• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Landsat 7 dan Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Landsat 7 dan Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8

(Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)

MUHAMMAD ROMADHON

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Landsat 7 dan Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Muhammad Romadhon

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD ROMADHON. Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Landsat 7 dan Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo). Dibimbing oleh Dr. Ir. Muhamad Buce Saleh, MS.

Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di lahan milik masyarakat. Hutan rakyat mengalami pertumbuhan yang pesat terutama di pulau Jawa. Alih fungsi tutupan lahan juga meningkat seiring dengan meningkatnya hutan rakyat. Perubahan tutupan lahan di Asosiasi Petani Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo ini dapat diketahui menggunakan penginderaan jarak jauh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghitung perubahan tutupan lahan yang terjadi di APHR Wonosobo pada tahun 2003 hingga tahun 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode interpretasi visual. Terdapat 8 kelas tutupan lahan hasil dari interpretasi visual citra yaitu hutan tanaman pinus, pemukiman, badan air, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar, tanah terbuka dan kebun campuran. Besar perubahan tutupan lahan ke arah positif seluas 449.24 ha (31.5%) dan perubahan yang ke arah negatif seluas 122.18 ha (8.6%).

Kata kunci: APHR Wonosobo, perubahan tutupan lahan, Interpretasi Visual

ABSTRACT

MUHAMMAD ROMADHON. Land Cover Change Identification by Use Landsat 7 and Landsat 8. Supervised by Dr. Ir. Muhamad Buce Saleh, MS.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN

MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8

(Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)

MUHAMMAD ROMADHON

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Landsat 7 dan Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat

Wonosobo)

Nama : Muhammad Romadhon NIM : E14100130

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc F.Trop Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Landsat 7 dan Landsat 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)” dengan sebaik-baiknya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Muhamad Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan baik dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, teman-teman, dan seluruh pihak atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan perbaikan untuk penyempurnaan skripsi ini, mengingat bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Semoga penelitian ini memberikan pengetahuan dan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat Penelitian 1

METODOLOGI 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Metode Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Citra Fusi 5

Objek di Lapangan 7

Kunci Interpretasi 9

Interpretasi dan Digitasi Citra 10

Analisis Perubahan Tutupan Lahan 12

SIMPULAN DAN SARAN 16

DAFTAR PUSTAKA 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis tutupan lahan di APHR Wonosobo 7

2 Deskripsi tutupan lahan di APHR Wonosobo 8

3 Deskripsi kunci interpretasi tutupan lahan di APHR Wonosobo. 10 4 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2014 10 5 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2003 11 6 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2003–2014 13 7 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2003–2014 14

DAFTAR GAMBAR

1 Peta sebaran titik pengamatan lapang di APHR Wonosobo 3

2 Kerangka penelitian 4

3 Citra original Landsat 8 band 6-5-4 5

4 Hasil metode IHS 5

5 Hasil metode Brovey 6

6 Hasil metode Wavelet 6

7 Hasil metode Multiplicative 6

8 Hasil metode Principal Component 6

9 Peta sebaran tutupan lahan APHR Wonosobo tahun 2014 11 10 Peta sebaran tutupan lahan APHR Wonosobo tahun 2003 12 11 Peta pola perubahan tutupan lahan APHR Wonosobo tahun 2003–2014

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan dan atau tanaman tahun pertama dengan minimal 500 batang (Dephutbun 1999). Hutan rakyat biasanya menggunakan sistem tumpang sari atau agroforestry. Sistem agroforestry yaitu percampuran antara tanaman berkayu dengan tanaman palawija dan buah-buahan yang bertujuan agar pendapatan masyarakat lebih meningkat.

