• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Infeksi Cucumber Mosaic Virus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Infeksi Cucumber Mosaic Virus"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS KETAHANAN SEPULUH KULTIVAR MENTIMUN

(

Cucumis sativus

L.) TERHADAP INFEKSI

Cucumber mosaic virus

WINARSIH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015 Winarsih NIM A34110053

____________________

(4)
(5)

ABSTRAK

WINARSIH. Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Cucumber mosaic virus (CMV) adalah salah satu virus penting pada Cucurbitaceae termasuk mentimun. Informasi respons ketahanan mentimun terhadap CMV belum tersedia. Penelitian ini bertujuan menguji ketahanan sepuluh kultivar mentimun komersial terhadap CMV. Penularan CMV dilakukan secara mekanis. Peubah pengamatan terdiri dari waktu inkubasi, tipe gejala, insidensi penyakit, keparahan penyakit, indeks keparahan penyakit, dan titer virus yang dideteksi secara serologi serta parameter agronomi. Gejala tercepat muncul pada kultivar Daria dan terlama pada kultivar Si Putih dengan waktu inkubasi berkisar 4.1-6.4 HST. Tanaman terinfeksi bergejala mosaik ringan hingga berat dengan skor keparahan penyakit berkisar antara 1.59-3.30 dan insidensi penyakit mencapai 100%. Indeks keparahan penyakit berkisar antara 2.5-9.5 dan titer virus berkisar antara 0.778-0.956. Tanaman uji yang terinfeksi CMV mengalami hambatan pertumbuhan, jumlah daun, jumlah bunga mekar, bobot kering, dan masa berbunga lebih lama yang berbeda nyata dengan kontrol. Indeks keparahan penyakit tidak berkorelasi positif dengan titer virus. Berdasarkan keseluruhan parameter, kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, dan Si Putih F1 digolongkan toleran sedangkan kultivar Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1, dan Yupiter digolongkan rentan terhadap infeksi CMV.

(6)
(7)

ABSTRACT

WINARSIH. Resistance Response of Ten Cultivars of Cucumber (Cucumis sativus L.) against Cucumber mosaic virus. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Cucumber mosaic virus (CMV) is one of important virus infects cucurbit. The data related resistance response to CMV on this plant is not available yet. Thus, research was aimed to test the resistance response of commercial cucumber cultivars against CMV infection. Ten commercial cultivars were tested by inoculating CMV mechanically. Observation on incubation time, type of symptom, disease incidence, severity, index and virus titre serologically were measured as well as agronomic parameters. The earliest symptom was present on Daria cultivar and the latest one on Si Putih F1 cultivar with incubation time ranged from 4.1-6.4 days post inoculation. The infected plants showed mild to severe mosaic symptom depend on cultivars with severity score ranged from 1.59-3.30 and disease incidence up to 100%. The disease index score ranged from 2.5-9.5 and titre of virus ranged from 0.778-0.956. The infected plants showed reduction of plant growth, number of leaves, number of flowers, dry weight, and longer flowering period in compared with healthy plants. The disease index score was not corresponding with virus titre. Taken together on the parameters, Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, and Si Putih cultivars are classified as tolerant, Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1, and Jupiter cultivars are classified as susceptible against CMV infection.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

WINARSIH

RESPONS KETAHANAN SEPULUH KULTIVAR MENTIMUN

(

Cucumis sativus

L.) TERHADAP INFEKSI

Cucumber mosaic virus

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus :

Judul Skripsi : Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus

Nama Mahasiswa : Winarsih

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir dengan judul “Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sampaikan terima kasih kepada Ayahanda Djoko Susanto, Ibunda Nani Narliah, kakak Eka Indah Wati S. Pt dan adik Rustandi Susanto yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberi ilmu, masukan, saran dan bantuan selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Terima kasih kepada Dr. Ir. Swastiko Priyambodo selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing selama periode akademik berlangsung, serta Dr. Ir. Nina Maryana, M. Si selaku dosen penguji tamu atas saran dan masukannya. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rama Baroto Ilmar S. Pt, Dian Saraswati, Annisa Puspadini S, Nur Unsyah Laili, Aliftya Ramadhani, Trini Nur Cahyani, Friska Mega Utami, Novita Cantika, Anis Khairunnisa, Sari Nurulita, SP M. Si, Ibu Yunita, Bapak Edi, Bapak Ganda, dan seluruh anggota laboratorium Virologi Tumbuhan serta teman-teman PTN angkatan 48 yang telah memberikan doa, bantuan serta motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Oktober 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN xvii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Perbanyakan Inokulum CMV 3

Inokulasi Mekanis 3

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Uji 3

Peubah Pengamatan 3

Deteksi Serologi CMV 4

Dot Blot Immunobinding Assay (DIBA) 4 Double Antibody Sandwich ELISA (DAS-ELISA) 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Pengaruh Inokulasi CMV terhadap Waktu Inkubasi, Insidensi

Penyakit dan Tipe Gejala 7

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Keparahan Penyakit, Indeks

Keparahan Penyakit dan Akumulasi Virus 8

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Pertumbuhan Tanaman 9 Pengaruh Infeksi CMV terhadap Masa Berbunga dan Jumlah Bunga

Mekar 11

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Bobot Kering Tanaman 12 Respons Sepuluh Kultivar Mentimun terhadap CMV 13

Pembahasan Umum 15

SIMPULAN DAN SARAN 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh infeksi CMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakit dan

tipe gejala 7

2 Pengaruh infeksi CMV terhadap keparahan penyakit, indeks penyakit, dan

akumulasi virus 9

3 Respons ketahanan sepuluh kultivar mentimun terhadap infeksi CMV 14

DAFTAR GAMBAR

1 Skor keparahan penyakit: a. skor 0, b. skor 1, c. skor 2, d. skor 3, e. skor 4 4

2 Gejala dominan infeksi CMV pada tiap kultivar 8

3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI (a) dan 4 MSI

(b) 10

4 Pertumbuhan tinggi tanaman kontrol (-) dan tanaman perlakuan (+) pada 3

MSI 10

5 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun 11

6 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga 11

7 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar 12 8 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun 12

