• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN

TAHUN 2011-2031

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Administrasi Negara OLEH

REINA GERLISH SIRAIT 100903031

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : Reina Gerlish Sirait

NIM : 100903031

Departemen : IlmuAdministrasi Negara

Judul : Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

Dosen Pembimbing

Drs. M. RidwanRangkuti, M.S

NIP. 196110041986011001

Medan,

Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Drs. M. HusniThamrinNasution, M.Si

NIP. 196401081991021001

Dekan FISIP USU

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan

kemampuan kepada penulis selama masa penyelesaian skripsi yang berjudul “Implementasi

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan

Tahun 2011-2031”. Adapun penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan

pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik.

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan adanya kritik maupun saran yang

sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan,

semangat dan dorongan, baik itu secara moral maupun secara materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih

sedalam-dalamnya kepada pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam

pengerjaan skripsi ini. Skripsi ini saya dedikasikan untuk semua pihak yang telah banyak

membantu, yaitu :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak

Prof.Dr.Badaruddin, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si.

3. Kepada Ibu Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi

Negara FISIP USU.

4. Kepada Bapak Drs. Burhanuddin Harahap, M.Si selaku dosen Pembimbing

Akedemik.

5. Kepada Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun serta semangat

seperti seorang bapak kepada anak dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah

(4)

7. Staf administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, khusus untuk

Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam urusan

administrasi.

8. Untuk Ibu Susi Anggraini selaku Kasubbid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

BAPPEDA Kota Medan, Jhon Ester Lase, S. T, M. Si sebagai Kasubbid Bina

Program Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan, serta Adnan Syam Zega,

S. H, M. Si sebagai Kabid AMDAL Badan Lingkungan Hidup Kota Medan yang

telah bersedia meluangkan waktu dan banyak memberikan informasi serta semangat

moral kepada penulis untuk keperluan penyusunan skripsi ini.

9. Untuk seluruh Pegawai Dinas yang sangat ramah dan berbaik hati dalam memberikan

setiap data yang dibutuhkan peneliti.

10.Untuk kedua orangtuaku, Bapak (N. Sirait) sama Mamak (R. Siadari) yang selama ini

menjadi kekuatan dalam diriku selama proses penyelesaian skripsi ini dan menjadi

tempat untuk mencurahkan segala sesuatunya. Terimakasih untuk cinta yang tulus

dan murni, terimakasih untuk setiap tetesan keringat dan air mata. Doa dan harapanku

bagi kalian menjadi modal untukku melangkah ke depan yang lebih baik.

11.Untuk abangku Jhon Dewey Parhimpunan Sirait sebagai pembela dan tamengku,

kakakku Efvi Ulina Sirait sebagai partner yang setia membimbingku, dan adekku

Lenny Rio Rita Sirait sebagai teman yang setia. Terimakasih untuk waktu dan

kesempatan yang bisa kita nikmati bersama. Salam kasih dan doaku selalu untuk kita

semua. Suksesku juga selalu hanya untuk kalian semua.

12.Untuk Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Yessyurun Euaggelion sebagai wadah aku

bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Terimakasih untuk Kak Elida Debora

Tobing yang senantiasa sabar membimbingku, untuk suka, duka, keringat dan air

mata sampai aku benar-benar bertumbuh. Untuk Chyntia Wulandari Padang dan

Joshua Hutabarat, tidak menyangka hingga saat ini kita masih diijinkan untuk dibina

di kelompok yang sama. Terimakasih untuk persekutuan kita selama ini. Kerinduanku

untuk kita supaya bisa terus sama-sama bertumbuh, melayani bersama-sama,

menciptakan keluarga (kelompok) yang selalu memuliakan Tuhan Yesus hingga setia

(5)

13.Untuk Kelompok Kecilku (Domingo), Alponso Sitorus, Dany Damanik, dan Goklas

Sihotang. Hmmmmmm,,, terimakasih untuk kerinduan kalian yang membuat kita bisa

bertemu dalam kasih Yesus. Awal proses pengerjaan skripsi ini merupakan awal juga

pertemuan dan persekutuan kita dimulai. Terimakasih untuk suka duka yang sudah

kita lewati, yang pastinya aku yakini membuat aku semakin bertumbuh dan

berhikmat. Semoga kita bisa bertumbuh bersama.

14.Untuk Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial (KDAS) sebagai tempat aku mencari

kebenaran, bertumbuh dalam kesadaran intelektual dan spiritual. Terimakasih untuk

rekan-rekan founding father, rekan-rekan Anggota Luar Biasa (ALB) yang selalu memberi dukungan moral, dan teman-teman pengurus (Lindung, Ira, Lasron, Bintang,

Visi, Rievay dan Parjo) yang selalu menghargai proses setiap individu. Vor Veritas!!

15.Untuk sahabat-sahabatku: Erap, Atika, Lasma, Chyntia, Windy, Frima, Modest,

Benny, Itok Andika, Meylan (sahabat kecilku), Titin (partner tergilaku), Hana, dan

teman-teman AN10 lainnya yang tidak tersebutkan serta Bg Mian. Terimakasih untuk

hari-hari yang telah kita lalui bersama.

16.Nah, terakhir untuk Andri Ersada Tarigan yang membuat proses penyelesaian skripsi

ini menjadi proses yang luar biasa, menjadi kesempatan hebat yang tidak ada alasan

untuk melewatkannya.

