• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak Yang Hidup Pada Kulit Kayu Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak Yang Hidup Pada Kulit Kayu Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS LUMUT KERAK

YANG HIDUP

PADA KULIT KAYU SEBAGAI BIOINDIKATOR

PENCEMARAN UDARA

RUDI HALOMOAN HUTAJULU

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RUDI HALOMOAN HUTAJULU. Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Dibimbing oleh SITI BADRIYAH RUSHAYATI dan ELIS NINA HERLIYANA.

Pada saat ini, lumut kerak dikenal sebagai bioindikator untuk pemantauan kualitas udara. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keanekaragaman jenis lumut kerak serta responnya sebagai bioindikator pencemaran udara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai bulan April 2014 di Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur dan tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP lebih rendah dengan nilai indeks keanekaragaman (H’) sebesar 0.869 dibandingkan dengan di tegakan mahoni Cikabayan IPB dengan H’ sebesar 2.592. Komposisi jenis lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP ditemukan 6 jenis, sedangkan di tegakan mahoni Cikabayan IPB ditemukan 19 jenis. Secara umum, lumut kerak menunjukkan respon yang berbeda dalam hal frekuensi perjumpaan, perubahan warna, dan kerusakan lumut kerak serta perbedaan persentase tutupan lumut kerak di kedua lokasi penelitian. Kata kunci: bioindikator, keanekaragaman, kualitas udara, lumut kerak

ABSTRACT

RUDI HALOMOAN HUTAJULU. Lichens Diversity Lives in Wood Bark as Air Pollutant Bio-indicator. Supervised by SITI BADRIYAH RUSHAYATI and ELIS NINA HERLIYANA.

Nowadays, lichens well known as bio-indicator to monitor the air quality. This research objectives are to identify lichens biodiversity including its responds as air pollutant bio-indicator. Research conducted from March to April 2014 in PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP) Urban Forest in East Jakarta, and Cikabayan mahoni stands in IPB Darmaga. Research showed that the lichens

diversity in PT. JIEP urban forest with the diversity index (H’) as many as 0.869

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

RUDI HALOMOAN HUTAJULU

KEANEKARAGAMAN JENIS LUMUT KERAK

YANG HIDUP

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Pencemaran Udara, dengan judul Keanekaragaman Jenis Lumut Kerak yang Hidup pada Kulit Kayu sebagai Bioindikator Pencemaran Udara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi dan Dr ir Elis Nina Herliyana, MSi selaku pembimbing. Terima kasih kepada Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Administrasi Jakarta Timur yang mengelola Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur melalui ibu Wahyu; Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB melalui bapak Deni; Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui ibu Dewi dan penghargaan penulis sampaikan atas segala bantuan selama pengumpulan data kepada bapak Rusli dan bapak Usman. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah dan ibu serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2 Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisi Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak 6

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya 7

Komposisi Jenis Lumut Kerak 8

Frekuensi Perjumpaan terhadap Lumut Kerak, Perubahan Warna Lumut Kerak, dan Persentase Tutupan Lumut Kerak terhadap Kulit Kayu 10

Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Luas kulit kayu sebagai habitat lumut kerak 6

2 Suhu udara dan kelembaban relatif udara harian 7

3 Kualitas udara ambien 7

4 Komposisi jenis lumut kerak 9

5 Indeks keanekaragaman jenis lumut kerak 10

6 Frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak 10

7 Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu 12

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi lokasi penelitian Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur. Aktivitas transportasi (a), Vegetasi berkayu pada areal penghijauan (b) 2 2 Kondisi lokasi penelitian tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB

Dramaga, Bogor 3

3 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.1 di kedua lokasi penelitian. Chiodecton sp.1 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.1 di

tegakan mahoni Cikabayan IPB (b) 11

4 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.2 di kedua lokasi penelitian. Chiodecton sp.2 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.2 di

tegakan mahoni Cikabayan IPB (b) 11

DAFTAR LAMPIRAN

kerak dan frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak 19 4 Luas total lumut kerak, total luas kulit kayu dan persentase tutupan

lumut kerak terhadap kulit kayu 19

5 Titik koordinat pengambilan data pada lokasi plot contoh penelitian 20 6 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT.

JIEP, Jakarta Timur 21

7 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni

Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor 21

8 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%) pada plot contoh penelitian di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur 22 9 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%)

pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB

Dramaga, Bogor 22

10 Lampiran hasil identifikasi jenis lumut kerak 23

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan kualitas udara menjadi masalah yang sangat penting di lingkungan perkotaan. Penurunan kualitas udara terjadi akibat adanya unsur atau senyawa pencemar (polutan) di udara yang melebihi baku mutu. Sumber polutan dapat berasal dari kegiatan industri, transportasi maupun rumah tangga. Polutan yang dibebaskan di udara dapat berupa partikulat, CO, CO2, SO2, Pb, dan NO2

