• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Perilaku Abnormal Kukang Sumatera Terhadap Pengayaan Obyek Pakan di Yayasan International Animal Rescue (IAR) Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Perilaku Abnormal Kukang Sumatera Terhadap Pengayaan Obyek Pakan di Yayasan International Animal Rescue (IAR) Bogor"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ―Respon Perilaku Abnormal Kukang Sumatera Terhadap Pengayaan Obyek Pakan di Yayasan

International Animal Rescue (IAR) Bogor‖ adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Rio Pria Adhihutama

(4)

ABSTRAK

RIO PRIA ADHIHUTAMA. Respon Perilaku Abnormal Kukang Sumatera Terhadap Pengayaan Obyek Pakan di Yayasan International Animal Rescue (IAR) Bogor. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan RICHARD MOORE

Kukang sumatera adalah satwa endemik asal pulau Sumatera. Populasi kukang semakin menurun, sehingga dibutuhkan usaha yang lebih untuk melindungi dan menyelamatkannya. Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan International Animal Rescue dengan menggunakan 3 individu kukang sumatera, yaitu Bima, Jupe, Lucia sebagai objek pengamatannya. Pengamatan terhadap perilaku harian dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling dan metode one zero sampling. Terdapat 3 tahapan pada penelitian ini, yaitu tahapan pra perlakuan, tahapan pemberian perlakuan, dan tahapan pasca perlakuan. Perilaku abnormal stereotip hanya teridentifikasi pada satu ekor kukang, yaitu Bima. Pengayaan bambu ayun serangga adalah bentuk pengayaan yang paling disukai oleh kukang dan memberikan pengaruh signifikan dalam menekan perilaku grooming, sementara itu pengayaan lemper buah merupakan bentuk pengayaan yang memberikan pengaruh paling signifikan dalam menekan perilaku abnormal stereotip.

Kata kunci: abnormal, International Animal Rescue, kukang sumatera, rehabilitasi

ABSTRACT

RIO PRIA ADHIHUTAMA. The abnormal behaviour response of sumatera slow loris concerning feeding-object enrichments in International Animal Rescue Foundation Bogor. Supervised by BURHANNUDDIN MASYUD and RICHARD MOORE.

Sumatra slow loris is one of endemic animal in Sumatera island. The population is declining, and more effort is needed to protect and save them. Research was carried out in International Animal Rescue for 3 individuals of Sumatra slow lorises, which is Bima, Jupe, and Lucia as the research object. Observe the daily activity use scan sampling method and record with one-zero sampling. There are 3 phases on this research, which is pre conditioning, conditioning phase, and post conditioning. Abnormal behaviour only detected on one loris, which is Bima. Bambu Ayun Serangga enrichment is the most favorite enrichment for the lorises and also it gave most effects to suppress grooming behaviour, while Lemper Buah enrichment is an enrichment that gave most effects to suppress abnormal stereotype behaviour.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

RIO PRIA ADHIHUTAMA

RESPON PERILAKU ABNORMAL KUKANG SUMATERA TERHADAP

PENGAYAAN OBYEK PAKAN DI YAYASAN

INTERNATIONAL ANIMAL

(6)
(7)

Judul Skripsi : Respon Perilaku Abnormal Kukang Sumatera Terhadap Pengayaan Obyek Pakan di Yayasan International Animal Rescue (IAR) Bogor

Nama : Rio Pria Adhihutama NIM : E34090117

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Pembimbing I

Richard Moore, PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah mengenai perilaku kukang sumatera, dengan judul Respon Perilaku Abnormal Kukang Sumatera Terhadap Pengayaan Obyek Pakan di Yayasan IAR Bogor .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS dan Richard Moore, PhD selaku komisi pembimbing atas masukan, arahan, dan dukungan moril serta materilnya yang sangat membantu penulis. Seluruh staff Yayasan International Animal Rescue (IAR) Bogor beserta para dokter hewannya (Mbak Wendy, Mas Purbo, dan Mbak Dini), serta para keeper di kandang rehabilitasi (A Mastur, A Acong, A Igud, A Hendi, dan A Pudin) yang telah banyak membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua dan keluarga besar saya atas kasih sayang dan dukungannya. Terima kasih banyak juga penulis sampaikan untuk Novianti Sri Wahyuni yang telah bersedia membantu penulis sejak pengumpulan data hingga penyusunan skripsi, serta ungkapan terima kasih untuk keluarga besar DKSHE, HIMAKOVA, dan Anggrek

Hitam (KSHE ‗46) yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala pelajaran, doa, cerita, kebersamaan, persahabatan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data 3

Teknik Pengumpulan Data 4

Bentuk Pengayaan Obyek Pakan 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Aktivitas Harian Kukang Sumatera saat Tahap Pra Perlakuan dan Tahap

Pasca Perlakuan 7

Aktivitas Harian Kukang Sumatera saat Tahap Perlakuan 10 Perbandingan Perilaku Kukang Sebelum, Sesudah, dan Selama Tahapan

Perlakuan 11

Perilaku Abnormal Stereotip pada Kukang Sumatera Rehabilitasi 13

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rancangan tahapan pengamatan di kandang rehabilitasi kukang

sumatera 5

2 Frekuensi rata-rata aktivitas perilaku kukang saat pra perlakuan dan pasca perlakuan 7 3 Frekuensi rata-rata aktivitas perilaku kukang saat tahap perlakuan 10

DAFTAR GAMBAR

1 Kukang sumatera di kandang rehabilitasi Yayasan IAR Bogor 3 2 Kandang rehabilitasi kukang di Yayasan IAR Bogor 4

3 Pengayaan bambu ayun serangga 5

4 Pengayaan madu rahasia 6

5 Pengayaan lemper buah 6

6 Histogram perbandingan nilai frekuensi tahap perlakuan 12 7 Histogram perbandingan nilai frekuensi grooming dan abnormal 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan analisis Chi-Square 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan satwa liar baik sebagai sumber obat-obatan atau sebagai hewan peliharaan telah berlangsung sejak lama. Hal ini menyebabkan pemanfaatan terhadap satwa liar yang memiliki potensi-potensi tersebut marak diburu secara liar dan kemudian diperdagangkan secara komersil. Sejak 10 tahun terakhir perburuan terhadap kukang untuk diperdagangkan di pasar bebas baik dijual sebagai satwa peliharaan maupun sebagai bahan obat-obatan tradisional telah dilakukan besar-besaran, padahal kemampuan berkembangbiaknya di alam sangatlah lambat sehingga tidak mampu mengimbangi jumlahnya yang telah dipanen di alam. Akibatnya, satwa di alam semakin terancam populasinya (Streicher 2004).

