penelitian.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, kegiatan penelitian terdiri dari : a.) Pengumpulan data, b.) Pengkajian dan studi pustaka untuk memperoleh informasi awal penelitian, c.) Konsultasi awal, penulisan proposal dan perbaikan usulan penelitian, d.) Pengurusan ijin penelitian dan persiapan peralatan survei.

2. Analisis Spasial

z Digitasi, adalah proses memindahkan data analog ke dalam bentuk

digital yang terkomputerisasi. Data yang memerlukan proses digitasi adalah peta jaringan jalan, peta topografi

z Manipulasi dan analisis data spasial dengan SIG. Kegiatan

manipulasi dan analisis data spasial dengan memakai software ArcView 3.3, meliputi proses analisis data spasial, data tabular, overlay, manipulasi, dan pembuatan model.

3. Penelitian di Lapangan

Kegiatan pengamatan di lapangan yang dilakukan adalah untuk mengetahui kondisi biofisik lapangan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan.

4. Penentuan Kelas Kerawanan

(27)

13

Dari hasil perhitungan volume tercuri, diperoleh nilai minimum , nilai maksimum,

mean (nilai tengah) dan standar deviasi untuk masing-masing kelompok umur. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang didasari atas nilai standar deviasi dari data nilai kelas kerawanan.

5. Pengolahan Data dan Penyajian Hasil z Model Persamaan yang Digunakan

Berdasarkan studi pustaka yang diperoleh maka didapatkan fungsi persamaan tingkat pencurian kayu sebagai berikut :

Yi = f (X1i, X2i … ,X6i, εi )

Dimana Yi adalah pencurian kayu, i adalah pengamatan. X1i adalah

kelerengan, X2i adalah jarak dari jalan, X3i adalah kelas umur, X4i adalah

jarak dari pemukiman miskin, X5i adalah jarak dari pemukiman sedang, X6i

adalah jarak dari pemukiman kaya.

Untuk menganalisis variabel-variabel yang menpengaruhi terjadinya pencurian kayu digunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Yang dimaksud regresi linier dalam analisis ini adalah suatu regresi yang linier dalam parameter, dimana harapan bersyarat dari Y, E (Y/Xi) adalah fungsi linier dari parameter βi fungsi tersebut mungkin linier

atau tidak dalam variabel X. Sehingga model persamaan regresi berganda yang dimaksud dapat dinotasikan sebagai berikut :

Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + β4X4i+ εi

Dimana :

Yi = Variabel tak bebas, yaitu berupa kejadian pencurian kayu.

X1i = Kelerengan (%)

X2i = Kelas umur (Tahun)

X3i = Jarak dari desa/pemukiman (meter)

X4i = Jarak dari jalan (meter)

β0 = Intersep

βi = Koefisien regresi

ε = Galat

(28)

z Metode Analisis Regresi

Metode regresi yang digunakan adalaSh metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squares atau OLS), yang bersifat tidak bias dan paling efisien (mempunyai variance yang minimum) atau biasa disebut BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Pada pendugaan model regresi dengan OLS tersebut, maka terdapat asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Peubah X bersifat tetap (fixed), maka : E (Xε) = 0

b. Tidak ada hubungan liner antar dua atau lebih peubah-peubah bebas (noncollinearity) → matriks (X’X) non singular :│X’X│≠ 0

c. Rataan galat (error) saling menghapuskan : E (ε) = 0

d. Bagian galat (errors) bersifat tersebar bebas (tidak berkorelasi) dan ragam (variance) yang konstan (homoskedasitas) : (εε’) = σ2

z Pemilihan Model Persamaan Terbaik

Untuk mendapatkan model persamaan terbaik dilakukan dengan cara membandingkan nilai R2 yang disesuaikan (R2 adjusted) dan banyaknya variabel yang berpengaruh secara nyata dalam model tersebut. Jika model persamaan tersebut mempunyai nilai R2 adjusted yang paling tinggi dan jumlah variabel yang berpenga ruh nyata secara statistik yang lebih banyak, maka akan dianggap sebagai model persamaan terbaik.

Selain itu model tersebut juga perlu dibandingkan dari segi logikanya, yaitu logis tidaknya arah pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel tak bebas, dan elastisitas hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas.

z Pengujian Hipotesis

Untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara keseluruhan ataui secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, maka dilakukan Uji-F. dari hasil uji tersebut dapat dilihat apakah suatu persamaan sudah layak digunakan untuk menduga suatu populasi dan dengan demikian dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan bisa dibuktikan kebenarannya. Hipotesis : H0 : βi = 0

(29)

15 Kriteria keputusan :

Jika : F hitung ≤ F tabel, maka H0 diterima

F hitung ≥ F tabel, maka H0 ditolak

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas digunakan Uji Parsial atau Uji-t. Hipotesa dan kriteria dari Uji-t ini sama dengan Uji-F, dengan nilai t hitung :

t hitung =

Penolakan H0 berarti peubah bebas tersebut berpengaruh nyata

terhadap Y, sehingga dari model persamaan akhirterpilih dapat ditentukan variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata maupun sangat nyata terhadap variabel tak bebas.

6. Validasi Model

Untuk mengetahui keakuratan model apakah berlaku secara umum, maka perlu dilakukan validasi terhadap model dengan memasukkan data-data pencurian kayu ke dalam model terbaik.

7. Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu

(30)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian kayu di KPH. Digitasi

Data Base Spasial: -Kelas Lereng -Jalan

-Perkampungan -Kelas Umur

Data Atribut: -Lokasi Pencurian -Volume Pencurian

Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Peta KPH Madiun

Peta Jaringan Jalan Peta Topografi Peta Kelas Hutan

Data Tabuler / Data Statistik

Penentuan Tingkat Kerawanan

Validasi Model Analisis Regresi

(31)

KONDISI UMUM

Letak

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun dengan luas wilayah hutannya seluas 31.229,2 Ha yang dibedakan menjadi dua kelas perusahaan, yaitu kelas perusahaan jati seluas 27.485,72 Ha dan kelas perusahan kayu putih seluas 3736,1 Ha.

