• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI RINTISAN SEKOLAH BERTARAF

INTERNASIONAL MELALUI PENDEKATAN REGRESI

LOGISTIK BINER, ANALISIS PROFIL, DAN PENSKORAN

IBAN ARIA NUGRAHA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Iban Aria Nugraha

(4)

ABSTRAK

IBAN ARIA NUGRAHA. Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I MADE SUMERTAJAYA.

Tercatat sejak dinyatakan merdeka, Indonesia telah mengalami pergantian kurikulum pendidikan sebanyak delapan kali, dimulai dari Kurikulum Rencana Pelajaran pada tahun 1947 sampai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Perubahan kurikulum terakhir tersebut diiringi dengan pemberlakuan sistem klasifikasi sekolah berdasarkan mutu yang membagi sekolah menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Suatu sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam SBI jika sudah memenuhi beberapa kriteria, salah satunya yaitu sekolah sudah memperoleh status pengakuan RSBI dari lembaga atau dinas terkait. Ironisnya, dari awal diberlakukannya sistem tersebut, tidak ada satu sekolah pun yang berhasil memenuhi kriteria untuk dijadikan sekolah berbasis internasional. Hal ini mengindikasikan adanya suatu kesalahan yang terjadi pada sistem pendidikan tersebut. Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik biner dengan menggunakan backward elimination, diperoleh faktor yang mempengaruhi status internasional sekolah adalah lokasi sekolah, sertifikasi ISO, persentase siswa miskin, uang pangkal sekolah, dan SPP per bulan. Hasil tersebut didukung dengan nilai persentase ketepatan klasifikasi model secara keseluruhan sebesar 85.7% dan nilai Nagelkerke R2 sebesar 0.647. Pengujian dengan analisis profil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan keparalelan, keberhimpitan dan kesamaan antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi biaya pendidikan sekolah, yang meliputi uang pangkal dan SPP per bulan. Meskipun demikian, melalui perbandingan rataan biaya pendidikan sekolah, diketahui bahwa biaya pendidikan pada sekolah RSBI hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan sekolah non RSBI, hal ini bersesuaian dengan kenyataan yang terjadi pada masyarakat saat ini.

Kata kunci: analisis profil, penskoran, regresi logistik biner, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

ABSTRACT

IBAN ARIA NUGRAHA. Evaluation of Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Using Binary Logistic Regression, Profile Analysis, and Scoring Approach. Supervised by MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE SUMERTAJAYA.

(5)

several criteria, one of which schools have received the recognition status of as RSBI from the related institutions. Ironically, from the initial implementation of the system, there is no school is managed to meet the criteria as an international school. This indicates that an error occurred in the education system. Based on the test results of binary logistic regression using backward elimination, obtained factors affecting international school’s status is location, ISO certification, the percentage of the poor students, school tuition, and the tuition per month. The result is supported by the value of the percentage of the overall classification accuracy was 85.7% and the value of Nagelkerke R2 of 0.647. Testing with profile analysis shows that there are no relationship parallels and similarities between RSBI and non RSBI schools in terms of school education expenses, which include school tuition and tuition per month. Nevertheless, through the comparison of the average cost of school education, it is known that the cost of education at the school RSBI almost two-fold higher than the non RSBI schools, it is consistent with the fact that occurs in society nowadays.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

EVALUASI RINTISAN SEKOLAH BERTARAF

INTERNASIONAL MELALUI PENDEKATAN REGRESI

LOGISTIK BINER, ANALISIS PROFIL, DAN PENSKORAN

IBAN ARIA NUGRAHA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran

Nama : Iban Aria Nugraha NIM : G14090049

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS Pembimbing I

Dr Ir I Made Sumertajaya, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini berjudul “Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran”. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS dan Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan ilmu yang bermanfaat.

2. Ibu Dr Ir Indahwati, MSi selaku dosen penguji luar yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis.

3. Keluarga tercinta, bapak, ibu, dan kakak yang senantiasa memberikan do’a, semangat, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional 2

Regresi Logistik Biner 3

Analisis Profil 6

Sub Dimension Index Indicator 6

METODE

Bahan 6

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data 9

Nilai Keterpenuhan Kriteria Sekolah Bertaraf Internasional pada Sekolah RSBI

di Indonesia 11

Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Status Internasional Sekolah

Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner 13

Pendekatan Analisis Profil pada Kriteria Persyaratan Pendirian Sekolah Bertaraf

Internasional di Indonesia 14

Penskoran terhadap Indikator Mutu dan Indikator Pembiayaan pada Sekolah

RSBI dan Sekolah Non RSBI 18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 22

(13)

DAFTAR TABEL

1 Tabel ketepatan klasifikasi model 5

2 Biaya pendidikan tertinggi sekolah RSBI yang ditetapkan pemerintah 12 3 Analisis regresi logistik dengan model reduksi untuk peubah respon

status internasional sekolah 13

4 Nilai persentase ketepatan klasifikasi model 14

5 Ilustrasi perubahan skala peubah kategorik menjadi numerik pada

indikator mutu 19

6 Ilustrasi perubahan skala peubah kategorik menjadi numerik pada

indikator pembiayaan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Ringkasan metode penarikan contoh dalam survei lapang PT. TIA

Indonesia dan IPAC Kanada 8

2 Proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah non RSBI yang

diambil dalam survei penelitian 9

3 Jumlah sampel sekolah RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah 10 4 Jumlah sampel sekolah non RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah 10 5 Kualifikasi kepala sekolah pada 70 sekolah RSBI terpilih berdasarkan

pendidikan terakhir dan kemahiran berbahasa inggris 11 6 Plot rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan pada sekolah RSBI

dan non RSBI 15

7 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi akreditasi sekolah pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi sekolah 16 8 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kualifikasi kepala sekolah

pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi sekolah 17 9 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kepemilikan sertifikasi

mutu pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi

sekolah 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel peubah penjelas yang diasumsikan mempengaruhi status

internasional sekolah 22

2 Tabel uji serentak parameter model regresi logistik untuk peubah

respon status internasional sekolah 23

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek paling penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya pendidikan oleh United Nations Development Programme (UNDP), salah satu organisasi di bawah naungan PBB, sebagai salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Semakin berkualitas mutu pendidikan pada suatu negara, semakin tinggi nilai perhitungan indeks pembangunan manusia yang akan dihasilkan sehingga dapat disimpulkan semakin maju pula negara tersebut di mata dunia.

