PENGUKURAN VARIABEL (OPERASIONALISASI KONSEP)
DAN PROSES PENGUKURAN VARIABEL
Operasionalisasi variabel merupakan suatu langkah penelitian, dimana peneliti menurunkan variabel penelitian ke dalam konsep yang memuat indikator-indikator yang lebih rinci dan dapat diukur. Fungsi operasionalisasi variabel ini adalah mempermudah peneliti dalam melakukan pengukuran. Ukuran baik tidaknya kerangka operasional, sangat ditentukan oleh seberapa tepat dimensi-dimensi yang diurai memberikan gambaran tentang variabel. Hal ini merujuk kepada bagaimana peneliti mengklasifikasikan suatu kasus dalam satu kategori tertentu.
Terdapat dua asas penting yang harus diperhatikan peneliti dalam melakukan operasionalisasi variabel. Pertama, asas exclusiveness, yaitu satu kasus tidak boleh masuk dalam dua kategori. Kedua, asasexhaustiveness yang menyatakan semua kasus yang diukur atau observasi harus bisa dimasukkan dalam salah satu kategori ( Purwanto dan Sulistyawati, 2007 : 55)
Tahapan Lingkup Operasionalisasi Konsep
1. Menentukan konsep
Apresiasi terhadap film nasional
2. Menentukan dimensi konsep
Pengenalan
Tingkat produktif
Besarnya pengetahuan terhadap perbedaan berbagai sudut yang dimiliki film nasional dan film asing.
Tingkat menggemari :
Kemampuan dalam menikmati alur serta jalan cerita film nasional Tingkat menikmati :
konsep kemampuan dalam menikmati alur dan jalan cerita film nasional. Tingkat menikmati merupakan pemahaman unsur film melalui alur dan musikalitasnya serta penerimaan film nasional sebagai gambaraan riil terhadap kultur bangsa Indonesia. Tingkat reaktif merupakan kedekatan emosional serta pengaruh film nasinal terhadap kehidupan pribadi. Tingkat produktif merupakan kemampuan dan keinginan untuk menghasilkan karya film, terutama film nasional.
6. Integrasi dan perangkuman definisi
Apresiasi terhadap film nasional dapat diukur melalui pengenalan, tingkat menggemari, tingkat menikmati, tingkat reaktif, dan tingkat produktif dalam menyikapi film nasional.
Keputusan mengenai alat pengambil data mana yang akan digunakan ditentukan oleh variabel yang akan diamati, kualitas alat yaitu taraf validitas dan reliabilitas, besarnya biaya, kualifikasi orang yang harus menggunakannya, serta tingkat kesulitan penggunaan (Suryabrata dalam Mantra, 2008 : 76). Setelah keputusan diambil, kemudian dibuatlah indeks dan skala pengukuran. Indeks ini dibuat dengan menyeleksi pertanyaan dan pernyataan yang diperinci berdasarkan atribut-atribut variabel yang disusun sedemikian rupa dan dipertimbangkan memiliki nilai-nilai yang serupa dan seimbang (Rahayu dalam Narendra, 2008 : 66), kemudian melihat hubungan antar pertanyaan, dan ditentukan skor setiap pertanyaan lalu diakumulasikan.
digunakan untuk mengukur sikap, persepsi, dan lain sebagainya. Ketiga, skala interval, dihasilkan dari pengukuran skala ordinat yang di dalam pengukuran tersebut diasumsikan terdapat satuan pengukuran yang sama. Keempat, skala rasio, yaitu skala yang dalam kualifikasinya memiliki nilai 0 (nol) mutlak.
Pada penelitian survey, penggunaan kuesioner terstruktur merupakan hal yang pokok untuk pengumpulan data. Kuesioner yang baik haruslah berisi pertanyaan-pertanyaan yang padat, spesifik, bisa dijawab, punya relevansi dengan responden, tidak memakai kalimat negatif, menghindari penggunaan terminologi yang bias, serta tidak menanyakan dua hal sekaligus dalam satu pertanyaan. Hindari juga pertanyaan yang bersifat mengarahkan, menggunakan kata yang tidak familiar, serta menuntut jawaban bersifat pribadi.