Upaya konservasi terhadap kukang masih sedikit dilakukan di Indonesia. Salah satu pusat penyelamatan dan rehabilitasi di Indonesia yang telah melakukan upaya konservasi adalah Yayasan International Animal Rescue (IAR) Bogor. Tujuan utama didirikannya IAR Bogor adalah untuk mengelola kembali satwa hasil sitaan atau penyerahan sukarela dari masyarakat untuk kemudian dirawat, direhabilitasi dan dilepasliarkan ke alam. Salah satu syarat pelepasliaran adalah minimnya perilaku abnormal yang ditunjukkan oleh kukang rehabilitasi (IUCN 2014). Perilaku abnormal yang tinggi biasanya terdeteksi pada kukang yang berasal dari hasil sitaan pasar gelap. Hal tersebut dapat terjadi oleh berbagai macam pemicu, salah satunya berdasarkan pengalaman dan perlakuan yang tidak memperhatikan prinsip kesejahteraan satwa yang dilakukan terhadapnya selama berada di pasar gelap sehingga muncul perilaku abnormal stereotip. Perilaku abnormal stereotip adalah perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama dan tidak memiliki manfaat bahkan cenderung menyakiti diri sendiri (Mason 2006). Diantara perilaku abnormal yang bersifat stereotip ditunjukkan oleh perilaku yang bervariasi pada setiap satwa, namun perilaku stereotip yang sering terdeteksi pada primata diantaranya adalah dengan membenturkan kepalanya ke kandang (head bobbing) dan jalan bolak balik di pada satu bagian kandang dengan tempo yang cepat.

(12)

2

Salah satu bentuk pengayaan yang dapat diberikan di dalam kandang rehabilitasi kukang adalah bentuk pengayaan obyek-pakan. Bentuk pengayaan ini merupakan kombinasi antara pengayaan obyek dan pakan yang bertujuan untuk mengurangi kebosanan, menghindari perilaku menyimpang namun juga dapat membuat kukang dapat mengekspresikan perilaku makan alami seperti di habitatnya. Pengayaan obyek-pakan ini terbuat dari bahan alami yang bentuknya berbeda-beda agar terlihat menarik dan interaktif bagi kukang. Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang respon perilaku abnormal kukang sumatera terhadap pengayaan obyek pakan di Yayasan IAR Bogor penting dilakukan.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi respon perilaku kukang sumatera rehabilitasi terhadap pemberian pengayaan obyek-pakan untuk mengurangi perilaku abnormal stereotip pada kukang sumatera (Nycticebus coucang) di Yayasan IAR Bogor. 2. Mengidentifikasi bentuk pengayaan obyek-pakan yang paling disukai oleh

kukang serta pengaruhnya terhadap perubahan perilaku kukang sumatera (Nycticebus coucang) di Yayasan IAR Bogor.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat melatih kukang sumatera dalam kandang rehabilitasi untuk dapat merangsang kukang untuk berperilaku seperti di habitat aslinya, sekaligus dapat menjadi bahan evaluasi terhadap teknik pemberian pengayaan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi perilaku abnormal kukang dalam kandang rehabilitasi. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengembangan pengelolaan rehabilitasi kukang selanjutnya bagi pihak-pihak yang bergerak di bidang penyelamatan satwa.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014. Penelitian dilaksanakan di Yayasan IAR Indonesia, Desa Sinarwangi Kecamatan Ciapus Kabupaten Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, tally sheet

(13)

3 individu tersebut sebagai objek penelitian didasarkan oleh keterangan dari penjaga kandang (keeper) yang menyebutkan bahwa tiga individu di salah satu kandang rehabilitasi tersebut memiliki tingkat abnormal yang paling tinggi dibandingkan dengan individu kukang di kandang lainnya.

Gambar 1 Kukang sumatera di kandang rehabilitasi Yayasan IAR Bogor Jenis Data

Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi aktivitas harian yang ditunjukkan oleh kukang sumatera pada setiap tahap penelitian. Data aktivitas harian tersebut meliputi:

a. Perilaku makan (feeding)

Perilaku makan pada satwa meliputi bahan makanan yang dikonsumsi, baik cair maupun padat dan polanya berhubungan dengan anatomi dan fisiologi. b. Perilaku bergerak

Perilaku bergerak ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu moving dan foraging.

Hal ini sesuai dengan Nekaris (2001) yang menyatakan bahwa lokomosi kukang di alam termasuk pada pergerakan secara langsung (moving) dan mencari makan (foraging).

Aktivitas berjalan ialah aktivitas berpindah tempat di dalam kandang dengan menggunakan keempat kaki dan dilakukan sejak bangun tidur, hanya untuk sekedar berjalan di sekitar kandang dan mengamati kondisi kandang (moving) atau berjalan menuju tempat makan dan minum.

