• Tidak ada hasil yang ditemukan

AnalisisKesesuaian Lahan Acacia mangiumdi Lahan Bekas Tambang Batubara PT Jorong Barutama Grestone Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AnalisisKesesuaian Lahan Acacia mangiumdi Lahan Bekas Tambang Batubara PT Jorong Barutama Grestone Kalimantan Selatan"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN

Acacia mangium

DI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PT JORONG

BARUTAMA GRESTONE KALIMANTAN SELATAN

INDRA CAHNA S PUTRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Acacia mangium di Lahan Bekas Tambang Batubara PT Jorong Barutama Grestone Kalimantan Selatanadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Indra Cahna S Putra

(4)

ABSTRAK

INDRA CAHNA S PUTRA.AnalisisKesesuaian Lahan Acacia mangiumdi Lahan Bekas Tambang Batubara PT Jorong Barutama GrestoneKalimantan Selatan. Dibimbing oleh SUPRIYANTO.

Klasifikasi kesesuaian lahan adalah perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan berdasarkan parameter-parameter tanah yang dapat diukur, antara lain pH (potensial hydrogen), KTK (kapasitas tukar kation), ketebalan lapisan tanah, tekstur tanah, struktur vegetasi dan lain-lain. Parameter kesesuaian lahan yang diukur pada penelitian ini mengacu kepada tabel kesesuaian lahan A. mangium. Metode pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan sampel dan survei langsung ke lapangan. Penelitian dilakukan di 4 area PT. Jorong Barutama Grestone, Kalimantan Selatan yaitu M23E dan M45C yang termasuk area revegetasi tidak sukses, UCHW 1 dan UCHW 2 yang termasuk area revegetasi yang sukses. Pengklasifikasian lahan berdasarkan nilai kesesuaian lahan terhadap A. mangium di area M23E dibagi ke dalam 5 blok warna. Blok warna tersebut yaitu blok merah yang masuk ke dalam kelas S2, blok coklat muda ke dalam kelas S3, blok putih ke dalam kelas S3, sedangkan blok biru dan blok hijau masuk ke dalam kelas N. Nilai kelas kesesuaian lahan terhadap A. mangium di area M45C dibagi ke dalam 4 blok yaitu blok coklat muda, blok putih, blok hijau dan blok biru. Seluruh blok di area ini masuk ke dalam kelas N. Nilai kesesuaian lahan di areal UCHW 1 dibagi ke dalam 5 blok yaitu blok merah, coklat muda, putih, hijau dan biru, dimana seluruh blok tersebut termasuk ke dalam kelas S2. Nilai kesesuaian lahan di areal UCHW 2 dibagi ke dalam 5 blok yaitu blok merah, coklat muda, putih, hijau dan biru. Blok merah, putih, hijau, dan biru keempatnya termasuk ke dalam kelas S2, akan tetapi blok coklat muda masuk ke dalam kelas N. Hubungan pH terhadap tinggi dan diameter di setiap area menunjukkan bahwa semakin besar nilai pH maka semakin besar pula nilai rata-rata tinggi dan nilai rata-rata diameter tanaman A. mangium.

(5)

ABSTRACT

INDRA CAHNA S PUTRA.Land Suitability Analysis of Acacia mangiumin Coal Mined Land PT Jorong Barutama Grestone, South Borneo District. SupervisedbySUPRIYANTO.

Land suitability classification is the comparison (matching) between land quality with the requirements of the desired land use based on soil parameters that can be measured, such as pH (potential of hydrogen), CEC (cation exchange capacity),the thickness of the soil layer, soil texture, structure and other vegetation. Land suitability parameters measured in this study refer to the table of land suitability of Acacia mangium. The method of measurement was done by sampling and surveys directly to the field. The study was conducted in 4 areas of PT Jorong Barutama Grestone, South Borneo, the M23E and M45C which includes unsuccessful area, UCHW 1and UCHW 2 which includes the successful area. Land suitability classification based on the value of the land in the area of

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN

Acacia mangium

DI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA PT JORONG

BARUTAMA GRESTONE KALIMANTAN SELATAN

INDRA CAHNA S PUTRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: AnalisisKesesuaian Lahan Acacia mangiumdi Lahan Bekas Tambang Batubara PT Jorong Barutama Grestone Kalimantan Selatan

Nama : Indra Cahna S Putra NIM : E44090006

Disetujui oleh

Dr Ir Supriyanto Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014, dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Acacia mangium di Lahan Bekas Tambang Batubara PT Jorong Barutama Grestone, Kalimantan Selatan.

Dalam penelitian ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingannya sehingga dapat terselesaikannya penyusunan skripsi ini dengan lancar, terutama kepada ibu dan ayah selaku orang tua penulis, dan juga kepada Dr. Ir. Supriyanto selaku dosen pembimbing.Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Wirawan dan juga Fendi yang telah memberikan bantuan arahan dan menemani dalam penelitian ini. Terima kasih juga kepada PT Jorong Barutama Grestone yang telah memfasilitasi penulis selama penelitian. Kepada Rummi, Asep, Hario, dan Ade dan juga adik, kakak, serta semua keluarga yang telah memberi doa dan dukungannya. Kepada Aji, Taufik, Dimas, Rian P, Rian Dwi, Garry, Hannum, Rendra serta seluruh teman-teman Silvikultur 46, Silvikultur 47, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.

Bogor, Desember 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat Penelitian 2

Prosedur Penelitian 2

Metode Analisis dan Interpretasi Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Pembahasan 24

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi umum lokasi 2

2 Kesesuaian lahan untuk Acacia mangium 8

3 Klasifikasi pH tanah dari 1-7 9

4 Skoring kesuburan tanah berdasarkan nilai KTK 10

5 Kelas kesesuaian lahan Acacia mangium di areal M23E 12 6 Rekapitulasi kesesuaian lahan Acacia mangium di M23E 12 7 Kelas kesesuaian lahan Acacia mangium di areal M45C 13 8 Rekapitulasi kesesuaian lahan Acacia mangium di M45C 13 9 Kelas kesesuaian lahan Acacia mangium di areal UCHW 1 14 10 Rekapitulasi kesesuaian lahan Acacia mangium di UCHW 1 14 11 Kelas kesesuaian lahan Acacia mangium di areal UCHW 2 15 12 Rekapitulasi kesesuaian lahan Acacia mangium di UCHW 2 15

13 Hasil analisis vegetasi di areal M23E 18

14 Hasil analisis vegetasi di areal M45C 18

15 Hasil analisis vegetasi Acacia mangium di areal UCHW 1 19 16 Hasil analisis vegetasi Acacia mangium di areal UCHW 2 19 17 Kelas kesesuaian lahan di area revegetasi berdasarkan klasifikasi

multispektral 25

18 Kelas kesesuaian lahan A.mangium 27

19 Hasil analisis regresi hubungan pH dengan pertumbuhan tanaman A. mangium pada berbagai umur tanaman 32 20 Hasil analisis regresi hubungan KTK dengan tinggi tanaman pada

berbagai umur tanaman 33

DAFTAR GAMBAR

1 Peta klasifikasi multispektral 3

2 Titik pengambilan sampel tanah 4

3 Lay out petak ukur vegetasi 4

4 Sebaran petak ukur vegetasi area M23E 4

5 Sebaran petak ukur vegetasi area M45C 5

6 Sebaran petak ukur vegetasi area UCHW 1 5

7 Sebaran petak ukur vegetasi area UCHW 2 6

8 Bagan alur teknik Arithmatic matching 11

9 Kelas kesesuaian lahan Acacia mangium M23E 16

10 Kelas kesesuaian lahan Acacia mangium M45C 17

(13)

20 Grafik hubungan KTK dengan tinggi A. mangium di area UCHW 2 23

21 Lokasi areal M23E 28

22 Lokasi areal M45C 29

23 Lokasi areal UCHW 1 30

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambangan batubara merupakan tipe pertambangan terbuka (opened pit mining) yang mempunyai dampak seperti perubahan bentang darat, hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan erosi, penurunan kesuburan lahan, toksisitas lahan dan lain-lain. Selain perubahan pada bentuk lahan, perubahan yang juga terjadi adalah perubahan strukur tanah, komposisi lahan, dan tekstur tanah. Tanah di areal pertambangan atau tanah tambang berbeda dengan tanah pada umumnya yaitu tanah pada areal-areal seperti hutan, padang rumput, perkebunan, dan lain-lain. Tanah pada umumnya mempunyai 5 horizon yaitu horizon O, A, B, C, dan

rock, sedangkan tanah tambang setelah direklamasi hanya mempunyai 3 horizon saja yaitu top soil, NAF (Non Acid Formid) yaitu tanah yang tidak berpotensi untuk terkena asam, dan PAF (Potensial Acid Formid) yaitu tanah yang berpotensi untuk terkena asam. Perbedaan itu dikarenakan bentuk lahan yang sudah berubah dan banyaknya batuan mineral yang terkandung di dalamnya. Perbedaan itu juga mengakibatkan perbedaan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah di areal tambang muncul di setiap kedalaman 10 cm. Oleh karena itu perlu untuk mengetahui sifat-sifat tanah tersebut dan kemudian mengelompokan areal-areal sesuai dengan sifatnya untuk mengetahui teknik silvikultur dan tanaman yang tepat untuk kegiatan revegetasi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa di beberapa tempat terdapat tanaman yang tumbuh merana, kerdil, bahkan di beberapa lokasi ada yang mati.

