• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Matapelajaran Biologi Di Kelas XI IPA Man 2 Model Palu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Matapelajaran Biologi Di Kelas XI IPA Man 2 Model Palu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

57

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN GAYA

KOGNITIF TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA

MATAPELAJARAN BIOLOGI DI KELAS XI IPA MAN 2 MODEL PALU

Atipa Nur1, I Nengah Kundera dan Lilies N. Tangge2 Atipanur8@gmail.com

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Tadulako

2

Dosen Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Tadulako Abstract

This study was based on learning paradigm which are students centered. Impediment on the implementation of learning model which guided students to be actively searching and finding the concept during learning at MAN 2 Model Palu has become the main grounds to this study. This study was aimed to analyze the influence of the inquiry learning model toward students’ learning achievement, difference on students’ learning achievement between the students whose cognitive style were field independent and those who were field dependent, as well as the interaction between learning model and cognitive style on Biology subject of the XI grade Science Program at MAN 2 Model Palu. The method was the quasi-experiment with the implementation of the 2 x 2 factorial designs. The population was comprised of 150 students, clustered into four classes, whereas the sample was selected through the assignment of random sampling technique, thus two classes with 48 stiudents were selected..The data collected in this study was the post-test result score analyzed by the two-way ANNOVA technique. The result proved that: there was an influence of inquiry learning model toward students’ learning achievement and there was a difference on learning achievement between students with field independent cognitive style and field dependent cognitive style, however, there was no existence of interaction between learning model and cognitive style toward students’ learning achievement.

Keywords: Inquiry learning model, cognitive style, Biology learning achievement. Mata pelajaran biologi merupakan salah

satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat besar pengaruhnya dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Biologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Permendiknas RI No. 41

(2007) menyebutkan bahwa proses

pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta

didik. Apabila dicermati apa yang

dikemukakan dalam Permen tersebut

menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam

pembelajaran merupakan suatu keharusan. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa. Pernyataan tersebut didukung oleh Dahar (2011) yang menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan

eksprimen-eksprimen yang mengizinkan

mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu

sendiri. Namun kenyataannya, dalam

implementasi masih banyak kegiatan

pembelajaran yang mengabaikan aktivitas siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, di MAN 2 Model Palu, pembelajaran pada umumnya kurang memperhatikan keaktifan siswa. Hal ini disebabkan guru masih

(2)

menggunakan pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) yaitu model pembelajaran yang bersifat konvensional dalam hal ini adalah pembelajaran langsung yang didominasi dengan metode ceramah, indikasinya adalah guru lebih banyak

memberikan pengajaran yang bersifat

instruksi (perintah), sementara siswa hanya berperan sebagai objek belajar yang pasif, di mana siswa hanya sekedar diberi informasi tentang konsep-konsep, dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan kegiatan-kegiatan penyelidikan sehingga mereka kurang mampu menemukan sendiri

konsep-konsep tersebut dan tidak

memperhatikan karakter siswa. Hal ini berakibat pada nilai hasil belajar yang rendah.

Reta (2012) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik siswa yang harus

dipertimbangkan dalam memilih dan

menerapkan suatu model pembelajaran dan pencapaian hasil belajar adalah perbedaan gaya kognitif siswa. Gaya kognitif sangat berhubungan dengan cara dan sikap siswa dalam belajar yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam pembelajaran, pendidik dituntut untuk dapat menilai tipe gaya kognitif siswa, kemudian memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan perbedaan gaya kognitif siswa tersebut.

Berdasarkan kesenjangan harapan dan kenyataan yang telah diuraikan dalam

paragraf-paragraf sebelumnya, maka

diperlukan pergeseran paradigma dalam pembelajaran biologi di MAN 2 Model Palu, yaitu: pembelajaran berpusat kepada guru menjadi pembelajaran berpusat kepada siswa.

