• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Pa

g

e

i

PEMETAAN HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN TEKNIK

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN

TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2013

RIYMA MAYSA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Pa

g

e

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

ABSTRAK

RIYMA MAYSA. Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013. Dibimbing oleh SRI RAHAJU.

Data dan informasi mengenai tutupan lahan hutan rakyat, baik luas, jenis, jumlah produksi dan harga masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan hutan rakyat di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka menggunakan teknik sistem informasi geografis (SIG) berupa pemanfaatan teknologi citra satelit Landsat 8 OLI. Identifikasi dilakukan secara visual dan uji akurasi menggunakan matrik kontingensi (confusion matrix). Berdasarkan hasil interpretasi diperoleh delapan kelas tutupan lahan yaitu badan air, hutan rakyat, hutan tanaman, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar dan tanah terbuka. Hutan rakyat tersebar di seluruh desa sebesar 819.22 ha. Uji akurasi menyatakan tingkat kesesuaian citra hasil klasifikasi dengan kondisi aktual di lapangan. Semakin tinggi nilai akurasi, maka hasil klasifikasi citra akan mendekati kondisi sebenarnya di lapangan. Hasil uji akurasi menunjukkan nilai overall accuracy sebesar 83.61% dan kappa accuracy sebesar 80.01%.

Kata kunci: pemetaan, interpretasi visual, hutan rakyat, Kecamatan Talaga

ABSTRACT

RIYMA MAYSA. Mapping of Community Forest Using Geographic Information System (GIS) in Subdistrict of Talaga, Majalengka 2013. Supervised by SRI RAHAJU.

Data and information about community forest land cover for area, type, total production and the price are still limited. The purpose of this study is to map the community forest in Subdistrict of Talaga, Majalengka using geographic information system (GIS) technique in the form of technology utilization of Landsat satellite 8 OLI. Identification is done visually and accuracy test using confusion matrix. Based on the interpretation results were obtained eight land cover classes that are water body, community forest, plantation forest, ocupation, dryland agriculture, wetland, slash and open land. Community forest is spreaded all over the village in the amount of 819.22 ha. Accuracy test showed classification of compatibility level image result with actual conditions in the field. The higher the value of accuracy, the result of image classification will be closer to the actual conditions in the field. Accuracy test results showed that the value of overall accuracy is 83.61% and kappa accuracy is 80.01%.

(5)

Pa

g

e

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PEMETAAN HUTAN RAKYAT MENGGUNAKAN TEKNIK

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN

TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2013

RIYMA MAYSA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Pa

g

e

v

Judul Skripsi : Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013

Nama : Riyma Maysa NIM : E14100132

Disetujui oleh

Dra Sri Rahaju, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, M.ScF.trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Pemetaan Hutan Rakyat Menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Tahun 2013” dilakukan dalam rangka melengkapi salah satu syarat kelulusan sebagai Sarjana Kehutanan IPB.

Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, adik-adik, beserta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Sri Rahaju, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, nasihat, ilmu, kesabaran, motivasi, dan waktu yang diberikan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Budi Kuncahyo, MS atas saran dalam penulisan skripsi, Bapak Dr Ir Yulius Hero, MSc selaku ketua sidang komprehensif dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, Shut, MSc selaku dosen penguji sidang komprehensif atas masukan, saran, nasihat dan motivasi yang diberikan. Terimakasih penulis sampaikan pula kepada Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Majalengka dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Majalengka atas bantuan dan arahan saat melakukan penelitian.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Uus Saepul SHut dan rekan-rekan Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB atas bimbingan, masukan dan sarannya, DMNH 47, Himmaka 47 dan Pondok Assalamah atas dukungan, semangat dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

Pa

g

e

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat dan Data 2

Prosedur Kerja 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi 6

Identifikasi Tutupan Lahan 6

Analisis Akurasi 10

Analisis Tutupan Lahan 11

Definisi Hutan Rakyat 13

Sebaran Hutan Rakyat 13

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakterstik citra Landsat 8 OLI 3

2 Matrik kesalahan (confusion matrix) 5

3 Kelas tutupan lahan di Kecamatan Talaga menggunakan Citra Landsat

8 OLI tahun 2013 7

4 Matrik kesalahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 OLI tahun 2013 di

Kecamatan Talaga 10

5 Luas tutupan lahan di Kecamatan Talaga tahun 2013 12 6 Tutupan lahan kawasan TNGC di wilayah Kecamatan Talaga 12 7 Sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013 14

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Citra Landsat 8 OLI Kecamatan Talaga 4

2 Peta Tutupan Lahan Kecamatan Talaga 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data jumlah penduduk Kecamatan Talaga tahun 2014 20 2 Data mata pencaharian di Kecamatan Talaga tahun 2014 21

3 Contoh perhitungan uji akurasi 22

4 Tabel sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013 23 5 Peta Hasil Overlay Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai di

Wilayah Kabupaten Majalengka 24

(11)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan rakyat menyimpan potensi yang sangat berarti dalam pengelolaan hutan secara nasional. Hasil penelitian IPB pada tahun 1976 dan UGM pada tahun 1977 dalam Darusman dan Hardjanto (2006) tentang konsumsi kayu pertukangan dan kayu bakar ternyata sebagian besar disediakan oleh hutan rakyat. Hutan rakyat menjadi alternatif sumber pasokan bahan baku kayu selain dari hutan alam dan hutan tanaman yang semakin berkurang.

Hutan rakyat di Indonesia telah diusahakan sejak puluhan tahun lalu dan terbukti sangat bermanfaat tidak hanya bagi pemiliknya, tetapi juga masyarakat dan lingkungannya. Hutan rakyat di Jawa memiliki luas relatif lebih sempit namun memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Status kepemilikan, aksesibilitas, informasi, budidaya dan pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik (Darusman dan Hardjanto 2006).