Karena pentingnya arti pendidikan dalam segala aspek kehidupan, semua negara pun berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu pendidikannya, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini memicu Indonesia sebagai negara dengan tingkat pembangunan sedang mencari cara untuk meningkatkan mutu pembangunan manusianya, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan yang disinyalir dapat memberikan efek domino pada peningkatan nilai IPM Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara berpembangunan sangat tinggi (negara maju), layaknya Singapura.

Indonesia sendiri sudah beberapa kali melakukan pergantian kurikulum pendidikan guna mencari metode yang paling tepat untuk diterapkan ke dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tercatat sejak dinyatakan merdeka, Indonesia telah mengalami pergantian kurikulum pendidikan sebanyak delapan kali, dimulai dari Kurikulum Rencana Pelajaran pada tahun 1947 sampai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Perubahan kurikulum terakhir tersebut diiringi dengan pemberlakuan sistem klasifikasi sekolah berdasarkan mutu sekolahnya. Klasifikasi tersebut membagi sekolah menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

SBI lahir dan dilatarbelakangi karena Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses dan hasil pendidikannya. Suatu sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam SBI jika sudah memenuhi beberapa kriteria yang harus dipenuhi, salah satunya sekolah tersebut telah memperoleh status pengakuan RSBI dari lembaga atau dinas terkait. Ironisnya, dari awal diberlakukannya sistem ini sampai sekarang, tidak ada satu sekolah pun di Indonesia yang berhasil memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai sekolah berbasis internasional. Hal ini mengindikasikan adanya kesalahan yang terjadi pada sistem pendidikan tersebut sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk membuktikannya.

(15)

analisis regresi logistik biner. Pendekatan analisis profil juga digunakan untuk melihat kemiripan profil antara sekolah RSBI dengan sekolah non RSBI dan penskoran dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program RSBI di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia dengan melakukan identifikasi peubah yang berpengaruh terhadap status internasional sekolah di Indonesia berdasarkan kriteria persyaratan pendirian sekolah berbasis internasional, melihat kemiripan profil antara sekolah RSBI dengan sekolah non RSBI, dan mengetahui tingkat keberhasilan program RSBI di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.

Adapun kriteria suatu sekolah disebut sebagai sekolah bertaraf internasional adalah:

1. Standar Nasional Pendidikan harus sudah terpenuhi.

2. Guru minimal S2/S3: 10% (SD), 20% (SMP), dan 30% (SMA/K).

3. Kepala sekolah minimal memiliki pendidikan terakhir S2 dan berbahasa inggris aktif.

4. Akreditasi sekolah bernilai A. 5. Sarana dan prasarana berbasis TIK.

6. Kurikulum KTSP diperkaya dengan kurikulum negara maju dan penerapan SKS pada SMA/SMK.

7. Pembelajaran berbasis TIK dan bilingual dan sister school dengan sekolah dari negara maju.

8. Manajemen berbasis TIK dan terakreditasi ISO 9001 atau 14001.

9. Menerapkan model UN dan diperkaya dengan sistem ujian internasional (negara maju dan atau negara lain yang memiliki keunggulan tertentu). 10.Lulusan SMK memiliki daya saing internasional dalam melanjutkan

pendidikan dan bekerja.

(16)

12.Pembiayaan sekolah berasal dari APBN, APBD, dan boleh memungut biaya dari masyarakat atas dasar RAPBS yang akuntabel; minimal 20% peserta didik tidak mampu mendapatkan subsidi pendidikan.

Regresi Logistik Biner

Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas yang berskala kategorik atau kontinu (Hosmer & Lemeshow 2000). Satu kejadian peubah respon Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan fungsi sebaran peluang:

P y y y

dengan y={0, } dan adalah peluang kejadian bernilai . Jika kejadian peubah respon Y berjumlah n dan setiap kejadian saling bebas dengan yang lain, maka peubah respon Y akan mengikuti sebaran Binomial.

Hosmer & Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa bentuk model regresi logistik dengan P( |x) (x) adalah p = banyaknya peubah penjelas

Fungsi di atas berbentuk non linier sehingga untuk membentuk fungsi linier dilakukan transformasi logit sebagai berikut (Agresti 1990):

logit x ln xx g x

g(x) merupakan penduga logit sebagai fungsi linier dari peubah penjelas dengan kemungkinan nilai peluang terbesar adalah 1.

Suatu model regresi logistik dengan peubah penjelas yang bersifat kategorik memerlukan peubah boneka (dummy variable). Secara umum, jika sebuah peubah dengan skala nominal atau ordinal mempunyai k kemungkinan nilai, maka diperlukan k-1 peubah boneka.

Pendugaan Parameter

Pendugaan parameter pada model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum, yaitu diperoleh dengan menurunkan fungsi kepekatan bersama (Hosmer & Lemeshow 2000). Pada model regresi logistik, asumsi kehomogenan ragam galat dan kebebasan antar amatan tidak dituntut untuk dipenuhi, maka fungsi kemungkinan maksimumnya adalah

l( ) xi yi xi yi n

i

dengan:

(17)

yi = respon pada pengamatan ke-i (xi) = peluang kejadian ke-i bernilai Y=1

Prinsip dari metode kemungkinan maksimum adalah mencari nilai maksimum logaritma fungsi kemungkinan maksimumnya:

Pengujian parameter model dilakukan untuk mengetahui peranan peubah penjelas yang terdapat di dalam model. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji G, yaitu uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) untuk menguji peranan peubah penjelas secara serentak atau keseluruhan. Rumus umum statistik uji G adalah

2 ln LL0 dengan :

L0 = nilai kemungkinan tanpa peubah penjelas L1 = nilai kemungkinan dengan peubah penjelas Hipotesis yang digunakan, yaitu:

Selain itu, dilakukan pengujian secara parsial untuk masing-masing koefisien peubah menggunakan statistik uji Wald. Hipotesis yang digunakan, yaitu:

H0 : βi = 0

H1 : βi≠ 0, (i , 2, …, p)

Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut (Widarjono 2010): i

(18)

bertahap. Proses iterasi berhenti jika peubah penjelas yang ada dalam model memiliki nilai p < 0.1 dan tidak ada lagi peubah penjelas yang dapat dikeluarkan dari model.