Untuk mencapai hal tersebut maka

dibutuhkan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

Trna (2012) mengemukakan bahwa perlu untuk mencari metode pengajaran yang

inovatif/ pembelajaran yang akan

menyebabkan pendidikan sains lebih efektif dan peningkatan motivasi belajar siswa untuk

ilmu pengetahuan. Metode pengajaran

tersebut meliputi ilmu pendidikan berbasis penyelidikan (inquiry). Lebih lanjut dijelaskan bahwa siswa dalam pelajaran IBSE (Inquiry-Based Science Education) didorong untuk dapat memecahkan masalah secara mandiri dan kompeten. Selain itu, kegiatan penyelidikan memberikan konteks berharga bagi peserta didik untuk memperoleh, mengklarifikasi, dan menerapkan pemahaman tentang konsep-konsep sains.

Senada dengan pendapat Nugroho, dkk. (2012) yang mengemukakan bahwa salah

satu model pembelajaran yang

mengedepankan siswa aktif adalah model

pembelajaran inkuiri. Pada model

pembelajaran ini siswa benar-benar

ditempatkan sebagai subjek yang belajar, dan guru berperanan sebagai pembimbing dan fasilitator. Dengan demikian siswa senantiasa berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk mencari dan menemukan konsep. Ini tergambar dalam lima tahapannya yang terdiri

dari (1) menyampaikan masalah; (2)

mengumpulkan data dan verifikasi; (3) mengumpulkan data dan eksperimen; (4) merumuskan penjelasan dan (5) menganalisa proses inkuiri(Uno, 2007).

Proses tahapan tersebut

menggambarkan bahwa para siswa didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan. Oleh karena itu model pembelajaran inkuiri dapat melatih

siswa mengemukakan pendapat dan

menemukan sendiri pengetahuan yang

berguna untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dan mengetahui gaya kognitif siswa, guru dapat memaksimalkan potensi yang ada pada diri siswa dan memberikan pembelajaran sesuai dengan gaya kognitif untuk meningkatkan hasil belajar.

Berdasarkan uraian tersebut, telah

dilakukan penelitian pengaruh model

pembelajaran inkuiri dan gaya kognitif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi di kelas XI IPA MAN 2

(3)

METODE

Penelitian ini dirancang dengan

menggunakan eksperimen semu (quasi

eksperimen), dengan desain faktorial 2 x 2. Variabel bebas adalah model pembelajaran, variabel terikat adalah hasil belajar dan variabel moderator adalah gaya kognitif.

Desain penelitian adalah Pretest-Postest control group design. Populasi dalam penelitian adalah semua kelas XI IPA yang berjumlah 108 orang yang terdistribusi dalam empat kelas. Sampel diambil secara random

sejumlah dua kelas yaitu kelas eksperimen dengan model pembelajaran inkuiri dan kelas kontrol dengan model pembelajaran langsung. Data diperoleh dari pre-test, tes gaya kognitif dan pos-test hasil belajar siswa. Teknik pengambilan data menggunakan instrumen tes hasil belajar dan tes gaya kognitif. Instrumen hasil belajar terlebih dahulu divalidasi, diuji reliabilitas, kemudian diuji coba. Instrumen tes gaya kognitif adalah

Group Embedded Figures Test (GEFT), yang

dikembangkan oleh Witkin, dkk (1977). Hipotesis yang telah dirumuskan diuji dengan menggunakan analisis varian dua jalur (two way anava) dan t-test . Sebelum pengujian hipotesis dilakukan terlebih dahulu pengujian normalitas data dengan Kolmogorof-Smirnov

dan pengujian homogenitas dengan

menggunakan uji Levene test. Pengolahan data dan analisis data dalam proses

perhitungannya dilakukan dengan

menggunakan alat bantu komputer program statistik SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pada penelitian ini deskripsi data gaya kognitif diperoleh dari pemberian tes gaya

kognitif dengan menggunakan Group

Embedded Figures Test (GEFT). Deskripsi data gaya kognitif siswa disajikan pada Tabel berikut:

Tabel Deskripsi Data Gaya Kognitif Siswa

Gaya Kognitif Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol N Mean N Mean FD 12 7,08 11 7,09

FI 12 12,67 13 12,46 Jumlah 24 24

Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel deskripsi data gaya kognitif siswa menunjukkan bahwa deskripsi data gaya kognitif siswa untuk kedua kelompok relatif seimbang.