DAFTAR LAMPIRAN

1

Hasil deteksi DIBA setiap tanaman uji dengan antiserum spesifik CMV 23 2 Nilai absorbansi komposit tiap kultivar hasil deteksi DAS-ELISA 23 3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman mentimun dari 1-4 MSI 24 4 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun dan tingkat hambatan relatif 25 5 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga dan tingkat hambatan

relatif 25

6 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar dan tingkat hambatan

relatif 26

7 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun 26 8 Data temperatur dan kelembapan bulanan rumah kaca cikabayan wilayah

(20)
(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mentimun (Cucumis sativus L.; Cucurbitaceae) merupakan tanaman hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain sebagai sayuran, konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lain seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan olahan makanan berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0.8 gram protein, 0.1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg fosfor, 0.5 mg besi, 0.01 mg riboflavin, 14 mg asam, 0.45 mg vitamin A, 0.3 mg vitamin B1, dan 0.2 mg vitamin B2 (Sumpena 2005).

Mentimun termasuk dalam 19 komoditas ekspor penting dunia (Susilo dan Diennazola 2012). Berdasarkan data BPS dan Direktorat Jendral Hortikultura (2013) menunjukkan bahwa produksi mentimun (ton/ha) berturut-turut pada tahun 2009 sampai 2013 adalah 583 139, 547 141, 521 535, 511 525 dan 256 006. Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia menurun setiap tahun. Kemampuan produksi mentimun di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produksi mentimun negara lain. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman mentimun. Salah satu penyakit yang menyebabkan rendahnya hasil produktivitas tanaman adalah infeksi virus tanaman.

Virus-virus pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyebabkan kegagalan panen dan kerugian ekonomi yang tinggi. Jossey dan Babadoost (2008) melaporkan bahwa 6 virus utama yang menginfeksi Cucurbitaceae ialah Cucumber mosaic virus (CMV), Squash mosaic virus (SqMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Papaya ringspot virus (PRSV), dan Tobacco ringspot virus (TRSV).

Laporan dari berbagai negara, termasuk Indonesia bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil panen mentimun adalah serangan CMV. CMV menyebabkan kerusakan pada tanaman mentimun sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1927 di Amerika Serikat dengan tingkat kerugian yang mencapai 60%. CMV menyebabkan kerugian ekonomis pada cabai, tomat, seledri, selada, kacang-kacangan (Zitter dan Murphy 2009), melon, mentimun, dan labu dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi (Febre et al. 2010). CMV dilaporkan menginfeksi pertanaman mentimun di daerah Sumatera Utara (Siregar 2005), Bogor, Subang, Cianjur, Tegal, Sukoharjo dan Yogyakarta (Septariani et al. 2014).Virus ini dapat menginfeksi tanaman secara tunggal atau berasosiasi dengan virus lain. Gejala infeksi CMV pada tanaman mentimun memperlihatkan mosaik hijau-kuning, penebalan tulang daun (vein banding), daun mengalami penyempitan ukuran (malformasi), distorsi buah serta tanaman menjadi kerdil. Kerusakan tanaman akibat infeksi CMV pada fase benih mencapai 5% dan fase infeksi saat akhir pertumbuhan mencapai 89-95%. Kehilangan hasil produksi mencapai 36-53% dan biji yang terinfeksi dari induknya mencapai 12-13% (Jones et al. 2010).

(22)

2

(dilution end point) 1:10 000 dan ketahanan in vitro (longevity in vitro) 72-96 jam pada suhu ruang (Smith 1974). CMV menginfeksi lebih dari 1200 spesies dari 100 famili tanaman sayuran dan hortikultura dan menyebabkan kerugian ekonomi signifikan. Penularan CMV melaui transmisi kutudaun merupakan salah satu penularan yang efektif. Lebih dari 80 spesies kutudaun (Hemiptera: Aphididae) dapat menjadi vektor CMV diantaranya yaitu Myzus persicae dan Aphis gossypii. Kedua serangga vektor tersebut dapat menularkan virus secara nonpersisten dengan tingkat penularan yang tinggi, sehingga tingkat infeksi di lapangan mengalami peningkatan (Zitter dan Murphy 2009).

Tanaman yang terinfeksi CMV dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tanaman dalam mempertahankan fungsinya melalui mekanisme pertahanan struktural dan biokimia yang dapat menekan serangan patogen (Agrios 2005). Sifat ketahanan tanaman terhadap patogen dipengaruhi oleh faktor genetik, morfologi, dan ekologi (Hardi dan Darwiati 2007). Menurut Diyansyah (2012), lima varetas semangka yang terinfeksi CMV menunjukkan hambatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan setiap tanaman yang terinfeksi memiliki respons ketahanan yang berbeda yang dikelompokkan menjadi tanaman tahan, toleran, dan rentan.

Diagnosis virus dapat dilakukan melalui uji biologi atau bioassay, pengamatan partikel virus dengan mikroskop elektron, deteksi protein dengan uji serologi, dan deteksi asam nukleat dengan PCR (polymerase chain reaction). Deteksi virus yang banyak digunakan adalah uji serologi, salah satunya ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). Uji serologi merupakan pengujian yang mengkombinasi virus sebagai antigen dengan antiserum (Djikstra dan De Jegger 1998).

Pengembangan kultivar mentimun sudah banyak dilakukan oleh berbagai produsen benih, namun kultivar tersebut belum diketahui sifat ketahanannya terhadap infeksi CMV. Penggunaan kultivar tahan merupakan cara pengendalian yang mempunyai kelebihan dibandingkan pengendalian secara kimiawi (Suryaningsih 2008). Kultivar yang tahan dapat dijadikan sebagai tetua dalam pemuliaan tanaman sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kultivar unggul. Kultivar mentimun baru yang dikembangkan diharapkan memiliki produktivitas yang tinggi, kualitas yang baik, tahan virus, dan sifat-sifat unggul lainnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan mengetahui tingkat ketahanan sepuluh kultivar mentimun komersial (Cucumis sativus L.) terhadap infeksi Cucumber mosaic virus.