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas hutan rakyat sebesar 10 757 ha (Dishutbunnak 2012). Perkembangan hutan rakyat di Kabupaten Majalengka semakin berkembang sejak dilaksanakannya program oleh Departemen Kehutanan yang dikenal dengan nama gerakan sengonisasi pada tahun 1989 dan gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) tahun 2003 untuk merehabilitasi lahan kritis. Luas lahan kritis di Kabupaten Majalengka pada tahun 2005 sebesar 18 320 ha (13.69% dari luas total Kabupaten Majalengka) dan mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar 10.02%.

Data mengenai hutan rakyat, baik luas, jenis, jumlah produksi dan harga masih bersifat seadanya. Perlu diketahui jenis tanaman, kelas (sebaran) umum, lokasi dan luas hutan rakyat yang telah dibangun untuk memperkirakan hasil produksi hutan rakyat yang dapat dipanen secara lestari (Hindra 2006). Teknik sistem informasi geografis (SIG) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menganalisis luas dan sebaran hutan rakyat secara lengkap, cepat dan relatif akurat. Menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2009) SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengumpulkan, memanipulasi dan menganalisis objek-objek atau fenomena di permukaan bumi dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis. Menurut Prahasta (2009) SIG dapat merepresentasikan dunia nyata yang dapat disimpan dan kemudian diproses sedemikian rupa sehingga akhirnya disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana. Penelitian dilakukan di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka yang memiliki potensi luas hutan rakyat cukup besar.

Tujuan

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai luas dan sebaran hutan rakyat tahun 2013 di Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan hutan rakyat kedepannya.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2014 di wilayah Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS), alat tulis, kamera, kompas, tally sheet serta laptop yang dilengkapi dengan software ArcGIS 9.3 dan Erdas Imagine 9.1. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa citra satelit Landsat 8 OLI (path/row: 121/65 perekaman tanggal 15 Juni 2013) yang diperoleh dari situs http://earthexplorer.usgs.gov dan data hasil ground check lapangan. Data sekunder berupa peta batas administrasi Kabupaten Majalengka, peta jaringan jalan dan sungai Kabupaten Majalengka, Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) Jawa Barat, peta tematik penutupan hutan dan lahan Kementerian Kehutanan 2011 dan data hasil wawancara di lapangan.

Prosedur Kerja

Pra Pengolahan Citra

Pra pengolahan citra merupakan tahap awal sebelum melakukan pengolahan citra lebih lanjut.

1. Perubahan format dan penggabungan citra (layer stack)

(13)

3 tampilan mendekati warna alam sehingga variasi informasi lebih banyak dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Mentari 2013). Tabel 1 menunjukkan karakteristik band yang terdapat pada citra Landsat 8 OLI.

Tabel 1 Karakterstik citra Landsat 8 OLI

Saluran Band Panjang gelombang

Registrasi merupakan kegiatan penyamaan posisi antara satu citra dengan peta lainnya dengan mengabaikan sistem koordinat dari citra tersebut. Proses registrasi dilakukan dengan menyamakan posisi citra dengan PDTK. Hal tersebut perlu dilakukan pada citra untuk mendapatkan nilai piksel yang sebenarnya pada posisi yang tepat (Jaya 2010).

3. Pemotongan citra (cropping)

Data citra yang telah teregistrasi selanjutnya dilakukan pemotongan citra (cropping) untuk mendapatkan areal penelitian yaitu Kecamatan Talaga menggunakan peta batas administrasi Kabupaten Majalengka.

Interpretasi Visual Citra

Interpretasi atau penafsiran citra merupakan kegiatan mengkaji citra dan menilai arti pentingnya suatu obyek. Interpretasi visual merupakan kegiatan mengkaji citra dengan maksud mengidentifikasi objek yang tergambar didalam citra berdasarkan ciri atau karakteristik objek tersebut secara keruangan (spasial). Karakteristik objek dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi rona/warna, tekstur, pola, bentuk, bayangan, ukuran, asosiasi dan situs (BAPLAN 2008). Identifikasi awal tutupan lahan dimaksudkan untuk memberikan gambaran awal mengenai jumlah dan macam penutupan lahan.

Pengambilan Data di Lapangan (Ground check)

(14)

4

Analisis Pengolahan Citra

Interpretasi visual citra mengacu pada kriteria tutupan hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan 2008 sebanyak 23 kelas yang dilakukan modifikasi menjadi delapan kelas meliputi badan air, hutan rakyat, hutan tanaman, pemukiman, pertanian lahan kering (PLK), sawah, semak/belukar dan tanah terbuka. Data pendukung untuk melakukan analisis pengolahan citra adalah peta tematik penutupan hutan dan lahan dari Kementerian Kehutanan tahun 2011. Evaluasi Akurasi

Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat kesalahan yang terjadi pada klasifikasi tutupan lahan sehingga dapat ditentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix). Matrik kontingensi yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah sampel yang diklasifikasi (Jaya 2010). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) matrik kesalahan adalah matrik bujursangkar yang berfungsi untuk membandingkan antara data lapangan dan korespondensinya dengan hasil klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah sampel yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar atau salah, persentase banyaknya sampel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Contoh dari matrik kesalahan disajikan pada Tabel 2.