Kegiatan revegetasi dilakukan bertujuan untuk memulihkan kondisi kawasan hutan dan lahan yang rusak sebagai akibat usaha pertambangan sehingga kawasan hutan dan lahan dapat berfungsi kembali sesuai dengan fungsi hutan yang ditetapkan dan lebih produktif. Kegiatan revegetasi memerlukan perencanaan yang matang dalam mengambil keputusan jenis tanaman yang akan ditanam atau bagaimana perlakuan terhadap tanah agar cocok ditanami oleh suatu jenis tanaman tertentu. Perencanaan dan pengambilan keputusan yang tepat harus dilandasi oleh data dan informasi yang akurat tentang kondisi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan juga diperlukan untuk mengetahui kesesuaian suatu lahan terhadap jenis tanaman yang ditanam. Evaluasi lahan juga dapat memberikan alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar lahan dapat digunakan secara lestari.

(15)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan dan mengevaluasi kelas kemampuan kesesuaian lahan aktual untuk tanaman A. mangium di PT Jorong Barutama Grestone.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak pengelola sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan revegetasi yang telah dilakukan serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan keputusan manajemen dalam menjalankan kegiatan revegetasi dimasa mendatang yang lebih baik.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan selama 1 bulan mulai dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014, di PT Jorong Barutama Grestone Kalimantan Selatan.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan penelitian ini adalah tegakan akasia hasil reklamasi dalam berbagai umur tegakan di PT Jorong Barutama Grestone Kalimantan Selatan. Alat yang digunakan dalam pengambilan data antara lain, pita ukur, GPS, pH meter, kamera, laptop, tabel kesesuaian lahan, plastik, tally sheet, alat tulis dan peta areal reklamasi PT Jorong Barutama Grestone.

Prosedur Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data primer melalui pengukuran langsung di lapangan berupa pH, tekstur, kedalaman tanah, kelerengan, batuan permukaan, temperatur dan pengambilan sampel tanah. Data sekunder yang dibutuhkan adalah peta foto udara LIDAR dari area konsesi PT JBG, data curah hujan, bulan kering, drainase dan tingkat bahaya erosi. Data sekunder yang digunakan merupakan data yang dimiliki oleh perusahaan. Analisis kesesuaian lahan dilakukan di areal revegetasi yang tidak sukses dan areal revegetasi yang sukses pada tahun 2014. Berikut tahapan analisis kesesuaian lahan :

a. Menentukan Lokasi

Penentuan Lokasi berdasarkan data revegetasi PT Jorong Barutama Grestone, kemudian dipilih beberapa area yang termasuk ke dalam area revegetasi yang tidak sukses dan area revegetasi yang sukses.

Tabel 1 Kondisi umum lokasi

Lokasi Tahun

(16)

3

b. Pendekatan Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Identifikasi penggunaan lahan sekarang sudah banyak dilakukan oleh para ahli dengan menggunakan metode Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Rongnoparut et al. 2005; Nwankwola HO dan C Nwaogu 2009, Efiong 2011; Haruma et al. 2011). Data penginderaan jauh dan SIG diproses dengan pendekatan PJ dan SIG, dengan tahapannya sebagai berikut :

1) Koreksi Geometrik: Koreksi geometrik dengan tujuan untuk mengkoreksi kembali koordinat geografis foto udara LIDAR dengan melakukan pengambilan beberapa titik ikat di lapangan guna menyesuaikan posisi geografis agar akurat, minimal 2 titik koreksi, namun lebih banyak titik koreksi lebih akurat.

2) Pemotongan Foto Udara: Pemotongan data raster foto udara dilakukan untuk menentukan pembatasan daerah penelitian di area konsesi PT JBG. Pemotongan foto udara menggunakan software Quantum GIS. Pada menu

open file LIDAR-raster-extraction-clipper-Ok, sehingga dapat disesuaikan potongan foto udara yang diinginkan.

3) Klasifikasi Multispektral: Klasifikasi multispektral dilakukan untuk menentukan daerah-daerah yang masih satu blok dengan menggunakan perbedaan spektrum warna yang dipantulkan oleh sinar dari sensor kepada objek di permukaan bumi, serta mengetahui batasan-batasan suatu blok tersebut. Klasifikasi Multispektral dengan menggunakan software ENVI 4.5. pada file-open image file-overlay-density slice, sehingga dapat dilihat perbedaan warna pada peta (Gambar 1).

Gambar 1 Peta klasifikasi multispektral c. Penentuan Titik-Titik Sampel dan Petak Ukur Vegetasi

Penentuan titik sampel dan petak ukur vegetasi dilakukan dengan metode

purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu cara penentuan titik sampel dengan disengaja yang dianggap mewakili untuk suatu tujuan tertentu. 1) Titik Sampel Pengukuran pH

(17)

4

Titik pengambilan sampel tanah ditentukan 5 (lima) titik sampel pada setiap blok warna hasil klasifikasi multispektral (Gambar 2). Pengambilan contoh tanah di berbagai titik sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan golok, cangkul, sekop, atau bor tanah pada kedalaman 0 – 20 cm. Kelima sampel tanah tersebut kemudian dicampur menjadi satu dan diambil 100 g untuk kemudian dianalisis di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB.

20 m

Gambar 2 Titik pengambilan sampel tanah (No. 1 s/d 5) 3) Petak Ukur Vegetasi

Penentuan petak ukur vegetasi dilakukan pada setiap blok dengan meletakkan petak ukur di areal yang cukup mewakili kondisi vegetasi di blok tersebut. Petak ukur vegetasi berbentuk persegi berukuran 20x20 m.

Gambar 3 Lay out petak ukur vegetasi

Peta sebaran petak ukur vegetasi dan titik pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 4,5,6 dan 7.

Gambar 4 Sebaran petak ukur vegetasi area M23E (13.88 ha) 1

2 3 4 5

20 m

20 m

(18)

5

Gambar 5 Sebaran petak ukur vegetasi area M45C (1.57 ha)

(19)

6

Gambar 7 Sebaran petak ukur vegetasi area UCHW 2 (35.10 ha) d. Eksplorasi Lapang

Ground check (Pengecekan di lapangan): Ground check merupakan pengecekan hasil klasifikasi dengan keadaan sesungguhnya di lapangan guna menyesuaikan hasil dari klasifikasi dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan. Parameter yang diukur adalah pH tanah, ketebalan solum, batuan permukaan, temperatur dan pengukuran vegetasi sekitar titik sampel.

1) pH tanah

pH tanah diukur menggunakan pH meter. Tanah yang diukur pH nya dibasahi terlebih dahulu kemudian pH meter ditancapkan ke dalam tanah. Setelah itu ditunggu selama kurang lebih 3 menit hingga jarum penunjuk pada layar pH meter konstan. Angka yang ditunjukkan jarum pada pH meter menunjukkan besaran pH tanah.

2) Ketebalan solum

Pengukuran ketebalan solum atau ketebalan lapisan tanah adalah pengukuran tebal lapisan setiap horizon tanah, horizon tanah di tanah bekas tembang setelah reklamasi terbagi atas topsoil, NAF (Non Acid Formid), dan PAF (Potensial Acid Formid). Pengukuran ketebalan solum dapat dilakukan menggunakan penggaris atau meteran, lalu diukur ketebalan top soil, NAF dan ketebalan PAF nya.

3) Batuan permukaan

Batuan permukaan adalah banyaknya batuan yang terdapat di permukaan per m2. Pengukuran batuan permukaan dilakukan dengan cara menimbang banyaknya presentase batuan di dalam 1m2 tanah.