Hutan rakyat mengalami perkembangan yang pesat terutama di pulau Jawa dalam 20 tahun terakhir. Keberadaan hutan rakyat secara indikatif di pulau Jawa (tersebar dalam 6 klas penutupan lahan) dari tahun 1990 sampai tahun 2008 telah meningkat sebesar 35.99% (selama 18 tahun), atau meningkat sebesar 1.99% (dibulatkan 2%) per tahun (BPKH Yogyakarta 2009). Penyebab meningkatnya area hutan rakyat di antaranya yaitu perawatan dan pengelolaan pohon tidak terlalu sulit, selain itu masyarakat juga mendapat kepastian akan hak kepemilikan dan pengelolaan lahan sehingga tidak takut hasil tanaman mereka bermasalah karena pohon membutuhkan waktu pertumbuhan bertahun-tahun agar bisa dipanen. Meningkatnya hutan rakyat berarti juga meningkatnya kebutuhan akan lahan. Alih fungsi lahan merupakan salah satu langkah yang digunakan masyarakat untuk menyiasati peningkatan kebutuhan lahan tersebut.

Dinamika perubahan penggunaan lahan yang lebih ke arah positif ini menarik untuk diamati. Perubahan penggunaan lahan dapat diketahui dengan menggunakan penginderaan jarak jauh. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Perubahan penggunaan lahan ini dapat diamati menggunakan citra Landsat 7 dan Landsat 8.

Tujuan

Mengidentifikasi tutupan lahan dan menghitung laju perubahan tutupan lahan di areal APHR Wonosobo menggunakan citra Landsat 7 dan Landsat 8 dengan metode Interpretasi Visual.

Manfaat Penelitian

(12)

2

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei–November 2014 di Asosiasi Pemilih Hutan Rakyat (APHR) Wonosobo Kabupaten Wonosobo yang terdiri dari 4 desa yaitu Durensawit, Jonggolsari, Kalimendong dan Manggis. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2014. Pengolahan data dilakukan pada bulan Juni-November 2014.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, tally sheet, kamera, Global Positioning System (GPS Receiver) Garmin 62st dan laptop yang dilengkapi dengan software ERDAS IMAGINE 9.3, ArcGIS 9.3. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat 8 path 120 dan row 65 perekaman Maret 2014, Landsat 7 path 120 dan row 65 perekaman Mei 2003, Peta Rupa Bumi Kabupaten Wonosobo skala 1 : 50.000.

Metode Penelitian

Pra-pengolahan citra

Pemilihan band komposit citra yang akan digunakan. Kombinasi band komposit yang digunakan pada penelitian ini mengikuti Kementrian Kehutanan yaitu kombinasi band 5, 4 dan 3 untuk Landsat 7. Band yang digunakan adalah

band 5,4, dan 3 untuk mengerjakan penafsiran citra dan penyajian data penutupan lahan khususnya, seperti yang digunakan Departemen Kehutanan untuk keseragaman, konsistensi, dan akurasi sehingga memudahkan dalam tukar menukar informasi penutupan lahan antar instansi baik pusat maupun daerah (Jaya 2010). Citra Landsat 8 menggunakan kombinasi band 6, 5 dan 4 karena kenampakannya serupa dengan kombinasi 5, 4 dan 3 pada Landsat 7.

Fusi citra yaitu proses menggabungkan antara band resolusi tinggi dengan

band multispektral dengan tujuan untuk membuat citra multispektral yang memiliki resolusi tinggi. Interpretasi visual klasifikasi tutupan lahan pada citra Landsat 8 cukup sulit untuk dilakukan karena sulit untuk membedakan antara pertanian lahan kering (PLK) dan kebun campuran sehingga perlu dilakukan fusi citra. Fusi citra bisa dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode Principal Component, Multiplicative, Brovey, Intensity Hue Saturation (IHS) dan Wavelet. Salah satu citra dari hasil penggunaan ketiga metode tersebut akan dipilih berdasarkan kemiripan dengan citra aslinya dan dapat memberikan informasi yang lebih banyak.

Penetapan titik pengecekan lapangan

(13)

3 diperoleh dari hasil diskusi dengan pihak APHR dan pemerintah setempat. Setiap kelas tutupan lahan dilakukan pengecekan minimal satu titik dan juga memperhatikan aksesibilitas, oleh karena itu peta rupa bumi diperlukan agar penentuan titik lebih mudah. Data yang diambil di setiap titik pengamatan yaitu koordinat tutupan lahan (menggunakan GPS), kondisi tutupan lahan, topografi dan foto yang bisa mendeskripsikan tutupan lahan tersebut. Jumlah titik pengecekan lapangan semua jenis tutupan lahan yaitu sebanyak 83 dan jumlah titik masing-masing tutupan lahan bisa berbeda tergantung luas tutupan lahan tersebut.