(15)

5 Tabel 2 Matrik kesalahan (confusion matrix)

Data

Akurasi yang dihitung yaitu akurasi pembuat (producer’s accuracy), akurasi pengguna (user accuracy), akurasi keseluruhan (overall accuracy) dan akurasi

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i

Xij = nilai sampel dalam baris ke-i dan kolom ke-j

N = banyaknya sampel dalam contoh

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi

Letak Geografis

Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah sebesar 4313.50 ha atau 3.58% dari luas total Kabupaten Majalengka (120 424 ha). Secara geografis Kecamatan Talaga terletak antara 6° 58'  7° 03' LS dan 108° 16'  108° 21' BT. Kecamatan Talaga terdiri atas 17 desa yang dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu sebelah utara Kecamatan Banjaran, sebelah selatan Kecamatan Cingambul, sebelah barat Kecamatan Bantarujeg dan sebelah timur Kecamatan Cikijing (BPS 2014). Sebagian kecil wilayah Kecamatan Talaga merupakan lahan Perhutani dan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Iklim dan Topografi

Keadaan topografi Kecamatan Talaga berupa perbukitan terjal dengan kemiringan lahan berkisar antara 15 – 40% dan ketinggian antara 400 – 1500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Jenis tanah dominan latosol dan gromosol. Curah hujan tahunan rata-rata bervariasi dari 2400 – 3800 mm dengan hari hujan 11 hari/bulan. Suhu rata-rata harian 23 – 28° C dan kelembaban udara 65 – 86%. Sosial Masyarakat

Jumlah penduduk Kecamatan Talaga tahun 2014 adalah 43 787 jiwa yang terdiri atas 22 203 jiwa laki-laki dan 21 584 jiwa perempuan dengan sebaran umur yang berbeda-beda. Data lebih rinci disajikan pada Lampiran 1. Sebagian besar, masyarakat bermata pencaharian sebagai petani (Lampiran 2). Kegiatan pertanian yang dilakukan masyarakat terdiri atas dua jenis yaitu pertanian berupa sawah atau tanaman musiman lainnya dan hutan rakyat dengan jenis dominan sengon (Albizia falcataria), jabon (Anthocephalus cadamba) dan mahoni (Swietenia macrophylla).

Identifikasi Tutupan Lahan

(17)

7

7

7

Tabel 3 Kelas tutupan lahan di Kecamatan Talaga menggunakan Citra Landsat 8 OLI tahun 2013 Kelas tutupan

lahan Koordinat Deskripsi *)

Gambar pada citra Kombinasi band 754

Skala 1:5000

Gambar di lapangan

Badan air Bujur: 108° 17' 59.07" E Lintang: 6° 59' 31.72" S

Seluruh kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, dan padang lamun (lumpur pantai)

Hutan rakyat Bujur: 108° 19' 28.87" E Lintang: 6° 59' 10.95" S

Seluruh kenampakan kebun, baik yang sudah jadi tanaman tua maupun yang masih merupakan tanaman muda

Hutan tanaman Bujur: 108° 22' 24.74" E Lintang: 6° 57' 34.29" S

Kelas penutupan lahan hutan hasil budidaya manusia, meliputi hutan tanaman industri maupun hutan tanaman hasil reboisasi di dalam atau di luar kawasan hutan

Pemukiman Bujur: 108° 18' 29.85" E Lintang: 6° 59' 8.43" S

(18)

8 8 Tabel 3 (Lanjutan)

Kelas tutupan

lahan Koordinat Deskripsi *)

Gambar pada citra Kombinasi band 754

Skala 1:5000

Gambar di lapangan

Pertanian lahan kering (PLK)

Bujur: 108° 16' 44.24" E Lintang: 7° 0' 32.18" S

Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan, kebun campuran dan ladang.

Sawah Bujur: 108° 17' 37.06" E

Lintang: 6° 58' 32.31" S

Semua aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pola pematang (di Pulau Jawa) yang mempunyai rotasi tanam. Kelas ini juga memasukkan sawah musiman, sawah tadah hujan dan sawah irigasi.

Semak/belukar Bujur: 108° 18' 32.92" E Lintang: 6° 59' 49.48" S

Kawasan bekas hutan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi), kawasan dengan pohon jarang (alami), atau kawasan dengan dominasi vegetasi berkayu bercampur dengan vegetasi rendah (alami) lainnya.

Tanah terbuka Bujur: 108° 17' 37.06" E Lintang: 6° 58' 32.31" S

Kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi dan lahan terbuka bekas kebakaran.

(19)

9

9 Badan air yang ditemukan di lapangan berupa sungai, kolam dan saluran irigasi. Namun pada kenampakan citra Landsat 8 OLI yang digunakan, badan air yang teridentifikasi hanya dalam bentuk sungai, sedangkan saluran irigasi dan kolam tidak tampak karena luasnya yang relatif kecil. Sungai memiliki tampilan warna ungu tua, tekstur halus, bentuk memanjang, ukuran kecil sampai besar dan pola tidak teratur. Sungai dapat dengan mudah dibedakan dengan jaringan jalan yang memiliki pola teratur dan ukuran hampir sama di sepanjang jalan.

Hutan tanaman merupakan hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur tebang habis permudaan buatan (THPB) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan hasil hutan (Kepmenhut 101/Menhut-II/2004). Hutan tanaman yang ditemukan di lapangan berupa tegakan pinus dengan luasan cukup besar dan rapat dikelola oleh Perhutani.