Medan, Juni 2014

Reina Gerlish Sirait

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Fokus Masalah. ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.6. Kerangka Teori ... 8

1.6.1. Kebijakan Publik ... 8

1.6.2. Implementasi Kebijakan ... 11

1.6.3. Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 23

1.6.4. Gambaran Umum PP RI Tentang RTRW ... 25

1.6.4.1. UU RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ... 26

1.6.4.2. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang RTRW ... 28

1.6.4.3. Fungsi dan Manfaat RTRW Kota ... 29

1.6.4.3.1. Fungsi RTRW Kota. ... 29

(7)

I.6.4.5. Pelaksana Perda RTRW Kota Medan ... 30

1.7. Definisi Konsep ... 30

1.8. Defenisi Operasionalisasi ... 32

1.9. Sistematika Penulisan. ... 34

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 36

2.2 Lokasi Penelitian ... 36

2.3 Informan Penelitian ... 36

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

2.5 Teknik Analisa Data ... 38

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan ... 39

3.1.1. Visi dan Misi Kota Medan ... 39

3.1.2. Struktur Organisasi. ... 43

3.2. Kondisi BKPRD Kota Medan ... 45

3.2.1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) ... 52

3.2.2. Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan ... 62

3.2.3. Badan Lingkungan Hidup ... 70

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1. Hasil Wawancara (Variabel Implementasi) ... 79

4.1.1. Kejelasan Isi Kebijakan/Undang-Undang ... 79

4.1.2. Komunikasi dan Koordinasi ... 81

4.1.3. Disposisi atau Kecenderungan Pelaksana. ... 82

4.1.4. Sumber Daya. ... 84

4.1.5. Struktur Birokrasi... 86

4.2. Data Sekunder ... 87

(8)

5.1. Kejelasan Isi Kebijakan/Undang-Undang ... 96

5.2. Komunikasi dan Koordinasi ... 101

5.3. Disposisi atau Kecenderungan Pelaksana. ... 104

5.4. Sumber Daya. ... 107

5.5. Struktur Birokrasi... 110

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 112

6.2. Saran ... 115

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2.1.1. Komposisi Pegawai Bappeda Menurut Pangkat/Golongan Tahun 2009

Tabel 3.2.2.1. Kualifikasi Pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.6.2.1. Dampak Langsung dan Tidak Langsung Dalam Implementasi

Gambar 1.6.2.2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Gambar 1.6.2.3. Implementasi Sebagai Proses Politik dan Administrasi

Gambar 3.2.2.1. Struktur Organisasi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan

Gambar 3.2.3.1. Bagan Struktur Organisasi Badan Lingkungan Hidup Kota Medan

Gambar 4.2.1. Kantor Walikota sebagai Lokasi Penelitian dan Gedung Rapat BKPRD Kota Medan

Gambar 4.2.2. Tinjau Lapangan oleh BKPRD di Kampus Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Prima Indonesia

Gambar 4.2.3. Tinjau Lapangan oleh BKPRD di Salah Satu Kawasan Kota Medan

Gambar 4.2.4. Piagam penghargaan yang diberikan Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah Kota Medan karena tergolong Kota yang progres dalam

memperdakan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Gambar 4.2.5. Rapat BKPRD Tanggal 15 April 2014 Pukul 09.41 WIB di Aula Bappeda Kota Medan Membahas Tanah Galian

Gambar 4.2.6. Foto Overlay Kontur Skala 1:1000 Kota Medan (Belawan)

Gambar 4.2.7. Rencana Pola Ruang Kota Medan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi

Lampiran 2. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing

Lampiran 3. Undangan Seminar

Lampiran 4. Jadwal Seminar

Lampiran 5. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal

Lampiran 6. Berita Acara

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari FISIP USU

Lampiran 8. Surat Rekomendasi dari Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Karo

Lampiran 9. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kabupaten Karo

Lampiran 10. Pedoman Wawancara dan Transkip Hasil Wawancara Lengkap

Lampiran 11. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

Lampiran 12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Lampiran 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Pedoman

Lampiran 14. Salinan Keputusan (SK) Walikota Nomor 640/1265.K/2010 tentang Pembentukan dan Penetapan Badan Koordinasi Penataan Ruang

Daerah (BKPRD) Kota Medan

Lampiran 15. Rencana Strategi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kota Medan Tahun 2011-2015

Lampiran 16. Rencana Strategi Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota

Medan Tahun 2011-2015

Lampiran 17. Rencana Strategi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan Tahun 2011-2015

Lampiran 16. Program Kerja Pemerintah Kota Medan Bidang Fisik dan Tata Ruang

(12)

Lampiran 17. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Medan Tahun 2011-2015

Lampiran 18. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota

(13)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

Nama : Reina Gerlish Sirait

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M,S

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan adanya Perda ini sangat membantu Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi serta pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata serta industri yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Pemetaan Ruang Daerah, Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) merupakan badan koordinasi pelaksana Perda ini khususnya di Kota Medan. BKPRD ini dibentuk untuk mensinergiskan dan mensinkronkan pelaksanaan Perda ini. penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi Perda ini melalui BKPRD Kota Medan.

Dalam penelitian ini, metodologi penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif, dengan maksud untuk memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan. Informan kunci penelitian adalah Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan. Sedangkan informan utama adalah Kepala Sub Bidang Bina Program Tata Ruang dan Tata Bangunan serta Kepala Bidang AMDAL Badan Lingkungan Hidup Kota Medan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah BKPRD Kota Medan selaku badan koordinassi dalam mengimplementasikan Perda RTRW ini telah melaksanakan tugasnya dengan cukup baik karena sesuai dengan yang telah ditetapkan. Walaupun terdapat kekurangan di beberapa variabel seperti disposisi, sumber daya manusia, dan struktur birokrasinya. Namun BKPRD ini harus tetap ada karena Perda RTRW ini bersifat multisektor, multifungsi, dan multidimensi sehingga membutuhkan badan koordinasi yang mampu memfasilitasi untuk menjaga kerjasama dan kesinergisan daripada pelaksanaan Perda ini dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(14)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

Nama : Reina Gerlish Sirait

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M,S

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan adanya Perda ini sangat membantu Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi serta pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata serta industri yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Pemetaan Ruang Daerah, Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) merupakan badan koordinasi pelaksana Perda ini khususnya di Kota Medan. BKPRD ini dibentuk untuk mensinergiskan dan mensinkronkan pelaksanaan Perda ini. penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi Perda ini melalui BKPRD Kota Medan.