Manfaat Penelitian

(23)

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departeman Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2015.

Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum CMV

Isolat CMV yang digunakan merupakan koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Isolat tersebut diperbanyak pada tanaman mentimun kultivar Passeo dan Bella (F1) yang diinokulasi secara mekanis. Cairan perasan tanaman sakit ditularkan pada tanaman mentimun yang berumur 10 hari setelah tanam (HST). Tanaman yang telah diinokulasi dipelihara sampai gejala muncul dan siap untuk dijadikan inokulum.

Inokulasi Mekanis

Sebanyak 0.5 gram daun mentimun sakit digerus menggunakan mortar dan pistil steril bersama bufer fosfat pH 7.0 dengan perbandingan 1:10 (b/v) yang mengandung 1% β-mercaptoetanol. Inokulasi dilakukan pada kedua kotiledon yang telah membuka yang sebelumnya telah ditaburi karborundum 600 mesh, kemudian sap tanaman sakit dioleskan pada permukaan kotiledon. Setelah diinokulasi bagian tanaman dibilas dengan akuabides. Inokulasi mekanis dilakukan pada 10 HST.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Uji

Pengujian ketahanan tanaman dilakukan terhadap 10 kultivar mentimun. Masing-masing kultivar ditanam sebanyak 10 tanaman sebagai ulangan perlakuan dan 10 tanaman ulangan kontrol. Kultivar yang diuji yaitu Bella F1, Bandana F1 dan Wulan F1 (PT. East West Seed), Bungas F1 (Garuda Seed), Yupiter dan Purbaya F1 (PT. Prabu Agro Mandiri), Rio F1 (Pangan Agri Lestari), Daria (CV. Surya Gemilang), Timun jepang F1 dan Mentimun si Putih F1 (PT. BISI tanaman yang pertumbuhannya paling baik. Pupuk NPK mutiara 15:15:15 diberikan pada umur tanaman 2, 4, 6, 8 MST. Tanaman dipelihara di rumah kaca. Peubah Pengamatan

(24)

4

mekar, dan bobot kering tanaman. Titer virus dideteksi secara serologi menggunakan antiserum spesifik CMV (DSMZ) dengan metode DAS-ELISA.

Pengamatan waktu inkubasi dimulai dari satu hari setelah inokulasi (HSI) sampai tanaman menimbulkan gejala. Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dihitung sampai 4 minggu setalah inokulasi (MSI). Sedangkan masa berbunga dan jumlah berbunga dihitung sampai 4 minggu setelah berbunga (8 MSI).

Insidensi penyakit (IP) dihitung pada minggu ke 4 setelah inokulasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Yaitu, n adalah jumlah tanaman bergejala; dan N adalah jumlah tanaman yang diamati. Insidensi penyakit untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala dikonfirmasi secara serologi dengan metode DIBA (dot blot immunobinding assay) yang dilakukan dengan protokol yang digunakan oleh Asniwita (2013).

Keparahan penyakit dihitung setiap minggu sampai 4 MSI dengan ketentuan skala keparahan yang dikembangkan oleh Ntui et al. (2014) sebagai berikut (Gambar 1).

Skor 0 = Tanaman tidak bergejala

Skor 1 = Gejala mosaik ringan (<25% dari luas daun)

Skor 2 = Gejala mosaik kuning, malformasi (26%-50% dari luas daun) Skor 3 = Gejala mosaik berat (50%-75% dari luas daun)

Skor 4 = Gejala mosaik sangat berat (Infeksi ˃76%)

Indeks keparahan penyakit (IKP) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Tanaman dengan IKP 0.0 dikategorikan memiliki imunitas yang baik, IKP < 2.5 dikategorikan sebagai tahan, IKP 2.6-5.0 dikategorikan sebagai toleran, IKP 5.1-7.5 dikategorikan sebagai rentan dan tanaman dengan IKP > 7.6 dikategorikan sebagai sangat rentan (Ntui et al. 2014).

Gambar 1 Skor keparahan penyakit: a. skor 0, b. skor 1, c. skor 2, d skor 3, e skor 4

Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 kultivar sebagai perlakuan dan masing-masing 10 tanaman tiap kultivar sebagai ulangan.

Deteksi Serologi CMV

Dot Blot Immunobinding Assay (DIBA). DIBA dilakukan untuk konfirmasi insidensi penyakit tanaman yang tidak bergejala dengan metode seperti yang dilakukan oleh Asniwita (2013). Masing-masing sampel digerus dalam tris buffer saline (TBS: Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15 M) pH 7.5 dengan perbandingan 1:10 (b/v). Cairan perasan tanaman sampel selanjutnya diblotkan

(25)

5 pada membran nitrocelulosa sebanyak 2 μl. Tetesan sampel yang telah kering pada membran direndam di dalam 30 ml larutan non fat milk yang dilarutkan dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%. Membran kemudian diinkubasi pada suhu ruang dan dishaker dengan kecepatan 50 rpm selama 1 jam menggunakan EYELA multi shaker. Membran dicuci 3 kali dengan dH2O, tiap pencucian berlangsung 5 menit sambil dishaker dengan

kecepatan 100 rpm. Kemudian membran direndam dalam TBS yang mengandung konjugat antiserum kedua dengan perbandingan 1:1000 ditambah non fat milk dengan konsentrasi akhir 2%. Kemudian membran diinkubasi selama 2 jam sambil dishaker dengan kecepatan 50 rpm. Membran selanjutnya dicuci 5 kali dengan TBST dan dicuci 1 kali menggunakan bufer AP tiap pencucian berlangsung 5 menit sambil dishaker. Reaksi pewarnaan dilakukan dengan melarutkan 22.5 µl nitro blue tetrazolium (NBT) dan 17.5 µl bromo chloro indolyphosphate (BCIP) dalam 5 ml bufer alkaline phosphate (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M, MgCl2 5 mM) pH 9.6. Bila reaksi positif akan terjadi perubahan

warna putih menjadi ungu pada membran nitrocelulosa yang telah ditetesi cairan tanaman dan reaksi dapat dihentikan dengan merendam membran dalam dH2O.