Gambar 1 Peta sebaran titik pengamatan lapang di APHR Wonosobo

Analisis data

(14)

4

Hasil dari overlay citra tahun 2003 dan tahun 2014 yaitu berupa citra perubahan lahan dan matriks perubahan penggunaan lahan. Matriks tersebut memiliki informasi pola perubahan setiap jenis tutupan lahan ke jenis tutupan lahan lain. Perubahan setiap jenis tutupan lahan tersebut dianalisis apakah perubahan penggunaan lahan yang terjadi masuk akal atau tidak. Pola perubahan tutupan lahan yang tidak masuk akal akan dianalisis lebih lanjut dan dicari sumber kesalahannya. Citra tahun 2003 atau tahun 2014 yang terdapat kesalahan interpretasi akan dilakukan koreksi dan perbaikan. Proses selanjutnya yaitu overlay kembali citra yang telah dikoreksi dan hasil overlaynya dilakukan analisis kembali.

Klasifikasi tutupan lahan yaitu proses pengelompokan tutupan lahan berdasarkan faktor-faktor interpretasi visual yang telah dilakukan dalam proses sebelumnya. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan dengan proses deliniasi manual (on-screen digitation). Metode ini memaksimalkan pengetahuan dari interpreter sehingga hasil klasifikasinya lebih akurat daripada metode klasifikasi digital. Data yang didapat dari groundcheck kemudian dicocokkan dengan data interpretasi visual.

Analisis perubahan penutupan lahan dapat dilakukan pada setidaknya dua peta klasifikasi yang diperoleh pada dua waktu berbeda. Agar dapat melakukan analisis ini diperlukan data citra yang diproses dengan cara yang sama, agar tidak terjadi interpretasi yang salah (Sunderlin 1997). Metode yang digunakan dalam menganalisis perubahan tutupan lahan yaitu dengan memisahkan klasifikasi tutupan lahan pada setiap tahunnya. Luas yang didapat dari hasil deliniasi manual kemudian dianalisis perubahannya. Berikut adalah diagram alur penelitian ini.

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra Fusi

Citra resolusi tinggi dibutuhkan untuk proses interpretasi agar memudahkan dalam deliniasi dan hasilnya lebih akurat. Fusi citra merupakan proses penggabungan dua data citra (pankromatik dan multispektral) dengan tanggal perekaman yang sama untuk memperoleh citra berwarna dengan resolusi spasial yang sama dengan kanal pankromatiknya. Tujuan dari fusi citra adalah penajaman citra, meningkatkan ketelitian registrasi citra, klasifikasi dan menutupi informasi yang hilang (Rudianto 2010). Citra resolusi tinggi diperoleh dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan metode fusi citra. Ada beberapa metode untuk melakukan fusi citra di antaranya yaitu metode Brovey, metode Principal Component, metode Multiplicative, metode Intensity Hue Saturation (IHS) dan metode Wavelet. Berikut adalah hasil dari fusi citra dengan berbagai metode.

(16)

6

Gambar 5 Hasil metode Brovey Gambar 6 Hasil metode Wavelet

Gambar 7 Hasil metode Multiplicative Gambar 8 Hasil metode Principal Component

(17)

7 Berdasarkan hasil pengamatan setiap citra fusi, metode Principal Component (gambar 8), metode Brovey (gambar 5), metode Wavelet (gambar 6) dan metode multiplicative (gambar 7) memiliki kenampakan yang mirip dengan citra asli. Metode IHS (gambar 2) tidak memiliki warna yang bervariasi, hasil dari metode IHS hanya bisa membedakan antara tiga jenis tutupan lahan yaitu pemukiman, kebun campuran dan hutan tanaman pinus/badan air. Sulit untuk membedakan antara tutupan lahan hutan tanaman pinus dengan tutupan lahan badan air karena warnanya cenderung serupa pada metode IHS.

