• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani)."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KEUNTUNGAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POLA

KEMITRAAN DI WILAYAH BOGOR BARAT

(KASUS KELOMPOK TANI RIMBA LESTARI DAN SEJAHTERA TANI)

FEBI ANGGIA SRI PRATOMO

MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

FEBI ANGGIA SRI PRATOMO. Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani). Dibimbing oleh YULIUS HERO.

Pola kemitraan diyakini sebagai suatu cara untuk mengatasi permasalahan modal dalam pengembangan dan pembangunan hutan rakyat. Kerjasama kemitraan dalam mengembangkan usaha hutan rakyat dapat meningkatkan efektivitas sekaligus kesempatan berusaha dan memperoleh keuntungan usaha. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan dan pembagian keuntungan ekonomi serta untuk mengetahui pola usaha hutan rakyat kemitraan. Penelitian dilakukan terhadap dua kelompok tani yang menjalankan usaha kemitraan hutan rakyat, yaitu Kelompok Sejahtera Tani di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan dan Kelompok Rimba Lestari di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kedua kelompok tani mengembangkan usaha hutan rakyat pola kemitraan antara petani, pemilik lahan, dan investor. Keuntungan usaha yang diperoleh kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 238 500 000 per-ha dan Rimba Lestari sebesar Rp 162 250 000 per-ha. Pembagian keuntungan Kelompok Sejahtera Tani dialokasikan untuk petani 30% dan investor 70%. Sementara itu Kelompok Rimba Lestari dialokasikan untuk petani 30%, investor 40%, pemilik lahan 20% dan kelompok tani 10%.

Kata kunci: Hutan rakyat, Kemitraan dan Keuntungan Ekonomi.

ABSTRACT

FEBI ANGGIA SRI PRATOMO. Community Forest Management Profit With Partnership Pattern in West Bogor (Rimba Lestari Farmer Group and Sejahtera Tani Farmer Group case). Supervised by YULIUS HERO.

The partnership pattern has believed to be a way to overcome the capital problems in the developing and construction of community forests. Partnerships cooperation in developing community forest enterprises can improve opportunities chance and gain business profit. The objectives of this research were to analyze the ratio and economic profit sharing and also to know the pattern of community forest business partnerships. The research was conducted on two groups of farmers who runs a business partnership of community forests, which Sejahtera Tani Farmer Group in Cibunian village of the Pamijahan District and Rimba Lestari Farmer Group in Karacak village of the Leuwiliang District. The result showed that both of Farmer Group have developed the community forest business with partnership patern between farmers, land owners, and investors. Business profit was earned by Sejahtera Tani Farmer Group was Rp 238 500 000/hectar and Rimba Lestari Farmer Group was Rp 162 250 000/hectar. Profit sharing of Sejahtera Tani Farmer Group was allocated 30% for farmers and 70% for the investor. Meanwhile the profit sharing of Rimba Lestari Farmer Group was allocated 30% for farmers, 40% for investors, 20% for land owners and 10% for farmer group.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KEUNTUNGAN PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POLA

KEMITRAAN DI WILAYAH BOGOR BARAT

(KASUS KELOMPOK TANI RIMBA LESTARI DAN SEJAHTERA TANI)

MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(6)
(7)

Judul Skripsi : Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani)

Nama : Febi Anggia Sri Pratomo

NIM : E14110005

Disetujui oleh

Dr Ir Yulius Hero M Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman M Sc F Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta ‘ala atas segala karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September-Oktober 2014 ini mengangkat topik hutan rakyat, dengan judul Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani).

Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut :

1. Dr. Ir. Yulius Hero, MSc sebagai pembimbing atas saran bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan;

2. Seluruh Dosen, Staf Pengajar, Staf Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis;

3. Bapak Andi dan Bapak Adung selaku Mandor dan Ketua Kelompok Tani Sejahtera Tani dan Rimba Lestari serta anggota kelompok tani dan masyarakat yang lainnya atas kerja sama dan kesediaan waktu mendampingi kegiatan di lapangan;

4. Ayahanda Etom Lusyanto, Ibunda Tati Sri Haryati dan seluruh Keluarga atas dukungan dan kasih sayang kepada penulis;

5. Seluruh teman-teman Manajemen Hutan Angkatan 48. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk banyak pihak

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pikir 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Pengertian Hutan Rakyat 4

Peran Hutan Rakyat 4

Kemitraan 5

Keuntungan Ekonomi 9

Masyarakat Sekitar Hutan 11

METODE 12

Waktu dan Lokasi Penelitian 12

Alat dan Bahan Penelitian 12

Jenis Data 13

Metode Pengumpulan Data 13

Metode Pemilihan Responden 14

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Kondisi Umum Wilayah Penelitian 16

Profil Kelompok Tani 17

Karakteristik Responden 18

Analisis Biaya Pendapatan dan Keuntungan 21

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(10)

DAFTAR TABEL

1 Biaya pembangunan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani/1 ha/4 tahun 21 2 Biaya pembangunan hutan rakyat Kelompok Rimba Lestari/1 ha/4 tahun 22 3 Harga pohon Sengon berdasarkan umur dan keliling pohon 24 4 Keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani 25 5 Keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Rimba Lestari 25 6 Pembagian keuntungan usaha kemitraan Kelompok Sejahtera Tani 26 7 Pembagian keuntungan usaha kemitraan Kelompok Rimba Lestari 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir alur rumusan masalah 3

2 Kurva Total Revenue 15

3 Kurva Total Cost 15

4 Kurva mencari keuntungan maksimum 15

5 Batas wilayah Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang 16 6 Pola kemitraan hutan rakyat Sejahtera Tani dan Rimba Lestari 18 7 Karakteristik responden Kelompok Sejahtera Tani berdasarkan umur 19 8 Karakteristik responden Kelompok Rimba Lestari berdasarkan umur 19 9 Karakteristik responden Sejahtera Tani berdasarkan tingkat pendidikan 20 10 Karakteristik responden Rimba Lestari berdasarkan tingkat pendidikan 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta penyebaran hutan rakyat Desa Cibunian BP3K Cibungbulang 31 2 Peta penyebaran hutan rakyat Desa Cengal BP3K Leuwiliang 32 3 Data kontribusi upah kerja oleh petani Hutan Rakyat Sejahtera tani 33 4 Data peralatan pertanian kelompok Sejahtera Tani 33

5 Data pengadaan pupuk kelompok Sejahtera Tani 33

6 Data kontribusi modal oleh investor Hutan Rakyat Sejahtera tani 33 7 Kontribusi nilai lahan oleh pemilik lahan Hutan Rakyat Sejahtera tani 34 8 Data pendapatan dari hasil penjualan Kayu hutan Rakyat Sejahtera tani 34 9 Data kontribusi upah kerja oleh petani Hutan Rakyat Rimba Lestari 34

10 Data peralatan pertanian kelompok Rimba Lestari 34

11 Data pengadaan pupuk kelompok Rimba Lestari 35

12 Data kontribusi modal oleh investor Hutan Rakyat Rimba Lestari 35 13 Kontribusi nilai lahan oleh pemilik lahan Hutan Rakyat Rimba Lestari 35 14 Data pendapatan dari hasil penjualan Kayu hutan Rakyat Rimba Lestari 35 15 Struktur organisasi kelompok tani Sejahtera Tani 36

16 Struktur organisasi kelompok tani Rimba Lestari 37

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 46/kpts-II/1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0.25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan pada tahun pertama dengan tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar.

Perkembangan kehutanan dewasa ini menunjukkan bahwa kebutuhan industri nasional sebesar 60 juta m3 per-tahun, sedangkan kemampuan produksi kayu bulat (log) dari hutan alam Indonesia sebesar 8.9 juta m3 per-tahun. Hal ini berarti hutan alam Indonesia hanya mampu memasok sekitar 15% dari keseluruhan bahan baku kayu yang diperlukan. Terjadi defisit bahan baku kayu yang sangat besar mencapai 50-an juta m3 per-tahun. Data BPS tahun 2012 menunjukkan bahwa produksi kayu dari hutan rakyat mencapai 39.5 juta m3. Untuk menanggulangi atau paling tidak mengurangi kesenjangan tersebut, pemanfaatan kayu tidak cukup hanya mengandalkan sumber-sumber dari hutan alam, tetapi harus terus dikembangkan juga dari sumber-sumber lainnya di antaranya dari hutan rakyat.

