• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Mangrove Berbasis Citra Daun Menggunakan KNN dengan Ekstraksi Tekstur Wavelet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Mangrove Berbasis Citra Daun Menggunakan KNN dengan Ekstraksi Tekstur Wavelet"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MANGROVE BERBASIS CITRA DAUN

MENGGUNAKAN KNN DENGAN EKSTRAKSI

TEKSTUR WAVELET

SRI SITI SONARI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Mangrove Berbasis Citra Daun Menggunakan KNN dengan Ekstraksi Tekstur Wavelet adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SRI SITI SONARI. Identifikasi Mangrove Berbasis Citra Daun Menggunakan KNN dengan Ekstraksi Tekstur Wavelet. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO.

Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup di daerah pasang-surut.

Mangrove memiliki banyak manfaat antara lain sebagai pencegah abrasi pantai dan sebagai tanaman obat. Mangrove sulit diidentifikasi karena banyaknya spesies mangrove dan kemiripan antar spesies. Pada penelitian ini dikembangkan sistem identifikasi Mangrove menggunakan Discrete Wavelet Transform dengan klasifikasi K-Nearest Neighbour berdasarkan citra daun mangrove. Penelitian ini menghasilkan akurasi terbaik sebesar 88.75% pada dekomposisi Discrete Wavelet Transform lima dan enam level.

Kata kunci: Citra Daun, Discrete Wavelet Transform, K-Nearest Neighbour, Mangrove

ABSTRACT

SRI SITI SONARI. Mangrove Identification Based on Leaf Image using KNN with Wavelet Texture Extraction. Supervised by AZIZ KUSTIYO.

Mangroves are plants that live in tidal area. Mangroves have many benefits such as preventing abrasion and becoming medicinal plants. Mangroves identification is difficult because of their various species and simililarities between species. This research developed a system to identify Mangrove using Discrete Wavelet Transform and K-Nearest Neighbour classification based on mangrove leaf image. The best accuracy in this research was 88.75%, obtained at Discrete Wavelet Transform decomposition level five and six.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada

Departemen Ilmu Komputer

IDENTIFIKASI MANGROVE BERBASIS CITRA DAUN

MENGGUNAKAN KNN DENGAN EKSTRAKSI

TEKSTUR WAVELET

SRI SITI SONARI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Penguji:

(7)
(8)

Judul Skripsi : Identifikasi Mangrove Berbasis Citra Daun Menggunakan KNN dengan Ekstraksi Tekstur Wavelet

Nama : Sri Siti Sonari NIM : G64104015

Disetujui oleh

Aziz Kustiyo, SSi, MKom Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Keluarga yang telah memberikan dukungan, perhatian dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

2 Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan ide.

3 Dosen penguji, Bapak Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST, MT dan M. Asyhar Agmalaro, SSi, MKom atas saran dan bimbingannya.

4 Bapak Ucu Yanuarbi SSi, MSi dan Yaya Ihya Ullumudin, SSi, MSi atas bantuannya dalam pengumpulan data daun Mangrove.

5 Pihak Puslit Oseanografi-LIPI atas literature tentang Mangrove.

6 Teman-teman P2O serta temen-teman Alih Jenis Ilkom angkatan 5, khususnya temen-teman satu bimbingan Septy, Ayu, Ilvi dan Erni.

7 Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan di atas. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

(10)

DAFTAR ISI

Akuisisi Citra Daun Mangrove 10

Praproses 10

Ekstraksi Tekstur Wavelet 11

Klasifikasi Menggunakan K-Nearest Neighbor (KNN) 12

Evaluasi 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Percobaan 1: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 5 Level 14 Percobaan 2: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 6 Level 15 Percobaan 3: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 7 Level 16 Percobaan 4: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 8 Level 17

(11)

Analisis Kesalahan 19

SIMPULAN DAN SARAN 23

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

1 Susunan data uji dan data latih 12

2 Rancangan percobaan 13

3 Ukuran citra hasil dekomposisi 14

4 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 5 level 14 5 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 6 level 15 6 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 7 level 16 7 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 8 level 17

8 Confusion matrix percobaan 1 – 4 20

5 Contoh level ekstraksi fitur 5

6 Dekomposisi Wavelet 1 Level 7

7 Algoritme Piramida Mallat 7

8 Bank filter Haar 8

9 Metode Penelitian 9

10 Posisi akuisisi citra 10

11 Perubahan Citra RGB ke grayscale 10

12 Dekomposisi Wavelet Haar 3 level 11

13 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 5 level 15 14 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 6 16 15 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 7 level 17 16 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 8 level 18

17 Akurasi pada setiap k KNN 18

18 Rata-rata akurasi tertinggi pada k=1 19

19 Citra aproksimasi hasil dekomposisi 5 level – 8 level 19 20 (a) Bruguiera cylindrical (b) Rhizophora apiculata 20 21 (a) Bruguiera gymnorhiza (b) Rhizophora apiculata 21

22 (a) Rhizophora apiculata (b) Bruguiera cylindrical (c) Bruguiera

gymnorhiza 21

23 (a) Bruguiera cylindrical 2 (b) Bruguiera cylindrical 22

24 (a) Bruguiera gymnorhiza 6 (b) Bruguiera gymnorhiza 14 (c)

Bruguiera gymnorhiza 15 22

25 (a) Rhyzophora apiculata 9 (b) Rhyzophora apiculata 13 22 26 (a) Rhyzophora apiculata 2 (b) Rhyzophora apiculata 20 23

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

3 Confusion Matrix Percobaan 3 (Dekomposisi 7 level) 27

4 Confusion Matrix Percobaan 4 (Dekomposisi 8 level) 28

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan kawasan mangrove terluas di dunia (18 - 23%) dengan areal seluas 3.5 juta hektar, melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0.97 juta ha) (Spalding et al. 1996). Di Indonesia terdapat 43 jenis spesies mangrove sejati(Noor et al. 1999) dari 60 jenis spesies mangrove sejati di dunia (Saenger et al.1983).

Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989) mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al. 1983). Sementara itu, Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut.

Identifikasi mangrove biasanya dilakukan untuk mengetahui nilai potensial, manfaat dan pola persebarannya sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia. Identifikasi tumbuhan ini dapat dilakukan dengan melihat aspek morfologi (Noor et al. 1999). Aspek morfologi yang diteliti meliputi batang, daun, bunga, buah, biji dan akar.

Jumlah pakar mangrove di Indonesia tidak banyak. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk membuat suatu sistem yang dapat mengidentifikasi mangrove secara otomatis. Sistem ini akan melakukan identifikasi dengan hanya menggunakan citra daun mangrove. Selama ini, para pakar masih sulit mengidentifikasi hanya berdasarkan daun karena kemiripan daun dari beberapa spesies mangrove.

Penelitian yang terkait dengan identifikasi tanaman berbasis citra daun antara lain dilakukan oleh Nurjayanti (2011) dan Ramadhan (2012). Nurjayanti (2011) menggunakan K-Nearest Neighbour sebagai classifier dan identifikasi berdasarkan karateristik morfologi daun shorea. Penelitian tersebut menghasilkan akurasi data yang sangat baik yaitu 100% data akurat. Ramadhan (2012) melakukan identifikasi Shorea berdasarkan citra daun dengan praproses Wavelet dan menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan akurasi sebesar 90%.

Berdasarkan penelitian tersebut, pada penelitian ini akan dilakukan identifikasi Mangrove berdasarkan citra daun menggunakan ekstraksi tekstur Wavelet dan klasifikasi K-Nearest Neighbor (KNN).

Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1 Bagaimana penerapan ekstraksi tekstur discrete wavelet transform.

(15)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan teknik ekstraksi tekstur wavelet dan klasifikasi K-Nearest Neighbor (KNN) untuk mengidentifikasi jenis tanaman mangrove.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah membantu identifikasi mangrove berdasarkan citra daun sehingga memudahkan pengklasifian jenisnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1 Data yang digunakan berupa data citra daun.

2 Jumlah spesies yang akan diidentifikasi 4 spesies yang daunnya sangat mirip, yaitu: Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera cylin-drical

3 Ekstraksi tekstur menggunakan transformasi wavelet haar.

TINJAUAN PUSTAKA

Mangrove

Mangrove didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger et al. 1983). Manfaat tanaman mangrove antara lain mencegah abrasi pantai, menambah daratan, menyerap bahan kimia berbahaya yang ada di air sehingga air dapat dikonsumsi dan tidak mengandung racun, mencegah air laut masuk ke daratan sehingga mencegah banjir rob dan sebagai tempat berkembang biak bagi para ikan laut.

Penelitian ini menggunakan empat jenis mangrove, yaitu: 1 Rhizophora apiculata

Rhizophora apiculata sering disebut bakau minyak, bakau tandok, bakau

(16)

3

Gambar 1 Rhizhopora apiculata

Rhizophora apiculata memiliki bentuk daun elips menyempit dengan ujung meruncing (Gambar 1). Warna daun Rhizophora apiculata adalah hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan di bagian bawah. Ukuran daun Rhizophora apiculata berkisar 7-19 x 3,5-8 cm. Rhizophora apiculata memiliki manfaat antara lain sebagai: bahan bangunan, kayu bakar, arang, jangkar, pelindung pematang dan tanaman penghijauan.

2 Rhizophora stylosa

Rhizophora stylosa sering disebut bakau, bako-kurap, slindur, tongke besar,

wako dan bangko. Rhizophora stylosa memiliki satu atau banyak batang dengan tinggi hingga 10 m dan akar dengan panjang hingga 3 m. Rhizophora stylosa memiliki bentuk daun elips melebar dengan ujung meruncing (Gambar 2). Rhizophora stylosa sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunanm kayu bakar, arang, boomerang, tombak, obat hematuria (pendarahan pada air seni).

Gambar 2 Rhizophora stylosa

3 Bruguiera gymnorhiza

Bruguiera gymnorhiza sering disebut sebagai Pertut, taheup, tenggel, putut, tumu, tomo, kandeka, tanjang merah, tanjang, lindur, sala-sala, dau, tongke, totongkek, mutut besar, wako, bako, bangko, mangimangi dan sarau. Bruguiera

gymnorhiza memiliki ketinggian mencapai 30 m. Bentuk daun Bruguiera

gymnorhiza elips dengan ujung meruncing (Gambar 3). Ukuran daun Bruguiera

gymnorhiza adalah 4,5-7 x 8,5-22 cm. Manfaat Bruguiera gymnorhiza

(17)

4

Gambar 3 Bruguiera gymnorhiza

4 Bruguiera cylindrical

Bruguiera cylindrical sering disebut Burus, tanjang, tanjang putih, tanjang

sukim, tanjang sukun, lengadai, bius dan lindur. Bruguiera cylindrical memiliki keringgian mencapai 23 m. Bruguiera cylindrical memiliki bentuk daun elips dengan ujung agak meruncing (Gambar 4), ukuran daun yaitu 7-17 x 2-8 cm. Warna daun Bruguiera cylindrical hijau cerah dan bagian bawahnya hijau agak kekuningan. Bruguiera cylindrical sering dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan bahan makanan.