Dalam penelitian ini, metodologi penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif, dengan maksud untuk memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan. Informan kunci penelitian adalah Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan. Sedangkan informan utama adalah Kepala Sub Bidang Bina Program Tata Ruang dan Tata Bangunan serta Kepala Bidang AMDAL Badan Lingkungan Hidup Kota Medan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah BKPRD Kota Medan selaku badan koordinassi dalam mengimplementasikan Perda RTRW ini telah melaksanakan tugasnya dengan cukup baik karena sesuai dengan yang telah ditetapkan. Walaupun terdapat kekurangan di beberapa variabel seperti disposisi, sumber daya manusia, dan struktur birokrasinya. Namun BKPRD ini harus tetap ada karena Perda RTRW ini bersifat multisektor, multifungsi, dan multidimensi sehingga membutuhkan badan koordinasi yang mampu memfasilitasi untuk menjaga kerjasama dan kesinergisan daripada pelaksanaan Perda ini dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena bertambahnya laju pertumbuhan penduduk serta semakin

meningkatnya kegiatan bertransmigrasi di Indonesia tidak dapat dihindari. Daya

tarik yang ditunjukkan kota memang sangat kuat terutama dalam segi

perekonomian. Tentu saja hal ini membuat banyak penduduk Indonesia

beranggapan akan memperoleh kehidupan yang lebih layak jika berdomisili di

kota. Namun ironisnya, sering kali dijumpai para transmigran bertransmigrasi

tanpa bekal yang memadai baik secara materi, intelektual, keahlian, atau pun

mental.

Kelemahan-kelemahan tersebut memberi dampak negatif terhadap kota

yang dituju, seperti pengangguran yang berpengaruh terhadap kriminalitas, hingga

ketidakseimbangan jumlah penduduk dengan luas wilayah. Semakin padat jumlah

penduduk, maka kebutuhan akan ruang kota akan semakin meningkat. Namun

ruang yang tersedia relatif tetap dan tidak semua ruang bisa digunakan atau

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatannya secara spesifik apalagi semakin

pesatnya aktivitas masyarakat.

Menurut Budiharjo dan Sudanti (1993), perkembangan kota yang pesat

ditandai dengan meningkatnya aktivitas manusia seperti pemanfaatan lahan,

(16)

kegiatan sosial-ekonomi masyarakat memiliki keterbatasan dan peluang

pengembangan yang tidak sama. Tingginya dinamika kebutuhan ruang dalam

rangka memfasilitasi kepentingan pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat

menuntut adanya tata ruang kota yang mampu mengakomodasikan kepentingan

berbagai pihak.

Pemanfaatan ruang kota sering timbul konflik kepentingan diantara

kegiatan-kegiatan sosial-ekonomi masyarakat akibat belum tertatanya kota secara

optimal. Hal ini dapat dikarenakan tidak tegasnya penetapan fungsi-fungsi ruang

kota dan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang tidak konsisten menurut

fungsi-fungsi yang telah ditetapkan. Tidak adanya kaitan fungsi-fungsional dan struktural antar

kegiatan dan kawasan juga sering menjadi penyebab tidak optimal dan tidak

terpadunya pemanfaatan ruang kota. Bagaimana sebenarnya pemanfaatan tata

ruang kota itu sendiri?

Tata ruang kota merupakan suatu rencana yang mengikat semua pihak

(pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) dalam melakukan pengalokasian ruang

yang tepat guna dan berdaya guna. Sejalan dengan permasalahan tata ruang yang

semakin berkembang, telah disusun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun

1992. Dengan adanya Undang-Undang ini telah memberikan kewenangan

sekaligus kewajiban bagi pemerintah pada berbagai tingkatan untuk melakukan

(17)

Pada era pemerintahan saat ini, dengan berlakunya otonomi yang semakin

luas maka kedalaman dan kerincian dari berbagai tingkatan rencana tata ruang

yang juga diamanatkan oleh UU Nomor 26 Tahun 2007 akan semakin jelas.

RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) hanya akan mernuat secara

garis besar peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya serta jaringan

prasarana nasional. Sementara RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi)

akan memuat rencana yang lebih rinci dari kawasan lindung dan budidaya di

tingkat provinsi. Sedangkan RTRWK (Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota) akan mernuat rencana yang sangat rinci atas tata guna tanah di

wilayah kabupaten atau kota.

Pada prinsipnya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah

berjiwa desentralisasi. Ini terlihat dari pasal-pasal mengenai kewajiban

penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional, daerah propinsi dan daerah

kabupaten/kota. Disebutkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 78 ayat (4)

huruf c bahwa Pemerintah Daerah Provinsi perlu menyusun dan rnenetapkan

rencana tata ruang wilayah propinsi, demikian juga Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota berkewajiban menyusun dan menetapkan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota.

Sebagai bentuk tindak lanjut dari isi undang-undang tersebut, setiap daerah

terutama kota besar harus memiliki peraturan mengenai tata ruangnya. Salah

satunya adalah Kota Medan yang merupakan kota besar dan memiliki daya tarik

yang kuat. Hal ini mendorong masyarakat untuk bertransmigrasi sehingga

(18)

terbanyak di Indonesia yakni 2.097.6121 jiwa pada tahun 2010 dengan luas

wilayah Kota Medan 26.510 Ha dengan tingkat kepadatan 7,9 jiwa/Ha. Tentunya

Kota Medan mengalami ketidakseimbangan wilayah dan jumlah penduduk.

Terlebih lagi Kota Medan adalah salah satu kota metropolitan, dimana aktivitas

masyarakat semakin pesat dan membutuhkan ruang.

Selain hal tersebut, di Kota Medan sangat sering dijumpai bangunan yang

tidak sesuai dengan fungsi ruang kota. Bahkan, sampai menyebabkan kerusakan

keseimbangan dan lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berita

Waspada tanggal 12 September 2012 yang disampaikan oleh menyatakan bahwa

saat ini Kota Medan dijiluki sebagai Kota Ruko karena tidak memiliki

perencanaan tata ruang. Semua tanah di tengah kota sudah tergarap tanpa aturan

yang benar. Di pinggiran kota tumbuh rumah toko (ruko) sehingga kota menjadi

gersang. Hal tersebut dikemukakan juru bicara Fraksi Partai Damai Sejahtera

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (F-PDS DPRD) Medan, Paulus Sinulingga saat

menyampaikan pemandangan umum fraksi PDS terhadap Ranperda Rencana

Detail Tata Ruang Kota Medan dalam sidang paripurna DPRD Medan yang

dipimpin Ketua DPRD Medan, Amiruddin, di gedung DPRD Medan.

