HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
NURUL FAUZIAH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Nurul Fauziah
ABSTRAK
NURUL FAUZIAH. Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi
Rumah Tangga Petani. Dibimbing oleh Dr SOFYAN SJAF, MSi
Moda produksi yang pemerintah fokuskan dalam meningkatkan kesejahteraan petani tetap saja tidak membuat petani terbebas dari belenggu kemiskinan. Berbagai modal sosial yang ada di masyarakat disinyalir mampu memberikan kontribusi kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat. Tipologi modal sosial yang berada pada masyarakat yaitu bounding, bridging dan linking dapat ditentukan melalui tingginya tingkat unsur-unsur modal sosial. Kesejahteraan dapat dilihat melalui dua pendekatan, yakni: (1) kesejahteraan diukur dengan pendekatan objektif dan (2) kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis sejauh mana hubungan modal sosial dengan kesejahteraan objektif dan subjektif rumah tangga petani, (2) menganalisis tingkat modal sosial rumah tangga petani, (3) menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif rumah tangga petani dan (4) menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi subjektif rumah tangga petani. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode kuantitatif melalui pendekatan survei. Teknik penentuan sampel dalam rancangan penelitian ini adalah teknik simple random sampling. Pengolahan data menggunakan uji statistik Rank Spearman untuk melihat hubungan variabel. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat modal sosial berada pada kategori sedang. Hasil uji statistik menunjukkan tipe modal sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan objektif adalah social bounding dan social bridging, sedangkan tipe modal sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan subjektif adalah social bridging. Selain itu hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara modal sosial rumah tangga petani dengan kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif.
Kata kunci: modal sosial, kesejahteraan, petani
ABSTRACT
NURUL FAUZIAH. The Correlation of Social Capital in Economic Welfare of
Farmer Households. Supervised by DrSOFYAN SJAF, MSi
level social capital stock of farmers household, (3) analyzing the correlation between the type of social capital with the objective and subjective economic welfare of farmers households. This study conducted by quantitative survey approach with simple random sampling technique. Data processing used the Rank-Spearman test to see the correlation of variables. The results obtained showed that level of social capital stock on the middle category. Based on the statistical test results showed the typology of social capital that have correlation with objective ecomic walfare are social bounding and social bridging meanwhile the typologi of social capital that have correlation with subjective econimic walfare is social bridging. There was a correlation between social capital of farmers household with objective and subjecetive economic welfare.
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
NURUL FAUZIAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Disetujui oleh
Dr Sofyan Sjaf, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Rumah Tangga Petani
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan segenap nikmat dan anugerah-Nya sehingga penulis mampu
menyusun skripsi yang berjudul “Hubungan Modal Sosial dengan Kesejahteraan
Ekonomi Rumah Tangga Petani”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Program Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusi selama proses pembuatan proposal skripsi. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mendukung dan memberikan masukan selama proses penyusunan skripsi. Selanjutnya penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Hendro Sulistiyono dan Ibu Siti Khodijah serta keluarga yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis. Tak lupa rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada donatur beasiswa Angkatan 16 Sosek IPB yang telah memberi dukungan dan materi selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih kepada seluruh teman-teman Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan teman-teman dalam lingkup Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan
Bogor, Juli 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 2
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 3
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Kerangka Pemikiran 12
Hipotesis Penelitian 15
Definisi Operasional 15
PENDEKATAN LAPANGAN 21
Metode Penelitian 21
Lokasi dan Waktu 21
Teknik Pemilihan Responden dan Informan 21
Teknik Pengumpulan Data 22
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25
Kondisi Geografi dan Demografi 25
Kondisi Sosial dan Ekonomi 27
Karakteristik Responden 32
ANALISIS MODAL SOSIAL RUMAH TANGGA PETANI 35
Kondisi Sosial Bounding Rumah Tangga Petani 35
Kondisi Social Bridging Rumah Tangga Petani 39
Kondisi Social Linking Rumah Tangga Petani 44
Kesejahteraan Ekonomi Objektif 49
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif 53
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN
EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
57
Hubungan Tipe Modal Sosial dengan Kesejahteraan Ekonomi Objektif
dan Subjektif Rumah Tangga Petani
57
Hubungan Modal Sosial dengan Tingkat Kesejahteraan Ekonomi
Objektif dan Subjektif Rumah Tangga Petani
62
SIMPULAN DAN SARAN 67
Simpulan 67
Saran 68
DAFTAR PUSTAKA 69
LAMPIRAN 71
DAFTAR TABEL
1 Definisi, peranan dan lingkup analisis modal sosial 6
2 Identifikasi unsur-unsur modal sosial berdasarkan tipologi modal sosial
10
3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Krasak menurut kelompok umur dan jenis kelamin
27
4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Krasak menurut tingkat pendidikan
28
5 Jumlah dan persentase keluarga pertanian Desa Krasak tahun 2014 29
6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan luas penguasaan lahan pertanian
30
7 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan 32
8 Jumlah dan persentase responden yang memiliki mata pencaharian lain selain petani
33
9 Jumlah dan peresentase responden menurut tingkat kepercayaan 36
10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat ketaatan pada norma sosial
37
11 Jumlah dan persentase rumah tangga petani menurut tingkat social bounding
38
12 Jumlah dan persentase responden menurut kuatnya jaringan 40
13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat solidaritas 41
14 Jumlah dan persentase responden menurut tinggi rendahnya partisipasi dalam organisasi
42
15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat social bridging 43
16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kebergantungan 44
17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepentingan 46
18 Tabel jumlah dan persentase responden menurut tingkat social linking 47
19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kesejahteraan ekonomi objektif
50
21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran rumah tangga petani
52
22 Jumlah dan persentase responden menurut kelengkapan fasilitas 52
23 Jumlah dan persentase responden menurut kesejahteraan ekonomi Subjektif
53
24 Uji korelasi Rank Spearman tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif
57
25 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dengan tingkat kesejahteraan ekonomi subejktif rumah tangga petani
59
26 Uji korelasi Rank Spearman tipe modal sosial dengan tingkat pengeluaran rumah tangga
61
27 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dengan tingkat kesejahteraan ekonomi obejktif rumah tangga petani
62
28 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi objektif rumah tangga petani di Desa Krasak
63
29 Uji korelasi Rank Spearman antara modal sosial dengan tingkat kesejahteraan ekonomi subejektif rumah tangga petani
65
30 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal sosial dan tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif rumah tangga petani di Desa Krasak
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kerangka pemikiran rancangan penelitian 13
2 Kalender musim pertanian Desa Krasak 25
1 Jadwal pelaksanaan penelitian 73
2 Peta wilayah Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah 73 3 Hasil pengolahan data menggunakan uji statistik 74
4 Dokumentasi 77
5 Tulisan tematik 78
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah rumah tangga petani yang besar. Pada tahun 2003 jumlah rumah tangga petani Indonesia mencapai 31 juta rumah tangga, namun pada tahun 2013 terdapat 26 juta rumah tangga petani (BPS 2013). Penurunan angka kurang lebih sebesar lima juta rumah tangga petani selama satu dekade tersebut dikarenakan berbagai banyak hal. Penyebab penurunan tersebut salah satunya adalah karena petani maupun buruh tani mengalami kemunduran kesejahteraan ekonomi, sehingga petani dan buruh tani beralih mata pencaharian ke sektor lainnya. Hal tersebut juga dipicu dengan tidak adanya jaminan kesejahteraan bagi petani Indonesia yang didukung dengan kebijakan. Hampir semua kebijakan pertanian di Indonesia berpegang pada peningkatan manfaat moda produksi. Moda produksi yang pemerintah pentingkan tetap saja tidak membuat petani terbebas dari belenggu kemiskinan.
