• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ketebalan dan persen aerasi terhadap karakteristik tempe grits kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) ukuran 8 mesh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh ketebalan dan persen aerasi terhadap karakteristik tempe grits kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) ukuran 8 mesh"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI TERHADAP

KARAKTERISTIK TEMPE GRITS KACANG MERAH

(Phaseolus vulgaris L.) UKURAN 8 MESH

ISNAINI AYU LESTARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus

vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ISNAINI AYU LESTARI. Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi Terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh. Dibimbing oleh EKO HARI PURNOMO.

Salah satu komoditas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan tempe adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Kacang merah kaya akan karbohidrat kompleks dan serat, namun kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan kacang kedelai. Oleh karena itu, diperlukan adanya rekayasa proses untuk meningkatkan kadar protein dan rendemen tempe kacang merah. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah grits kacang merah dan laru campuran R. oligosporus dengan R. oryzae (1:1). Penelitian ini menggunakan perlakuan luas aerasi kemasan (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1cm, 2cm, dan 3cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya iris tempe grits kacang merah berkurang seiring bertambahnya ketebalan tempe. Kecerahan lebih rendah dibandingkan dengan tempe kedelai dan menunjukkan warna kromatik merah serta kuning. Rendemen tempe grits kacang merah berkisar antara 92.11%- 96.79%. Tempe dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1cm mempunyai kadar protein tertinggi sebesar 41.13% (bk), protein terlarut 23.31 g/100 g, dan daya cerna protein tertinggi 91.26%. Pengembangan tempe menggunakan grits kacang merah dapat meningkatkan kadar protein dan daya cerna protein karena luas permukaan kacang semakin besar sehingga kapang dapat tumbuh maksimal dan penguraian protein maupun zat nutrisi lainnya menjadi lebih baik.

Kata kunci : grits kacang merah, protein, rendemen, tempe

ISNAINI AYU LESTARI. Effect of Thickness and Percent Aeration on Red Beans Grits Tempe (Phaseolus vulgaris L.) Size 8 Mesh. Supervised by EKO HARI PURNOMO.

One of the commodities that can be used to make tempe is red beans (Phasolus vulgaris L.). Red beans are rich in carbohydrate complex and fiber, but the protein content is lower than soybean. Therefore, process engineering is required to increase protein content and yield of red beans tempe. The raw material used in this research is grits of red beans and starter (mixture of R. oligosporus and R. oryzae (1:1)). Two process parameters studied in this research are aeration area (1%, 2.5%, 4%) and thickness of tempe (1cm, 2cm, 3cm). The 23.31 g/100 g, and higest protein digestibility 91.26 %. Process engineering (size reduction and aeration level) applied in this research increases protein content and its digestibility because of the increased surface area which eventually maximize the gowth of fungi and hidrolize protein more effectively.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH KETEBALAN DAN PERSEN AERASI TERHADAP

KARAKTERISTIK TEMPE GRITS KACANG MERAH

(Phaseolus vulgaris L.) UKURAN 8 MESH

ISNAINI AYU LESTARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah karakteristik tempe grits kacang merah, dengan judul Pengaruh Ketebalan dan Persen Aerasi terhadap Karakteristik Tempe Grits Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Ukuran 8 Mesh.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eko Hari Purnama, STP, MSc. selaku pembimbing, Ibu Antung Sima Firlieyanti STP, MSc. yang telah banyak memberi banyak saran dalam penelitian, serta Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. dan Ibu Dr. Dra. Suliantari, MS selaku dosen penguji. Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Bapak Ahsan Busro, Ibu Sri Lestari, dan kakak Dhanang Agus Musthofa atas doa dan motivasi yang diberikan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh laboran di laboratorium ITP dan SEAFAST Center, staf UPT, rekan-rekan sepenelitian, Vega Widya Karisma, Alexander Tommy Wicaksono, Dewi Ratna Sari, Lulu Maknun, Barli Abiyoga, Andini Giwang Kinasih, dan teman-teman ITP 47 atas kebersamannya, segenap dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang diberikan kepada penulis, keluarga Pondok Iswara atas kekeluargaan yang hangat di Bogor. Terima kasih kepada teman-teman KSR PMI Unit I IPB, teman-teman Paguyuban Putra-Putri Kota ATLAS (PATRA ATLAS Semarang), teman-teman Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB) atas kebersamaan dan pembelajaran selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Fisik 6

Karakteristik Kimia 13

Mutu Sensori 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1

cm) 16

2 Penerimaan panelis terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh

perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah 3

2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah 7

3 Daya iris tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 8 4 Nilai L tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 9 5 Nilai a tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 10 6 Nilai b tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 11 7 Rendemen tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi dan ketebalan 12 8 Kadar protein kasar % (bk) tempe grits kacang merah pada tingkat

aerasi dan ketebalan 13

9 Protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi

dan ketebalan 14

10 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada tingkat aerasi

dan ketebalan 15

11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%) 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekapitulasi data analisis daya iris tempe grits kacang merah 22

2 Rekapitulasi data analisis warna tempe grits kacang merah 22

3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah 23

4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang merah 23

5 Rekapirulasi data absorbansi standar BSA 24

6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang merah 24

7 Rekapitulasi data analisis daya cerna (%) tempe grits kacang merah 25

8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan

ketebalan 1 cm) 25

9 Form kuesioner rating hedonik terhadap sampel tempe grits kacang merah

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe merupakan produk fermentasi tradisional Indonesia dengan bantuan kapang. Standar Nasional Indonesia (2009) menyebutkan bahwa tempe kedelai merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan, dan berbau khas tempe. Kapang yang biasa digunakan antara lain

Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, dan R. arrhizus (Dwinaningsih

2010).