Hutan rakyat, hutan tanaman dan semak/belukar memiliki warna yang sama yaitu hijau, namun selain warna dapat dibedakan juga dengan menggunakan elemen interpretasi lainnya. Perbedaan kenampakan warna dipengaruhi oleh jenis tanaman dan kerapatan yang berbeda. Hutan tanaman lebih mudah diidentifikasi karena memiliki warna hijau yang lebih gelap, pola teratur dan tekstur halus. Hal tersebut disebabkan hutan tanaman memiliki kerapatan tinggi dan jenis tanaman satu jenis yaitu pinus. Hutan rakyat memiliki tampilan warna hijau tua sampai hijau muda dengan pola tidak teratur dan tekstur lebih kasar dari hutan tanaman. Hal tersebut disebabkan hutan rakyat memiliki kerapatan sedang dengan tanaman lebih dari satu jenis. Selain itu ditemukan juga warna hijau bercampur merah muda karena lokasi hutan rakyat berada di dekat pemukiman. Semak/belukar memiliki tampilan warna hijau lebih muda dari hutan rakyat dengan tekstur agak kasar. Hal tersebut disebabkan semak belukar memiliki kerapatan yang sangat rendah berupa tumbuhan bawah berukuran kecil sampai sedang, campuran jenis rumput-rumputan dan alang-alang.

Pemukiman dan tanah terbuka memiliki warna yang hampir sama yaitu merah muda. Pemukiman memiliki tampilan warna merah muda gelap dan tekstur halus. Polanya teratur, mengelompok dan terdapat jaringan jalan sehingga lebih mudah diinterpretasi. Tanah terbuka memiliki tampilan warna merah muda terang dan putih dengan tekstur halus dan luasan relatif kecil.

Penggunaan lahan PLK memiliki tampilan kombinasi warna hijau tua sampai hijau muda, ungu, kuning dan merah muda dengan tekstur kasar. Hal tersebut disebabkan jenis tanaman yang ditanam berbeda-beda. Jenis tanaman yang ditemukan di lapangan berupa sayur-sayuran, singkong, jagung, pisang dan kacang-kacangan.

Sawah yang ditemukan di lapangan berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah yang menggunakan sistem irigasi memiliki tampilan warna ungu kombinasi merah muda, sedangkan sawah tadah hujan memiliki warna ungu tua. Keduanya memiliki tekstur halus, pola teratur dan luas relatif besar.

(20)

10

Analisis Akurasi

Perhitungan akurasi dilakukan untuk melihat keakuratan atau ketelitian hasil klasifikasi objek pada citra. Data yang digunakan yaitu titik ground check di lapangan. Nilai akurasi diperoleh melalui perhitungan producer’s accuracy, user’s accuracy, overall accuracy dan kappa accuracy yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Matrik kesalahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 OLI tahun 2013 di Kecamatan Talaga

Data

referensi Data hasil interpretasi Jumlah

PA (%)

Data hasil ground

check lapangan

Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8

1 4 0 0 0 0 2 0 0 6 66.67

2 0 17 0 0 0 1 0 0 18 94.44

3 0 0 1 0 0 0 0 0 1 100.00

4 0 0 0 7 0 0 0 0 7 100.00

5 0 1 0 0 10 0 0 0 11 90.91

6 0 0 0 1 1 6 0 0 8 75.00

7 0 0 0 0 3 0 4 1 8 50.00

8 0 0 0 0 0 0 0 2 2 100.00

Jumlah 4 18 1 8 14 9 4 3 61

-OA (%)= 83.61 UA(%) 100.00 94.44 100.00 87.50 71.43 66.67 100.00 66.67 - -

Sumber: Data diolah

Keterangan: PA = Producer’s accuracy, UA = User’s accuracy, OA = Overall accuracy.

1 = Badan air, 2 = Hutan rakyat, 3 = Hutan tanaman, 4 = Pemukiman, 5 = Pertanian lahan kering (PLK), 6 = Sawah, 7 = Semak/belukar, 8 = Tanah terbuka.

(21)

11 Berdasarkan Tabel 4, nilai producer's accuracy terbesar terdapat pada kelas hutan tanaman, pemukiman dan tanah terbuka sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh hasil ground check terklasifikasi dengan benar. Nilai terkecil terdapat pada kelas semak/belukar dengan nilai 50.00%. Hal tersebut dikarenakan total 8 sampel yang digunakan sebagai titik ground check, 3 sampel diklasifikasikan ke dalam kelas PLK dan 1 sampel ke dalam kelas tanah terbuka. Sampel diklasifikasikan ke dalam PLK karena pada citra teridentifikasi campuran warna hijau, kuning dan ungu. Diperkirakan hal tersebut terjadi karena pada perekaman citra tahun 2013 masih terdapat tanaman pertanian sedangkan saat dilakukan ground check tahun 2014, tanaman tersebut telah dipanen dan berubah menjadi semak/belukar. Contoh perhitungan lebih rinci disajikan pada Lampiran 3.

Nilai user's accuracy terbesar terdapat pada kelas badan air, hutan tanaman dan semak/belukar sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel terklasifikasi dengan baik. Nilai terkecil terdapat pada kelas sawah dan tanah terbuka sebesar 66.67%. Hal tersebut dikarenakan terdapat sampel kelas lain yang masuk ke dalam kelas sawah yaitu 2 kelas badan air dan 1 kelas hutan rakyat. Sampel badan air diklasifikasikan ke dalam sawah karena pada citra teridentifikasi berwarna ungu tua. Sampel tersebut diperkirakan berupa saluran irigasi namun tidak teridentifikasi pada citra karena luas yang relatif kecil. Sampel hutan rakyat diklasifikasikan ke dalam sawah karena pada citra terlihat berwarna ungu tua. Sampel tersebut diperkirakan berupa sawah pada tahun 2013 dan mengalami perubahan menjadi hutan rakyat pada tahun 2014 saat dilakukan ground check.

Nilai user's accuracy terkecil lainnya adalah kelas tanah terbuka. Hal tersebut dikarenakan terdapat sampel kelas lain yang masuk ke dalam kelas tanah terbuka, yaitu 1 kelas semak/belukar. Sampel semak/belukar diklasifikasikan ke dalam tanah terbuka karena pada citra teridentifikasi berwarna merah muda terang. Sampel tersebut diperkirakan berupa tanah kosong pada tahun 2013 dan mengalami pertumbuhan semak/belukar pada tahun 2014.