Data jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2013 adalah 22.71 persen dari total penduduk. Kemudian dari 22.71 persen total penduduk tersebut, sebesar 14.32 persen adalah penduduk miskin di wilayah pedesaan Indonesia (BPS 2013). Sekitar 56 persen dari total penduduk miskin Indonesia menggantungkan hidup sepenuhnya pada pertanian atau bekerja sebagai petani di wilayah pedesaan. Diketahui pula bahwa dari seluruh penduduk miskin pedesaan ini ternyata 90 persen telah bekerja dan sebagian besar petani (BPS 2013). Hal ini memiliki arti bahwa masyarakat miskin di wilayah pedesaan yang sebagian besar adalah petani telah bekerja keras namun tetap belum sejahtera.
Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Undang-Undang tersebut menimbang bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani secara komprehensif, sistemik, dan holistik. Implementasi UU Nomor 19 Tahun 2013 berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan petani, antara lain pengaturan impor komoditas pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri, penyediaan sarana produksi pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi petani, serta subsidi sarana produksi, kemudian penetapan tarif bea masuk komoditas pertanian, serta penetapan tempat pemasukan komoditas pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean.
taraf hidup manusia. Akibatnya selain tidak banyak dipahami juga tidak diikut sertakan dalam proses pembangunan itu sendiri. Terdapat penyeragaman modal yang bersifat materi. Modal tersebut selalu diutamakan sehingga berakibat kurangnya perhatian terhadap potensi-potensi lokal.
Salah satu ahli yang berfokus pada peranan modal sosial di masyarakat adalah Putnam. Putnam (1995) dalam Pranadji (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat. Putnam et al. (1993) dalam Field (2010)menyatakan modal sosial adalah penampilan organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma-norma (atau hal timbal balik), dan jaringan (dari ikatan-ikatan masyarakat). Penampilan organisasi sosial tersebut dapat memperbaiki efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.
Masalah Penelitian
Berbagai modal sosial yang ada di pedesaan disinyalir mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat pedesaan. Hal tersebut diketahui melalui berbagai hasil penelitian yang ditelaah. Peran modal sosial dalam pencapaian kesejahteraan seharusnya bukan hanya merupakan kegiatan rutinitas bagi masyarakat, namun juga harus mampu menampung berbagai permasalahan dan melakukan pemecahan masalah secara kolektif. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui optimalisasi modal sosial harusnya didukung dengan kebijakan pemerintah yang tidak hanya fokus terhadap penyedian moda produksi. Modal sosial dapat berupa sumber daya yang telah ada di masyarakat dan dapat dimanfaatkan bersama untuk mencapai tujuan bersama. Atas dasar uraian realitas tersebut maka menarik untuk menelaah konsep modal sosial dengan mengaitkan pada kesejahteraan. Oleh karena itu penelitian ini mengkaji seberapa kuat hubungan modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif rumah tangga petani?
pangan, non pangan dan investasi. Kemudian kesejahteraan subjektif dapat diukur dengan indikator kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Oleh karena itu perlu juga ditanyakan hal yang relevan dengan fokus penelitian yaitu: (1) bagaimana tingkat modal sosial yang ada pada rumah tangga petani? (2) seberapa jauh hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi rumah tangga petani? dan (3) seberapa jauh hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi subjektif rumah tangga petani?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, dirumuskan tujuan umum penelitian ini yaitu menganalisis sejauh mana hubungan modal sosial dengan kesejahteraan objektif dan subjektif rumah tangga petani. Adapun tujuan yang lebih spesifik lainnya adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat modal sosial rumah tangga petani;
2. Menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif rumah tangga petani; dan
3. Menganalisis hubungan tipe modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi subjektif rumah tangga petani.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai modal sosial yang ada dalam komunitas petani dan kesejahteraan yang dimiliki komunitas petani. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan pustaka dan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai modal sosial komunitas petani dimasa mendatang sehingga mampu memberikan kontribusi gambaran realitas di masyarakat sebagai pertimbangan implementasi kebijakan.
2. Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta gambaran rinci mengenai penguatan modal sosial sehingga dapat membuat kebijakan yang tidak hanya berfokus pada pemanfaatan moda produksi.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Modal sosial menekankan pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok. Modal sosial merupakan sumber daya yang dimiliki masyarakat yang berkaitan dengan interaksi di kehidupan sehari-hari yang tersedia di komunitas. Perkembangan konsep modal sosial bervariasi menurut berbagai ahli. Menurut Bourdieu dan Wacquant (1992) dalam Field (2010), modal sosial adalah jumlah sumber daya aktual atau maya yang berkumpul pada seseorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Field (2010) mengemukakan bahwa teori modal sosial Bourdieu (1992) secara jelas melihat modal sosial sebagai hak milik eksklusif elite (berupa aset) yang didesain untuk mengamankan posisi elite tersebut. Jika modal sosial Bourdieu menitik beratkan sebagai aset individu dan modal sosial merupakan hasil, maka Coleman (1994) dalam Field (2010) mendefinisikan modal sosial sebagai seperangkat sumber daya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas dan yang berguna pada perkembangan kognitif atau sosial anak atau idividu. Pernyataan tersebut lebih sarat akan makna karena di dalamnya ia menggambarkan nilai hubungan bagi semua aktor, individu, dan kolektif baik yang berkedudukan istimewa maupun yang kedudukannya tidak menguntungkan. Coleman (1994) dalam Field (2010) melihat modal sosial sebagai sumber daya karena dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu.
Tabel 1 Definisi, peranan dan lingkup analisis modal sosial
Ahli Definisi Peranan Lingkup Analisis
Bourdieu (1992) Hasil dari hubungan timbal balik
perkenalan dan pengakuan individu maupun kelompok
Sebagai aset elite untuk menjamin tercapainya modal ekonomi
Individu dalam kelompok
Coleman (1994) Sumber daya yang melekat pada hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas Untuk menjamin tercapainya kesejahteraan keluarga/komunitas Melihat hubungan seluruh aktor. Aktor atau individu dalam keluarga dan masyarakat
Putnam (1996) Jaringan,
kepercayaan dan norma merupakan aset/fasilitas untuk mencapai tujuan bersama Untuk menjamin tercapainya kesejahteraan ekonomi Masyarakat luas
Fukuyama (1995) Nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama yang memungkinkan terjalinnya kerjasama Untuk menjamin tercapainya kesejahteraan sesuai dengan nilai-nilai kelompok/komunitas Komunitas. Masyarakat.
Sumber: Bourdieau (1992); Coleman (1994); Putnam (1995) dalam Field (2010), Fukuyama (1995) dalam Inayah (2012)
Berbagai definisi di atas dapat diketahui modal sosial memiliki perbedaan peranan maupun lingkup analisis sesuai dengan argumentasi ahli. Untuk studi dalam suatu komunitas maka dapat dirumuskan kembali definisi dari modal sosial. Modal sosial adalah sumber daya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Kepercayaan akan membuat individu mau untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, demikian juga terhadap jaringan. Menurut beberapa hasil penelitian yang telah ditelaah, penggunaan definisi modal sosial oleh Putnam lebih banyak digunakan karena Putnam mengkaji modal sosial dalam ruang lingkup yang lebih luas.
Unsur dan Pengukuran Modal Sosial
Hasbullah (2006) dalam Inayah (2012) mengetengahkan enam unsur pokok dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial, yaitu: (1)
kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility), (2)
reciprocity: kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri tanpa mengharapkan imbalan, (3) trust: suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, (4) social norms: sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu, (5) values: sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat, dan (6) proactive action: keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan anggota kelompok dalam suatu kegiatan masyarakat.