Gambar 4 Bruguiera cylindrical

Representasi Citra Digital

Citra didefinisikan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dengan x, y merupakan koordinat spasial, dan f disebut sebagai kuantitas bilangan skalar positif yang memiliki maksud secara fisik ditentukan oleh sumber citra. Suatu citra digital yang diasumsikan dengan fungsi f(x,y) direpresentasikan dalam suatu fungsi koordinat berukuran M x N. Variabel M adalah baris dan N adalah kolom. Setiap elemen dari array matriks disebut image element, picture element, pixel atau pel (Gonzalez dan Woods 2002).

Tingkat Abu-abu (Grayscale)

(18)

5 adalah warna dari hitam, keabuan dan putih. Tingkatan keabuan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih (Putra 2010).

Proses grayscale ini bertujuan mengubah citra RGB menjadi citra abu-abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana, yaitu hanya menggunakan sedikit kombinasi warna dan dengan citra abu-abu dirasakan sudah cukup untuk memproses citra yang semula berupa RGB colour dengan tingkat abu-abu.

Pengubahan citra RGB ke citra abu-abu YUV dengan mengambil komponen Y (luminance) dapat dilakukan dengan mengalikan komponen R, G, B dari nilai taraf intensitas tiap piksel RGB dengan konstanta (0.299R, 0.587G, 0.11B).

Ekstraksi Ciri (Feature Extraction)

Ekstraksi ciri adalah proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek di dalam citra. Ekstraksi ciri diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat yaitu low-level,

middle-level dan high-level. Low-level feature merupakan ekstraksi ciri

berdasarkan isi visual seperti warna dan tekstur. Low-level feature disebut primitif fitur karena hanya diekstraksi melalui informasi yang terkandung dalam setiap piksel. Midlle-level feature merupakan ekstraksi dari sekumpulan piksel, contohnya object detection. High-level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan informasi semantic yang terkandung dalam citra, diekstraksi berdasarkan sekumpulan piksel-piksel, contohnya emotion detection (Osadebey 2006). Contoh setiap level ekstraksi fitur disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Contoh level ekstraksi fitur

(19)

6

Analisis Tekstur

Tekstur adalah gambaran visual dari sebuah permukuan atau bahan. Dalam computer vision, tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pada citra. Variasi intensitas dapat disebabkan oleh kekasaran atau pada perbedaan warna pada suatu permukaan. Penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan lingkungan dan kondisi pencahayaan (Mäenpää 2003).

Tekstur dapat diartikan sebagai sekumpulan koefisien nilai piksel yang merepresentasikan penskalaan pada citra. Discrete wavelet transform dapat digunakan untuk menganalisis tekstur karena menghasilkan koefisien-koefisien wavelet yang dapat digunakan untuk proses penskalaan (Kara dan Watsuji 2003).

Discrete Wavelet Transform

Wavelet merupakan sebuah basis, basis wavelet berasal dari sebuah fungsi penskalaan. Wavelet ini disebut dengan mother wavelet karena wavelet lainnya lahir dari hasil penskalaan, dilasi dan pergeseran mother wavelet (Putra 2010). Fungsi penskalaan memiliki persamaan:

∑ (1)

h0 menyatakan koefisien penskalaan atau koefisien dari tapis (filter), sedangkan k menyatakan indeks dari koefisien penskalaan. Angka 0 pada h0 hanya menunjukkan jenis koefisien (tapis), yang menyatakan pasangan dari jenis koefisien lainnya. Pasangan tersebut didefinisikan dalam fungsi wavelet berikut ini:

∑ (2)

h0 dan h1 adalah koefisien transformasi berpasangan. h0 disebut juga sebagai

low pass sedangkan h1 disebut sebagai high pass. h0 berkaitan dengan proses

perataan (averages) sedangkan h1 berkaitan dengan proses pengurangan (differences)

Perataan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dua pasang data dengan persamaan:

p = x + y (3) 2

Sedangkan pengurangan dilakukan dengan persamaan:

p = x + y (4) 2

Koefisien-koefisien h0 dan h1 dapat ditulis sebagai berikut:

(20)

7 Dengan kata lain, h0 adalah koefisien penskalaan karena menghasilkan skala yang berbeda dari citra aslinya, sedangkan h1 adalah wavelet yang menyimpan informasi penting untuk proses rekonstruksi.

Transformasi wavelet mempunyai kemampuan membawa keluar ciri khusus pada suatu gambar yang diproses. Pada transformasi wavelet, sebuah gambar didekomposisi menjadi sub gambar pada frekuensi dan orientasi yang berbeda yaitu low-low (LL), low-high (LH), high-low (HL), dan high-high(HH) (Gambar 6).

Gambar 6 Dekomposisi Wavelet 1 Level

Wavelet Haar

Wavelet Haar adalah metode wavelet yang pertama kali diajukan oleh Alfred Haar pada tahun 1909. Wavelet Haar merupakan metode wavelet yang paling sederhana dan mudah untuk diimplementasikan. Untuk mengekstrak ciri-ciri tekstur dengan transformasi wavelet Haar, dilakukan proses perataan (averages) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi rendah dan dilakukan proses pengurangan (differences) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi tinggi (Putra 2010).