Aktivitas mencari makan (foraging),yaitu aktivitas berjalan di sekitar kandang untuk mencari pakan yang disajikan atau mungkin terjatuh ke lantai dan berburu serangga-serangga seperti laron atau jangkrik yang berada di area kandang.

c. Perilaku merawat diri (grooming)

Aktivitas merawat diri ialah perilaku membersihkan bulu dari debu dan kotoran, atau untuk membersihkan sisa makanan di tangan dengan menggunakan lidahnya.

d. Perilaku abnormal

(14)

4

membenturkan kepalanya (head bobing), menggigit diri sendiri (self bitting) atau berjalan bolak-balik dengan tempo cepat di salah satu bagian kandang. e. Jumlah kunjungan ke jenis pengayaan yang disajikan

Jumlah kunjungan yang dilakukan pada setiap bentuk pengayaan obyek-pakan ditandai dengan seberapa banyaknya kukang melakukan aktivitas makan di bentuk pengayaan yang dipilihnya tersebut saat tahap perlakuan 1, 2, dan 3. Kategori data ini dimasukkan ke dalam kategori perilaku makan, sehingga dapat diasumsikan bahwa bentuk pengayaan yang memiliki nilai perilaku makan paling tinggi didalamnya merupakan bentuk pengayaan obyek-pakan yang paling disukai oleh kukang.

Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode scan sampling.

Pengamatan dilakukan di kandang rehabilitasi kukang Yayasan IAR Bogor berukuran 3x3 m2 (Gambar 2) setiap selang waktu 5 menit antara pengamatan dan istirahat. Waktu pengamatan dilakukan pada pukul 18.00-24.00, saat waktu aktif kukang. Pencatatan aktivitas harian dilakukan dengan metode one-zero sampling, yaitu dengan memberi tanda 1 pada aktivitas yang terjadi dan 0 pada aktivitas yang tidak terjadi (Altmann 1974).

Gambar 2 Kandang rehabilitasi kukang di Yayasan IAR Bogor Pencatatan aktivitas dan perilaku kukang sumatera dilakukan dengan mengklasifikasikannya ke dalam tiga jenis tahapan pengamatan, yaitu aktivitas harian saat sebelum diberi pengayaan (tahap pra perlakuan), aktivitas harian saat diberi pengayaan (tahap perlakuan) dan aktivitas harian setelah diberi pengayaan (tahap pasca perlakuan).

1) Tahap pra perlakuan dilakukan melalui pengamatan perilaku kukang tanpa diberi pengayaan jenis tempat pakan selama enam hari, dengan ketentuan dua hari masa persiapan dan empat hari selanjutnya digunakan untuk pengambilan data. Tahap awal bertujuan untuk mengetahui perilaku kukang sebelum diperkenalkan kepada pengayaan obyek-pakan yang berbeda.

2) Tahap perlakuan dilakukan dengan pemberian tiga perlakuan berbeda dan diberikan tiga pengayaan obyek-pakan yang berbeda pula (Tabel 1). Tahap perlakuan dilakukan selama enam hari, dengan ketentuan dua hari sebagai masa persiapan dan empat hari selanjutnya dilakukan pengambilan data.

(15)

5 enam hari, dengan ketentuan dua hari sebagai masa persiapan dan empat hari selanjutnya dilakukan pengambilan data. Tahap ini bertujuan untuk melihat perilaku kukang setelah diberikan pengayaan obyek-pakan selama tiga minggu sebelumnya.

Tabel 1 Rancangan tahapan pengamatan di kandang rehabilitasi kukang sumatera Perlakuan

Keterangan : A: belum ada pengayaan obyek-pakan (tahap pra perlakuan) B: pemberian pengayaan bambu ayun seragga (tahap perlakuan) C: pemberian pengayaan madu rahasia (tahap perlakuan) D: pemberian pengayaan lemper buah (tahap perlakuan) E: tidak ada pengayaan obyek-pakan (tahap pasca perlakuan)

Bentuk Pengayaan Obyek-Pakan

Bentuk pengayaan obyek-pakan yang diberikan kepada kukang sumatera rehabilitasi di Yayasan IAR Bogor pada penelitian ini terdiri dari 3 bentuk. Setiap bentuk bertujuan untuk mengurangi kebosanan kukang di dalam kandang dan dapat merangsang kukang untuk berperilaku seperti aslinya di alam. Bentuk-bentuk pengayaan tersebut adalah:

1. Bambu ayun serangga (perlakuan 1)

Pengayaan bambu ayun serangga merupakan bentuk pengayaan obyek-pakan yang memanfaatkan batang bambu sepanjang 60 cm dan lebar 4 cm yang dilubangi kemudian diisi dengan jangkrik. Bentuk pengayaan ini membuat kukang harus membenamkan tangannya ke dalam rongga lubang pada bambu tersebut dan mengaduk isinya sampai serangga di dalamnya dapat tertangkap dan dimakan (Gambar 3).

Gambar 3 Pengayaan Bambu ayun serangga 2. Madu rahasia (perlakuan 2)

(16)

6

sehingga madu tersebut tersembunyi dalam gulungan daun tersebut. Bentuk pengayaan ini membuat kukang harus menggerogoti daunnya untuk dapat mengkonsumsi madu di dalamnya (Gambar 4).

Gambar 4 Pengayaan Madu rahasia

3. Lemper buah (perlakuan 3)

Pengayaan lemper buah merupakan pengayaan yang memanfaatkan buah – buahan seperti pisang, sawo dan jambu yang diiris menjadi beberapa bagian kecil sebagai bahan utamanya yang disembunyikan didalam sejumput alang-alang (Imperata cylindrica) yang diikat kedua sisi atas dan bawahnya seperti lemper, sehingga kukang harus berusaha menggerogoti bagian tengah alang-alang untuk bisa memakan buah yang disembunyikan di dalamnya (Gambar 5).

Gambar 5 Pengayaan Lemper buah

Analisis Data Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan mengenai pengaruh pengayaan obyek-pakan terhadap perilaku kukang sumatera rehabilitasi di Yayasan IAR Bogor, dianalisis dan disajikan secara deskriptif dilengkapi dengan tabel, gambar dan kurva atau grafik yang relevan.