Deskripsi data pretest diperoleh dari pengolahan skor pretest sedangkan deskripsi data hasil belajar diperoleh dari pengolahan skor postest.

Berdasarkan output SPSS, menunjukkan bahwa: (1) Data pretest kedua kelompok memiliki kemampuan awal yang sama. (2) Data postest kelompok ekperimen dan kelompok kontol berbeda. Kelompok

ekperimen dengan model pembelajaran

inkuiri memiliki hasil postest yang lebih

tinggi dengan mean 23,83 dibanding

kelompok kontrol dengan model

pembelajaran langsung yaitu 21,96. (3) Data

postest berdasarkan gaya kognitif berbeda. Kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FI memiliki hasil postest yang lebih tinggi dengan mean 25,32 dibanding kelompok siswa yang memiliki gaya kognitif FD yaitu 20,26.

Grafik yang menjelaskan distribusi frekuensi hasil belajar berdasarkan model pembelajaran disajikan pada Gambar 1.

(4)

Gambar 1 Grafik Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan

bahwa skor hasil belajar siswa yang

mengikuti model pembelajaran inkuiri

memperoleh frekuensi terbesar pada titik tengah interval 23 dengan frekuensi 9 (37,5%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor perolehan siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung dimana frekuensi terbesar hanya mencapai titik tengah interval 22 dengan frekuensi 8

(33,3%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung.

Grafik yang menjelaskan distribusi frekuensi hasil belajar berdasarkan gaya kognitif disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Gaya Kognitif Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan

bahwa skor hasil belajar siswa kelompok FI memperoleh frekuensi terbesar pada titik tengah interval 25 dengan frekuensi 12 (46,2%) dan titik interval tertinggi yaitu 28 dengan frekuensi 7 (26,9%) lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor perolehan siswa kelompok FD, dimana frekuensi terbesar hanya mencapai titik tengah interval 19 dengan frekuensi 10 (43,5%), dan titik interval tertinggi yaitu 25 dengan frekuensi 3 (13,0%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa yang memiliki gaya kognitif FD.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis varians dua jalur dengan kriteria pengujian hipotesis, diperoleh nilai signifikansi model pembelajaran adalah 0,001. Signifikansi <

0,05 berarti hipotesis diterima. Artinya hasil belajar antara kelompok eksperimen dengan model pembelajaran inkuiri dan kelompok kontrol dengan model pembelajaran langsung berbeda nyata. Dari hasil pengujian disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis varians dua jalur dengan kriteria pengujian hipotesis, diperoleh nilai signifikansi gaya kognitif adalah 0,000. Signifikansi < 0,05 berarti hipotesis diterima. Dari hasil pengujian disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang memiliki gaya kognitif field independent (FI) dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent

(FD). 0 5 10 16 17 19 20 22 23 25 26 28 29 F re ku e n si

Titik Tengah Interval Kelas

Skor hasil belajar pembelajaran langsung Skor hasil belajar pembelajaran inkuiri 0 5 10 15 16 19 22 22 25 25 28 Fr e ku e n si

Titik Tengah Interval Kelas

HasilL Belajar GK FD Hasil Belajar GK FI

(5)

Berdasarkan hasil perhitungan analisis varians dua jalur dengan kriteria pengujian hipotesis, diperoleh nilai signifikansi interaksi model pembelajaran dan gaya kognitif adalah 0,413. Signifikansi > 0,05 berarti hipotesis ditolak. Dari hasil pengujian disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap hasil belajar siswa.