Double Antibody Sandwich ELISA (DAS-ELISA). Sampel daun diambil pada umur 4 MSI dan dideteksi secara serologi untuk mengetahui perbedaan titer virus masing-masing kultivar mentimun menggunakan antiserum CMV dengan metode DAS-ELISA sesuai dengan protokol yang dibuat oleh produsen antiserum (DSMZ) dengan modifikasi minor berupa reaksi blocking setelah coating antiserum pertama. Antiserum pertama disiapkan dan dicampurkan dengan buffer coating pH 9.6 (1.59 g Na2CO3, 2.93 g NaHCO3, 0.20 g NaN3 dalam1000 ml air

destilata) dengan perbandingan 1:1000. Kemudian 100 µl antiserum pertama dimasukkan ke dalam plat mikrotiter. Plat diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selanjutnya antiserum pada plat dibuang dan dicuci dengan PBST (phosphate buffer saline tween) (NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g, KCl

0.2 g, 0.2 g NaN3, air destilata 1000 ml + Tween 20 0.5 ml) sebanyak 8 kali.

Kemudian plat mikrotiter diberi larutan blocking masing-masing 100 µl (2% skim milk yang dilarutkan dalam PBST) dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit.

Antigen disiapkan dengan menggerus tanaman mentimun yang sakit dengan sample extraction buffer [PBST + 2% PVP (Serva PVP-40 polyvinyl pyrrolidone)] pH 7.4, dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sumuran ELISA diisi dengan 100 µl antigen, lalu diinkubasikan selama semalam pada suhu 4 oC. Antigen kemudian dibuang dan dicuci dengan PBST sebanyak 8 kali. Antiserum kedua dicampurkan ke dalam conjugate buffer [PBST + 2 % PVP + 0.2 % egg albumin (Sigma A-5253)] dengan perbandingan 1:1000, kemudian sebanyak 100 µl dimasukkan kedalam plat mikrotiter. Plat diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selanjutnya antiserum kedua pada plat dibuang dan plat dicuci dengan PBST sebanyak 8 kali.

Reaksi pewarnaan dilakukan dengan melarutkan PNP 5 mg (1 tablet PNP) dalam 5 ml substrate buffer (97 ml diethanolamine, 900 ml H2O, 0.2 g NaN3) [1

(26)

6

menit sampai 90 menit. Pengujian dikatakan positif jika nilai absorbnsi ELISA (NAE) sampel uji besarnya 2 kali NAE kontrol negatif ELISA (tanaman sehat).

Tingkat ketahanan tanaman mentimun terhadap CMV dapat ditentukan menggunakan NAE ELISA hasil DAS ELISA. NAE merupakan gambaran kuantitatif virus yang menginfeksi tanaman. Kategori ketahanan tanaman terhadap infeksi mosaik dapat digolongkan memiliki tahan jika NAE < 2 kali kontrol negatif (-), toleran jika NAE 2 ≤ x ≤ 5 kali NAE kontrol negatif (+), rentan jika

NAE 5 < x ≤ 8 kali NAE kontrol negatif (++) dan sangat rentan jika NAE > 8 kali NAE kontrol negatif (+++).

Analisis Data

(27)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengaruh Inokulasi CMV terhadap Waktu Inkubasi, Insidensi Penyakit dan Tipe Gejala

Waktu Inkubasi. Berdasarkan hasil pengamatan waktu inkubasi dan gejala yang muncul berbeda-beda tergantung kultivar. Waktu inkubasi merupakan interval waktu dari mulai inokulasi hingga munculnya gejala pertama (Agrios 2005). Gejala yang muncul pertama kali terlihat pada kultivar Daria dengan rata-rata waktu inkubasi 4.1 hari setelah inokulasi (HSI), sedangkan waktu inkubasi yang paling lama yaitu pada kultivar Si Putih F1 dengan rata-rata waktu inkubasi 6.4 HSI. Kultivar mentimun lain yang diinokulasi CMV menunjukkan waktu inkubasi rata-rata yang berbeda dengan selang waktui antara ± 4 sampai 6 HSI (Tabel 1).

Insidensi Penyakit. CMV dapat menginfeksi hampir seluruh tanaman mentimun yang diinokulasi secara mekanis. Insidensi penyakit pada semua kultivar uji sebesar 100% kecuali pada kultivar Si Putih sebesar 90% (Tabel 1; Lampiran 1).

Tabel 1 Pengaruh infeksi CMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakit dan tipe gejala

Kultivar Rata-rata periode Insidensi Tipe gejala2 inkubasi (Hari) penyakit (%)1

n/N: jumlah tanaman terinfeksi/jumlah tanaman uji, 2Bk: Bercak klorosis, Mf: Malformasi daun, Mr: Mosaik ringan, Mk: Mosaik hijau-kuning, Vb: Vein banding, Vc: Vein clearing

(28)

8

Gambar 2 Gejala infeksi CMV yang dominan pada tiap kultivar. a. Kontrol sehat, b. inokulum, c. Bandana F1, d. Bella F1, e. Bungas F1, f. Daria g. Jepang F1, h. Purbaya F1, i. Rio F1, j. Si Putih, k. Wulan F1, l. Yupiter F1. Bercak klorosis (e), Mosaik hijau kuning (f, i, l), Mosaik ringan (c, d, e, g, j), Mosaik dan Malformasi (b-d, I, k-l), Vein banding (f), Vein clearing (c, g).

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Keparahan Penyakit, Indeks Keparahan Penyakit dan Akumulasi Virus

Keparahan Penyakit. Skor keparahan penyakit pada kultivar uji berkisar antara 1.59 sampai 3.30. Tingkat keparahan penyakit tertinggi setiap kultivar berada pada 3 minggu setelah inokulasi (MSI). Keparahan kultivar Daria berbeda nyata terhadap keparahan penyakit kultivar Si putih, Bungas F1, Bandana F1, dan Jepang F1 (Tabel 2).