(Wardani 2003; Hadiyati et al. 2013). Peningkatan polutan di udara berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan dan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Batas toleransi lingkungan terhadap adanya polutan sulit untuk diketahui, sehingga perlunya kegiatan penanganan dini dalam pemantauan ada tidaknya polutan di udara. Kegiatan pemantauan polutan di udara telah banyak dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kualitas udara. Kegiatan pemantauan tersebut dinilai kurang efisien karena pada pengoperasian alat tersebut memerlukan tenaga operasional khusus maupun biaya operasional yang cukup besar. Suatu alternatif penanganan dini yang lebih efisien sangat diperlukan untuk mengetahui adanya polutan di udara. Salah satu alternatif penanganan dini untuk mengetahui adanya polutan di udara ialah memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Tumbuhan dan hewan memiliki kepekaan atau respon terhadap terjadinya perubahan lingkungan. Hal ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui adanya polutan di udara atau disebut juga sebagai bioindikator pencemaran udara.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi keanekaragaman jenis lumut kerak yang hidup pada kulit kayu (Corticolous) serta responnya sebagai bioindikator pencemaran udara.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bioindikator pencemaran udara melalui kajian keanekaragaman jenis lumut kerak.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan April sampai bulan Mei 2014. Penelitian dilakukan di Hutan Kota PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP), Jakarta Timur dan tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur merupakan kawasan industri yang digunakan sebagai areal penghijauan. Lokasi penelitian merupakan kawasan yang berpotensi mengalami pencemaran udara. Aktivitas transportasi merupakan aktivitas industri yang dapat dijumpai disekitar plot contoh (Gambar 1a). Plot contoh di Hutan Kota PT. JIEP terletak pada titik koordinat 06º 12’ 24.6” LS dan

106º 54’ 55.3” BT merupakan areal yang terdapat vegetasi berkayu (Gambar 1b). Keberadaan plot contoh, di Sebelah Utara terdapat PT. Kimia Farma, di sebelah Selatan terdapat Jalan raya Pulo Ayang Raya 1, PT. Sanggar Sarana Baja dan PT. Torishima Guna Engginering, di bagian Barat terdapat gedung yang digunakan sebagai gudang dan tempat tinggal warga, dan di bagian Timur terdapat PT. Jamsostek dan Jalan raya.

(a) (b)

(13)

3 Pada penelitian ini, lokasi tegakan mahoni Cikabayan IPB merupakan kawasan relatif tidak tercemar. Tegakan mahoni Cikabayan IPB terletak pada titik koordinat 06º 32’ 51.1” LS dan 106º 43’ 02.5” BT. Lokasi ini berada jauh dari keramaian atau pemukiman. Jenis vegetasi berkayu yang dominan pada plot contoh adalah jenis mahoni (Swietenia sp.) (Gambar 2). Keberadaan plot contoh, di bagian Utara terdapat areal pusat studi Biofarmaka dan Sungai Cisadane, di bagian Selatan terdapat Perumahan Dosen IPB, di bagian Barat terdapat areal kegiatan praktik Fakultas Pertanian, dan di bagian Timur terdapat Sungai Ciapus.

Gambar 2 Kondisi lokasi penelitian tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita meter, pisau, termometer, dry wet (thermohygrometer), timbangan analitik, alat pengukur kualitas udara ambien yang terdiri atas: Impinger Air Sampler dan High Volume Air Sampler, kamera, dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah plastik transparan, amplop, dan lumut kerak yang hidup pada kulit kayu (obyek penelitian).

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di dalam plot contoh berbentuk lingkaran dengan luas 0.1 ha. Plot contoh kemudian dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan jarak dari titik pengambilan sampel udara, yaitu: bagian pertama (0-5 m), bagian kedua (>5 - ≤17 m), bagian ketiga (>17 m). Data penelitian yang dikumpulkan, yaitu: (1) karakteristik lokasi penelitian sebagai habitat lumut kerak, (2) faktor lingkungan yang mempengaruhi habitat dan keberadaan lumut kerak, (3) komposisi jenis lumut kerak, (4) frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, (5) perubahan morfologi lumut kerak, dan (6) persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu.

Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak

(14)

4

diatas permukaan tanah. Diameter dan keliling batang vegetasi berkayu diukur menggunakan pita meter. Pengukuran tersebut bertujuan untuk mengetahui luas kulit kayu yang diamati. Luas kulit kayu yang diamati diperoleh melalui

C = Tinggi batang pohon yang diamati (150 cm dari permukaan tanah) Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya

Data faktor lingkungan yang dikumpulkan, yaitu: suhu udara harian, kelembaban relatif udara harian, dan kualitas udara ambien lokasi penelitian. Pengumpulan data faktor lingkungan dilakukan di kedua lokasi penelitian. Pengukuran suhu udara harian dilakukan dengan menggunakan termometer. Termometer digantung pada ketinggian 120 cm di atas permukaan tanah.