Pengembangan tempe dengan bahan baku selain kedelai kini telah banyak dilakukan karena pemenuhan kebutuhan kacang kedelai sebagian besar masih dipenuhi dengan impor. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat tempe adalah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Menurut Badan Pusat Statistik (2011), produksi kacang merah di Indonesia tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 116 397 ton pada tahun 2010. Namun apabila dilihat dari kandungan proteinnya, kacang merah memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada kacang kedelai. Kadar protein kacang merah sebesar 23.1 g/100 g, sedangkan kadar protein kacang kedelai mencapai 34.9 g/100 g (Depkes 1992).

Oleh karena beberapa hal di atas, diadakan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh berbagai perlakuan untuk menghasilkan tempe kacang merah dengan karakteristik terbaik, salah satunya dengan pengecilan ukuran kacang merah. Tempe yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan grits kacang merah ukuran 8 mesh sebagai bahan baku dengan perlakuan ketebalan dan persen aerasi yang berbeda. Laru yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran R. oligosporus dan R. oryzae dengan perbandingan 1:1. R. oligosporus lebih banyak menyintesis enzim pemecah protein (protease) dan R. oryzae lebih banyak menyintesis enzim pemecah pati ( amilase) selama proses fermentasi (Sapuan dan Sutrisno 2001).

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya substitusi bahan baku pembuatan tempe selain kedelai oleh pengajin tempe. Selain itu, dapat membantu petani dalam memanfaatkan potensi kacang merah yang melimpah ketika panen.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara membuat tempe dengan bahan baku grits kacang merah?

2. Bagaimana pengaruh perlakuan perbedaan aerasi dan ketebalan terhadap karakteristik (fisik dan kimia) tempe grits kacang merah?

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui proses pembuatan grits kacang merah, pembuatan tempe grits kacang merah, serta mengetahui rekayasa proses yang dilakukan sehingga dapat meningkatkan kadar proteinnya dan memperoleh karakteristik tempe terbaik. Melalui penelitian ini, dapat membantu masyarakat dalam memanfaatkan kacang merah sebagai produk pangan yang mempunyai nilai lebih.

2. METODE

2.1 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain grits kacang merah berukuran 8 mesh, laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae, serta plastik polipropilen sebagai kemasan. Kacang merah diperoleh dari Pasar Bogor dan pembuatan grits dilakukan di Pilot Plant SEAFAST Center, IPB. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain kertas saring Whatman No.2 dan 41, heksana, HCl 25%, akuades, H2SO4 pekat ,HgO, K2SO4, larutan 60%

NaOH-5% Na2S2O3.5H2O, HCl 0.02 N, batu didih, H2BO3 jenuh, indikator metilen

red-metilen blue, indikator phenolftalein 1%, TCA 10%, ethyl eter, coomassis briliant blue G-250, etanol 90%, asam folat 85%, HCl 0.1 N, enzim pepsin, enzim pankreatin, larutan buffer fosfat 0.2 M pH 8.0 yang mengandung natrium azida 0.005 M. Selain itu digunakan pula tempe komersial yang diperoleh dari pasar sebagai pembanding dalam analisis daya iris dan warna.

2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni alat untuk membuat grits dan tempe serta alat untuk analisis. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan grits dan tempe antara lain panci, oven, loyang,

Hammer Mill, Ginder, ember, rak plastik, jarum pembuatan lubang aerasi, dan

sealer. Adapun alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain oven pengering, tanur listrik, alat ekstraksi soxhlet berupa kondensor dan pemanas listrik, pemanas kjeldahl lengkap, alat destilasi lengkap, buret, spektrometer UV-Vis, alat sentrifus, Texture Analyzer, chromameter, cawan alumunium, neraca analitik, pHmeter, pipet volumetrik, desikator, erlenmeyer, shaker, serta alat-alat analisis fisik dan kimia lainnya.

2.3 Prosedur Analisis Data

(13)

3

2.3.1 Pembuatan Grits Kacang Merah

Langkah pembuatan grits kacang merah antara lain merendam kacang selama 7 jam di dalam air hingga muncul busa. Setelah itu, dilakukan pembilasan dan pengupasan kulit kacang merah dengan menggunakan Grinder. Perendaman sebelum pengupasan bertujuan untuk mempermudah pengupasan kulit. Setelah kulit kacang dikupas, kacang dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 selama 4 jam. Setelah kering, kacang dimasukkan ke dalam Disc Mill yang telah diatur untuk menghasilkan grits dengan ukuran 8 mesh.

2.3.2 Pembuatan Tempe

Pembuatan tempe grits kacang merah pada dasarnya hampir sama dengan pembuatan tempe pada umumnya. Proses pembuatan tempe diawali dengan perebusan grits, perendaman asam, pembilasan, pengukusan, penirisan dan pendinginan, pelaruan, pengemasan dalam plastik, pelubangan kemasan, dan fermentasi. Berikut meupakan Diagram alir pembuatan tempe grits kacang merah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah Pengukusan 10 menit

Pelaruan

Pengemasan ke dalam plastik.Ketebalan : 1, 2, 3 cm

Pelubangan kemasan : 1%, 2,5%, 4%

Fermentasi 36 jam

Penirisan dan pendinginan hingga 35 oC – 40 oC Perendaman asam 2 malam

Perebusan grits 10 menit

Pembilasan grits

Laru 5 g/kg bahan

Tempe grits kacang merah

Air asam : 1 sdm DixiTMdalam

(14)

4

2.3.3 Analisis Karakteristik Tempe

2.3.3.1 Analisis Fisik

Pertumbuhan Miselium

Pengamatan miselium dilakukan secara subjektif terhadap penampakan tempe grits kacang merah secara keseluruhan. Pengamatan meliputi pertumbuhan miselium dan kekompakan tempe.