Indeks Keparahan Penyakit. Berdasarkan skala indeks keparahan penyakit menunjukkan bahwa kultivar Si Putih dan Bungas F1 termasuk kultivar yang tahan (IKP < 2.5), kultivar Bandana F1, Bella F1, dan Jepang F1 termasuk kultivar toleran (2.6 < IKP < 5.0), kultivar Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1 dan Yupiter termasuk kultivar yang rentan (5.1 < IKP < 7.5) dan kultivar Daria merupakan kultivar yang sangat rentan (IKP > 7.6) (Tabel 2).

Akumulasi Virus. Akumulasi virus pada umur 4 MSI menunjukkan bahwa sampel positif CMV pada seluruh perlakuan (Tabel 2; Lampiran 2). Hal tersebut

i.

a. b. d.

e. f. g. h.

c.

j. k. l.

(29)

9 terlihat dari NAE sampel yang berkisar antara 0.736 sampai 0.956 dengan ratio NAE yang mencapai 4.8 pada kultivar Bungas F1 dan Jepang F1 sampai 6.3 kali kontrol negatif pada kultivar Daria.

Tabel 2 Pengaruh infeksi CMV terhadap keparahan penyakit, indeks penyakit,

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Pertumbuhan Tanaman

Secara umum infeksi CMV dapat menghambat pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, masa berbunga, jumlah bunga mekar dan bobot kering.

Tinggi Tanaman. Tanaman mentimun yang terinfeksi CMV mengalami gangguan proses pertumbuhan. Tanaman menjadi nyata lebih pendek dibandingkan dengan kontrol pada 2 sampai 4 MSI. Penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman perlakuan mulai terlihat pada saat 2 MSI. Tanaman yang terinfeksi CMV nyata lebih pendek pada semua kultivar. Peningkatan penghambatan tinggi terjadi pada 2-3 MSI dan mengalami penurunan penghambatan pada 3-4 MSI kecuali kultivar Yupiter dan Daria.

(30)

10

Gambar 3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI (a) dan 4 MSI (b). Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdsarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter.

Gambar 4 Pertumbuhan tinggi tanaman kontrol (-) dan tanaman perlakuan (+) pada 3 MSI. a. Bandana F1, b. Bella F1, c. Bungas F1, d. Daria, e. Jepang F1, f. Purbaya F1, g. Rio F1, h. Si Putih, i. Wulan F1, j. Yupiter F1. Panah menunjukkan tinggi tanaman saat diamati.

(31)

11 Jumlah Daun. Jumlah daun tanaman sehat (kontrol) berbeda nyata lebih banyak dibandingkan dengan tanaman sakit. Rata-rata jumlah daun tanaman kontrol berkisar antara 20.1 sampai 24.5 sedangkan rata-rata jumlah daun tanaman terinfeksi CMV berkisar antara 13.7 sampai 17.1. Kultivar Purbaya F1 memiliki rata-rata jumlah daun paling banyak pada tanaman kontrol, sedangkan rata-rata jumlah daun paling sedikit pada tanaman yang diinokulasi adalah kultivar Daria sebesar 13.7 (Gambar 5; Lampiran 4).

Gambar 5 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter.

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Masa Berbunga dan Jumlah Bunga Mekar. Masa Berbunga. Infeksi CMV pada semua kultivar uji menjadikan masa berbunga lebih lama dibandingkan kontrol. Kultivar Daria memiliki tingkat hambatan relatif masa berbunga terbesar sebesar 33.52% sedangkan kultivar Bungas F1 memiliki tingkat hambatan relatif masa berbunga terkecil sebesar 14.01% (Gambar 6; Lampiran 5).

Jumlah Bunga Mekar. Jumlah bunga mekar tanaman yang terinfeksi CMV berbeda nyata lebih sedikit dengan tanaman kontrol pada seluruh kultivar uji. Jumlah bunga mekar yang terinfeksi CMV berkisar antara 21.50 pada kultivar Daria sampai 33.50 pada kultivar Si Putih F1 (Gambar 7; Lampiran 6).

(32)

12

Gambar 7 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter.

Pengaruh Infeksi CMV terhadap Bobot Kering Tanaman

Infeksi CMV pada kultivar mentimun uji dapat mengurangi bobot kering tanaman. Bobot kering terinfeksi CMV nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman sehat. Bobot kering tanaman terinfeksi CMV berkisar antara 2.47-6.31 gram sedangkan bobot kering tanaman sehat berkisar antara 7.08-11.82 gram. Kultivar Daria terinfeksi CMV memiliki bobot kering paling rendah dengan tingkat hambatan relatif paling besar (Gambar 8; Lampiran 7). Bobot kering merupakan biomassa total yang dianggap sebagai manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh tanaman. Menurut Gardner et al. (1991), mengetahui bobot pada tanaman merupakan hal yang penting. Bobot kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk bobot kering.

Gambar 8 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter.

(33)

13 Respons Sepuluh Kultivar Mentimun terhadap CMV

Respons ketahanan dari sepuluh kultivar mentimun yang diuji berbeda-beda. Respons tanaman mentimun uji terhadap infeksi CMV dikelompokkan menjadi tahan, toleran, rentan dan sangat rentan. Pengelompokan ketahanan tanaman berdasarkan IKP, kultivar Si Putih dan Bungas F1 tergolong tahan, kultivar Bandana F1, Bella F1, dan Jepang F1 tergolong toleran, kultivar Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1 dan Yupiter tergolong rentan, sedangkan kultivar Daria sangat rentan terhadap infeksi CMV.