Pengukuran kelembaban relatif udara harian dilakukan dengan menggunakan dry wet. Dry wet digantung pada ketinggian 120 cm di atas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan pada waktu yang sama (Pukul 07.30; 13.30; dan 17.30 WIB) di kedua lokasi penelitian. Pencatatan data suhu dan kelembaban udara dilakukan setiap 15 menit pengamatan dalam satu jam pengamatan pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Kelembaban relatif udara harian diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan rumus:

Kelembaban relatif udara harian (%) (2 x KU pagi) ( KU siang) (KU sore) 4

Pengambilan data sampel udara ambien menggunakan alat pengukur kualitas udara, yang terdiri atas: Impinger Air Sampler dan High Volume Air Sampler. Data parameter gas (CO2, NO2, dan SO2) dikumpulkan dengan

(15)

5 Komposisi Jenis Lumut Kerak

Data komposisi jenis lumut kerak dikumpulkan dengan mengidentifikasi dari setiap vegetasi berkayu pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah. Lumut kerak jenis yang sama, yang terdapat pada suatu vegetasi diasumsikan satu individu. Sampel lumut kerak diambil dari setiap jenisnya dengan cara mengerik dari kulit kayu menggunakan pisau, kemudian dilakukan identifikasi jenis lumut kerak di Laboratorium Mikrobiologi, Herbarium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Hasil identifikasi jenis lumut kerak di kedua lokasi penelitian dibandingkan melalui penghitungan nilai indeks keanekaragaman jenisnya. Nilai indeks keanekaragaman jenis lumut kerak diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Odum 1996):

(H’) = -∑ Pi ln Pi Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener,

Pi = Proporsi jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu semua jenis. Indeks keanekaragaman jenis mempunyai kriteria, yaitu: H’> 3.0 menunjukkan keanekaragaman sangat melimpah, 1 ≤ H’≤ 3 menunjukkan keanekaragaman melimpah, dan H’<1 menunjukkan keanekaragaman rendah. Frekuensi Perjumpaan terhadap Lumut Kerak

Lumut kerak dalam plot contoh, diamati pada setiap individu vegetasi (titik pengamatan). Nilai frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak diperoleh melalui perhitungan menggunakan rumus:

Frekuensi perjumpaan Jumlah titik pengamatan ditemukan suatu jenis lumut kerak

Jumlah eluruh titik pengamatan x100%

Perubahan Morfologi Lumut Kerak

Lumut kerak yang tampak secara makroskopis dalam plot contoh diamati meliputi: bentuk lumut kerak dan warna lumut kerak. Keadaan jenis lumut kerak diamati pada setiap vegetasi.

Persentase Tutupan Lumut Kerak terhadap Kulit Kayu

Luas tutupan lumut kerak pada kulit kayu dari setiap vegetasi diukur pada kriteria tinggi 150 cm dari permukaan tanah. Luasan tutupan lumut kerak diperoleh dengan penggambaran atau penjiplakan lumut kerak pada plastik transparan, kemudian lumut kerak yang terjiplak pada plastik transparan ditimbang menggunakan timbangan analitik dan selanjutnya dikonversikan menjadi luasan (cm²) berdasarkan berat plastik 1 cm². Nilai luasan tutupan lumut kerak diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan rumus:

Luas tutupan lumut kerak (cm2) =( t i ) 1cm2 Keterangan :

Wt = Berat total plastik yang diukur berdasarkan luas plastik yang tertutup lumut kerak (mg),

Wi = Berat total plastik dengan luas (mg).

Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan rumus:

Persentase tutupan lumut kerak = Luas lumut kerak

(16)

6

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu penelaahan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif disajikan dalam bentuk grafik atau tabulasi. Berdasarkan informasi, data observasi lapang, serta studi pustaka dilakukan untuk mendukung pada kesimpulan yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi Penelitian sebagai Habitat Lumut Kerak

Keberadaan vegetasi berkayu pada plot contoh digunakan lumut kerak sebagai tempat tumbuh atau habitatnya. Jumlah vegetasi berkayu yang terdapat pada plot contoh Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur sebanyak 102 individu dengan diameter batang rata-rata 17.22 cm. Jenis vegetasi yang ditemukan pada plot contoh, yaitu: saga (Adenatera sp.) sebesar 2.5%, trembesi (Samanea saman) 28%, bungur (Lagerstroemia indica) 68% dan petai cina (Leucaena leucocephala) sebesar 1.5%. Jenis vegetasi berkayu yang dominan pada plot contoh adalah jenis bungur. Pada tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, jenis vegetasi berkayu yang dominan adalah jenis mahoni (Swietenia sp.). Total individu vegetasi pada plot contoh sebanyak 87 individu dengan diameter batang rata-rata 23.3 cm.

Hasil pengukuran luas kulit kayu sebagai habitat lumut kerak pada tegakan mahoni Cikabayan IPB (95.5 m2) lebih besar dibandingkan dengan di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur (80.5 m2) (Tabel 1).

Tabel 1 Luas kulit kayu sebagai habitat lumut kerak Lokasi penelitian

Keterangan: Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara), Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara) Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).

(17)

7 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lumut Kerak dan Habitatnya

Keberadaan lumut kerak serta habitatnya pada lokasi penelitian dipengaruhi faktor lingkungan, yakni: suhu udara harian, kelembaban relatif udara harian, dan kualitas udara ambien. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa di Hutan Kota PT. JIEP memiliki suhu harian sebesar 28.9 °C, serta kelembaban relatif udara harian sebesar 91%. Suhu harian di tegakan mahoni Cikabayan IPB sebesar 25.3 °C, serta kelembaban relatif udara harian sebesar 88% sampai 91% (Tabel 2).