Stephane Mallat memperkenalkan cara mudah untuk menghitung dekomposisi wavelet dengan menggunakan algoritme piramida Mallat. Algoritme tersebut ditunjukan ada Gambar 7 (Stollnitz et al. 1995), variable Cj merupakan citra pendekatan, Dj merupakan citra detail, Aj filter low-pass, dan Bj filter high-pass .

Gambar 7 Algoritme Piramida Mallat

(21)

8

Gambar 8 Bank filter Haar

Inti dari piramida Mallat untuk dekomposisi level 1 adalah nilai Cj diperoleh dengan rumus , dan nilai Dj diperoleh dengan rumus Dj=si -Cj. Si adalah piksel citra yang diambil perkolom, kemudian hasil dari dekomposisi kolom didekomposisi per baris.

K-Fold Cross Validation

Metode k-fold cross validation membagi sebuah himpunan contoh secara acak menjadi k himpunan bagian lain (subset) yang saling bebas. Metode ini melakukan perulangan sebanyak k kali untuk pelatihan dan pengujian. Pada setiap perulangan disisipkan setiap subset untuk pengujian dan subset lainnya untuk pelatihan (Weis dan Kulikowski 1991 diacu dalam Sarle 2004).

K-Nearest Neighbor (KNN)

K-Nearest Neighbor (KNN) merupakan salah satu teknik klasifikasi yang berbasis pembelajaran. KNN membandingkan data uji yang diberikan dengan data latih yang sama. Setiap data merepresentasikan sebuah titik dalam kelas. Data latih disimpan dalam kelas yang telah ditentukan. Ketika diberikan data yang tidak diketahui kelasnya, KNN akan mencari pola sebanyak k data latih yang dekat dengan data yang belum memiliki kelas (Han et al. 2011).

Kedekatan biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi jarak antara dua data. Fungsi jarak yang umumnya digunakan adalah jarak Euclidean, karena fungsinya sederhana, cukup dengan menghitung kuadrat jarak dari dua data yang akan dihitung jaraknya. Misalkan terdapat dua data, yaitu dan , maka jarak Euclidean-nya adalah:

(22)

9

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan proses untuk mengetahui tingkat akurasi yang diperoleh menggunakan algoritme K-Neareast Neighbour. Tahap-tahap yang dilakukan pada peneletian ini diilustrasikan pada Gambar 9.

Mulai

Akuisisi Citra Daun Mangrove

Praproses

Ekstraksi Fitur Wavelet

Data Latih Data Uji

Klasifikasi KNN

Evaluasi

Selesai K-Fold Cross Validation

(23)

10

Akuisisi Citra Daun Mangrove

Data citra tanaman mangrove didapatkan dengan akuisisi data secara langsung. Akuisisi citra daun mangrove dilakukan oleh peneliti dari Puslit Oseanografi LIPI yaitu Ucu Yanuarbi, S.Si di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Data citra terdiri atas 4 spesies, yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa,

Bruguiera gymnorhiza dan Bruguiera cylindrical. Jumlah data untuk setiap

spesies berjumlah 20 citra sehingga total 80 data citra. Citra yang digunakan berformat JPEG. Akuisisi citra dilakukan pada siang hari dengan menggunakan kamera digital 6M piksel. Daun yang diambil sebagai data adalah daun yang telah dewasa, sehingga ukuran daun tidak akan berubah lagi.

Gambar 10 Posisi akuisisi citra

Semua daun difoto dengan menggunakan latar berwarna putih untuk menyeragamkan latar semua citra. Latar warna putih dipilih supaya kontras dengan daun yang berwarna hijau. Citra diakuisisi dengan posisi ujung daun berada di sebelah kanan dan pangkal daun berada di sebelah kiri kamera, seperti pada Gambar 10. Penyeragaman posisi sangat penting dilakukan karena posisi daun sangat mempengaruhi dalam proses klasifikasi.

Praproses

Citra input yang akan diekstraksi terlebih dahulu diubah warnanya dari mode warna citra RGB menjadi citra grayscale. Grayscale digunakan untuk menyederhanakan model citra dan komputasi menjadi lebih cepat (Putra 2010), perubahan data ini ditunjukkan oleh Gambar 11.

(24)

11 Ekstraksi Tekstur Wavelet

Citra daun yang telah dipraproses akan ditransformasi menggunakan DWT

2D Haar. Proses ini bertujuan menghasilkan Koefisien Aproksimasi (cA) dan

Koefisien detail (cD). Koefisien Aproksimasi (cA) merupakan komponen-komponen yang mewakili citra asli yang telah difilter dengan menggunakan low pass filter. Koefisien aproksimasi pada dekomposisi 1 level akan diproses untuk koefisien aproksimasi 2 level dan seterusnya.

Pada penelitian ini, dekomposisi yang digunakan yaitu dekomposisi 5 level sampai 8 level. Citra aproksimasi dari masing-masing level menjadi input untuk proses klasifikasi KNN. Contoh citra untuk dekomposisi 4 level Wavelet Haar dalam bentuk citra aproksimasi (cA), citra detail (cDh, cDv, cDd) pada Gambar 12. Pada penelitian ini dekomposisi wavelet Haar yang digunakan adalah basis wavelet Haar ortogonal tetapi tidak ortonormal, bank filter dapat dilihat pada Gambar 8. Penggunaan basis wavelet Haar yang tidak ortonormal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai piksel citra aproksimasi dengan kisaran 0-255.