Hasil citra metode Principal Component memiliki warna yang lebih beragam daripada metode Brovey, metode Multiplicative dan metode Wavelet. Citra dari hasil metode Brovey dan Wavelet dapat membedakan antara tutupan lahan pemukiman, badan air dan hutan tanaman pinus tetapi sulit untuk membedakan antara kebun campuran dengan pertanian lahan kering. Citra hasil metode Principal Component dapat membedakan antara tutupan lahan pertanian lahan kering (kuning) dengan tutupan lahan kebun campuran (hijau muda-hijau tua). Berdasarkan kenampakan citra tersebut, citra hasil metode Principal Component dipilih untuk digunakan pada proses analisis selanjutnya karena hasil citra dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan metode fusi yang lain.

Objek di Lapangan

Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui jenis tutupan lahan yang telah diidentifikasi sebelumnya melalui citra Landsat 8. Data yang diambil dari proses pengamatan lapang yaitu koordinat yang dapat dari GPS dan foto di sekitar lokasi tersebut. Pengambilan data dilakukan di Desa Durensawit, Jonggolsari, Kalimendong dan Manggis Kabupaten Wonosobo. Berikut adalah data hasil pengamatan lapangan.

Tabel 1 Jenis tutupan lahan di APHR Wonosobo

No Titik pengamatan Jumlah titik

1 Pemukiman 10

*tidak ada pada tahun 2003

(18)

8

tutupan lahan yang banyak ditemui di lapangan. Berdasarkan data tersebut, kedelapan jenis tutupan lahan tersebut telah tewakili dalam proses pengamatan lapang dan dapat dijadikan landasan untuk proses berikutnya yaitu analisis data. Berikut adalah deskripsi tutupan lahan yang ada di APHR Wonosobo

Tabel 2 Deskripsi tutupan lahan di APHR Wonosobo

(19)

9

(20)

10

Tabel 3 Deskripsi kunci interpretasi tutupan lahan di APHR Wonosobo

No Jenis tutupan lahan Kunci interpretasi

1 Pemukiman Berwarna ungu hingga merah muda, teksturnya

kasar, ukurannya besar

2 Badan air Berwarna biru, teksturnya halus hingga agak kasar,

letaknya mengikuti daerah aliran sungai

3 Tanah terbuka/lapangan Berwarna krem dan ungu keputihan, tekstrunya

halus hingga agak kasar

4 Kebun campuran Berwarna hijau muda hingga hijau tua, teksturnya

kasar, letaknya tersebar/tidak beraturan

5 Kebun singkong/PLK Berwarna kuning terang dan kecoklatan, tekstur

halus hingga agak kasar

6 Hutan tanaman pinus Berwarna hijau gelap hingga hitam, tekstur halus

hingga agak kasar, terletak di lahan kritis das

7 Sawah Berwarna biru keunguan, tekstur kasar, umumnya

terletak di sekitar aliran sungai

8 Semak/belukar Berwarna coklat muda hingga coklat tua, tekstur

kasar

Berdasarkan tabel 3, jenis tutupan lahan kebun campuran memiliki kunci interpretasi sebagai berikut; berwarna hijau muda hingga hijau tua, teksturnya kasar dan letaknya tersebar/tidak beraturan. Berdasarkan kunci interpretasi jenis tutupan lahan kebun campuran tersebut, dilakukan pengelompokkan pada beberapa jenis tutupan lahan yang ditemukan di lapangan karena memiliki kunci interpretasi yang sama dengan kebun campuran. Jenis tutupan lahan tersebut adalah sengon dengan kopi, sengon dengan nanas, sengon dengan kakao, sengon dengan salak dan kebun salak. Berdasarkan pengelompokkan tutupan lahan kebun campuran, jumlah jenis tutupan lahan yang ada menjadi 8 yaitu pemukiman, badan air, tanah terbuka, kebun campuran, pertanian lahan kering, hutan tanaman pinus, sawah dan semak belukar.

Interprtasi dan Digitasi Citra

Setelah kunci interpretasi dibuat, proses selanjutnya yaitu interpretasi dan digitasi citra berdasarkan kunci interpretasi tersebut. Citra fusi dari tahun 2003 dan tahun 2014 diinterpretasi tutupan lahannya, lalu dilakukan digitasi untuk mengelompokkan setiap jenis tutupan lahan. Hasil dari digitasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung luas setiap jenis tutupan lahan. Berikut adalah data hasil interpretasi dan digitasi citra.