Suhu udara harian di Hutan Kota PT. JIEP lebih tinggi dibandingkan dengan di tegakan mahoni Cikabayan IPB, namun kelembaban relatif udara harian di kedua lokasi penelitian diatas 85% (Tabel 2). Sundberg et al. (1996) menyebutkan bahwa kelembaban udara diatas 85% dapat mengurangi efektivitas fotosintesis lumut kerak, didukung dengan pernyataan Gauslaa dan Solhaug (1998) menyatakan bahwa pada kondisi udara yang lembab dan suhu optimalnya berkisar <40 °C lumut kerak dapat tumbuh dan berfotosintesis. Suhu udara pada kedua lokasi penelitian <40 °C yang menunjukkan kondisi yang sesuai, namun berdasarkan nilai kelembaban relatif udara di kedua lokasi penelitian tidak dapat dijadikan sebagai penentu ada tidaknya lumut kerak ditemukan.

Hasil pengukuran kualitas udara ambien di kedua lokasi penelitian pada parameter TSP (debu), NO2 dan SO2 berada di bawah baku mutu yang ditetapkan

pada Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara (Tabel 3).

Konsentrasi polutan di udara diduga dipengaruhi oleh kondisi cuaca saat pengambilan sampel udara pada bulan basah atau musim hujan, yaitu pada bulan April. Musim hujan yang terjadi dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara. Polutan yang terakumulasi di udara terbawa oleh air hujan ke permukaan

Tabel 2 Suhu udara dan kelembaban relatif udara harian Hutan Kota

Keterangan: Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara), Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)

Total suspensi partikel (debu) 86.920 3.140 90 Karbon dioksida (CO2) <0.81 <0.81 -

Nitrogen dioksida (NO2) 4.874 3.588 400

(18)

8

(washout), fenomena ini disebut juga dengan penghanyutan polutan oleh air hujan yang terjadi di bawah lapisan awan dan teralirkan ke permukaan tanah, vegetasi maupun bangunan.

Hasil pengukuran kualitas udara ambien di Hutan Kota PT. JIEP pada parameter TSP (debu), nitrogen dioksida (NO2) lebih tinggi dibandingkan dengan

di tegakan mahoni Cikabayan IPB, sedangkan pada parameter sulfur dioksida (SO2) lebih tinggi di tegakan mahoni Cikabayan IPB dibandingkan dengan di

Hutan Kota PT. JIEP (Tabel 3). Konsentrasi SO2 yang berbeda diduga dipengaruhi

kondisi lingkungan sekitar pada saat pengambilan sampel udara. Sumber sulfur dioksida diduga berasal dari lokasi praktek Fakultas Pertanian IPB. Lahan yang diolah berada di bagian Barat lokasi penelitian. Kegiatan praktek pengolahan lahan dilakukan secara tidak rutinitas, sehingga tingginya konsentrasi SO2 di

lokasi tegakan mahoni Cikabayan IPB hanya sesaat. Kristanto (2004) menyebutkan bahwa pembusukan bahan organik maupun pembakaran sampah organik merupakan salah satu sumber sulfur dioksida di udara. Secara umum, kondisi lingkungan Hutan Kota PT. JIEP relatif tercemar ditunjukkan dengan perbedaan konsentrasi polutan dalam sampel udara di tegakan mahoni Cikabayan IPB (Tabel 3). Hal ini diduga karena adanya keberlangsungan aktivitas industri, maupun transportasi di kawasan industri.

Konsentrasi polutan di udara diduga mempengaruhi habitat dan keberadaan lumut kerak di kedua lokasi penelitian. Menurut Gombert et al. (2003) konsentrasi polutan di udara mempengaruhi proses keberlangsungan hidup lumut kerak. Lumut kerak yang hidup pada kulit kayu tidak memiliki kutikula dan nutrien diperoleh secara langsung dari udara, sehingga polutan yang terdapat di udara dapat terakumulasi dalam tubuh lumut kerak (Gauslaa dan Solhaug 1998). Polutan total suspensi partikel (debu) di udara dapat mengganggu proses respirasi maupun fotosintesis lumut kerak. Polutan sulfur dioksida (SO2) dapat mengganggu

keberlangsungan proses fotosintesis lumut kerak, SO2 yang terdapat dalam tubuh

lumut kerak menyebabkan lumut kerak menjadi asam sehingga mengalami kematian (Hadiyati et al. 2013). Kerusakan kulit kayu sebagai tempat tumbuh lumut kerak diduga disebabkan oleh efek nitrogen dioksida (NO2) yang dapat

mengganggu pertumbuhan lumut kerak. Konsentrasi polutan karbondioksia (CO2)

belum dipersyarakat dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999. Konsentrasi CO2 di kedua lokasi penelitian sebesar <0.81 μg/Nm3/Jam (Tabel 3). Senyawa

tersebut yang terdapat di kedua lokasi penelitian diperlukan lumut kerak maupun substratnya. Senyawa CO2 diperlukan lumut kerak maupun substranya dalam

proses fotosintesis (Sundberg et al. 1996).