Analisis Kuantitatif

(17)

7 hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya (Lancaster dan Seneta 2005), yaitu menguji hubungan antara pengayaan obyek pakan dan pengaruhnya terhadap perilaku kukang.

Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 = tidak ada pengaruh pengayaanterhadap perilaku kukang. H1 = ada pengaruh pengayaanterhadap perilaku kukang.

Rumus metode uji chi-square :

Keterangan :

Oi = nilai pengamatan perilaku kukang Ei = nilai harapan perilaku kukang

Kriteria uji :

Jika X2 hitung ≥ X2 tabel maka terima H1 Jika X2 hitung ≤ X2 tabel maka terima H0

Selang kepercayaan (SK) yang digunakan adalah sebesar 95% atau α = 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Harian Kukang Sumatera saat Tahap Pra Perlakuan dan Tahap Pasca Perlakuan

Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas yang paling sering dilakukan oleh masing–masing individu pada saat tahap pra perlakuan yang diamati adalah

grooming dan yang paling sedikit teramati adalah aktivitas moving. Hal tersebut juga serupa dengan saat tahapan pasca perlakuan yang memiliki nilai frekuensi aktivitas grooming paling tinggi dan nilai frekuensi aktivitas moving yang paling rendah (Tabel 2).

Tabel 2 Frekuensi rata-rata aktivitas perilaku kukang saat pra perlakuan dan pasca perlakuan

Perilaku Tahapan Perlakuan (menit)

Pra Perlakuan Pasca Perlakuan

Feeding 121 95

Grooming 509 486

Moving 86 17

Foraging 205 14

Abnormal 159 121

(18)

8

Aktivitas Feeding

Kukang rehabilitasi di Yayasan IAR Bogor diberi pakan serangga, buah-buahan, serta beberapa jenis makanan tambahan, seperti madu dan yoghurt

(diberikan kepada kukang tertentu yang sakit dan membutuhkan asupan kalsium). Pemilihan jenis pakan ini didasari pada karakteristik gigi, jenis kelamin kukang, umur kukang dan sistem perencanaan yang dimiliki. Kukang termasuk ke dalam satwa frugivorus yang mencukupi kebutuhan proteinnya dengan mengkonsumsi serangga. Sementara itu, pakan buah yang sering diberikan pada kukang di Yayasan IAR Bogor adalah pisang, sawo, pepaya, dan jeruk. Selain buah, kukang juga diberikan pakan jenis serangga yaitu ulat sagu (Rhynchophorus ferruginenus), ulat jerman (Zophobas morio), dan jangkrik (Gryllus asimilis). Selain itu, setiap dua hari sekali diberikan pula pakan tambahan berupa telur ayam.

Posisi kukang sumatera yang teramati saat aktivitas feeding seringkali sebelum mengkonsumsi pakan, kukang mendengus dan menciumi pakan lalu memegangi objek pakan yang ingin dikonsumsinya dengan satu atau kedua tangannya kemudian memasukkan pakan tersebut ke mulutnya. Sementara itu, cara minum kukang ditunjukkan dengan sikap membungkuk dan meminum cairan dengan cara menjilat menggunakan lidah. Jika kukang belum merasa kenyang ketika pakan telah habis, kukang akan memburu serangga seperti laron yang sering berterbangan di sekitar areal kandang. Menurut Warsono (2002) perilaku makan berhubungan dengan faktor genetik, ketersediaan pakan, habitat atau lingkungan, musim, gangguan, kondisi biologis, dan cara makan.

Sementara itu, perilaku feeding saat pasca perlakuan menurun dibandingkan pada saat tahap pra-perlakuan dan bertambah jika dibandingkan saat tahap pemberian pengayaan. Hal ini dapat terjadi karena pakan yang disajikan saat tahap pra-perlakuan dan pasca-perlakuan memiliki tingkat palatabilitas yang berbeda-beda bagi kukang, sehingga nilai feeding nya pun menjadi bervariasi.

Aktivitas Grooming

Perilaku grooming merupakan perilaku yang paling tinggi teramati saat tahapan pra-perlakuan. Aktivitas grooming yang tinggi dan menempati sebagian besar waktu aktif kukang, menunjukkan bahwa aktivitas grooming tersebut cenderung berlebihan atau disebut overgrooming yang merupakan tanda kecenderungan perilaku abnormal stereotip. Aktivitas grooming ini bisa dilakukan sendiri (autogrooming) atau dilakukan secara bersama (allogroming).

Aktivitas grooming yang sering teramati saat pengamatan adalah aktivitas

autogrooming yang dilakukan oleh kukang dengan cara menjilat dan menggaruk bagian yang gatal dengan cakar khusus yang terdapat di kakinya yang dilakukannya sambil menggantung atau duduk di dahan. Saat pengamatan, jarang sekali terlihat aktivitas allogrooming. Kalaupun ada, aktivitas allogrooming

tersebut hanya terjadi pada dua individu saja, yaitu Jupe dan Lucia yang keduanya sama-sama betina. Hal ini dapat terjadi karena Jupe dan Lucia lebih lama bersama di dalam kandang daripada Bima yang merupakan pendatang baru di kandang tersebut. Padahal Bottcer-Law et al. (2001) menyatakan bahwa aktivitas

(19)

9 Sementara itu, perilaku grooming masih tinggi pada tahap pasca-perlakuan ini walaupun berkurang sedikit daripada saat pra-perlakuan. Namun perilaku

grooming sempat berkurang secara signifikan saat tahap pemberian pengayaan. Perilaku overgrooming pun diasumsikan masih terjadi pada kukang sumatera rehabilitasi ini, karena sebagian besar waktu aktif mereka masih dihabiskan untuk melakukan aktivitas grooming.