Nilai keakuratan hasil klasifikasi dapat dilihat dari nilai overall accuracy sebesar 83.61% dengan tingkat kesalahan sebesar 16.39% dan kappa accuracy sebesar 80.01% dengan tingkat kesalahan sebesar 19.99%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan citra Landsat 8 OLI dalam mengidentifikasi suatu tutupan lahan belum terlaksana dengan baik. Jika nilai overall accuracy kurang dari 85%, maka klasifikasi harus diperbaiki (Jaya 2010).

Analisis Tutupan Lahan

(22)

12

Tabel 5 Luas tutupan lahan di Kecamatan Talaga tahun 2013

Tutupan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Badan air 21.60 0.50

Hutan rakyat 819.22 18.99

Hutan tanaman 37.67 0.87

Pemukiman 583.24 13.52

Pertanian lahan kering 1046.49 24.26

Sawah 1104.10 25.60

Penutupan lahan di Kecamatan Talaga didominasi oleh sawah yaitu sebesar 1104.10 ha (25.60%), PLK sebesar 1046.49 ha (24.26%) selanjutnya hutan rakyat sebesar 819.22 ha (18.99%). Hal tersebut terjadi karena Kecamatan Talaga bervariasi dalam hal topografi sehingga berpengaruh terhadap penggunaan lahannya. Menurut Sukartiko (1988) dalam Saleh (2004) pemanfaatan lahan pada umumnya ditentukan atas dasar kemiringan dan ketinggian lahan di atas permukaan laut. Lahan dengan kemiringan 0 – 15% cocok untuk pertanian tanaman pangan secara intensif, lahan dengan kemiringan 15 – 25% cocok untuk tanaman pangan yang dikombinasikan dengan tanaman kehutanan dan perkebunan serta lahan dengan kemiringan lebih dari 25% cocok untuk kehutanan dan perkebunan. Selain itu masyarakat lebih tertarik mengusahakan lahan untuk pertanian karena budaya tani sudah ada sejak turun-temurun. Masyarakat beranggapan bahwa hasil pertanian lebih berarti dan lebih cepat dibandingkan hasil kehutanan.

Hasil indentifikasi kelas tutupan lahan TNGC menunjukkan bahwa TNGC tidak hanya terdiri atas kelas hutan, namun terdiri atas beberapa kelas tutupan lahan. Tutupan lahan tersebut meliputi hutan, pemukiman, PLK, sawah dan semak/belukar. Luas masing-masing tutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Tutupan lahan kawasan TNGC di wilayah Kecamatan Talaga

(23)

13 hasil wawancara, masyarakat sudah mengelola lahan sejak turun-temurun dengan ditanami sayur-sayuran dan tanaman pertanian lahan kering sehingga mereka merasa sudah memiliki lahan tersebut. Pihak TNGC pun tidak melarang penggunaan lahan tersebut. Penggunaan kawasan tersebut secara tidak langsung merupakan bentuk kerjasama masyarakat dan TNGC karena lahannya digunakan untuk ditanami berbagai tanaman pertanian sehingga tidak menjadi lahan kritis. Batas administrasi kawasan TNGC disajikan pada Lampiran 5.

Definisi Hutan Rakyat

Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan berdasarkan statusnya menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Secara definisi, hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah dan selanjutnya lazim disebut hutan rakyat. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.03/Menhut-V/2004 telah mengatur ketentuan luasan dan persentase tutupan tajuk pada hutan rakyat. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik di luar kawasan hutan negara dengan ketentuan luas minimum sekitar 0.25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50%. Menurut Suhardjito (2000) hutan rakyat merupakan hutan buatan melalui penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) di lahan hak milik, baik berupa hutan individu, hutan keluarga maupun hutan kelompok masyarakat.

Menurut Michon (1983) dalam Hardjanto (2003) terdapat tiga tipe hutan rakyat yaitu pekarangan, talun dan kebun campuran. Perbedaan diantara ketiganya adalah sebagai berikut:

a. Pekarangan mempunyai sistem pengaturan tanaman yang baik dan biasanya berada di sekitar rumah. Luas minimum sekitar 0.1 ha dan dipagari mulai dari jenis sayur-sayuran hingga pohon yang mencapai tinggi 20 meter.

b. Talun mempunyai ukuran lebih luas, penanaman pohon sedikit rapat, tinggi pohon mencapai 35 meter dan terdapat beberapa pohon yang tumbuh secara liar dari jenis herba dan liana.

c. Kebun campuran memiliki jenis tumbuhan cenderung lebih heterogen dengan satu jenis tanaman pokok dan berbagai macam jenis tanaman herba.

Sebaran Hutan Rakyat

(24)

14

Tabel 7 Sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013

Desa Luas Hutan Rakyat (Ha) Persentase HR (%)

Campaga 146.91 17.93

Keberadaan hutan rakyat tidak semata-mata akibat interaksi alami antar komponen botani, mikroorganisme, mineral tanah, air dan udara, melainkan adanya peran manusia dan kebudayaannya (Suhardjito 2000). Menurut Hardjanto (2003) faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan hutan rakyat di Jawa yaitu:

1. Faktor internal: fungsi tradisi yaitu kebiasaan masyarakat secara turun-temurun yang tidak memerlukan budaya insentif, fungsi ekonomi rumah tangga, tata air, kesesuaian tempat tumbuh dan modal yang relatif rendah. 2. Faktor eksternal: permintaan kayu tinggi, pertumbuhan industri kayu dan

infrastuktur jalan desa.