Hutan rakyat sejak lama memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan kayu masyarakat pedesaan di Pulau Jawa, dimana 70% dari kebutuhan kayu masyarakat di Pulau Jawa dipenuhi dari kayu yang berasal dari hutan rakyat (Hardjanto 2001). Perkembangan hutan rakyat yang ada di Jawa Barat menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : pasar, informasi dan aksesibilitas yang relatif lebih baik.

(12)

Pada tahun 1980-an usaha hutan rakyat terutama dibangun pada lahan milik masyarakat sendiri. Sejalan dengan laju peningkatan permintaan (demand) kayu rakyat dan harga jual yang terus meningkat, maka petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat kekurangan (defisit) lahan untuk usaha hutan rakyat. Fakta perkembangan usaha hutan rakyat di wilayah Bogor Barat pada saat ini adalah usaha hutan rakyat dilakukan secara kemitraan. Secara harfiah Hafsah (2000) menyebutkan bahwa kemitraan menjadi suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Usaha hutan rakyat yang dilakukan secara kemitraan di wilayah Bogor Barat dengan memanfaatkan lahan kosong atau lahan kurang produktif di wilayah setempat, antara lain: tanah negara (lahan eks HGU, tanah desa/tanah bengkok, lahan kawasan hutan) dan tanah hak milik (tanah milik penduduk luar desa dan lahan milik perusahaan). Pelaku kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat ini, antara lain: petani, pemodal (investor), dan pemilik lahan (Hardjanto et al. 2014).

Keberhasilan usaha hutan rakyat melalui kerjasama kemitraan ini sangat besar manfaatnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan pelaku yang terlibat dalam usaha ini. Besarnya manfaat yang diperoleh dari usaha hutan rakyat harus dapat diukur agar menjadi motivasi bagi para pemilik hutan rakyat untuk mengelola hutan rakyatnya secara berkelanjutan. Keberhasilan usaha hutan rakyat melalui kerjasama kemitraan di wilayah Bogor Barat ini salah satunya dapat diukur dari manfaat ekonomi dengan melakukan perhitungan keuntungan ekonomi terhadap dua kelompok tani yang ada di wilayah Bogor Barat. Kelompok tani tersebut diantaranya Sejahtera Tani di Desa Cibunia, Kecamatan Pamijahan dan Rimba Lestari di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang. Untuk mengetahui keuntungan yang akan diperoleh diakhir periode, maka dilakukan perhitungan terhadap biaya dan pendapatan yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat, sehingga diketahui besaran keuntungan yang akan diperoleh setiap pelaku kemitraan. Hal ini dapat dijadikan bahan acuan dan motivasi bagi petani hutan rakyat untuk meningkatkan manfaat ekonomi (keuntungan) dari hutan rakyat yang dikelolanya dan mengelola hutan rakyatnya secara berkelanjutan.

Kerangka Pikir

(13)

besaran keuntungan yang akan diperoleh setiap pelaku kemitraan. Berikut kerangka pikir terdahap alur rumusan masalah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir alur rumusan masalah

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola usaha hutan rakyat kemitraan Kelompok Tani Sejahtera Tani dan Kelompok Tani Rimba Lestari.

2. Menganalisis perbandingan keuntungan ekonomi usaha hutan rakyat pola kemitraan Kelompok Tani Sejahtera Tani dan Kelompok Tani Rimba Lestari. 3. Menganalisis pembagian keuntungan ekonomi usaha hutan rakyat pola

kemitraan Kelompok Tani Sejahtera Tani dan Kelompok Tani Rimba Lestari.

Manfaat Penelitian

1. Menghasilkan kaidah ilmiah tentang kemitraan dalam usaha hutan rakyat. 2. Memberikan motivasi dan bahan acuan untuk petani hutan rakyat dalam

meningkatkan manfaat ekonomi (keuntungan) dari hutan rakyat yang dikelolanya dan mengelola hutan rakyatnya secara berkelanjutan.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan Rakyat

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak diluar kawasan hutan negara dalam satu hamparan dan seringkali disebut hutan milik. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh di atas lahan yang dibebani hak milik, sehingga hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat.

Menurut SK Menteri Kehutanan No. 46/kpts-II/1997, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0.25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis lainnya lebih dari 50% dan pada tahun pertama dengan tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar.

Berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya, hutan rakyat dapat digolongkan ke dalam bentuk-bentuk hutan rakyat murni, hutan rakyat campuran dan hutan rakyat dengan sistem agroforestri atau tumpang sari. Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur. Hutan rakyat campuran adalah hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanami secara campuran. Hutan rakyat agroforestri adalah hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usaha tani lainnya, seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada satu lokasi (Hayono 1996). Lembaga Penelitian IPB (1983) mengemukakan bahwa hutan rakyat berdasarkan tempatnya terdiri dari dua bentuk, yaitu Hutan Rakyat Tradisional dan Hutan Rakyat Inpres. Hutan Rakyat Tradisional merupakan cara penanaman hutan pada tanah milik (lahan kering yang diusahakan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur tangan pemerintah). Bentuk penanamannya adalah campuran antara tanaman buah-buahan. Bentuk tersebut lebih dikenal dengan pola usaha tani lahan kering. Hutan Rakyat Inpres yaitu hutan rakyat yang penanamannya murni dilakukan di tanah terlantar. Pembangunan hutan rakyat ini diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan.

Peran Hutan Rakyat

Perkembangan kehutanan dewasa ini menunjukan bahwa kebutuhan industri nasional mencapai angka 60 juta m3 per-tahun. Data BPS tahun 2012 menunjukkan bahwa produksi kayu dari hutan rakyat mencapai 39.564 juta m3 per-tahun. Artinya Hutan Rakyat telah memberikan peran yang besar dalam peningkatan produksi kayu untuk kebutuhan industri nasional. Hutan rakyat menyumbangkan produksi kayu hampir 66% dari kebutuhan kayu nasional.

(15)

Jawa. Hutan rakyat sejak lama memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan kayu masyarakat pedesaan di Pulau Jawa, dimana 70% dari kebutuhan kayu masyarakat di Pulau Jawa dipenuhi dari kayu yang berasal dari hutan rakyat (Hardjanto 2001).

Kegiatan dalam usaha hutan rakyat meliputi proses produksi, pengolahan hasil panen, pemasaran dan kelembagaan. Dari cakupan kegiatan tersebut terlihat cukup banyak stakeholder yang terlibat dalam kegiatan usaha hutan rakyat, antara lain petani, pemilik lahan, pedagang tengkulak, investor, industri dan pemerintah daerah. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat tersebut, tentu kegiatan usaha hutan rakyat memberikan kontribusi manfaat yang lebih banyak, khususnya manfaat ekonomi untuk para stakehoder yang terlibat didalamnya.

Saragih et al. (1995) mengemukakan bahwa hutan rakyat adalah bagian yang integral dari ekonomi rumah tangga rakyat dan mempunyai ciri multy purpose, sebagai berikut :

1. Memenuhi sebagian dari kebutuhan pangan anggota rumah tangga, kebutuhan pakan ternak bahan bangunan dan sumber pendapatan

2. Memberikan hasil sepanjang tahun, tidak terikat musim sehingga dapat mengisi kebutuhan pada saat lahan-lahan pertanian tanaman semusim tidak menghasilkan.

3. Hutan rakyat di Jawa berfungsi sebagai jaminan bagi kredit informal

4. Dapat berperan sebagai sumber kebutuhan ekonomi daerah akan kayu, sayur dan buah-buahan serta tanaman obat

5. Dapat menjadi sumber plasma nutfah, khususnya hutan rakyat diluar Jawa Menurut Darusman dan Hardjanto (2006) luasnya cakupan penguasaan hutan memberikan sebaran kontribusi ekonomi yang juga cukup luas di masyarakat desa. Pada sub sistem produksi dan pengolahan, hutan rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang di luar pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Ini dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut. Untuk aktivitas pemasaran hasil, pengusahaan rakyat memberikan kontribusi pendapatan terhadap para pelaku dalam sistem distribusi. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro), pada gilirannya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan penting baik untuk petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri pengolahan kayu rakyat.