Gambar 12 Dekomposisi Wavelet Haar 3 level

Pembagian Data

Pada penelitian ini data citra daun mangrove dibagi menjadi 2 bagian, yaitu data latih dan data uji. Data latih digunakan untuk melakukan klasifikasi menggunakan K-Nearest Neighbor, sedangkan data uji dilakukan untuk melakukan pengujian klasifikasi. Penelitian ini menggunakan 4 spesies citra daun mangrove, masing-masing terdiri atas 20 citra. Dari total 80 data citra daun mangrove, 64 data digunakan sebagai data latih dan 16 citra digunakan sebagai data uji. Setiap kelas terdiri dari 16 citra data latih dan 4 citra data uji.

Selanjutnya, data latih dan data uji akan disusun menggunkan k-fold cross validation. Total data 80 citra disusun menjadi 5 fold. Bentuk susunan 5-fold cross validation dapat dilihat pada Tabel 1.

(25)

12

Klasifikasi Menggunakan K-Nearest Neighbor (KNN)

Setelah dilakukan pembagian data, data latih akan digunakan untuk membuat model klasifikasi menggunakan algoritme K-Nearest Neighbors (KNN). Konsep dasarnya adalah mencari jarak terdekat antara data yang akan dievaluasi dengan k tetangga terdekatnya dalam data latih. Berikut algoritme KNN (Song et al. 2007) :

1 Tentukan nilai k.

2 Hitung jarak data uji dengan setiap data training menggunakan jarak Euclidean. 3 Urutkan jarak tersebut.

4 Dapatkan sebanyak k data yang memiliki jarak terdekat.

5 Pilih kelas terbanyak diantara k data yang memiliki jarak terdekat 6 Tentukan kelas untuk data uji sesuai dengan langkah 5.

Pada penelitian yang menjadi input untuk proses klasifikasi KNN adalah citra aproksimasi pada setiap level. Data uji akan dihitung jaraknya dengan setiap data latih menggunakan jarak Euclidean.

Pada penelitian ini nilai k yang dipilih adalah 1, 3, 5 dan 7. Selanjutnya akan dibandingkan nilai k mana yang mendapatkan akurasi tertinggi.

Evaluasi

Kinerja dari nilai KNN dapat diperoleh dengan melihat berapa banyak data pada suatu kelas yang diklasifikasi benar, dengan persamaan sebagai berikut:

Akurasi = ∑ data uji benar diklasifikasikan x 100%

(26)

13 Lingkungan Pengembangan

Perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada penelitian ini adalah notebook dengan spesifikasi sebagai berikut :

a Perangkat keras

Processor Intel® CoreTM i3

Memory 3 GB

Harddisk 600 GB

b Perangkat lunak

− Sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate.

− Lingkungan pengembangan sistem Microsoft visual studio 2010.

− Bahasa pemrograman Visual c++ dan library opencv.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan 4 spesies citra daun mangrove, yaitu

Bruguiera cylindrical, Bruguiera gymnorhiza, Rhizophora apiculata dan kelas

Rhizophora stylosa. Setiap spesies mangrove memiliki 20 data citra yang akan

dibagi menjadi 16 data data latih dan 4 data uji. Total data latih sebanyak 64 data dan data uji sebanyak 16 data.

Penelitian ini terdiri atas 4 percobaan. Tabel rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Dekomposisi dilakukan mulai dari 5 level disebabkan oleh keterbatasan resource komputer dan waktu yang diperlukan untuk menjalankan sistem level 1 sampai 4 sangat banyak pada saat melakukan klasifikasi KNN.

(27)

14

Tabel 3 Ukuran citra hasil dekomposisi Ukuran Ukuran Citra mengunakan 5-Fold cross validation, selanjutnya dilakukan klasifikasi menggunakan k-Nearest Neighbor. Pada penelitian ini, nilai k yang digunakan adalah k=1,3,5,7.

Percobaan 1: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 5 Level

Pada percobaan ini citra input didekomposisi menggunakan Discrete

Wavelete Transform famili Haar sebanyak 5 level sehingga menghasilkan citra

aproksimasi berukuran 94 x 63 piksel. Pada Tabel 4 disajikan akurasi hasil klasifikasi pada setiap k. Rata-rata akurasi tertinggi diperoleh pada k=1 yaitu sebesar 88.75%. Untuk k yang lainnya yaitu k=3,5,7 mengalami kecendrungan rata-rata akurasi menurun.

Tabel 4 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 5 level

KNN Akurasi Kelas (%) Rata-rata

BC : Bruguiera cylindrical BG : Bruguiera gymnorhiza RA : Rhizophora apiculata RS : Rhizophora stylosa

(28)

15

Gambar 13 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 5 level

Percobaan 2: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 6 Level

Pada percobaan ini citra input didekomposisi menggunakan Discrete

Wavelete Transform famili Haar sebanyak 6 level sehingga menghasilkan citra

aproksimasi berukuran 47 x 32 piksel. Pada Tabel 5 disajikan akurasi hasil klasifikasi pada setiap k. Rata-rata akurasi tertinggi diperoleh pada k=1 yaitu sebesar 88.75%. Untuk k yang lainnya yaitu k=3,5,7 mengalami kecendrungan rata-rata akurasi menurun.