Perbedaan luas hutan rakyat terjadi selain karena budaya masyarakat juga karena luas desa. Luas masing-masing desa disajikan pada Lampiran 6. Desa Campaga memiliki luas cukup besar yaitu 453.24 ha sedangkan Desa Salado memiliki luas paling kecil sebesar 47.38 ha sehingga peluang hutan rakyat lebih besar berada di Desa Campaga. Desa Gunungmanik merupakan desa terbesar di Kecamatan Talaga sebesar 857.52 ha dan berbatasan langsung dengan kawasan TNGC dan lahan Perhutani, namun luas hutan rakyat di Desa Gunungmanik hanya sebesar 54.13 ha (6.61%).

(25)

15 dengan kayu yang memiliki siklus panen relatif lama. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suhardjito (2000) bahwa budidaya hutan rakyat bukan pilihan yang utama bagi masyarakat pedesaan Jawa pada umumnya. Jika kondisi alam memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dengan keuntungan tinggi. Selain itu, Hardjanto (2000) menyatakan bahwa hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan sesuai definisi hutan, yaitu minimal harus 0.25 ha. Hal tersebut disebabkan rata-rata kepemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Sempitnya kepemilikan lahan mendorong kepada pemiliknya untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin sehingga pada umumnya pemilik berusaha memanfaatkan lahan dengan membudidayakan tanaman-tanaman yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan dan tanaman konsumsi sehari-hari.

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pemerintah Kabupaten Majalengka membangun hutan rakyat dengan tiga tujuan utama. Segi ekologi yaitu meningkatkan peran sumber daya hutan yang lestari dan memperbaiki lahan kritis yang cukup luas. Segi ekonomi yaitu mampu menyerap tenaga kerja, membantu meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengembangkan iklim usaha dan pemasaran hasil produk. Segi sosial yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan usaha (Dishutbunnak 2012).

Informasi mengenai pembangunan hutan rakyat mulai dicanangkan pemerintah Kabupaten Majalengka untuk merehabilitasi lahan kritis. Tahun 2003, pemerintah pusat melaksanakan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRLH) dan tahun 2004 pemerintah provinsi melaksanakan program Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Kegiatan yang dilaksanakan berupa penanaman dan pemeliharaan serta pemberian bantuan bibit tanaman keras seperti jati, alba, mahoni dan tanaman-tanaman lainnya untuk ditanam di lahan yang dinilai kritis. Penanaman tanaman berkayu merupakan kegiatan yang paling sesuai untuk pemanfaatan lahan kritis. Menurut Attar (2000) salah satu usaha untuk mengembangkan pemanfaatan lahan kritis yang tidak produktif adalah dengan menanam tanaman berkayu yang mempunyai nilai komersial di lahan milik penduduk. Semakin banyak tanaman kayu yang ditanam menyebabkan luas hutan rakyat semakin meningkat.

Program GRLK diganti menjadi KBR (kebun bibit rakyat) pada tahun 2010. KBR dilaksanakan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam usaha hutan rakyat dan merehabilitasi lahan kritis. Kegiatannya berupa pembuatan persemaian. Bibit yang dihasilkan akan ditanam sendiri atau disebarkan ke desa setempat bahkan luar desa.

Jenis Tanaman

(26)

16

serbaguna (MPTS) adalah jenis tanaman yang menghasilkan kayu dan bukan kayu (buah-buahan, getah, kulit) (Kemenhut 2014).

Pemerintah Kabupaten Majalengka memberikan bantuan dua jenis tanaman kepada masyarakat, yaitu 60% tanaman kayu dan 40% tanaman MPTS. Tanaman kayu yang diberikan yaitu sengon, jabon, mahoni, jati, suren dan gmelina. Tanaman MPTS yang diberikan yaitu tanaman buah-buahan seperti rambutan, sukun, durian dan mangga.

Pola Tanam Hutan Rakyat

Pola tanam hutan rakyat yang terdapat di Kecamatan Talaga dikelompokkan menjadi monokultur dan agroforestri. Pola tanam monokultur hanya menanam satu jenis pohon dalam suatu hamparan lahan, sedangkan pola tanam agroforestri yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.

Sebagian besar petani menerapkan pola tanam agroforestri. Jenis tanaman yang ditanam yaitu tanaman kehutanan dikombinasikan dengan tanaman pertanian seperti jagung, pisang, singkong, kelapa dan kacang-kacangan. Sebagian kecil masyarakat menerapkan pola tanam monokultur dengan jenis tanaman sengon atau jabon. Pola tanam agroforestri lebih banyak diterapkan karena dapat memaksimalkan produktivitas lahan dan hasil panen dapat dinikmati lebih cepat melalui tanaman pertanian yang ditanam.

Kegiatan Pengelolaan Hutan Rakyat

Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di Kecamatan Talaga mayoritas hampir sama antara satu dengan yang lainnya mulai dari pengadaan bibit sampai penebangan. Pengadaan bibit dilakukan dengan membeli sendiri, bantuan dari pemerintah atau berasal dari anakan alami. Pembibitan dilakukan di lahan sendiri karena masyarakat belum memiliki areal khusus untuk persemaian. Pemeliharaan dilakukan dengan kegiatan pemupukan di tahun pertama dan penyiangan. Penebangan dilakukan oleh masyarakat dengan dasar tebang butuh. Kebutuhan yang paling banyak adalah untuk membangun rumah dan kebutuhan anak sekolah. Hasil panen biasanya digunakan sendiri atau dijual ke tetangga sekitar atau industri penggergajian. Kayu yang dibeli dapat berupa kayu gelondongan atau tegakan berdiri. Penebangan dan pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli sepenuhnya baik dari segi tenaga maupun biaya.