Berbagai unsur modal sosial yang dikemukakan oleh Hasbullah tersebut memiliki kesamaan pula dengan unsur-unsur modal sosial yang dikaji oleh beberapa penulis lain. Unsur modal sosial tersebut diukur dan dianalisis dalam suatu masyarakat untuk mengungkap karakteristik modal sosial yang terdapat pada masyarakat. Unsur tersebut diukur tingkat kekuatannya sehingga dapat simpulkan karakteristik masyarakat lebih kuat pada unsur tertentu. Selanjutnya mengenai unsur jaringan (network) tidak akan berdampak pada kehidupan masyarakat jika tidak disertai nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan kepercayaan (trust) yang dimiliki individu terhadap individu lain maupun kelompok. Sehingga unsur trust dapat disimpulkan unsur yang penting dalam mengkaji modal sosial.
Pranadji (2006) mengemukakan bahwa dalam kehidupan sosial di pedesaan, pengertian kepercayaan (trust) seharusnya tidak dilihat sekedar masalah personalitas (psikologis) atau intrapersonal, melainkan mencakup juga aspek ekstrapersonal dan intersubyektif (asosiasi tingkat dukuh, organisasi tingkat desa dan sistem jaringan sosial hingga melintasi batas desa). Pada masyarakat yang berpotensi cepat maju umumnya mampu mengembangkan jaringan kepercayaan (mutual trust) yang relatif besar. Selanjutnya mengenai nilai yang melekat dalam masyarakat, Pranadji (2006) melihat tata nilai yang ada dalam masyarakat melalui empat elemen nilai komposit, yaitu:
1. Ditegakkannya sistem sosial di pedesaan yang berdaya saing tinggi (produktif) namun berwajah humanistik tidak eksploitatif dan intimidatif terhadap sesama manusia atau masyarakat;
2. Ditegakkannya sistem keadilan yang dilandaskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia (tidak imperialistik dan menegasi kehidupan sosial);
3. Ditegakkannya sistem solidaritas yang dilandaskan pada hubungan saling percaya (mutual trust) antar elemen pembentuk sistem masyarakat; dan 4. Dikembangkannya peluang untuk mewujudkan tingkat kemandirian dan
keberlanjutan kehidupan masyarakat yang relatif tinggi, yang merupakan salah satu bagian terpenting keberadaan suatu masyarakat.
memilih melakukan interaksi sosial dan memanfaatkan modal sosial asli yang berupa nilai-nilai asli masyarakat daripada melakukan kebijakan sebagai modal
sosial “bentukan”. Selanjutnya kebutuhan yang dipenuhi dalam suasana
persaingan dan menegasikan solidaritas sosial dan etika moral yang terpuji dan dikehendaki dalam tatanan budaya ekonomi lokal. Suandi (2005) mengungkapkan unsur modal sosial yaitu solidaritas. Solidaritas adalah rasa mau saling mau menerima, merasa memiliki sebagai anggota dari sebuah sistem, dimana mereka saling bergantung satu sama lain sehingga ketentraman dan keharmonisan dapat tercapai (Suandi 2005). Unsur selanjutnya yaitu jaringan sosial, menurut Kamarni (2012) Analisa jaringan sosial adalah upaya memetakan dan mengukur kesalinghubungan dan aliran antara orang, kelompok orang, maupun organisasi dalam sebuah sistem sosial.
Jamasy (2006) dalam Pontoh (2010) memaparkan bahwa karakter sosial budaya yang menjadi ciri atau karakter modal sosial di masyarakat diketahui melalui pendekatan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Faktor internal mencakup: (1) pola organisasi sosial dalam suatu komunitas yang mencakup kepercayaan lokal, pola dan sistem produksi dan reproduksi serta politik lokal, dan (2) norma dan nilai-nilai yang melekat dalam komunitas. Sedangkan faktor eksternal dapat dirangkum dalam pengaruh agama, pendidikan serta sistem dan hubungan politik dan pemerintahan dengan luar komunitas. Faktor-faktor internal dan eksternal akan membentuk karakter dari modal sosial suatu masyarakat.
Coleman dalam Sumarti (2007) mengemukakan bahwa ahli ekonomi gagal memperkenalkan relasi sosial dalam analisanya. Coleman memperkenalkan sosiologi berbasis kepentingan, menurutnya modal sosial adalah cerminan sebagai adanya relasi sosial yang dapat membantu individu ketika mencoba untuk merealisasikan kepentingannya. Sumarti (2007) menelaah konsep kepentingan dalam analisa sosial. Sumarti (2007) mengemukakan bahwa konsep kepentingan Swedberg mirip dengan konsep Weber1 bahwa kepentingan mendorong tindakan
manusia yaitu elemen sosial menentukan ekspresi dan arah tindakan apa yang akan diambil. Selanjutnya Swedberg (2003) dalam Sumarti (2007) mengemukakan bahwa seluruh kepentingan menjadi elemen sosial dalam dua cara: (1) menjadi bagian masyarakat dimana individu dilahirkan, dan (2) individu mempertimbangkan aktor lain ketika mencoba merealisasikan kepentingan mereka.
Keanggotaan individu dapat berupa keanggotaan dalam kelembagaan formal maupun informal. Hal ini dapat dilihat pada masyarakat nelayan sumatera utara
yang memiliki kebergantungan dengan tengkulak atau “toke” dan pemilik kapal.2 Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa modal sosial dimanfaatkan oleh nelayan Sumatera Utara untuk memperoleh moda produksi yaitu memenuhi kebergantungan terhadap kebutuhan penyewaan kapal.
1Weber mengemukakan konsep kepentingan dalam pendekatan sosiologi.
2 Konsorsium Nasional Untuk Pelestarian Hutan dan Alam di Indonesia, Jaringan Advokasi Untuk Nelayan Sumatera Utara. 2010. Masyarakat pinggiran yang kian terlupakan: membedah persoalan nelayan tradisional Sumatera Utara. Universitas Michigan. Diakses di:
Pengukuran modal sosial secara kritis adalah bergantung pada melekatnya modal sosial dalam konteks tertentu (Pontoh 2010). Bagi komunitas bisnis pengukuran modal sosial adalah untuk menelaah keuntungan dan kerugian. Bagi komunitas pemerintahan maupun lembaga kebijakan pemerintahan, pengukuran diukur untuk mengetahui suatu kebijakan (program maupun aturan) dapat terlaksana dengan baik. Kemudian bagi peneliti sosial, pengukuran dilakukan untuk mengetahui karakteristik hubungan sosial masyarakat. Pemaparan di atas menunjukkan unsur-unsur modal sosial yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian ini akan menggunakan unsur-unsur modal sosial: (1) kepercayaan, (2) norma sosial, (3) partisipasi dalam kelembagaan, (4) jaringan, (5) solidaritas, (6) kepentingan dengan pihak luar komunitas dan (7) kebergantungan dengan pihak luar komunitas.
Tipologi Modal Sosial
Putnam (2000) dalam Field (2010) mengemukakan perbedaan antara dua bentuk dasar modal sosial yaitu menjembatani (inklusif) dan mengikat (ekskusif). Modal sosial yang menjembatani cenderung menyatukan individu dari beragam ranah sosial. Hubungan-hubungan yang menjembatani tersebut berperan dalam penyediaan aset-aset eksternal dan bagi penyebaran informasi. Kemudian bentuk modal sosial yang mengikat adalah modal sosial yang cenderung mendorong identitas eksklusif dan mempertahankan homogenitas suatu masyarakat. Bentuk modal sosial ini dapat menjadi perekat terkuat sosiologi sehingga terbentuk solidaritas yang kuat. Konsep tersebut telah banyak diterima oleh peneliti sosial (Field 2010). Ahli lain yaitu Woolcock (2001) dalam Field (2010) membedakan tipe modal sosial menjadi tiga tipe hubungan, yaitu: (1) modal sosial yang mengikat (social bounding), (2) modal sosial yang menjembatani (social bridging), dan (3) modal sosial yang menghubungkan (social linking). Pada penerapannya kedua jenis tipe hubungan modal sosial yang diungkapkan Putnam dan Woolcock adalah membedakan modal sosial akan lebih berkembang di dalam komunitas internal saja atau modal sosial akan lebih kuat apabila diterapkan pada antar komunitas.