Aktivitas Foraging dan Moving

Perilaku bergerak yang diidentifikasi pada pengamatan ini adalah perilaku

foraging (mencari makan) dan moving (bergerak di dalam kandang) yang keduanya merupakan bentuk lokomosi seperti di alam. Perilaku foraging ini sering dilakukan oleh kukang sumatera rehabilitasi saat bangun tidur dan saat pakan mereka telah habis. Seringkali perilaku foraging ini ditunjukkan dengan mengendus mencari mangsa sambil berjalan di lantai. Biasanya mangsa yang mereka cari adalah serangga-serangga kecil atau semut yang banyak berkeliaran di dalam dan sekitar kandang. Jika kemudian tiba-tiba ada serangga kecil terbang (seperti laron) di sekitar mereka saat melakukan aktivitas, kukang tersebut akan teralihkan fokusnya dan akan mengikuti serangga kecil itu sampai akhirnya berhasil ditangkap. Menurut Nekaris (2005) kukang dapat menkonsumsi hingga lebih dari 36 serangga kecil dalam semalam saat di alam.

Sementara itu, perilaku moving adalah perilaku bergerak di sekitar kandang tanpa diiringi aktivitas mencari mangsa. Biasanya perilaku moving dilakukan kukang untuk mencari tempat yang nyaman untuk melakukan grooming atau hanya sekedar mengawasi keadaan di sekitarnya dengan berjalan-jalan di area kandang. Aktivitas moving ini merupakan aktivitas yang paling sedikit dilakukan oleh kukang. Menurut Novriyanti (2011) aktivitas berjalan di sekitar kandang merupakan bentuk adaptasi tingkah laku satwa untuk menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungannya.

Frekuensi perilaku foraging dan moving sama-sama berkurang saat tahap pasca perlakuan. Perilaku foraging bertambah cukup signifikan sejak saat tahapan pemberian perlakuan. Hal ini terjadi karena saat tahapan pasca perlakuan ini, kukang sumatera yang menjadi obyek penelitian tersebut masih mencari pengayaan-pengayaan yang sebelumnya ada di kandang mereka, padahal pada tahapan ini sudah tidak ada bentuk pengayaan apapun yang ditaruh di dalam kandang. Frekuensi perilaku foraging dan moving sama-sama berkurang sejak tahap pra-perlakuan. Hal ini terjadi karena saat tahapan pasca perlakuan ini, kukang sumatera yang menjadi subyek penelitian tersebut masih mencari pengayaan-pengayaan yang sebelumnya ada di kandang mereka, padahal pada tahapan ini sudah tidak ada bentuk pengayaan apapun yang ditaruh di dalam kandang.

Aktivitas Abnormal

(20)

10

akan berhenti melakukan aktivitas tersebut selama 10-20 menit sebelum akhirnya kembali melakukan head bobbing. Hal ini terus menerus terjadi selama waktu aktifnya sepanjang malam. Menurut pengurus kandang di Yayasan IAR Bogor, perilaku abnormal pada Bima tersebut sudah muncul sejak pertama kalinya ia berada di kandang rehabilitasi. Menurut Mason (2006) perilaku abnormal dapat terjadi karena stres, fungsi otak yang tidak seimbang, atau usaha individu tersebut untuk mengatasi masalahnya. Sementara itu, aktivitas perilaku abnormal kembali meningkat pada tahap pasca perlakuan hingga hampir sama frekuensinya dengan saat tahapan pra perlakuan sejak sempat menurun secara signifikan saat tahap perlakuan.

Aktivitas Harian Kukang Sumatera saat Tahap Perlakuan

Tahap pemberian pengayaan ini terdapat tiga bentuk pengayaan obyek-pakan yang diberikan kepada kukang sumatera di kandang rehabilitasi, yaitu Bambu ayun serangga, madu rahasia, dan lemper buah. Masing-masing pengayaan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap setiap perilaku kukang. Frekuensi rata-rata aktivitas harian kukang dari ketiga tahap perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Frekuensi rata-rata aktivitas harian kukang saat tahap perlakuan

Perilaku Tahapan Perlakuan (menit)

(21)

11 Aktivitas Grooming

Pemberian pengayaan obyek-pakan ini berpengaruh dalam menekan frekuensi perilaku grooming (merawat diri) pada kukang saat tahap pemberian pengayaan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pengayaan bambu ayun serangga juga merupakan bentuk pengayaan yang paling berpengaruh dalam menekan frekuensi perilaku grooming pada kukang sumatera hingga seminimal mungkin daripada saat pemberian bentuk pengayaan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena bentuk pengayaan bambu ayun serangga merupakan bentuk pengayaan yang berhasil menyita waktu aktif kukang cukup banyak untuk berinteraksi dengan pengayaan tersebut, sehingga porsi waktu yang biasanya digunakan kukang untuk melakukan aktivitas grooming menjadi teralihkan untuk berinteraksi dengan bentuk pengayaan yang disajikan.

Aktivitas Foraging dan Moving

Perilaku bergerak yang ditunjukkan dengan moving (berjalan di sekitar kandang) dan foraging (mencari makan) mengalami penurunan saat tahap perlakuan. Hal ini dapat terjadi karena kukang menghabiskan sebagian besar aktivitasnya untuk berinteraksi dengan pengayaan obyek pakan yang disajikan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku moving dan foraging

merupakan perilaku yang paling sedikit dilakukan daripada perilaku lainnya. Aktivitas Abnormal

Perilaku abnormal ikut berkurang saat tahap pemberian pengayaan. Bentuk pengayaan lemper buah merupakan bentuk pengayaan yang memberikan pengaruh paling besar dalam menekan perilaku abnormal stereotip. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pengayaan lemper buah berhasil mengurangi nilai frekuensi abnormal hingga 70% sejak pra perlakuan. Hal ini dapat disebabkan pada pengayaan ini menggunakan buah-buahan yang disukai oleh kukang sebagai bahan utamanya, selain itu bentuk pengayaan lemper buah juga merupakan bentuk pengayaan yang bentuknya unik dan cukup sulit untuk dikonsumsi oleh kukang, sehingga mereka butuh waktu interaksi yang lama pada bentuk pengayaan ini.