Tabel 5 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 6 level

KNN Akurasi Kelas (%)

Spesies yang memiliki akurasi tertinggi, yaitu Rhizophora stylosa dengan nilai akurasi 100% pada k=1, sedangkan spesies dengan akurasi terendah adalah Rhizophora apiculata dengan nilai akurasi 60% pada k=7 (Gambar 14).

(29)

16

Gambar 14 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 6

Percobaan 3: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 7 Level

Pada percobaan ini citra input didekomposisi menggunakan Discrete

Wavelete Transform famili Haar sebanyak 7 level sehingga menghasilkan citra

aproksimasi berukuran 24 x 16 piksel. Pada Tabel 6 disajikan akurasi hasil klasifikasi pada setiap k. Rata-rata akurasi tertinggi diperoleh pada k=1 yaitu sebesar 87.50%. Untuk k yang lainnya yaitu k=3,5,7 mengalami kecendrungan rata-rata akurasi menurun.

Tabel 6 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 7 level

Kelas Akurasi Kelas (%) Rata-rata

BC BG RA RS

Spesies yang memiliki akurasi tertinggi yaitu Rhizophora stylosa dengan nilai akurasi 100% pada k=1 dan k=3, sedangkan spesies dengan akurasi terendah adalah Rhizophora apiculata dengan nilai akurasi 55% pada k=7 (Gambar 15).

(30)

17

Gambar 15 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 7 level

Percobaan 4: Discrete Wavelet Transform Famili Haar 8 Level

Pada percobaan ini citra input didekomposisi menggunakan Discrete

Wavelete Transform famili Haar sebanyak 8 level sehingga menghasilkan citra

aproksimasi berukuran 12 x 8 piksel. Pada Tabel 7 disajikan akurasi hasil klasifikasi pada setiap k. Rata-rata akurasi tertinggi diperoleh pada k=1 yaitu sebesar 85.00%. Untuk k yang lainnya yaitu k=3,5,7 mengalami kecendrungan rata-rata akurasi menurun.

Tabel 7 Hasil klasifikasi dekomposisi wavelet 8 level

Kelas Akurasi Kelas (%) Rata-rata

BC BG RA RS

Spesies yang memiliki akurasi tertinggi yaitu Rhizophora stylosa dengan nilai akurasi 90% pada k=1,3 dan 7, sedangkan spesies dengan akurasi terendah adalah Rhizophora apiculata dengan nilai akurasi 55% pada k=7 (Gambar 16).

(31)

18

Gambar 16 Grafik tingkat akurasi dekomposisi wavelet 8 level

Perbandingan Akurasi antara Percobaan 1 – 4

Berdasarkan hasil percobaan 1 sampai dengan percobaan 4 didapatkan hasil bahwa nilai k sangat mempengaruhi nilai akurasi identifikasi, pada Gambar 17 dapat dilihat perbandingan akurasi pada setiap nilai k.

Gambar 17 Akurasi pada setiap k KNN

KNN dengan nilai k=1 memiliki akurasi rata-rata tertinggi yaitu sebesar 87.5%, sedangkan akurasi terendah adalah k=7 dengan nilai akurasi sebesar 78.13%. Grafik yang disajikan pada Gambar 17 menunjukan bahwa semakin tinggi nilai k, semakin rendah akurasinya.

(32)

19 Berdasarkan hasil percobaan 1 – 4 diperoleh level dekomposisi dengan akurasi terbaik adalah dekomposisi 5 level dan 6 level pada k=1 dengan nilai akurasi sebesar 88.75%. Grafik hasil rata-rata akurasi tertinggi pada setiap level dekomposisi dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar18 Rata-rata akurasi tertinggi pada k=1

Pada dekomposisi 7 level akurasi menurun menjadi 87.5%, begitu juga pada dekomposisi 8 level akurasi menurun menjadi 85.00%. Penurunan akurasi pada dekomposisi 7 level dan 8 level disebabkan ukuran citra yang menjadi sangat kecil. Ukuran citra aproksimasi dekomposisi 7 level adalah 24 x 16 piksel dan pada 8 level adalah 12 x 8 piksel. Ukuran citra aproksimasi yang sangat kecil ini menyebabkan klasifikasi KNN tidak memiliki fitur yang cukup untuk membedakan/mengidentifikasi spesies dengan benar. Sebagai contoh pada lampiran 3 dan 4 (confusion matrix untuk k=1), pada dekomposisi 7 level spesies

Rhizophora stylosa dapat diidentifikasi dengan benar sebesar 100%, tetapi pada

dekomposisi 8 level hanya dapat diidentifikasi dengan benar sebesar 90%. Pada Gambar 19 dapat dilihat ukuran citra aproksimasi sebenarnya.