(34)

14

Tabel 3 Respons ketahanan sepuluh kultivar mentimun terhadap infeksi CMV Kultivar Periode Persentase - : tidak terjadi penghambatan dan penurunan bobot ++++ : indeks penyakit > 7.6 penghambatan + : penghambatan dan penurunan bobot berkisar 0-20% Keparahan + : rata-rata keparahan 1.0-2.0 pertumbuhan dan ++ : penghambatan dan penurunan bobot berkisar 20-50% penyakit ++ : rata-rata keparahan 2.0-3.0 penurunan bobot +++ : penghambatan dan penurunan bobot > 50% +++ : rata-rata keparahan > 3.0 Jumlah daun + : tidak berbeda nyata penurunan jumlah daun dengan kontrol Ratio NAE + : NAE 2 ≤ x ≤ 5 kali K(-)

++ : berbeda nyata penurunan jumlah daun dengan kontrol S/NAE K(-) ++ : NAE 5 < x ≤ 8 kali K(-) +++ : sangat berbeda nyata penurunan jumlah daun dengan kontrol +++ : NAE > 8 kali K(-) Jumlah bunga mekar + : tidak berbeda nyata penurunan jumlah bunga mekar dengan kontrol

++ : berbeda nyata penurunan jumlah bunga mekar dengan kontrol +++ : sangat berbeda nyata penurunan jumlah bunga mekar dengan kontrol Insidensi penyakit + : persentase insidensi penyakit 0-20%

(35)

15 Pembahasan Umum

Penularan CMV dapat dilakukan dengan cara inokulasi mekanis (Agrios 2005). Penularan virus secara mekanis pada tanaman memberikan hasil yang optimal dan menunjukkan gejala sesuai karakteristik virus tersebut. Keberhasilan inokulasi dipengaruhi oleh faktor genetik (perbedaan jenis dan jumlah gen), konsentrasi virus (kandungan virus dalam sap dan sumber inokulum yang digunakan) dan lingkungan (cahaya, hara, kelembapan dan suhu). Keberhasilan inokulasi dapat dilihat melalui waktu inkubasi. Waktu inkubasi berkaitan erat dengan kemampuan virus menyebar didalam tanaman sampai menunjukkan gejala. Semakin cepat proses perkembangan dan penyebaran virus dalam sel tanaman, maka gejala sistemik muncul semakin cepat dan tingkat keparahannya semakin tinggi (Hull 2002).

Secara umum, mekanisme virus menginfeksi tanaman melalui sel epidermis tanaman menuju plasmodesmata. Virus menyebar ke sel-sel inang dan dibawa oleh jaringan pengangkut secara pasif menuju daun muda (Agrios 2005). Menurut Hadiastono (2010), pergerakan dan penyebaran virus di dalam tanaman akan terjadi apabila ada kompatibilitas antara virus dan inang yang dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan yang mendukung.

Menurut Zitter dan Murphy (2009), tipe gejala infeksi CMV adalah mosaik hijau kuning, penebalan tulang daun (vein banding), daun mengalami penyempitan ukuran (malformasi), distorsi buah serta tanaman menjadi kerdil. Pada penelitian ini, gejala yang muncul pada tanaman perlakuan berupa mosaik ringan hingga berat dengan tipe gejala mosaik hijau muda hijau tua, mosaik kuning, bercak klorosis, pemucatan tulang daun (vein clearing) dan vein banding. Variasi gejala terjadi sebagai respon tanaman yang dipengaruhi oleh tingkat kerentanan atau genotip setiap tanaman (Matthews 1991).

Area daun yang terinfeksi virus biasanya berwarna hijau pucat atau kekuningan karena berkurangnya produksi klorofil sehingga tanaman mengalami penurunan aktifitas fotosintesis (Walkey 1991). Penurunan produksi hormon tumbuh disertai dengan penurunan jumlah klorofil merupakan pengaruh umum infeksi virus (Agrios 2005). Menurut Hemida (2005) dan Hull (2002), tanaman yang terinfeksi virus akan mengalami penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid dan kehilangan kemampuan untuk menghasilkan senyawa antara (fosforilase) termasuk asam organik, gula, asam amino, dan protein yang berperan untuk menghasilkan senyawa yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penurunan persentase senyawa tersebut pada tanaman yang terinfeksi virus dapat menyebabkan gejala yang lebih parah sehingga akan meningkatkan skor keparahan penyakit.

(36)

16

pada tanaman perlakuan dibandingkan tanaman kontrol menunjukkan adanya gangguan fisiologis akibat infeksi CMV (Lampiran 3-7). Infeksi virus dapat mengurangi pertumbuhan tanaman dan berpengaruh terhadap produksi biomassa tanaman (Zhang et al. 2001).

Guswanto et al. (2004) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara keparahan penyakit dengan nilai absorbansi yang mencerminkan konsentrasi virus. Namun pada penelitian ini, skor keparahan tidak berkorelasi positif dengan titer virus. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan (suhu dan kelembapan) yang tidak mendukung ekpresi gejala; IKP rendah namun titer virus cukup tinggi terutama pada kultivar Si Putih dan Bungas F1 (Tabel 2). Suhu rata-rata rumah kaca pada bulan Mei-Juli 2015 berkisar antara 30.6 sampai 33.8 oC dan kelembapan rata-rata berkisar antara 50.3 sampai 60.5 % (Lampiran 8). Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman mentimun berkisar 21.1 sampai 26.7 oC dan kelembapan optimal 80 sampai 85 % (Sumpena 2005). Hal ini mengakibatkan tanaman perlakuan menunjukkan gejala berkedok (masking). Suhu dan kelembapan di rumah kaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dan kelembapan alami dapat mempengaruhi ekspresi gejala (Saitoh et al. 1998). Cekaman suhu dapat menghambat translokasi virus namun proses replikasi virus di dalam sel tanaman tidak terhambat (Saitoh et al. 1998; Wahyuni 2005). Menurut Chellappan et al. (2005) bahwa keparahan gejala virus pada ubi kayu berkurang ketika terjadi peningkatan suhu dari 25 ke 30 oC. Gejala CMV pada tanaman akan berkembang optimal pada suhu rata-rata yang lebih rendah (Taufik et al. 2013).

Sifat ketahanan tanaman terhadap patogen dipengaruhi oleh faktor genetik, morfologi dan ekologi (Hardi dan Darwiati 2007). Seluruh tanaman mentimun yang diamati memiliki kesamaan morfologi dan ekologi, sehingga perbedaan ekspresi gejala diduga karena adanya faktor genetik yang berbeda. Namun, faktor lingkungan yang tidak optimal menyebabkan semua tanaman lebih stres sehingga pada kultivar tertentu mampu menekan keparahan penyakit namun kurang mampu menghambat replikasi virus. Kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, dan Si Putih memiliki skor keparahan penyakit dan IKP yang rendah dibandingkan dengan kultivar lain, namun rasio NAE tetap tinggi. Hal tersebut menggambarkan respons ketahanan terhadap cekaman patogen, suhu dan kelembapan yang tidak optimal. Menurut Saitoh et al. (1998), cekaman suhu dapat mengurangi ketahanan horizontal (ketahanan yang dikendalikan oleh gen resesif) dan menghilangkan ketahanan vertikal tanaman (ketahanan yang dikendalikan oleh gen dominan).