Perbandingan Perilaku Kukang Sebelum, Sesudah, dan Selama Tahapan Perlakuan

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan analisis chi-square yang dilakukan pada setiap tahapan perlakuan, perbandingan nilai abnormal dalam setiap tahapan tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi. Perubahan perilaku kukang sebelum, saat, dan setelah diberikan pengayaan mengalami perubahan yang signifikan pada beberapa variabel (χ2 tes, x= 175.667, df= 16, P< 0.05) yang berarti pemberian pengayaan obyek pakan berpengaruh nyata terhadap perubahan perilaku kukang sumatera di kandang rehabilitasi.

(22)

12

antara dua perlakuan tersebut dan meningkat cukup tinggi saat tahap pasca-perlakuan sehingga cenderung mengarah kepada perilaku merawat diri yang berlebihan (overgrooming).

Trollope (1977) menyatakan aktivitas overgrooming ini berkaitan erat dengan kondisi sosial dan kebosanan individu satwa di dalam kandang. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan didalam kandang yang menunjukkan bahwa aktivitas allogrooming yang masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan sosial diantara Bima, Jupe, dan Lucia masih rendah. Selain itu, aktivitas

overgrooming juga mengarah pada kerusakan bulu pada kukang. Hal ini pun terlihat pada ketiga individu kukang subjek penelitian yang sebagian bulu-bulu di tubuhnya rusak hingga botak di beberapa bagian karena aktivitas overgrooming.

Berdasarkan hasil penelitian, tiga bentuk pengayaan obyek-pakan yang disajikan memberikan efek yang bervariasi terhadap perubahan perilaku kukang sumatera rehabilitasi di Yayasan IAR Bogor seperti yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Histogram perbandingan nilai frekuensi perilaku harian kukang sumatera pada tahap perlakuan pemberian obyek pakan

Berdasarkan data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa bentuk pengayaan bambu ayun serangga (perlakuan 1) merupakan bentuk perlakuan yang paling sering dimanfaatkan dan disukai oleh kukang, selain itu, bentuk pengayaan ini juga merupakan bentuk pengayaan yang paling berpengaruh dalam menekan perilaku grooming pada kukang. Sementara itu, bentuk pengayaan lemper buah

(perlakuan 3) merupakan bentuk pengayaan yang dapat memberikan efek abnormal paling sedikit terhadap Bima.

Perilaku Abnormal Stereotip pada Kukang Sumatera Rehabilitasi

Perilaku abnormal stereotip adalah perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama dan tidak memiliki manfaat, bahkan cenderung menyakiti diri sendiri (Mason 2006). Perilaku abnormal stereotip ini bervariasi pada setiap satwa, mulai dari bergerak bolak-balik dengan cepat di satu

(23)

13 bagian kandang, self-mouthing, menggigit anggota tubuh sendiri, eye-covering,

hingga grooming berlebihan. Sementara itu hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat suatu pola kemiripan pada perilaku kukang sejak pra perlakuan hingga pasca perlakuan, yaitu sama-sama memiliki nilai merawat diri (grooming) yang tinggi dan semakin bertambah saat fase pasca-perlakuan. Perilaku grooming

ini merupakan perilaku merawat diri yang wajar dilakukan oleh satwa sebagai upaya untuk membersihkan dirinya dari kotoran, namun ketika intensitas perilaku

grooming mulai tinggi dan menghabiskan sebagian besar waktu aktif satwa, maka perilaku grooming tersebut berubah menjadi berlebihan (overgrooming) yang dapat dikategorikan sebagai perilaku abnormal stereotip, perbandingan antara perilaku abnormal dan overgrooming dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Mason (2006) bahwa perilaku abnormal stereotip sangat berkaitan erat dengan banyaknya frekuensi repetisi perilaku tersebut dengan lamanya durasi terjadinya perilaku tersebut. Selain perilaku merawat diri yang berlebihan, perilaku abnormal stereotip pun dapat terlihat pada kelima fase tersebut, walaupun hanya terjadi pada satu individu saja.

Gambar 7 Histogram perbandingan nilai frekuensi grooming dan abnormal

Perilaku abnormal stereotip yang ditunjukkan oleh Bima adalah menggosok dan membenturkan kepalanya ke kawat secara berulang kali dan ke segala arah yang biasa disebut head bobing yang termasuk kepada tipe abnormal stereotip

pathology. Menurut Mason (2006) abnormal stereotip pathology adalah tipe abnormal stereotip yang cenderung menyakiti diri sendiri dan menghabiskan sebagian waktu aktifnya hingga individu tersebut tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya dan merawat dirinya sendiri. Sementara itu perilaku overgrooming

merupakan perilaku abnormal stereotip non-pathology yang merupakan perilaku abnormal yang tidak membahayakan, namun melibatkan sistem motorik di seluruh tubuhnya untuk melakukan perilaku tersebut secara berulang-ulang.