Daya Iris

Pengukuran daya iris tempe dilakukan dengan menggunakan alat Texture

Analyzer. Probe yang digunakan adalah Warner-Bratzler Blader dengan

pengaturan kecepatan probe mengiris tempe sebesar 1.5 mm/detik dan distance 35 mm. Data yang diperoleh dari alat ini adalah kerja (g s) yang menyatakan besar gaya keseluruhan yang diperlukan probe untuk mengiris tempe.

Warna

Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolata Chroma Meters CR310. Setelah alat dihidupkan, dilakukan pengaturan indeks data dengan cara menekan tombol Index Set, kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Scroll Bar dan Enter untuk mengaktifkan perintah pengukuran warna. Pengukuran warna dilanjutkan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna pada sampel dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercata pada alat Paper Sheat. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antar 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau. Nilai + a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk warna biru.

Rendemen

Rendemen dihitung dengan membandingkan bobot tempe grits kacang merah yang dihasilkan dengan bobot grits sebelum fermentasi.Hasil penimbangan kemudian dibandingkan dan dihitung. Hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan persen.

Rendemen (%) =

2.3.3.2 Analisis Kimia

Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)

(15)

5 lebih dari 0.003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator dan ditimbang berat akhirnya.

Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 0.1 sampai 0.2 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu,

diekstrusi selama 30 menit sampai cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna cokelat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator, kemudian dititrasi

dengan HCl 0.02 N. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar Protein Terlarut Metode Bradford (AOAC 1995)

Sampel digerus dan ditimbang sebanyak 2 gam, kemudian ditambah 5 ml aquades sambil diaduk. Setelah itu, cairan disaring dengan menggunakan kertas saring atau kasa. Setelah disaring, cairan diambil sebanyak 1 ml, ditambah 1 ml aquades dan 1 ml TCA 10%. Penambahan TCA bertujuan untuk mendenaturasi protein. Larutan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm, suhu 25 , selama 10 menit. Supernatan kemudian dibuang dan pada endapan ditambahkan 2 ml ethyl eter. Sentrifugasi kemudian dilakukan dengan kecepatan 3 000 rpm, suhu 25 , selama 10 menit. Setelah itu, endapan dibiarkan satu malam pada suhu ruang hingga endapan kering (tidak ada cairan di dalam tabung sentrifuse). Setelah endapan kering, ditambahkan 4 ml aquades dan 6 ml reagen Bradford, divortex, kemudian didiamkan selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 595 nm. Sebelum dilakukan pengukuran sampel, sebelumnya harus dilakukan pembuatan kurva standar.

Daya Cerna Protein Metode Anderson (1969)

Sampel sebanyak 250 mg dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml, kemudian ditambah 15 ml HCl 0,1 N yang mengandung 1,5 mg enzim pepsin, dan dikocok pada kecepatan rendah pada suhu 37 selama 3 jam dengan shaker. Larutan kemudian dinetralkan dengan NaOH 0.5 N dan ditambah 4 mg enzim pankreatin di dalam 7.5 ml larutan buffer fosfat 0.2 M dengan pH 8.0 yang mengandung natrium azida 0.005 M. Larutan yang diperoleh dikocok dengan kecepatan rendah pada suhu 37 selama 24 jam dengan menggunakan shaker, kemudian disentrifuse pada 2 500 rpm selama 5 menit. Padatan yang diperoleh dari akhir penyaringan dengan kertas Whatman 41, dikeringkan dalam oven 105 selama 2 jam, lalu ditimbang (sebelumnya bobot kering kertas saring sudah dicatat). Setelah itu sampel dianalisis kandungan nitrogennya dengan menggunakan metode Kjeldahl.

Daya cerna protein (%) =

Kadar Abu (AOAC 2005)

(16)

6

sebanyak 5 g di dalam cawan diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya tetap. Setelah itu, cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.

Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian kondensor dan labu dipasang pada ujung-ujungnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks selama 5 jam. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 sampai diperoleh berat tetap. Kemudian labu dipindahkan ke desikator, didinginkan, dan ditimbang.

Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC 1995)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak, dan protein. Karbohidrat diasumsikan sebagai bobot sampel selain air, abu, lemak, dan protein.

2.3.3.3 Analisis Sensori (Meilgard 1991)

Analisis sensori yang dilakukan menggunakan uji rating hedonik untuk menentukan penerimaan konsumen terhadap tempe kacang merah. Uji sensori dilakukan dengan 70 panelis tidak terlatih. Tempe yang telah digoreng disajikan di atas piring, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap aroma, rasa, warna, tekstur, dan penerimaan keseluruhan (over all). Skala yang digunakan adalah 7 skala penilaian : sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Fisik

3.1.1 Pertumbuhan Miselium

Kacang merah merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi kedelai dalam pembuatan tempe. Pengembangan tempe kacang merah telah banyak dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Munirah (2013). Tempe kacang merah yang dihasilkan pada penelitian tersebut mempunyai penampakan yang baik, miselium dapat menutup permukaan tempe, dan terbentuk tekstur kompak (Munirah 2013).

(17)

7 dihasilkan rapuh. Pertumbuhan miselium dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan, viabilitas laru, suhu, konsentrasi asam organik yang tidak terdisosiasi, serta pH (De Reu et al 1993). Gambar tempe grits kacang merah dengan berbagai perlakuan ketebalan dan persen aerasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Aerasi 1% 1 cm Aerasi 1% 2 cm Aerasi 1% 3 cm

Aerasi 2.5% 1 cm Aerasi 2.5% 2 cm Aerasi 2.5% 3 cm

Aerasi 4% 1 cm Aerasi 4% 2 cm Aerasi 4% 3 cm

Gambar 2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).