4) Temperatur

(20)

7

pada pagi (pukul 08.00 – 09.00), siang (12.00 – 13.00), dan sore (16.00 – 17.00). Setiap pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan dan dilakukan tiap 10 menit sekali selama 30 menit. Pengukuran dilakukan selama tiga hari berturut-turut tanpa hari hujan.

5) Pengukuran vegetasi

Data vegetasi yang diukur dalam penelitian ini terdiri dari diameter dan tinggi total. Diameter untuk semai dan pancang diukur pada ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon diukur pada ketinggian 1.3 m di atas permukaan tanah. Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan pita ukur. Tinggi total diukur dengan menggunakan

walking stick.

e. Pemetaan klasifikasi lahan

Pemetaan klasifikasi lahan dilakukan dengan menentukan kelas setiap zona berdasarkan sampel tanah yang di ambil. Pengklasifikasian tiap-tiap zona mengacu pada parameter dalam tabel kesesuaian lahan A. mangium (Tabel 2). Hasil pengklasifikasian kemudian dibuat peta kelas kesesuaian lahan berdasarkan parameter yang diukur dilapangan dan data sekunder yang didapat dari pihak perusahaan.

f. Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan kemudian disatukan dengan data umum yang diperoleh seperti curah hujan, bulan kering, suhu lingkungan, dan lain-lain. Setelah itu data dimasukkan ke dalam tabel kesesuaian lahan A. mangium

kemudian data di analisis dengan metode analisis deskriptif dan metode

matching.

Metode Analisis dan Interpretasi Data

Data yang berhasil dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan beberapa software yaitu ENVI 4.5 (pengolah peta dan citra) dan Quantum GIS (pengolah citra).

Analisis Citra

Analisis citra landsat dengan menggunakan software ENVI 4.5 dilakukan untuk mendapatkan gambaran penutupan lahan di areal yang diukur. Analisis ini dilakukan dengan mengelompokkan nilai-nilai pixel dalam kisaran tertentu ke dalam beberapa kelas penutupan lahan. Metode klasifikasi yang digunakan adalah metode klasifikasi terbimbing yaitu mengelompokkan citra ke dalam beberapa kelas penutupan lahan dengan mengacu pada peta dasar, dan kemudian melakukan verifikasi lapangan untuk masing-masing penutupan lahan tersebut. Hasil dari verifikasi lapangan ini digunakan untuk membuat klasifikasi ulang, guna mendapatkan peta penutupan lahan.

Analisis Tanah untuk Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui apakah A. mangium

merupakan tanaman yang cocok untuk areal kerja tersebut dan juga untuk mendapatkan alternatif berbagai tanaman yang sesuai dengan kondisi bentang lahan dan jenis tanah yang terdapat dalam areal kerja tersebut. Analisis ini dilakukan dengan cara mencocokkan antara tabel kesesuaian lahan A. mangium

(21)

8

lapangan dan data sekunder (curah hujan, lama bulan kering, drainase, dan bahaya erosi) disesuaikan dengan persyaratan tumbuh tanaman.

Tabel 2 Kesesuaian lahan untuk A. mangium

Persyaratan penggunaan/

a. Drainase Baik Sedang Agak terhambat,

Agak cepat

a. Kedalaman sulfidik(cm) >125 100-125 75-100 <50-75 Bahaya erosi (eh)

a. Batuan di permukaan (%) b. Singkapan Batuan (%)

*) C=Clay, S=Sand, L=Loam, Si=Silt, StrC= Struktur Liat, Td=tidak berlaku Sumber: Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001)

**) Hasil analisis di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB

(22)

9

untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Kelas S3 atau sesuai marginal (marginal suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Kelas N atau tidak sesuai (not suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tapi masih mungkin untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya begitu berat sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Analisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB untuk mengetahui tingkat kesuburan dan daya dukung tanah bagi pertumbuhan tanaman. Analisis dilakukan terhadap sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Sifat fisik yang diukur yaitu tekstur tanah, ketebalan solum dan batuan permukaan. Sifat-sifat kimia tanah yang dianalisis yaitu kemasaman (pH) dan kapasitas tukar kation (KTK).

pH tanah merupakan derajat keasaman tanah. pH tanah akan diukur pada setiap sampel. Setiap blok warna ada 3 sampel maka setiap blok warna ada 3 pengukuran pH tanah. Pada setiap blok warna dilakukan klasifikasi berdasarkan pH-nya masing-masing. Klasifikasi pH yang dianalisis sebagai hasil karakterisasi, sehingga nilai pH dapat menjadi gambaran kesuburan blok warna. Menurut Rakhman (2012) dalam Hadi (2013), kandungan pH optimal pada tanah adalah pH 5.6 – 6.0. Kurang dari 5.6 pertumbuhan terhambat akibat kekurangan unsur hara seperti fosfor (P) dan nitrogen (N). pH < 4, akan mengakibatkan Al3+ meningkat sehingga dampaknya akan menghambat pertumbuhan perakaran (pertumbuhan perakaran terhambat). Tabel klasifikasi pH tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi pH tanah dari 1-7 (Rakhman (2012) dalam Hadi 2013)

Kelas pH Nilai pH Keterangan

Very Bad

(sangat jelek)

< 3 Tanaman tidak dapat tumbuh, banyak unsur logam berat yang bebas sehingga mudah terserap oleh tanaman

Bad (jelek) 3 – 4 mengakibatkan Al3+ naik sehingga dampaknya akan menghambat pertumbuhan perakaran (pertumbuhan perakaran terhambat)

Moderate (sedang) 4 – 5 Tanaman dapat tumbuh tetapi rata-rata tanaman akan stagnan dan tidak mengalami pertumbuhan yang optimal.

Good (baik) 5 – 6 Tanaman sudah dapat tumbuh dengan baik, tidak ada lagi unsur logam berat yang bebas.

Very Good (sangat baik) >6 Pertumbuhan optimal, unsur hara cukup.

(23)

10

Tabel 4 Skoring kesuburan tanah berdasarkan nilai KTK (Hardjowigeno 1993

dalam Putra 2004)

Nilai KTK (me/100 g) Kriteria kesuburan

40 Sangat tinggi

25 - 40 Tinggi

17 - 24 Sedang

5 - 16 Rendah

5 Sangat rendah

Analisis GIS untuk menentukan kesesuaian lahan

Data hasil analisis tanah di atas dimasukkan ke dalam database peta sebagai atribut peta yaitu sifat fisik tanah, sifat kimia tanah dan kesesuaian lahan tersebut terhadap A. mangium. Masing-masing peta tematik dengan atributnya ditumpangtindihkan (overlay), sehingga diperoleh peta kesesuaian lahan (tidak sesuai, sesuai marginal, cukup sesuai dan sangat sesuai).

Analisis Regresi

Hubungan antara pH dengan parameter pertumbuhan pohon seperti tinggi dan diameter dianalisis dengan menggunakan korelasi regresi linier sederhana dengan persamaan:

Y' = a + bX + ε

Keterangan :

Y' = Nilai pertumbuhan tanaman (diameter dan tinggi)

a = Intersep (nilai Y' bila X = 0)

b = Kemiringan garis regresi atau koefisien regresi

X = Nilai pH pada masing-masing blok ε = Error

Setelah didapatkan fungsi linear yang menyatakan hubungan X dan Y, kemudian dicari koefisien korelasinya (r). Nilai r dicari dengan menggunakan software

Microsoft Excel. Nilai r ini paling sedikit -1 dan paling besar 1, atau dapat

= −1, hubungan X dan Y sempurna dan negatif (mendekati −1, yaitu hubungan sangat kuat dan negatif)

= 0, hubungan X dan Y lemah sekali atau tidak ada hubungan Metode Matching

Metode matching didasarkan pada pencocokan antara kriteria kesesuaian lahan dengan data kualitas lahan yang didapat. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proses matching adalah kualitas lahan pada setiap satuan pemetaan lahan, kualitas lahan yang dipertimbangkan untuk setiap penggunaan lahan dan rating kualitas lahan (persyaratan tipe penggunaan lahan).

(24)

11

teknik matching dengan mempertimbangkan faktor yang dominan sebagai penentu kelas kemampuan lahan, yang terakhir adalah subjective matching, yaitu teknik matching yang didasarkan pada subyektivitas peneliti. Hasil pada teknik

subjective matching sangat tergantung pada pengalaman peneliti. Metode matching yang digunakan pada penelitian ini adalah metode arithmatic matching. Bagan alur tentang teknik matching dapat dilihat Gambar 8.