Kelembagaan Hutan Rakyat

(27)

17 Permasalahan hutan rakyat

1. Modal

Masyarakat mengusahakan hutan rakyat dengan modal swadaya dan subsidi. Namun pemberian subsidi tersebut tidak merata, beberapa masyarakat tidak mendapatkan subsidi sehingga harus mengeluarkan modal sendiri.

2. Sumber daya manusia

Sumber daya manusia sebagai pelaku utama pengelolaan hutan rakyat masih memiliki keterbatasan. Usaha hutan rakyat kebanyakan dilakukan oleh tenaga kerja yang telah berusia lanjut dan memiliki pendidikan rendah sehingga mereka kekurangan informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya hutan rakyat.

3. Kelembagaan atau organisasi

Kecamatan Talaga belum memiliki kelembagaan apapun yang mengelola hutan rakyat. Luas lahan yang tidak terlalu luas menyebabkan masyarakat secara individu mengusahakan dan menjual hasilnya secara individu pula sehingga mereka beranggapan tidak memerlukan adanya suatu lembaga.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil interpretasi, Kecamatan Talaga memiliki delapan kelas tutupan lahan yang terdiri atas badan air 0.50%, hutan rakyat 18.99%, hutan tanaman 0.87%, pemukiman 13.52%, pertanian lahan kering 24.26%, sawah 25.60%, semak/belukar 5.05% dan tanah terbuka 0.57%. Hutan rakyat seluas 819.22 ha tersebar di seluruh desa dengan potensi luas terbesar di Desa Campaga 146.91 ha dan terkecil di Desa Salado 7.25 ha. Hasil uji akurasi menunjukkan nilai overall accuracy sebesar 83.61% dan kappa accuracy sebesar 80.01%.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lokasi yang sama mengenai luas dan sebaran hutan rakyat menggunakan citra resolusi tinggi agar interpretasi visual lebih akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pendugaan potensi hutan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

(28)

18

Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): PIPH BAPLAN DEPHUT.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Talaga dalam Angka Tahun 2014. Majalengka (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka.

Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan ekonomi hutan rakyat. Di dalam: Djaban T, Osly R, Ginuk S, Jamal B, Suhariyanto, Agustinus PT, editor. Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan, Kontribusi Hutan Rakyat dalam Kesinambungan Industri Kehutanan; 2006 September 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Biografika.

[Dishutbunnak] Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan. 2012. Potensi Kehutanan dan Perkebunan. Majalengka (ID): Dishutbunnak.

Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Didik S, editor. Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

_________. 2003. Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hindra B. 2006. Potensi dan kelembagaan hutan rakyat. Di dalam: Djaban T, Osly R, Ginuk S, Jamal B, Suhariyanto, Agustinus PT, editor. Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan, Kontribusi Hutan Rakyat dalam Kesinambungan Industri Kehutanan; 2006 September 21; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Biografika.

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Teori dan Praktik Menggunakan Erdas Imagine. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan 2004. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 101/Menhut-II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas. Jakarta (ID): Kemenhut.

__________. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.87/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta (ID): Kemenhut.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Prapto S, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.

(29)

19 Prahasta E. 2009. Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar (Perspektif

Geodesi dan Geomatika). Bandung (ID): Informatika.

Saleh HE. 2004. Rencana pemanfaatan lahan kering untuk pengembangan usaha peternakan ruminansia dan usaha tani terpadu di Indonesia [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Suhardjito. 2000. Hutan Rakyat: Kreasi Budaya Bangsa. Didik S, editor. Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

(30)

20

Lampiran 1 Data jumlah penduduk Kecamatan Talaga tahun 2014

Desa Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)

Gunungmanik 1630 1521 3151

Ganeas 928 955 1883

Salado 1051 990 2041

Kertarahayu 474 407 881

Argasari 1505 1380 2885

Mekarraharja 1550 1499 3049

Sukaperna 925 973 1898

Jatipamor 1679 1568 3247

Cicanir 856 876 1732

Talagawetan 2934 2919 5853

Talagakulon 2980 2892 5872

Cikeusal 828 816 1644

Cibeureum 842 860 1702

Campaga 997 964 1961

Lampuyang 1275 1237 2512

Margamukti 976 997 1973

Mekarhurip 773 730 1503

Jumlah 22 203 21 584 43 787

(31)

21

21

21

Lampiran 2 Data mata pencaharian di Kecamatan Talaga tahun 2014

Desa Pertanian Pertambangan

dan penggalian Industri

Listrik, gas dan air

Buruh bangunan

Angkutan dan

telekomunikasi Jasa Lainnya

Margamukti 128 - 3 - 14 26 23 116

Cibeureum 287 9 2 - 22 15 24 181

Cikeusal 372 - 3 - 13 20 26 325

Jatipamor 504 - 6 - 10 26 21 300

Cicanir 127 - 3 - 9 21 22 152

Campaga 915 - 4 - 26 30 58 440

Lampuyang 1430 10 32 - 20 28 66 422

Mekarraharja 2012 35 450 2 22 35 47 560

Talagakulon 122 7 68 2 28 152 197 625

Talagawetan 457 - 140 2 30 60 302 230

Salado 120 - 12 - 5 26 21 40

Argasari 527 - 10 - 14 49 23 640

Gunungmanik 1060 7 30 - 12 30 62 625

Ganeas 482 - 1 1 4 28 18 155

Sukaperna 331 - 3 2 8 30 48 32

Kertarahayu 232 - 1 - 2 14 11 30

Mekarhurip Data masih bergabung dengan Desa Campaga

(32)