Letak KPH Madiun secara administrative ketataprajaan berada di Daerah Tingkat II Kabupaten Madiun, Ponorogo dan Magetan dengan batas-batas hutan sebagai berikut :

1. Bagian Utara : Berbatasan dengan KPH Saradan.

2. Bagian Timur : Berbatasan dengan KPH Saradan dan Lawu Ds. 3. Bagian Selatan : Berbatasan dengan KPH Lawu Ds.

4. Bagian Barat : Berbatasan dengan KPH Lawu Ds. dan KPH Ngawi.

Sedangkan secara geografis atau berdasarkan Garis Lintang, wilayah KPH Madiun terletak pada :

4° 30´ sampai dengan 4°50 ´ BT dan 7° 30´ sampai dengan 7° 50´ LS Kantor KPH Madiun berkedudukan di Madiun.

Secara administratif KPH Madiun terletak dalam 3 (tiga) kabupaten, yaitu : - Kabupaten Madiun : 16.553,8 Ha

- Kabupaten Ponorogo : 12.961,9 Ha - Kabupaten Magetan : 1.733,6 Ha Jumlah : 31.229,2 Ha

Keadaan Lapangan

(32)

Gambaran secara lebih terinci kondisi setiap Bagian Hutan adalah sebagai berikut a. Bagian hutan caruban

keadaan lapangan rata-rata bergelombang sebelah Tenggara curam, secara keseluruhan miring kea rah Barat Laut (daerah Kecamatan Balerejo).

b. Bagian Hutan Pagotan

keadaan lapangan rata, bergelombang, lapangan pada umumnya miring ke Barat.

c. Bagian Hutan Ponorogo Barat

Sebelah Utara Kali Galah lapangan bergelombang miring ke Tenggara, sungai di areal ini ke arah Tenggara mengalir ke Kali Galah menuju ke Kali Madiun sedangkan sebelah Selatan Kali Galah bergunung-gunung sampai dengan curam dengan aliran sungai ke arah Timur merupakan hulu Kali Madiun.

d. Bagian Hutan Ponorogo Timur

Keadaan lapangan bergunung miring sampai dengan gunung-gunung antara lain Gunung Rayangkaki dan Gunung Tumpak Pring. Pada lereng sebelah Utara dan barat Laut miring ke Utara/ Barat sehingga aliran sungai daerah ini menuju ke arah Barat, sedangkan di bagian barat laut bertemu dengan Kali Madiun. Sedangkan sebelah Selatan dan Tenggara miring kearah tersebut dengan aliran sungai sampai ke arah Timur menuju ke Daerah Tingkat II Trenggalek serta bermuara di Samudra Indonesia.

e. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatu8an dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut (PP 3 tahun 1970 pasal 1 ayat 1).

(33)

19

Tanah

Sebagian besar jenis tanah dikawasan hutan KPH Madiun untuk SKPH Madiun Utara terdiri dari Mediterane Coklat Kemerahan dan Litosol Coklat Kemerahan, sedangkan diwilayah SKPH Madiun Selatan terdiri dari jenis Aluvial Kelabu Tua, Glei humus dan Mediterania Coklat Kemerahan.

Iklim

Wilayah hutan KPH Madiun terletak pada suatu daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering.

Berdasarkan pembagian iklim Scmith Ferguson KPH Madiun termasuk Tipe iklim C dengan nilai Q = 59 % untuk SKPH Madiun Utara dan Q = 51 % untuk SKPH Madiun Selatan. Curah hujan pada lima tahun terakhir antara 1.492 – 1.828 mm/th dengan hujan rata – rata 1.660 mm / th. Ketinggian tempat KPH Madiun berada diantara 60 – 150 m dpl dan suhu berkisar antara 230c – 370c.

Sosial Ekonomi a. Pengembangan Desa Hutan

Tingkat kemampuan suatu desa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan sosial ekonomi, dinyatakan pengembangan desanya dengan status swakarya, swadaya, dan swasembada. Desa-desa di lingkungan kawasan hutan KPH Madiun pada umumnya mempunyai katagori Desa Swasembada.

b. Kependudukan

Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH Madiun adalah 804.789 orang, terdiri dari 393.121 laki-laki dan 411.667 perempuan.

c. Mata Pencaharian

(34)

- Petani : 52.22 % - Pedagang : 11.80 % - Pensiunan : 0.15 % - Buruh : 16.36 % - Pegawai/ABRI : 10.50 % - Lain-lain : 8.95%

Bagian Hutan

Bagian Hutan (BH) adalah suatu areal hutan yang ditetapkan serbagai kesatuan kelestarian pengelolaan hutan. Artinya dalam satu bagian hutan dapat dilakukan kegiatan penanaman sampai dengan tebangan secara terus-menerus. Luas Kawasan Hutan KPH Madiun adalah 31.229,2 Ha dengan rincian Klas Perusahaan Jati 27.528,2 Ha dan Klas Perusahaan Kayu Putih 3.701,1 Ha yang dibagi menjadi 4 (Empat) Bagian Hutan yaitu :

- Bagian Hutan Caruban : 11.999,4 Ha - Bagian Hutan Pagotan : 4.076,0 Ha - Bagian Hutan Ponorogo Timur : 6.260,3 Ha - Bagian Hutan Ponorogo Barat : 8.893,5 Ha Jumlah : 31.229,2 Ha

Masing-masing bagian hutan dibagi lagi dalam petak-petak yang berfungsi sebagai kesatuan manajemen dan kesatuan administrasi yang terkecil. Secara administratif KPH Madiun dibagi menjadi 2 sub KPH, 10 BKPH, dan 34 RPH.