(37)

17 tanaman, sedangkan pada genotip tahan infeksi CMV menyebabkan cekaman lebih ringan.

Galston dan Davies (1970) melaporkan bahwa selain peroksidase ada beberapa enzim yang terlibat dalam ketahanan berbagai spesies tanaman, seperti: fenil, alanin amonialiase, tirosin amonialiase, monofenolase, difenolase, difenol oksidase, dan polifenol oksidase.

Perhitungan bobot tanaman pada penelitian ini hanya dilakukan pada bobot kering tanpa menghitung bobot basah tanaman. Hal ini karenakan adanya infestasi hama kutudaun Aphis craccivora pada seluruh tanaman kultivar uji di umur tanaman 7 MSI-8 MSI. Pertumbuhan suatu tanaman dapat diukur melalui berat kering dan laju pertumbuhan relatifnya. Berat kering tumbuhan berupa biomassa total dipandang sebagai manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tanaman. Berat kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk berat kering (Gardner et al. 1991). Hal ini menunjukkan pentingnya untuk mengetahui bobot tanaman.

(38)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Tanaman mentimun yang terinfeksi CMV menunjukkan gejala sistemik mosaik ringan hingga berat dengan tipe gejala mosaik hijau gelap terang, mosaik hijau kuning, bercak klorosis, dan malformasi daun. Infeksi CMV pada tiap kultivar tanaman mentimun uji mampu menghambat pertumbuhan tanaman. Kultivar tanaman mentimun yang terinfeksi CMV mengalami penurunan pertumbuhan pada tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga mekar dan bobot kering yang berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Indeks keparahan penyakit rendah tidak berkorelasi langsung dengan akumulasi virus yang tinggi. Berdasarkan parameter pengamatan, kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, dan Si Putih F1 toleran terhadap infeksi CMV, kultivar Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1 dan Yupiter rentan terhadap infeksi CMV.

(39)

19 Jambi, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Jurnal Hortikultura 22(2):181-186. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi mentimun tahun 2013 [Internet].

[diunduh 2014 Sept 10]. Tersedia pada: http:/www.bps.go.id

Chelappan P, Vanitharani R, Ogbe F, Fauquet CM. 2005. Effect of temperature on geminivirus induced RNA silencing in plants. Journal Plant Physiology 138(4):1828-1841.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Statistik Hortikultura Tahun 2013 (Angka tetap). Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. 125p.

Djikstra J, De Jegger CP. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston (US): Springer.

Diyansyah B. 2012. Ketahanan lima varietas semangka (Citrullus vulgaris Schard) terhadap infeksi virus CMV (Cucumber mosaic virus) [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Febre F, Chad J, Costa C, Lecoq H, Desbiez C. 2010. Asymmetrical overinfection as a process of plant virus emergence. Journal of Theoretical Biology 265:377–388.

Galston AW, Devies DJ. 1970. Control Mechanism in Plant Development. New Jersey (US): Prentice-Hall Inc.

Gardner FP, Perace RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.

Goldbach R, Bucher E, Prins M. 2003. Resistance mechanisms to plant viruses: An overview. Plant Disease 92:207-212.

Guswanto R, Taryono, Sumardiyono YB. 2004. Estimasi Aksi dan Jumlah Gen dalam Ketahanan Tanaman Tomat terhadap CMV. Jurnal Agrosains 17(3):339-346.

Hadiastono T. 2010. Virologi Tumbuhan Dasar. Fakultas Pertanian. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Hardi TW, Darwiati W. 2007. Resistensi tanaman terhadap serangga hama. Jurnal Mitra Hutan Tanaman 2(1):15-21.

Hemida SK. 2005. Effect of Bean yellow mosaic virus on physiological parameters of Vicia faba and Phaseolus vulgaris. International Journal of Agriculture and Biology 7(2):154-157.

Horison C, Rustikawati, Sudarsono. 2007. Aktivitas peroksidse, skor elisa dan respon ketahanan 29 genotip cabai merah terhadap infeksi Cucumber mosaic virus (CMV). Akta Agrosia. 10(1):1-3.

Hull R. 2002. Matthews’ Plant Virology. 4th edition. San Diego (US): Elsevier Academic Press.

(40)

20

Jossey S, Babadoost M. 2008. Occurrence and distribution of pumpkin and squash viruses in Illinois. Plant Disease 92:61-68. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/ PDIS-92-1-0061.

Mayasari WP. 2006. Ketahanan tujuh varietas melon terhadap Zucchini yellow mosaic potyvirus [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Matthews REF. 1991. Plant Virology. San Fransisco (US): Academic Press. Ntui VO, Kong K, Azadi P, Khan RS, Chin DP, Igawa T, Mii M, Nakamura I.

2014. RNAi-mediated resistance to Cucumber mosaic virus (CMV) in genetically engineered tomato. American Journal of Plant Sciences 5:554-572.

Saitoh H, Saiga T, Ohki, Osaki. 1998. Systemic resistance in Cucumis figarei to some strains of Cucumber mosaic virus is breakable at high temperature. Journal Phytopathology. 64:194-197.

Septariani DN, Hidayat SH, Nurhayati E. 2014. Identifikasi penyebab daun keriting kuning pada tanaman mentimun. Jurnal HPT Tropika 14(1):80-86. Siregar EBM. 2005. Uji virulensi isolat mosaik ketimun asal Sumatera Utara pada

tanaman cabai. [Skripsi]. Medan (ID). Universitas Sumatera Utara. Smith KM. 1974. Plant Virus. 5th edition. New York (US): Champman and Hall

Ltd.