Keserakahan pengguna tata ruang kota telah menjadikan kota Medan

sebagai kota yang semrawut dan hampir tanpa identitas. Sebab, selama ini

keberhasilan pembangunan kota hanya dilihat dari pembangunan gedung-gedung

bertingkat yang mewah tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan,

kemacetan lalu lintas, estetika kota, dan kepentingan masyarakat banyak.

(19)

Sehingga Pemerintah Kota Medan agar aturan yang telah ditetapkan dalam

Ranperda RDTRK ini dipahami dan ditetapkan kepada kebutuhan kota yang

sejalan dengan rencana pembangunan kota jangka panjang. Pembangunan fasilitas

kota harus lebih cepat tumbuhnya dari pertumbuhan kebutuhan masyarakat agar

kota Medan dapat menjadi kota yang ideal bagi kehidupan.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan juga sebagai bentuk

implementasi dari UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka

Pemerintah Kota Medan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan

Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun

2011-2031. Perda ini diharapkan agar kota Medan mampu memiliki regulasi

mengenai penataan ruang yang mengarahkan pembangunan serta pemanfaatan

ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama

oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Dengan adanya Perda ini juga

dapat mengawasi bagaimana pembangunan dilakukan serta pemanfaatan ruang

yang dijalankan di Kota Medan hingga pada saat ini.

Penataan ruang memiliki sifat multisektor, multifungsi, dan multidimensi

sehingga harus ditangani secara terpadu oleh lembaga/instansi yang memiliki

tupoksi koordinatif. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)

Nomor 50 Tahun 2009 telah ditetapkan suatu badan koordinasi untuk

melaksanakan Perda ini yakni Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah

(BKPRD). Dengan adanya lembaga koordinasi yang dibentuk oleh pemerintah,

diharapkan dapat memfasilitasi penyelesaian masalah implementasi Perda ini dari

(20)

terkait. Sehingga dalam pelaksanaannya akan terjadi kesinergisan. Pelaksana yang

merupakan bagian dari badan koordinasi ini, khususnya di Kota Medan

ditanggungjawabi oleh Walikota Medan dan terdiri dari instansi-instansi seperti

Bappeda, SKPD terkait seperti Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan dan Badan

Lingkungan Hidup.

Peraturan Walikota sebagai Petunjuk Laksana/ Petunjuk Teknis Perda

Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Medan Tahun 2011-2031 juga sudah menetapkan tugasnya masing-masing

pelaksana. Dalam Lampiran Perda ini juga sudah dimuat indikasi program yang

menjadi bagian dari para pelaksana. Program yang dijalankan berupa tahunan

maupun 5 tahunan. Melihat urgensi terhadap pemenuhan tata ruang, sudah seperti

apa pelaksanaan yang dilakukan setiap pelaksana.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011

(21)

1.3. Fokus Masalah

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah melihat implementasi Badan

Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Medan dalam Peraturan

Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Medan Tahun 2011-2031.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran proses Implementasi

Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Kota Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 yang dilakukan oleh Badan Koordinasi

Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Medan

1.5. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis penulis dalam

menyusun berbagai kajian literatur sehingga menghasilkan suatu wacana

baru dalam memperkaya wawasan kepustakaan pendidikan.

b. Secara praktis. Memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua

kalangan terutama bagi mereka yang serius mendalami proses

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana

(22)

c. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

bagi kepustakaan Deartemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi peneliti

lainnya yang memiliki minat dalam mengkaji Implementasi Peraturan

Daerah Kota Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun

2011-2031.

1.6. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruk, defenisi, dan proposisi

untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi

dan logika tertentu (Kerlinger, 1973: 9).2

Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1. Kebijakan Publik

Kebijakan berasal dari kata policy dari bahasa Inggris. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian

konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan

suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Sedangkan publik bisa

diartikan sebagai umum, masyarakat, ataupun Negara.

Menurut Easton (1969), kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai

kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga

cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan

(23)

tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah

yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.3

Sedangkan menurut Anderson, kebijakan publik merupakan arah tindakan

yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor

dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini

dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan

atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.4

Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan

dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam

kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Jadi, kebijakan

publik berpusat pada penyelesaian masalah yang sudah nyata.

Kebijakan publik memiliki tahap yang cukup kompleks karena memiliki

banyak proses dan variabel. Menurut William Dunn (1998), tahap-tahap kebijakan

publik adalah sebagai berikut5:

a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Kelompok masyarakat seperti parpol, ormas, serikat, ataupun kelompok

lainnya akan menyuarakan isu mereka kepada pemerintah. Isu yang

disampaikan oleh mereka akan bersaing untuk dapat masuk ke dalam

agenda kebijakan. Para pembuat kebijakan akan memilih isu yang akan

      

3

Tangkilisan, Hesel N. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi (Yogyakarta: YPAPI) hal. 2.

4

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta: Media Pressindo) hal. 16.

5

(24)

mereka angkat. Sedangka isu yang lain ada yang tidak tersentuh sama

sekali dan sebagian lagi akan didiamkan dalam waktu yang cukup lama.

b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Isu yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan dan dibahas oleh para

pembuat kebijakan akan didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan

masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk

masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan

masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah.

c. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut

diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara

direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Kebijakan yang sudah diadopsi kemudian dirangkum melalui

program-program yang harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan

administrasi maupun agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang

telah diambil akan dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap ini,

berabagai kepentingan akan bersaing. Beberapa implementasi kebijakan

mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin

(25)

e. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan

masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih

dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang

dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau

criteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik

telah meraih dampak yang diinginkan.