Komposisi Jenis Lumut Kerak

(19)

9 berkembang biak di bebatuan atau cabang pohon (Vashista 1982 dalam Januardania 1995), selain itu menurut Edi (2001) faktor utama dari kematian jenis lumut kerak tipe morfologi Fucticose adalah polutan sulfur dioksida.

Pada kedua lokasi penelitian ditemukan 10 genus lumut kerak, yaitu: Physcia, Parmotrema, Chrysothrix, Sarcographa, Megalospora, Graphis, Chiodecton, Trypethelium, Anisomeridium, dan Amandinea (Tabel 4). Sembilan genus lumut kerak ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan IPB, sedangkan di Hutan Kota PT. JIEP ditemukan empat genus lumut kerak, yaitu: Graphis, Physcia, Amandinea, dan Chiodecton. Berdasarkan penelitian terkait yang dilakukan Danesh et al. (2013) di kawasan industri genus Parmotrema dan Chrysothrix tidak ditemukan. Hal ini juga terjadi pada Hutan Kota PT. JIEP tidak ditemukan lumut kerak dari genus Parmotrema dan Chrysothrix. Genus lain yang tidak ditemukan pada Hutan Kota PT. JIEP, yakni: Sarcographa, Megalospora, Trypethelium, dan Anisomeridium. Terjadinya pencemaran udara atau penurunan kualitas udara diduga sebagai penyebab lumut kerak tersebut tidak ditemukan di Hutan Kota PT. JIEP.

Komposisi jenis lumut kerak pada kedua lokasi penelitian ditunjukkan dengan jumlah jenis yang ditemukan. Lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP ditemukan 6 jenis, yaitu: Graphis xanthospora, Amandinea sp., Chiodecton sp.1, Jenis A, Chiodecton sp. 2, dan Jenis B. Jenis lumut kerak di tegakan mahoni Cikabayan IPB ditemukan 19 jenis, yaitu: Jenis C, Physcia sp., Parmotrema

Tabel 4 Komposisi jenis lumut kerak

Hutan Kota PT. JIEP Tegakan mahoni Cikabayan IPB

Jenis Suku Morfologi Jenis Suku Morfologi

Graphis xanthospora

Graphidaceae Crustose Jenis C Parmeliaceae Foliose

Amandinea sp. Physciaceae Crustose Physcia sp. Physciaceae Crustose Chiodecton sp.1 Rosellaceae Crustose Parmotrema sp. Parmeliaceae Squamu

lose

Jenis A Parmeliaceae Foliose Graphis sp. Graphidaceae Crustose

Jenis B - Crustose Chrysothrix sp. Chrysotricaceae Crustose

(20)

10

sp.,Chrysothrix sp., Sarcographa sp., Megalospora sp., Graphis cf., Chiodecton sp. 1, Trypethelium sp., Jenis D, Anisomeridium sp., Trypethelium sp., Jenis E, Chiodecton sp.2, Chiodecton sp.3, Chiodecton sp.4, Chiodecton sp.5, dan Chiodecton sp.6.

Hasil identifikasi jenis lumut kerak di kedua lokasi penelitian menunjukkan nilai indeks keanekaragaman jenis lumut kerak (H’) di Hutan Kota PT. JIEP (0.9) lebih rendah dibandingkan dengan di tegakan mahoni Cikabayan IPB H’ sebesar 2.6 (Tabel 5).

Nilai indeks keanekaragaman jenis lumut kerak (H’) pada Hutan Kota PT. JIEP termasuk dalam kriteria indeks H’<1 yang menunjukkan keanekaragaman rendah. Pada tegakan mahoni Cikabayan IPB, H’ termasuk dalam kriteria indeks 1≤ H’≤ 3 yang menunjukkan keanekaragaman melimpah (Tabel 5). Kehadiran lumut kerak dipengaruhi keadaan lingkunganya dan relatif lebih banyak ditemukan pada lokasi tidak tercemar (Danesh et al. 2013; Sundberg et al. 1996). Frekuensi Perjumpaan terhadap Lumut Kerak, Perubahan Warna Lumut

Kerak, dan Persentase Tutupan Lumut Kerak terhadap Kulit Kayu Keberadaan lumut kerak di habitatnya menunjukkan respon terhadap perubahan lingkungan. Respon lumut kerak ditunjukkan melalui frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, perubahan morfologi lumut kerak, serta persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu. Hasil pengukuran menunjukkan total frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak di tegakan mahoni Cikabayan IPB (100%) lebih tinggi dibandingkan dengan di Hutan Kota PT. JIEP (63%) (Tabel 6).

Perbedaan frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak ditunjukkan dengan ditemukannya lumut kerak pada 65 titik pengamatan dari 102 titik pengamatan di Hutan Kota PT. JIEP, sedangkan pada tegakan mahoni Cikabayan IPB ditemukan pada seluruh titik pengamatan, yaitu 87 titik pengamatan (Lampiran 3).