Gambar 19 Citra aproksimasi hasil dekomposisi 5 level – 8 level

Analisis Kesalahan

Kondisi umum pada semua percobaan dapat dilihat pada Tabel 8, dimana

Bruguiera cylindrical, Bruguiera gymnorhiza dan Rhizophora apiculata sering

(33)

20

Tabel 8 Confusion matrix percobaan 1 – 4

Mangrove

Kelas Prediksi KNN (K=1,3,5,7) Dekomposisi 3 – 8 Level

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Data uji yang sering diidentifikasi salah

Bruguiera cylindrical sering diidentifikasikan salah sebagai Rhizophora

apiculata sebesar 13.13% atau sebanyak 42 kali, hal ini disebabkan oleh bentuk daun kedunya yang mirip yaitu elips dengan ujung meruncing seperti yang dapat dilihat pada Gambar 20. Ukuran daun Bruguiera cylindrical dan Rhizophora apiculata juga hanya memiiki selisih dimensi yang sedikit yaitu ukuran Bruguiera

cylindrical 7–17 x 2–8 cm dan Rhizophora apiculata 7-19 x 3.5-8cm.

(a) (b)

Gambar 20 (a) Bruguiera cylindrical (b) Rhizophora apiculata

Bruguiera gymnorhiza sering diidentifikasikan salah sebagai Rhizophora

apiculata sebesar 13.75% atau sebanyak 44 kali, hal ini disebabkan oleh bentuk daun kedunya yang mirip yaitu elips dengan ujung meruncing seperti yang dapat dilihat pada Gambar 21. Ukuran daun Bruguiera gymnorhiza dan Rhizophora

apiculata memiliki ukuran yang berbeda tetapi karena jarak akuisisi citra daun

(34)

21

(a) (b)

Gambar 21 (a) Bruguiera gymnorhiza (b) Rhizophora apiculata

Rhizophora apiculata sering diidentifikasikan salah sebagai Bruguiera

cylindrical dan Bruguiera gymnorhiza. Rhizophora apiculata diidentifikasi salah

sebagai Bruguiera gymnorhiza sebesar 10.00% atau sebanyak 32 kali. Kesalahan ini membuktikan bahwa Rhizophora apiculata memiliki kemiripan dengan Bruguiera cylindrical dan Bruguiera gymnorhiza. Kemiripan tersebut berdasarkan bentuk daun yaitu elips dengan ujung meruncing dapat dilihat pada Gambar 22.

(a) (b) (c)

Gambar 22 (a) Rhizophora apiculata (b) Bruguiera cylindrical (c) Bruguiera gymnorhiza

Rhizophora stylosa memiliki akurasi yang sangat baik, dari seluruh

percobaan dihasilkan akurasi sebesar 94.69%, hal ini disebabkan oleh bentuk daun

Rhizophora stylosa berbeda dengan ketiga daun lainnya. Rhizophora stylosa

memiliki bentuk daun elips agak melebar, sedangkan yang lain elips. Rhizophora

stylosa hanya diidentifikasi salah sebesar 5% atau 16 kali sebagai Bruguiera

cylindrical.

Analisis kesalahan pada setiap data uji akan dilakukan pada dekomposisi level 6 dengan klasifikasi KNN pada k=1, hal ini dilakukan karena pada level 6 dan KNN dengan k=1 memiliki rata-rata akurasi tertinggi.

(35)

22

(a) (b)

Gambar 23 (a) Bruguiera cylindrical 2 (b) Bruguiera cylindrical

Bruguiera gymnorhiza diidentifikasi benar sebesar 85% dan diidentifikasi salah sebagai Rhizophora apiculata sebesar 15%. Kesalahan identifikasi terletak pada citra input Bruguiera gymnorhiza 6, 14 dan 15, Gambar 24(a), (b), (c) menunjukan ketiga citra. Pada Bruguiera gymnorhiza 6 kesalahan disebabkan oleh posisi tangkai daun agak miring dan pada latar terdapat noise. Pada

Bruguiera gymnorhiza 14 kesalahan disebabkan oleh posisi daun agak

melengkung ke atas. Pada Bruguiera gymnorhiza 15 kesalahan disebabkan oleh daun agak terlipat.

(a) (b) (c)

Gambar 24 (a) Bruguiera gymnorhiza 6 (b) Bruguiera gymnorhiza 14 (c) Bruguiera gymnorhiza 15

Rhyzophora apiculata diidentifikasi dengan benar sebesar 80% dan

diidentifikasi salah sebagai Bruguiera cylindrical sebesar 10% atau 2 data uji serta sebagai Bruguiera gymnorhiza sebesar 10% atau 2 data uji. Kesalahan identifikasi sebagai Bruguiera cylindrical terletak pada citra input Rhyzophora apiculata 9 dan 13. Gambar 25(a) dan (b) menunjukan kedua citra tersebut. Pada Rhyzophora apiculata 9 kesalahan disebabkan oleh posisi daun agak terlipat. Pada Rhyzophora apiculata 13 kesalahan disebabkan oleh ada noise pada latar.

(a) (b)

(36)

23 oleh ada noise pada latar dan pada Rhyzophora apiculata 20 disebabkan oleh warna daun lebih muda. Sementara untuk spesies Rhyzophora stylosa diidentifikasi dengan benar 100%.

(a) (b)

Gambar 26 (a) Rhyzophora apiculata 2 (b) Rhyzophora apiculata 20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal dalam identifikasi daun mangrove berdasarkan ekstraksi fitur wavelet dengan klasifikasi KNN, yaitu: 1 Sistem perangkat lunak yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat

mengidentifikasi daun Mangrove dengan cukup baik.

2 Dekomposisi wavelet yang menghasilkan akurasi tertinggi berada pada dekomposisi 5 dan 6 level pada klasifikasi KNN dengan k=1 yaitu sebesar 88.75%.

3 Pada dekomposisi wavelet 7 dan 8 level akurasi menurun, hal ini disebabkan oleh ukuran citra yang sangat kecil sehingga sulit untuk melihat perbedaan teksturnya.