Gambar 8 Bagan alur teknik arithmatic matching

Lahan Revegetasi

Data/peta iklim:

-Curah hujan

-Suhu udara

Data/peta tanah:

-Lereng

-Karakteristik tanah

Peta topografi:

-Relief

-Elevasi

Karakteristik Lahan

Matching Persyaratan tanaman /

Penggunaan lahan

Kesesuaian lahan untuk komoditas prioritas

Penggunaan lahan aktual

Arahan penggunaan lahan

(25)

12

HASIL

Karakteristik Kesesuaian Lahan

Karakteristik kesesuaian lahan yang diukur pada penelitian ini mengacu kepada Tabel 2 kelas kesesuaian lahan A. mangium (Hardjowigeno 2007). Hasil pengklasifikasian kesesuaian lahan di area M23E disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kelas kesesuaian lahan A. mangium di areal M23E

Persyaratan penggunaan/karakteri

stik lahan

Nilai kelas kesesuaian lahan M23E

Blok merah Blok coklat

muda Blok putih Blok hijau Blok biru

Tabel 6 Rekapitulasi kesesuaian lahan A. mangium di M23E

(26)

13

Berdasarkan Tabel 6 maka area M23E mempunyai nilai N sebanyak 17 (34%) oleh karena itu area M23E termasuk area yang tidak sesuai. Mengenai nilai kesesuaian lahan per blok warna maka blok merah jika mengacu kepada metode

arithmatic matching masuk ke dalam kelas S2 (cukup sesuai), hal ini dikarenakan nilai yang paling dominan atau yang paling banyak muncul adalah nilai kelas S2. Blok coklat muda dan putih jika mengacu kepada metode arithmatic matching

masuk dalam kelas S3 (sesuai marginal) dan kelas N (tidak sesuai), hal ini dikarenakan nilai yang paling banyak muncul adalah nilai S3 dan nilai N. Blok hijau muda dan biru jika mengacu kepada metode arithmatic matching masuk ke dalam kelas N (tidak sesuai), hal ini dikarenakan nilai N lebih banyak muncul di kedua blok ini.

Tabel 7 Kelas kesesuaian lahan A. mangium di areal M45C

Persyaratan

penggunaan/karakter-istik lahan

Nilai kelas kesesuaian lahan M45C

Blok coklat muda Blok putih Blok hijau muda Blok biru Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas

Tabel 8 Rekapitulasi kesesuaian lahan A. mangium di M45C

(27)

14

metode arithmatic matching masuk ke dalam kelas S3 (sesuai marjinal), hal ini dikarenakan nilai S3 merupakan nilai yang dominan atau paling banyak muncul di blok ini. Blok putih, hijau muda dan biru masuk ke dalam kelas N (tidak sesuai), hal ini dikarenakan nilai N merupakan nilai yang paling dominan di ketiga blok ini.

Tabel 9 Kelas kesesuaian lahan A. mangium di areal UCHW 1

Persyaratan penggunaan/karakte

ristik lahan

Nilai kelas kesesuaian lahan UCHW1

Blok merah Blok coklat

muda Blok putih

Tabel 10 Rekapitulasi kesesuaian lahan A. mangium di UCHW 1

Blok S1 S2 S3 N

(28)

15

muda, dan biru semuanya masuk ke dalam kelas S2, hal ini mengacu kepada metode arithmatic matching. Metode ini menilai kelas kesesuaian lahan berdasarkan nilai yang paling dominan dan nilai S2 merupakan nilai kelas kesesuaian lahan yang paling dominan di dalam kelima blok di area UCHW1. Tabel 11 Kelas kesesuaian lahan A. mangium di areal UCHW 2

Persyaratan penggunaan/karakteri

stik lahan

Nilai kelas kesesuaian lahan UCHW2

Blok merah Blok coklat

muda Blok putih

Tabel 12 Rekapitulasi kesesuaian lahan A. mangium di UCHW 2

(29)

16

S2 (cukup sesuai). Hal ini dikarenakan nilai S2 merupakan nilai yang paling dominan di dalam blok merah, putih, hijau muda, dan biru. Blok coklat muda masuk ke dalam kelas N (tidak sesuai) dan kelas S2 (cukup sesuai), pada blok ini nilai N mempunyai nilai yang sama dengan nilai S2 akan tetapi di blok ini tidak ditemui satupun tanaman A. mangium dan juga parameter-parameter yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S2 merupakan parameter yang tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman A. mangium, sedangkan parameter yang masuk ke dalam kelas N merupakan parameter yang langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman A. mangium.

Kelemahan metode arithmatic matching dapat kita lihat pada area M23E dan area UCHW 2. Area M23E dan M45C memiliki 2 kelas yang sama-sama dominan di suatu blok warna, sehingga tidak dapat ditentukan kelas kesesuaian lahan dari blok warna tersebut dan blok warna tersebut mempunyai 2 kelas kesesuaian lahan.

Peta kelas kesesuaian lahan A. mangium di areal M23E, M45C, UCHW 1, dan UCHW 2 dapat dilihat pada Gambar 9 sampai dengan Gambar 12.

Gambar 9 Kelas kesesuaian lahan A. mangium M23E

(30)

17

Gambar 10 Kelas kesesuaian lahan A. mangium M45C

Peta kesesuaian lahan A. mangium di areal M45C menunjukkan bahwa warna kuning merupakan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal) dan warna biru tua merupakan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan N (tidak sesuai). Area berwarna kuning mempunyai luasan seluas 0.05 ha dan area berwarna biru tua mempunyai luasan 1.52 ha dari keseluruhan total luasan area M45C seluas 1.57 ha

Gambar 11 Kelas kesesuaian lahan A. mangium UCHW 1

(31)

18

sesuai). Area berwarna hijau mempunyai luasan seluas 50.41 ha. Keseluruhan total luasan area UCHW 1 seluas 50.41 ha

Gambar 12 Kelas kesesuaian lahan A. mangium UCHW 2

Peta kesesuaian lahan A. mangium di areal UCHW 2 menunjukkan bahwa warna hijau merupakan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) dan warna biru tua merupakan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan N (tidak sesuai). Area berwarna hijau mempunyai luasan seluas 28.7 ha dan area berwarna biru tua mempunyai luasan seluas 7.30 ha. Area UCHW 2 ini mempunyai luasan total seluas 35.10 ha.

Hubungan pH dengan Pertumbuhan Tanaman

Tabel hasil rekapitulasi analisis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 13 sampai dengan 16.

Tabel 13 Hasil analisis vegetasi di areal M23E

Site Blok

Parameter

pH KTK

(me/100 g)

Rata-rata tinggi (m)

Rata-rata diameter (cm)

M23E

Biru 1.77 22.92 0.49 0.92

Hijau muda 2.8 12.22 0.93 1.08

Putih 3.27 10.31 1.00 1.25

Coklat muda 4.44 9.55 2.41 3.22

Merah 5.57 8.40 3.08 4.31

Tabel 14 Hasil analisis vegetasi di areal M45C

Site Blok

Parameter pH KTK

(me/100 g)

Rata-rata tinggi (m)

Rata-rata diameter (cm)

M45C

Coklat muda 3.8 10.69 5.22 6.92

Putih 2.4 9.55 0.39 0.60

Hijau muda 2.3 9.17 0.20 0.32

(32)

19

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui rata-rata tinggi dan diameter pada setiap blok di areal M23E. Blok biru mempunyai rata-rata tinggi paling kecil yaitu sebesar 0.49 m dan rata-rata diameter juga yang terkecil yaitu sebesar 0.92 cm, blok hijau mempunyai rata-rata tinggi 0.93 m dan rata-rata diameter 1.08 cm, blok putih rata-rata tinggi 1.00 m dan rata-rata diameter 1.25 cm, untuk blok coklat muda dan merah rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut adalah 2.41 m dan 3.22 cm, 3.08 m dan 4.31 cm.