1.6.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau

pejabat-pejabat kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.6

Menurut Dunn, implementasi kebijakan adalah pelaksanaan pengendalian

aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.7 Sedangkan Van Meter dan Horn

menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang

dimaksudkan untuk mencapai tujuan.8

Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan,

sebagai berikut:

      

6 

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara (Malang: UMM Press) hal.65.

7 

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. 2 (Yogyakarta: Gajah Mada Unversity Press) hal. 132.

8 

(26)

a. Model Implementasi Kebijakan George Edward III9

Gambar 1.6.2.1.: Dampak Langsung dan Tidak Langsung Dalam Implementasi

Menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu:

a.1.Komunikasi

Komunikasi, yaitu menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat

dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana

program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan

sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat

menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting

karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan

mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program

dan kebijakan dalam ranah yang sesungguhnya.

      

9 

(27)

a.2. Sumber daya

Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh

sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya

finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas

implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya

finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan.

Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi program/kebijakan pemerintah.

Sebab tanpa kehandalam implementor, kebijakan menjadi kurang enerjik dan

berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan sumber daya finansial menjamin

keberlangsungan program/kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang

memadai, program tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan

sasaran.

a.3. Disposisi

Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada

implementor kebijakan/program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh

implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis. Implementor yang

memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan

yang ditemui dalam program/kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor

untuk tetap berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline

program. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam

melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan

meningkatkan kesan baik implementor dan kebijakan di hadapan anggota

(28)

menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap

implementor dan program/kebijakan.

a.4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting

dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal

penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri.

Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar

operating procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan.

SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak

berbelit, dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam

bekerjanya implementor.

Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari

hal yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus

dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam

program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara

ringkas dan fleksibel menghindari “virus weberian” yang kaku, terlalu hirarkis,

dan birokratis.

b. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn10

Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan beberapa

variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan suatu model

(29)

kinerja kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Meter dan Horn

adalah sebagai berikut:

b.1. Standart kebijakan dan sasaran

Standart dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak

dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang terwujud maupun tidak, jangka

pendek, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat

dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau

kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

b.2. Kinerja kebijakan

Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan

sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.

b.3. Sumber daya

Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan

sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang

terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk

menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi

program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.

b.4. Komunikasi

Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme

prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program.

Komunikasi ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat

(30)

menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan

program/kebijakan.

b.5. Karakteristik

Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung

struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang

terjadi di internal birokrasi.

b.6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan

dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi

kebijakan itu sendiri.

b.7. Sikap pelaksana

Sikap pelaksana, menunjuk bahw sikap pelaksana menjadi variabel

penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan

responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat

ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini.

Komunikasi Antar Organisasi dan Pelaksanaan Kegiatan

Standar dan Sasaran

Karakteristik Badan Pelaksana

Sikap Pelaksana Kinerja Kebijakan

(31)

Gambar 1.6.2.2.: Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber: Van Meter dan Van Horn, 1975: 463

c. Model Implementasi Kebijakan Grindle11

Implementasi menurut Grindle (1980), ditentukan oleh isi kebijakan dan

konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah kebijakan

ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual biaya telah

disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan, tetapi ini tidak berjalan

mulus, tergantung pada implementability dari program itu, yang dapat dilihat pada

isi dan konteks kebijakannya. Isi kebijakan mencakup: (1) kepentingan yang

dipengaruhi oleh kebijakan, (2) tipe atau jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3)

derajat perubahan yang diinginkan, (4) kedudukan pembuat kebijakan, (5) siapa

pelaksana program, (6) sumber daya yang dilibatkan.

Demikian dengan konteks kebijakan juga memengaruhi proses

implementasi. Yang dimaksud Grindle dengan konteks kebijakan adalah: (1)

kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, (2) karakteristik lembaga

dan penguasa, dan (3) kepatuhan serta daya tanggap pelaksana. Intensitas

keterlibatan para perencana, politisi, pengusaha, kelompok sasaran, dan para

pelaksana program akan bercampur baur memengaruhi efektivitas implementasi.

Hal ini searah dengan variabel kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang

      

11

(32)

dikemukakan oleh van meter dan Van Horn, dimana juga berpengaruh terhadap

[image:32.595.135.519.194.523.2]

proses implementasi kebijakan.

Gambar 1.6.2.3.: Implementasi sebagai proses politik dan administratif

(Merilee S. Grindle. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World,

Princeton University Press, New Jersey, p. 11)

d. Model Implementasi Kebijakan Sebatier dan Mazmanian12

Menurut Sebatier dan Mazmanian (1983), ada tiga kelompok variabel

yang mmengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari

      

I mplementing Activities I nfluenced by:

a.Content of Policy

 I ntersts affected  Type of benefits

 Extent of change envisioned  Site of decision making  Program implementors  Resources committed

b.Context I mplementation

 Power, interests, and strategies of actors involved

 I nstitution and regime characteristics  Compliance and

responsiveness

Outcomes:

a. I mpact on society, individuals, and groups b. Change and its

Policy Goals

Goals achieved?

Action Programs and I ndividual Projects

Designed and Funded

Programs Delivered as

(33)

masalah (tractability of the problems), (2) karakteristik kebijakan undang-undang

(ability of state to structure implementation), (3) variabel lingkungan

(nonstatutory variables affecting implementation) (Subarsono,2009: 94).

Kerangka berpkir yang mereka tawarkan juga mengarah pada dua persoalan yang

mendasar yaitu, kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran

Sabatier dan Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu implementasi

akan efektif apabila pelaksanaannya mematuhi peraturan yang ada.

e. Model Briant W. Hogwood dan Gunn (1978) The Top down Aproach13

Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan

terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan

mekanisme pasar. Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang

diperlukan dalam melakukan implementasi kebijakan, yakni:

1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan atau instansi pelaksana tidak akan

menimbulkan gangguan atau kendala serius. Beberapa kendala pada saat

implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator,

sebab hambatan-hambatan itu memang berada di luar jangkauan wewenang

kebijakan dan badan pelaksana.