Menurut Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009), social bounding dapat berupa nilai, kultur, persepsi dan tradisi atau adat-istiadat (custom). Pengertian
bisa dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara (participation), asosiasi, dan jaringan. Sehingga dapat terlihat tujuan dari social bridging adalah mengembangkan potensi yang ada dalam komunitas agar mampu menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik sumber daya manusia maupun alam melalui interaksi sosial. Hasil penelitian yang dilakukan Firdaus (2006) dalam Muspida (2007) menyimpulkan bahwa meluasnya jaringan petani yang berorientasi pada nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian telah mendorong terbentuknya modal sosial yang menjembatani (bridging social caital), sehingga kohesifitas sosial petani tidak hanya di tingkat kelompok tani.
Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009) mengemukakan tipe modal sosial yang terakhir adalah social linking yaitu bisa berupa hubungan atau jaringan sosial. Hubungan sosial dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya menurut Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009) dalam relasi sosial akan terdapat perbedaan kepentingan, dalam situasi relasi tersebut dibutuhkan adanya social linking yang mampu mengatasi kepentingan-kepentingan tersebut. Dari kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh komunitas pada luar komunitas, terdapat rasa kebergantungan pada luar komonitas. Contohnya dapat digambarkan pada penelitian Nuryadin (2009) yakni hubungan antara nelayan Suku Bajo dengan lembaga perbankan, pemilik modal atau pemerintah yang dianggap memiliki kapital ekonomi yang dapat mendukung kegiatan produksi dan memfasilitasi pemasarannya secara lebih proporsional.
Berdasarkan tipologi modal sosial Woolcock (2001) dalam Nuryadin (2009); Field (2010) dapat diidentifikasi unsur-unsur modal sosial berdasakan tipologi modal sosial. Berikut tabel identifikasi unsur-unsur modal sosial berdasakan tipologi modal sosial.
Tabel 2 Identifikasi unsur-unsur modal sosial berdasarkan tipologi modal sosial
Unsur modal sosial
Tipologi modal sosial
Social bounding Social bridging Social linking
Kepercayaan √
Norma sosial √
Kuatnya Jaringan √
Solidaritas √
Tingkat partisipasi √
Kebergantungan terhadap
komunitas lain √
Tingkat kepentingan √
Penentuan tipe modal sosial yang digagas oleh Woolcock (2001) dalam Field (2010) dapat berdasarkan variabel atau unsur modal sosial dari para ahli yaitu: Putnam, Fukuyama, Suandi, Pontoh, Nuryadin dan Firdaus. Tabel 2 menunjukkan bahwa tipe modal sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya adalah: (1) tipe modal sosial yang mengikat (social bounding): tingkat kepercayaan, norma sosial, (2) tipe modal sosial yang menjembatani (social bridging): kuatnya jaringan, solidaritas, dan tingkat partisipasi pada kelembagaan, (3) tipe modal sosial yang menghubungkan (social linking): kebergantungan terhadap komunitas lain dan tingkat kepentingan.
Konsep Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu (Suandi 2007). Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu.
Secara mikro terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga (Suandi 2007) antara lain: kesejahteraan finansial, status ekonomi, situasi ekonomi, interaksi sosial, dan lain lain. Santamarina et al. (2002) dalam Suandi (2007) mengemukakan berdasarkan tingkat ketergantungan dari dimensi standar hidup masyarakat, maka tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dibedakan ke dalam dua subsistem yakni: (1) subsistem sosial dengan faktornya yaitu: pendidikan, kesehatan, struktur dan dinamika penduduk, kekuatan sosial dll, dan (2) subsistem ekonomi dengan faktornya yaitu: konsumsi, hak pemilikan akan tanah, tingkat kemiskinan dan aktifitas ekonomi. Kemudian Suandi (2007) mengemukakan bahwa kesejahteraan juga dapat dilihat melalui dua pendekatan, yakni: (1) kesejahteraan diukur dengan pendekatan objektif dan (2) kesejahteraan diukur dengan pendekatan subjektif.
Kesejahteraan Objektif
pangan, (2) pengeluaran kebutuhan non pangan, (3) luas penguasaan lahan, dan (4) keadaan tempat tinggal.
Pada penelitian Johan et al. (2013)3, kesejahteraan objektif keluarga diukur
dengan pengertian penduduk miskin menurut BPS (2011). Penduduk miskin (BPS 2011) adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Penelitian tersebut menggunakan perkiraan GK Kabupaten Indramayu tahun 2012 sebesar Rp 277.596,00 per kapita per bulan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan sebagian besar keluarga nelayan yang diteliti termasuk dalam kategori tidak miskin.
Kesejahteraan Subjektif
Kesejahteraan subjektif menurut Suandi (2007) adalah tingkat kesejahteraan yang dilihat secara personal yang diukur dalam bentuk kepuasan dan kebahagiaan. Sumarwan dan Hira (1993) yang dikutip oleh Suandi (2007) mengemukakan bahwa secara operasional variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan variabel kebahagiaan karena dapat lebih mudah melihat gap antara aspirasi dengan tujuan yang dicapai. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sumarti (1999) bahwa kesejahteraan subjektif individu atau keluarga adalah wujud kebudayaan yang dihasilkan melalui proses pengalaman hidup sekelompok manusia dalam hubungannya dengan lingkungan (fisik dan sosial). Menurut Suandi (2007) tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif dapat diukur dari tingkat kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi. Pada peneltian Johan et al. (2013), kesejahteraan subjektif keluarga nelayan diukur berdasarkan tingkat kepuasan istri terhadap pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Indikator dari variabel tersebut adalah kepemilikan kitab suci, keamanaan tempat tinggal, hubungan antar anggota keluarga, pengalokasian waktu yang dibuat keluarga, dan kepuasaan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan pokok. Studi oleh Hayo dan Seifert (2003) dalam Suandi (2007) menunjukan bahwa kesejahteraan ekonomi subjektif berkolerasi positif terhadap kepuasaan hidup masyarakat. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif maka tingkat kepuasan hidup akan lebih tinggi.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan hasil analisis dan kajian referensi dari berbagai literatur, sejauh ini program pemerintah belum mengintegrasikan modal sosial asli yang dimiliki masyarakat dengan kebijakan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pemerintah cenderung untuk membuat modal sosial bentukan. Modal sosial bentukan tersebut dapat berupa kelembagaan yang sistematika peraturannya menyulitkan masyarakat. Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Implementasi Undang-Undang tersebut berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan petani. Peraturan tersebut lebih memfokuskan pada pengadaan moda
produksi daripada penguatan modal sosial yang telah ada dimasyarakat. Semua kelompok masyarakat (suku bangsa) di Indonesia pada hakekatnya mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang dapat menunjang pembangunan. Salah satu potensi sosial tersebut adalah modal sosial. Kajian modal sosial tersebut dijabarkan dalam kerangka penelitian (Gambar 1).