Tabel 5 Indeks keanekaragaman jenis lumut kerak

Lokasi H’ Hutan Kota PT. JIEP 0.9 Tegakan mahoni Cikabayan IPB 2.6

Keterangan: H’= Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

Tabel 6 Frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak

Hutan Kota

Keterangan: Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara),

(21)

11 Total frekuensi perjumpaan yang berbeda di kedua lokasi penelitian diduga disebabkan oleh lumut kerak maupun substratnya di Hutan Kota PT. JIEP mengalami kontaminasi oleh polutan yang berasal dari aktivitas industri.

Hasil identifikasi morfologi lumut kerak menunjukkan perbedaan bentuk dan warna lumut kerak di kedua lokasi penelitian. Bentuk lumut kerak dari suku dan jenis yang sama dapat berbeda disebabkan oleh kesehatan vegetasi sebagai substratnya (Januardania 1995). Kerusakan lumut kerak yang ditemukan di Hutan Kota PT. JIEP ditunjukkan dengan adanya perubahan warna. Terjadinya perubahan warna atau kadar klorofil lumut kerak disebabkan oleh unsur atau senyawa pencemar yang terdapat di dalam tubuh lumut kerak (Sundberg et al. 1996). Perubahan warna lumut kerak jenis Chiodecton sp.1 ditemukan pada kedua plot contoh penelitian. Jenis Chiodecton sp.1 di lokasi Hutan Kota PT. JIEP memiliki warna lebih pucat (Gambar 3a), sedangkan jenis Chiodecton sp.1 pada tegakan mahoni Cikabayan IPB terlihat berwarna hijau keabu-abuan dan lebih cerah (Gambar 3b).

Lumut kerak lainnya, jenis Chiodecton sp.2 di lokasi Hutan Kota PT. JIEP memiliki warna hijau lebih pucat (Gambar 4a), sedangkan pada tegakan mahoni Cikabayan IPB jenis Chiodecton sp.2 tampak berwarna hijau (Gambar 4b).

(a) (b)

Gambar 3 Lumut kerak jenis Chiodecton sp.1 di kedua lokasi penelitian. Chiodecton sp.1 di Hutan Kota PT. JIEP (a), Chiodecton sp.1 di tegakan mahoni Cikabayan IPB (b).

(a) (b)

(22)

12

Hasil pengukuran luas tutupan lumut kerak pada kulit kayu di kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa persentase tutupan lumut kerak pada tegakan mahoni Cikabayan IPB (26%) lebih besar dibandingkan dengan di Hutan Kota PT. JIEP sebesar 1.43% (Tabel 7).

Perbedaan persentase tutupan lumut kerak mengindikasikan kepekaan lumut kerak terhadap kondisi lingkungan. Persentase tutupan lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP berdasarkan jarak dari pengambilan sampel udara berturut-turut bagian I, II, III sebesar 1.02%, 0.98%, dan 2.94% (Tabel 7). Persentase tutupan lumut kerak di bagian II memiliki nilai terkecil sebesar 0.98% diduga dipengaruhi kesehatan vegetasi, frekuensi perjumpaan lumut kerak (Tabel 6), dan luasan atau ukuran individu lumut kerak yang kecil (Lampiran 1). Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu di Hutan Kota PT. JIEP semakin meningkat dengan bertambah jarak dari sumber pencemar. Januardania (1995) menyebutkan bahwa perbedaan letak dan jarak tempat tumbuh lumut kerak terhadap sumber pencemar memiliki perbedaan luasan lumut kerak ditemukan. Persentase tutupan lumut kerak di tegakan mahoni Cikabayan IPB berdasarkan jarak pengambilan sampel udara berturut-turut pada bagian I, II, III sebesar 33%, 24% dan 19%. Persentase tutupan lumut kerak pada bagian I ditemukan lebih besar dari pada di bagian II, maupun III. Perbedaan persentase diduga dipengaruhi konsentrasi polutan di lokasi penelitian, kelembaban udara, dan suhu udara.

Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara

Menurut Attanayaka dan Chadrani (2013) adanya polutan di sekitar industri mempengaruhi keberadaan lumut kerak. Pada kedua lokasi penelitian ditemukan perbedaan komposisi jenis dan menunjukkan respon terhadap adanya pencemaran udara. Pada penelitian ini, lumut kerak Chiodecton sp. ditemukan di kedua lokasi penelitian. Jenis ini menunjukkan respon sensitif terhadap perubahan lingkungan, dengan adanya perubahan warna maupun kerusakan lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP. Selain itu, lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP ditemukan satu jenis dari genus Parmelia dan satu jenis dari genus Graphis, sedangkan di tegakan mahoni Cikabayan IPB ditemukan dua jenis dari genus Parmelia dan dua jenis dari genus Graphis. Hadiyati et al. (2013) menyebutkan bahwa jenis Graphis sp. merupakan jenis lumut kerak yang sensitif terhadap pencemar udara dan Parmelia sp. termasuk jenis yang toleran terhadap pencemaran udara.