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui rata-rata tinggi dan diameter pada setiap blok di areal M45C. Blok coklat muda mempunyai rata-rata tinggi sebesar 5.22 m dan rata-rata diameter sebesar 6.92 cm, blok putih rata-rata tinggi 0.39 m dan rata-rata diameter 0.60 cm, kemudian untuk blok hijau dan biru rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut adalah 0.20 m dan 0.32 cm, 0 m dan 0 cm. Tabel 15 Hasil analisis vegetasi A. mangium di areal UCHW 1

Site Blok

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui rata-rata tinggi dan diameter pada setiap blok di areal UCHW 1. Blok merah mempunyai rata-rata tinggi sebesar 1.23 m dan rata-rata diameter sebesar 2.57 cm, blok coklat muda rata-rata tinggi 1.53 m dan rata diameter 3.45 cm, blok putih rata tinggi 1.78 m dan rata-rata diameter 4.10 cm, untuk blok hijau dan biru rata-rata-rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut adalah 4.09 m dan 6.25 cm, 1.48 m dan 3.99 cm.

Tabel 16 Hasil analisis vegetasi A. mangium di areal UCHW 2

Site Blok

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui rata-rata tinggi dan diameter pada setiap blok di areal UCHW 2. Blok merah mempunyai rata-rata tinggi sebesar 1.74 m dan rata-rata diameter sebesar 3.87 cm, blok coklat muda rata-rata tinggi 0 dan rata-rata diameter 0, blok putih rata-rata tinggi 1.91 m dan rata-rata diameter 4.37 cm, untuk blok hijau dan biru rata-rata tinggi dan diameter berturut-turut adalah 3.02 m dan 5.76 cm, 8.50 m dan 9.31 cm.

Grafik hubungan pH terhadap tinggi dan diameter dapat dilihat pada Gambar 12, 14, 16, 18. Grafik ini menjelaskan hubungan keasaman pH dengan morfologi tanaman terutama diameter dan tinggi tanaman.

(33)

20

M23E Area

Gambar 13 a) Grafik hubungan pH dengan diameter A. mangium di area M23E, b) Grafik hubungan pH dengan tinggi A. mangium di area M23E

Gambar 14 Grafik hubungan KTK dengan tinggi A. mangium di area M23E Berdasarkan grafik hubungan pH terhadap diameter dan tinggi (Gambar 13) dapat diketahui jika semakin besar nilai pH maka semakin besar pula nilai rata-rata diameter dan juga rata-rata-rata-rata tinggi tanaman. Semakin kecil pH maka semakin sulit tanaman untuk tumbuh, semakin besar nilai pH maka semakin mudah tanaman menyerap unsur hara di dalam tanah. Pada areal M23E ini kritikal faktor atau titik kritisnya berada di nilai pH 3.27. Titik kritis dari fungsi satu variabel riil adalah nilai dalam domain dimana fungsi tersebut tidak terdiferensiasi atau ketika turunannya adalah 0,1, 2 nilai fungsi pada titik kritis adalah nilai kritis dari fungsi. Selain pH tanah, pertumbuhan tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh nilai KTK nya. Berdasarkan Gambar 14 diketahui jika semakin besar nilai KTK maka semakin besar pula rata-rata tinggi tanaman.

(34)

21

M45C Area

Berdasarkan grafik hubungan pH terhadap diameter dan tinggi (Gambar 15) dapat diketahui jika semakin besar nilai pH maka semakin besar pula nilai rata-rata diameter dan juga rata-rata-rata-rata tinggi tanaman. Semakin kecil pH maka semakin sulit tanaman untuk tumbuh, semakin besar nilai pH maka semakin mudah tanaman menyerap unsur hara di dalam tanah. Pada areal M45C ini kritikal faktor atau titik kritisnya berada di nilai pH 2.3. Berdasarkan Gambar 16 diketahui jika semakin besar nilai KTK maka semakin besar pula rata-rata tinggi tanaman. Semakin tinggi nilai KTK maka semakin subur suatu lahan, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih optimal.

Gambar 15 a) Grafik hubungan pH dengan diameter A. mangium di area M45C, b) Grafik hubungan pH dengan tinggi A. mangium di area M45C

(35)

22

UCHW 1 Area

Gambar 17 a) Grafik hubungan pH dengan diameter A. mangium di area UCHW 1, b) Grafik hubungan pH dengan tinggi A. mangium di area UCHW 1

Gambar 18 Grafik hubungan KTK dengan tinggi A. mangium di area UCHW 1 Berdasarkan grafik hubungan pH terhadap diameter dan tinggi (Gambar 17) dapat diketahui jika semakin besar nilai pH maka semakin besar pula nilai rata-rata diameter dan tinggi tanaman. Gambar 18 menunjukkan hubungan antara KTK dengan tinggi tanaman di area M45C. Semakin besar nilai KTK maka semakin besar pula rata-rata tinggi diameter. Semakin tinggi nilai pH dan KTK maka tanah cenderung lebih subur, sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman.

(36)

23

UCHW 2 Area

Gambar 19 a) Grafik hubungan pH dengan diameter A. mangium di area UCHW 2, b) Grafik hubungan pH dengan tinggi A. mangium di area UCHW 2

(37)

24

PEMBAHASAN

Karakteristik Kesesuaian Lahan

Site characteristic atau karakteristik lahan adalah salah satu cara untuk mengklasifikasikan lahan berdasarkan parameter-parameter tanah yang dapat diukur, antara lain pH (potensial hydrogen), KTK (kapasitas tukar kation), N total, kandungan kimia tanah, ketebalan lapisan tanah, batuan permukaan, bobot isi tanah, tekstur tanah, kekompakan tanah, struktur vegetasi dan lain-lain. Parameter kesesuaian lahan yang diukur pada penelitian ini mengacu kepada tabel kelas kesesuaian lahan A. mangium (Hardjowigeno 2007). Dalam kelas kesesuaian lahan A. mangium mempunyai beberapa parameter yaitu temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, gambut, potensi hara, toksisitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan (Tabel 2). Akan tetapi ada beberapa parameter di tabel kesesuaian lahan A. mangium yang tidak diukur seperti gambut, hal ini dikarenakan areal penelitian tidak berada di dalam areal gambut, dan juga toksisitas dan bahaya sulfidik yang dikarenakan keterbatasan alat. Oleh karena itu parameter yang diukur adalah temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, potensi hara, bahaya erosi, bahaya banjir, dan penyiapan lahan. Karakteristik lahan berguna sebagai penduga awal kualitas tanah atau tapak di suatu tempat sehingga pihak pengelola mampu mengambil keputusan manajemen yang tepat dan juga berguna sebagai penduga kesesuaian suatu lahan terhadap tanaman yang akan ditanam.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu, sedangkan klasifikasi kesesuaian lahan adalah perbandingan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan (Madjid 2009). Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka kerja FAO 1976 dalam Rayes (2007) terdiri dari 4 kategori yaitu ordo, klas, sub-klas, dan satuan. Ordo menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum, klas menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo, sub-klas menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas, dan satuan menunjukkan tingkatan dalam sub kelas didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya.

Area-area yang ditentukan untuk diukur kesesuaian lahannya di PT JBG terdiri dari area revegetasi yang tidak sukses dan area revegetasi yang sukses, sehingga nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk area revegetasi yang baru. Area yang dinilai adalah area M23E (middle 23 East) dan area M45C (Middle 45 Central) yang merupakan salah satu dari sekian area revegetasi yang tidak sukses. Area revegetasi yang sukses diukur pada area UCHW 1 (Upper Central High Walls 1) dan UCHW 2 (Upper Central High Walls 2).

Analisis Multispektral

(38)

25

lapangan. Pada area M45C klasifikasi multispektral hanya terbagi ke dalam 4 warna yaitu coklat muda, putih, hijau, dan biru tidak ada warna merah pada area ini. Jika membandingkan foto udara LIDAR dengan peta klasifikasi multispektral dapat diketahui area-area apa saja yang terbagi dalam klasifikasi multispektral. Warna merah pada klasifikasi multispektral menunjukkan areal areal yang didominasi pepohonan yang mempunyai tajuk rapat, warna coklat muda menunjukkan areal dengan pepohonan yang cenderung lebih sedikit dengan distribusi yang tidak merata, warna putih menunjukkan warna coklat tua atau seperti tanah pada foto udara LIDAR, warna hijau menunjukkan warna coklat muda atau seperti tanah yang kekurangan unsur hara, dan warna biru menunjukkan warna abu-abu atau putih pada foto udara LIDAR.