[image:31.595.119.511.165.711.2]X. Modal Sosial
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Keterangan
: Berhubungan
X1. SOCIAL BOUNDING
1. Tingkat kepercayaan individu dalam lingkup komunitas - Kesedian untuk bersosialisasi - Kesedian melakukan saran - Tingkat komitmen 2. Kuatnya norma sosial dalam
komunitas
- Frekuensi melaksanakan norma adat
- Frekuensi melaksanakan norma agama
- Frekuensi melaksanakan norma sosial
X2. SOCIAL BRIDGING
1. Kuatnya jaringan sosial - Tingkat kerjasama
- Tingkat keterbukaan informasi - Kebermanfaatan organisasi 2. Tingkat solidaritas
- Tingkat solidary making
- Tingkat persatuan kelompok - Kepekaan terhadap kemajuan
pertanian 3. Tingkat partisipasi
- Jumlah kelembagaan yang diikuti
- Keaktifan dalam pertemuan - Pengambilan keputusan
X3. SOCIAL LINKING
1. Tingkat kebergantungan pada komunitas lain
- Akses moda produksi - Pemasaran hasil pertanian 2. Tingkat kepentingan
- Pemanfaatan lembaga peminjaman modal nonformal - Pemanfaatan lembaga
peminjaman modal formal - Pemanfaatan keberadaan
penyuluh pertanian Y. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA Y1. TINGKAT KESEJAHTERAAN OBJEKTIF
1. Luas penguasaan lahan 2. Keadaan tempat tinggal 3. Pengeluaran kebutuhan
pangan
4. Pengeluaran kebutuhan non pangan
(SUSENAS 2013)
Y2. TINGKAT KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF
1. Pemenuhan kebutuhan
pangan
2. Pemenuhan kebutuhan
non pangan
3. Pemenuhan kebutuhan
Modal sosial menurut berbagai ahli dapat didefinisikan kembali dalam lingkup komunitas sebagai sumber daya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas yang berperan untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama Variabel atau unsur modal sosial digolongkan berdasarkan tipologi modal sosial menurut Woolcock (2001) dalam Field (2005). Tipe modal sosial dan unsur yang terdapat di dalamnya adalah: (1) tipe modal sosial yang mengikat (social bounding), (2) tipe modal sosial yang menjembatani (social bridging), dan (3) tipe modal sosial yang menghubungkan (social linking).
Unsur modal sosial yang ada di dalam tipologi modal sosial adalah tingkat kepercayaan, tingkat kepatuhan pada norma sosial, luasnya jaringan, tingkat solidaritas, tingkat partisipasi dalam kelembagaan, kebergantungan pada komunitas lain, dan tingkat kepentingan. Tingkat kepercayaan diukur dalam bentuk tingkat keyakinan seseorang terhadap tindakan secara konsisten pada saat terjalinnya hubungan antar individu atau kelompok dalam komunitas. Tingkat kepercayaan merupakan elemen tata nilai yang ada pada masyarakat yang melekat dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi sumber daya sosial. Variabel selanjutnya adalah kuatnya norma, masyarakat dapat dilihat derajat modal sosialnya melalui kuatnya norma yang diterapkan
Variabel modal sosial selanjutnya adalah jaringan sosial. Setelah terdapat kepercayaan antar individu maupun kelompok dalam bermasyarakat, maka akan memungkinkan terdapat jaringan sosial yang eksistensinya mengalami keberlanjutan. Selanjutnya variabel partisipasi individu pada kelembagaan atau asosiasi penting bagi kelembagaan yang individu ikuti karena sangat menentukan kemajuan dan peran kelembagaan. Partisipasi berkaitan dengan pemanfaatan jaringan pada komunitas. Individu dapat memanfaatkan jaringan yang terjalin antar individu, maupun individu dengan kelompok. Variabel yang akan diukur dalam modal sosial lainnya adalah solidaritas. Kemudian terdapat variabel modal sosial yang terakhir adalah kebergantungan. Kebergantungan yang dimaksud adalah tingkat kebergantungan individu pada komunitas lain. Variabel ini akan diukur dari penggunaan sumber daya dari luar komunitas dan pemanfaatan modal dari luar komunitas
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan hipotesis uji yang terdiri dari:
1. Terdapat hubungan signifikan positif antara modal sosial (X) dengan kesejahteraan ekonomi objektif (Y1) dan subjektif (Y2) rumah tangga petani 2. Terdapat hubungan signifikan positif antara tipe modal sosial tertentu (X1, X2,
X3) dengan kesejahteraan objektif (Y1) ekonomi rumah tangga petani.
3. Terdapat hubungan signifikan positif antara tipe modal sosial tertentu (X1, X2, X3) dengan kesejahteraan subjektif (Y2) ekonomi rumah tangga petani.
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Modal sosial adalah sumber daya yang muncul dari hasil interaksi dalam suatu komunitas, baik antar individu maupun institusi yang melahirkan ikatan emosional berupa kepercayaan, jaringan-jaringan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang membentuk struktur masyarakat yang berguna untuk koordinasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Modal sosial dibedakan bertasarkan hubungan pada masyarakat menjadi tiga tipe modal sosial:
1. Modal sosial yang mengikat (social bounding), ikatan yang kuat dalam sistem sosial seperti halnya keluarga petani yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarga lain yang masih satu etnik. Pengukuran variabel kuatnya social bounding diukur melalui:
1. Tingkat kepercayaan antar individu satu komunitas yaitu perasaan yakin yang terbangun antara petani dengan orang lain yang berhubungan dengan pertanian daerah setempat. Indikator yang digunakan yaitu: a. Kesediaan untuk bersosialisasi adalah tingkat kemauan petani untuk
berinteraksi dengan kerabat petani lain.
b. Kesediaan melakukan saran adalah tingkat kemauan petani untuk melakukan saran petani lain dalam komunitas.
c. Tingkat komitmen adalah sejauhmana petani mau menepati sesuatu yang dijanjikan pada individu lain yang tercermin pada tindakan. Terdapat enam pertanyaan dimana masing-masing pertanyaan diukur dengan skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu: skor 3; setuju skor: skor 4; dan sangat setuju: skor 5.
2. Tingkat kepatuhan norma sosial dalam komunitas adalah tingkat kepatuhan petani terhadap tata aturan kelompok dan masyarakat, dapat berupa nilai adat atau budaya lokal. Indikator yang digunakan yaitu: a. Frekuensi melaksanakan norma adat adalah intensitas petani
melaksanakan ide adat yang dianggap benar dalam komunitas.
c. Frekuensi melakukan norma sosial adalah intensitas petani melaksanakan gotong royong dalam komunitas.
Terdapat enam pertanyaan dimana masing-masing pertanyaan diukur dengan skor : sangat jarang: skor 1; jarang: skor 2; sering: skor 3; dan selalu : skor 4.
Kemudian semua skor akumulatif dari modal sosial yang mengikati atau social bounding dikategorkan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. social bounding rendah: x �̅–sd
2. social bounding sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd 3. social bounding tinggi : x �̅ + sd
2. Modal sosial yang menjembatani (social bridging) adalah modal sosial yang mencakup ikatan yang lebih longgar dari beberapa petani, seperti teman jauh dan rekan kerja. Tujuan dari tipe modal sosial ini adalah mengembangkan potensi yang ada dalam komunitas baik sumber daya manusia maupun alam melalui interaksi sosial. Pengukuran variabel kuatnya
social bounding diukur menggunakan unsur modal sosial dalam konteks
social bounding. Variabel yang di ukur adalah:
1. Kuatnya jaringan sosial adalah kuatnya saluran petani dalam keterlibatan hubungan keluarga, persaudaraan teman dan rekan kerja dalam satu komunitas. Indikator yang digunakan yaitu:
a. Tingkat kerjasama adalah usaha antara (perorangan) petani ataupun kelompok sehingga mencapai tujuan dengan lebih cepat dan lebih baik b. Tingkat keterbukaan informasi adalah sejauh mana petani menerima informasi mengenai pertanian untuk mendukung kegiatan produksi pertanian.
c. Kebermanfaatan organisasi yang diikuti adalah tingkat manfaat perkumpulan yang ada berlandasakan persamaan tujuan, yang diikuti petani dalam lingkup komunitas.
Kuatnya jaringan diukur melalui skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu: skor 3; setuju skor: skor 4; dan sangat setuju: skor 5.