2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup

memadai. Syarat kedua ini kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala

yang bersifat eksternal. Artinya, kebijakan yang memilki tingkat kelayakan

fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang

      

13 

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara (Malang: UMM Press) hal. 71.

(34)

diinginkan karena alasan terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu

pendek, khususnya persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan

lainnya adalah bahwa para politisi kadangkala hanya peduli dengan

pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana yang

digunakan untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan

pembatasan/pemotongan terhadap pembiayaan program mungkin akan

membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber

yang tidak memadai. Masalah lain yang biasa terjadi ialah apabila dana khusus

untuk membiayai pelaksanaan program sudah tersedia harus dapat dihabiskan

dalam tempo yang sangat singkat, kadang lebih cepat dari kemampuan

program/proyek untuk secara efektif menyerapnya. Salah satu hal yang perlu

pula ditegaskan disini, bahwa dana/uang itu pada dasarnya bukanlah

resources/sumber itu sendiri, sebab ia tidak lebih sekedar penghubung untuk

memperoleh sumber-sumber yang sebenarnya. Oleh karena itu, kemungkinan

masih timbul beberapa persoalan berupa kelambanan atau hambatan-hambatan

dalam proses konversinya, yaitu proses mengubah uang itu menjadi

sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

program atau proyek. Kekhawatiran mengenai keharusan untuk

mengembalikan dana proyek yang tidak terpakai habis pada setiap akhir tahun

anggaran seringkali menjadi penyebab kenapa instansi-instansi pemerintah

(baik pusat maupun daerah) selalu berada pada situasi kebingungan, sehingga

karena takut dana itu menjadi hangus, tidak jarang pula terbeli atau dilakukan

(35)

3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar -benar tersedia. Persyaratan

ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratan kedua, artinya disatu pihak harus

dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang

diperlukan, dan dilain pihak, pada setiap tahapan proses impelementasinya

perpaduan diantara sumber-sumber tersebut benar-benar dapat disediakan.

4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan

kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan

secara efektif bukan lantaran karena kebijakan tersebut telah

diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan

itu sendiri memang buruk. Penyebab dari kemauan ini, kalau mau dicari, tidak

lain karena kebijakannya itu telah disadari oleh tingkat pemahaman yang tidak

memadai mengenai persoalan yang akan ditanggulangi. Sebabsebab timbulnya

masalah dan cara pemecahannya, atau peluang-peluang yang tersedia untuk

mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk

memanfaatkan peluang-peluang itu. Dalam kaitan ini Pressman dan Wildalsky

(1973), menyatakan secara tegas bahwa setiap kebijakan pemerintah pada

hakikatnya memuat hipotesis (sekalipun tidak secara eksplisit) mengenai

kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang diramalkan bakal terjadi

sesudahnya. Oleh karena itu, apabila ternyata kelak kebijakan itu gagal, maka

kemungkinan penyebabnya bersumber pada ketidaktepatan teori yang menjadi

landasan kebijakan tadi dan bukan karena implementasinya yang keliru.

5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

(36)

memperingatkan bahwa kebijakan-kebiajakan yang hubungan sebab akibatnya

tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali

mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin

besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin

menjadi kompleks implementasinya. Semakin banyak hubungan dalam mata

rantai, semakin besar pula resiko bahwa beberapa diantaranya kelak terbukti

amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

6. Hubungan ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna menuntut

adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal, yang

untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada

badan-badan lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan

badanbadan/ instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan

organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik artian

jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program

ternyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan

tertentu, melainkan juga kesepakatan/komitmen terhadap setiap tahapan

diantara sejumlah besar aktor/ pelaku yang terlibat, maka peluang bagi

keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang dihar apkan

kemungkinan akan semakin berkurang.

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan Persyaratan ini

mengharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai, dan

kesepakatan terhadap, tujuann atau sasaran yang akan dicapai, dan yang

(37)

implementasi.Tujuan tesebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik, dan

lebih baik lagi apabila dapat dikualifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh

seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan

mendukung, serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksana

program dapat dimonitor.

8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat Persyaratan

ini mengandung makna bahwa dalam mengayun langkah menuju tercapainnya

tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan

menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus

dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat.

1.6.3. Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan

(implementasi) dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti di atas.

Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel

dalam model pendekatan tersebut. Oleh karenannya, model yang dipakai dalam

penelitian Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 adalah dengan melihat

(38)

a.Standar Kebijakan dan Sasaran

Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak

dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang terwujud maupun tidak, jangka

pendek, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat

dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau

kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

b.Komunikasi

Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu

dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun

tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan

saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan. Tujuan

dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga

dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program.

c. Disposisi atau Sikap

Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada

implementor kebijakan/program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh

implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis.

d. Sumber Daya

Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh

sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya

finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas

(39)

finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan.

Dengan adanya sumber daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang

dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan /program. Namun, tanpa

adanya implementor yang berkeahlian, juga tidak mampu menterjemahkan

kebijakan/program dengan baik walaupun fasilitas terpenuhi.

e. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting

dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal

penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri.

Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar

operating procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan.

1.6.4. Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Indonesia merupakan Negara Hukum. Segala kebijakan yang menyangkut

kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat

kebijakan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka dalam

pengimplementasiannya juga akan sangat mudah dilakukan pengawasan.

Pengawasan dilakukan dengan melihat apakah pengimplementasiannya sudah

sesuai atau tidak dengan peraturan yang telah disusun. Untuk itu, diperlukan juga

(40)

Jenis-jenis Peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia

(dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun

2004) adalah sebagai berikut14:

a. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat

(1) Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang; (2) Peraturan Pemerintah; (3) Peraturan Presiden; (4) Presiden

Menteri; (5) Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; (6)

Peraturan Direktur Jendral Departemen; dan (7) Peraturan Badan Hukum

Negara.

b. Peraturan Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah

(1) Peraturan Daerah Provinsi; (2) Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala

Daerah Provinsi; (3) Peraturan Daerah Kabupaten Kota; (4)

Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah jenis peraturan

perundang-undangan yakni Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031.