Tabel 7 Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu Nilai (%)

Hutan Kota PT. JIEP Tegakan mahoni Cikabayan IPB

Bagian Bagian

I II III I II III

Persentase tutupan lumut kerak 1.02 0.98 2.94 33 24 19 Total Persentase tutupan lumut kerak 1.43 26

(23)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kualitas udara di Hutan Kota PT. JIEP lebih rendah dibandingkan dengan di tegakan mahoni Cikabayan IPB. Penurunan kualitas udara tersebut mengindasikan rendahnya keanekaragaman jenis lumut kerak. Keanekaragaman jenis lumut kerak di Hutan Kota PT. JIEP lebih rendah dibandingkan dengan di tegakan mahoni Cikabayan IPB. Lumut kerak jenis Parmotrema sp., Chrysothrix sp., Sarcographa sp., Megalospora sp., Trypethelium sp., dan Anisomeridium sp. tidak ditemukan pada Hutan Kota PT. JIEP, namun ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan IPB. Lumut kerak Chiodecton sp. merupakan jenis lumut kerak yang ditemukan di kedua lokasi penelitian. Lumut kerak Chiodecton sp. menunjukkan respon sensitif terhadap pencemaran udara di Hutan Kota PT. JIEP. Secara umum, adanya respon lumut kerak terhadap pencemaran udara ditunjukkan dengan rendahnya frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak, persentase tutupan lumut kerak dipengaruhi jarak habitat terhadap sumber pencemar, kualitas udara ambien, kelembaban udara dan suhu udara.

Saran

Keanekaragaman jenis lumut kerak dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadjian V. 1967. The Lichen Symbiosis. Massachusetts (US): Blaisdell publishing company waltham.

Attanayaka A, Chadrani W. 2013. Corticolous lichen diversity, a potential indicator for monitoring air pollution in tropics. Journal of the national science foundation Sri Lanka (2): 131-140.

Cecchetti G, Conti M. 2000. Biological monitoring: lichens as bioindicators of air pollution assesment. Journal enviromental pollution (114): 471- 492.

Danesh N, Puttaiah E T, Basavarajappa B E. 2013. Studi on diversity of lichen, pyxine cocoes to air pollution in bhadravathi town, Karnataka, India. Journal of environmental biology (34): 579-584.

Edi W. 2001. Hubungan kerapatan lumut kerak dengan kadar sulfur dioksida udara di sekitar Kawah Sidikang Pegunungan Dieng [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Gauslaa Y, Solhaug K A. 1998. Hight-light damage in air-dry thalli of old forest lichen lobaria pulmonaria: interaction of irradiance, exposure duration and high temperature. Journal of experement botani (334): 697-705.

(24)

14

Hadiyati M, Tri R S, Mukarlina. 2013. Kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen parmalia sp. dan graphis sp. pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara. Journal protobiont 2013 (1): 12-17.

Istam Y C. 2007. Respon lumut kerak pada vegatasi pohon sebagai indikator pencemaran udara di Kebun Raya Bogor dan Hutan Kota Manggala Bhakti [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Januardania D. 1995. Jenis-jenis lumut kerak yang berkembang pada tegakan pinus dan karet di Kampus IPB Dramaga Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Surabaya (ID): Universitas Kristen Petra Press.

Odum E P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh ir. T. Samingan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University press.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Pratiwi M E. 2006. Kajian lumut kerak sebagai bioindikator kualitas udara (Studi Kasus : Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni Cikabayan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sundberg B, Palmvqist K, Essen P A, Renhorn K. 1996. Growth and vitality of epiphytic lichens: modelling of carbon gain using field and laboratory. Journal of oecologia 109: 10-18.

(25)

15 Lampiran 1 Jenis lumut kerak yang ditemukan di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur

Graphis xanthospora Amandinea sp.

Chiodecton sp.1 Jenis A

(26)

16

Lampiran 2 Jenis lumut kerak yang ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor

Jenis C Physcia sp.

Parmotrema sp. Graphis sp.

Chrysothrix sp. Sarcographa sp.

(27)

17 Lampiran 2 Jenis lumut kerak yang ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor ( lanjutan )

Chiodecton sp.1 Trypethelium sp.

Jenis C Anisomeridium sp.

Trypethelium sp. Jenis E

(28)

18

Lampiran 2 Jenis lumut kerak yang ditemukan di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor (lanjutan)

Chiodecton sp.4

Chiodecton sp.5

(29)

19 Lampiran 3 Jumlah pohon, jumlah pohon ditemui lumut kerak, jumlah jenis lumut

kerak dan frekuensi perjumpaan terhadap lumut kerak Lokasi penelitian Hutan Kota

PT. JIEP

Tegakan mahoni Cikabayan IPB

Bagian Bagian

I II III I II III

Jumlah pohon 40 42 20 34 29 24

Jumlah pohon ditemui lumut kerak 19 29 17 34 29 24 Jumlah jenis lumut kerak ditemui 4 6 5 19 16 13 Frekuensi perjumpaan (%) 47 69 85 100 100 100

Total Frekuensi perjumpaan (%) 63 100

Keterangan : Bagian I= Jarak pengambilan data (0-5 m dari titik pengambilan sampel udara) Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara), Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).

Lampiran 4 Luas total lumut kerak, total luas kulit kayu, dan persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu.