2. Tingkat solidaritas adalah sejauh mana rasa kebersamaan dalam suatu komunitas yang menyangkut tentang kesetiakawanan antara individu petani dalam mencapai tujuan dan keinginan yang sama. Indikator yang digunakan yaitu:
a. Tingkat solidarty making adalah seberapa jauh keinginan petani untuk membuat hubungan kekerabatan antar petani.
b. Tingkat persatuan kelompok tani adalah sejauh mana petani memiliki rasa kebersamaan atau rasa senasib.
c. Kepekaan terhadap kemajuan pertanian desa sejauh mana petani memiliki rasa ingin mengembangkan pertanian desa.
Tingkat solidaritas diukur melalui skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu: skor 3; setuju skor: skor 4; dan sangat setuju: skor 5.
a. Jumlah kelembagaan yang diikuti adalah banyaknya keanggotaan petani dalam kelembagaan formal maupun informal.
b. Keaktifan dalam pertemuan adalah sejauh mana petani mengikuti kegiatan dalam kelembagaan formal maupun informal.
c. Pengambilan keputusan adalah sejauh mana petani terlibat dalam pengambilan keputusan dalam kelembagaan formal maupun informal. Tingkat partisipasi diukur melalui skor jawaban (1): skor 1; (2): 2, (3):3, (4): 4.
Kemudian semua skor akumulatif dari modal sosial yang menjembatani atau social bridging dikategorkan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. social bridging rendah: x �̅–sd
2. social bridging sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd 3. social bridging tinggi : x �̅ + sd
3. Modal sosial yang menghubungkan (social linking), yaitu modal sosial yang menjangkau individu pada situasi berbeda seperti mereka yang sepenuhnya ada di luar komunitas, hubungan ini bersifat vertikal yaitu dapat dilihat dengan kelembagaan yang berpengaruh. Variabel yang di ukur adalah: 1. Tingkat kebergantungan terhadap komunitas luar desa adalah sejauh
mana petani mengandalkan komunitas luar desa untuk mendukung kegiatan pertaniannya. Indikator yang digunakan yaitu:
a. Tingkat akses moda produksi adalah bagaimana petani mendapatkan modal untuk usaha produksi pertaniannya.
b. Cara pemasaran hasil pertanian adalah cara yang dilakukan petani untuk menjual produk pertaniannya.
Tingkat kebergantungan diukur melalui skor jawaban (1): skor 1; (2): 2, (3):3, (4): 4
2. Tingkat kepentingan adalah kebutuhan atau keinginan petani yang berhubungan dengan pihak berpengaruh sehingga mendorong tindakan yang akan diambil oleh petani. Indikator yang digunakan yaitu:
a. Pemanfaatan lembaga peminjaman modal non formal adalah sejauh mana kecenderungan petani untuk tergabung menjadi anggota lembaga peminjaman non formal.
b. Pemanfaatan lembaga peminjaman modal formal adalah sejauh mana kecenderungan petani untuk tergabung menjadi anggota lembaga permodalan formal.
c. Pemanfaatan keberadaan penyuluh pertanian adalah sejauh mana kecenderungan petani untuk memanfaatkan keberadaan penyuluh pertanian.
Tingkat kepentingan diukur melalui skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu: skor 3; setuju skor: skor 4; sangat setuju: skor 5.
Kemudian semua skor akumulatif dari modal sosial yang menghubungkan atau social bounding dikategorkan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. social linkingrendah: x �̅–sd
3.social linking tinggi : x �̅ + sd
Tingkat kesejahteraan ekonomi rumah tangga petani adalah konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup rumah tangga petani di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kesejahteraan akan diukur dengan dua pendekatan yakni: kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan ekonomi subjektif.
1. Kesejahteraan objektif adalah kesejahteraan yang melihat kesejahteraan rumah tangga petani diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu menggunakan ukuran ekonomi. Variabelnya adalah:
1. Luas penguasaan lahan pertanian adalah besaran luas tanah produktif yang dikuasai rumah tangga petani. Indikator dan pengukurannya adalah: a. Luas lahan rendah: x �̅–sd
b. Luas lahan sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd c. Luas lahan tinggi : x �̅ + sd
2. Luas kepemilikan lahan rumah adalah besaran luas tanah rumah yang dimiliki rumah tangga petani. Indikator dan pengukurannya adalah: a. Luas lahan rendah: x �̅–sd
b. Luas lahan sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd c. Luas lahan tinggi : x �̅ + sd
3. Keadaan tempat tinggal atau rumah adalah karakteristik tempat tinggal responden (petani) meliputi bahan atap, bilik, status tempat tinggal, bahan lantai, luas lantai dan luas pekarangan rumah. Indikator dan pengukurannya adalah:
a. Bilik : tembok (4), kayu (3), bambu (2), triplek (1) b. Lantai : keramik (4), semen (3), kayu/bambu (2), tanah (1) c. Atap : beton (4), genteng (3), asbes (2), seng (1)
d. Status : milik sendiri (4), sewa (3), dinas/bebas sewa (2), menumpang(1)
e. Penerangan rumah: listrik PLN (4), generator (3), petromak (2), obor (1)
f. Fasilitas rumah tangga: keberadaan fasilitas rumah tangga meliputi: televisi, radio, kulkas, telepon/telepon seluler, tempat tidur, lemari, sepeda, sepeda motor dan mobil. Jika ada skor 2, jika tidak ada skor 1. 4. Pengeluaran kebutuhan pangan adalah jumlah uang yang dibayarkan atau
ditransaksikan untuk kebutuhan pangan per bulan. Pengukurannya adalah:
a. Pengeluaran rendah: x �̅–sd
b. Pengeluaran sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd c. Pengeluaran tinggi jika: x �̅ + sd
5. Pengeluaran kebutuhan non pangan adalah jumlah uang yang dibayarkan atau ditransaksikan untuk kebutuhan pangan per bulan. Pengukurannya adalah:
a. Pengeluaran rendah: x �̅–sd
b. Pengeluaran sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd c. Pengeluaran tinggi jika: x �̅ + sd
1. rendah: x �̅–sd
2. sedang: �̅–sd < x <�̅ + sd 3. tinggi: x �̅ + sd
2. Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan yang dilihat secara personal oleh petani yang diukur dalam bentuk kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan, non pangan dan investasi SDM. Kesejahteraan subjektif dilihat dari: 1. Kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan adalah sejauh mana rumah tangga petani merasa berkecukupan atau puas terhadap pemenuhan kebutuhann pangannya. Indikatornya adalah:
a. Kepuasan frekuensi makan setiap hari
b. Kepuasan keragaman pangan yang dikonsumsi rumah tangga petani Kepuasan pemenuhan kebutuhan pangan diukur melalui skor jawaban 1, 2, 3, 4 dan hingga 5. Skor jawaban 1 adalah untuk jawaban tingkatan tidak puas dan berturut-turut hingga 5 untuk jawaban sangat puas.
2. Kepuasan pemenuhan kebutuhan non pangan (sandang dan papan) adalah sejauh mana rumah tangga petani merasa berkecukupan atau puas terhadap pemenuhan kebutuhan sandang dan papan. Indikatornya adalah: a. Pemenuhan kebutuhan sandang/pakaian
b. Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal c. Pemenuhan kebutuhan komunikasi d. Pemenuhan kebutuhan sosial
Kepuasan pemenuhan kebutuhan non pangan diukur melalui skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu: skor 3; setuju skor: skor 4; sangat setuju: skor 5.
3. Kepuasan Investasi SDM adalah sejauh mana rumah tangga petani merasa berkecukupan atau puas terhadap pemenuhan kebutuhann investasi. Indikatornya adalah:
a. Pemenuhan kebutuhan biaya pendidikan. b. Pemenuhan kebutuhan biaya kesehatan
Kepuasan pemenuhan kebutuhan non pangan diukur melalui skor : sangat tidak setuju: skor 1; tidak setuju: skor 2; ragu-ragu: skor 3; setuju skor: skor 4; sangat setuju: skor 5.