Pembagian Wilayah

KPH Madiun dibagi menjadi 2 SKPH yaitu SKPH Madiun Utara dan SKPH Madiun Selatan, masing – masing dibagi menjadi beberapa BKPH dengan pembagian sebagai berikut :

I.SKPH Madiun Utara

(35)

21

4. BKPH Dungus : 3.456,9 Ha 5. BKPH Mojorayung : 2.833,5 Ha 6. BKPH Ngadirejo : 2.238,5 Ha Jumlah : 16.075,4 Ha

II. SKPH Madiun Selatan

Membawahi 5 (Lima) BKPH yaitu : 1. BKPH Bondrang : 2.925,5 Ha 2. BKPH Pulung : 2.207,4 Ha 3. BKPH Sampung : 3.613,5 Ha 4. BKPH Sukun : 3.701,1 Ha 5. BKPH Somoroto : 2.538,6 Ha Jumlah : 15.153,8 Ha

(36)

Gangguan Keamanan KPH Madiun

Gangguan keamanan yang terjadi di KPH Madiun dapat dinyatakan oleh kerugian secara fisik/material serta kerugian secara finansial. Kerugian secara fisik/material berupa jumlah pohon yang hilang selama sepuluh tahun dari tahun 1996 sampai dengan 2005 yang dapat disajikan dalam grafik kerawanan pencurian kayu sebagai berikut:

Gambar 3. Persentase kehilangan pohon per tahun

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pencurian kayu paling besar terjadi pada tahun 2001, yaitu sebesar 18 %, sedangkan pencurian kayu paling kecil terjadi pada tahun 1997 yaitu sebesar 4 %. Pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 peristiwa pencurian kayu dilakukan dalam skala kecil tidak seperti peristiwa pencurian kayu yang terjadi pada tahun 2001 sampai dengan 2005, dimana angka pencurian kayu naik secara signifikan dari tahun 2000 ke tahun 2001, kemudian secara berangsur-angsur menuju tahun 2005, peristiwa pencurian kayu menurun. Kenaikan angka pencurian kayu saat itu terjadi ketika situasi perekonomian yang tidak stabil sehingga kondisi tersebut secara langsung telah mempengaruhi peristiwa pencurian kayu, pohon jati dengan nilai ekonomi yang tinggi di hutan ditebang, karena harga kayu jati tidak terjangkau oleh masyarakat dan Perhutani tidak menjual kayu dalam jumlah kecil sedangkan kebutuhan masyarakat terus meningkat.

1997 4% 1998

5% 1999

8% 2000

8% 2001

18%

2002 10%

2003 14%

2004 15%

2005 13% 1996

(37)

23

Selanjutnya kerugian secara fisik/material dapat diperinci menurut BKPH yang dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 4. Diagram persentase kehilangan pohon per BKPH

Dari sebelas BKPH yang ada di KPH Madiun dapat juga dilihat pada Gambar 4, yaitu BKPH Caruban yang memiliki persentase kehilangan pohon dan kerugian finansial paling besar dengan nilai persentase 29 %. Sedangkan BKPH dengan nilai persentase kehilangan pohon paling kecil adalah BKPH Sukun yaitu sebesar 1%. Di daerah Sukun pencurian kayu terjadi sangat kecil yaitu hanya sebesar 1%, karena di derah ini didominasi oleh kelas perusahan Kayu Putih dan kelas perusahaan Jati yang ada di BKPH Sukun sangat sedikit.

Berdasarkan Gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa BKPH Caruban dengan nilai persentase kehilangan pohon per tahun paling besar dapat disebabkan karena karakteristik hutannya yang mempunyai potensi tinggi, selain itu motif operandi di daerah Caruban sangat tertata rapi, pihak-pihak yang terlibat juga merupakan faktor yang berpengaruh, karena pihak yang terlibat tersebut memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat.

Kerugian secara finansial telah digunakan standar konversi harga tertentu sesuai kualitas kayu per meter kubiknya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut.

Mojorayung 14%

Caruban 29%

Ngadirejo 9% Sampung

12%

Dungus 11% Brumbun

7% Dagangan

6%

Sukun 1%

Bondrang 2% Pulung

6% Somoroto

(38)

Gambar 5. Grafik kerugian finansial pencurian kayu per tahun.

Pada Gambar 5 di atas menunjukkan pola kerugian finansial KPH Madiun mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2005. Kenaikan drastis terjadi pada tahun 2001 bersamaan dengan terjadinya krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa petugas lapangan Perhutani, pada saat itu pencuri kayu baik yang berasal dari wilayah sekitar hutan maupun yang datang dari luar daerah, tidak menunjukkan rasa takut atau segan kepada petugas, bahkan mereka berani mengancam petugas yang berusaha mencegah ataupun menangkap.

Selanjutnya kerugian secara finansial dapat diperinci menurut BKPH yang dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6. Grafik kerugian finansial pencurian kayu per BKPH

(39)

25

Dari sebelas BKPH yang ada di KPH Madiun dapat juga dilihat pada Gambar 6, BKPH Caruban yang memiliki kerugian finansial paling besar yaitu sebesar Rp. 5.576.231.000. Sedangkan BKPH dengan kerugian finansial paling kecil adalah BKPH Sukun yaitu sebesar sebesar Rp. 301.466.000.

Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa petugas lapangan Perhutani, pencurian kayu di KPH Madiun dilakukan berdasarkan tujuannya , diantaranya adalah pencurian kayu yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti rencekan, kayu bekas tebangan yang dijadikan untuk kayu bakar, baik untuk digunakan sendiri atau dijual. Pencurian kayu ini masih dikatakan dalam skala kecil yang kerugiannya tidak begitu besar. Sedangkan dalam skala besar, adalah pencurian kayu yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri illegal yang terdapat di daerah sekitar hutan. Pencurian ini melibatkan banyak pihak atau pekerja yang berorientasi pada bisnis dengan jaringan yang terorganisasi dengan jumlah curian yang sangat besar.

Pola pencurian kayu di KPH Madiun merupakan pencurian yang terjadi sepanjang tahun dengan intensitas yang meningkat pada saat musim hajatan dan hari-hari besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa pencurian kayu telah berkembang menjadi usaha dalam memperoleh tambahan pendapatan ketika kebutuhan hidup semakin meningkat.

Pencurian kayu yang semula hanya dilakukan pada tegakan tua, mulai berganti sasaran pada tegakan muda. Hal ini terjadi karena pada tegakan tua jumlahnya dari tahun ketahun semakin sedikit, dan yang diutamakan dalam kegiatan pengamanan hutan adalah tegakan tua, sehingga pada tegakan muda lebih mudah untuk dieksploitasi. Dengan waktu yang singkat dan tenaga yang sedikit dapat memperoleh kayu dalam jumlah besar.

(40)

Analisis Variabel Yang Mempengaruhi Pencurian Kayu

Kelas Umur (KU)

Kelas umur adalah salah satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap kejadian pencurian kayu. Dari hasil analisis statistik pendugaan model pencurian kayu menyatakan bahwa kelas umur memiliki hubungan yang positif dengan pencurian kayu. Hal ini bisa terjadi karena dengan bertambahnya kelas umur jati, maka nilai ekonomisnya juga semakin tinggi, sehingga pencuri kayu memperoleh keuntungan yang sangat besar. Dengan nilai R2 yang cukup besar yaitu 63%, maka variabel kelas umur ini digunakan dalam analisis regresi di mana setiap kenaikan kelas umur satu tahun akan menaikkan volume pencurian kayu sebesar 1,6251 m3.

Gambar 7. Hubungan antara volume tercuri dengan kelas umur.

y = 1.6251x - 0.4988 R2 = 0.6309

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

0 5 10 15

Kelas umur

Vo

lu

m

e

(m

(41)

27

PETA KELAS UMUR KPH MADIUN

Gambar 8. Peta sebaran kelas umur KPH Madiun serta plot pencurian.

Gambar 9 . Diagram persentase kelas umur pada plot tercuri.

Secara spasial sebaran kelas umur dapat dilihat pada peta kelas umur diatas beserta diagram batang yang menunjukkan adanya pola pencurian kayu di KPH Madiun berdasar kelas umur. Dari 500 plot data yang diambil dari kejadian pencurian kayu dapat dilihat bahwa di KPH Madiu, pencurian sering dilakukan pada tegakan dengan kelas umur muda yaitu pada kelas umur satu sampai dengan kelas umur empat.

(42)

Kelas Lereng

Kelas lereng adalah salah satu variabel bebas yang juga mempengaruhi kejadian pencurian kayu, wilayah KPH Madiun secara umum adalah wilayah dengan topografi datar yang memiliki nilai topografi 1 dengan nilai 0% sampai dengan 8% dan 2 yaitu 8 % sampai dengan 15 %. Medan yang relatif mudah ini memberikan peluang terhadap kejadian pencurian kayu.

Gambar 10 . Hubungan antara volume tercuri dengan kelas lereng.

Berdasarkan analisis statistik, variabel kelas tidak berpengaruh terhadap volume pencurian kayu. Hal ini bisa dilihat dari nilai R2 dengan nilai kurang dari 50%, sehingga variabel kelas lereng ini tidak digunakan dalam analisis regresi. Dari pendugaan model pencurian, kelas lereng memiliki hubungan yang negatif dengan volume pencurian kayu dimana semakin besar kelas lereng, maka volume kayu yang tercuri semakin kecil atau dapat dikatakan bahwa dengan kenaikan kelerengan sebesar 1% maka volume tercuri akan menurun sebesar 0,6861 m3 .

y = -0.6861x + 7.1455 R2 = 0.4662

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

0 2 4 6

kelas lereng

Vo

lu

me

(m

(43)

29

Kelas Lereng Plot Pencurian Jalan Utama

Gambar 11. Peta sebaran kelas lereng KPH Madiun serta plot pencurian.

Gambar 12. Diagram persentase kelas lereng pada plot tercuri.

Secara spasial sebaran kelas lereng dapat dilihat pada peta kelas lereng diatas beserta diagram batang yang menunjukkan adanya pola pencurian kayu di KPH Madiun berdasar kelas lereng. Dari 500 plot data yang diambil dari kejadian pencurian kayu dapat dilihat bahwa di KPH Madiun pencurian sering dilakukan pada tegakan dengan kelas lereng yang relatif datar yaitu pada kelas lereng 1 sampai dengan kelas lereng 2.

0

persentase(%) 18,4 72 7,8 1,6 0,2

(44)

Jarak Desa

Gambar 13. Hubungan antara volume tercuri dengan jarak desa

Berdasarkan analisis statistik, variabel jarak desa tidak berpengaruh terhadap volume pencurian kayu. Hal ini bisa dilihat dari nilai R2 yang cukup kecil yaitu 13%, sehingga variabel jarak desa ini tidak digunakan dalam analisis regresi. Dari pendugaan model pencurian, jarak desa memiliki hubungan yang positif dengan volume pencurian kayu dimana semakin besar jarak desa, maka volume kayu yang tercuri juga semakin besar atau dapat dikatakan bahwa dengan kenaikan jarak desa sebesar 500 meter maka volume tercuri akan meningkat sebesar 0,2579 m3.

y = 0.2579x + 4.2875 R2 = 0.1311

0 5 10 15

0 5 10 15

jarak desa

Vo

lu

me

(m

(45)

31

Gambar 14. Peta sebaran jarak desa KPH Madiun serta plot pencurian.