Lokasi penelitian

Hutan Kota PT. JIEP Tegakan mahoni

Cikabayan IPB

Bagian Bagian

I II III I II III

Total Luas tutupan lumut kerak (m2)

0.3 0.3 0.5 11.2 8.0 5.4

Total luas kulit kayu (m2) 29.3 33.2 18.1 33.8 33.02 28.7

Jumlah Vegetasi (ind) 40 42 20 34 29 24

Persentase tutupan lumut

kerak terhadap kulit kayu (%) 1.0 1.0 3.0 33 24 19

Total Persentase tutupan lumut kerak terhadap kulit kayu (%)

1.43 26

(30)

20

Lampiran 5 Titik koordinat pengambilan data pada lokasi plot contoh penelitian No. Hutan Kota PT. JIEP Tegakan mahoni Cikabayan IPB

Lokasi Titik koordinat Lokasi Titik koordinat 1. Plot I S 06º 12’ 24.6”

E106º 54’ 55.3”

Plot II S 06º 32’ 51.1”

E106º 43’ 02.5”

2. PSU S 06º 12’ 24.6”

E106º 54’ 54.9”

PSU S 06º 32’ 51.1”

E106º 43’ 02.6”

3. Bagian I S 06º 12’ 23.6”

E106º 54’ 5.55” Bagian I ES 06º 32’ 50.9” 106º 43’ 05.1” 4. Bagian II S 06 º 12’ 23.3”

E106º 54’ 55.7” Bagian II E106º 43’ 02.8”S 06º 32’ 51.1”

5. Bagian III S 06º 12’ 22.8”

E106 º54’ 56.0” Bagian III E106º 43’ 03.1” S 06º 32’ 51.4” Keterangan: PSU = Titik pengambilan sampel udara,

Plot I = Plot contoh pada Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur Plot II = Plot contoh tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB, Bogor

Bagian I = Jarak pengambilan data (0-5m dari Titik pengambilan sampel udara), BagianII = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara)

(31)

21 Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara) Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).

Lampiran 7 Subtrat lumut kerak pada plot contoh penelitian di tegakan mahoni Cikabayan kampus IPB Dramaga, Bogor

Jumlah total (Individu) 87 23.3

(32)

22 22 Lampiran 8 Rekapitulasi suhu udara (°C) dan kelembaban relatif udara harian (%) pada plot contoh penelitian

di Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur Bagian II = Jarak pengambilan data (>5- ≤17 m dari titik pengambilan sampel udara) Bagian III = Jarak pengambilan data (>17 m dari titik pengambilan sampel udara).

(33)
(34)
(35)
(36)
(37)

25 27 Lampiran 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Pengukuran Baku Mutu Metode Analisis Peralatan

1 SO2 1 Jam 900 ug/Nm3 Pararosanilin Spektrofotometer (Sulfur

4 O3 1 Jam 235 ug/Nm3 Chemiluminescent Spektrofotometer (Oksidan) 1 Thn 50 ug/Nm3

Nomor 10 s/d 13 Hanya di berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar Contoh : - Industri Petro Kimia

- Industri Pembuatan Asam Sulfat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd

(38)

26 28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banualuhu, Kec. Laguboti, Kab.Tobasa. Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 11 November 1991. Penulis merupakan putra ke-enam dari tujuh bersaudara pasangan Bapak Manuala Hutajulu dan Ibu Rumiani Napitupulu. Pendidikan formal ditempuh di SD Negeri 173552 Simare-marejae Laguboti. SMP Negeri 1 Laguboti, dan SMA Negeri 1 Laguboti. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan tahun 2011 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) periode 2011-2013.

Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama menjadi mahasiswa IPB diantaranya adalah Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Nasional Gunung Ciremai dan Indramayu pada tahun 2012. Eksplorasi Fauna, Flora, dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Jawa Barat pada tahun 2013. Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, dan KPH Cianjur pada tahun 2013. Pada tahun 2014 mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melaksanakan

Gambar

Gambar 1  Kondisi lokasi penelitian Hutan Kota PT. JIEP, Jakarta Timur. Aktivitas
Tabel 4  Komposisi jenis lumut kerak

Referensi

Dokumen terkait

Strategi yang paling penting yang harus dilakukan oleh pemasar khususnya di toko ritel modern adalah dengan memiliki pengetahuan tentang perilaku belanja konsumen yang menjadi

Modul Penerapan Mengidentifikasi struktur dan bagian-bagian kapal ini Modul Penerapan Mengidentifikasi struktur dan bagian-bagian kapal ini sebagai bagian dari

KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) merupakan Kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek simpang, toksisitas,

Sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang terpandang di Indonesia, Universitas Brawijaya sudah sejak tujuh tahun telah melakukan adaptasi dan implementasi teknologi

Mata kuliah ini melihat isu-isu lingkungan dari berbagai pendekatan dari dalam sosiologi, mengeksplorasi saling hubungan antara ketimpangan social dan lingkungan,

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian adalah: Bagaimana hubungan jarak dan kondisi fisik sumber pencemar terhadap

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus dan melibatkan 2 subjek laki-laki yang menjalani pola hidup vegetarian murni atau

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 200 ekor ayam pedaging yang didistribusikan kedalam 10 kelompok perlakuan; kontrol obat, kontrol