Perilaku abnormal stereotip dapat dipicu oleh berbagai macam sebab yang hingga kini masih menjadi perdebatan di antara para ahli. Namun penyebab abnormal stereotip yang sudah diketahui salah satunya adalah karena individu tersebut mengalami social deprivation, yaitu pemisahan satwa dengan induknya sejak lahir dan dibesarkan di luar habitat aslinya (Gilmer dan McKinney 2003 diacu dalam Mason 2006). Social deprivation ini merupakan penyebab perilaku

0

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Pasca Perlakuan

Grooming

(24)

14

abnormal stereotip yang paling parah. Sejak bayi, satwa yang mengalami social deprivation ini seringkali sudah menderita perilaku abnormal stereotip dan kemudian berubah menjadi perilaku abnormal stereotip seperti menggosok-gosokan kepala (head bobbing), dan terkadang perilaku stereotip yang menyakiti diri sendiri (self injurious behaviour). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Bima merupakan kukang hasil sitaan dari perdagangan gelap satwa saat usianya masih bayi, fakta ini menunjukkan bahwa Bima telah mengalami social deprivation dan perilaku abnormal stereotipnya telah terbentuk sejak saat itu. Selain itu, menurut Ames (1993) perilaku abnormal stereotip ini dapat terjadi juga karena kandang satwa terdapat di luar ruangan dengan kondisi cuaca yang kurang mendukung bagi perkembangan satwa tersebut. Hal ini dapat terlihat saat pengamatan langsung di lapangan, kandang rehabilitasi ketiga kukang sumatera yang dijadikan objek penelitian berada persis di bawah rimbun tegakan pohon bambu, sehingga setiap harinya mereka sedikit sekali mendapatkan paparan cahaya matahari, terutama pada musim hujan yang membuat kandang menjadi lebih lembab. Padahal sebagian besar primata membutuhkan paparan cahaya ultraviolet untuk mendapatkan asupan vitamin D dan membuat rambut di tubuh mereka menjadi lebih sehat (Bernard et al. 1997).

Sheperdson (1989) diacu dalam Mason (2006) menyatakan kecenderungan perilaku abnormal dalam kandang muncul akibat satu alasan yaitu untuk melarikan diri, namun dengan berbagai tujuan, seperti untuk berburu makanan atau mencari pasangan. Berdasarkan asumsi ini, perilaku abnormal stereotip pun muncul akibat usaha untuk melarikan diri dari kandang secara berulang kali yang akhirnya selalu gagal, sehingga solusi umum yang sering dilakukan oleh pengelola adalah dengan melakukan pengayaan di dalam kandang yang bertujuan untuk membuat kandang tersebut menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi individu didalamnya.

(25)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian pengayaan obyek-pakan kepada kukang sumatera rehabilitasi di Yayasan IAR Bogor terbukti telah berpengaruh terhadap pengurangan intensitas perilaku abnormal stereotip pada kukang. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, bentuk pengayaan bambu ayun serangga merupakan bentuk perlakuan yang paling sering dimanfaatkan dan disukai oleh kukang sekaligus merupakan bentuk pengayaan yang paling berpengaruh dalam menekan nilai grooming. Sementara itu, bentuk pengayaan lemper buah merupakan bentuk pengayaan yang dapat menekan frekuensi aktivitas abnormal seminimal mungkin, sekaligus meningkatkan aktivitas bergerak, yaitu foraging dan moving pada setiap individu kukang sumatera di Yayasan IAR Bogor.

Saran

Pemberian pakan dengan cara melalui bentuk pengayaan obyek-pakan bisa dijadikan alternatif untuk diterapkan setiap harinya pada kandang rehabilitasi kukang di Yayasan IAR Bogor dengan tujuan untuk mengurangi perilaku abnormal dan kecenderungan perilaku abnormal pada kukang. Selain itu, penempatan kandang harus harus memiliki cukup paparan cahaya matahari pada siang hari, sehingga diharapkan dapat mengurangi aktivitas grooming yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

Altmann J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods.

Behaviour 49 : 227-267.

Ames A. 1993. The Behaviour of Captive Polar Bears. UFAW Animal Welfare Research Report No. 5, Hertfordshire, UK: Universities Federation for Animal Welfare.

Ario A, Payne K, Masmur IY, Permanawati. 2007. Protokol Pelaksanaan Program Di Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center). Bogor: Yayasan Owa Jawa, Departemen Kehutanan RI, Conservation International Indonesia, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Bernard H, Otway S, Wilshaw S. 1997. Biodiversity of the Tropical Peat Swamp forest: A Case Study of Animal Diversity in the Sungai Sebangau Catchment of Central Kalimantan, Indonesia. In: Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands, Eds. Rieley, J.O., Page, S.E. Cardigan: Samara Publishing.

(26)

16

Bottcher-Law L, Fitch H, Schulze SH. 2001. Management of Lorises in Captivity: a Husbandry Manual for Asian Lorisines Nycticebus & Loris spp. San Diego: Cres, Zool Soc San Diego.

Ecclestone KJ. 2009. Animal Welfare di Jawa Timur: Model Pendidikan Kesejahteraan Binatang di Jawa Timur [Skripsi]. Malang: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

Goldsmid JM. 2005. Zoonotic Infection : An Overview. The Australasian College of Tropical Medicine. Primer of Tropical Medicine.

Hugh-Jones ME, Hubbert WT, Hagsta HV. 1995. Zoonoses: Recognition, Control, and Prevention. Iowa State University Press. A Blackwell Publishing Company. Ames. Iowa.

IUCN. 2014. IUCN Red List of Threatened Species.(USA). Version 2014.1.

www.iucnredlist.com [diunduh 2014, Juni 23].

Kawamura S, Kuboreta N. 2004. Ancestral Loss of Short Wave-Sensitive Cone Visual Pigment in Lorisiform Prosimians, Contrating With its Strict Conservation in Other Prosimians. J Mol Evol 58:314-321.

Lancaster HO, Seneta E. 2005. Encyclopedia of Biostatistics Edition 2. Sydney (Australia): University of Sydney.

Lehner PN. 1979. Handbook of Ethological Methods. Garland STPM Press. New York and London.

Mason G. 2006. Stereotypic Animal Behaviour: Fundamentals and Applications to Welfare Second Edition. Trowbridge (UK): Cromwell Press.