Ketepatan Klasifikasi Model

Menurut Hosmer & Lemeshow (2000), salah satu ukuran kebaikan model adalah jika memiliki peluang salah klasifikasi yang minimal. Ketepatan prediksi dari model dapat diketahui dengan menggunakan tabel ketepatan klasifikasi (correct classification table). Nilai cutpoint (c) ditentukan untuk memperoleh kesesuaian dugaan terhadap amatan dan dibandingkan dengan peluang dugaan (x). Jika (x) lebih besar dari c, maka nilai dugaan termasuk pada respon dan selain itu Y=0.

Ketepatan model dalam memprediksi kejadian gagal (Y=0) dinyatakan sebagai N00/N0., proporsi nilai dugaan yang sama dengan nilai amatan pada kategori nilai amatan Y=0. Indikator dan pengertian yang sama juga berlaku untuk mengevaluasi kemampuan model memprediksi kejadian berhasil (Y=1), yaitu N11/N1.. Kemampuan model dalam memprediksi keseluruhan kejadian (N00+ N11)/ N.. yang mencerminkan proporsi nilai amatan yang secara tepat dapat diduga oleh model (Tabel 1).

Tabel 1 Tabel ketepatan klasifikasi model

Amatan Dugaan Total % tepat

Interpretasi koefisien dalam regresi logistik dilakukan menggunakan nilai rasio odds. Rasio odds adalah rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari suatu peubah penjelas terhadap peubah respon. Koefisien model logit (βi) mencerminkan perubahan nilai fungsi logit g(x) untuk setiap perubahan satu unit peubah penjelas x. Dalam analisis model logit, rasio odds didefinisikan sebagai berikut:

exp

dimana β adalah koefisien dari model regresi logistik. Interpretasi dari rasio odds

untuk peubah penjelas x berskala biner adalah kecenderungan untuk Y=1 pada x sebesar kali dibandingkan pada nilai x=0 sedangkan untuk peubah penjelas kontinu, jika ≥ , maka kenaikan nilai peubah penjelas x diikuti dengan semakin naiknya kecenderungan untuk Y=1. Rasio odds memiliki selang kepercayaan sebagai berikut:

exp i α

(19)

Analisis Profil

Menurut Morisson (1990), analisis profil merupakan suatu bagian dari pengujian hipotesis terhadap nilai tengah dari peubah ganda (multivariate) dengan menggunakan prinsip grafik. Oleh karena itu, kemiripan profil, baik profil antar perlakuan maupun antar kelompok, dapat diperkirakan dengan melihat kesejajaran dari grafik plot antara nilai rataan tiap-tiap perlakuan untuk setiap kelompok (populasi). Selain itu, kita juga perlu melakukan serangkaian uji hipotesis untuk mengetahui seberapa besar arti kesejajaran (kemiripan) dari populasi.

Sub Dimension Indicator Index (SDII)

Sub Dimension Indicator Index (SDII) banyak digunakan pada berbagai aspek seperti penyusunan indeks pembangunan manusia (human development index), indeks kemiskinan (poverty index), dan penggabungan atribut ganda dalam analisis pengendalian mutu. Pada penelitian ini, digunakan pembobot SDII yang dinamakan range equalization. Range Equalization (RE) merupakan salah satu metode yang menggunakan informasi nilai minimum dan maksimum dari data respon peubah asal.

Perhitungan SDII range equalization pada masing-masing peubah asal dilakukan dengan memberikan bobot pada setiap amatan yaitu:

dengan i = ,2,…n dan j = ,2,…,p; n adalah banyaknya amatan dan p adalah banyaknya peubah asal.

Setelah dilakukan perhitungan SDII RE, dilakukan pembobotan pada peubah yaitu:

(20)

September 2012 sampai dengan 31 Oktober 2012 pada 23 kota/kabupaten di 12 provinsi. Metode penarikan contoh yang digunakan dalam pengambilan sampel survei lapang dari jumlah total sebanyak 1.339 sekolah RSBI di Indonesia untuk semua jenis tingkat pendidikan dilakukan dengan menggunakan stratified random sampling. Pengidentifikasian sampel survei lapang dilakukan terhadap 254 kota/kabupaten yang telah memiliki lebih dari dua sekolah RSBI pada daerah kota/kabupatennya, selanjutnya dilakukan stratified random sampling terhadap 254 kota/kabupaten tersebut dengan membaginya ke dalam kelompok kabupaten, kota kecil, dan kota besar. Alasan dilakukan penerapan pendekatan stratified random sampling sendiri dikarenakan sebagian besar sekolah RSBI berada di daerah perkotaan Jawa sehingga jika diterapkan simple random sampling pada 1.339 sekolah RSBI akan menimbulkan bias terhadap sampel sekolah yang berada di daerah perkotaan Jawa. Selain itu, pemilihan populasi dari kota atau kabupaten yang telah memiliki lebih dari dua sekolah RSBI dimaksudkan agar meningkatkan kemungkinan untuk memilih kota atau kabupaten yang telah mendirikan sekolah RSBI terlebih dahulu sehingga sampel yang dihasilkan akan representatif dalam generalisasi lebih handal yang berkaitan dengan interpretasi kebijakan, pelaksanaan program, dan sistem monitoring.

Gambar 1 merangkum metode penarikan contoh yang dilakukan oleh PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada dalam pengambilan sampel pada sekolah berstatus RSBI sebanyak 70 sekolah dari jumlah total sebanyak 1.339 sekolah RSBI yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada juga melakukan pengambilan sampel sebanyak 9 sekolah non RSBI yang akan digunakan sebagai sekolah pembanding, dipilih melalui metode non probability sampling. Metode penarikan contoh ini diterapkan untuk memilih sekolah dengan reputasi yang baik dalam komunitas yang sama dengan sekolah-sekolah yang diteliti. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan sekolah-sekolah pembanding sebagai sekolah baseline atau acuan yang mungkin memiliki kualitas yang sama dengan sekolah pra RSBI yang distudi.

Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, tercatat bahwa sekolah non RSBI di Indonesia memiliki jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah sekolah RSBI di Indonesia sehingga pengambilan sampel sebanyak 70 sekolah RSBI dan 9 sekolah non RSBI yang telah dilakukan oleh PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada dirasa tidaklah relevan untuk dilakukan perbandingan secara analitik. Oleh karena itu, peneliti melakukan penambahan sampel untuk sekolah non RSBI sehingga jumlah sampel untuk masing-masing sekolah RSBI dan sekolah non RSBI menjadi seimbang dengan jumlah sebanyak 70 sampel. Metode penarikan contoh yang diterapkan oleh peneliti pada sampel tambahan sekolah non RSBI ini sama dengan metode penarikan contoh yang diterapkan oleh PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada dalam pengambilan sampel sekolah non RSBI-nya. Hal ini dimaksudkan agar sampel yang terambil dalam proses pengambilan sampel untuk sekolah non RSBI tetap konsisten untuk dijadikan sekolah pembanding. Berbeda dengan PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada yang melakukan survei melalui survei lapang, peneliti hanya melakukan survei melalui internet dan korespondensi via telepon.

(21)

peubah-peubah yang berkaitan dengan kriteria persyaratan pendirian sekolah berstandar internasional di Indonesia dan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 1 Ringkasan metode penarikan contoh dalam survei lapang PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada

Prosedur Analisis Data

Tahapan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan eksplorasi data pada data sekolah RSBI berdasarkan kriteria pendirian sekolah berstandar internasional di Indonesia.

2. Menetapkan peubah respon dan peubah penjelas yang akan digunakan.

3. Memodelkan seluruh peubah penjelas dengan peubah respon dengan regresi logistik biner:

a. Melakukan pendugaan parameter.

b. Melakukan pengujian parameter secara simultan dengan uji G.

254 Kota/Kab.

Stratified random sampling terhadap 254 Kota/Kabupaten dengan > 2 RSBI, total 762 sekolah, dengan rata-rata 3 sekolah/kab. Sampel yang diinginkan 70 sekolah ≈ 23 Kota/Kab. (dibulatkan)

(22)

c. Melakukan pengujian parameter secara parsial dengan uji Wald.

4. Mereduksi peubah-peubah penjelas yang tidak nyata terhadap peubah responnya dengan menggunakan backward elimination. Kriteria pereduksian memiliki nilai p > 0.1.

5. Melakukan analisis regresi logistik dengan model reduksi: a. Melakukan pendugaan parameter.

b. Melakukan pengujian parameter secara simultan dengan uji G c. Melakukan pengujian parameter secara parsial dengan uji Wald.

d. Memodelkan peubah respon berdasarkan peubah-peubah penjelas yang memberikan pengaruh nyata.

e. Menghitung nilai ketepatan klasifikasi dari model yang diperoleh. f. Melakukan interpretasi koefisien.

6. Melakukan analisis profil untuk mengetahui kemiripan profil antara sekolah RSBI dengan sekolah non RSBI.

7. Melakukan rasio perbandingan rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan antara sekolah RSBI dengan sekolah non RSBI.

8. Melakukan analisis keberhasilan program RSBI di Indonesia melalui pendekatanpenskoran dengan menggunakan metode range equalization.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan data dari data hasil survei sekolah yang dilakukan PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada melalui survei lapang dan data hasil survei sekolah yang dilakukan sendiri oleh peneliti melalui internet dan korespondensi via telepon. Hal yang menjadi perhatian utama dalam survei tersebut adalah status internasional sekolah sehingga sampel yang diambil berasal dari sekolah yang akan disiapkan oleh pemerintah untuk dijadikan sekolah berbasis internasional atau yang biasa disebut dengan sekolah RSBI. Selain itu, sekolah selain sekolah RSBI (sekolah non RSBI) pun tak luput tersampel dan dijadikan sebagai sekolah pembanding dengan sekolah RSBI dalam penelitian ini.

Gambar 2 Proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah non RSBI yang diambil dalam survei penelitian

50%

50%

(23)

Gambar 2 menunjukkan proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah non RSBI yang diambil dalam survei penelitian. Berdasarkan Gambar 2, diketahui proporsi jumlah sampel yang diambil untuk sekolah RSBI dan sekolah non RSBI memiliki persentase yang sama dengan nilai proporsi masing-masing sebesar 0.5. Hal ini sengaja dilakukan oleh peneliti karena sampel yang diambil dalam survei lapang yang dilakukan oleh PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada hanya terdapat sebanyak 70 sekolah untuk sekolah RSBI dan 9 sekolah untuk sekolah non RSBI sehingga cenderung akan menjadi berbias jika dilakukan perbandingan terhadap dua jenis sekolah tersebut secara analitik. Jumlah sekolah non RSBI yang lebih banyak daripada jumlah sekolah RSBI di Indonesia menjadi dasar pertimbangan peneliti melakukan penambahan sampel pada data sekolah non RSBI dan menjadikan sampel data seimbang untuk sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 70 sekolah.

Gambar 3 Jumlah sampel sekolah RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah

Gambar 4 Jumlah sampel sekolah non RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah Gambar 3 menunjukkan diagram batang dari penyebaran lokasi pada 70 sampel sekolah RSBI terpilih. Berdasarkan Gambar 3, tercatat sampel sekolah RSBI yang terpilih paling banyak berasal dari kabupaten dengan jumlah sampel sebanyak 28 sekolah, disusul dengan sampel sekolah RSBI dari kota besar sebanyak 23 sekolah, dan sisanya tersebar di kota kecil. Sementara itu, 70 sampel sekolah non RSBI terpilih paling banyak berasal dari kota besar dengan jumlah sampel sebanyak 31 sekolah, disusul dengan 21 sampel sekolah yang berasal dari kota kecil, dan sisanya sebanyak 18 sampel sekolah berasal dari kabupaten (Gambar 4). Pengambilan sampel yang dilakukan pada sekolah non RSBI tercatat

0 10 20 30

Kota Besar Kota Kecil Kabupaten

23

(24)

paling banyak berasal dari kota besar. Hal ini disebabkan kebanyakan sampel non RSBI pada penelitian ini diambil melalui survei sekolah yang dilakukan sendiri oleh peneliti dengan mengumpulkan beragam informasi yang bersumber dari internet dan korespondensi via telepon. Informasi yang diberikan oleh sekolah non RSBI yang berasal dari kota besar cenderung memberikan hasil yang lebih lengkap dan akurat jika dibandingkan dengan sekolah non RSBI yang berasal dari kota kecil maupun kabupaten. Meskipun demikian, penarikan sampel pada sekolah non RSBI yang dilakukan oleh peneliti tetap mengikuti prosedur penarikan sampel pada sekolah non RSBI yang dilakukan oleh PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada sehingga sampel sekolah non RSBI yang terambil tetap representatif untuk dijadikan sebagai sekolah pembanding dengan sekolah RSBI.