Kondisi inkubasi sangat mempengaruhi pertumbuhan kapang dan pembentukan miselium. Pembuatan lubang kemasan (aerasi) berperan dalam penyediaan oksigen untuk pertumbuhan kapang. Aerasi yang terlalu sedikit menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga pertumbuhannya terhambat. Namun ketika lubang kemasan terlalu banyak, kapang akan tumbuh dengan cepat dan terjadi sporulasi (Kovac dan Raspor 1997). Hal ini tidak dikehendaki dalam pembuatan tempe. Sporulasi akan menyebabkan munculnya spora berwarna hitam pada permukaan tempe (Frazier 1976).

Selama proses fermentasi, kapang akan menghasilkan hifa berwarna putih yang mengikat grits kacang sehingga diperoleh tekstur tempe yang kompak. Ketebalan hifa akan berkurang seiring jarak penetrasi yang bertambah (Hesseltine

et al 1963). Hifa kapang berpenetrasi pada dinding sel dan tumbuh sepanjang

(18)

8

ketika tumbuh pada permukaan medium, sedangkan jika tumbuh di bawah permukaan, hifa akan terputus-putus, mempunyai ukuran yang lebih pendek dan bercabang-cabang (Fardiaz 1987). Semakin besar nilai persen aerasi, terlihat bahwa miselium yang tumbuh semakin lebat namun tidak sampai terjadi sporulasi. Tempe dengan perlakuan aerasi 4% mempunyai pertumbuhan miselium yang paling baik dan tempe yang lebih kompak dibandingkan perlakuan persen aerasi lainnya.

3.1.2 Daya Iris

Kerja (g s) pada pengukuran menggunakan Texture Analyzer menunjukkan besarnya gaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengiris tempe. Nilai ini diperoleh dari luas area gafik yang diperoleh dari data daya iris. Gambar 3

Perlakuan ketebalan dan persen aerasi tidak berpengaruh terhadap daya iris tempe grits kacang merah (Gambar 3). Hal ini dikarenakan nilai error bar yang besar pada uji daya iris. Nilai error bar ditunjukkan oleh garis vertikal di atas setiap balok data. Apabila dibandingkan dengan tempe komersial, nilai kerja pada tempe komersial semakin tinggi seiring dengan bertambahnya ketebalan tempe. Hal ini menunjukkan bahwa pada tempe komersial, perbedaan ketebalan mempengaruhi daya iris. Hasil pengujian daya iris tempe grits kacang merah 8 mesh menunjukkan hasil 9 388.83-13 661.70 gs. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tempe grits kacang merah ukuran 10 mesh yakni mencapai 10 088.80-14 429.00 gs (Wicaksono 2014). Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran

(19)

9 grits 8 mesh yang lebih besar sehingga lebih sulit untuk menggabungkan antargrits. Tekstur kompak pada tempe disebabkan oleh miselium kapang yang merekatkan biji-biji kacang sehingga terbentuk tekstur memadat dan kompak (Steinkraus 1960). Miselium kapang berwarna putih dan semakin lama semakin kompak sehingga mengikat grits satu dengan grits lainnya menjadi satu kesatuan. Miselium tampak rapat dan kompak serta mengeluarkan aroma enak pada tempe yang baik (Indriani 1990).

3.1.3 Warna

Parameter warna diukur dengan menggunakan Minolata Chroma Meters CR310. Data yang diperoleh berupa nilai L, a, dan b. Nilai L pada pengukuran warna secara objektif digunakan untuk menyatakan kecerahan warna. Nilai L hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerahan sampel berkisar antara 51.52 hingga 67.34. Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 2 cm mempunyai nilai L tertinggi, yakni 67.34. Nilai L terendah dimiliki sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm (Gambar 4).

(20)

10

Parameter a pada pengukuran warna secara objektif menggunakan Chromameter digunakan untuk menyatakan warna kromatik merah hingga hijau. Nilai a+ (positif) dari 0 sampai +100 menunjukkan warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai – 80 menunjukkan warna hijau. Sampel dengan perlakuan aerasi 1% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai a tertinggi, yakni 9.00. Sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai a terendah, yakni 1.80 (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa tempe grits kacang merah cenderung berwarna merah karena nilai a bernilai positif. Nilai a yang diperoleh dari seluruh sampel, sebagian besar lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada sampel perlakuan aerasi 2.5% dan 4% pada ketebalan 1cm. Pengujian pada tempe komersial menunjukkan bahwa nilai a semakin rendah seiring dengan meningkatnya ketebalan tempe. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian sampel. Sampel dengan ketebalan 1 cm pada aerasi 2.5% dan 4% mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan sampel dengan ketebalan 2 cm dan 3 cm.

Nilai b menyatakan warna kromatik biru hingga kuning. Nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 menunjukkan warna kuning, sedangkan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 menunjukkan warna biru. Gambar 6 menunjukkan hasil uji b berkisar 9.29-19.71 pada tempe grits kacang merah.

(21)

11

(22)

12

Rendemen tempe merupakan perbandingan bobot tempe grits kacang merah (g) yang dihasilkan dengan total berat grits sebelum fermentasi (g). Rendemen tempe sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan tempe. Gambar 7 menunjukkan hasil pengujian rendemen tempe grits kacang merah berkisar antara 92.11% hingga 96.79%

(23)

13

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein kasar tempe grits kacang merah berkisar antara 29.60% sampai 41.13% (Gambar 8). Sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai kadar protein tertinggi, yakni mencapai 41.13% (bk). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh yang mempunyai kadar protein tertingi sebesar 24.32 % (bk) (Munirah 2013).

Gambar 8 Kadar protein kasar (% bk) tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).

(24)

14

3.2.2 Kadar Protein Terlarut

Metode Bradford digunakan untuk mengukur jumlah protein terlarut pada bahan pangan. Pengukurannya didasarkan pada pengikatan zat warna Coomassie Blue G250 ke protein. Bentuk kationik zat ini berwarna merah dan hijau dengan panjang gelombang serapan 470 nm sampai 650 nm, sedangkan untuk anionik berwarna biru dengan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 595 nm (Bradford 1976).