Pembahasan

Berdasarkan analisa data penelitian dan pengujian hipotesis sebagaimana diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa variabel bebas (model pembelajaran) memberikan pengaruh terhadap variabel terikat (hasil belajar siswa). Demikian pula untuk variabel

moderator (gaya kognitif) memberikan

pengaruh terhadap variabel terikat (hasil belajar siswa). Namun tidak ada interaksi antara variabel bebas (model pembelajaran) dan variabel moderator (gaya kognitif) terhadap variabel terikat (hasil belajar siswa).

Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa

Hasil analisis data dan pengujian hipotesis variabel bebas (model pembelajaran) terhadap variabel terikat (hasil belajar siswa), menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri dan pembelajaran langsung berbeda secara signifikan dalam pencapaian hasil belajar. Hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung.

Perbedaan hasil belajar dalam penelitian ini disebabkan karena model pembelajaran inkuiri memberikan pengalaman-pengalaman belajar melalui penemuan-penemuan yang

memberikan pengaruh pada penemuan

konsep. Model pembelajaran inkuiri

melibatkan siswa secara langsung, dengan melibatkan siswa secara langsung dalam

proses pembelajaran maka akan

mengoptimalkan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencari dan

menemukan suatu konsep pada suatu materi pelajaran. Penjelasan ini didukung oleh pendapat Sanjaya (2013) yang menyatakan

bahwa model pembelajaran inkuiri

menekankan aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya model pembelajarn inkuiri menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri terbimbing nampak lebih aktif berusaha untuk mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang

dihadapi. Keterlibatan siswa dalam

pembelajaran dapat nampak dari setiap tahapan model pembelajaran inkuiri.

Kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung, memiliki nilai rata-rata lebih rendah dibanding dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran langsung berorientasi kepada guru. Guru memegang peranan yang dominan dan siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Guru menganggap siswa sebagai obyek yang selalu siap untuk menerima segala instruksi dari guru. Sehingga guru cenderung mentransfer semua pengetahuan

mereka kepada siswa tanpa memberi

kesempatan kepada siswa untuk

mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, yaitu dengan memberi kesempatan untuk menemukan dan menggali sendiri materi

pelajaran. Dalam penyelenggaraan

pembelajaran siswa dijadikan sebagai

penerima yang pasif dan hanya menghafal tanpa belajar untuk berpikir. Sehingga pengajaran bukanlah untuk menanamkan konsep tetapi lebih mengarah pada hafalan dan mengingat fakta-fakta.

Hasil penelitian ini memberikan

petunjuk bahwa model pembelajaran inkuiri

terbimbing memiliki keunggulan

dibandingkan dengan model pembelajaran langsung dalam hal meningkatkan hasil belajar siswa dan temuan ini memberikan

implikasi perlunya penerapan model

(6)

oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Asma (2013) yang menemukan bahwa model pembelajaran inkuiri lebih unggul daripada

model pembelajaran langsung dalam

mempengaruhi hasil belajar siswa. Nugroho (2012), Anggareni (2013) Nurochma dkk (2013) dan Rukmana (2013) serta Sutama (2014), dimana dalam penelitian mereka menemukan bahwa pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa yang ditunjukkan lewat perbedaan hasil belajar siswa.

Pengaruh Gaya Kognitif terhadap Hasil Belajar Siswa

Hasil analisis data dan pengujian

hipotesis dapat diketahui bahwa ada

perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang memiliki gaya kognitif FI dengan siswa yang memiliki gaya kognitif FD. Artinya siswa yang memiliki gaya kognitif FI memberikan hasil belajar yang lebih baik, yaitu lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya kognitif FD.