Tabel 17 Kelas kesesuaian lahan di area revegetasi berdasarkan klasifikasi multispektral

Warna Blok

Area

Area revegetasi tidak sukses Area revegetasi sukses M23E Luas dalam kelas kesesuaian lahan tidak sesuai yaitu blok hijau dan biru di area M23E, blok putih, hijau, dan biru di area M45C. Tiga blok termasuk ke dalam kelas S3 atau sesuai marginal yaitu blok coklat muda dan putih di area M23E, blok coklat muda di area M45C, sedangkan hanya 1 blok masuk ke dalam kelas S2 atau cukup sesuai yaitu blok merah di M23E. Berdasarkan Tabel 17 juga dapat dilihat jika blok merah dan coklat muda di M23E dan blok coklat muda di M45C mempunyai nilai kesesuaian lahan yang lebih sesuai dibandingkan dengan blok lain. Pada area M23E blok merah masuk ke dalam kelas cukup sesuai, hal ini sesuai jika dilihat dari kondisi tutupan lahan blok merah pada peta foto udara LIDAR yang merupakan pepohonan dengan dominasi tajuk rapat. Blok coklat muda dan blok putih masuk ke dalam kelas S3 (sesuai marjinal), untuk blok coklat muda yang merupakan blok dengan tutupan pepohonan yang lebih sedikit dari blok merah dan juga distribusi yang tidak merata pada foto udara LIDAR, blok ini termasuk ke dalam ambang batas atas kelas S3, sedangkan blok putih yang tutupan lahan pada foto udara LIDAR merupakan warna tanah termasuk ke dalam ambang batas bawah kelas S3. Blok hijau dan biru termasuk ke dalam kelas N (tidak sesuai), karena kedua area ini adalah area dengan warna coklat muda atau seperti tanah yang kekurangan unsur hara, dan warna abu-abu atau putih pada foto udara LIDAR.

(39)

26

udara LIDAR. Blok hijau dan biru yang masuk ke dalam kelas N sesuai dengan kondisi pada peta foto udara LIDAR.

Pada area UCHW 1 dan UCHW 2 hasil pengecekan lapangan menunjukkan adanya perbedaan warna blok untuk kriteria kesesuaian lahan dengan area M23E dan M45C. Pengecakan lapangan menunjukkan bahwa area UCHW 1 dan UCHW 2 yang seharusnya merupakan hamparan tanah kosong dengan tidak adanya pepohonan menjadi area yang dipenuhi oleh pepohonan yang sehat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kesalahan pada peta foto udara LIDAR. Peta foto udara LIDAR yang digunakan merupakan foto udara tahun 2012 awal yang memiliki kondisi yang berbeda dengan kondisi lapangan yang terbaru karena UCHW 1 mulai di revegetasi pada November 2012, sedangkan UCHW 2 di revegetasi Maret 2012. Lima blok yang dibagi dalam klasifikasi multispektral tidak dapat menggambarkan kondisi lapangan yang sebenarnya. Oleh karena itu nilai kelas kesesuaian lahan di area UCHW 1 memiliki nilai kelas S2 (cukup sesuai). Begitu pula pada area UCHW 2 hanya blok coklat muda yang termasuk kelas N keempat blok lainnya masuk ke dalam kelas S2.

Pengukuran kesesuaian lahan ini seharusnya menggunakan data peta foto udara LIDAR yang terbaru karena setiap terjadi perubahan bentuk lahan atau susunan komposisi tanah akan sangat berpengaruh terhadap pengukuran kesesuaian lahan. Agar data yang didapat lebih akurat dan terpercaya kita harus menggunakan foto udara terbaru atau minimal foto udara yang tahunnya sama seperti tahun dilaksanakannya pengukuran.

Perbedaan kesesuaian lahan pada masing-masing blok mengakibatkan perbedaan warna kesesuaian lahan pada peta hasil kesesuaian lahan seperti yang ditunjukkan Gambar 9, 10, 11 dan 12. Warna hijau merupakan warna untuk menunjukkan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai), warna kuning merupakan warna untuk menunjukkan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal), dan warna biru tua merupakan warna untuk menunjukkan area yang mempunyai nilai kesesuaian lahan N (tidak sesuai). Kesesuaian lahan A. mangium

A. mangium tidak memiliki persyaratan tempat tumbuh yang tinggi, karena dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur, pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah Alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah. Tumbuh pada ketinggian 30 – 130 m dpl, dengan curah hujan bervariasi antara 1000 – 4500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan berdaun lebar,

A.mangium sangat membutuhkan sinar matahari, apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus. Persyaratan kesesuaian lahan A. mangium lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

(40)

27

batubara banyak yang masih berupa NAF dan PAF. Nilai TBE yang tinggi juga menyebabkan spreading top soil menjadi sia-sia terutama pada lahan dengan kelerengan yang curam karena top soil akan terbawa oleh aliran permukaan. NAF dan PAF adalah overburden penutup lapisan batuan yang tidak mempunyai unsur hara sama sekali bahkan ada yang berpotensi mengandung racun sehingga sangat tidak sesuai jika ditanami oleh tanaman, bahkan oleh A.mangium sekalipun yang merupakan tanaman dengan persyaratan tempat tumbuh rendah.

Pada area revegetasi yang tidak sukses yaitu area M23E dan area M45C mempunyai nilai pH yang cenderung rendah di kedua area ini nilai pH tanah bekisar antara 1-4 hanya ada 1 blok di area M23E yaitu blok merah yang mempunyai nilai pH lebih 5.57. Nilai KTK di kedua area ini juga tergolong kecil karena masuk ke dalam kriteria kelas kesuburan rendah, hanya blok merah pada area M23E yang termasuk ke dalam kelas kesuburan sedang. Tekstur tanah di area M23E didominasi oleh liat dikarenakan area ini masih mempunyai sedikit top soil diatas NAF dan PAF, akan tetapi area M45C mempunyai tekstur tanah yang didominasi lempung hal ini dikarenakan tutupan area M45C berupa NAF dan PAF, top soil di area ini sebagian besar sudah tercuci dikarenakan kelerengan area ini yang cukup besar hingga 330 dan sebagian lagi bercampur dengan NAF dan PAF. Kelerengan yang hanya sekitar 100 – 160 di area M23E menyebabkan area ini mempunyai TBE yang sedang, sedangkan di area M45C dikarenakan kelerengan hingga 330 nilai TBEnya pun besar.

Area revegetasi yang sukses berada pada area UCHW 1 dan area UCHW 2. Di kedua area ini hanya blok coklat muda di UCHW 2 yang mempunyai nilai pH 4.4. Nilai KTK di kedua area ini bervariasi ada yang termasuk kelas kesuburan rendah dan ada yang masuk kelas kesuburan sedang. Kedalaman tanah atau ketebalan top soil di area UCHW 1 dan UCHW 2 cukup tebal yaitu sekitar 30cm dan di area UCHW 1 dan UCHW 2 tidak ada lahan yang tutupannya berupa NAF dan PAF. Kelerengan di area ini tidak terlalu besar hanya berkisar 100 – 120 dan adanya tanaman penutup tanah atau LCC (Legume Cover Crop) membuat kedua area ini mempuyai nilai TBE yang kecil.

Hasil analisis kesesuaian A. mangium di keempat area studi dapat dilihat pada Tabel 18 dengan peta pada Gambar 9,10,11 dan 12. Pada keempat area studi ini tidak ada yang termasuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) yang ada hanyalah kelas kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal), dan N (tidak sesuai)

Tabel 18 Kelas kesesuaian lahan A.mangium

(41)

28

menunjukkan kelas kesesuaian lahan S2, 5.64 ha merupakan area dengan warna kuning yang menunjukkan area dengan kelas kesesuaian lahan S3, dan 14.45 ha merupakan area berwarna biru tua yang merupakan warna untuk menujukkan area dengan nilai kesesuaian lahan N (tidak sesuai).

Hingga saat ini pihak PT JBG hanya melakukan spreading top soil untuk mengatasi masalah keanekaragaman lahan ini, akan tetapi pemberian top soil tidak terlalu efektif hal ini dikarenakan keterbatasan stok top soil yang ada. Pengkapuran dirasa sebagai solusi yang cukup tepat untuk masalah ini, dengan pengkapuran pH tanah di areal ini yang tadinya 2 – 3 dapat naik hingga 6 – 7 jika diberikan kapur. Kapur tersebut sering digunakan sebagai bahan ameliorasi lahan karena: 1) merupakan sumber Ca dan Mg, 2) merupakan salah satu tindakan dalam pemupukan berimbang, dengan perbandingan Ca:Mg:K adalah 75:18:7 dalam kompleks serapan tanah dan 3) dapat meningkatkan pH tanah atau menetralkan Al. Kapur yang diperlukan untuk menaikkan pH di areal ini sebanyak 1kg/m3 atau 1000g/m3. Pengapuran sebaiknya dilakukan pada saat penimbunan

overburden, karena pemberian kapur pada saat penimbunan overburden dirasa cukup efektif untuk meningkatkan pH tanah.