1.6.4.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Sejalan dengan permasalahan tata ruang yang semakin berkembang, telah

disusun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai

pengganti Undang-Undang No 24 Tahun 1992. Kesatuan wadah yang meliputi

      

14

(41)

ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun

sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana,

berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang

sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi

terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Undang – undang Nomor

26 Tahun 2007 tentang tata ruang mengamanatkan bahwa dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

a) keterpaduan; b) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c) keberlanjutan;

d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e) keterbukaan ; f) kebersamaan dan

kemitraan; g) pelindungan kepentingan umum; h) kepastian hukum dan keadilan;

dan i). akuntabilitas. (UU 26/2007).

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a). terwujudnya

keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b). terwujudnya

keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan

dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c). terwujudnya pelindungan

fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat

pemanfaatan ruang. Hal ini tertuang di dalam Undang – undang Nomor 26 Tahun

(42)

1.6.4.2. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031

Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah Peraturan Daerah Kota

Medan Nomor 13 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.

Peraturan Daerah ini merupakan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari

Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan

berlakunya Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

maka strategi dan arahan kebijakan struktur dan pola ruang wilayah nasional perlu

dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan dan untuk

melaksanakan ketentuan pasal 78 ayat (4) huruf c Undang – Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka perlu dibentuk Peraturan Daerah

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan disusun sebagai alat

operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di Wilayah Kota Medan. Penataan

ruang wilayah Kota Medan bertujuan untuk: a). mewujudkan ruang yang aman,

nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik

sebagai daerah tujuan investasi; dan b). memanfaatkan ruang daratan, lautan dan

udara untuk aktifitas pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan

(43)

1.6.4.3. Fungsi dan Manfaat RTRW Kota

1.6.4.3.1. Fungsi RTRW Kota

Fungsi RTRW kota adalah sebagai: 1. Acuan dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD); 2. Acuan dalam pemanfaatan

ruang/pengembangan wilayah kota; 3. Acuan untuk mewujudkan keseimbangan

pembangunan dalam wilayah kota; 4. Acuan lokasi investasi dalam wilayah kota

yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; 5. Pedoman untuk

penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kota; 6. Dasar pengendalian

pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah kota yang meliputi

penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta

pengenaan sanksi; dan 7. Acuan dalam administrasi pertanahan.

1.6.4.3.2. Manfaat RTRW Kota

Manfaat RTRW kota adalah untuk: 1. Mewujudkan keterpaduan

pembangunan dalam wilayah kota 2. Mewujudkan keserasian pembangunan

wilayah kota dengan wilayah sekitarnya; dan 3. Menjamin terwujudnya tata ruang

wilayah kota yang berkualitas.

1.6.4.4. Muatan Materi Perda RTRW Kota Medan

Adapun muatan materi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan adalah :

a). tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kota Medan; b).

(44)

dan sistem jaringan prasarana kawasan; c). rencana pola ruang wilayah kota

Medan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya; d). penetapan

kawasan strategis kota; e). arahan pemanfaatan ruang wilayah Kota Medan yang

terdiri dari indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan f).

ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Medan yang berisi

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan

disinsentif, serta arahan sanksi.

1.6.4.5. Pelaksana Perda RTRW Kota Medan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 Tentang

Pedoman Koordinasi Pemetaan Ruang Daerah, dalam melaksanaan penataan

ruang daerah Kabupaten/Kota, maka Bupati/Walikota harus membentuk BKPRD

(Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah) dengan susunan sebagai berikut :

Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota

Sekretaris : Kepala Bappeda Kabupaten/Kota

Anggota : SKPD terkait

SKPD terkait seperti Dinas TRTB, Dinas Perkim, Dinas Perhubungan, Dinas PU,

Dinas Pertamanan, Dinas Perindag, Dinas Kebersihan, Bina Marga, Jasa Marga,

PT. KAI, PT. Telkom, PN. Gas, PDAM Tirtanadi, BLH, dan Tarukim Provinsi.

1.7. Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

(45)

perhatian ilmu sosial. Dengan konsep peneliti melakukan abstraksi dan

menyederhanakan pemikirannya melalui penggunaan satu istilah untuk beberapa

kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang lainnya15. Maka untuk

mendapatkan batasan masalah yang jelas, defenisi konsep yang diberikan penulis

adalah:

a. Kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang

akan dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang

ada dalam kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat.

Jadi, kebijakan publik berpusat pada penyelesaian masalah yang sudah

nyata. Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031.

b. Implementasi kebijakan adalah tindakan atau proses atau pelaksanaan

terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan berbagai

program untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Implementasi

kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi

Peraturan Daerah Kota Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Medan Tahun 2011-2031 dengan melihat variabel berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan

2. Komunikasi

3. Disposisi

4. Sumber dayadan

      

15

(46)

5. Struktur birokrasi.

c. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan adalah sebagai alat

operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di Wilayah Kota Medan yang

bertujuan untuk menciptakan ruang kota yang berwawasan lingkungan.

1.8. Defenisi Operasionalisasi

1. Standar dan Saaran Kebijakan

Untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan

standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan.

Dengan adanya ketegasan standar dan sasaran kebijakan, maka implementor akan

lebih mudah menentukan atau membuat strategi, bahkan mengarahkan bawahan

dan mengoptimalkan fasilitas yang dibutuhkan. Ada pun yang dimaksud dengan

standar dan sasaran kebijakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tujuan atau kepentingan yang terdapat dalam kebijakan

b. Manfaat yang dihasilkan

c. Pelaku kebijakan

2. Komunikasi

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari

ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran

maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya

tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.

Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:

a. Kerjasama para implementor

(47)

c. Intensitas komunikasi

3. Disposisi atau Sikap

Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah

kebijakan/ program. Ada pun yang dimaksud dengan sikap implementor yang

ditujukan dalam penelitian ini adalah:

a. Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi

antara pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan.

b. Sikap demokratis yang dapat dilihat dari proses kerjasama antar

implementor.