Perbedaan hasil belajar dalam penelitian ini disebabkan karena setiap individu mempunyai karateristik yang berbeda-beda dalam menerima imformasi. Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa perbedaan gaya kognitif berimplikasi pada perbedaan individu

dalam menerima, mengingat,

mengorganisasikan, memproses, memikirkan, dan memecahkan masalah. Diperkuat oleh pendapat Uno (2010) yang menyatakan bahwa sebagai karakteristik perilaku, karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif yang sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama, apalagi individu yang memiliki gaya kognitif yang berbeda, kecenderungan perbedaan kemampuan yang dimilikinya lebih besar. Gaya kognitif telah dilaporkan menjadi salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi siswa pada berbagai mata pelajaran di sekolah (Altun, A., & Cakan, M, 2006).

Implikasi dari karakter yang dimiliki

oleh siswa nampak selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. Siswa yang

memiliki gaya kognitif field independent (FI) nampak lebih tekun belajar, bekerja keras, berusaha semaksimal mungkin, dan tidak membuang-buang waktu karena mereka merasa tertantang untuk mencapai prestasi lebih tinggi. Siswa yang memiliki gaya kognitif field independent lebih cenderung pada hal-hal yang memerlukan analisis, dan mampu mengorganiskan informasi secara

mandiri dalam menyelesaikan masalah

dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. Hal ini diperkuat oleh landasan teori bahwa seseorang yang memiliki gaya kognitif field independent lebih menyukai bidang-bidang

yang membutuhkan

keterampilan-keterampilan analitis seperti matematika, fisika, biologi, teknik serta aktivitas-aktivitas mekanik (Slameto, 2010).

Berdasarkan motivasi intrinsik dan kemandirian yang dimiliki oleh siswa FI,

maka mereka mampu mengorganisir

pengetahuan sendiri atau merestrukturisasi

kognitif sehingga mereka dapat

menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Interaksi formal dengan guru hanya dilakukan untuk mengerjakan tugas, lebih suka bekerja sendiri dan berkompetisi. Hal ini nampak ketika guru melemparkan pertanyaan mereka antusias menjawab dan ketika diberikan tugas-tugas yang kompleks dan bersifat analitis cenderung mereka melaksanakan dan menyelesaikan dengan baik dan ketika jawaban mereka kurang sempurna mereka berusaha maksimal memproses imformasi dengan lebih baik lagi. Hal ini sesuai dengan landasan teori konstruktivistik bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, Piaget dalam (Sanjaya, 2013).

Sebaliknya implikasi dari karakter siswa yang field dependent (FD) pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung adalah

(7)

cenderung menerima materi apa adanya, agak sulit menghubungkan konsep-konsep dalam materi dengan pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Karena kurang mampu dalam menganalisis dan mengorganiskan informasi secara mandiri, maka mereka lebih suka mendapatkan petunjuk guru atau organisasi materi yang disiapkan oleh guru, serta lebih suka bekerja sama dengan teman-temannya dari pada bekerja sendiri. Mereka akan lebih baik bekerja sama dengan orang lain dalam situasi organisasi yang terstruktur dengan baik. Sesuai dengan pendapat Reta (2012) dalam penelitiannya bahwa field dependent

cenderung memandang suatu pola sebagai keseluruhan dan kerap lebih berorientasi pada sesama manusia dan hubungan sosial. Selain itu, siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent mudah mengingat informasi yang berkaiatan dengan hubungan sosial, tetapi sulit mengolah materi pelajaran yang tidak terstruktur.

Berdasarkan motivasi ekstrinsik dan tingkat kemandirian yang dimiliki oleh siswa

field dependent, maka mereka mengalami

kesulitan dalam mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri, hal ini nampak ketika mengemukakan pendapat berdasarkan

persepsinya sendiri tentang masalah

konstektual. Olehnya itu mereka lebih

cendrung berinteraksi dengan

teman-temannya untuk bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Pembelajaran biologi merupakan salah

satu bidang sains yang membutuhkan

keterampilan analitis, sebaliknya siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent kurang

mampu dalam menganalisis dan

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, mereka menerima imformasi apa adanya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran biologi mereka menunjukkan hasil belajar yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan landasan teori konstruktivistik bahwa pengetahuan yang

hanya diperoleh melalui proses

pemberitahuan tidak akan menjadi

pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan

tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan, Piaget dalam (Sanjaya, 2013).