Gambar 9 Protein terlarut (%) tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).

(25)

15

sehingga penguraian protein pun menjadi lebih maksimal dibandingkan dengan perlakuan ketebalan yang lain.

3.2.3 Daya Cerna Protein

Daya cerna protein menunjukkan kemampuan suatu protein untuk dicerna oleh enzim protease (Pellet dan Young 1980). Semakin tinggi daya cerna protein maka protein dapat dihidrolisis dengan baik menjadi asam-asam amino sehingga jumlah asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi, begitu pula sebaliknya.

Gambar 10 Daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm). Fermentasi dilakukan pada suhu ruang selama 36 jam dengan menggunakan laru campuran R. oligosporus dan R. oryzae (1:1).

Daya cerna protein berkisar antara 84.12% hingga 91.26% (Gambar 10). Perlakuan tidak mempengaruhi hasil daya cerna protein antarsampel. Namun demikian, tempe dengan perlakuan luas aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai daya cerna tertinggi yakni 91.26%. Hal ini dapat disebabkan oleh luas aerasi yang semakin besar sehingga ketersediaan O2 semakin besar untuk tumbuhnya

(26)

16

dibandingkan dengan tempe 1 cm dan 2 cm. Daya cerna protein tempe semakin meningkat seiring dengan bertambahnya luas aerasi, namun menurun seiring dengan bertambahnya ketebalan.

Selama proses fermentasi, kapang memproduksi enzim yang dapat mengubah sebagian besar nutrisi menjadi padatan terlarut dan nitrogen terlarut, sehingga daya cerna protein meningkat (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Menurut Steinkraus (1983), nitrogen larut air meningkat karena adanya aktivitas enzim protease yang menguraikan protein menjadi fragmen-fragmen yang lebih mudah larut air. Nitrogen larut air mengalami peningkatan dari 0.5% menjadi 28% setelah fermentasi selama 72 jam. Peningkatan jumlah padatan dan nitrogen larut air disebabkan oleh peningkatan jumlah asam amino bebas selama fermentasi kacang (Murata 1967).

3.2.4 Komposisi Gizi Makro

Uji proksimat dilakukan pada sampel terbaik dari beberapa pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, meliputi pengujian fisik dan kimia. Tempe grits kacang merah menghasilkan tempe dengan permukaan tertutup miselium putih, selain itu miselium juga mengikat grits sehingga membentuk tekstur yang kompak pada ketebalan 1 cm dan 2 cm. Namun demikian, sampel dengan ketebalan 3 cm mempunyai tekstur yang rapuh (Gambar 2). Tekstur tempe berpengaruh terhadap daya iris tempe. Semakin kompak tempe, semakin besar kerja yang diperlukan untuk mengiris tempe. Nilai kerja untuk mengiris tempe pada sampel dengan ketebalan 2 cm mempunyai nilai tertinggi yang menunjukkan teksturnya paling kompak. Rendemen tempe yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan antarsampel. Berdasarkan uji kadar protein kasar, sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan 1 cm mempunyai nilai tertinggi yakni 41.13%. Begitu pula hasil uji kadar protein terlarut dan daya cerna protein, sampel dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mempunyai nilai tertinggi pada semua sampel. Berdasarkan hasil berbagai pengujian tersebut, maka diperoleh sampel terbaik adalah sampel dengan perlakuan 4% dan ketebalan 1 cm. Berikut merupakan hasil uji proksimat sampel terbaik:

Kadar air tempe grits kacang merah dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm mencapai 64.42%. Nilai ini memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 3144:2009 tentang tempe, yakni maksimal 65%. Kadar abu sampel Tabel 1 Analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1

(27)

17 mencapai 0.17%. Nilai ini masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan SNI 3144:2009, yaitu maksimal 1.5%. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Proses pembuatan tempe sangat berpengaruh terhadap kandungan gizi tempe yang dihasilkan.

Kadar lemak tempe grits kacang merah hasil pengukuran adalah 0.11%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan SNI 3144:2009 yakni minimal 10%. Penurunan kadar lemak selama fermentasi mencapai 0.8% sampai 2.8% (Murata

et al 1971). R. oligosporus dan R. oryzae menghasilkan enzim lipase yang akan

mengubah lemak menjadi trigliserida dan asam lemak bebas selama fermentasi (Astuti et al 2000). Kapang menggunakan asam lemak bebas tersebut sebagai sumber karbon (De Reu et al 1994). Jumlah gliserol hasil hidrolisis yang lebih sedikit mengindikasikan bahwa trigliserida dihidrolisis menjadi mono- dan digliserida serta asam lemak bebas (Ruiz-Teran dan Owens 1996).

Kadar protein tempe grits kacang merah mencapai 12.92% (bb). Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan standar SNI 3144:2009 yang menetapkan kadar protein tempe kedelai minimal 16.00% (bb). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan, yakni grits kacang merah. Kacang merah mempunyai kandungan protein 23.1 g/100g bahan, sedangkan pada kacang kedelai mempunyai kandungan protein 34.9 g/100g bahan (Depkes 1992). Namun nilai 12.92% (bb) ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempe kacang merah utuh, yakni sebesar 10.16% (Munirah 2013). Hal ini dapat membuktikan bahwa pengembangan tempe menggunakan grits kacang merah dapat meningkatkan kadar protein tempe kacang merah. Aktivitas proteolitik R. oligosporus dan R.

oryzae sangat berperan dalam peningkatan protein selama proses fermentasi

tempe. Kapang menggunakan asam-asam amino (albumin, globulin) dan basa terlarut untuk pertumbuhannya (Handoyo dan Morita 2006).