Gambar 15. Diagram prosentase jarak desa pada plot tercuri.

Secara spasial sebaran jarak desa dapat dilihat pada peta jarak desa diatas beserta diagram batang yang menunjukkan adanya pola pencurian kayu di KPH Madiun berdasar jarak desa. Nilai 1 sampai dengan 13 pada grafik jarak desa tersebut menunjukkan jarak jalan per 500 meter. Dari 500 plot data yang diambil dari kejadian pencurian kayu dapat dilihat bahwa di KPH Madiun pencurian

(46)

sering dilakukan pada daerah yang relatif dekat dengan jarak desa yaitu pada jarak desa antara satu kilometer sampai dengan empat kilometer.

Jarak Jalan

Gambar 16. Hubungan antara volume tercuri dengan jarak jalan.

Berdasarkan analisis statistik, variabel jarak jalan berpengaruh terhadap volume pencurian kayu. Hal ini bisa dilihat dari nilai R2 yang cukup besar yaitu 56%, sehingga variabel jarak desa ini digunakan dalam analisis regresi. Dari pendugaan model pencurian, jarak jalan memiliki hubungan yang positif dengan volume pencurian kayu dimana semakin besar jarak jalan, maka volume kayu yang tercuri juga semakin besar atau dapat dikatakan bahwa dengan kenaikan jarak jalan sebesar 500 meter maka volume tercuri akan meningkat sebesar 0,8391 m3.

y = 0.8391x + 4.9305 R2 = 0.561

0 2 4 6 8 10 12

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

jarak jalan

Vo

lu

m

e

(m

(47)

33

Gambar 17. Peta sebaran jarak jalan KPH Madiun serta plot pencurian.

Gambar 18. Diagram persentase jarak jalan pada plot tercuri.

Secara spasial sebaran jarak jalan dapat dilihat pada peta kelas umur diatas beserta diagram batang yang menunjukkan adanya pola pencurian kayu di KPH Madiun berdasar jarak jalan. Nilai 1 sampai dengan 6 pada grafik jarak jalan tersebut menunjukkan jarak jalan per 500 meter. Dari 500 plot data yang diambil dari kejadian pencurian kayu dapat dilihat bahwa di KPH Madiun pencurian

0,00

Persentase (%) 41,60 30,40 17,80 7,40 2,40 0,40

(48)

sering dilakukan pada daerah yang dekat dengan jarak jalan, yaitu pada jarak jalan 0.5 kilometer sampai dengan jarak 1.5 kilometer.

Penentuan Kelas Kerawanan

Berdasarkan data pencurian kayu dalam kurun waktu dua tahun terakhir yaitu tahun 2004 sampai dengan tahun 2005, kejadian pencurian kayu terjadi pada berbagai macam kelas umur, kelas lereng, jarak jalan dan jarak desa. Dari analisis variabel pencurian kayu, kelas kerawanan yang ada di KPH Madiun dapat ditentukan. Kelas kerawanan pencurian kayu pada wilayah penelitian ditentukan berdasarkan perhitungan volume kayu yang tercuri. Nilai volume tersebut diperoleh dari penurunan nilai volume tabel tegakan dikalikan dengan jumlah pohon yang hilang, karena pada data aktual yang tersedia di Laporan huruf A tentang pencurian kayu, nilai volume tidak diketahui.

Sebenarnya untuk menentukan kelas kerawanan suatu lokasi, data mengenai frekuensi terjadinya pencurian kayu dan kelas umur lebih mencerminkan tingkat pencurian kayu, akan tetapi untuk kasus pencurian di KPH Madiun, tidak terdapat data tentang frekuensi terjadinya pencurian secara lengkap, maka data tentang frekuensi ini tidak digunakan.

Untuk menentukan kelas, pada data pencurian kayu dikelompokkan berdasarkan kelas umur yang memiliki ukuran diameter yang relatif sama. Pada penentuan kelas ini terdapat empat kelompok kelas umur yaitu kelas umur 1 dan kelas umur 2, kelas umur 3 dan kelas umur 4, kelas umur 5 dan kelas umur 6, kelas umur 7 keatas yaitu kelas umur 8 sampai dengan kelas umur 10.

Tabel 1. Data statistik KU 1 dan KU 2.

KU 1 dan KU 2 Volume

Minimum 0,030 Maksimum 13,700

Mean 1,833

Standar deviasi 2,399

(49)

35

Daerah penelitian dibagi atas tiga kelas yaitu kelas tidak rawan, agak rawan, dan rawan. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang didasari atas nilai standar deviasi dari data nilai kelas kerawanan. Adapun rentang nilai dari setiap kelas kerawanan KU 1 dan KU 2 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2

Kelas kerawanan pencurian kayu Nilai volume (m3)

Tidak Rawan 0,030 - 1,833

Agak Rawan 1,833 - 4,232

Rawan 4,232 - 13,700

Untuk memperoleh rentang nilai yang relatif sama, maka perlu dibuktikan dengan melihat sebaran data yang proporsional pada ketiga kelas kerawanan pencurian kayu. Pada Gambar 19 di bawah ini menunjukkan sebaran data yang proporsionsal pada masing-masing kelas kerawanan KU 1 dan KU 2.

Gambar 19. Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 1 dan KU 2. Hasil dari pembagian kelas kerawanan pada kelas umur 1 dan kelas umur 2 dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini.