Temuan dalam penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kasim, A (2014) menemukan bahwa pebelajar yang memiliki gaya kognitif FI memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pebelajar yang memiliki gaya kognitif FD. Zainuddin (2002) dan Rufi’i (2012) menemukan bahwa siswa yang memiliki gaya kognitif field independent (FI) lebih tinggi perolehan belajarnya dibandingkan dengan siswa gaya kognitif field dependent (FD). Moertiningsih (2012) dan Arvianto dkk (2013) menemukan bahwa siswa dengan gaya kognitif field independent mempunyai prestasi lebih baik daripada siswa dengan gaya kognitif field dependent.

Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian-penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang memiliki gaya kognitif field independent dengan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent.

Pengaruh Model Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap Hasil Belajar siswa.

Berdasarkan hasil analisis dan

pengujian hipotesis dapat diketahui bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan gaya kognitif terhadap hasil belajar, hal ini ditunjukkan dari hasil uji Anova dengan nilai signifikansi 0,413 > 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran dan gaya kognitif secara bersama-sama tidak memberikan konstribusi terhadap hasil belajar siswa,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran memberikan dampak tersendiri terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran inkuiri, yaitu memperoleh hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

(8)

mengikuti model pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena hasil belajar siswa berkaitan dengan proses yang dialami siswa

dalam menerima informasi. Semakin

bermakna proses yang dialami siswa maka semakin baik hasilnya, sehingga model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang kuat terhadap hasil belajar.

Keunggulan model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar khususnya materi sistem pernapasan relevan dengan karakter materi pembelajaran yang sifatnya memerlukan pengalaman langsung untuk memahami konsep dan kemampuan berfikir analitis. Hal ini diperkuat oleh landasan teori yang menyatakan bahwa model pembelajaran

inkuiri adalah rangkaian kegiatan

pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2013).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa gaya kognitif memberikan dampak tersendiri terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang memiliki gaya kognitif FI, memperoleh hasil yang lebih baik dibanding siswa FD baik pada model pembelajaran inkuiri maupun pada model pembelajaran langsung. Hal ini memberikan indikasi bahwa tidak ada pengaruh interaksi antar model pembelajaran dan gaya kognitif siswa. Hal ini disebabkan karena siswa yang memiliki gaya kognitif FI lebih percaya diri dalam bekerja, motivasi muncul dari dalam dirinya, memiliki keinginan yang kuat untuk menkonstruksi pengetahuannya sendiri, dengan mengenali akan kemampuan yang dimilikinya sehingga mereka cenderung untuk bekerja sendiri tanpa tergantung kepada orang lain.

Didukung oleh pendapat Changju Shi (2011) yang menyatakan bahwa setiap preferensi gaya menawarkan kekuatan yang signifikan dalam belajar dan bekerja. Akibatnya, jika siswa dapat mengenali kekuatan mereka, mereka dapat mengambil

keuntungan dari cara mereka belajar terbaik. Selain itu, dengan menyadari daerah gaya yang mereka tidak menggunakan, maka mereka akan mengembangkannya, sehingga siswa dapat meningkatkan belajar dan daya kerjanya. Ciri tersebut didapatkan pada siswa

yang memiliki gaya kognitif field

independent.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh pendapat Rahardjo (2010) dalam Kasim, A (2014) yang menyatakan bahwa dalam suatu analisis varian faktorial, jika variabel bebas

dan variabel moderator masing-masing

diduga kuat memberikan pengaruh terhadap variabel terikat, maka pengaruh interaksi antara variabel bebas dan variabel moderator terhadap variabel terikat, diharapkan lemah atau tidak signifikan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ratumanan (2003) dan Arvianto dkk (2013) yang menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap hasil/ prestasi belajar siswa. Kasim, A (2014) menemukan bahwa tidak terdapat interaksi antara strategi dengan gaya kognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian dari berbagai teori dan hasil-hasil penelitian yang mendukung penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan gaya kognitif terhadap hasil belajar siswa khususnya materi sistem pernapasan, karena karakter pembelajaran inkuiri sangat sesuai dengan karakter tuntutan materi pembelajaran sehingga memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap hasil belajar tanpa dipengaruhi oleh gaya kognitif siswa.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi di