Nilai Keterpenuhan Kriteria Sekolah Bertaraf Internasional pada Sekolah RSBI di Indonesia

Eksplorasi data dilakukan pada data sekolah RSBI dengan melihat nilai keterpenuhan kriteria berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai persyaratan pendirian sekolah standar internasional di Indonesia. Eksplorasi ini hanya terbatas dilakukan oleh peneliti pada sekolah RSBI berdasarkan suatu pertimbangan yang menyatakan bahwa sekolah RSBI merupakan sekolah yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk dijadikan sebagai sekolah berbasis internasional di Indonesia sehingga eksplorasi data ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum terkait dengan ketersiapan sekolah RSBI yang telah dicanangkan oleh pemerintah menjadi sekolah bertaraf internasional.

Berdasarkan akreditasi sekolah, 96% dari 70 sekolah RSBI terpilih memiliki akreditasi A dan sisanya terakreditasi selain itu. Bahkan, tercatat seluruh SMP dan SMA dari 70 sekolah RSBI terpilih memiliki akreditasi A. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua sekolah RSBI telah memenuhi kriteria dari segi akreditasi yang telah ditetapkan untuk dijadikan sebagai sekolah standar internasional.

Gambar 5 Kualifikasi kepala sekolah pada 70 sekolah RSBI terpilih berdasarkan pendidikan terakhir dan kemahiran berbahasa inggris

Dari segi sumber daya manusia dalam sekolah, tercatat sebanyak 54 dari 70 (77%) kepala sekolah telah menyelesaikan pendidikan strata II-nya dan hanya 24 dari mereka (43%) yang mampu berbahasa inggris secara aktif, sedangkan hanya 6 dari 26 (37%) kepala sekolah bertitel sarjana yang aktif berbahasa inggris (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa hanya sedikit sekolah yang telah memiliki kepala sekolah dengan kualifikasi yang sesuai dengan kriteria yang

(25)

diinginkan oleh pemerintah. Hal serupa ditunjukkan dari segi kualifikasi pada tenaga pendidik, yang mencatat 31% sekolah saja yang memenuhi batas persentase minimal untuk kualifikasi guru.

Salah satu kriteria lain berdirinya sekolah berstandar internasional adalah sekolah harus menjalin kerjasama antar sekolah (sister school) dengan sekolah lain dari negara OECD atau negara maju. Hal ini dimaksudkan agar sekolah dapat mempelajari dan mengadopsi kurikulum pendidikan di negara tersebut sehingga kualitas standar internasional pada sekolah dapat segera tercapai. Tercatat 49% sekolah RSBI melakukan sister school dengan sekolah dari negara lain, tetapi hanya 26% sekolah yang benar-benar menjalin sister school dari sekolah negara OECD atau negara maju. Dari sisi sertifikasi sekolah, 41% dari sekolah RSBI belum memiliki sertifikasi ISO 9001 atau 14001 sebagai sertifikasi mutu sekolahnya.

Dalam hal pembiayaan sekolah, sekolah RSBI diberi kebebasan oleh lembaga atau dinas terkait untuk memungut biaya dari masyarakat dan atau orang tua murid. Meskipun demikian, pemerintah tetap melakukan pengawasan dengan menetapkan biaya pendidikan terendah dan tertinggi yang dibebankan untuk sekolah RSBI kepada orang tua calon peserta didik.

Tabel 2 Biaya pendidikan tertinggi sekolah RSBI yang ditetapkan pemerintah Komponen Biaya

Tabel 2 menunjukkan besarnya biaya tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah untuk dibebankan kepada orang tua murid. Tercatat 30 dari 70 sekolah tidak memenuhi sama sekali aturan yang telah ditetapkan pemerintah, baik dari segi uang pangkal sekolah maupun SPP per bulan. Selain melakukan penetapan biaya pendidikan tertinggi pada sekolah, pemerintah juga melakukan suatu upaya dalam program pemerataan pendidikan dengan mengharuskan minimal 20% peserta didik tidak mampu tertampung dalam sekolah RSBI dan diberikan subsidi pendidikan kepada mereka.

Dari 70 sekolah RSBI terpilih, tercatat hanya 16 sekolah yang memenuhi kuota minimal peserta didik tidak mampu. Selain itu, hasil eksplorasi data juga menunjukkan hanya sebanyak 11 dari 16 sekolah tersebut yang memberikan subsidi pendidikan kepada peserta didik yang tidak mampu. Ironisnya, mayoritas dari sekolah yang memenuhi kriteria tersebut berasal dari sekolah kejuruan.

(26)

Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Status Internasional Sekolah Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner

Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua atau lebih kategori dengan satu atau lebih peubah penjelas yang berskala kategorik atau kontinu (Hosmer & Lemeshow 2000). Pengujian dengan mengunakan uji Hosmer dan Lemeshow pada model regresi logistik biner menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0.705. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati pada taraf nyata sebesar 5% sehingga model regresi biner layak dipakai untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

Pendugaan model regresi logistik biner dengan menggunakan sepuluh peubah penjelas menghasilkan nilai statistik uji G sebesar 99.421 dengan nilai p sebesar 0.000 (Lampiran 2). Nilai Khi Kuadrat tersebut merupakan perbedaan nilai kemungkinan model tanpa peubah penjelas dan model dengan peubah penjelas. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa pada taraf nyata sebesar 5%, sedikitnya terdapat satu peubah penjelas yang mempengaruhi peubah respon. Pengujian secara parsial dengan uji Wald menunjukkan bahwa peubah penjelas yang berpengaruh paling kuat adalah sister school, akreditasi sekolah, dan persentase siswa miskin. Persentase Siswa Miskin -3.050264 1.672 3.354 0.067 0.047349 Uang Pangkal Sekolah 0.000001 1.324 9.384 0.002 1.000000 SPP per bulan -0.000011 1.251 9.322 0.002 0.999982 Pereduksian peubah penjelas yang tidak nyata dilakukan dengan menggunakan backward elimination. Hasil pengujian secara parsial dengan uji Wald pada taraf nyata 10% menunjukkan terdapat lima peubah yang memberikan pengaruh nyata, yaitu lokasi sekolah, sertifikasi ISO 9001 atau 14001, persentase siswa miskin, uang pangkal sekolah, dan biaya SPP per bulan (Tabel 3). Model logit yang diperoleh adalah

(27)

Hasil ketepatan klasifikasi model menunjukkan bahwa dari 70 sekolah RSBI dikategorikan dengan benar sebanyak 55 (78.6%) sekolah dan 70 sekolah non RSBI dikategorikan dengan benar sebanyak 65 (92.9%) sekolah. Hal ini memberikan hasil ketepatan klasifikasi model secara keseluruhan sebesar 85.7% dengan pemotongan nilai peluang sebesar 0.5 (Tabel 4).