Kadar karbohidrat sampel adalah 22.38%. Selain menghasilkan enzim protease, kapang juga menghasilkan enzim amilase dan lipase yang digunakan untuk menguraikan karbohidrat dan lemak. Aktifitas enzim amilase ditemukan pada R. oryzae yang aktif yang mencapai puncaknya pada 12 jam fermentasi, ditandai dengan jumlah maltosa tertinggi pada jam tersebut (Sapuan dan Soetrisno 2001). Sebagian gula (karbohidrat) terdegadadsi selama perendaman, pemasakan, dan fermentasi tempe (Mulyowidarso et al 1991; Egounlety dan Aworh 2003). Dinding sel yang tersusun atas polisakarida seperti pektin, selulosa, dan hemiselulosa sebagian terdegadasi selama fermentasi oleh enzim yang diproduksi oleh kapang yang membuatnya lebih larut air (Kiers et al 2000).

3.3 Mutu Sensori

Uji sensori dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan 70 panelis tidak terlatih terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh dengan perlakuan aerasi 4 % dan ketebalan 1 cm. Tempe dipotong dadu dengan ukuran 2x2 cm dan digoreng selama 5 menit tanpa penambahan bumbu.

(28)

18

Table 2 menunjukkan bahwa parameter warna pada uji rating hedonik mempunyai nilai 4.9. Hal ini menunjukkan bahwa warna tempe grits kacang merah masih dapat diterima oleh panelis karena berada pada hasil penilaian netral (4) hingga agak suka (5). Warna tempe sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan miselium. Namun parameter warna yang dinilai dalam penelitian ini adalah warna tempe setelah digoreng. Begitu pula pada parameter aroma dan tekstur tempe grits kacang merah, berada pada penilaian netral hingga agak suka. Panelis tidak menyukai rasa tempe grits kacang merah, penilaian untuk parameter rasa berkisar antara agak tidak suka hingga tidak suka. Penilaian sampel secara keseluruhan (over all) berkisar pada penilaian agak tidak suka hingga netral. Karakteristik yang kurang disukai pada tempe dikarenakan adanya rasa asam meskipun sampel telah digoreng. Rasa asam ini dimungkinkan muncul karena tahap perendaman air asam yang dilakukan pada proses pembuatan tempe selama dua malam. Perendaman asam yang terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penetrasi asam ke dalam grits sehingga terdapat rasa asam pada produk akhir. Waktu untuk perendaman asam dapat dipersingkat untuk meminimalkan rasa asam pada produk akhir.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan perbedaan aerasi dan ketebalan mempengaruhi karakteristik tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh antara lain penampakan secara visual, warna, kadar protein kasar, dan protein terlarut. Tempe dengan karakteristik terbaik adalah tempe dengan perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm. Pengembangan tempe grits kacang merah 8 mesh dapat meningkatkan kadar protein tempe kacang merah. Analisis sensori menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap sampel secara keseluruhan (over all) berkisar pada penilaian agak tidak suka hingga netral.

Tabel 2 Penerimaan panelis terhadap tempe grits kacang merah ukuran 8 mesh perlakuan 4% aerasi ketebalan 1 cm

Uji Penilaian (skala 1-7)

Warna 4.9

Aroma 4.1

Tekstur 4.1

Rasa 2.8

(29)

19 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik penyimpanan tempe grits kacang merah agar dapat disimpan dalam waktu lebih lama dan kualitasnya terjaga. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan tempe grits kacang merah yang tepat sehingga karakteristik produk dapat diterima oleh panelis dengan tetap mempertahankan nilai gizi terutama proteinnya. Waktu perendaman grits menggunakan air asam dapat dipersingkat untuk meminimalkan rasa asam pada produk akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson SJ, Lall SP, Anderson DM, McNiven MA. 1969. Evaluation of protein quality in fish meals by chemical and biologycal assays. Aquaculture. 115: 305-325.

Astuti M, Andreanyta CG, Halmer H, and Siljestrom M. 1983. Rapid enzymatic assayof insoluble and soluble dietary fiber. J Agic Food Chem. 31(1): 476-482.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of

Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC

(US): AOAC.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of

Analysis. Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC

(US): AOAC.

Bavia ACL, Silva CE, Ferreira MP, Leite RS, Mandarino JMG, and Carrao Panizzi MC. 2012. Chemical composition of tempeh from soybeans cultivars specially developed for human consumption. Cienc Tecnol Aliment. 32(3):613-620.

Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive methode for the quantitation of microgam quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem. 72:248-54.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kacang Merah. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Deliani. 2008. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar protein, lemak, komposisi asam lemak dan asam fitat pada pembuatan tempe [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatra Utara.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1992. Kandungan Gizi Kacang. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI.

De Reu JC, MH Zwietering, FM Rombouts, MJR Nout. 1993. Appl. Microniol. Bioechnol. 40:261-265.

De Reu JC, Ramdarasa D, Rombouts FM, and Nout MJR. 1994. Changes in soya bean lipids during tempe fermentation. Food Chem. 50:171-175.

(30)

20

Egounlety M, Aworh OC. 2003. Effect of soaking, dehulling, and fermentation with Rhizopus oligosporus on the oligosaccharides, trypsin inhibitor, phytic acid and tannins of soybean (Glycine max Merr), cowpera (Vigna

unguiculata L. Walp), and goundbean (Macrotyloma geocarpa Harms). J

Food Eng. 56:249-254.

Fardiaz S. 1987. Fisioligi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas.

Frazier WC. 1976. Food Microbuology 2nd Edition. New Delhi (IN): Mc Gaw-Hill Publishing Company LTD.

Handoyo T, Naofumi M. 2006. Structural and Functional Properties of Fermented Soybean (Tempeh) by Using Rhizopus oligosporus. I Journal of Food Properties. (9):347-355. doi:10.1080/10942910500224746.

Hesseltine, CW Smith, B Bradle, Djien KS. 1963. Investigations of tempeh, an Indonesian food. Dev. Ind Microbiol. 4:275-278.