(9)

kelas XI IPA MAN 2 Model Palu. Hasil

belajar siswa pada kelompok yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri lebih tinggi dari pada kelompok yang diajar dengan model pembelajaran langsung. (2) Ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang memiliki gaya kognitif field independent

dan siswa yang memiliki gaya field

dependent. Siswa yang memiliki gaya kognitif field independent lebih tinggi hasil belajarnya dari pada siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent. (3) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran inkuiri dan gaya kognitif terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi di kelas XI IPA MAN 2 Model Palu. Hal ini mengindikasikan bahwa antara model pembelajaran dan gaya kognitif bekerja secara sendiri-sendiri terhadap hasil belajar siswa.

Rekomendasi

Saran bagi guru dan peneliti lain yang disampaikan dalam penulisan ini adalah perlu menerapkan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran biologi, khususnya pada materi sistem pernapasan dan hendaknya guru membiasakan siswa untuk mandiri dalam menemukan konsep dengan menerapkan model-model pembelajaran yang merangsang

mereka untuk mengkonstruksi

pengetahuannya serta memperhatikan

perbedaan gaya kognitif siswa yaitu gaya kognitif field independent dan field dependent

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan penuh keikhlasan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Taufik, S.Ag M.Ag Kepala MAN 2 Model Palu, Bapak Ridwan, S.Ag. Kepala Tata Usaha dan Rekan profesi MAN 2 Model Palu yang senantiasa memberikan motivasi dan doa kepada penulis untuk penyusunan artikel ini untuk layak dipublikasikan.

DAFTAR RUJUKAN

Altun, A., & Cakan, M. 2006. Undergraduate

Students’ Academic Achievement, Field

Dependent/Independent Cognitive

Styles and Attitude toward Computers.

Educational Technology & Society, 9 (1): 289-297.

Anggareni N. W., Ristiati N. P., Widiyanti N. L. P. M. 2013. Implementasi Strategi

Pembelajaran Inkuiri Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis dan

Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA.Vol.3.

Arvianto, I. R., Mardiyana, dan Usodo, B.

2013. Eksperimentasi Model

Pembelajaran Kooperatif TGT Berbasis Assesment For Learning (AfL) Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika,

1(7): 672-681.

Asma, 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa kelas X SMA Negeri 1 Tinombo. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Tadulako:

Program Studi Pendidikan Sains,

Program Pascasarjana.

Changju Shi 2011A Study of the Relationship between Cognitive Styles and Learning Strategies. Higher Education Studies,

1(1)

Dahar, R. W. 2011. Teori-tori Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Kasim, A. 2014. Pengaruh Strategi

Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Ekologi dengan Gaya Kognitif Berbeda. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Studi Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

(10)

Moertiningsih E.P.U. 2011. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Yang Dimodifikasi Ditinau dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Grobogan. Tesis

tidak diterbitkan. Surakarta: Program

Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Nugroho S., Suparmi, Sarwanto. 2012.

Pembelajaran IPA Dengan Metode

Inkuiri Terbimbing Menggunakan

Laboratorium Riil Dan Virtuil Ditinjau Dari Kemampuan Memori Dan Gaya Belajar Siswa. Jurnal Inkuiri,1 (3): 235-244.

Nurochma, R., Maridi, dan Ariyanto, J. 2013.