Tabel 4 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2014

No Jenis tutupan lahan Luas (ha)

1 Badan Air 3.56

2 Hutan Tanaman/Pinus 85.62

3 Kebun Campuran 1062.53

4 Pemukiman 122.64

5 Pertanian Lahan Kering 86.38

6 Sawah 49.33

7 Semak/Belukar 2.90

(21)

11

Gambar 9 Peta sebaran tutupan lahan APHR Wonosobo tahun 2014

Berdasarkan hasil interpretasi dan deliniasi citra 2014 pada tabel 4, tutupan lahan yang paling dominan yaitu kebun campuran dan pemukiman. Tutupan lahan kebun campuran memiliki luas sebesar 1062.53 ha atau sebesar 74.51% dari total luas daerah penelitian 1426.07 ha. Kebun campuran di APHR Wonosobo kebanyakan berupa hutan rakyat dengan tanaman pohon sengon (Paraserianthes falcataria) dan tanaman campuran berupa salak, kopi, kako dan nanas. Tutupan lahan kebun campuran tersebar di seluruh area penelitian. Tutupan lahan yang dominan berikutnya yaitu pemukiman yang memiliki luas sebesar 122.64 ha. Letak tutupan lahan pemukiman tersebar di area penelitan.

Tabel 5 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2003

No Jenis tutupan lahan Luas (ha)

1 Badan Air 12.27

2 Hutan Tanaman/Pinus 54.12

3 Kebun Campuran 718.69

4 Pemukiman 110.96

5 Pertanian Lahan Kering 244.67

6 Sawah 249.97

7 Semak/Belukar 0.00

(22)

12

Gambar 10 Peta sebaran tutupan lahan APHR Wonosobo tahun 2003

Hasil dari interpretasi dan deliniasi citra tahun 2003 pada tabel 5 menunjukkan bahwa tutupan lahan di APHR Wonosobo didominasi oleh kebun campuran, pertanian lahan kering dan sawah. Kebun campuran memiliki luas sebesar 718.69 ha atau sebesar 50.40% dari total luas area penelitian. Jenis tutupan lahan pertanian lahan kering memiliki luas sebesar 244.67 ha dan tutupan lahan sawah sebesar 249.97 ha. Berdasarkan data luas sawah dan pertanian lahan kering, masyarakat APHR Wonosobo mengandalkan pertanian sebagai sumber pendapatan mereka.

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Setelah data tutupan lahan tahun 2003 dan 2014 didapat, proses selanjutnya yaitu overlay tutupan lahan tersebut untuk mendapatkan informasi pola perubahan yang terjadi dalam jangka waktu tahun 2003 hingga tahun 2014. Tutupan lahan yang berubah merupakan piksel-piksel pada kedua citra klasifikasi di lokasi yang sama namun memiliki perbedaan atribut klasifikasi, sedangkan tutupan yang tidak berubah merupakan piksel dengan lokasi dan atribut klasifikasi yang sama pada kedua citra (Kosasih 2002). Metode overlay yang digunakan yaitu metode

(23)

13 menghasilkan irisan dari fitur kedua citra tersebut. Irisan tersebut akan menghasilkan fitur baru yang berisikan informasi dari kedua digitasi citra. Berikut adalah hasil dari overlay citra tahun 2003 dengan tahun 2014.

Tabel 6 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2003–2014

Tahun 2014

Data overlay perubahan tutupan lahan dianalisis bila terdapat kesalahan interpretasi. Berdasarkan data overlay, terdapat perubahan tutupan lahan yang tidak masuk akal. Perubahan tersebut diantaranya yaitu; perubahan badan air menjadi hutan tanaman pinus dan kebun campuran; perubahan hutan tanaman pinus menjadi badan air, kebun campuran dan pertanian lahan kering; perubahan pemukiman menjadi kebun campuran, pertanian lahan kering dan sawah. Perubahan tutupan lahan tersebut secara teoritis seharusnya tidak dapat terjadi, walaupun dalam jangka waktu 10 tahun.