0.000 5.000 10.000 15.000

TR AR R

kelas keraw anan

vo

lu

m

e

(

m

3

(50)

Gambar 20. Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 1dan KU 2.

Standar deviasi 8,419

Dari hasil perhitungan volume tercuri, diperoleh nilai minimum , nilai maksimum, mean (nilai tengah) dan standar deviasi untuk KU 3 dan KU 4. Daerah penelitian dibagi atas tiga kelas yaitu kelas tidak rawan, agak rawan, dan rawan. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang didasari atas nilai standar deviasi dari data nilai kelas kerawanan. Adapun rentang nilai dari setiap kelas kerawanan KU 3 dan KU 4 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4

Kelas kerawanan pencurian kayu Nilai volume (m3) Tidak Rawan 0,140 - 5,158

Agak Rawan 5,158 - 13,578

Rawan 13,578 - 73,520

Untuk memperoleh rentang nilai yang relatif sama, maka perlu dibuktikan dengan melihat sebaran data yang proporsional pada ketiga kelas kerawanan pencurian kayu. Pada Gambar 21 di bawah ini menunjukkan sebaran data yang proporsionsal pada masing-masing kelas kerawanan KU 3 dan KU 4.

0 50 100

Kelas Kerawanan Pencurian Kayu KU 1 dan KU 2

persentase (%) 69,79 19,79 10,42

(51)

37

Gambar 21. Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4. Hasil dari pembagian kelas kerawanan pada KU 1 dan KU 2 dapat dilihat pada Gambar 22 di bawah ini.

Gambar 22. Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 3 dan KU 4. Tabel 5. Data statistik KU 5 dan KU 6

Dari hasil perhitungan volume tercuri, diperoleh nilai minimum , nilai maksimum, mean (nilai tengah) dan standar deviasi untuk KU 5 dan KU 6. Daerah penelitian dibagi atas tiga kelas yaitu kelas tidak rawan, agak rawan, dan rawan. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang didasari atas nilai standar deviasi dari data nilai kelas kerawanan.

0,00 50,00 100,00

Kalas Kerawanan Pencurian Kayu KU 3 dan KU 4

persentase (%) 74,38 16,75 8,87

(52)

Adapun rentang nilai dari setiap kelas kerawanan KU 5 dan KU 6 disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6

Kelas kerawanan berdasar volume Nilai volume (m3)

Tidak Rawan 0,260 - 11,056

Agak Rawan 11,056 - 25,009

Rawan 25,009 - 82,570

Untuk memperoleh rentang nilai yang relatif sama, maka perlu dibuktikan dengan melihat sebaran data yang proporsional pada ketiga kelas kerawanan pencurian kayu. Pada Gambar 23 di bawah ini menunjukkan sebaran data yang proporsional pada masing-masing kelas kerawanan KU 5 dan KU 6.

Gambar 23. Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6. Hasil dari pembagian kelas kerawanan pada KU 5 dan KU 6 dapat dilihat pada Gambar 24 di bawah ini.

0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

TR AR R

kelas keraw anan

vo

lu

m

e

(

m

(53)

39

Gambar 24. Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 5 dan KU 6. Tabel 7. Data statistik KU 7, KU 8, KU 10.

KU 7, KU 8, KU 10 Volume

Minimum 0,470

Maksimum 73,490

Mean 10,417

Standar deviasi 11,854

Dari hasil perhitungan volume tercuri, diperoleh nilai minimum , nilai maksimum, mean (nilai tengah) dan standar deviasi untuk KU 7, KU 8dan KU 10. Daerah penelitian dibagi atas tiga kelas yaitu kelas tidak rawan, agak rawan, dan rawan. Setiap kelas kerawanan diupayakan memiliki rentang nilai yang relatif sama yang didasari atas nilai standar deviasi dari data nilai kelas kerawanan. Adapun rentang nilai dari setiap kelas kerawanan KU 7, KU 8 dan KU 10 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8, dan KU 10. Kelas kerawanan berdasar volume Nilai volume (m3)

Tidak Rawan 0,470 - 10,417

Agak Rawan 10,417 - 16,344

Rawan 16,344 - s73,490

Untuk memperoleh rentang nilai yang relatif sama, maka perlu dibuktikan dengan melihat sebaran data yang proporsional pada ketiga kelas kerawanan pencurian kayu. Untuk kelompok KU 7, KU 8 dan KU 10 rentang nilai dibagi sebesar dua kali standar deviasi yang dimulai dari nilai tengah sebaran data. Pada

0 50 100

Kelas Kerawanan Pencurian Kayu KU 5 dan KU 6

persentase (%) 70,19 19,21 10,59

(54)

Gambar 25 di bawah ini menunjukkan sebaran data yang proporsional pada masing-masing kelas kerawanan KU 7, KU 8 dan KU 10.

Gambar 25. Sebaran data kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8 dan KU 10.

Hasil dari pembagian kelas kerawanan pada KU 7, KU 8 dan KU 10 dapat dilihat pada Gambar 26 di bawah ini.

Gambar 26. Persentase kelas kerawanan pencurian kayu KU 7, KU 8, KU 10.

Analisis Spasial Kejadian Pencurian Kayu

Dalam penelitian ini menggunakan dua macam variabel yaitu variabel tetap dan variabel bebas. Variabel tetap berupa data yang menyangkut tingkat pencurian kayu dan diukur dari Volume pohon yang hilang atau rusak (Y). Volume pohon yang hilang atau rusak ini diperoleh dari penurunan nilai volume

0 20 40 60 80

Kelas Kerawanan Pencurian Kayu KU 7, KU 8, KU 10

persentase (%) 58 18 24

(55)

41

tabel tegakan dikalikan dengan jumlah pohon yang hilang. Sedangkan variabel bebas meliputi data kelas umur (X1), data kelas lereng (X2), data jarak jalan (X3),

dan data jarak desa (X4).