Daftar Pustaka :
1. Mantra, Ida Bagoes. 2008. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
2. Narendra, Pitra. 2008. Metodologi Riset Komunikasi. Yogyakarta : BPPI Wilayah IV Pusat Kajian Media dan Budaya Populer Yogyakarta.
3. Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2007.Metode Penelitian Kuantitatif untuk Administrasi Publik dan Masalah-Masalah Sosial. Yogyakarta : Gava Media.
4. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES
Konseptualisasi dan Operasionalisasi
Konseptualisasi dan operasionalisasi penting dilakukan dalam penelitian untuk mengukur
yang didapatkan dalam penelitian sebenarnya bersifat abstrak, sebab konsep sendiri merupakan
abstraksi dari suatu fenomena. Untuk menjadikan konsep itu konkret, dibutuhkan
operasionalisasi konsep.
Allan Isaak mengatakan bahwa konsep adalah abstraksi dari berbagai fenomena yang bertujuan
untuk menggambarkan sesuatu. Ia diciptakan agar ada pemahaman sama dari semua orang.
Karenanya, konsep memiliki fungsi bahasa. Isaak membagi fungsi bahasa konsep menjadi dua,
yaitu logical dan descriptive. Kata-kata logical adalah kata-kata yang menyambung kerangka
berpikir dan tidak mengacu pada apapun, misalnya ‘dan’, ‘atau’, ‘semua’, ‘beberapa’.
Sementara, kata-kata descriptive adalah kata-kata yang menggambarkan sesuatu, seperti ‘kursi’,
‘meja’, ‘kekuasaan’, ‘demokrasi’. Kata-kata descriptive dibagi lagi menjadi universal dan
particular. Contoh universal descriptive adalah ‘pemilu’, ‘demokrasi’; sedangkan contoh
particular descriptive misalnya ‘pemilu di Indonesia’. Isaak membagi konsep menjadi konsep
teoretis dan konsep empiris. Konsep teoretis tidak bisa didefinisikan secara independen, tetapi
dalam sebuah teori. Artinya, ia tergantung pada konsep lain dalam teori dan mereka saling
berhubungan. Contohnya adalah konsep ‘power’. Sedangkan, contoh konsep empirs misalnya
‘kursi’, ‘batu’, ‘meja’. Konsep dikatakan saintifik bila ia mampu melingkupi semua karakteristik
dari fenomena-fenomena (exhaustiveness) dan juga mampu membedakan dirinya seara tegas
dengan konsep lain (exclusivity). Menurut Isaak, dalam ilmu politik, konsep saintifik memiliki
tiga fungsi:
(1) classifacatory, (2) comparative, dan (3) quantitative. Fungsi klasifikasi adalah fungsi
dichotomous classification dan multiple classification. Dichotomous classification
misalnya demokrat-non demokrat, golongan kiri-golongan kanan. Sedangkan, contoh
multiple classification adalah demokrasi-monarki-oligarki untuk menunjuk pada sistem
politik. Fungsi komparatif membagi konsep dalam bentuk tingkatan perbandingan.