Kesalahan yang paling mencolok yaitu perubahan badan air dan hutan tanaman pinus. Hutan tanaman pinus merupakan area yang dilindungi dan tidak boleh dialihfungsikan karena dapat mengganggu stabilitas ekosistem. Badan air tidak mungkin berubah menjadi kebun campuran, tidak mungkin untuk menanam sengon dan salak di tempat yang mengalir/tergenang air karena akan mati jika akarnya tidak bisa bernapas dengan baik. Pemukiman juga tidak mungkin berubah karena biasanya pemukiman bersifat permanen.

(24)

14

*5001 Badan air; 2006 Hutan tanaman/pinus; 2010 Kebun campuran; 2012 Pemukiman; 20091 Pertanian lahan kering; 20093 Sawah; 2007 Semak/belukar; 2014 Tanah terbuka.

Gambar 11 Peta pola perubahan tutupan lahan APHR Wonosobo tahun 2003–2014 yang telah

dikoreksi

Tabel 7 Luas tutupan lahan di APHR Wonosobo tahun 2003–2014

Tahun 2014

(25)

15 ada perubahan tutupan lahan yang tidak masuk akal pada pemukiman dan hutan tanaman, tetapi masih terdapat perubahan tutupan lahan dari badan air menjadi kebun campuran dan sebaliknya. APHR Wonosobo terletak di dataran tinggi yang merupakan daerah hulu das sehingga sungai yang terdapat disana didominasi oleh sungai musiman. Citra tahun 2014 diambil pada bulan Maret atau ketika musim penghujan sehingga ada sungai musiman yang terekam oleh sensor Landsat. Citra tahun 2003 diambil pada bulan Mei ketika musim kering dimulai sehingga sungai musiman tidak terekam sensor Landsat.

Pada tahun 2014 tutupan lahan kebun campuran mengalami kenaikan sebesar 343.84 ha dari tahun 2003. Hal ini terjadi karena dalam 10 tahun yang terakhir masyarakat mulai mengembangkan hutan rakyat dengan campuran antara pohon sengon dan salak. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai mengembangkan pola tanaman hutan rakyat yang lain seperti nanas, kakao dan kopi. Masyarakat mengalihfungsikan lahannya untuk memperluas hutan rakyat mereka. Berdasarkan data overlay, lahan yang dialihfungsikan menjadi kebun campuran kebanyakan berasal dari tutupan lahan pertanian lahan kering dan sawah. Kebun campuran yang berasal dari pertanian lahan kering yaitu sebesar 196.85 ha dan yang berasal dari sawah sebesar 186.86 ha.

Perubahan tutupan lahan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu positif dan negatif menurut perspektif lingkungan untuk memudahkan pemberian informasi perubahan tutupan lahan. Pengelompokkan ini didasari ada atau tidaknya penambahan tegakan pohon. Perubahan ke arah positif berarti lahan tersebut bertambah pohonnya. Perubahan yang positif yaitu perubahan menjadi kebun campuran dan hutan tanaman pinus, sedangkan perubahan yang negatif yaitu perubahan menjadi pertanian lahan kering, tanah terbuka, pemukiman, semak, sawah dan badan air. Luas perubahan lahan yang ke arah positif seluas 449.24 ha dan perubahan yang ke arah negatif seluas 122.18 ha. Rasio antara perubahan positif dan negatif yaitu 3.7 : 1, sedangkan persentase perubahan terhadap luas penelitian yaitu 31.5% untuk perubahan positif, 8.6% untuk perubahan negatif dan 59.99% untuk lahan yang tidak mengalami perubahan.

Faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi pada perubahan tutupan lahan pemukiman menjadi kebun campuran yaitu warna pixel di perbatasan antara pemukiman sulit untuk dibedakan. Pemukiman di APHR Wonosobo berbatasan langsung dengan kebun/hutan rakyat mereka.Warna pixel pada perbatasan tutupan lahan cenderung bercampur sehingga sulit untuk membedakan tutupan lahan tersebut. Kesalahan interpretasi pada perubahan tutupan lahan hutan tanaman pinus menjadi kebun campuran yaitu warna kedua tutupan lahan tersebut hampir serupa yaitu berwarna hijau, yang membedakan hanya kecerahannya.