Kemitraan

Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah 2000).

(16)

kemitraan adalah kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Hubungan kemitraan akan berkesinambungan apabila hasil kerjasama terjadi secara berulang-ulang dan saling menguntungkan.

Menurut Haeruman (2001) pengertian Kemitraan Secara ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dan pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara mitra.

2. Partnership/alliance adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang/usaha atau yang sama-sama memiliki sebuah peran dengan tujuan untuk mencari laba.

3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan.

4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik yang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan.

Sementara yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Kemitraan usahatani adalah suatu hubungan sosial bisnis antara petani baik petani kecil maupun yang berskala besar sebagai produsen dengan perusahaan sebagai pendukung usahatani. Kemitraan usahatani sebagai hubungan sosial karena melibatkan satu atau sekelompok orang secara terus menerus. Selain itu hubungan ini juga disebut hubungan bisnis karena berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha dan upaya untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan dalam suatu sistem bisnis yang sama atau saling berkaitan.

Landasan dari kemitraan usaha tani adalah saling membutuhkan dan saling memerlukan tanggungjawab bersama. Selain itu juga dibutuhkan etika kejujuran, keterbukaan dan keadilan sehingga dengan demikian terbentuk beberapa aturan struktural kemitraan usahatani antara perusahaan dan petani :

1. Mempunyai tujuan dan target kemitraan yang jelas dan dapat dicapai semua pihak yang bermitra.

2. Memperhatikan keadilan dalam menentukan keuntungan maupun resiko usaha, sesuai kelayakan dan sumbangan masing-masing.

3. Kebersamaan dan kesepakatan dalam menjalankan etika bisnis, serta aturan-aturan yang lain.

4. Keterbukaan dari semua pihak yang bermitra secara jujur dan adil dalam melaksanakan usahatani secara disiplin.

5. Kebersamaan dalam menangani gangguan dari luar.

(17)

seperti ini biasanya ditemui dalam pengadaan input dan pemasaran usaha tani. Kemitraan Jangka Menengah didasarkan pada motif ekonomi bersama dalam jangka menengah atau musim produksi tertentu, dengan atau tanpa perjanjian tertulis. Kemitraan Jangka Panjang dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan terus-menerus dalam skala besar dan dengan perjanjian tertulis. Misalnya adalah kepemilikan perusahaan oleh petani atau koperasi.

Sementara tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan (Hafsah 2000), yaitu : (1) Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, (5) Memperluas kesempatan kerja, dan (6) Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Sasaran kemitraan adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan baik dan benar bagi pelaku-pelaku kemitraan terkait di lapangan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan (Hafsah 2000), sebagai berikut :

1. Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan besar dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Peningkatan produktivitas bagi petani biasanya dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit dan penyuluhan yang disediakan oleh perusahaan inti.

2. Efisiensi

Erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan.

3. Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. Ketiganya juga merupakan pendorong kemitraan, apabila berhasil dapat melanggengkan kelangsungan kemitraan ke arah penyempurnaan.

4. Risiko

(18)

pengelolaan lahan usaha luas, dan (5) Risiko konflik perburuhan. Di sisi lain risiko yang dialihkan petani ke perusahaan inti antara lain: (1) Risiko kegagalan pemasaran produk hasil pertanian, (2) Risiko fluktuasi harga produk, dan (3) Risiko kesulitan memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting. 5. Sosial

Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial. Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status.

6. Ketahanan ekonomi nasional

Usaha kemitraan berarti suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha kecil). Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, otomatis akan mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.

Unsur-unsur penting yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan kemitraan sebagai faktor yang perlu diperhatikan untuk terlaksananya suatu kerjasama antar badan usaha yang sehat dan bermanfaat adalah sebagai berikut:

1. Bargaining power suatu badan usaha, yang tercerminkan oleh kemampuan internal badan usaha dan kekuatan yang berasal dari luar kemampuan imternal tampak pada kemampuan badan usaha di bidang manajemen, permodalan, aksesibilitas terhadap pasar dan penguasaan teknologi usah atersebut. Sementara kekuatan yang diperoleh dari luar dapat berupa kebijakan pemerintah yang bberkaitan dengan bidang usaha tertentu yang menguntungkan posisi suatu badan usaha.

2. Keutuhan/kepentingan masing-masing pihak yang bekerjasama sehingga kerjasama berjalan secara efektif.

Melalui kerjasama kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua belah pihak pelaku kemitraan. Daryanti dan Oktaviani (2003) menyatakan terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dengan melakukan kemitraan atau kontrak pertanian dengan petani mitra, yaitu : (1) Terjaminnya ketersediaan bahan baku, (2) Dapat melakukan pengontrolan terhadap proses produksi dan penanganan pasca panen, (3) Dapat mengontrol kualitas produksi, (4) dapat menjaga kestabilan harga, (4) Dapat memperkenalkan dan mengembangkan suatu jenis/varietas tanaman baru, (5) Memungkinkan dapat diidentifikasi kebutuhan pelanggan yang khusus, (6) Implikasi pengotrolan logistik yang lebih baik, dan (7) Hubungan yang baik dengan konsumen atau pembeli.

Keuntungan yang bisa diperoleh petani yakni : (1) Adanya kestabilan harga, dapat menjamin penghasilan yang tetap, (2) Menghambat dominasi tengkulak, (3) Pengembangan benih baru, (4) Penggunaan teknologi dan keterampilan baru, (5) Hubungan didasarkan pada kepercayaan yang saling menguntungkan, (6) Pembayaran hasil terjamin, (7) Penyuluhan tentang teknis disediakan oleh perusahaan mitra, (8) Praktek jual beli yang adil, (9) Dapat memperoleh fasilitas kredit, dan (10) Skema asuransi alam dapat diterapkan.

(19)

kualitas produk yang diinginkan perusahaan, (2) Petani dapat terjebak kredit macet, (3) Petani melanggar kontrak dengan menjual produk pertanian ke pihak lain atau perusahaan saingan lain, (4) Faktor alam yang dapat mengakibatkan kegagalan panen, seperti perubahan cuaca dan bencana alam.

Adapun Pelaksanaan kemitraan dihadapkan pada kendala-kendala dalam mencapai tujuan kemitraan (Badan Agribisnis Departemen Pertanian 1995), sebagai berikut :

1. Adanya struktur pasar monopolistik khususnya pada kerjasama agribisnis yang mengharuskan petani untuk menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan mitra usahanya, sehingga memberi peluang bagi perusahaan untuk menekan harga produk tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan membentuk organisasi petani dalam wadah koperasi.

2. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki petani sebagai pelaku usaha, dalam berbagai hal, seperti tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan manajerial, akses terhadap modal dan informasi yang rendah.

Keuntungan Ekonomi

Menurut Amaliawati dan Murni (2012) ilmu ekonomi adalah ilmu yang memepelajari upaya-upaya pengalokasian sumberdaya yang tersedia (bersifat scarcity) untuk mencapai kepuasan atau kemakmuran masyarakat. Pengalokasian sumber daya dapat terjadi pada setiap aktivitas manusia, seperti aktivitas produksi, konsumsi dan pertukaran. Dalam teori ekonomi, pemisalan terpenting dalam menganalisis kegiatan perusahan adalah “mereka akan melakukan kegiatan memproduksi sampai kepada tingkat dimana keuntungan mereka mencapai jumlah yang maksimum”.

Keuntungan (laba) merupakan tujuan utama suatu pengusaha dalam menjalankan usahanya. Proses produksi dilaksanakan seefisien mungkin dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Keuntungan (laba) adalah selisih antara total pendapatan dengan total biaya, yang merupakan insentif bagi produsen untuk melakukan produksi. Keuntungan inilah yang mengarahkan produsen untuk mengalokasikan sumber daya ke proses produksi tertentu.

(20)

tinggi dan sebaliknya. Contoh biaya tidak tetap dalam pengusahaan hutan rakyat, misalnya biaya membeli bibit, pupuk, upah tenaga kerja.

Pada umumnya petani hutan rakyat (sengon) menjual kayunya dalam bentuk pohon berdiri kepada para pedagang perantara (tengkulak) yang mendatanginya. Dengan demikian biaya-biaya pemanenan, pengolahan dan pemasaran ditanggung oleh pedagang /tengkulak, sedangkan biaya produksi yang ditanggung oleh petani terbatas pada biaya pengelolaan hutannya (penanaman dan pemeliharaan) yaitu mulai dari biaya sewa tanah, pembelian bibit, pupuk, upah buruh (tenaga kerja) langsung, pembelian barang modal (peralatan penanaman dan pemeliharaan), bunga modal dan pajak (Hayono 1996).

Revenue atau Pendapatan adalah hasil berupa uang yang diterima oleh suatu perusahaan atas penjualan barang-barang dan jasa yang dihasilkannya (Amaliawati dan Murni 2012). Pendapatan diartikan juga sebagai penerimaan total dari penjualan hasil produksi sebelum dikurangi dengan biaya produksi. Menurut Worrel diacu dalam Simarmata (2014) besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu proses produksi tergantung pada dua hal, yaitu : (1) Jumlah barang yang dihasilkan tiap jenis dan kualita, dan (2) Harga tiap-tiap satuan dari masing-masing jenis dan kualita produk. Pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat diperoleh dari penjualan produk kayu rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan hasil hutan rakyat pada umumnya belum merupakan komponen utama dalam struktur pendapatan pemilik hutan rakyat. Hal ini disebabkan kegiatan pengusahaan hutan rakyat bukan merupakan mata pencaharian pokok bagi petani pemiliknya melainkan hanya sebagai tabungan yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang memerlukan biaya relatif besar atau pada musim-musim paceklik. Untuk menghitung besarnya pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat dapat didasarkan pada banyaknya rata-rata panen dari bentuk produk pohon berdiri per satuan luas dikalikan dengan harga yang berlaku dilapangan (Hayono 1996).

Besarnya pendapatan/ penerimaan dari pengusahaan hutan rakyat belum merupakan indikator bagi besarnya keuntungan yang diperoleh petani pemiliknya karena masih tergantung pada besar kecilnya ongkos produksi yang dikeluarkan. Untuk menghasilkan suatu barang diperlukan biaya produksi, sehingga keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total yang diterima dengan pengeluaran total yang diperlukan. Besarnya keuntungan pengusahaan hutan rakyat tergantung pada faktor lokasi (ekonomi) dan kesuburan tanah, cara pembinaan, jenis tanaman campuran dan harga hasil produknya (Sumarta 1963).

Besarnya keuntungan yang diperoleh dalam usaha kemitraan hutan rakyat dapat dianalisis menggunakan rumus, sebagai berikut:

= TR – TC

= TR – (CPetani + CPemodal + CPemilik Lahan)

TR = Q x P TC = FC + VC Keterangan:

= Profit atau Keuntungan usaha hutan rakyat dalam satuan Rp.

TR = Total Revenue atau Pendapatan dari hasil jual kayu hutan rakyat dalam satuan Rp.

(21)

satuan Rp.

Q = Quantity atau Jumlah produk yang terjual P = Price atau Harga produk per unit

FC = Fix Cost atau biaya tetap

VC = Variable Cost atau biaya variable

Keuntungan total akan mencapai maksimum apabila selisih positif antara TR dengan TC mencapai angka terbesar. Perusahaan dapat dikatakan memperoleh

keuntungan apabila selisihnya bernilai positif (π>0) dimana TR harus lebih besar

dari pada TC (TR-TC).

Masyarakat Sekitar Hutan

Menurut Syani (1987) Masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan tersendiri. Manusia diikat dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang serta merta dan kebutuhan.

Pengertian masyarakat dalam sosiologi tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan.

Soekanto (1982) mengemukakan bahwa ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang. 2. Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama. Berkumpulnya

manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.

3. Sadar bahwa mereka merupakan satu-kesatuan.

4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan lainnya

(22)

Dasar Hukum kewajiban masyarakat sekitar hutan diatur dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 69 dan 70, disebutkan bahwa masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan perusakan dan Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan. Dalam mendukung kewajiban tersebut Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan dibidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna.

Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti tinggal di dalam atau atau dipinggir hutan yang hidupnya bergantung kepada hutan. Pada pertengahan tahun 2000, Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungannya tidak didefinisikan. Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi tradisional, yakni menggabungkan perladangan dengan berburu, dan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya (Hardjasoemantri 1985).

Pembangunan masyarakat pedesaan di dalam atau sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan kehutanan, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh tingkat peran serta masyarakat dalam pelaksanaanya. Pendekatan dalam pembangunan kehutanan (Forest development) pada saat ini mulai mempertimbangkan sepenuhnya kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hutan dengan memperhatikan aspek sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi aktif (Darusman dan Suharjito 1998).

Keberadaan masyarakat di sekitar hutan secara langsung menimbulkan keinginan dan motivasi untuk pemanfatan hutan tersebut. Timbulnya keinginan motivasi tersebut dipicu oleh kesadaran masyarakat disamping faktor sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan, dan perilaku masyarakat (Kartasapoetra 1984).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai Keuntungan Pengelolaan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di wilayah Bogor Barat (Kasus Kelompok Tani Rimba Lestari dan Sejahtera Tani) dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 dan bulan April 2015. Sementara pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan November 2014 dan bulan April 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

(23)

pengolahan dan analisis data. Bahan yang digunakan adalah kuisioner (daftar isian pertanyaan) responden sebagai panduan wawancara, data primer dan data sekunder untuk keperluan pustaka.

Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dihasilkan dan dikumpulkan secara langsung dari pelaksanaan penelitian ini. Sementara data sekunder adalah data yang dihasilkan dan dikumpulkan secara tidak langsung dari data berbagai pihak terkait yang relevan dengan penelitian ini. Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini berhubungan dengan biaya, pendapatan keuntungan usaha dan pembagian keuntungan kemitraan usaha hutan rakyat.

Data primer diperoleh langsung dari responden melalui wawancara, sebagai berikut :

1. Identitas responden (nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga).

2. Jenis tanaman kayu usaha hutan rakyat kemitraan.

3. Jangka waktu usaha atau waktu panen kayu hasil hutan rakyat kemitraan. 4. Total biaya usaha (biaya tetap dan biaya variabel) hutan rakyat kemitraan,

meliputi: persemaian, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran, serta pengadaan sarana dan prasarana usaha.

5. Potensi kayu hasil panen usaha hutan rakyat kemitraan. 6. Harga jual kayu hasil panen usaha hutan rakyat kemitraan.

7. Curahan tenaga (waktu kerja) usaha hutan rakyat kemitraan, meliputi: persemaian, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan, pemanenan, pemasaran, serta pengadaan sarana dan prasarana usaha.

8. Harga/nilai upah kerja yang berlaku di lokasi penelitian.

9. Jumlah uang atau modal yang dikeluarkan oleh pihak terkait untuk usaha hutan rakyat kemitraan.

10.Harga jual lahan per satuan luas di lokasi penelitian. 11.Harga sewa lahan per satuan luas di lokasi penelitian.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur terkait dan pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, kantor desa dan kecamatan setempat meliputi data potensi luas areal dan produksi hutan rakyat Kabupaten Bogor, kondisi umum lokasi penelitian, profil kelompok tani dan data-data lainnya.

Metode Pengumpulan Data

Teknik yang dilakukan dalam proses pengambilan data primer dan data sekunder, sebagai berikut :

1. Teknik wawancara secara terstruktur dengan menggunakan kuisioner atau daftar isian kepada responden terpilih.

(24)

3. Pengamatan peran serta yaitu dengan mengamati kondisi dan kegiatan responden di lapangan.

4. Pencatatan data dari berbagai pihak terkait yang relevan dengan penelitian ini (Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah, dan Kementerian Kehutanan).

5. Studi pustaka yaitu dengan cara mencatat dan mempelajari laporan, dokumen, literatur, karya ilmiah, hasil penelitian dan arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Pemilihan Responden

Pemilihan Responden menggunakan pendekatan Purposive Sampling, artinya pemilihan Responden dilakukan secara sengaja berdasarkan tujuan dan kepentingan penelitian ini. Responden terpilih berjumlah enam puluh orang yang terdiri dari tiga puluh orang responden dari Kelompok Rimba Lestari dan tiga puluh orang responden dari Keompok Sejahtera Tani. Kriteria Responden dalam penelitian ini diantaranya petani/kelompok tani, pemodal/investor, dan pemilik lahan.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat menggunakan rumus, sebagai berikut:

= TR – TC

= TR – (CPetani + CPemodal + CPemilik Lahan)

TR = Q x P TC = FC + VC Keterangan:

= Profit atau Keuntungan usaha hutan rakyat dalam satuan Rp.

TR = Total Revenue atau Pendapatan dari hasil jual kayu hutan rakyat dalam satuan Rp.

TC = Total Cost atau Biaya yang ditanggung masing-masing pihak dalam satuan Rp.

Q = Quantity atau Jumlah produk yang terjual P = Price atau Harga produk per unit

FC = Fix Cost atau biaya tetap

VC = Variable Cost atau biaya variabel

Keuntungan total akan mencapai maksimum apabila selisih positif antara TR dengan TC mencapai angka terbesar. Kelompok Tani dapat dikatakan

(25)

Gambar 2 Kurva Total Revenue Gambar 3 Kurva Total Cost

biaya produksi tetap (FC) tidak dipengaruhi oleh banyak sedikitnya produk atau jasa yang dihasilkan, nilainya tetap dan tidak berubah. Sedangkan Biaya produksi tidak tetap (VC) merupakan hubungan terbalik antara tingkat produktivitas dengan besarnya biaya. Kurva total biaya (TC) sejajar dengan kurva VC, dalam jangka pendek perubahan biaya total ditentukan perubahan biaya variabel (VC).

Gambar 4 Kurva mencari keuntungan maksimum

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di dua lokasi, diantaranya Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan dan Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang.

Secara administratif Desa Cibunian merupakan salah satu dari lima belas desa di wilayah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Cibunian mempunyai luas wilayah sebesar 1258 Ha yang terbagi kedalam lima dusun, tujuh belas Rukun Warga dan tiga puluh sembilan Rukun Tetangga. Desa ini memiliki ketinggian sekitar 587 sampai dengan 600 mdpl dan memiliki suhu udara rata-rata 29ºC serta curah hujan rata-rata 4500-5000 mm/ tahun. Batas-batas administratif Desa Cibunian adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Pura Sari Kecamatan Leuwiliang Sebelah Timur : Desa Cibitung Kulon Kecamatan Pamijahan Sebelah Selatan : Desa Purwabakti Karyasari Kecamatan Pamijahan Sebelah Barat : Desa Purasari Kecamatan Leuwiliang

Menurut data monografi Kecamatan Leuwiliang tahun 2010, Desa Karacak termasuk wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berada pada ketinggian 500-600 mdpl dan memiliki luas wilayah 1723 ha. Desa ini memiliki suhu udara berkisar antara 27ºC-35ºC dan curah hujan rata-rata 4683 mm/tahun. Batas-batas administratif Desa Karacak adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Barengkong Kecamatan Leuwiliang

Sebelah Timur : Desa Pabangbon Kecamatan Leuwiliang Sebelah Selatan : Desa Karyasari Kecamatan Leuwiliang Sebelah Barat : Desa Situ Udik Kecamatan Pamijahan

Adapun batas wilayah Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang dapat dilihat pada Gambar 5.

(27)

Profil Kelompok Tani

Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok tani yang berlokasi di wilayah Bogor Barat. Lokasi penelitian di wilayah BP3K Cibungbulang mengambil sampel penelitian kemitraan usaha Kelompok Tani Sejahtera Tani di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan dan di wilayah BP3K Leuwiliang mengambil sampel kemitraan usaha Kelompok Tani Rimba Lestari di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang.

Kelompok Tani Sejahtera Tani didirikan pada bulan September tahun 2004 dan mempunyai anggota yang aktif dalam kerjasama kemitraan sebanyak 16 orang. Kerjasama yang terbentuk antara petani penggarap, pemilik lahan dan investor hingga saat ini dilakukan pada lahan garapan seluas 20 hektar, terdiri dari Blok Limus Badak seluas 3 hektar yang lahannya dimiliki oleh Ketua Kelompok Tani Sejahtera Tani Edi Udis dan Blok Muara seluas 17 hektar yang dimiliki oleh pemerintah setempat. Sebagai bentuk kerjasama pemilik lahan menyewakan lahan kepada PT. WIKA (Widya Karya) sebesar Rp 1 250 000,-/hektar/tahun atau total Rp 25 000 000,-/tahun. Dalam kerjasama kemitraan ini PT. WIKA selaku pemodal/investor yang memberikan bantuan dana CSR (corporate sosial responsibility) kepada Kelompok Sejahtera Tani yang digunakan untuk membangun usaha hutan rakyat. Kelompok tani selaku pengelola hutan rakyat bertugas menyediakan tenaga kerja. Petani selaku buruh tani yang mendapat upah dari pembangunan hutan rakyat dan mendapatkan pembagian keuntungan pada saat panen. Bentuk pola kemitraan hutan rakyat Kelompok Tani Sejahtera Tani disajikan pada Gambar 6. Persentase pembagian keuntungan dalam kerjasama kemitraan ini adalah 70% untuk pemodal/investor dan 30% untuk petani penggarap. Jenis tanaman utama adalah sengon (paracerianthes falcataria) dengan jarak tanam rata-rata adalah 3m x 3m atau 1000 pohon dalam 1 hektar. Namun tidak menutup kemungkinan adanya variasi jarak tanam dengan alasan topografi lahan kelola yang tidak rata. Selain jenis tanaman hutan, petani selaku penggarap diperbolehkan untuk melakukan tumpangsari. jenis tanaman pertanian seperti jagung ditanam sebagai tanaman tumpangsari yang ditanam di areal lahan garapan. Tanaman tumpangsari tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari dan menambah pendapatan petani penggarap.

Pengelolaan hutan rakyat pola kemitraan Kelompok Rimba Lestari dimulai sejak tahun 2009. Anggota kelompok tani yang aktif dalam kerjasama kemitraan sebanyak 15 orang. Kerjasama yang terbentuk antara petani penggarap, pemilik lahan dan investor hingga saat ini dilakukan pada lahan garapan seluas 11 ha. Sebagai bentuk kerjasama pemilik lahan menyewakan lahan kepada investor sebesar Rp 1 500 000,-/hektar/tahun atau total Rp 16 500 000,-/tahun. Pemodal/investor memberikan semua biaya pembangunan hutan rakyat dan membantu pemasaran. Kelompok tani selaku pengelola hutan rakyat bertugas menyediakan tenaga kerja. Petani selaku buruh tani yang mendapat upah dari pembangunan hutan rakyat dan mendapatkan pembagian keuntungan pada saat panen. Bentuk pola kemitraan hutan rakyat Kelompok Tani Sejahtera Tani disajikan pada Gambar 6.

(28)

dari hasil penjualan kayu, pemilik lahan memberikan tambahan 20% pendapatan kepada petani apabila lahan yang disewa dalam kondisi aman dan terpelihara, petani juga memberikan kepada Kelompok Tani sebesar 10% dari jumlah persentase yang diterimanya (40%). Realisasi persentase kerjasama kemitraan ini yaitu: pemilik lahan sebesar 20%, pemodal/investor sebesar 40%, dan petani sebesar 30%, dan lembaga Kelompok Tani Rimba Lestari sebesar 10%. Jenis tanaman utama adalah sengon dengan jarak tanam rata-rata adalah 3m x 3m atau 1000 pohon dalam 1 hektar. Namun tidak menutup kemungkinan adanya variasi jarak tanam dengan alasan topografi lahan kelola yang tidak rata. Selain jenis tanaman hutan, jenis tanaman semusim seperti cengkeh, manggis, durian, cempedak ditanam sebagai tanaman sela yang ditanam dipinggiran areal lahan garapan. Selain sebagai tanaman sela, tanaman semusim tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari dan menambah pendapatan petani penggarap.

Gambar 6 Pola kemitraan hutan rakyat Sejahtera Tani dan Rimba Lestari

Karakteristik Responden

Menurut data kantor pemerintah Desa Cibunian Kecamatan Pamijahan sampai bulan Agustus tahun 2014 jumlah penduduk Desa Cibunian sebanyak 12 607 jiwa yang terdiri dari 6509 penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 6098 penduduk berjenis kelamin perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 3046. Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani penggarap, anggota Kelompok Sejahtera Tani, pemodal/investor dan pemilik lahan. Jumlah responden sebanyak 30 orang dengan rincian 28 orang berjenis kelamin laki–laki dan sebanyak 2 orang berjenis kelamin perempuan. Seluruh anggota Kelompok Sejahtera Tani berasal dari penduduk desa setempat.

Sedangkan menurut data monografi Kecamatan Leuwiliang tahun 2010 jumlah penduduk Desa Karacak sebanyak 10 862 jiwa yang terdiri dari 5549 laki-laki dan 5313 perempuan. Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani penggarap, anggota Kelompok Rimba Lestari, pemodal/investor dan pemilik lahan. Jumlah responden sebanyak 30 orang dengan rincian 28 orang berjenis kelamin laki–laki dan sebanyak 2 orang berjenis kelamin perempuan.

(29)

Gambar 7 Karakteristik responden Kelompok Sejahtera Tani berdasarkan umur

Gambar 8 Karakteristik responden Kelompok Rimba Letari berdasarkan umur

Berdasarkan sebaran umur petani responden pada Gambar 7 dan 8, terlihat bahwa umur petani responden pada Kelompok Tani Sejahtera Tani paling muda dan paling tua secara berturut–turut adalah 20 tahun dan 80 tahun dan pada Kelompok Rimba Lestari usia 22 tahun dan 72 tahun. Sebaran umur petani responden Kelompok Sejahtera Tani yang mendominasi adalah antara usia 31-35 tahun dan 41-45 tahun, sementara pada Kelompok Rimba Lestari antara usia 31-35 tahun dan 46-50 tahun. Badan Pusat Statistik (2010) diacu dalam Simarmata (2014) sebaran umur di atas termasuk pada usia produktif yang berada antara 15-64 tahun. Petani pada usia produktif dapat lebih aktif bekerja yang dalam hal ini mengelola hutan rakyat agar memperoleh hasil maksimal.

0

20-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 55-60 60 up

3.33

21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 55-60 60 up

(30)

Gambar 9 Karakteristik responden Sejahtera Tani berdasarkan tingkat pendidikan

Gambar 10 Karakteristik responden Rimba Lestari berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristik petani Responden berdasarkan pendidikan pada Gambar 9 dan 10 menunjukkan sebanyak 46.66% atau sejumlah 14 orang dari total 30 orang responden petani penggarap Kelompok Tani Sejahtera Tani, berpendidikan terakhir adalah tamat SMA, sedangkan responden petani penggarap Kelompok tani Rimba Lestari sebanyak 56.66% atau sejumlah 17 orang berpendidikan terakhir SMA. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir saat menjawab pertanyaan wawancara dan secara tidak langsung pola pikir juga berpengaruh terhadap

(31)

keberhasilan pengelolaan hutan rakyat kemitraan yang dilakukan, serta lebih mudah menerima perubahan (Simarmata 2014).

Analisis Biaya Pendapatan dan Keuntungan

Biaya Usaha Kemitraan

Amaliawati dan Murni (2012) mendefinisikan biaya sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh suatu kelompok/ perusahaan untuk memperoleh faktor produksi (input) yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu produk (output). Biaya yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi tetap (fixed cost) dan biaya produksi tidak tetap (variabel cost). Dalam pengusahaan hutan rakyat kelompok Sejahtera Tani dan Rimba Lestari, contoh biaya tetap adalah biaya sewa tanah, sedangkan biaya tidak tetap, misalnya biaya membeli bibit, penanaman, pemeliharaan, upah tenaga kerja dan lain-lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani/kelompok tani, pemodal/investor, dan pemilik lahan Kelompok Sejahtera Tani kebutuhan biaya pembangunan hutan rakyat, terdiri dari sewa lahan, kebutuhan bibit, upah kerja petani, kebutuhan pupuk dan kebutuhan lain pada kegiatan persiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan hutan rakyat. Kebutuhan biaya tersebut harus dikeluarkan selama kegiatan usaha hutan rakyat berlangsung hingga tanaman sengon siap dipanen. Usaha hutan rakyat sengon tersebut akan dipanen pada umur 4 tahun. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha pengelolaan hutan rakyat kemitraan Kelompok Sejahtera Tani berlangsung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Biaya pembangunan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani/1 ha/4 tahun

No. Uraian kebutuhan biaya Uraian biaya (Rp)

1 Sewa Lahan 5 000 000

2 Persemaian per-bibit 1500

Persemaian per-hektar 1 500 000

(32)

Nilai sewa lahan yang berlaku di BP3K Cibungbulang sebesar Rp 1 250 000/ha/tahun, sehingga nilai sewa lahan selama empat tahun dengan luasan 1 ha sebesar Rp 5 000 000. Kebutuhan bibit Kelompok Sejahtera Tani dibeli dalam bentuk anakan bersertifikat dengan harga Rp 1500/bibit. Dalam luasan 1 hektar jumlah bibit yang dibutuhkan sebanyak 1000 bibit, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk pembelian bibit sebesar Rp 1 500 000. Pemodal/investor untuk Kelompok Sejahtera Tani memberikan paket bantuan dana CSR dari PT. WIKA untuk membangun hutan rakyat sebesar Rp 15 000 000/hektar. Paket biaya ini untuk kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan, serta pendampingan rutin setiap 2 bulan satu kali oleh utusan PT. WIKA. Upah kerja yang berlaku bagi petani di BP3K Cibungbulang adalah Rp 75 000/orang/hari. Dalam kegiatan pemupukan, Kelompok Sejahtera Tani menggunakan jenis pupuk NPK Phonska dengan harga Rp 2400/kg. Kebutuhan pupuk untuk 1000 pohon dalam luasan 1 hektar adalah 1500 kg, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian pupuk selama 4 tahun sebesar Rp 3 600 000/ha. Biaya pemupukan tersebut menjadi bagian dari paket dana CSR untuk pembangunan hutan rakyat sebesar Rp 15 000 000/ ha. Penjualan komoditas sengon yang telah berumur 4 tahun dilakukan dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang tengkulak ataupun menjual langsung kepada Industri terdekat. Sehingga biaya-biaya pemanenan, pengolahan dan pemasaran ditanggung oleh pedagang/tengkulak. Adapun uraian data biaya pembangunan usaha hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani dapat dilihat pada Lampiran 6.

Sementara itu, kebutuhan biaya pembangunan hutan rakyat kelompok Rimba Lestari terdiri dari sewa lahan, kebutuhan bibit, upah kerja petani, kebutuhan pupuk dan kebutuhan lain pada kegiatan persiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan hutan rakyat. Kebutuhan biaya tersebut harus dikeluarkan selama kegiatan usaha hutan rakyat berlangsung hingga tanaman sengon siap dipanen. pada umur 4 tahun. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha pengelolaan hutan rakyat kemitraan Kelompok Sejahtera Tani berlangsung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Biaya pembangunan hutan rakyat Kelompok Rimba Lestari/1 ha/4 tahun

No. Uraian kebutuhan biaya Uraian biaya (Rp)

1 Sewa Lahan 6 000 000

2 Persemaian per-bibit 750

(33)

Nilai sewa lahan yang berlaku di Desa Karacak sebesar Rp 1 500 000/ha/tahun, sehingga nilai sewa lahan selama empat tahun dengan luasan 1 ha sebesar Rp 6 000 000. Kebutuhan bibit Kelompok Rimba Lestari diperoleh dari hasil persemaian yang diusahakan sendiri dengan biaya Rp 750/bibit. Dalam luasan 1 hektar jumlah bibit yang dibutuhkan sebanyak 1000 bibit, sehingga biaya yang dibutuhkan untuk pmbelian bibit sebesar Rp 750 000. Upah kerja yang berlaku bagi petani di Desa Karacak adalah Rp 70 000/orang/hari. Dalam kegiatan pemupukan, Kelompok Rimba Lestari menggunakan jenis pupuk kandang dengan harga Rp 1000/kg. Kebutuhan pupuk untuk 1000 pohon dalam luasan 1 hektar adalah 2000 kg, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian pupuk selama 4 tahun sebesar Rp 2 000 000/ha. Penjualan komoditas sengon yang telah berumur 4 tahun dilakukan dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang tengkulak ataupun menjual langsung kepada Industri terdekat. Sehingga biaya-biaya pemanenan, pengolahan dan pemasaran ditanggung oleh pedagang/tengkulak. Adapun uraian data biaya pembangunan usaha hutan rakyat Kelompok Rimba Lestari dapat dilihat pada Lampiran 12.

Berdasarkan data kedua tabel diatas menunjukkan bahwa biaya usaha kemitraan pembangunan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 21 500 000/hektar, sementara Rimba Lestari Rp 17 750 000/hektar. Total jumlah uang tersebut adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemodal/investor dalam pembangunan hutan rakyat kemitraan. Biaya pembangunan hutan rakyat Kelompok Tani Sejahtera Tani lebih besar 1.22 kali dibandingkan dengan Rimba Lestari (lihat Tabel 1 dan Tabel 2).

Beberapa faktor yang menyebabkan biaya pembangunan hutan rakyat kemitraan Sejahtera Tani lebih besar dari Rimba Lestari, sebagai berikut:

1. Sejahtera Tani membeli bibit dalam bentuk anakan bersertifikat dengan harga Rp 1500/bibit, sementara Rimba Lestari melakukan persemaian sendiri dengan biaya pembibitan sekitar Rp 750/bibit.

2. Pemodal/investor untuk Sejahtera Tani memberikan paket bantuan dana CSR dari PT. WIKA untuk membangun hutan rakyat seluas 20 hektar sebesar Rp 300 000 000 atau Rp 15 000 000/hektar. Paket biaya ini untuk penyiapan lahan, penanaman, pemupukan dan pemeliharaan, serta pendampingan rutin setiap 2 bulan satu kali oleh utusan PT. WIKA.

3. Kelompok Sejahtera Tani menggunakan pupuk NPK Phonska dengan harga Rp 2400/kg, sementara kelompok Rimba lestari menggunakan pupuk kandang dengan harga Rp 1000/kg.

Rincian biaya pada kedua tabel diatas digunakan untuk menghitung seberapa besar keuntungan yang akan dihasilkan komoditas Sengon dari usaha hutan rakyat kemitraan kelompok Sejahtera Tani dan Rimba Lestari.

Pendapatan Usaha Kemitraan

(34)

pada banyaknya rata-rata panen dari bentuk produk pohon berdiri per satuan luas dikalikan dengan harga yang berlaku dilapangan

Pendapatan yang dipergunakan dalam perhitungan analisis keuntungan adalah dari hasil panjualan komoditas sengon yang diusahakan oleh kedua kelompok tani. Penjualan komoditas sengon yang telah berumur 4 tahun dilakukan dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang tengkulak ataupun menjual langsung kepada Industri terdekat.

Kayu sengon yang dikelola oleh Kelompok Sejahtera Tani memiliki tingkat pertumbuhan dan diameter pohon yang lebih cepat dibandingkan dengan kayu sengon yang dikelola oleh kelompok Rimba Lestari. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan jenis bibit dan jenis pupuk yang digunakan oleh Kelompok Sejahtera Tani dan Kelompok Rimba Lestari. Kelompok Sejahtera Tani menggunakan bibit bersertifikat dan pupuk NPK Phonska pada pemeliharaan kayu sengon yang dikelolanya, sementara Kelompok Rimba lestari menggunakan bibit hasil persemaian sendiri dan hanya menggunakan pupuk kandang. Adapun daftar harga pohon sengon dalam bentuk pohon berdiri yang berlaku di BP3K Cibungbulang dan desa Karacak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Harga pohon Sengon berdasarkan diameter dan keliling pohon

No Keliling (cm) Diameter (cm) Harga (Rp/-pohon)

1 50-65 15-20 130 000

2 65-80 20-25 180 000

3 80-95 25-30 260 000

4 95-110 30-35 350 000

Kayu sengon yang dikelola Kelompok Sejahtera Tani memiliki diameter rata-rata sebesar 8.3 cm pada usia satu tahun. Pada usia empat tahun, pohon sengon yang dikelola Kelompok Sejahtera Tani memiliki diameter rata-rata sebesar 27.4 cm. Angka tersebut berada pada kisaran diameter 25 cm-30 cm, maka berdasarkan harga pohon sengon yang berlaku di BP3K Cibungbulang, hasil penjualan kayu sengon dalam bentuk pohon berdiri yang dikelola Kelompok Sejahtera Tani pada usia empat tahun, yaitu sebesar Rp 260 000/pohon. Persentase jumlah pohon yang dipanen oleh Kelompok Sejahtera Tani pada tahun ke-4 rata-rata sebesar 70%/hektar dari jumlah bibit yang ditanam. Sehingga rata-rata jumlah pohon yang dipanen dalam luasan 1 hektar pada tahun ke-4 sebanyak 700 pohon.

Sementara itu, pohon sengon yang dikelola oleh Kelompok Rimba lestari memiliki diameter rata-rata sebesar 7.4 cm pada usia satu tahun. Pada usia empat tahun, pohon sengon yang dikelola Kelompok Rimba Lestari memiliki diameter rata-rata sebesar 24.5 cm. Angka tersebut berada pada kisaran diameter 24 cm-25 cm, maka berdasarkan harga pohon sengon yang berlaku di Desa Karacak, hasil penjualan kayu sengon dalam bentuk pohon berdiri yang dikelola Kelompok Rimba Lestari pada usia empat tahun, yaitu sebesar Rp 180 000/pohon. Persentase jumlah pohon yang dipanen oleh Kelompok Rimba Lestari pada tahun ke-4 rata-rata sebesar 60%/hektar dari jumlah bibit yang ditanam. Sehingga rata-rata jumlah pohon yang dipanen dalam luasan 1 hektar pada tahun ke-4 sebanyak 600 pohon.

(35)

Kelompok Rimba Lestari pada luasan 1 hektar dengan jumlah produksi pohon berdiri yang dijual pada tahun ke-4 sebanyak 600 pohon sebesar Rp 108 000 000/hektar. Pendapatan yang diperoleh Kelompok Sejahtera Tani lebih besar 1.69 kali dibandingkan pendapatan yang diperoleh Kelompok Rimba Lestari karena harga jual yang lebih mahal terutama karena diameter pohon yang lebih besar dan jumlah pohon yang dipanen lebih banyak. Adapun uraian data pendapatan usaha hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani dan Kelompok Rimba Lestari dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 14.

Keuntungan Usaha Kemitraan

Keuntungan (laba) adalah selisih antara total pendapatan dengan total biaya, yang merupakan insentif bagi produsen untuk melakukan produksi. keuntungan yang diperoleh dalam usaha kemitraan hutan rakyat dapat dianalisis menggunakan rumus pengurangan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan. Usaha Kemitraan hutan rakyat dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila

selisihnya bernilai positif (π>0) dimana total pendapatan harus lebih besar dari pada

total biaya yang dikeluarkan dalam pengusahaan hutan rakyat.

Berdasarkan hasil perhitungan total biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat dan pendapatan yang diperoleh dalam usaha kemitraan hutan rakyat pada Kelompok Sejahtera Tani dan Kelompok Rimba Lestari, maka dapat dihitung keuntungan usaha yang diperoleh kedua kelompok tani tersebut. Hasil analisis keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani

No Uraian Sejahtera Tani (Rp/ha)

1 Pendapatan usaha 182 000 000

2 Biaya Usaha usaha 21 500 000

Keuntungan usaha 160 500 000

Berdasarkan data tabel diatas, diketahui keuntungan kemitraan usaha hutan rakyat untuk BP3K Cibungbulang (Kelompok Sejahtera Tani) sebesar Rp 160 500 000/hektar. Hasil tersebut didasarkan pada keuntungan bersih (total pendapatan dikurangi total biaya pembangunan). Total pendapatan usaha yang diperoleh Kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 182 000 000/hektar dan total biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 21 500 000/hektar).

Hasil analisis keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Rimba lestari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat Kelompok Rimba Lestari

No Uraian Rimba Lestari (Rp/ha)

1 Pendapatan usaha 108 000 000

2 Biaya Usaha 17 750 000

Keuntungan usaha 90 250 000

(36)

pada total pendapatan dari hasil penjualan pohon sengon dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat. Total pendapatan usaha yang diperoleh Kelompok Rimba Lestari sebesar Rp 108 000 000/hektar dan total biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat Kelompok Rimba Lestari sebesar Rp 17 750 000/hektar).

Keuntungan usaha yang diperoleh Kelompok Sejahtera Tani lebih besar 1.78 kali dibandingkan keuntungan usaha yang diperoleh Kelompok Rimba lestari. Usaha Kemitraan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani dan Rimba Lestari dapat dikatakan memperoleh keuntungan karena selisih antara pendapatan dan biaya usaha bernilai positif. Keuntungan untuk BP3K Cibungbulang (Kelompok Sejahtera Tani) lebih besar dibandingkan Kelompok Rimba Lestari terutama karena harga jual pohon Kelompok Sejahtera tani yang lebih mahal dan jumlah pohon yang dipanen lebih banyak.

Pembagian Keuntungan

Pembagian keuntungan dalam usaha kemitraan hutan rakyat berdasarkan pada perjanjian yang disepakati bersama di awal kerjasama. Pembagian keuntungan didasarkan pada hasil perhitungan keuntungan (laba)/ pendapatan usaha yang diperoleh, sehingga dapat dihitung pembagian keuntungan untuk petani peserta, pemodal/investor, pemilik lahan dan kelompok tani.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani/kelompok tani, pemodal/investor, dan pemilik lahan pembagian keuntungan untuk Kelompok Tani Sejahtera didasarkan pada keuntungan bersih (total pendapatan dikurangi biaya pembangunan). Dari angka keuntungan bersih ini, maka dialokasikan untuk petani peserta sebesar 30% dan pemilik modal/investor PT. WIKA sebesar 70%. Pemilik lahan tidak mendapatkan pembagian keuntungan dan hanya dapat dari uang sewa lahan. Begitu juga Koperasi Sejahtera Tani tidak mendapatkan alokasi pembagian keuntungan. Adapun rincian pembagian keuntungan pada kemitraan Kelompok Tani Sejahtera Tani dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pembagian keuntungan usaha kemitraan Kelompok Sejahtera Tani

No. Uraian Biaya Besaran Biaya

1 Keuntungan (Rp) 160 500 000

2 Pembagian Keuntungan (Rp)

a. Petani Peserta 48 150 000

b. Pemodal/Investor 112 350 000

c. Pemilik Lahan *5 000 000

(37)

Berdasarkan data tabel pembagian keuntungan diatas petani peserta Kelompok Sejahtera Tani mendapatkan keuntungan sebesar Rp 48 150 000 (realisasi 30%), Pemodal atau investor PT. WIKA mendapatkan keuntungan sebesar Rp 112 350 000 (realisasi 70%). Pemilik lahan tidak mendapatkan pembagian keuntungan dan hanya dapat dari uang sewa lahan sebesar Rp 5 000 000 untuk luas 1 hektar selama 4 tahun.

Sistem bagi hasil yang diterapkan pada kemitraan Kelompok Tani Rimba Lestari dengan pembagian secara proporsional hasil penjualan kayu. Pada Kelompok Tani Rimba Lestari pembagian keuntungan berdasarkan pada total pendapatan dari hasil penjualan pohon sengon dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat. Dari angka total keuntungan ini, maka dialokasikan untuk petani peserta sebesar 30%, pemilik modal/investor sebesar 40%, pemilik lahan sebesar 20% dan Kelompok Tani Rimba Lestari sebesar 10%. Adapun rincian pembagian keuntungan pada kemitraan Kelompok Tani Rimba lestari dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pembagian keuntungan usaha kemitraan Kelompok Rimba Lestari

No. Uraian Biaya Besaran Biaya

1 Keuntungan (Rp) 90 250 000

2 Pembagian Keuntungan (Rp)

a. Petani Peserta 27 075 000

b. Pemodal/Investor 36 100 000

c. Pemilik Lahan 18 050 000

Berdasarkan data tabel pembagian keuntungan diatas petani peserta Kelompok Rimba Lestari mendapatkan keuntungan sebesar Rp 27 075 000 (realisasi 30%), pemodal atau investor mendapatkan keuntungan sebesar Rp 36 100 000 (realisasi 40%), Kelompok Tani Rimba lestari mendapatkan pembagian keuntungan sebesar Rp 9 025 000 (realisasi 10%) dan pemilik lahan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 18 050 000 (realisasi 20%) dan dapat dari uang sewa lahan sebesar Rp6 000 000 untuk luas 1 hektar selama 4 tahun.

(38)

apalagi pemodal/investor menanggung risiko berupa biaya pembangunan hutan rakyat. Presentase keuntungan untuk kelompok tani dan pemilik lahan pada Kelompok Tani Rimba Lestari secara berturut-turut sebesar 20% dan 10%. Tidak adanya persentase pembagian keuntungan untuk kelompok tani dan pemilik lahan pada Kelompok Tani Sejahtera Tani relatif kurang baik terhadap keberlanjutan kerjasama kemitraan usaha hutan rakyat ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani dan Rimba Lestari merupakan kemitraan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan antara kelompok tani/petani penggarap, pemodal/investor dan pemilik lahan. Pendapatan usaha yang diperoleh untuk Kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 182 000 000/hektar dan Rimba Lestari sebesar Rp 108 000 000/hektar. Sementara biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat Kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 21 500 000 dan Kelompok Rimba Lestari sebesar Rp 17 750 000. Keuntungan usaha yang diperoleh kedua kelompok tani ini didasarkan pada total pendapatan dari hasil penjualan pohon sengon dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan hutan rakyat. Sehingga diperoleh keuntungan usaha kemitraan hutan rakyat untuk Kelompok Sejahtera Tani sebesar Rp 160 500 000/hektar dan Rimba Lestari sebesar Rp 90 250 000/hektar. Keuntungan untuk Kelompok Sejahtera Tani lebih besar dari Rimba Lestari terutama karena harga jual yang lebih mahal jumlah pohon yang dipanen lebih banyak.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir alur rumusan masalah
Gambar 4 Kurva mencari keuntungan maksimum
Gambar 5 Batas wilayah Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang.
Gambar 6 Pola kemitraan hutan rakyat Sejahtera Tani dan Rimba Lestari
+4

Referensi

Dokumen terkait

Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan.. Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis 2

(3) Kegiatan usaha pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan

Oleh karena Pulau Gili Sulat dan Gili Lawang pada umumnya merupakan kawasan mangrove, sehingga daerah ini tidak berpenghuni atau tidak didiami secara menetap, kecuali pada

dibandingkan dengan rangkaian sederhana, dan penghematan energi 22 % dengan pemasangan kapasitor bank, maka wahana bawah laut akan lebih cepat dalam proses pengisian

sikap yang pasrah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai pasien sehingga kecemasan dapat dikurangi (Benson dan Proctor, 2000). Maka, dalam penelitian ini kita dapat

Kajian ini dibuat bertujuan untuk mengesan kecenderungan keusahawanan di kalangan pesara tentera yang mengikuti program keusahawanan anjuran Jabatan Hal-Ehwal

Pemberian lisensi yang diberikan oleh Blackberry Limited kepada PT XL Axiata Tbk adalah dengan memberikan kewenangan secara penuh untuk melaksanakan, memanfaatkan

pemberian makanan tambahan yang diberikan pada bayi usia dibawah 6 bulan..