Tabel 4 Nilai persentase tingkat ketepatan klasifikasi model

Pendekatan lainnya yang dapat digunakan untuk melihat kebaikan model dugaan adalah dengan melihat nilai Nagelkerke R2, hal ini serupa seperti yang biasa kita lakukan untuk melihat kebaikan model pada regresi berganda. Berdasarkan Lampiran 3, nilai Nagelkerke R2 terakhir yang diperoleh setelah melalui proses pereduksian peubah adalah sebesar 0.647. Hal ini menunjukkan bahwa hasil model dugaan sudah cukup baik dan dapat diterima secara statistik.

Interpretasi dari nilai dugaan rasio odds menjelaskan bahwa peluang sekolah berstatus RSBI 0.314 kali lebih besar pada saat berada di kota besar dibandingkan jika berada di kabupaten, sedangkan sekolah yang berlokasi pada kota kecil memiliki kecenderungan berstatus RSBI 0.259 kali lebih besar dibandingkan jika berada di lokasi kabupaten.

Sekolah yang memiliki sertifikasi ISO 9001 atau 14001 memiliki peluang 2.629 kali lebih besar untuk berstatus RSBI jika dibandingkan dengan sekolah yang tidak tersertifikasi ISO.

Pendekatan Analisis Profil pada Kriteria Persyaratan Pendirian Sekolah Bertaraf Internasional di Indonesia

Analisis profil digunakan pada saat terdapat beberapa perlakuan yang terbagi ke dalam dua atau lebih grup. Asumsi yang digunakan adalah semua respon diukur dalam unit yang sama dan respon dari grup yang berbeda saling bebas satu sama lain. Dalam analisis profil, ada tiga pengujian hipotesis yang digunakan yaitu kesejajaran, keberhimpitan, dan kesamaan antar profil. Ketiga hipotesis tersebut haruslah diuji secara berurutan. Artinya, bahwa jika hipotesis pertama (mengenai kesejajaran), setelah diuji ternyata ditolak, maka uji untuk hipotesis dua (keberhimpitan) dan tiga (kesamaan) tidak berlaku lagi. (Mattjik & Sumertajaya 2011)

(28)

kesejajaran (parallel test), uji keberhimpitan (coincident test), sampai uji kesamaan (level test).

Gambar 6 Plot rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan pada sekolah RSBI dan non RSBI

Uji dilakukan pada taraf nyata 5% dengan diketahui bahwa rataan untuk tiap populasi XRSBI = [4.686.929 395.228] dan XNON-RSBI = [2.282.143 206.885] sehingga didapat matriks selisih rataan kedua populasi tersebut, yaitu X = [2.404.786 188.343].

Perhitungan untuk uji keparalelan pun dilakukan dengan menggunakan matriks ragam-peragam peubah-peubahnya dan matriks C yang berukuran 1x2 sebagai berikut:

dan

Hasil perhitungan yang didapat berupa nilai T2-Hotelling yang nantinya akan dilakukan perbandingan dengan nilai c2. Nilai c2 itu sendiri merupakan nilai yang bergantung pada nilai tabel sebaran F. Perbandingan antara nilai T2 -Hotelling dan c2 dilakukan untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dari hasil pengujian tersebut. Dari hasil penghitungan, diperoleh nilai T2-Hotelling sebesar 8.202 yang lebih besar dari nilai c2 sebesar 3.927. Hal ini menunjukkan bahwa profil antar grup tidaklah sejajar. Ketidaksejajaran tersebut mengisyaratkan adanya perbedaan pemberian perlakuan (uang pangkal sekolah dan SPP per bulan) pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI.

Pendekatan lain yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan rataan setiap perlakuan pada setiap grupnya. Dalam hal ini, dilakukan perbandingan nilai rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan antara sekolah RSBI dengan non RSBI. Dari segi uang pangkal sekolah, rasio yang diperoleh dari perbandingan sekolah RSBI dengan non RSBI adalah sebesar 2.05, sedangkan rasio untuk SPP per bulan dengan perbandingan yang sama diperoleh hasil sebesar 1.91 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai nominal uang pangkal sekolah dan SPP per bulan untuk sekolah RSBI hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan sekolah non RSBI.

Hal ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada masyarakat saat ini. Masyarakat mengeluhkan tingginya biaya masuk (uang pangkal sekolah) dan biaya bulanan yang harus dikeluarkan oleh mereka ketika akan menyekolahkan

0

Uang Pangkal Sekolah SPP per bulan

(29)

anaknya di sekolah yang berstatus sekolah RSBI. Tingginya biaya masuk dan bulanan pada sekolah RSBI itu sendiri diduga merupakan imbas dari kebijakan pemerintah yang membebaskan sekolah RSBI untuk memungut dana dari masyarakat dan atau orang tua murid dengan dalih untuk proses pencapaian standar sekolah bertaraf internasional.

Selain melakukan pendekatan analisis profil terhadap biaya pendidikan pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI, peneliti juga melakukan pendekatan yang serupa untuk diterapkan pada beberapa kriteria persyaratan pendirian sekolah bertaraf internasional lainnya, seperti kualifikasi kepala sekolah, akreditasi sekolah, dan kepemilikan sertifikasi mutu sekolah.

Gambar 7 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi akreditasi sekolah pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi sekolah

Analisis profil dilakukan pada ketiga kriteria tersebut dengan cara melihat nilai proporsi keterpenuhan kriteria pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolahnya. Gambar 7 menunjukkan plot yang dihasilkan melalui pengujian analisis profil pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dengan melakukan perbandingan proporsi antara jumlah sekolah yang telah terakreditasi A di kota besar, kota kecil, dan kabupaten dengan jumlah keseluruhan sekolah yang terdapat pada masing-masing lokasi. Berdasarkan Gambar 7, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan keparalelan antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan kriteria akreditasi sekolah. Hal yang cukup menarik ditunjukkan dari kekonsistenan plot keterpenuhan dari segi akreditasi pada sekolah RSBI yang berada di atas plot keterpenuhan untuk sekolah non RSBI pada setiap lokasi. Hal ini membuktikan adanya kesiapan sekolah RSBI dari segi akreditasi untuk dijadikan sekolah berbasis internasional, jika melihat nilai proporsi keterpenuhan yang selalu konsisten bernilai tinggi pada setiap lokasinya.