Sumpena U. 2005. Budidaya Mentimun Intensif. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suryaningsih E. 2008. Pengendalian penyakit sayuran yang ditanam dengan

sistem budidaya pada pertanian periurban. Jurnal Hortikultura 18(2):200-211.

Susetio H, Hidayat SH. 2014. Respons lima varietas kacang panjang terhadap Bean common mosaic virus. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10(4):112-118. DOI: 10.14692/jfi.10.4.112

Susilo KR, Diennazola R. 2012. Tanaman Sayur. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka.

Taufik M, Sarawa, Hasan A, Amelia K. 2013. Analisis pengaruh suhu dan kelembaban terhadap perkembangan penyakit Tobacco mosaic virus pada tanaman cabai. Jurnal Agroteknos 3(2):94-100.

Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Walkey DGA. 1991. Applied Plant Virology. 2th edition. London (UK): Chapman and Hall.

Zhang XS, Hoh J, Colvin J. 2001. Sinergism between plant viruses. A mathehatical analysis of the epidemological implipication. Plant Pathology 50:735-746.

Zitter TA, Murphy JF. 2009. Cucumber mosaic virus. The Plant Health Instructor doi: 10.1094/PHI-I-2009-0518-01.

(41)

21

(42)
(43)

23 Lampiran 1 Hasil deteksi DIBA setiap tanaman uji dengan antiserum spesifik

CMV

Kultivar Konfirmasi insidensi penyakit ulangan

ke-1

Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bandana F1 + + + + + + + + + + 10

Bella F1 + + + + + + + + + + 10

Bungas F1 + + + + + + + + + + 10

Daria + + + + + + + + + + 10

Jepang + + + + + + + + + + 10

Purbaya F1 + + + + + + + + + + 10

Rio F1 + + + + + + + + + + 10

Si Putih + + + + + - + + + + 9

Wulan F1 + + + + + + + + + + 10

Yupiter + + + + + + + + + + 10

1

+ tanaman terifeksi CMV; - tanaman tidak terinfeksi CMV

Lampiran 2 Nilai absorbansi komposit tiap kultivar hasil deteksi DAS-ELISA

Kultivar NAE sampel komposit Rata-rata

1 2 3

Bandana F1 0.790 0.893 0.689 0.790

Bella F1 0.741 0.958 0.707 0.802

Bungas F1 0.701 0.737 0.788 0.742

Daria 0.984 0.860 0.978 0.940

Jepang 0.561 0.776 0.872 0.736

Purbaya F1 0.976 0.870 0.628 0.824

Rio F1 0.953 0.835 0.675 0.821

Si Putih 0.650 0.910 0.774 0.778

Wulan F1 0.902 0.697 0.962 0.853

(44)
(45)

25 Lampiran 4 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun dan tingkat hambatan

relatif

Kultivar Jumlah daun

1

THR2 jumlah

Kontrol Inokulasi daun (%)1

Bandana F1 23.4 ± 1.1 de 16.9 ± 1.7 b 27.4 ± 10.1 a berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif.

Lampiran 5 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga dan tingkat hambatan relatif

Kultivar Masa berbunga (HST)

1

THR2 masa

Kontrol Inokulasi berbunga (%)1

(46)

26

Lampiran 6 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar dan tingkat hambatan relatif

Kultivar Jumlah bunga mekar

1

THR2 jumlah

Kontrol Inokulasi bunga (%)1

Bandana F1 54.10 ± 4.43 ij 31.90 ± 7.53 d 40.72 ± 14.78 a berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif.

Lampiran 7 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun

Kultivar Bobot kering berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif.

Lampiran 8 Data temperatur dan kelembapan bulanan rumah kaca cikabayan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat

Bulan Temperatur rata-rata (oC) Kelembapan rata-rata (%)

Maret 28.7 63.9

April 29.3 60.7

Mei 30.6 60.5

Juni 33.6 52.7

(47)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 5 Maret 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Djoko Susanto dan Ibu Nani Narliah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Cisurat kabupaten Sumedang pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 2 Darmaraja kabupaten Sumedang tahun 2005-2008. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2011 di SMAN 1 Sumedang.

Gambar

Tabel 1  Pengaruh infeksi CMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakit dan
Gambar 2  Gejala infeksi CMV yang dominan pada tiap kultivar. a. Kontrol sehat,
Tabel 2  Pengaruh infeksi CMV terhadap keparahan penyakit, indeks penyakit, dan akumulasi virus
Gambar 4  Pertumbuhan tinggi tanaman kontrol (-) dan tanaman perlakuan (+) pada 3 MSI
+4

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui pertumbuhan tumbuhan Mentimun (Cucumis sativus L.) yang diberi campuran limbah biogas dengan limbah buah dilihat dari parameter tinggi tanaman, jumlah daun, dan

Penyerbukan dengan bantuan serangga pada tanaman mentimun meningkatkan 100% jumlah buah normal per tanaman, 77,61% jumlah biji per buah, dan 28,57% bobot biji per buah.

Jumlah buah pada tanaman mentimun ditentukan oleh jumlah bunga yang muncul, sehingga semakin banyak bunga yang muncul, maka semakin banyak pula buah yang

Diperoleh dari selisih rerata bobot basah pada tanaman sehat dengan bobot basah tanaman yang diberi perlakuan inokulasi TuMV.. Pengurangan

Rerata Masa Inkubasi Penyakit Mosaik Pada Perlakuan 4 Ekstrak Nabati sebagai Inhibitor Virus.. Jenis Ekstrak Rerata Masa

Jumlah buah pada tanaman mentimun ditentukan oleh jumlah bunga yang muncul, sehingga semakin banyak bunga yang muncul, maka semakin banyak pula buah yang

Infeksi virus CMV pada tanaman semangka terjadi melalui beberapa cara yaitu melalui perlukaan (mekanis), penyambungan, biji (pollen), dodder, dan vektor. Kerusakan yang

Mentimun perlakuan BA menghasilkan kombinasi umur panen yang lebih pendek dari tetua jantan (A- varietas Panda) dan memiliki bobot buah yang lebih besar dari