Misalnya saja dalam konsep demokrasi, kita bisa membandingkan negara-negara dalam
tingkatan demokratis-kurang demokratis-tidak demokratis denan menggunakan indkatir
empirik: tingkat partisipai dalam pemilu, warga negara yang memiliki hak piloih,
persamaan hak antar4warga negara. Fungsi kuantifikasi membagi konsep dalam bentuk
tingkatan berjenjang. Isaak memberikan contoh, bila “Senator Smith lebih berkuasa
daripada Senator Jones” adalah konsep komparatif, maka “Kekuasaan Smith dua kali
lebih besar dibandingkan Jones” merupakan konsep kuantifikasi. Konsep ini terdiri dari
dua macam: interval dan rasio. Agar mudah dipahami, konsep perlu didefinisikan,
dirasionalkan, dan dioperasionalisasikan. Upaya semacam ini disebut definisi
operasional. Definisi operasional sangat penting digunakan dalam penelitian. Sebab,
operasionalisasi dipandang sebagai suatu metode dasar untuk mengenalkan konsep ke
dalam bahasa ilmiah. Ketika menggambarkan bagaimana mengoperasionalisasikan
konsep, banyak ilmuwan menggunakan istilah variable dan measure. Variabel adalah
konsep yang memiliki variasi atau derajat nilai. Karena itu, measure memegang
fungsinya untuk mengukur nilai dari suatu variabel. Misalnya, jika instabilitas politik
dikatakan sebagai variabel, maka jumlah kerusuhan di suatu negara sepanjang tahun bisa
mejadi ukurannya. Instabilitas politik adalah variabel abstrak atau konsep intuitif. Untuk
mengukurnya, kerusuhan yng bisa diobservasi, diklasifikasi, bahkan dihitung bisa
Operasionalisasi merupakan proses memilih fenomena yang ”observable” untuk
mewakili konsep-konsep abstrak. Menurut Manheim & Rich (1995), dalam proses ini ada
tiga langkah penting yang harus dilakukan. Pertama, menetapkan variabel terukur.
Kedua, menetapkan indikator. Ketiga, menetapkan nilai indikator. Dalam
operasionalisasi, yang perlu diwaspadai adalah simplifikasi sehingga berakibat hilangnya
makna sebenarnya. Hal itu disebabkan oleh penggunaan indikator dan variabel dari
konsep yang ternyata tidak dapat mewakili maksud konsep tersebut secara keseluruhan.
Setelah menentukan variabel dan menjelaskan konsep tersebut dengan jelas, langkah
selanjutnya adalah bagaimana mengoperasionalisasikan konsep itu. Caranya adalah
menspesifikasi prosedur-prosedur untuk mendapat indikator empiris sebagai manifestasi
konsep itu pada kasus tertentu. Langkah ini harus dilakukan dengan eksplisit dan tepat
untuk menghindari kesalahan penggunaan konsep dalam masalah. Konsep harus memuat
indikator yang dapat diukur. Pengukuran merupakan bentuk-bentuk numeral untuk
mewakili properti-properti yang ada. Hasil yang didapat adalah ’value’. Dalam
pengukuran ada tiga tingkatan: (1) nominal, menyediakan info singkat tentang fenomena
dan hanya terdiri dari ketegori-ketegori sederhana; (2) ordinal, menyediakan info lebih
karena ada kategori dan ranking fenomena; (3) menyediakan lebih komplit dari
klasifikasi ranking sampai level interval tentang berapa banyak bahan yang terukur di
dalamnya. Meski demikian, ada kemungkinan kesalahan pengukuran karena tujuh sebab.
Pertama, perbedaan dalam distibusi pada kasus yang tidak terperhatikan. Kedua,
perbedaan dalam karakteristik kasus yang temporer dalam data dan fakta. Ketiga,
perbedaan dalam interpretasi subjek penelitian. Keempat, perbedaan dalam setting
pengukuran. Keenam, perbedaan dalam proses analisis data. Ketujuh, perbedaan dalam
respons individu terhadap alat ukurnya.
Bacaan:
1. Isaak, Allan C., 1981. Scope and Methods of Political Science: An Introduction to the
Methodology of Political Inquiry. Illinois: The Dorsey Press.
2. Manheim, Jarol B. and Richard C. Rich, 1995. “From Abstract to Concrete:
Operationalization and Measurement”, dalam Jarol B. Manheim and Richard C. Rich,
Empirical Political Analysis: Research Methods in Political Science, London, Longman