Indriani EA. 1990. Pengaruh substitusi NaCl dengan KCl terhadap sifat mikrobiologi, kimiawi, dan sensoris tauco [skrpisi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.

Jurus AM, Sundberg WJ. 1976. Penetration of Rhizopus oligosporus into soybean in tempeh. American Soc. for Microbiol. 32(2):284-287.

Kiers EG, Nout MJR, dan Rombouts FM. 2000. In vitro digestibility of processed and fermented soya bean, cowpea, and maize. J Scie Food Agic. 80:163-169. Kovac B, Raspor P. 1997. The use of the mould Rhizopus oligosporus in food

production. Food Technol. Biotechnol. 35(1):69-73.

Meilgard. 1991. Sensory Evaluation Techniques 2nd Edition. Florida (USA): CRC Press Inc.

Mulyowidarso RK, Fleet GH, Buckle KA. 1991. Changes in the concentration of carbohydrates during the soaking of soybenas for tempe production. Int J Food Sci Tech. 26:595-606.

Munirah W. 2013. Effect of different aeration area and thickness on physicochemical properties of red kidney beans (Phaseolus vulgaris L) tempeh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Murata K, H Ikehata, T Miyamoto. 1967. Studies on the nutritional value of tempeh. J. Food Sci. 32:580.

Nurhaida R. 1999. Kajian pengaruh pengkukusan dan lama penyimpanan tempe terhadap mutu keripik tempe [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pariwoharsono S. 2010. Fermentation and biosynthesis of functional active compounds in tempeh for products application. 3rd Soy Symposium: Health, Social-Cultural and Market Perspectives; 2010 Agust 2-3; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): BPPT .

Pellet PL, Young VR. 1980. Nutritional Evaluation of Protein Foods. Tokyo (JP): The United Nation University.

Purwoko, Handajani. 2007. Kandungan protein kecap manis tanpa fermentasi moromi hasil fermentasi Rhizophus oryzae dan R. oligosporus. Jurnal Ilmiah Biodiversity 8 (2):223-227.

Rahayu K. 2004. Industrialization of tempe fermentation. In KH Steinkraus (ed). Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd Edition. New York (US): Marcel Dekker, Inc.

(31)

21 Ruiz-Teran, Owens JD. 1996. Chemical and enzymatic changes during the fermentation of bacteria-free soya bean tempe. J Sci Food Agic. 71:523-530. Sapuan, Sutrsino N. 2001. The Complete Handbook of Tempeh. Jonathan A, editor.

Singapura (SG): American Soybean Association.

Santoso BH. 2005. Kandungan Gizi Tahu dan Tempe. Jakarta (ID): PT Gamedia. Shurtleff W, Aoyagi A. 1979. The Book of Tempe. New York (US): Harper &

Row.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 3144 Tahun 2009 tentang Tempe Kedelai. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Steinkraus KH, YB Hwa, JP Van Buren, MI Provvidenti, DB Hand. 1960. Studies in tempeh-an Indonesian fermented soybean food. Food Res. 25:777-778. Steinkraus KH. 1983. Handbook of Indigenous Fermented Food. New York (US):

Mercel Dekker, Inc.

(32)

22

Lampiran 2a Rekapitulasi data analisis nilai L tempe grits kacang merah

Sampel Nilai L Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

Aerasi 1% 1 cm 62.45 62.46 62.46

Aerasi 1% 2 cm 69.81 64.87 67.34

Aerasi 1% 3 cm 64.31 64.34 64.33

Aerasi 2.5% 1 cm 53.25 53.25 53.25

Aerasi 2.5% 2 cm 67.05 67.40 67.23

Aerasi 2.5% 3 cm 63.39 63.39 63.39

Aerasi 4% 1 cm 51.50 51.53 51.52

Aerasi 4% 2 cm 65.86 66.48 66.17

Aerasi 4% 3 cm 64.53 64.61 64.57

Kontrol 76.90 77.30 77.10

Lampiran 2b Rekapitulasi data analisis nilai a tempe grits kacang merah

Sampel Nilai a Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

Aerasi 1% 1 cm 3.58 3.57 3.58

Aerasi 1% 2 cm 4.44 4.93 4.96

Aerasi 1% 3 cm 3.58 3.61 3.60

Aerasi 2.5% 1 cm 2.33 2.32 2.33

Aerasi 2.5% 2 cm 4.56 4.59 4.58

Aerasi 2.5% 3 cm 3.92 3.95 3.94

Aerasi 4% 1 cm 1.81 1.79 1.80

Aerasi 4% 2 cm 4.37 4.44 4.41

Lampiran1 Rekapitulasi data analisisi daya iris tempe grits kacang merah

Sampel Kerja (g s) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

(33)

23

Aerasi 4% 3 cm 4.02 3.98 4.00

Kontrol 3.00 2.60 2.80

Lampiran 2c Rekapitulasi data analisis nilai b tempe grits kacang merah

Sampel Nilai L Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

Aerasi 1% 1 cm 16.16 16.16 16.16

Aerasi 1% 2 cm 18.26 21.16 19.71

Aerasi 1% 3 cm 18.07 18.11 18.09

Aerasi 2.5% 1 cm 11.02 10.99 11.01

Aerasi 2.5% 2 cm 18.28 18.38 18.33

Aerasi 2.5% 3 cm 16.96 16.98 16.97

Aerasi 4% 1 cm 9.28 9.30 9.29

Aerasi 4% 2 cm 17.76 17.91 17.84

Aerasi 4% 3 cm 16.18 16.51 16.17

Kontrol 11.10 11.70 11.40

Lampiran 4 Rekapitulasi data analisis kadar protein kasar tempe grits kacang merah

Sampel Kadar protein kasar (% bk) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2