4. Sumber Daya

Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finansial

sangat penting dalam menjalankan kebijakan/program.

a. Kemampuan implementor, dengan melihat jenjang pendidikan,

pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program,

kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan.

b. Ketersedian finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan

dana dan besaran biaya.

5. Struktur Birokrasi

Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah

standard operating procedur (SOP) dan struktur organisasi pelaksana sendiri.

a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami.

b. Struktur organisasi pelaksana yang melihat rentang kendali antara

(48)

1.9. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, focus

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori,

defenisi konsep, operasionalisasi konsep, dan sistematika

penulisan.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi

dan sampel, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan

teknik analisis data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian

yang meliputi keadaan geografis, kependudukan, sosial, ekonomi,

dan pemerintahan.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau

(49)

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau

berupa dokumen yang akan di analisis serta berisikan tentang

uraian data- data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang

dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai

(50)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kualitatif yang dapat diartikan sebagai pendekatan yang

menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati.

Ada pun alasan peneliti menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif

adalah untuk melihat Implementasi Peraturan Daerah Kota Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031.

2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor BAPPEDA Kota Medan di Jl. Kapten

Maulana Lubis No. 2, Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan di Jl.

Jenderal Abdul Haris Nasution No. 17, dan Badan Lingkungan Hidup Kota

Medan di Jl. Kapten Maulana Lubis No. 2.

2.3. Informan Penelitian

Informan yang menjadi objek pada penelitian ini dibedakan atas tiga jenis

yaitu informan kunci, informan utama, dan informan tambahan.16

      

16

Bagong, Suyanto dan Sutinah. 2007. Metode Penelitian Sosial: Berbagai AlternatifPendekatan

(51)

(1) Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang

menegtahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti.

(2) Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi

sosial yang sedang diteliti.

(3) Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

Adapun informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

1. Informan kunci ialah: Kasubbid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup BAPPEDA

Kota Medan.

2. Informan utama ialah: Kasubbid Bina Program TRTB dan Kabid AMDAL

BLH Kota Medan.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lokasi

penelitian untuk mencari kebenaran dan data yang lengkap dan berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data primer dilakukan dengan

cara:

a. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab

secara langsung dan mendalam untuk memperoleh data lengkap dan

mendalam kepada pihak-pihak yang terkait.

b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara

(52)

ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan

sebagai acuan untuk yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui pengumpulan kepustakaan untuk mendukung data primer.

Teknik ini digunakan dengan menggunakan instrument:

a. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan

catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian atau

sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

b. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari

buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang memiliki relevansi

dengan masalah yang akan diteliti.

2.5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan, membuat suatu

urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk membuat

suatu deskripsi dari gejala yang diteliti. Adapun teknik analisa data dalam

penelitian ini yaitu peneliti mengkonfirmasi seluruh data primer dan data sekunder

yang ada. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang

dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, dan

menyusunnya dalam satu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap

berikutnya, memeriksa keabsahan serta menafsirkannya dengan analisis sesuai

dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian17.

      

17 

(53)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan 3.1.1. Visi Dan Misi Kota Medan

Adapun yang menjadi visi pembangunan Kota Medan Tahun 2011–2015

adalah: Kota Medan menjadi kota metropolitan yang berdaya saing, nyaman,

peduli, dan sejahtera. Makna utama visi pembangunan kota tahun 2011-2015

dapat dijelaskan sebagai berikut18:

1. Kota Metropolitan

Bermakna bahwa Kota Medan menjadi kota yang berfungsi sebagai pusat

kegiatan nasional terutama pusat penyelengaraan pemerintahan; pusat

kehidupan politik lokal; pusat pertumbuhan kegiatan perdagangan dan jasa;

pusat kegiatan sosial, seni dan budaya masyarakat; serta pusat permukiman

maju yang ditandai oleh semakin terpadunya kegiatan sosial ekonomi;

terciptanya ketenteraman, ketertiban dan kenyamanan; tersedianya pra

Gambar

Gambar 1.6.2.1.: Dampak Langsung dan Tidak Langsung Dalam Implementasi
Gambar 1.6.2.3.: Implementasi sebagai proses politik dan administratif
Tabel 3.2.1.1. Komposisi Pegawai BAPPEDA Menurut Pangkat/Golongan Tahun
Tabel 3.2.2.1. Kualifikasi Pegawai Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bedanya game ini berisi huruf A sampai Z, bila huruf tersebut terkena dengan bola, maka akan mengeluarkan suara yang sesuai dengan bentuk huruf tersebut dan tugas pemain adalah

Volume Usaha (Rp. Juta ) DATA KERAGAAN KOPERASI KABUPATEN / KOTA. PROVINSI SUMATERA BARAT KEADAAN : 30

Microsoft Visual Basic Versi 6.0 merupakan bahasa pemrograman yang digunakan dalam pembuatan rancangan program yang hasilnya dapat digunakan bagi pengelola perusahaan

REKAPITULASI DATA KOPERASI BERDASARKAN KELOMPOK USAHA YANG DIKELOLA PROVINSI SUMATERA BARAT. POSISI : 30

Selain memastikan diagnosis dan membina komunikasi dengan para ahli, orangtua anak autis hendaknya juga memperkaya pengetahuan tentang autisme, terutama pengetahuan mengenai terapi

Apabila ada sanggahan, maka dapat disampaikan secara tertulis kepada Pokja Pengadaan Konstruksi Pokja Pengadaan Konstruksi ULP MIN Mila / Ilot Kantor

Jika pada pemikiran Kant dalam Kritik atas rasio murni ditegaskan bahwa kita hanya dapat mengetahui objek sejauh dalam fenomen melalui persepsi inderawi, maka

dalam hal untuk pengangkutan limbah b3 berupa Fly Ash PT.Trans Multi Cargo. melakukan kerjasama