Kemudian semua skor akumulatif dari kesejahteraan ekonomi subjektif dikategorkan ke dalam tiga kategori yaitu:
1. rendah: x �̅–sd
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Penelitian mengenai hubungan modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi rumah tangga petani ini menggunakan metode kuantitatif melalui pendekatan survei. Pendekatan survei merupakan pendekatan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Efendi 1989). Sementara itu, metode kuantitatif digunakan untuk mencari informasi hubungan modal sosial dengan kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif rumah tangga petani. Selain menggunakan data kuantitatif, penelitian menggunakan data kualitatif sebagai argumentasi pendukung yaitu dengan wawancara mendalam. Untuk itu, pendekatan lapang dilakukan dengan penggalian informasi dari informan dengan wawancara mendalam. Hasil uraian wawancara dijelaskan secara deskripsi, namun tetap berfokus pada hubungan antar variabel untuk menguji hipotesa.
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di desa pertanian yaitu Desa Krasak, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes Provinsi jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan menurut Potensi Desa Krasak (2014) di desa tersebut terdapat sejumlah 97% keluarga merupakan keluarga pertanian. Komoditas pertanian yang unggul di Desa Krasak adalah produk hortikultura yaitu bawang merah dan tanaman pangan yaitu padi dan jagung. Komoditas bawang merah terbesar bersentra di Kabupaten Brebes, maka menarik untuk diteliti bagaimana hubungan tingkat modal sosial pada rumah tangga petani dengan kesejahteraan ekonomi khususnya pada sentra komoditas pertanian yaitu bawang merah.
Selanjutnya penelitian dilaksanakan dalam waktu tujuh bulan dari bulan Januari 2015 sampai Juli 2015. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian terlampir (Lampiran 1).
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
pencaharian yang sama yaitu sebagai petani sawah dan seluruh responden beragama islam. Sebanyak 97% keluarga dari populasi merupakan keluarga pertanian, selain itu keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Hal ini sesuai dengan Singarimbun dan Efendi (1989) bahwa simple random sampling dapat digunakan pada komunitas dengan keadaan geografis yang sama dan tidak menyebar. Adapun unit analisa penelitian adalah rumah tangga petani untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga dan individu yaitu kepala rumah tangga untuk menganalisis tingkat modal sosial. Jumlah sampel yang menjadi responden berjumlah 40 rumah tangga petani yang akan merepresentasikan hasil mengenai hal yang akan dianalisa korelasinya. Sedangkan informan akan dipilih secara purposive yaitu petani, ketua Gapoktan, ketua Poktan dan perangkat desa.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi, kuesioner, dan wawancara kepada responden dan informan di lokasi penelitian. Kuesioner telah diuji coba untuk mengetahui reliabilitas dari kuesioner tersebut. Maka diperoleh hasil reliabilitas Cronbach’s alpha sebesar 0.864.
Aturan dalam penentuan nilai alpha yaitu jika nilai alpa > 0.90, maka realibilitas sempurna; jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90, maka reliabilitas tinggi; jika nilai alpha 0.70 < alpha < 0.5, maka reliabilitas moderat; dan jika nilai alpha <0.5 maka reliabilitas rendah. Tabel hasil uji reliabililitas pada kuesioner penelitian ini menunjukkan angka 0.864 artinya kuesioner memiliki reliabilitas tinggi.
Adapun data sekunder diperoleh peneliti melalui studi literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder juga diperoleh dari pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti aparat pemerintah desa dan hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan unit analisa. Data sekunder yang diambil dari lembaga-lembaga tersebut adalah data yang berkaitan dengan tujuan penelitian, seperti monografi desa, demografi desa, nama kepala keluarga dan jumlah anggota keluarga yang dijadikan unit analisa, dan data-data terkait lainnya.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk mendukung dan memperkuat analisis kuantitatif. Data yang diperoleh melalui kuesioner diolah dengan menggunakan microsoft excel 2007
sebelum dimasukan ke perangkat lunak Statistical Package for the Social Science for windows (SPSS) versi 17. Berdasarkan ketentuan nilai korelasi Rank Spearman
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografi dan Demografi
Desa Krasak merupakan salah satu desa di wilayah Kabupaten Brebes. Desa Krasak terletak di bagian utara Kabupaten Brebes. Luas wilayah Desa Krasak adalah 167.17 Ha. Luas untuk lahan pertanian adalah 118.72 Ha sedangkan luas pemukiman Desa Krasak adalah 47.20 Ha. Kondisi tipologi Desa krasak adalah dataran rendah dan terdapat aliran sungai yang terletak di samping jalan utama. Untuk menyeberangi sungai tersebut tersedia 3 jembatan beton yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda dua dan beberapa jembatan yang bukan beton. Secara administratif, Desa Krasak terdiri dari tiga Rukun Warga (RW) dan 27 Rukun Tetangga (RT).
Wilayah Desa Krasak sebelah utara berbatasan dengan Desa Banjaranyar, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pemaron, sebelah timur berbatasan dengan Desa Lembarawa dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Wangandalem. Jarak dari Desa Krasak ke ibukota Kecamatan Brebes yaitu 5 km dengan akses jalan beraspal yang dapat ditempuh dengan angkutan umum. Panjang jalan beraspal yang berada di Desa Krasak adalah sepanjang 1 Km sedangkan jalan yang belum beraspal (jalan tanah) sepanjang 0.5 Km.
[image:43.595.157.471.476.707.2]Masyarakat Desa Krasak menyatakan bahwa kondisi tanah di Desa Krasak subur. Hal ini disebabkan karena komoditas sawah atau pertanian ditanam secara musiman dapat mengurangi hama yang ada pada saat komoditas tertentu ditanam. Desa Krasak merupakan desa pertanian sehingga dapat dinyatakan kalender musim pertaniannya (Gambar 2).
Musim tanaman atau komoditas padi berlangsung pada bulan Januari sampai awal April. Setelah panen padi, petani melakukan pengolahan tanah terlebih dahulu yaitu untuk menyiapkan bedengan untuk tanaman bawang merah. Musim tanaman atau komoditas bawang merah berlangsung pada akhir bulan April sampai akhir bulan Juni. Bulan Juli, Agustus hingga September adalah musim kering atau kemarau maka petani memilih menanam jagung atau pun tanaman hortikultura yang tahan akan kondisi kering. Pada bulan Oktober terdapat perayaan sedekah bumi oleh masyarakat Desa Krasak. Musim tanaman bawang merah selanjutnya berlangsung pada minggu ketiga dan keempat bulan Oktober sampai minggu pertama dan kedua bulan Desember.
Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Krasak menurut kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2014
Kelompok Umur Jenis Kelamin Total (jiwa) Persentase (%)
Laki-laki Perempuan
Jumlah (jiwa) Persentase (%) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
0-4 292 4.10 282 3.96 574 8.06
5 9 433 6.08 321 4.51 754 10.59
10 14 386 5.42 363 5.10 749 10.52
15-19 440 6.18 430 6.04 870 12.22
20-24 360 5.06 350 4.92 710 9.97
25-29 395 5.55 387 5.44 782 10.98
30-34 315 4.42 325 4.57 640 8.99
35-39 225 3.16 214 3.01 439 6.17
40-44 270 3.79 284 3.99 554 7.78
45-49 194 2.73 175 2.46 369 5.18
50-54 105 1.47 107 1.50 212 2.98
55-59 77 1.08 84 1.18 161 2.26
60-64 72 1.01 61 0.86 133 1.87
65-69 63 0.88 56 0.79 119 1.67
70 35 0.49 18 0.25 53 0.74
Total 3 662 51.44 3 457 48.58 7 119 100.00
Sumber: Profil Desa Krasak 2014 (diolah)
Tabel 3 menunjukkan jumlah penduduk Desa Krasak menurut kelompok umur. Dapat dilihat dari tabel tersebut bahwa jumlah penduduk yang berada pada usia produktif antara 15 tahun sampai 64 tahun tergolong besar yaitu 4 870 jiwa, sedangkan jumlah penduduk usia non produktif sebesar 2 249 jiwa. Dapat diketahui dari hal tersebut bahwa penduduk usia produktif di Desa Krasa lebih banyak dari pada penduduk usia non produktif. Penduduk usia produktif dapat berpotensi sebagai modal dasar bagi pembangunan.