Aerasi 1% 1 cm 33.34 36.73 35.04

Aerasi 1% 2 cm 37.74 37.61 37.67

Aerasi 1% 3 cm 33.28 37.56 35.42

Aerasi 2.5% 1 cm 31.13 40.10 35.62

Aerasi 2.5% 2 cm 36.76 40.79 38.77

Lampiran 3 Rekapitulasi data analisis rendemen tempe grits kacang merah

Sampel Rendemen

Aerasi 1% 1 cm 96.79

Aerasi 1% 2 cm 94.11

Aerasi 1% 3 cm 89.48

Aerasi 2.5% 1 cm 92.67

Aerasi 2.5% 2 cm 93.96

Aerasi 2.5% 3 cm 95.42

Aerasi 4% 1 cm 92.11

Aerasi 4% 2 cm 92.31

(34)

24

0 200 400 600 800 1000 1200

Absor

Lampiran 5 Rekapitulasi data absorbansi standar BSA Konsentrasi

Gambar 11 Kurva standar untuk pengukuran protein terlarut metode Bradford (%) Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis protein terlarut (g/100 g) tempe grits kacang

merah

Sampel Rata-rata

Aerasi 1% 1 cm 10.55

Aerasi 1% 2 cm 8.79

(35)

25

Aerasi 2.5% 1 cm 4.85

Aerasi 2.5% 2 cm 10.28

Aerasi 2.5% 3 cm 8.32

Aerasi 4% 1 cm 23.31

Aerasi 4% 2 cm 7.04

Aerasi 4% 3 cm 16.17

Lampiran 7 Rekapitulasi data analisis daya cerna protein (%) tempe grits kacang merah

Sampel Daya cerna protein (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2

Aerasi 1% 1 cm 88.07 86.56 87.32

Aerasi 1% 2 cm 87.07 87.57 87.32

Aerasi 1% 3 cm 85.86 85.77 85.82

Aerasi 2.5% 1 cm 89.12 89.70 89.41

Aerasi 2.5% 2 cm 88.30 88.68 88.49

Aerasi 2.5% 3 cm 84.03 84.21 84.12

Aerasi 4% 1 cm 90.87 91.65 91.26

Aerasi 4% 2 cm 89.05 89.78 89.42

Aerasi 4% 3 cm 85.54 85.43 85.49

Lampiran 8 Rekapitulasi data analisis proksimat sampel terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)

Sampel Kadar (%) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

Kadar air 64.85 64.00 64.42

Kadar abu (%bk) 0.47 0.49 0.48

Kadar lemak (%bk) 0.64 0.32 0.48

Kadar protein (% bb) 13.06 12.66 12.86

Lampiran 9 Form kuesioner sensori rating hedonik terhadap sampel tempe grits kacang merah goreng terbaik (perlakuan aerasi 4% dan ketebalan 1 cm)

Nama : Tanggal :

(36)

26

Instruksi :

Di hadapan Anda terdapat satu sampel tempe goreng. Anda diminta untuk melakukan pencicipan dan memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, dan atribut secara keseluruhan (over all). Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai terhadap sampel dengan skala kategori 1-7. Skala 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka, 7= sangat suka.

Atribut Nilai (skala 1-7)

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah Isnaini Ayu Lestari, putri kedua dari dua bersaudara. Lahir di Boyolali, 18 Oktober 1992 dari pasangan Ahsan Busro dan Sri Lestari. Penulis menamatkan pendidikan jenjang SD di SD Negeri 1 Kembang pada tahun 2004, jenjang SMP di SMP Negeri 1 Ampel pada tahun 2007, dan jenjang SMA di SMA Negeri 1 Salatiga pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ketika kuliah penulis aktif di beberapa organisasi antara lain Ikatan Keluarga Muslim TPB (2010-2011), Forum Bina Islami Fateta (2011-2013), Organisasi Mahasiswa Daerah Semarang (PATRA ATLAS), Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (FKMB), dan Korps Sukarela PMI Unit I IPB (2011-2013). Penulis aktif sebagai panitia MPKMB Sahabat Tani 48 (2011), Save Our Water Asrama TPB IPB (2011), Agotechnology Fair and Contest (2011), Techno-F (2012), BAUR-Access (2012), LCTIIP XX, Canvasing IPB di Semarang (2012), Seminar Nasional Halal is Scientific (HASSASIN) 2012 dan 2013.

Gambar

Gambar 1. Diagam alir pembuatan tempe grits kacang merah
Gambar 2 Penampakan miselium tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat
Gambar 3 Daya iris tempe grits kacang merah pada pada berbagai tingkat  aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm)
Gambar 4 Nilai L tempe grits kacang merah pada berbagai tingkat aerasi (1%, 2.5%, dan 4%) dan ketebalan tempe (1 cm, 2 cm, dan 3 cm)
+7

Referensi

Dokumen terkait

The enforcement of contracts is necessary for efficient exchange and investment in economic activities. Contracts can be en- forced through a variety of mechanisms, both public

Pemasaran merupakan alat yang dapat dipergunakan perusahaan dalam.. mencapai tujuan pemasarannya melalui strategi pasar sasaran,

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun sistem pendukung keputusan intelijen untuk seleksi konsep produk baru asap cair tempurung kelapa. Beberapa tujuan

[r]

dengan 2,4D yang akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan kalus serta kadar senyawa asiatikosida dari tanaman pegagan... Pegagan addah tanaman terna

Berdasarkan hasil uji t test maka diperoleh yaitu : Variabel Reliability menunjukkan bahwa Relia bility berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen,

Dengan demikian, berdasarkan fokus-fokus penelitian yang telah diuraikan di atas, judul dari penelitian ini adalah “ Pembelajaran Menulis Teks Eksposisi Melalui

Laporan Tugas Akhir ini dilatarbelakangi permasalahan apa tujuan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam Revitalisasi Benteng Vastenburg, apa usaha yang sudah dilakukan