Kota Besar Kota Kecil Kabupaten

(30)

Gambar 8 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kualifikasi kepala

Dari segi kualifikasi kepala sekolah, pemerintah mensyaratkan sekolah memiliki kepala sekolah dengan kualifikasi pendidikan minimal S2 dan mampu berbahasa inggris secara aktif sebagai salah satu kriteria ideal yang harus dipenuhi oleh sosok seorang pemimpin di sekolah bertaraf internasional. Plot perbandingan proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kualifikasi kepala sekolah pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI di kota besar dan kota kecil menunjukkan nilai proporsi yang hampir serupa, sedangkan untuk perbandingan proporsi di kabupaten tercatat memberikan hasil selisih proporsi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan nilai proporsi di kedua lokasi lainnya (Gambar 8).

Kota Besar Kota Kecil Kabupaten

P

Kota Besar Kota Kecil Kabupaten

(31)

Hubungan keparalelan nampak tidak terlihat dari hasil perbandingan proporsi keterpenuhan kriteria pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi kualifikasi kepala sekolah.

Gambar 9 menunjukkan plot perbandingan proporsi keterpenuhan kriteria dari sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan kepemilikan sertifikasi mutu sekolah di kota besar, kota kecil, dan kabupaten. Secara kasat mata, terlihat adanya hubungan keparalelan yang terjadi antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi kepemilikan sertifikasi mutu. Plot perbandingan proporsi pada Gambar 9 juga menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan sertifikasi mutu sekolah pada sekolah non RSBI selalu memberikan nilai yang lebih rendah pada setiap lokasi jika dibandingkan dengan nilai proporsi yang dihasilkan oleh sekolah RSBI. Hal tersebut menjadi bukti bahwa dengan adanya program RSBI bisa memberikan motivasi pada sekolah untuk memperbaiki sistem yang ada pada sekolahnya.

Penskoran terhadap Indikator Mutu dan Indikator Pembiayaan Pada Sekolah RSBI dan Sekolah Non RSBI

Penskoran dilakukan dengan menggunakan metode Sub Dimension Index Indicator (SDII). Metode ini banyak digunakan dalam berbagai aspek, seperti penyusunan indeks pembangunan manusia (human development index), indeks kemiskinan (poverty index), dan penggabungan atribut ganda dalam analisis pengendalian mutu. Pada penelitian ini, penskoran dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan pembobot SDII yang bernama Range Equalization (RE). Metode ini dilakukan dengan cara membagi nilai amatan dalam suatu peubah dengan nilai wilayahnya, setelah terlebih dahulu dilakukan pengurangan antara nilai amatan dengan nilai terkecil dalam peubah tersebut sehingga skala nilai amatan yang dihasilkan akan berkisar dari nilai nol sampai dengan satu.

Pendekatan range equalization menerapkan sistem pembobotan yang sama pada seluruh peubah sehingga pendekatan ini akan sangat baik bila tingkat kepentingan dari seluruh peubah dianggap sama. Kelemahan dari pendekatan

range equalization akan terlihat jika peubah-peubah yang terlibat dalam kasus yang dihadapi memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penskoran, peneliti membagi peubah ke dalam dua indikator, yakni indikator mutu dan indikator pembiayaan sekolah.

Peubah yang terdapat dalam indikator mutu adalah kualifikasi kepala sekolah, akreditasi sekolah, sister school, dan sertifikasi ISO yang bersifat kategorik, sedangkan peubah yang bersifat numerik dalam indikator tersebut meliputi persentase guru dengan pendidikan terakhir minimal S2 dan nilai rataan UAN sekolah. Persentase siswa miskin yang bersifat numerik dimasukkan ke dalam indikator pembiayaan bersama dengan uang pangkal sekolah beserta SPP per bulan yang bersifat kategorik.

(32)

dalam proses pencapaian kriteria untuk menjadi sekolah berbasis internasional. Oleh karena itu, semakin kecil skor yang didapat dalam penskoran, semakin kecil pula nilai ketidakterpenuhan pencapaian kriteria sekolah berbasis internasionalnya sehingga sekolah tersebut semakin baik untuk dijadikan basis sebagai sekolah bertaraf internasional.

Hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu dalam penskoran adalah melakukan perubahan skala untuk peubah yang bersifat kategorik menjadi numerik. Perubahan skala ini dilakukan dengan melihat proporsi jumlah peubah yang tidak memenuhi kriteria, yang disimbolkan dengan “0”, dalam suatu indikator dengan jumlah peubah dalam indikator tersebut. Tabel 5 dan Tabel 6 masing-masing menunjukkan ilustrasi perubahan skala kategorik menjadi skala numerik pada indikator mutu dan indikator pembiayaan.

Tabel 5 Ilustrasi perubahan skala peubah kategorik menjadi numerik pada kategorik menjadi numerik pada indikator pembiayaan

Dalam penghitungan skor, diperoleh nilai skor sebesar 0.13 untuk sekolah RSBI dan 0.18 untuk sekolah non RSBI dari segi indikator mutu. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah RSBI memiliki keunggulan yang sedikit lebih baik dari segi mutu jika dibandingkan dengan sekolah non RSBI. Selain itu, penghitungan skor pun dilakukan dari segi indikator pembiayaan dan diperoleh kesimpulan bahwa sekolah non RSBI sangat memperhatikan keadaan peserta didik dari segi penerimaan siswa tidak mampu dan biaya pendidikan yang dibebankan kepada orang tua murid jika dibandingkan dengan sekolah RSBI. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya skor sebesar 0.04 untuk sekolah non RSBI dan 0.20 untuk sekolah RSBI dari segi pembiayaan.