Untuk memetakan secara spasial wilayah-wilayah yang berpeluang tinggi mengalami kejadian pencurian kayu akan dibangun model persamaan regresi terbaik, maka dilakukan analisis regresi linier berganda, sehingga diperoleh 8 bentuk matematis dari analisis regresi linier dengan model persamaan kejadian pencurian kayu sebagai berikut :

(1) Y = -1,21 + 1,94 X1

(2) Y = -1,07 + 1,95 X1 - 0,072 X2

(3) Y = -1,93 + 1,91 X1 + 0,000270 X3

(4) Y = -1,94 + 1,91 X1 + 0,000865 X4

(5) Y = -1,74 + 1,91 X1 – 0,106 X2 + 0,000274 X3

(6) Y = -1,74 + 1,91 X1 – 0,106 X2 + 0,000870 X4

(7) Y = -1,14 + 0,192 X1 + 0,000077 X3 + 0,000696 X4

(8) Y = -2,37 + 1,88 X1 - 0,138 X2 + 0,000255 X3 + 0,000843 X4

Dimana:

Yi = Volume pohon tercuri (m3)

X1i = Kelerengan (%)

X2i = Kelas umur (tahun)

X3i = Jarak dari desa/pemukiman (meter)

X4i = Jarak dari jalan (meter)

Dari delapan model yang diperoleh diketahui bahwa model yang terbaik dan terpilih adalah model pertama, yaitu model dengan bentuk matematis sebagai berikut :

Y = -1,94 + 1,91 X1 + 0,000865 X4

(56)

taraf signifikasi 1% atau dapat dikatakan, nilainya lebih rendah dari 0,05 dan bahkan lebih kecil dari 0,01.

Model persamaan kejadian pencurian kayu tersebut hanya menggunakan variabel bebas kelas umur (X1) karena berdasarkan analisis yang dilakukan hanya

data kelas umur yang dapat memberikan pengaruh. Sedangkan kelas lereng, jarak jalan dan jarak desa tidak memberikan pengaruh. Dari data yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa daerah yang tercuri adalah daerah yang memiliki nilai kelas kelerengan 1 (0-8)% dan kelas kelerengan 2 (8-15)% yaitu relatif datar untuk seluruh areal, daerah dengan jarak jalan antara 1 sampai dengan 3 kilometer dan daerah dengan jarak desa antara 1 sampai dengan 6,5 kilometer. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petak-petak yang berpeluang terjadinya pencurian kayu adalah petak-petak yang memiliki kelas umur tua, jauh dari pemukiman dan jalan dengan kelerengan yang datar.

Validasi Model

Untuk mengetahui keakuratan model apakah berlaku secara umum, maka perlu dilakukan validasi terhadap model dengan memasukkan data-data pencurian kayu ke dalam model terbaik kemudian antara data lapang dan data hasil analisis regresi dibandingkan secara langsung. Adapun hasil validasi model dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28 berikut.

Gambar 27. Persentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan pada data.

0 20 40 60 80

P

e

rsen

tase j

u

m

lah

p

e

tak

pe

nc

ur

ia

n

persentase (%) 70.6 18.2 11.2

(57)

43

Gambar 28. Persentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan analisis regresi.

Gambar 29. Perbandingan persentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan pada data lapang dan analisis regresi.

Diagram pada Gambar 27 menunjukkan prosentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan data yang ada di lapangan. Pada analisis ini, pencurian kayu yang ada di KPH Madiun termasuk dalam kelas tidak rawan sebesar 70,6%. Selanjutnya diagram pada Gambar 28 memperlihatkan persentase kelas kerawanan pencurian kayu berdasarkan analisis regresi. Pada analisis ini, pencurian kayu yang ada di KPH Madiun termasuk dalam kelas tidak rawan

0.00

persentase(%) 53.00 46.80 0.20

(58)

sebesar 53%. Pada diagram Gambar 27 dan 28 terlihat secara visual bahwa data hasil analisis regresi memiliki bentuk atau pola yang sama dengan data lapang.

Jika dibandingkan dan ditampilkan diagram batang kedua data secara bersamaan seperti pada Gambar 29 menunjukkan bahwa persentase kelas tidak rawan memiliki selisih atau kurang teliti 17,6% yang under estimate sedangkan kelas agak rawan memiliki selisih atau kurang teliti 28,6% yang over estimate

dan pada kelas rawan memiliki selisih atau kurang teliti 11% yang under estimate. Berdasar hasil validasi tersebut, maka dapat diyakini bahwa model spasial yang dibangun telah mampu menjelaskan dan menggambarkan tingkat kerawanan pencurian yang ada di KPH Madiun.

Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu KPH Madiun

(59)

45

Gambar 30. Peta tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun tahun 2005.

(60)

Gambar 31. Peta gabungan data grafis dan data tabuler pencurian kayu KPH Madiun.

Peta kerawanan pencurian kayu ini telah dilengkapi dengan data atribut, sehingga peta menjadi lebih informatif, sdata atribut yang ada berupa anak petak, area, keliling, jarak jalan, jarak desa, tahun tanam, kelas umur, kelas lereng serta klasifikasi tingkat kerawanan.

Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu

Daerah penelitian dibagi atas tiga kelas tingkat kerawanan pencurian kayu yaitu kelas tidak rawan, agak rawan, dan rawan. Dengan menggunakan sistem informasi geografis hasil pemetaan kerawanan pencurian kayu KPH Madiun tahun 2005 dapat disimulasikan pada jangka waktu 10 tahun yang akan datang.

(61)

47

Gambar 32. Peta Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu KPH Madiun tahun 2010.

Gambar 33. Peta Tingkat kerawanan pencurian kayu KPH Madiun tahun 2015.