(26)

16

Berdasarkan data hasil interpretasi, pola perubahan tutupan lahan di APHR Wonosobo menunjukkan pola perubahan ke arah yang positif. Luas tutupan lahan kebun campuran telah bertambah dalam jangka tahun 2003 hingga tahun 2014. Masyarakat di APHR Wonosobo lebih memilih untuk merubah lahan sawahnya menjadi kebun campuran karena perawatannya tidak sulit dan tidak terpengaruh oleh kondisi kesulitan air, selain itu nilai ekonomi kebun campuran cukup tinggi. Berdasarkan sudut pandang ekologi, kelas tutupan lahan kebun campuran memiliki tingkat erosi yang lebih kecil dibandingkan dengan kelas tutupan lahan sawah karena kebun campuran memiliki tutupan tajuk yang luas untuk mencegah terjadinya erosi, selain itu kebun campuran lebih meningkatkan kesuburan tanah melalui serasah yang ditinggalkannya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Terdapat 8 kelas tutupan lahan hasil dari interpretasi visual citra yaitu hutan tanaman pinus, pemukiman, badan air, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar, tanah terbuka dan kebun campuran. Diantara 8 kelas tutupan lahan tersebut, kebun campuran dan sawah menjadi kelas tutupan lahan yang paling banyak berubah luasnya. Perubahan tutupan lahan dapat dimonitor melalui teknik interpretasi visual citra. Besar perubahan tutupan lahan ke arah positif seluas 449.24 ha dan perubahan yang ke arah negatif seluas 122.18 ha.

Saran

(27)

17

DAFTAR PUSTAKA

BPKH XI Jawa-Madura. 2009. Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa. Hasil kerjasama BPKH XI Jawa-Madura dengan MFP II.

Dephutbun. 1999. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Melalui Pola Kehutanan Kemasyarakatan. Jakarta: Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

Jaya NS. 2010. Analisis Citra Digital Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Kosasih D. 2002. Monitoring perubahan lahan menggunakan citra satelit multiwaktu di DAS Citarum Hulu, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta: 47 Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari:

Remote Sensing and Image Interpretation.

Rudianto B. 2010. Jurnal Rekayasa. Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m. Institut Teknologi Nasional. Sunderlin WD dan Ida Aju PR. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 4 Maret 1993 dari pasangan Bapak Hibar Sobari dan Ibu Darliana. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menjalani pendidikan di SDN Gunung Batu 2 Bogor tahun 1998–2004, SMPN 7 Bogor tahun 2004–2007, SMAN 9 Bogor tahun 2007–2010 dan pada tahun 2010 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Gambar

Gambar 1 Peta sebaran titik pengamatan lapang di APHR Wonosobo
Gambar 2 Kerangka penelitian
Gambar 4 Hasil metode IHS
Gambar 8 Hasil metode Principal Component
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaplikasian pemanfaatan citra landsat ini diharapkan dapat memberikan data yang akurat dalam kegiatan analisa perubahan tutupan lahan berbasis citra landsat

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra satelit Landsat 5 TM tahun 1995 didapat luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering primer yaitu sebesar

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat 8 kelas tutupan lahan yang ada di Kabupaten Samosir yaitu badan air, hutan, ladang, lahan kosong, pemukiman,

ADE PUTRI N HARAHAP : Interpretasi Tutupan Lahan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Toba Samosir Unit XIV Menggunakan Citra Landsat 8.. Di bawah bimbingan

Berdasarkan survei yang telah dilakukan, perubahan tutupan lahan hutan menjadi tutupan lain seperti sawah, pemukiman, atau lahan terbuka disebabkan oleh peningkatan

Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 di Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 9 kelas tutupan lahan yaitu awan, bayangan awan, hutan, hutan tanaman rakyat,

Hasil identifikasi tutupan lahan secara visual pada penelitian ini ditemukan 13 kelas tutupan lahan yaitu perkebunan sawit, hutan tanaman akasia, awan, bayangan awan,

PALSAR resolusi 50 meter secara visual dan digital terdiri atas 17 tutupan lahan, yaitu badan air, bandara, belukar rawa, hutan lahan kering, hutan