(33)

pemerintah berkaitan dengan daya tampung untuk siswa miskin. Hal ini berimbas pada tingginya skor ketidakterpenuhan yang dihasilkan dalam segi pembiayaan oleh sekolah RSBI di Indonesia. Ketakutan calon peserta didik itu sendiri dirasa cukup wajar dengan melihat kenyataan bahwa biaya pendidikan sekolah yang dibebankan kepada orang tua murid pada sekolah RSBI sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan sekolah non RSBI.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil melalui eksplorasi data yang dilakukan oleh peneliti mencatat bahwa pemberlakuan sistem Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional belum berjalan secara efektif. Hal ini dibuktikan dengan melihat hasil eksplorasi data yang menunjukkan bahwa hampir semua kriteria persyaratan yang harus terpenuhi memiliki nilai keterpenuhan di bawah 50%. Dari segi biaya pendidikan sekolah, kebanyakan sekolah RSBI di Indonesia melanggar ketentuan biaya pendidikan tertinggi dengan memungut uang pangkal sekolah dan SPP per bulan dari orang tua murid melebihi dari biaya pendidikan tertinggi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Ketidakefektifan pemberlakuan sistem Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ini juga dibuktikan melalui hasil pengujian regresi logistik yang menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi status internasional sekolah di Indonesia adalah lokasi sekolah, sertifikasi ISO 9001 atau 14000, persentase siswa miskin, dan biaya pendidikan yang meliputi uang pangkal sekolah dan SPP per bulan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi sumber daya manusia (kualifikasi guru dan kepala sekolah) dan segi mutu sekolah.

Hasil penskoran juga menyimpulkan bahwa sekolah RSBI dari segi indikator mutu tidak berbeda jauh dengan sekolah non RSBI. Sementara, berdasarkan hasil yang diperoleh dari penskoran indikator pembiayaan, disimpulkan bahwa terjadi gap yang cukup besar antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi penerimaan calon peserta didik tidak mampu dan biaya pendidikan yang dibebankan. Hasil tersebut juga didukung melalui pendekatan dengan analisis profil yang membuktikan adanya perbedaan pemberian uang pangkal dan SPP per bulan pada antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI.

Saran

(34)

internasional, fasilitas sekolah, dan lain-lain. Oleh karena itu, penambahan peubah penjelas baru disarankan untuk dilakukan dan diharapkan memberikan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agresti A. 2002. Categorical Data Analysis. Ed ke-2. New Jersey (US): John Wiley & Sons.

Hair JF Jr, Black WC, Babin BJ, Anderson RE. 2010. Multivariate Data Analysis: A Global Prespective. Ed ke-7. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression, Ed ke-2. New York (US): John Wiley & Sons.

[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (R-SMA BI). Jakarta (ID): Kemendiknas.

[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Jakarta (ID): Kemendiknas.

Kundu A. 2004. Technical Paper ICT and Human Development: Towards Building a Composite Index for Asia, Realising the Millenium Development Goals. New Delhi (IN): Elsevier.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Ed ke-1. Bogor (ID): Departemen Statistika IPB.

Morisson DF. 1990. Multivariate Statistical Methods. Ed ke-3. New York (US): McGraw-Hill.

(35)

Lampiran 1 Tabel peubah penjelas yang diasumsikan mempengaruhi status internasional sekolah

No Peubah penjelas Skala

peubah Kategori

Peubah boneka

X1 Lokasi sekolah Kategorik Kota besar 1 0

Kota kecil 0 1

Kabupaten 0 0

X2

Persentase guru dengan pendidikan terakhir minimal S2

Numerik

X3 Kepala sekolah Kategorik Kepala sekolah minimal S2 dan berbahasa inggris aktif 1 Kepala sekolah tidak bergelar minimal S2 dan atau tidak berbahasa inggris aktif

0 X4 Akreditasi sekolah Kategorik Terakreditasi A 1 Tidak terakreditasi A 0 X5 Sister School Kategorik Sister school dengan sekolah

negara maju 1

Tidak sister school dengan sekolah negara maju 0 X6 Sertifikasi ISO Kategorik ISO 9001 atau 14001 1 Tidak ISO 9001 atau 14001 0 X7 Persentase siswa

miskin Numerik

X8 Nilai rataan UN Numerik X9 Uang pangkal

sekolah (Rupiah) Numerik X10 SPP per bulan

(36)

Lampiran 2 Tabel uji serentak parameter model regresi logistik untuk peubah respon status internasional sekolah

Khi Kuadrat db Nilai p Tahap 1 Tahap 99.421 11 0.000

Blok 99.421 11 0.000

Model 99.421 11 0.000

Lampiran 3 Tabel nilai pseudo R2 dalam regresi logistik biner

Tahap -2 Log

likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 94,660 0,508 0,678

(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 15 November 1991 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Nanan Rakhmat dan R N Nurhasanah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Singawinata 1 Purwakarta pada tahun 2003, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Purwakarta pada tahun 2006, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Purwakarta pada tahun 2009. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai mahasiswa Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor Matematika Keuangan dan Aktuaria.

Gambar

Gambar 1  Ringkasan metode penarikan contoh dalam survei lapang PT. TIA
Gambar 2 menunjukkan proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah
Gambar 5  Kualifikasi kepala sekolah pada 70 sekolah RSBI terpilih berdasarkan
Tabel 3  Analisis regresi logistik dengan model reduksi untuk peubah respon
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan teremahannya (Bandung: CV Mikraj Khazanah Ilmu, 2013), h.113.. yang lebih mendalam tentang materi-materi yang ada didalam

Sedangkan gambar 4.10 adalah grafik perbandingan antara faktor konsentrasi tegangan antara model cacat dengan model yang mengalami scalloping pada daerah trailing edge.. Oleh

Dari hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa strategi loyalitas merek pada produk Tabungan Muamalat Share-E Regular oleh Bank Muamalat Cabang Malang

Berdasarkan pelatihan parameter Fuzzy menggunakan Algoritma Genetika pada data curah hujan Jakarta Kemayoran untuk memprediksi curah hujan esok hari menghasilkan

Untuk menjembatani antara Mahasiswa dengan Mahasiswa atau antara Mahasiswa dengan Dosen pengampu, sistem eLearning juga menyediakan menu forum yang dapat digunakan

Jika anda ingin memperbaharui Agent Profile yang telah ada, pada layar layar utama modul Agent Setup pilih nama agent yang akan diperbaharui kemudian tekan tombol

a) Aitem pernyataan Saya puas dengan SIAKAD karena dapat mempermudah pekerjaan. memperoleh mean skor sebesar 4,33, hal ini bermakna bahwa pegawai setuju dalam