(62)

Berdasar pembagian kelas kerawanan yang ada di KPH Madiun, pada wilayah penelitian, keberadaan kelas tidak rawan, kelas agak rawan dan kelas rawan dari tahun 2005, 2010 dan 2015 dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 34. Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2005.

Gambar 35. Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan tahun 2005.

Pada tahun 2005, wilayah penelitian terdiri dari 1225 petak tidak rawan, 968 petak agak rawan dan 1 petak rawan, dengan persentase 55,83% untuk kelas tidak rawan, 44,12% untuk petak agak rawan, dan0,05% petak rawan. Pada tahun 2005 ini, KPH Madiun masuk ke dalam kelas tidak rawan.

0

jumlah 1225 968 1

TR AR R

persentase (%) 55.83 44.12 0.05

(63)

49

Gambar 36. Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2010.

Gambar 37. Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan tahun 2010.

Pada tahun 2010, wilayah penelitian terdiri dari 881 petak tidak rawan, 1113 petak agak rawan dan 247 petak rawan dengan persentase sebesar 39,3% untuk kelas tidak rawan, 49,66% untuk kelas agak rawan dan 11,02% untuk kelas rawan. Pada tahun 2010 ini, KPH Madiun masuk ke dalam kelas agak rawan.

0

jumlah 881 1113 247

TR AR R

persentase (%) 39.3 49.66 11.02

(64)

Gambar 38. Jumlah petak tercuri pada setiap kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2015.

Gambar 39. Persentase jumlah pencurian kayu pada setiap kelas kerawanan tahun 2015.

Pada tahun 2015, wilayah penelitian terdiri dari 1225 petak tidak rawan, 971 petak agak rawan dan 45 petak rawan dengan persentase sebesar 54,66% untuk kelas tidak rawan 43,32% untuk kelas agak rawan dan 2,01% kelas rawan. Pada tahun 2015 ini, KPH Madiun masuk ke dalam kelas tidak rawan.

Perubahan tingkat kerawanan yang terjadi di KPH Madiun dari tahun ketahun menunjukkan adanya penurunan maupun peningkatan dari tiap kelas kerawanan pencurian kayu. Kelas tidak rawan mengalami penurunan, pada tahun 2010 dari 55,83% menjadi 39,3% dan pada tahun 2015 naik menjadi 54,66%. Kelas agak rawan mengalami kenaikan, pada tahun 2010 dari 44,12% menjadi 49,66% dan menurun pada tahun 2015 sebesar 43,32%. Kelas rawan mengalami

0

jumlah 1225 971 45

TR AR R

persentase (%) 54.66 43.32 2.01

(65)

51

kenaikan yang pada tahun 2010 dari 0,05% menjadi 11,02% dan pada tahun 2015 menurun menjadi 2,01%. Secara umum sebagian besar wilayah KPH Madiun termasuk dalam kelas tidak rawan.

Selanjutnya diagram pada Gambar 40, 41 dan 42 memperlihatkan persentase kelas kerawanan pencurian kayu tiap bagian hutan di KPH Madiun, yaitu Bagian Hutan Caruban, Bagian Hutan Pagotan, Bagian Hutan Ponorogo Timur, dan Bagian Hutan Ponorogo Barat dari tahun 2005, 2010 dan tahun 2015.

Gambar 40.Prosentase kelas kerawanan pencurian kayu tahun 2005

Dari Gambar 40 dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 persentase kelas tidak rawan terbesar adalah bagian hutan Ponorogo Timur sebesar 59,32%, sedangkan persentase kelas tidak rawan terkecil adalah bagian hutan Caruban sebesar 53,17%. Persentase kelas agak rawan terbesar adalah bagian hutan Caruban sebesar 46,82% sedangkan persentase kelas agak rawan terkecil adalah bagian hutan Ponorogo Timur sebesar 40,49%. Persentase kelas rawan terbesar adalah bagian hutan Ponorogo Barat sebesar 28.32% sedangkan persentase kelas rawan terkecil adalah bagian hutan Ponorogo Timur sebesar 0,17%.

0 20 40 60 80

P

er

sen

ta

se kel

as

ker

aw

an

an

Tidak Rawan 53.17 55.15 59.32 55.9

Agak Rawan 46.82 44.85 40.49 44.09

Rawan 0.17 28.32

caruban pagotan ponorogo timur

Gambar

Gambar 2. Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian kayu di KPH.
Gambar 3. Persentase kehilangan pohon per tahun
Gambar 4. Diagram persentase kehilangan pohon per BKPH
Gambar 5. Grafik kerugian finansial pencurian kayu per tahun.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dimaksudkan agar dalam berbagai kegiatan pembelajaran siswa beroleh pengalaman bersastra, bertambah bekal pengalaman hidup, beroleh pengetahuan secara fungsional

model pembelajaran Assisted Learning berbeda dengan hasil belajar metode ceramah dan terbukti bahwa penggunaan model pembelajaran Assisted Learning dapat

This collapsed the extant labyrinth structure and produced fragmentary, 'maze-like' arrangements; these in turn coalesced into novel labyrinthine routes based

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data/fakta yang tepat (shahih, benar, valid) dan dapat dipercaya (reliabel) tentang sejauh mana hubungan antara bauran promosi dengan

Peserta yang diundang menghadiri tahap pembuktian kualifikasi adalah pimpinan perusahaan yang tertera di dalam Akta atau staff yang diberikan kuasa oleh pimpinan

bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Dinas Perikanan dan. Kelautan Kabupaten

Jumlah terapis berada pada suatu kontinum, dari buku bantu diri (self-help) di satu sisi, dimana buku merupakan agen terapeutik dan keterlibatan terapis dalam kadar minimal,

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui tindakan siklus 1 dan siklus 2 dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah