ANOTASI MORFOLOGI SPESIMEN BELALANG (VALANGA
NIGRICORNIS) DI MUSEUM SERANGGA DENGAN
REALITAS TERTAMBAH
AULIANSA MUHAMMAD
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Auliansa Muhammad
ABSTRAK
AULIANSA MUHAMMAD. Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah. Dibimbing oleh AUZI ASFARIAN.
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan prototipe aplikasi realitas tertambah yang dapat menampilkan informasi spesimen serangga secara interaktif. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemilihan informasi dan interaksi yang tepat untuk diimplementasikan, dan pengembangkan prototipe aplikasi realitas tertambah. Pemilihan informasi dan interaksi dilakukan dengan cara mewawancarai kepala museum serangga. Hasil dari wawancara menentukan pilihan interaksi yang diimplementasikan. Berdasarkan hasil wawancara, informasi yang ditampilkan ialah informasi morfologi belalang, dengan skenario interaksijogging. Informasi ditampilkan dengan cara memberikan anotasi kepada spesimen belalang. Aplikasi berhasil menampilkan anotasi untuk spesimen spesifik. Aplikasi dibangun dengan menggunakan Metaio Creator.
Kata kunci : anotasi, morfologi, museum, realitas tertambah, serangga
ABSTRACT
AULIANSA MUHAMMAD. Morphological Annotation of Grasshopper (Valanga nigricornis) Specimen in Insects Museum Using Augmented Reality. Supervised by AUZI ASFARIAN.
This research’s goal is to develop an augmented reality application prototype for presenting insect specimen’s information using a more interactive way. This research is done in four steps. The first step is choosing presented information, followed by choosing proper interactions. The information is obtained by interviewing the curator. The third step is prototype development. Based on the interview with curator, the presented information is grasshopper’s morphology, using jogging interaction scenario. The information is shown by annotating the grasshopper specimen. The application succeeded in showing annotation, but only for specific grasshopper specimen. The application is built using Metaio Creator.
ANOTASI MORFOLOGI SPESIMEN BELALANG (VALANGA
NIGRICORNIS) DI MUSEUM SERANGGA DENGAN
REALITAS TERTAMBAH
AULIANSA MUHAMMAD
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji
1 Firman Ardiansyah, SKom MSi
Judul Skripsi: Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah
Nama : Auliansa Muhammad NIM : G64110028
Disetujui oleh
Auzi Asfarian, SKomp MKom Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’alaatas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah bertajuk Anotasi Morfologi Spesimen Belalang (Valanga nigricornis) di Museum Serangga dengan Realitas Tertambah ini berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu mendo’akan penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pembimbing Bapak Auzi Asfarian, SKomp MKom atas ide, arahan, koreksi, bimbingan, kesabaran, nasihat, dan saran yang selalu diberikan selama pengerjaan tugas akhir. Terima kasih juga kepada Dr Purnama Hidayat yang telah membantu selama pengumpulan data awal yang sangat dibutuhkan, Bapak Firman Ardiansyah, SKom MSi dan Bapak Muhammad Ashyar Agmalaro, SSi MKom selaku penguji atas saran-saran yang telah diberikan, serta rekan-rekan satu bimbingan atas bantuannya dalam pengumpulan data penelitian dan pengolahannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Penerapan Augmented Reality di Museum 3 Skenario Interaksi Mobile Augmented Reality 4
Metaio Creator 5
METODE PENELITIAN 7
Permodelan Informasi AR 7
Pemilihan Skenario 7
Pengembangan Prototipe Aplikasi 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Permodelan Informasi 8
Pemilihan Skenario 9
Pengembangan Prototipe Aplikasi 12
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 16
DAFTAR TABEL
1 Perlakuan dalam tahap akuisisi citra 8 2 Ide skenario berdasarkan informasi yang ada di museum serangga 10 3 Waktu yang dibutuhkan prototipe 3 untuk menemukan objek pada
perlakuan yang berbeda 15
DAFTAR GAMBAR
1 Pameran koleksi serangga di museum serangga 1
2 Penerapan AR di museum 3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan keanakaragaman hayati. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis menjadikan Indonesia sebagai habitat yang cocok bagi perkembangan berbagai flora dan fauna, tidak terkecuali serangga (Sutra et al. 2012). Salah satu cara mempelajari keanekaragaman serangga ialah dengan mengunjungi museum serangga, atau mengunjungi institusi yang menyediakan koleksi spesimen serangga. Salah satu museum yang menyediakan koleksi spesimen serangga ialah Museum Serangga IPB. Menurut situs IPB1, koleksi spesimen serangga pada Museum Serangga IPB
berjumlah 5914 spesimen. Beberapa koleksi dipamerkan dalam kotak kaca, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Pameran koleksi serangga di Museum Serangga IPB2
Museum merupakan tempat menyimpan informasi mengenai serangga bukan hanya dari disiplin ilmu dasar biologi melainkan juga dari sudut pandang budaya melalui pemaknaan baru (Sofyan 2010). Museum tidak hanya melestarikan dan memamerkan koleksinya, tetapi juga membuat koleksi tersebut menjadi bermakna bagi masyarakat dan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, terutama pengunjung museum. Sofyan (2010) juga mengungkapkan bahwa penyampaian informasi kepada pengunjung museum, akan lebih bermakna apabila pengunjung merasa terlibat di dalamnya sehingga akan timbul kenangan atau pengalaman pengunjung ketika mengunjungi museum. Dengan kata lain, teknik penyampaian informasi yang interaktif diperlukan. Salah satu teknologi yang memungkinkan hal tersebut ialah teknologi realitas tertambah (augmented reality [AR]) yang memperkaya dunia yang dilihat oleh pengguna dengan informasi digital (Olssonet al. 2012; Azuma 1997).
2
Dengan teknik AR, informasi yang berkaitan dengan serangga yang dilihat oleh pengunjung museum dapat ditampilkan melalui perantara perangkat elektronik. Pengembangan interaktifitas museum dengan menggunakan AR telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Wojciechowski et al. (2003) telah mencoba memvisualisasikan artifak dari museum arkeologi. Proyek ARCO yang dilakukan oleh tim Wojciechowski bertujuan mengembangkan sistem untuk museum yang dapat digunakan untuk mengadakan pameran secara virtual di web. Keuntungan menggunakan teknologi AR dalam memvisualisasikan artifak museum ialah memberi peluang kepada pengunjung untuk berinteraksi dengan hasil visualisasi secara natural dan mendalam. Pada penelitian tersebut, informasi yang ditampilkan oleh sistem AR dibangkitkan melalui markah yang telah disiapkan. Interaksi yang dapat dilakukan pengguna ialah memindahkan objek virtual dan mengubah transparansi objek virtual. Akan tetapi, implementasi visualisasi artifak museum tersebut belum dilakukan.
Selain itu, Van der Vaart dan Ray (2014) juga telah membangun sebuah aplikasi AR yang bertujuan lebih mengenali hubungan antara objek fisik di museum dan lingkungan virtual serta mengetahui dampak pemberian instruksi terhadap usabilitas dari sistem. Aplikasi tersebut menerapkan teknologi AR dengan memberikan sebuah replika virtual dari bentuk suatu artifak. Pengunjung diharuskan mencari artifak yang dimaksud dari replika tersebut. Sistem nantinya akan memberikan informasi mengenai artifak yang dimaksud.
Saat ini, belum ada penelitian mengenai pengembangan aplikasi AR yang spesifik pada museum serangga. Oleh karena itu, berdasarkan fakta yang telah dijabarkan, penelitian ini menggali aplikasi AR yang dapat dikembangkan untuk museum serangga dan mengembangkan prototipe yang dapat menampilkan informasi yang interaktif dari spesimen serangga yang diminati.
Perumusan Masalah
Masalah yang akan didalami dalam kajian ini ialah pemilihan informasi dan interaksi yang cocok untuk dimodelkan dalam bentuk aplikasi AR pada display
spesimen serangga pada museum serangga.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi di museum yang dapat dimodelkan dengan AR, mendapatkan interaksi yang sesuai, serta mengembangkan prototipe aplikasi AR dan mengevaluasi kemampuan pelacakannya.
Ruang Lingkup Penelitian
3
spesimen belalang. Spesimen belalang dipilih karena belalang merupakan spesimen yang lazim digunakan untuk memperkenalkan morfologi serangga.
TINJAUAN PUSTAKA
PenerapanAugmented Realitydi Museum
Menurut Azuma (1997), AR merupakan variasi dari virtual reality (VR). Teknologi VR membuat pengguna terbenam ke dalam suatu lingkungan yang dibuat secara digital. Dalam VR, pengguna tidak dapat melihat dunia nyata yang ada di sekelilingnya. Berbeda dengan VR, AR menambah atau menggabungkan objek virtual ke dalam dunia nyata. Dengan kata lain, AR menambahkan dunia nyata dengan objek virtual, bukan mengganti dunia nyata dengan dunia virtual.
Salah satu penerapan AR di museum telah dilakukan di Museum Allard Pierson di Belanda. Informasi yang ditampilkan oleh aplikasi AR di museum tersebut ialah hasil rekonstruksi tiga dimensi terhadap citra puing-puing sebuah kuil Romawi, cerita dari citra, dan informasi tentang penemuan dan rekonstruksi kuil, serta catatan sejarah dari kuil tersebut (Gambar 2a). Pengunjung museum dapat menggunakan layar monitor yang telah disediakan oleh museum untuk melihat hasil rekonstruksi dari puing-puing kuil. Layar yang digunakan bersifat stasioner namun dapat diputar3.
3 http://www.igd.fraunhofer.de
(a) (b)
(c)
4
Selain itu, museum tersebut juga menerapkan teknologi AR untuk memberikan informasi mengenai koleksi artifak arkeologi lainnya (Gambar 2b). Perangkat yang digunakan dalam menerapkan teknologi AR ini ialah sebuah iPad4.
Van der Vaart dan Ray (2014) juga telah menerapkan AR pada Museum Allard Pierson. Vaart membuat sebuah aplikasi AR yang dipasang pada perangkat iPhone dengan pembungkus berbentuk lup. Artifak yang dapat dilihat virtualisasinya telah ditentukan oleh peneliti, dan presentasi dari informasi artifak yang ditampilkan dibuat menyerupai sebuah cerita (Gambar 2c). Untuk melanjutkan cerita ke tahap berikutnya, lup harus dimiringkan.
Skenario InteraksiMobile Augmented Reality
Olsson et al. (2012) mengklasifikasikan jenis interaksi pada mobile AR (MAR) ke dalam lima skenario utama, yaitu on the bus, jogging, shopping furniture, virtual mirror,danstreet art.
Skenario on the bus (Gambar 3a) merupakan skenario dengan interaksi AR yang berfokus pada informasi dan iklan yang sangat bergantung pada lokasi dan secara spesifik berhubungan dengan memberikan konten hiburan atau informatif pada transportasi publik.
Skenario jogging (Gambar 3b) merupakan skenario dengan interaksi berbentuk panduan. Skenario ini umumnya memiliki interaksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan skenario lain karena hanya memberikan informasi berbentuk panduan.
Skenario shopping furniture (Gambar 3c) merupakan skenario dengan interaksi yang berfokus pada visualisasi AR dari suatu model dan informasi mengenai model tersebut.
Skenario virtual mirror (Gambar 3d) memiliki interaksi yang berfokus pada penambahan model digital terhadap model yang sudah ada secara nyata.
Skenario street art(Gambar 3e) berfokus pada interaksi yang bersifat artistik dan menghibur, misalnya melukis dunia nyata pada lingkungan AR dengan perantara perangkatmobile.
Berdasarkan hasil penelitian Olsson (2012) mengenai interaksi pada MAR, didapatkan bahwa skenario on the bus, jogging dan shopping furniture
merupakan skenario yang digunakan untuk kebutuhan praktis, sedangkan skenario virtual mirror dan street art merupakan skenario untuk kebutuhan hiburan.
5
Metaio Creator
Metaio merupakan perusahaan teknologi yang menawarkan solusi pengembangan AR dengan layanan yang disediakan, yaitu Metaio SDK dan Metaio Creator, serta layanan untuk menjalankan aplikasi AR yaitu Junaio AR Browser. Pada tanggal 24 Mei 2015, Apple mengakuisisi Metaio sehingga beberapa layanan yang ditawarkan Metaio tidak dapat digunakan oleh umum5
Pada Digital-Life-Design Conference 14, Metaio mempresentasikan ide untuk membuat tur di museum menjadi sebuah pengalaman yang menyenangkan. AR dalam Metaio bertujuan membawa interaktivitas ke dalam museum, menyoroti detil-detil penting, memperlihatkan detil-detil yang tidak terlihat, dan membandingkan masa lalu dan masa kini. Konsep tersebut diimplementasikan di Bayerisches National Museum.
5
http://appleinsider.com/articles/15/05/31/metaio-acquisition-brings-apples-primesense-pickup-into-focus
6
Tahapan pembuatan aplikasi AR menggunakan Metaio Creator dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b)
(c)
(d) (e)
7
METODE PENELITIAN
Untuk memenuhi tujuan penelitian, terdapat tiga tahapan utama yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu pemodelan informasi, pemilihan skenario, dan pengembangan prototipe aplikasi AR.
Permodelan Informasi AR
Tahap ini menggali informasi mengenai spesimen yang dapat dimodelkan dengan AR. Informasi awal didapatkan melalui diskusi dengan Kepala Museum Serangga IPB, Dr Purnama Hidayat dan studi literatur. Hasil dari tahap ini ialah informasi yang dapat ditampilkan dengan AR.
Pemilihan Skenario
Bentuk interaksi untuk menampilkan informasi ditentukan pada tahap ini. Pemilihan interaksi dilakukan berdasarkan diskusi dengan Kepala Museum Serangga IPB, Dr Purnama Hidayat. Hasil dari tahap ini ialah jenis interaksi yang sesuai dengan informasi yang akan ditampilkan.
Pengembangan Prototipe Aplikasi
Pada tahap ini dikembangkan prototipe aplikasi visualisasi museum dengan menggunakan AR. Tahapan pengembangan prototipe yakni sebagai berikut:
Akuisisi markah
8
Tabel 1 Perlakuan dalam akuisisi markah untuk berkas 3dmap
Perlakuan Jumlah titik fitur Pengaturan sensitivitasToolbox Jumlahview plane
1 300 Cup-sized 1
2 300 Desktop-sized 1
3 500 Room-sized 2
4 800 Desktop-sized 4
5 1 000 Cup-sized 4
6 1 000 Room-sized 5
Enam markah diambil dengan jumlah titik fitur dan pengaturan sensitivitas yang berbeda. Pengaturan sensitivitas yang digunakan, diurutkan dari yang terendah hingga tertinggi, ialahcup-sized, desktop-sized, danroom-sized.Markah dengan pengaturan sensitivitas cup-sized dan desktop-sized diambil dengan jumlah titik fitur 300 dan 1000 titik. Markah dengan pengaturan sensitivitas untuk benda room-sized diambil dengan jumlah titik fitur 500 dan 1000 titik. Tabel 1 menunjukkan perlakuan yang dilakukan dalam tahap akuisisi markah. Jumlah titik fitur di bawah 1000 dipilih karena saat titik fitur yang diambil berjumlah 4000, waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi melebihi 20 menit. Selain itu, pengambilan titik fitur yang lebih banyak akan menyulitkan proses anotasi karena objek yang dianotasi tertutup oleh titik-titik fitur. Pemilihan jumlah fitur yang berbeda dilakukan untuk mengetahui dampak jumlah fitur terhadap kecepatan untuk menangkap markah.
Pembangunan sistemaugmented reality
Pada tahap ini, sistem AR dibangun menggunakan Metaio Creator. Sistem akan dibangun pada platform mobile. Metode pengembangan yang digunakan ialah metode pengembangan dengan pendekatanprototyping.
Pengujian
Pada tahap ini, dilakukan pengujian dari sistem yang telah dibangun pada tahapan sebelumnya. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kemampuan pelacakan dari prototipe yang telah dibangun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permodelan Informasi
9
dari ordo belalang, yakniOrthoptera.
Gambar 5 Morfologi ordoOrthopteradari tampak atas6
Pemilihan Skenario
Sebelum melakukan diskusi dengan kepala museum serangga, beberapa ide mengenai jenis interaksi berdasarkan beberapa skenario interaksi didapatkan. Berdasarkan skenario jogging, didapatkan ide untuk menambahkan label morfologi serangga dengan menggunakan AR, untuk skenario on the bus
didapatkan ide untuk memberikan visualisasi informasi dampak hama serangga terhadap lingkungan menggunakan video dengan poster sebagai markah-nya. Berdasarkan skenario shopping furniture didapatkan ide untuk menampilkan model tiga dimensi serangga dan memberi label pada setiap morfologinya. Gambaran mengenai ide berdasarkan skenario jogging dan shopping furniture
dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan gambaran mengenai ide berdasarkan skenarioon the busdapat dilihat pada Gambar 7.
10
Tabel 2 Alternatif skenario yang dapat digunakan untuk menampilkan informasi di museum serangga
Informasi Skenario Deskripsi
Morfologi Jogging Aplikasi menampilkan morfologi serangga dari sudut pandang tertentu
Shopping furniture Aplikasi menampilkan model
serangga yang dapat dirotasi dan digerakkan beserta morfologinya Dampak hama On the bus Aplikasi menampilkan video
mengenai dampak serangan hama dengan poster sebagaimarkah-nya
Skenario untuk informasi morfologi
Untuk menampilkan informasi morfologi serangga, skenario shopping furniture dipilih karena aplikasi AR yang akan dibuat berkenaan dengan menampilkan model spesimen dan informasi morfologi dari spesimen, sedangkan
jogging dipilih karena aplikasi AR yang akan dibuat hanya memberikan anotasi morfologi serangga. Informasi ditampilkan dengan bentuk anotasi yang mengacu pada morfologi spesimen tertentu. Ilustrasi dari ide interaksi dengan skenario
joggingdapat dilihat pada Gambar 6a, sedangkan ilustrasi untuk interaksi dengan skenarioshopping furnituredapat dilihat pada Gambar 6b..
Aplikasi AR yang dibangun mendeteksi bentuk belalang dari tampak atas sebagai markah. Setelah markah terdeteksi, aplikasi akan menampilkan model belalang dari tampak atas dan morfologinya. Morfologi belalang ditampilkan dalam bentuk teks berupa nama bagian yang dikaitkan dengan lokasinya pada spesimen. Morfologi yang ditampilkan hanya bagian yang tampak dari atas.
Skenario untuk informasi dampak hama
Untuk menampilkan informasi dampak hama serangga, skenarioon the bus
11
(a)
(b)
(c)
12
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala museum serangga, jenis interaksi yang dapat dipilih ialah skenario shopping furniture dan skenario
jogging.
Pengembangan Prototipe Aplikasi
Akuisisi markah
Akuisisi markah dilakukan setelah kandidat skenario didapatkan. Hasil dari tahap ini ialah enam berkas 3dmap yang akan diolah di Metaio Creator. Berkas 3dmap yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 7 Ilustrasi hasil akuisisi citra dengan: (a) perlakuan 1, (b) perlakuan 2, (c) perlakuan 3, (d) perlakuan 4, (e) perlakuan 5, dan (f) perlakuan 6
Perlakuan dengan jumlah titik fitur lebih banyak cenderung memiliki titik fitur yang lebih menutupi objek yang diamati. Selain itu, perlakuan dengan pengaturan sensitivitas lebih tinggi memiliki titik fitur yang cenderung menyebar, sehingga menghasilkanview planeyang lebih banyak.
Pembangunan sistemaugmented reality
13
dapat berjalan.
Pengembangan dan pengujian prototipe 1
Gambar 9 merupakan tampilan prototipe pertama, yaitu prototipe dengan anotasi langsung dikaitkan dengan spesimen secara real-time. Prototipe ini menggunakan skenario interaksi jogging. Kelemahan prototipe ini ialah sangat sensitif terhadap pergerakan kamera saat pelacakan objek, sehingga menyulitkan pengguna yang ingin melihat informasi morfologi belalang. Prototipe ini tidak diuji kemampuan pelacakannya dan tidak digunakan.
Gambar 9 Prototipe dengan anotasi secarareal-time
Pengembangan dan pengujian prototipe 2
Prototipe kedua merupakan prototipe yang menampilkan model tiga dimensi dari belalang. Prototipe ini menggunakan skenario interaksi shopping furniture. Gambar 10a menunjukkan model tiga dimensi belalang yang akan ditampilkan. Prototipe ini tidak digunakan karena terkendala anotasi morfologi yang tidak dapat ditampilkan pada Metaio Creator, seperti yang terlihat pada Gambar 10b. Prototipe ini tidak diuji kemampuan pelacakannya karena tidak bisa dijalankan.
(a) (b)
14
(a) (b)
Gambar 10 Ilustrasi implementasi model 3D belalang: (a) sebelum dimuat di Metaio Creator dan (b) saat dimuat di Metaio Creator
Pengembangan dan pengujian prototipe 3
Prototipe ketiga merupakan prototipe terakhir yang menampilkan citra belalang yang telah dianotasi. Prototipe ini menggunakan skenario interaksi
jogging. Prototipe dapat menampilkan seluruh morfologi belalang dari tampak atas sesuai harapan, tanpa dibatasi oleh batasan pemasangan label secara langsung seperti prototipe pertama. Tampilan prototipe ketiga dapat dilihat pada Gambar 11. Prototipe ini digunakan dan diuji kemampuan pelacakannya.
Pada tahap pengujian, prototipe yang dibuat dengan keenam perlakuan diuji fungsi utamanya, yaitu kemampuan pelacakan objeknya. Keseluruhan perlakuan berhasil menemukan objek dan menampilkan informasi yang telah ditentukan. Tabel 3 menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap waktu yang dibutuhkan sistem untuk mengenali objek. Untuk setiap perlakuan, dilakukan tiga kali pengujian dengan sudut pandang 30 derajat arah kanan dari depan spesimen, tepat dari depan spesimen, dan 30 derajat arah kiri dari depan spesimen
15
Tabel 3 Waktu yang dibutuhkan prototipe 3 pada setiap perlakuan untuk menemukan objek
Perlakuan Pengujian
pertama (detik) kedua (detik)Pengujian ketiga (detik)Pengujian Rata-rata(detik)
1 8.00 7.00 15.00 10.00
2 18.00 4.00 5.00 9.00
3 4.00 1.50 0.80 2.10
4 7.00 0.50 0.30 2.60
5 0.40 0.60 0.30 0.43
6 1.00 0.40 2.00 1.13
Berdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan jumlah titik fitur 300, prototipe dapat melacak objek lebih cepat apabila kamera berada tepat di depan spesimen. Hal itu terjadi karena jumlah view plane pada kedua perlakuan hanya ada satu yang mengakibatkan sistem lebih cepat mengenali objek apabila pose kamera mirip dengan view plane dari perlakuan. Pelacakan paling cepat terjadi pada perlakuan kelima, kemudian disusul dengan perlakuan keenam. Keduanya memiliki jumlah titik fitur sebanyak 1000. Perlakuan dengan sensitivitas lebih rendah lebih cepat mengenali objek karena penyebaran titik fiturnya terpusat pada objek yang diamati, sedangkan titik fitur pada perlakuan dengan sensitivitas lebih tinggi cenderung menyebar. Berdasarkan hasil pengujian, prototipe diimplementasi menggunakan berkas 3dmap untuk perlakuan kelimat karena memiliki kemampuan pelacakan paling baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
16
Saran
Metaio mulai tanggal 24 Mei 2014 sudah tidak dapat digunakan oleh umum. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan penyedia layanan AR yang lain, misalnya Vuforia. Dengan menggunakan layanan selain Metaio, dapat dikembangkan AR untuk menampilkan informasi morfologi serangga tanpa dibatasi sudut pandang atas saja. Selain itu, dapat pula dilakukan pengujian dengan perlakuan yang berbeda untuk mengetahui lebih jauh dampak dari jumlah titik fitur dan sensitivitas terhadap kemampuan pelacakan.
DAFTAR PUSTAKA
Azuma RT. 1997. A survey of augmented reality. Presence: Teleoperators and Virtual Environments.6(4):355-385.
Olsson T, Kärkkäinen T, Lagerstam E, Ventä-Olkkonen L. 2012. User evaluation of mobile augmented reality scenarios. Journal of Ambient Intelligence and Smart Environments.4:29-47. doi: 10.3233/AIS-2011-0127.
Sofyan MR. 2010. Pemaknaan koleksi serangga Museum Zoologicum Bogoriense dari sudut pandang ethno-entomologi [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Sutra NSM, Dahelmi, Salmah S. 2012. Spesies kupu-kupu (Rhopalocera) di Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 1(1):35-44.
Van der Vaart M, Ray CA. 2014. Domus: an on-gallery digital museum experience in two parts. Di dalam: NODEM 2014 Conference Proceedings: Engaging Spaces - Interpretation, Design and Digital Strategies; 2014 Des 1-3; Warsaw, Polandia. Warsaw(PL): Nodem. hlm 193-200.
17