4 Semakin besar nilai k pada KNN maka nilai akurasi semakin menurun.

5 Spesies yang dapat diidentifikasi dengan mudah yaitu Rhyzophora stylosa, sedangkan spesies yang sulit untuk dibedakan adalah Bruguiera cylindrical,

Bruguiera gymnorhiza dan Rhyzophora apiculata karena kemiripan bentuk

daun.

Saran

Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan yang dapat diperbaiki pada penelitian selanjutnya. Adapun beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:

1 Memperbanyak fitur-fitur lainnya seperti ekstraksi warna RGB, YcbCr dan ekstraksi tekstur lain seperti Local Binary Pattern.

(37)

24

DAFTAR PUSTAKA

Gonzalez RC, Woods RE. 2002. Digital Image Processing. 2nd Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Han J, Kamber M, Pei J. 2011. Data Mining Concepts and Techniques. 3rd Edition. USA. Morgan Kaufmann Publishers.

Kara B, Watsuji N. 2003. Using Wavelet for Texture classification. IJCI Proceeding of International Conference on Signal Processing [internet]. [diacu 2013 Maret 15]. Tersedia pada: http://www.wseas.us/e-library/conferences/digest2003/papers/463-228.pdf

Mäenpää T. 2003. The Local Binary Pattern Approach to Texture Analysis. Oulu (FI): Oulu University Press.

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor : Wetlands & Ditjen PKA.

Nurjayanti B. 2011. Identifikasi Shorea menggunakan k-Nearest Neighbor berdasarkan karakteristik morfologi daun [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Osadebey ME. 2006. Integrated Content-Based Image Retrieval Using Texture,

Shape and Spatial Information [thesis]. Umea: Departement of Applied and

Electronics, Umea University.

Putra D. 2010. Pengenalan Citra Digital. Yogyakarta : C.V Andi Offset.

Ramadhan IA. 2012. Identifikasi Daun Shorea dengan Backpropagation Neural

Network Menggunakan Ekstraksi Fitur Discrete Wavelet Transform dan

Ekstraksi Warna HSV [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Saenger P, Hegerl EJ, Davie JDS. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers No. 3, 88 hal.

Soerianegara I. 1987. Masalah Penentuan atas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Jakarta. Hal 39.

Song Y, Huang J, Zhou D, Zha H, Giles CL. 2007. IKNN : Informative K-Nearest Neighbor Pattern Classification. Springer-Verlag Berlin Heidelberg : 248-264.

Spalding MD, Blasco F, Field C. 1996. World Mangrove Atlas. International Society for Mangrove Ecosystems, Okinawa, Japan.

Stollnitz EJ, DeRose TD, Salesin DH. 1995. Wavelet for Computer Graphics: A

(38)

25

Lampiran 1 Confusion Matrix Percobaan 1 (Dekomposisi 5 level)

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=1)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=3)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=5)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=7)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

(39)

26

Lampiran 2 Confusion Matrix Percobaan 2 (Dekomposisi 6 level)

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=1)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=3)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=5)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=7)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

(40)

27

Lampiran 3 Confusion Matrix Percobaan 3 (Dekomposisi 7 level)

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=1)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=3)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=5)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=7)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

(41)

28

Lampiran 4 Confusion Matrix Percobaan 4 (Dekomposisi 8 level)

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=1)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=3)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=5)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

Ke

Mangrove Kelas Prediksi KNN (K=7)

B.cylindrical B.gymnorhiza R.apiculata R.stylosa

(42)

29

(43)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Juni 1982 di Cimahi. Pada tahun 2005 penulis lulus dari program Diploma Politeknik Negeri Bandung Jurusan Teknik Komputer dan Informatika. Pada tahun 2006 sampai saat ini penulis bekerja di Puslit Oseanografi LIPI. Pada tahun 2010 penulis meneruskan program Sarjana di Departemen Ilmu dan Komputer, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Komputer.

Gambar

Gambar 2  Rhizophora stylosa 3   Bruguiera gymnorhiza
Gambar 3  Bruguiera gymnorhiza
Gambar 8  Bank filter Haar
Gambar 9  Metode Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengamatan yang dilakukan meliputi analisis kandungan silika total dalam tanah sebelum percobaan, silika dalam jerami dan gabah saat panen (menggunakan metode

Perlakuan pemberian Pupuk Organik Cair dengan konsentrasi 15 ml/l + pupuk NPK 50% dosis anjuran cenderung lebih baik mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman padi Ciherang

Terdapat berbagai senyawa aktif yang bermanfaat bagi tubuh yakni antioksidan, meningkatkan sistim imunitas,mencegah infeksi sel kanker yang mematikan serta,kandungan acitogenins

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya sistem private cloud storage dengan menggunakan Pydio 8.0 Community di

18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah untuk selanjutnya menetapkan besaran dan susunan organisasi Perangkat Daerah tersebut dengan memperhatikan asas intensitas

Daun dari pokok herba lemuni ini (sama ada spesis Vitex trifolia atau Vitex negundo ) boleh dimasukkan ke dalam satu beg kecil yang berbentuk uncang atau sachet

Salah satunya adalah seperti yang dilakukan Pem-Prov DKI Jakarta dengan mengganti sejumlah lampu penerangan jalan umum (PJU) dengan lampu hemat energi, bahkan akan menggunakan