22

22 Lampiran 3 Contoh perhitungan uji akurasi

N = 61

Xii = 51

�(��=1� ���=1� ) = 669 Overall accuracy = 83.61%

Kappa accuracy = 80.01%

a. UA (%) badan air = 4

4∗ 100% = 100.00%

b. UA (%) sawah = 6

9∗ 100% = 66.67%

c. PA (%) hutan tanaman = 1

1∗ 100% = 100.00%

d. PA (%) semak/belukar = 4

8 � 100% = 50.00%

e. Xii = 4 + 17 + 1 + 7 + 10 + 6 + 4 + 2 = 51

f. �(��=1� ���=1� ) = (4*6) + (18*18) + (1*1) + (8*7) + (14*11) + (9*8) + (4*8) + (3*2)

= 669 g. Overall accuracy (%) = 51

61∗100% = 83.61%

h. Kappa accuracy (%) = 61∗ 51 − 669

(33)

23

23

23

Lampiran 4 Tabel sebaran hutan rakyat di Kecamatan Talaga tahun 2013

Desa Tutupan Lahan

Badan air Hutan rakyat Hutan tanaman Pemukiman PLK Sawah Semak/belukar Tanah terbuka TNGC

Margamukti - 69.26 - 36.40 136.67 21.62 39.57 - -

Mekarhurip - 38.11 - 13.84 98.59 9.09 15.37 - -

Mekarraharja 9.34 84.07 - 63.83 99.85 59.87 28.88 9.77 -

Sukaperna - 21.60 - 30.66 59.48 49.13 2.31 -

Campaga 8.94 146.91 - 40.32 118.62 112.50 21.74 4.21 -

Talagakulon 2.50 61.28 - 63.54 16.12 10.25 2.99 2.27 -

Talagawetan 0.83 23.67 - 77.10 31.60 3.73 0.95 -

Ganeas - 19.62 - 21.03 - 36.82 0.38 - -

Salado - 7.25 - 11.30 - 28.36 - 0.47 -

Lampuyang - 69.22 - 46.76 97.39 81.46 44.25 2.08 -

Cibeureum - 28.75 - 22.96 8.02 93.80 26.81 0.33 -

Cikeusal - 53.85 - 16.14 31.53 200.73 7.32 0.60 -

Cicanir - 24.77 - 17.40 - 43.29 - - -

Jatipamor - 20.60 - 34.61 - 158.33 1.62 - -

Argasari - 35.91 - 24.99 93.36 82.88 1.71 1.89 11.06

Gunungmanik - 54.13 37.67 47.04 190.45 71.44 15.57 1.99 439.23

Kertarahayu - 60.22 - 15.32 96.40 12.93 5.75 - 8.34

Jumlah 21.60 819.22 37.67 583.24 1046.49 1104.10 218.00 24.56 458.63

(34)
(35)

25

Lampiran 6 Luas desa di Kecamatan Talaga

Desa Luas Desa (Ha)

Campaga 453.24

Mekarraharja 355.61

Lampuyang 341.16

Margamukti 303.52

Talagakulon 158.95

Kertarahayu 198.96

Gunungmanik 857.52

Cikeusal 310.17

Mekarhurip 175.00

Argasari 251.80

Cibeureum 180.67

Cicanir 85.46

Talagawetan 137.88

Sukaperna 163.18

Jatipamor 215.16

Ganeas 77.85

Salado 47.38

Jumlah 4313.50

(36)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1992 di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Oo Solehudin SP dan Ibu Ade Haeriah SPd. Adik-adik bernama Mughni Najmuddin dan Hasbi Ash-shiddqi. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Talagakulon tahun 2004. Pendidikan menengah pertama penulis tempuh di SMP Negeri 1 Talaga (2004  2007), kemudian pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Majalengka dan lulus pada tahun 2010. Tahun 2010 pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan yaitu pengurus organisasi mahasiswa daerah HIMMAKA (Himpunan Mahasiswa Majalengka) sebagai sekretaris tahun 2011 – 2012 dan Himpunan Profesi Forest Management Student Club (FMSC) sebagai ketua kelompok studi perencanaan tahun 2012 – 2013. Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah tahun 2012 dan 2014 serta mata kuliah Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun 2014.

Gambar

Tabel 1  Karakterstik citra Landsat 8 OLI
Gambar 1  Peta Citra Landsat 8 OLI Kecamatan Talaga
Tabel 2  Matrik kesalahan (confusion matrix)
Tabel 3  Kelas tutupan lahan di Kecamatan Talaga menggunakan Citra Landsat 8 OLI tahun 2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah (1) interpretasi citra Landsat 8 OLI tahun 2015 dan 2020 untuk mengetahui persebaran perubahan mangrove dari hasil

Tabel 2 Deskripsi tutupan lahan di APHR Wonosobo Kelas tutupan dan penggunaan lahan Deskripsi Penampakan citra Landsat 7 Band 5-4-3 (R-G-B) tahun 2003 Penampakan citra

INTERPRETASI TUTUPAN LAHAN DI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) MODEL TOBA SAMOSIR UNIT XIV MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 di Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 9 kelas tutupan lahan yaitu awan, bayangan awan, hutan, hutan tanaman rakyat,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Hutan Rakyat Pala Menggunakan Citra Landsat 8 OLI di Kabupaten Aceh Selatan adalah benar karya saya

Hasil pemetaan tutupan lahan 1 di sebagian wilayah Kabupaten Pidie berdasarkan klasifikasi multispektral menggunakan metode random forest pada citra Landsat-8 OLI menunjukkan bahwa

Perhitungan Akurasi : Perubahan Tutupan Lahan Kota Langsa Tahun 2011, 2015 dan 2020 Berdasarkan klasifikasi hasil interpretasi citra Google Earth 2020 dengan pedoman dan hasil

ABSTRAK Pemanfaatan Citra Landsat 8 Oli dan Srtm untuk Pemetaan Penilaian Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan di Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru Oleh: Windi Novitri Yulimdra