Gambar 21 Area M23E (a), Blok merah di area M23E (b), Blok biru di area M23E (c) dan Blok putih di area M23E (d)

Teknik revegetasi pada areal M23E dilakukan dengan menanam tanaman keras langsung tanpa penanaman cover crop terlebih dahulu, sehingga tingkat erosinya masih tinggi. Oleh karena itu solusi untuk areal M23E ini di antaranya adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah yang cepat tumbuh seperti LCC (legume cover crop) dan pembuatan lubang biopori untuk memperbaiki drainase. Selain itu pengapuran untuk meningkatkan pH tanah dan penambahan top soil

hingga ketebalan minimum 50 cm juga perlu dilakukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

a b

(42)

29

Gambar 22 Area M45C (a), Blok biru di area M45C (b), Pengukuran pH di area M4C5 (c), dan Blok merah di area M45C (d)

Tidak ada tindakan yang tepat dari pihak PT JBG untuk lahan di area M45C ini. Area ini hanya berusaha ditanami tanpa adanya perlakuan khusus dan juga tidak diberikan top soil dikarenakan jalannya sulit dilalui oleh dump truck. Hal yang dapat dilakukan untuk lahan ini adalah dengan dilakukannya pengkapuran di seluruh areal M45C agar dapat ditanami cover crop sehingga TBE dapat berkurang dan juga nilai pH tanah dapat naik menjadi 6 – 7. Akan tetapi jika dianggap cara itu cukup mahal dapat dilakukan pengapuran pada lubang-lubang tanam kemudian ditanami untuk dapat mengurangi laju erosi. Pembuatan lubang biopori dan parit-parit diperlukan agar drainase di areal ini menjadi lebih baik.

Pada areal UCHW 1 blok merah, coklat muda, dan biru termasuk ke dalam kelas kesuburan rendah berdasarkan parameter KTK, sedangkan blok putih dan hijau termasuk kelas kesuburan sedang. Kelas kesuburan di blok putih dan hijau berbanding lurus dengan nilai pH dan nilai kelas kesesuaian lahannya. Akan tetapi untuk blok merah, coklat muda, dan biru kelas kesuburan tidak berbanding lurus dengan nilai pH maupun kelas kesesuaian lahan. Hal ini dikarenakan minimnya kandungan bahan organik pada blok-blok itu. Kandungan bahan organik yang minim dikarenakan tanah di blok-blok itu banyak mengandung pasir sehingga daya tanah untuk mengikat bahan organik kurang, dan juga dikarenakan jarangnya dilakukan kegiatan pemeliharaan berupa pemupukan.

Parameter yang masuk ke dalam kelas N (tidak sesuai) di blok coklat muda, putih, hijau, dan biru terdiri dari suhu lingkungan dan kedalaman tanah. Meskipun tebal top soil mencapai 25 – 30 cm, namun kedalaman tanah ini dirasa belum cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Secara keseluruhan hampir semua areal UC HW 1 sudah ditumbuhi vegetasi berupa akasia dan rumput. Solusi untuk areal UC HW 1 ini melakukan penambahan top soil minimum 20 – 25 cm sehingga kedalaman tanah untuk perakaran mencapai 50 cm dan pH tanah pun dapat naik nilainya menjadi 6 – 7. Parameter yang masuk ke dalam kelas N di blok merah sama dengan blok-blok lainnya yaitu suhu lingkungan dan kedalaman tanah, akan tetapi pada blok merah parameter pH juga termasuk ke dalam kelas N

a b

(43)

30

oleh karena itu khusus untuk blok merah perlu dilakukan pengapuran untuk meningkatkan pH dan juga ketebalan top soilnya yang hanya 20 cm paling sedikit di antara blok lain membutuhkan penambahan top soil lebih banyak pada area ini yaitu 30 cm. Keberadaan LCC (legume cover crop) yang tumbuh dengan sendirinya membuat area ini mempunyai pH dan nilai TBE yang lebih baik daripada area M23E dan M45C, akan tetapi masih perlu dilakukan penanaman LCC (legume cover crop) atau rumput-rumputan pada area ini agar pH tanah semakin baik dan dapat mengurangi TBE, dan juga pembuatan lubang biopori pada setiap blok diperlukan agar drainase di areal ini lebih baik. Sebenarnya drainase dan TBE di area M45C ini sudah cukup baik, akan tetapi areal ini belum ditanami oleh tanaman penutup tanah dan belum mempunyai lubang biopori maka akan lebih baik jika ditambahkan keduanya.

Gambar 23 Area UCHW 1 (a), Blok hijau di area UCHW 1 (b), Pengukuran pH (c), dan Blok biru di area UCHW 1 (d)

Pada areal UCHW 2 blok merah, coklat muda, putih, dan hijau termasuk ke dalam kelas kesuburan rendah berdasarkan parameter KTK, sedangkan blok biru termasuk ke dalam kelas kesuburan sedang. Kelas kesuburan di blok biru berbanding lurus dengan nilai pH dan nilai kelas kesesuaian lahannya. Akan tetapi untuk blok merah, coklat muda, putih dan hijau kelas kesuburan tidak berbanding lurus dengan nilai pH maupun kelas kesesuaian lahan. Hal ini dikarenakan minimnya kandungan bahan organik pada blok-blok itu. Kandungan bahan organik yang minim dikarenakan tanah di blok-blok itu banyak mengandung pasir sehingga daya tanah untuk mengikat bahan organik kurang, dan juga dikarenakan jarangnya dilakukan kegiatan pemeliharaan berupa pemupukan.

Keberadaan LCC (legume cover crop) di area ini yang tumbuh dengan sendirinya membuat area ini memiliki nilai pH yang cukup tinggi, namun kondisi pH di areal ini masih kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman khususnya akasia mangium kecuali pH pada blok biru, karena kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara masih rendah. Pengapuran untuk meningkatkan pH merupakan langkah yang tepat untuk diterapkan di blok merah, coklat muda, putih, dan hijau. Khusus untuk blok coklat muda perlu di lakukan perlakuan

a b

(44)

31

khusus jika ingin ditanami A. mangium dikarenakan blok ini mempunyai tekstur pasir dan berada di dekat danau.

Gambar 24 Area UCHW 2 (a), Blok coklat di area UCHW 2 (b), Blok merah di area UCHW 2 (c), dan Blok biru di area UCHW 2 (d)

Dalam area UC HW 2 ini nilai parameter yang diukur sama seperti UC HW 1 dimana nilainya tidak dapat mengklasifikasikan lahan secara benar. Hal ini dikarenakan foto udara LIDAR yang digunakan adalah foto udara tahun 2012 yang di ambil bulan Januari sedangkan area ini ditanami pada Maret 2012 akhir sehingga foto udara tidak sesuai dengan kondisi areal sekarang (kurang akurat). Lapisan topsoil yang menghampar di area ini menyebabkan setiap titik yang diukur dari blok-blok warna yang berbeda mempunyai nilai yang hampir sama baik di setiap blok, sehingga nilai rataan dari parameter yang diukur dapat diklasifikasikan cukup baik bahkan baik dan merata.

Hubungan pH dengan Pertumbuhan Tanaman

Cepat dan lambatnya suatu pertumbuhan pada berbagai jenis tanaman juga sangat ditentukan oleh keberadaan unsur hara, sementara itu pH tanah menentukan ketersediaan unsur hara yang akan diserap oleh tanaman.

Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bermanfaat dan bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak dapat diserap tanaman. Selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang dapat meracuni tanaman.

Kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan mikroorganisme dalam tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik. Demikian juga mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman juga akan berkembang dengan baik. Setiap tanaman memerlukan pH tertentu yang spesifik untuk pertumbuhannya yang optimal, A. mangium juga mempunyai kisaran pH yang optimal yaitu di kisaran 6 – 7 sesuai dengan tabel kesesuaian lahan A. mangium. Jika pH tanah sudah menyimpang dari kisaran tersebut maka harus segera diatasi.

a b

(45)

32

Tabel 19 Hasil analisis regresi hubungan pH dengan pertumbuhan tanaman A. mangium pada berbagai umur tanaman

Area Umur

stanaman Persamaan T Persamaan D

Koefisien Korelasi (r)

Berdasarkan Tabel 19 diperoleh koefisien korelasi tinggi dan diameter di area studi sebesar 0.83-0.98 untuk r tinggi dan 0.91-0.99 untuk r diameter. Koefisien korelasi tinggi terkecil terdapat di area UCHW 1 yaitu 0.83 hal ini dikarenakan di area UCHW 1 terdapat blok yang mempunyai nilai pH tinggi tetapi karena posisinya di pinggir danau membuat pertumbuhan tinggi tanaman di blok tersebut terhambat, akan tetapi nilai koefisien korelasi tinggi dan diameter di area studi semuanya r > 0.80. Hal ini menunjukkan bahwa pH dengan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman memiliki hubungan yang sangat kuat dan positif karena hampir mendekati 1 dan menunjukkan bahwa pH memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Berdasarkan nilai koefisien korelasi diketahui bahwa nilai r untuk variabel diameter lebih besar dibandingkan variabel tingginnya, menunjukkan bahwa variabel pH lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter tanaman.

Berdasarkan Tabel 19 dan grafik hubungan pH dengan tinggi dan diameter pada area M23E, M45C, UCHW 1, dan UCHW 2 (Gambar 13, 15, 17, 19) dapat diketahui bahwa hubungan pH dengan diameter dan tinggi tanaman A. mangium

di semua areal penelitian menunjukan jika semakin besar nilai suatu pH (potensial of hydrogen), maka semakin besar pula nilai rata-rata diameter dan rata-rata tinggi tanaman A. mangium. Hal ini dikarenakan dalam ilmu tanah pengaruh terhadap pH tanah sangat memiliki peranan yang sangat penting gunanya untuk menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6 – 7, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara di dalam tanah akan mudah larut dalam air (Hardjowigeno 1992).

Titik kritis dari fungsi satu variabel riil adalah nilai dalam domain di mana fungsi tersebut tidak terdiferensiasi atau ketika turunannya adalah 0, 1, 2 nilai fungsi pada titik kritis adalah nilai kritis dari fungsi. Pada areal M23E titik pH kritis terdapat pada nilai pH 3.27, pada areal M45C titik pH kritis di nilai pH 2.3, Tabel 20 Hasil analisis regresi hubungan KTK dengan tinggi tanaman pada

berbagai umur tanaman

(46)

33

karena kemampuan tanah untuk menjerap unsur hara semakin besar. Oleh karena itu semakin tinggi nilai KTK, maka semakin besar rata-rata tinggi tanaman. Nilai r tinggi pada Tabel 19 lebih mendekati 1 dibandingkan nilai r tinggi pada Tabel 20 di semua area. Hal ini mejelaskan bahwa hubungan pH terhadap tinggi lebih kuat dan positif dibandingkan dengan hubungan KTK dengan tinggi. Berdasarkan Tabel 13, 14, 15, 16 diketahui nilai KTK berkisar antara 8.40 – 22.92 me/100g. Nilai itu jika dibandingkan dengan Tabel 4 ( tabel skoring kesuburan tanah) maka nilai KTK di area studi termasuk ke dalam kriteria kesuburan rendah dan sedang.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Analisis kesesuaian lahan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan lahan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dalam peta yang telah dibuat dapat diketahui dari total keseluruhan area studi seluas 100.96 ha, terdapat 14.45 ha yang termasuk ke dalam kelas N (tidak sesuai), 5.64 ha termasuk ke dalam kelas S3 (sesuai marginal), 80.87 ha termasuk ke dalam kelas S2 (cukup sesuai), dan tidak ada yang termasuk ke dalam kelas S1 (sangat sesuai).

Hubungan pH terhadap tinggi dan diameter di setiap area menunjukkan bahwa semakin besar nilai pH maka semakin besar pula nilai rata-rata tinggi dan nilai rata-rata diameter tanaman A. mangium di setiap blok di area M23E, M45C, UCHW 1, UCHW 2. Hubungan KTK dengan tinggi tanaman, semakin tinggi nilai KTK maka semakin besar rata-rata tinggi tanaman A. mangium. Nilai titik kritis pH berada diantara nilai pH 2.3 sampai dengan nilai pH 3.27

Saran

Ada beberapa saran yang penulis rekomendasikan untuk revegetasi dengan

A. mangium, antara lain:

1. Pengelolaan tanah pucuk dalam rangka reklamasi harus disebar lebih merata, tidak ada lagi lahan yang masih di dominasi lapisan NAF sehingga kegagalan penanaman dapat diperkecil.

2. Melakukan teknik klasifikasi lahan pada saat awal kegiatan revegetasi.

3. Dilakukan pengapuran pada saat penimbunan overburden agar pH PAF dan NAF dapat mencapai nilai normal, karena dengan pengapuran tanpa adanya topsoil pH juga dapat naik menjadi normal dan dapat ditumbuhi tanaman. 4. Melakukan perbaikan terhadap parameter-parameter yang bukan merupakan

faktor alam yaitu drainase, nilai pH, KTK, kelerengan, dan TBE.

5. Perlu digunakan peta udara dengan tahun yang sama dengan tahun dilakukan pengukuran.

DAFTAR PUSTAKA

(47)

34

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor (ID): Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, IPB. Haruma MD, Solomon JN. 2011. An assesment of mining activities impact on

vegetation in Bukuru Jos Plateau State Nigeria using normalized Differential Vegetation Index (NDVI). Journal of Sustainable Development. 4 (6):76-82.

Madjid A. 2009. Dasar Dasar Ilmu Tanah [Internet]. [diunduh 2014 Mei 7]. Tersedia pada: http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2009/04/kesesuaian-lahan-fao-1976.html.

Mansur, Koko KS. 2000. Metode Penggunaan Kapur pada Tanah Sulfat Masam.

Buletin Teknik Pertanian. 5(2):63-67.

Nwankwoala HO, Nwaogu C. 2009. Utilizing the tool of GIS in oil spill management (a case study of etche LGA, Rivers State, Nigeria). Global Journal of Environmental Sciences. 8 (1):19-29.

Putra IE. 2004. Pengembangan metode penilaian kesehatan hutan alam produksi [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.

Rayes ML. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Rongnoparut, PDM Ugsang, V Baima, K Honda dan R Sithiprasasna. 2005. Use of remote sensing bases geografic information system in the characterizing spatial pattern for Anopheles minimus A and C breeding habitats in Western Thailand. Southest Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. 36 (5): 49-54.

(48)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto, 2 Mei 1991 dari pasangan Sucahno dan Erna Nuraini sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Nasional 1 Bekasi pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

X Selama masa perkuliahan di IPB penulis juga aktif di berbagai kegiatan non-akademis antara lainsebagai anggota UKM Futsal IPB pada tahun 2009-2010, penulis juga aktif dalam Himpunan Mahasiswa Tree Grower Community sebagai anggota Bussiness Development pada tahun 2011 dan tahun 2013. Pada kepanitiaan, penulis juga pernah menjadi anggota divisi acara dalam Masa Perkenalan Departemen (MPD) Silvikultur pada tahun 2010

Gambar

Gambar 2  Titik pengambilan sampel tanah (No. 1 s/d 5)
Gambar 6  Sebaran petak ukur vegetasi area UCHW 1 (50.41 ha)
Gambar 7  Sebaran petak ukur vegetasi area UCHW 2 (35.10 ha)
Tabel 2  Kesesuaian lahan untuk A. mangium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah mengetahui profil daya tarik wisata alam di Desa Wringinanom, Kecamatan Poncokusuko, Kabupaten Malang, mengetahui peran

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada, 1998). Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif

penelitian Adam yang menunjukkan bahwa jika pelayanan kesehatan di puskesmas tidak dapat memberikan jaminan mutu yang sesuai dengan harapan responden makan akan

Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang reson siswa terhadap penggunaan LKS dengan strategi learning start with a question

Dengan ini kami mengundang Saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi e- Lelang Pemilihan Langsung Konstruksi Pokja II yang dilaksanakan pada :. KELOMPOK KERJA

Salah satu tempat pelayanan kesehatan yang mudah di temukan masyarakat sekarang ini ialah apotek, yang mana apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian

satunya nya jjen eniis s pe pene nelliiti tian an yang yang seca secara l ra lan angsung gsung m men encoba coba untuk m untuk mem empe penga ngaruhi ruhi sua.. suatu va tu