Pengaruh Penggunaan Strategi

Pembelajaran Guided Inquiry Terhadap Hasil Belajar Biologi Ranah Kognitif Ditinjau dari gaya Gaya Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Jaten Tahun

Pelajaran 2011/2012. Pendidikan

Biologi, 5(1): 34-48

Pathway. 2011. The Pathway to Inquiry Based Science Teaching. D2.1 The Features of Inquiry Learning: theory, research and practice.

Ratumanan. 2003. Pengaruh Model

Pembelajaran dan Gaya Kognitif

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SLTP di Kota Ambon. Jurnal Pendidikan Dasar, 5(1):1-10.

Reta. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. SMA Negeri 1 Gianyar. Artikel Program Studi Pendidikan IPA Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha.

Rufi’i. 2011. Dampak Gaya Kognitif

Terhadap Perolehan Belajar konsep Statistika. Jurnal wahana, Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Universitas PGRI Adi Buana, 57 (2): 88-96.

Rukmana, H. G. T., Suciati,. Indrowati, M. 2013. Penerapan Model Pembelajaran

Guided Inquiry Disertai Teknik

Roundhouse Untuk meningkatkan

Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa kelas XI-IPA III SMA Negeri 1

Teras Boyolali Tahun Ajaran

2011/2012. Pendidikan Biologi, 5(1): 26-33

Sanjaya, W. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutama, I. N., Arnyana, I. B. P., Swasta, I. B. J. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Kinerja Ilmiah pada Pelajaran Biologi Kelas XI IPA. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan IPA. e-Journal Program Pascasarjana, Vol.4 Trna. 2012. Implementation of Inquiry- Based

Science Education In Science Teacher Training. Journal of Educational and Instructional Studies in the World. Czech Republik: Masaryk University, 2 (23): 199-209.

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara

Uno, Hamzah B. 2010. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Witkin, H. A., C. A., Moore, Goodenough., and P. W. Cox. 1977. Field Dependent and Field Independent Cognitive Styles and Their educational Implications.

Review of Educational Research.

Winter, 47 (1): 1 – 64.

Zainuddin. 2002. Studi Tentang Penerapan Belajar Kooperatif Model STAD dengan Konsentrasi Gaya Kognitif FI dan FD Siswa Pada Pembelajaran Fungsi di Kelas II Madrasah Aliyah Negeri I Palu. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Gambar

Grafik  yang  menjelaskan  distribusi  frekuensi  hasil  belajar  berdasarkan  gaya  kognitif disajikan pada Gambar 2

Referensi

Dokumen terkait

Pabrik etilene oksida dibuat dengan cara mereaksikan etene dan udara, dengan katalis Ag2O di dalam reaktor fixed bed multi tubular yang beroperasi pada suhu 250 o C dan

Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana kemampuan metakognitif yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP dalam menyelesaikan soal-soal

Oleh itu penyelidik cuba menggunakan teknik tersebut dalam penyelidikan ini bagi pengesanan gaya pembelajaran secara otomatik bukan melalui soal selidik seperti mana yang

Berdasarkan temuan penelitian tentang konsep diri mahasiswa Prodi PG-PAUD yang dikelompokan menjadi empat aspek, yaitu (1) aspek bersikap objektif terhadap diri sendiri

Pada gambar 5 menunjukkan bahwa seberapa penting ketersedian laboratorium entrepreneurship center dikaitkan dengan rata-rata jumlah kelas yang diampu dalam

Dari grafik kuat medan listrik di bawah saluran transmisi untuk ketinggian titik uji yang bervariasi seperti yang digambarkan pada Lampiran C, dapat diperoleh data seperti pada

Muda dengan menggunakan teori proses suksesi Seven-Pointed Star Model yang dikemukakan oleh Rothwell (2010). Mendeskripsikan secara rinci indikator-indikator dari

Implementasi dalam Mengukur Analisis Kualitas Pelayanan Kepada Masyarakat Di Kota Lhokseumawe, akan lebih baik sistem ini dicoba dengan menggunakan metode yang