Nandini R, Kakati K, Ved N. 2009. Occurrence Records of The Bengal Slow Loris (N. bengalensis) in Northeastern India. Am J Primatol 1(2):12-18 Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of The Primates. Cambridge:

The MIT Press.

Napier JR, Napier PH. 1967. A Handbook of Living Primates. New York: Academic Press.

Nekaris KAI. 2001. Activity Budget and Positional Behavior of The Mysore Slender Loris (Loris tardigradus lydekkerianus): Implications for Slow Climbing Locomotion. Folia Primatol 2001 (72): 228-241.

Nekaris KAI. 2005. Foraging Behavior of Slender Loris (Loris lydekkerianus lydekkerianus): Implication for Theories of Primate Origins. Journal of Human Evolution 49 (2005) 289-300.

Nekaris KAI, Bearder SK. 2007. The Lorisiform Primates of Asia and Mainland: Diversity Shrouded in Darkness. Didalam : Campbell C, Fuentes A, MacKinnon K, Panger M, Bearder SK, editor. Primates in Perspective.

Oxford: Oxford University Press. Hlm 24-25.

Nekaris KAI, Nijman V. 2007. CITES Proposal Highlights Threat to Nocturnal Primates Nycticebus: Lorisidae. Folia Primatol 78: 211-214.

Nekaris KAI, Blackham GV, Nijman V. 2008. Conservation Implications of Low Encounter Rates of Five Nocturnal Primate Species (Nycticebus spp.) in Asia. Biodiversity and Conservation 17:733-747.

(27)

17 Pambudi JAA. 2008. Studi Populasi, Perilaku, dan Ekologi Kukang Jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) di Hutan Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat [tesis]. Jakarta(ID) : Universitas Indonesia.

Purba DM. 2008. Enrichment di Kandang Rehabilitasi Monyet Ekor Panjang.

SIAR Indonesia 3:9.

Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primates. New York: Pogonian Press.

Shettlewoth SJ. 2001. Animal Cognition and Animal Behaviour. Animal Behaviour, 61: 277-286.

Sinaga W, Astuti DA, Iskandar E, Wirdateti, Pamungkas J. 2010. Konsumsi Pakan Asal Hewan pada Kukang (Nycticebus coucang) di Fasilitas Penangkaran, Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB. Jurnal Primatologi Indonesia 2010 (7): 69-75.

Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. JICA. Jakarta.

Suryaningsih E. 2003. Manajemen Perawatan dan Karantina pada Satwa Primata. Karya Tulis. Program Studi Teknisi Medis Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.

Streicher U. 2004. Aspects of The Ecology and Conservation of The Pygmy Loris

Nycticebus pygmaeus in Vietnam. [disertasi]. Germany: Ludwig-Maximillians Universitat.

Sleeman J. 2006. Wildlife Zoonses for The Veterinary Practicioner. Ex. Pet Med. 15: 25-32.

Trollope J. 1977. A Preliminary Survey of Behavioural Stereotypies in Captive Primates. Laboratory Animals [11] 195–196.

Vickery S. 2003. Stereotypy in Caged Bears: Individual and Husbandry Factors [Tesis]. Oxford (UK) : University of Oxford.

Warsono, Unggul I. 2002. Pola Tingkah Laku Makan dan Kawin (Casuarius sp) Dalam Pengangkaran di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca-Sarjana IPB

Wiens F. 2002. Behaviour and Ecology of Wild Slow Lorises (N. coucang): Social Organisation, Infant Care System and Diet. [disertasi]. Bayreuth: Bayreuth University.

Wirdateti, Suparno. 2006. Survey Habitat dan Perdagangan Nycticebus coucang

(28)

50

Lampiran 1 Hasil perhitungan analisis Chi Square

Perilaku

Tahapan Foraging Grooming Feeding Moving Abnormal

Pra-Perlakuan 205 509 121 86 159

Pasca-Perlakuan 145 486 95 17 121

Bambu Ayun Serangga

47 122 82 2 35

Madu Rahasia 57 131 68 3 29

Lemper Buah 65 140 58 3 22

Total 519 1388 424 111 366

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 175.667 16 .000

(29)

51

Lampiran 3 Kukang sumatera (Nycticebus coucang)

Gambar

Gambar 1 Kukang sumatera di kandang rehabilitasi Yayasan IAR Bogor
Gambar 3 Pengayaan Bambu ayun serangga
Gambar 4 Pengayaan Madu rahasia
Gambar 7 Histogram perbandingan nilai frekuensi grooming dan abnormal

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil karakterisasi yang dilakukan, dapat diketahui pengaruh variasi jarak penyangga ( spacer ) terhadap kualitas lapisan tipis Cd(S 0,6 Te 0,4 ) yang terbentuk meliputi

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan dua indikator yang digunakan untuk menyatakan keberhasilan meningkatkan kemampuan siswa SMP Muhammadiyah Palangka Raya kelas

Sur içi İstan­ bul’unun alışveriş merkezi olmak gibi önemli bir görevi üstlenen bu beş buçuk yüzyıllık dükkanlar top­ luluğu, bugün de hâlâ aynı

Apa yang dikemukakan oleh Charles Sampford di atas sangat relevan dengan kenyataan yang ada pada wilayah perbatasan, berkenaan dengan pelaksanaan transaksi perdagangan

Metode interview digunakan pada setiap penyusunan program kerja dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat serta aparat desa, misalnya pada penyusunan program

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan seorang elit (Aras Tammauni) yang pernah menjabat sebagai kepala desa di Desa Tobadak Kec, Tobadak

2) Jepang kalah dalam strategi dan taktik untuk menghadapi Amerika Serikat. Taktik serangan cepat yang dilakukan Jepang sulit berhasil. Meskipun pada awalnya

Field id mempunyai atribut AUTO_INCREMENT yang berarti setiap anda memasukkan(INSERT) baris baru pada tabel berita dan nilai id nya tidak ditentukan, maka secara otomatis MySQL akan