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Pendidikan
Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Krasak menurut tingkat pendidikan Tahun 2014
Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
Tidak tamat SD/Sederajat 350 8.58
Tamat SD/sederat 3 100 75.96
Tamat SLTP/sederajat 310 7.60
Tamat SLTA/sederajat 101 2.47
Tamat Diploma 153 3.75
Tamat Perguruan Tinggi S1 65 1.59
Tamat Perguruan Tinggi S2 2 0.05
Tamat Perguruan Tinggi S3 0 0
Total 4 081 100.00
Sumber: Profil Desa Krasak 2014 (diolah)
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dengan jumlah penduduk tertinggi adalah pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Jumlah penduduk yang tamat SD pada tahun 2014 adalah 3 100 jiwa. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan formal di Desa Krasak masih rendah yakni dengan 75.96 persen penduduknya pada tingkat pendidikan SD dan 8.58 persen tidak tamat SD. Program Wajib Belajar oleh pemerintah hanya dapat dicapai oleh 15,46 warga dan hanya 5.39 persen saja dari total penduduk Desa Krasak yang memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi. Adanya perubahan minat masyarakat untuk memberikan pendidkan tinggi kepada anak belum cukup untuk membuat anak mendapatkan pendidikan tinggi. Kondisi keuangan keluarga dan biaya pendidikan yang mahal adalah kondisi yang dihadapi keluarga pertanian di Desa Krasak. Pendapatan keluarga petani yang tidak menentu mengakibatkan ketidakpastian keluarga untuk dapat memberikan pendidikan tinggi bagi anak. Namun demikian menurut hasil wawancara terhadap informan yaitu Kepala Desa, tingkat pendidikan di Desa Krasak pada masing-masing jenjang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya walaupun bukan pada jenjang pendidikan tinggi atau perguruan tinggi. Berikut wawancara dengan informan.
[image:46.595.83.482.127.296.2]Meningkatnya jenjang pendidikan pada anak di Desa Krasak dikarenakan masyarakat telah tersosialisasi oleh pentingnya pendidikan dan berubahnya minat dan pandangan orang tua. Jika pada generasi para petani sebelumnya orang tua berpandangan bahwa tidak perlu sekolah tinggi karena anak akan meneruskan usaha pertanian orang tua maka pada generasi petani sekarang, petani cenderung menginginkan perubahan kesejahteraan keluarganya melalui tingkat pendidikan anaknya yang tinggi .
Pemerintah desa telah berupaya dalam meningkatkan minat para orang tua akan pendidikan ananknya yakni dengan pembangunan kembali Sekolah Dasar Negeri 02 Krasak dengan fasilitas yang memadai. Hal tersebut membuat warga desa tidak ragu untuk memberikan pendidikan dasar untuk anak-anaknya. Selain pendidikan formal di Desa Krasak terdapat sarana pendidikan non formal. Pendidikan non formal dilaksanakan dalam bentuk pengajian. Pelaksanaan pengajian yang dimaksud adalah kegiatan belajar mengajar mengaji untuk anak-anak. Pelaksanaan atau tempat belajar mengajar tersebut di rumah salah satu tokoh agama atau yang disebut dengan Ustad. Pengajian tersebut dilaksanakan setiap hari untuk anak-anak usia 7-20 tahun. Pendidikan non formal tersebut dapat menunjang kuatnya norma agama dan menjadikan anak sebagai pribadi yang baik.
Mata Pencaharian
[image:47.595.111.514.550.644.2]Mata pencaharian penduduk di Desa Krasak adalah sebagian besar di sektor pertanian. Hal ini didukung data bahwa pemanfaatan lahan terluas yakni kurang lebih 118.72 ha adalah untuk lahan persawahan. Selain itu dengan kondisi tingkat pendidikan di Desa Krasak yang tergolong rendah maka sebagian besar penduduk tidak dapat memiliki pekerjaan di sektor formal. Potensi yang ada pada Desa Krasak adalah lahan yang luas dan subur, hal itu dapat dimanfaatkan penduduk untuk bertani. Keluarga petani di Desa Krasak terbagi menjadi dua jenis yaitu keluarga yang seluruh anggota keluarga menjadi petani dan keluarga yang anggota keluarganya ada yang menjadi buruh tani (terdapat anggota keluarga yang bekerja di sektor lain) (Tabel 5).
Tabel 5 Jumlah dan persentase keluarga pertanian Desa Krasak tahun 2014
Kategori Jumlah (keluarga) Persentase (%)
Keluarga pertanian 624 29.52
Keluarga yang anggotanya terdapat buruh tani
1 490 70.48
Total 2 114 100.00
Sumber: Profil Desa Krasak 2014
penguasaan lahan yakni 29.52 persen. Buruh tani di Desa Krasak disebut sebagai petani klutuk yaitu pekerja yang membantu pengolahan tanah, perawatan tanaman, pemanenan hingga pengangkutan saat penjulan hasil panen. Petani yang mempekerjakan buruh tani juga ikut bekerja di lahan atau memantau para buruh tani. Tidak semua petani yang memiliki hak penguasaan lahan di Desa Krasak menggunakan jasa buruh tani, karena lahan yang mereka kuasai tidak terlalu luas sehingga kegiatan pertanian masih dapat dikerjakan oleh petani tersebut dan keluarganya. Sebagian besar petani tidak memiliki penguasaan lahan yang luas (Tabel 6).
Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan luas penguasaan lahan Pertanian Tahun 2014
Luas lahan (ha) Jumlah (jiwa) Persetase (%)
0.1 - 0.5 425 40.25
0.51 - 1 614 58.14
1.1 - 5 12 1.14
5.1- 10 3 0.28
> 10 2 0.19
Jumlah total penduduk 1 056 100.00
Sumber: Profil Desa Krasak 2014 (diolah)
Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 1 506 warga yang memiliki hak penguasaan lahan pertanian. Akses lahan pertanian di Desa Krasak dapat berupa penyewaan lahan, kepemilikan pribadi dan hak waris yang dibagi diantara saudara untuk digarap. Sebesar 58.14 persen petani di Desa Krasak hanya menguasai lahan seluas 0.51 ha sampai dengan 1 ha. Kemudian terdapat sebesar 40.25 persen petani di Desa Krasak yang hanya menguasai lahan pertanian seluas 0.1 sampai 0.5. Sedangkan jumlah petani yang menguasai lahan lebih dari 5 ha hanya berjumlah 5 orang (0.47 persen) dari total 1 056 petani yang memiliki hak penguasaan lahan dari total petani. Dari data tersebut dapat diketahui mayoritas petani Desa Krasak merupakan petani kecil.
Petani maupun buruh tani harus memanfaatkan seluruh potensi yang ada di komunitas. Potensi tersebut dapat berupa potensi sosial maupun potensi alam. Potensi sosial dapat berupa modal sosial. Jika petani di Desa Krasak hanya memanfaatkan moda produksi dalam usaha pertaniannya, maka petani kecil akan memperoleh hasil yang tidak maksimal dalam pertanian. Potensi sosial yaitu modal sosial dapat